7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi nyeri Nyeri didefinisikan ...
Bab i & II Nyeri Kasus Tn.h
-
Upload
febria-cahya -
Category
Documents
-
view
85 -
download
11
Transcript of Bab i & II Nyeri Kasus Tn.h
Tn. H umur 60 tahun,mengeluhkan nyeri pinggang dan sendi. Nyeri tersebut dirasakan
mengganggu ketika bangun tidur dan bila sedang kelelahan.
Sasaran Pembelajaran
BAB I
1. Mampu menjelaskan tentang konsep nyeri
2. Mampu menjelaskan sensasi nyeri
3. Mampu menjelaskan persepsi nyeri
4. Mampu menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi nyeri
5. Mampu menjelaskan karakteristik nyeri
6. Mampu menjelaskan fungsi tubuh terganggu karena nyeri pada klien anak, dewasa
dan lansia
7. Mampu menjelaskan pengkajian nyeri dengan tekhnik PQRST
8. Menyusun rencana keperawatan pada klien yang mengalami nyeri
BAB II
1. Menjelaskan tujuan pemberian intervensi untuk mengurangi nyeri secara
nonfarmakologis
2. Menjelaskan tentang tekhnik mengurangi nyeri secara nonfarmakologis (misal.
Tekhnik relaksasi, tekhnik imagery guidance, dll).
3. Mengidentifikasi tekhnik mengurangi nyeri secara nonfarmakologis yang tepat bagi
klien
1
A. KONSEP DASAR NYERI
1. Definisi
Nyeri adalah perasaan yang tidak nyaman yang sangat subyektif dan hanya orang
yang mengalaminya yang dapa menjelaskan dan mengevaluasi perasaan tersebut.
Secara umum, nyeri dapat didefinisikan sebagai perasaan tidak nyaman, baik ringan
maupun berat.
2. Fisiologi Nyeri
Nosisepsi
Sistem saraf perifer terdiri atas saraf senssori primer yang khusus bertugas mendeteksi
kerusakan jaringan dan membangkitkan sensasi sentuhan, panas, dingin, nyeri, dan
tekanan. Reseptor yang bertugas adalah nosiseptor yang merupakan ujung-ujung saraf
perifer yang bebas dan tidak bermielin atau sedikit bermielin. Sedangkan proses
fisiologis terkait nyeri disebut nosisepsi. Proses tersebut dibagi menjadi 4 fase:
a. Transduksi.
Pada fase ini stimulus atau rangsangan yang membahayakan misal bahan kimia,
suhu, listrik atau mekanis memicu pelepasan mediator biokimia misalnya
prostaglandin, bradikininin, histamin, substansi P yang mengsensitisasi
nosiseptor.
b. Transmisi
Fase ini terbagi atas tiga bagian, pada bagian pertama nyeri merambat dari
serabut perifer kemdula spinallis. Dua jenis serabut nosiseptor yang terlibat dalam
proses tersebut adalah serabut c yang mentransimikan nyeri tumpul dan
menyekitkan, serabut A-delta mentransimisikan nyeri yang tajam. Bagian kedua
adalah transmisi nyeri dari medula spinalis ke batang otak dan talamus melalui
jaras spinotalamikus ( spinothalamic tract STT). Bagian ketiga sinyal tersebut
diteruskan ke korteks sensori somatik, tempat nyeri dipersepsikan.
c. Persepsi
Pada fase ini individu mulai menyadari nyeri, persepsi nyeri tersebut terjadi
distruktur korteks sehingga memungkinnkan munculnya berbagai strategi
perilaku kognitif.
d. Modulasi
Fase ini, menyebabkan neuron dibatang otak mengirim sinyal-sinyal kembali ke
medula spinalis. Serabut desenden tersebut melepaskan substansi seperti opioid,
cerotonin dan norepinefrin.
2
Korteks SensoriKorteks Asosiasi Lobus Frontalis
Sistem Limbik
Sel-sel pengontrol emosi
Pusat otak yang lebih tinggi (factor neurosensori)
Mempersepsikan nyeri
Faktor Psikologis dan Kognitif
B. SENSASI NYERI
Otak (Korteks Serebral)
Meinhart dan McCaffery (1983) mendeskripsikan tiga fase pengalaman nyeri : antisipasi,
sensasi dan akibat (aftermath).
1. Fase antisipasi terjadi sebelum mempersepsikan nyeri. Antisipasi terhadap nyeri
memungkinkan individu untuk belajar tentang nyeri dan upaya untuk
menghilangkannya.
2. Fase Sensasi nyeri
Sensasi nyeri adalah gerakan tubuh yang khas dan ekspresi wajah yang
mengidentikasikan nyeri yang terjadi ketika merasakan nyeri. Sensasi nyeri meliputi
menggeretakkan gigi, memgang bagian tubuh yang terasa nyeri, postur tubuh
membengkok dan ekspresi wajah yang menyeringai. Individu bereaksi terhadap nyeri
dengan cara yang berbeda-beda. Toleransi individu terhadap nyeri merupakan titik
yaitu dengan tingkat keparahan yang lebih tinggi dan durasi yang lebih lama.
Toleransi bergantung pada sikap, motivasi, dan nilai yang diyakini seseorang.
Saat awitan nyeri akut, denyut jantung tekanan darah dan frekuensi
pernapasan meningkat. Perubahan tanda-tanda fital merupakan hal yang bermakna,
3
tetapi perawat harus mempertimbangkan semua tanda dan gejala sebelum menetapkan
bahwa nyeri merupakan penyebab segala perubahan tersebut, misalnya, seorang klien
yang sangat cemas juga mengalami frekuensi napas dan denyut jantung. Klien dapat
mengalami kesulitan dalam melakukan tidakan higine normal.Nyeri dapat sangat
melemahkan sehingga klien terlalu lelah untuk bersosialisasi.
Perawat mengkaji kata-kata yang diucapkan, respon vokal, gerakan wajah dan
tubuh, serta interaksi sosial. Merintih, mendengkur dan menangis merupakan contoh
vokalisasi yang digunakan untuk mengekspresikan nyeri. Ekspresi wajah atau gerakan
tubuh yang bahkan tidak terlalau kentara seringkali lebih menunjukkan karakteristik
nyeri dari pada pertanyaan yang akurat. Misalnya klien mungkin meringis atau
mengguling kekiri dan kekanan dan akan kembali pada interval waktu yang teratur.
Seorang klien mungkin menangis atau mengaduh, gelisah, atau sering
memanggil perawat. Perawat dengan segera akan belajar mengenali pola perilaku
yang menunjukkan nyeri. Perawat harus bersedia mendengarkan dan harus memahami
klien, hal ini dikarenakan bahwa banyak klien yang tidak mampu mengungkapkan
secara verbal mengenai ketidaknyamanan (tidak mampu berkomunikasi).
Namun kurangnya ekspresi nyeri, seperti seorang bayi atau klien yang tidak
sadar, disorientasi atau bingung, afasia, atau yang berbicara dengan bahasa asing tidak
mampu menjelaskan nyeri yang di alaminya, bukan berarti bahwa klien tidak
mengalami nyeri. Kecuali klien tidak bereaksi secara terbuka terhadap nyeri, akan
sulit menentukan sifat dan tingkat ketidaknyamanan yang klien rasakan. Maka
sangatlah penting bagi perawat untuk bersikap waspada terhadap prilaku klien yang
mengindikasikan nyeri. Perawat membantu klien untuk mengkomunikasikan respons
nyeri secara efektif. Pengetahuan tentang penyakit atau suatu gangguan membantu
perawat mengantisipasi nyeri klien. Perawat menanyakan klien apakah yeri
mengganaggu tidurnya.
3. Fase akibat (aftermath)
Pada fase ini nyeri terjadi ketika nyeri berkurang atau berhenti. Jika klien mnegalami
serangkaian episode nyeri yang berulang, maka respons akibat (aftermath) dapat
menjadi masalah kesehatan yang berat. Perawat membantu klien memperoleh kontrol
dan harga diri untuk meminimalkan rasa takut akan kemungkinan pengalaman nyeri.
4
C. PERSEPSI NYERI
Nyeri merupakan salah satu bentuk refleks guna menghindari rangsangan dari luar tubuh,
atau melindungi tubuh dari segala bentuk bahaya. Jika nyeri terlalu berat atau
berlangsung lama dapat berakibat tidak baik pada tubuh menyebabkan penderita tidak
tenang dan putus asa, presepsi nyeri tepatnya pada area korteks (fungsi evluatif kognitif),
muncul akibat stimulus yang ditransmisikan menuju jaras spinotalamicus dan talamico
kortikalis. Presepsi nyeri sifatnya objektif dan sab=ngat kompleks dan dipengaruhi
faktor-faktor yang memicu stimulus nosiseptor dan transmisi impuls nosiseptor, seperti
daya reseptif dan interpretasi kortikal. Persepsi nyeri bisa berkurang atau hilang pada
periode stress berta atau pada emosi, kerusakan pada ujung saraf dapat memblok nyeri
dari sumbernya, contohnya penderita luka bakar luka bakar derajat 3 tidak akan
merasakan nyeri walaupun cideranya sangat hebat karena ujung-ujung sartafnya telah
rusak. Individu lansia tidak mampu merasakan jaringan yang biasanya menimbulkan
nyeri, tapi dirasakan pada orang yang lebih muda.
D. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI NYERI
Nyeri merupakan hal yang kompleks, banyak faktor yang mempengaruhi pengalaman
seseorang terhadap nyeri. Seorang perawat harus mempertimbangkan faktor-faktor
tersebut dalam menghadapi klien yang mengalami nyeri. Hal ini sangat penting dalam
pengkajian nyeri yang akurat dan memilih terapi nyeri yang baik.
1. Usia
Menurut Potter & Perry (1993) usia adalah variabel penting yang mempengaruhi
nyeri terutama pada anak dan orang dewasa. Perbedaan perkembangan yang
ditemukan antara kedua kelompok umur ini dapat mempengaruhi bagaimana anak dan
orang dewasa bereaksi terhadap nyeri. Anak-anak kesulitan untuk memahami nyeri
dan beranggapan kalau apa yang dilakukan perawat dapat menyebabkan nyeri. Anak-
anak yang belum mempunyai kosakata yang banyak, mempunyai kesulitan
mendeskripsikan secara verbal dan mengekspresikan nyeri kepada orang tua atau
perawat.
Anak belum bisa mengungkapkan nyeri, sehingga perawat harus mengkaji
respon nyeri pada anak. Pada orang dewasa kadang melaporkan nyeri jika sudah
patologis dan mengalami kerusakan fungsi (Tamsuri, 2007).
5
Seorang perawat harus menggunakan teknik komunikasi yang sederhana dan
tepat untuk membantu anak dalam membantu anak dalam memahami dan
mendeskripsikan nyeri. Sebagai contoh, pertanyaan kepada anak, “ Beritahu saya
dimana sakitnya?” atau “apa yang dapat saya lakukan untuk menghilangkan sakit
kamu?”. Hal-hal diatas dapat membantu mengkaji nyeri dengan tepat.
Perawat dapat menunjukkan serangkaian gambar yang melukiskan deskripsi
wajah yang berbeda, seperti tersenyum, mengerutkan dahi atau menangis. Anak-anak
dapat menunjukkan gambar yang paling tepat untuk menggambarkan perasaan
mereka.
2. Jenis kelamin
Gill (1990) mengungkapkan laki-laki dan wanita tidak mempunyai perbedaan secara
signifikan mengenai respon mereka terhadap nyeri. Masih diragukan bahwa jenis
kelamin merupakan faktor yang berdiri sendiri dalam ekspresi nyeri. Misalnya anak
laki-laki harus berani dan tidak boleh menangis dimana seorang wanita dapat
menangis dalam waktu yang sama. Penelitian yang dilakukan Burn, dkk. (1989)
dikutip dari Potter & Perry, 1993 mempelajari kebutuhan narkotik post operative pada
wanita lebih banyak dibandingkan dengan pria.
3. Budaya
Keyakinan dan nilai-nilai budaya mempengaruhi cara individu mengatasi nyeri.
Individu mempelajari apa yang diharapkan dan apa yang diterima oleh kebudayaan
mereka. Hal ini meliputi bagaimana bereaksi terhadap nyeri (Calvillo & Flaskerud,
1991). Nyeri memiliki makna tersendiri pada individu dipengaruhi oleh latar
belakang budayanya (Davidhizar et all, 1997, Marrie, 2002) nyeri biasanya
menghasilkan respon efektif yang diekspresikan berdasarkan latar belakang budaya
yang berbeda. Ekspresi nyeri dapat dibagi kedalam dua kategori yaitu tenang dan
emosi (Davidhizar et all, 1997, Marrie, 2002) pasien tenang umumnya akan diam
berkenaan dengan nyeri, mereka memiliki sikap dapat menahan nyeri. Sedangkan
pasien yang emosional akan berekspresi secara verbal dan akan menunjukkan
tingkah laku nyeri dengan merintih dan menangis (Marrie, 2002).
Nilai-nilai budaya perawat dapat berbeda dengan nilai-nilai budaya pasien dari
budaya lain. Harapan dan nilai-nilai budaya perawat dapat mencakup menghindari
ekspresi nyeri yang berlebihan, seperti menangis atau meringis yang berlebihan.
Pasien dengan latar belakang budaya yang lain bisa berekspresi secara berbeda,
6
seperti diam seribu bahasa ketimbang mengekspresikan nyeri klien dan bukan
perilaku nyeri karena perilaku berbeda dari satu pasien ke pasien lain.
Mengenali nilai-nilai budaya yang memiliki seseorang dan memahami
mengapa nilai-nilai ini berbeda dari nilai-nilai kebudayaan lainnya membantu
untuk menghindari mengevaluasi perilaku pasien berdasarkan harapan dan nilai
budaya seseorang. Perawat yang mengetahui perbedaan budaya akan mempunyai
pemahaman yang lebih besar tentang nyeri pasien dan akan lebih akurat dalam
mengkaji nyeri dan respon-respon perilaku terhadap nyeri juga efektif dalam
menghilangkan nyeri pasien (Smeltzer& Bare, 2003).
4. Ansietas
Meskipun pada umumnya diyakini bahwa ansietas akan meningkatkan nyeri,
mungkin tidak seluruhnya benar dalam semua keadaaan. Riset tidak
memperlihatkan suatu hubungan yang konsisten antara ansietas dan nyeri juga
tidak memperlihatkan bahwa pelatihan pengurangan stres praoperatif menurunkan
nyeri saat pascaoperatif. Namun, ansietas yang relevan atau berhubungan dengan
nyeri dapat meningkatkan persepsi pasien terhadap nyeri. Ansietas yang tidak
berhubungan dengan nyeri dapat mendistraksi pasien dan secara aktual dapat
menurunkan persepsi nyeri. Secara umum, cara yang efektif untuk menghilangkan
nyeri adalah dengan mengarahkan pengobatan nyeri ketimbang ansietas (Smeltzer
& Bare, 2002).
5. Pengalaman masa lalu dengan nyeri
Seringkali individu yang lebih berpengalaman dengan nyeri yang dialaminya,
makin takut individu tersebut terhadap peristiwa menyakitkan yang akan
diakibatkan. Individu ini mungkin akan lebih sedikit mentoleransi nyeri, akibatnya
ia ingin nyerinya segera reda sebelum nyeri tersebut menjadi lebih parah. Reaksi
ini hampir pasti terjadi jika individu tersebut mengetahui ketakutan dapat
meningkatkan nyeri dan pengobatan yang tidak adekuat.
Cara seseorang berespon terhadap nyeri adalah akibat dari banyak kejadian
nyeri selama rentang kehidupannya. Bagi beberapa orang, nyeri masa lalu dapat
saja menetap dan tidak terselesaikan, seperti padda nyeri berkepanjangan atau
kronis dan persisten.
Efek yang tidak diinginkan yang diakibatkan dari pengalaman sebelumnya
menunjukkan pentingnya perawat untuk waspada terhadap pengalaman masa lalu
pasien dengan nyeri. Jika nyerinya teratasi dengan tepat dan adekuat, individu
7
mungkin lebih sedikit ketakutan terhadap nyeri dimasa mendatang dan mampu
mentoleransi nyeri dengan baik (Smeltzer & Bare, 2002).
6. Efek plasebo
Efek plasebo terjadi ketika seseorang berespon terhadap pengobatan atau tindakan
lain karena sesuatu harapan bahwa pengobatan tersebut benar benar bekerja.
Menerima pengobatan atau tindakan saja sudah merupakan efek positif.
Harapan positif pasien tentang pengobatan dapat meningkatkan keefektifan
medikasi atau intervensi lainnya. Seringkali makin banyak petunjuk yang diterima
pasien tentang keefektifan intervensi, makin efektif intervensi tersebut nantinya.
Individu yang diberitahu bahwa suatu medikasi diperkirakan dapat meredakan
nyeri hampir pasti akan mengalami peredaan nyeri dibanding dengan pasien yang
diberitahu bahwa medikasi yang didapatnya tidak mempunyai efek apapun.
Hubungan pasien –perawat yang positif dapat juga menjadi peran yang amat
penting dalam meningkatkan efek plasebo (Smeltzer & Bare, 2002).
7. Keluarga dan Support Sosial
Faktor lain yang juga mempengaruhi respon terhadap nyeri adalah kehadiran dari
orang terdekat. Orang-orang yang sedang dalam keadaan nyeri sering bergantung
pada keluarga untuk mensupport, membantu atau melindungi. Ketidakhadiran
keluarga atau teman terdekat mungkin akan membuat nyeri semakin bertambah.
Kehadiran orangtua merupakan hal khusus yang penting untuk anak-anak dalam
menghadapi nyeri (Potter & Perry, 1993).
8. Pola koping
Ketika seseorang mengalami nyeri dan menjalani perawatan di rumah sakit adalah
hal yang sangat tak tertahankan. Secara terus-menerus klien kehilangan kontrol dan
tidak mampu untuk mengontrol lingkungan termasuk nyeri. Klien sering
menemukan jalan untuk mengatasi efek nyeri baik fisik maupun psikologis.
Penting untuk mengerti sumber koping individu selama nyeri. Sumber-sumber
koping ini seperti berkomunikasi dengan keluarga, latihan dan bernyanyi dapat
digunakan sebagai rencana untuk mensupport klien dan menurunkan nyeri klien.
Sumber koping lebih dari sekitar metode teknik. Seorang klien mungkin
tergantung pada support emosional dari anak-anak, keluarga atau teman. Meskipun
nyeri masih ada tetapi dapat meminimalkan kesendirian. Kepercayaan pada agama
dapat memberi kenyamanan untuk berdo’a, memberikan banyak kekuatan untuk
mengatasi ketidaknyamanan yang datang (Potter & Perry, 1993).
8
E. KARAKTERISTIK NYERI
Pengkajian karakteristik nyeri membantu perawat membentuk pengertian ola nyeri dan
tipe terapi yang digunakan untuk mengatasi nyeri. Penggunaan instrument untuk
menghitung luas dan derajat nyeri bergantung kepada klien yang sadar secara kognitif dan
mampu memamhami instruksi perawat.
1. Awitan dan Durasi
Perawat mengajukan pertanyaan untuk menentukan awitan, durasi dan rangkaian
nyeri.
Kapan nyeri mulai dirasakan?
Sudah berapa lama nyeri dirasakan?
Apakah nyeri yang dirasa terjadi pada waktu yang sama setiap hari?
Seberapa sering nyeri kembali kambuh?
2. Lokasi
Perawat meminta klien untuk menunjukan semua daerah yang dirasa tidak nyaman.
Untuk melokalisasikan nyeri dengan lebih spesifik, perawat kemudian meminta klien
melacak daerah nyeri dari titik yang paling nyeri. Hal ini sulit dilakukan apabila nyeri
bersifat difus, meliputi beberapa tempat atau melibatkan segmen terbesar tubuh.
Beberapa alat pengkajian dilengkapi dengan diagram tubuh manusia sehingga dengan
alat ini perawat dapat menggambar lokasi nyeri. Hal ini dapat bermanfaat sebagai
patokan dasar apabila nyeri berubah. Dalam mencatat lokasi nyeri, perawat
menggunakan titik-titik penanda anatomik dan istilah yang deskriptif.
3. Keparahan
Skala deskriptif merupakan alat pengukuran tingkat keparahan nyeri yang lebih
objektif. Skala pendeskripsi verbal merupakan sebuah garis yang terdiri dari tiga
sampai lima kata pendeskripsi yang tersusun dengan jarak yang sama disepanjang
garis.pendeskripsian ini dirangking dari “tidak terasa nyeri” sampai “nyeri yang tidak
tertahankan”. Perawat menunjukan klien skala tersebut dan meminta klien untuk
memilih intensitas nyeri terbaru yang ia rasakan. Perawat juga menanyakan seberapa
jauh nyeri terasa paling menyakitkan dan seberapa jauh nyeri terasa paling tidak
menyakitkan. Alat VDS memungkinkan klien memilih sebuah kategori untuk
mendeskripsikan nyeri. Skala penilaian numerik lebih digunakan sebagai pengganti
alat pendeskripsi kata. Klien menilai nyeri dengan menggunakan skala 0-10. Skala
9
analog visual tidak melalui subdivisi VAS merupakan suatu garis lurus yang mewakili
intensitas nyeri yang terus menerus dan memiliki alat pendeskripsian verbal pada
setiap ujungnya. Skala ini memberikan klien kebebasan penuh untuk
mengidentifikasikan keparahan nyeri.
Beberapa alat unik untuk mengukur intensitas nyeri pada anak
a. Beyer dkk(1992)“oucher” terdiri dari dua skala yang terpisah : sebuah aklaa
dengan nilai 0-100 pada sisi sebelah kiri untuk anak yang lebih besar dan skala
fotografik enam gambar pada sisi kanan untuk anak-anak yang lebih keci. Foto
wajah seorang anak dirancang sebagai petunjuk untuk memberi anak pengertian
sehingga dapat memahami makna dan tingkat keparahan nyeri.
b. Wong dan Baker (1988)Skala wajah, untuk mengkaji nyeri pada anak. Skala
tersebut terdiri dari enam wajah dengan profil kartun yang menggambarkan wajah
dari wajah yang tersenyum, kurang bahagia, sangat sedih dan ketakutan. Anak
berusia 3 tahun dapat menggunakan skala tersebut.
4. Kualitas
Seringkali klien mendeskripsikan nyeri sebgaia sensasi remuk, berdenyut, tajam atau
tumpul. Nyeri yang klien rasakan sering kali tidak dapat dijelaskan. Pengkajian akan
lebih akurat jika perawat mengajukan pertanyaan terbuka, “coba jelaskan pada saya
seperti apa nyeri yang anda rasakan?”. McCaffery dkk(1989), kualitas nyeri tahap
awal seperti menusuk (pricking), terbakar dan sakit.
5. Pola nyeri
Perawat meminta klien untuk mendeskripsikan aktivitas yang menyebabkan nyeri
seperti gerakan fisik, meminum kopi, atau urinasi. Perawat juga meminta klien
mendemonstrasikan aktivitas yang menimbulkan respon nyeri, misalnya batuk atau
membalikkan tubuh denga cara tertentu. Setelah Perawat mengidentifikasikan faktor
yang memperburuk nyeri, akan lebih mudah perawat merencanakan intervensi untuk
mencegah supaya nyeri tidak terjadi atau tidak semakin buruk.
6. Tindakan untuk menghilangkan nyeri
Tindakan yang bermanfaat untuk menghilangkan nyeri pada klien seperti mengubah
posisi, melakukan tindakan ritual (melangkah, berayun, menggosok), makan,
meditasia atau mengompres bagian nyeridengan kompres dingin atau hangat.
7. Gejala penyerta
Gejala penyerta adalah gejala yang sering menyertai nyeri (misalnya nyeri kepala,
pusing, keinginan miksi, konstipasi, gelisah)
10
Karakteristik Nyeri akut Nyeri kronis
Tujuan/keuntungan Memperingatkan adanya cidera
atau masalah
Tidak ada
Awitan/irama Mendadak Terus menerus atau
intermiten
Intensitas Ringan sampai berat Ringan sampai berat
Durasi Durasi singkat (dari beberapa
detik sampai 6 bulan)
Durasi lama (6 bulan atau
lebih)
Respons otonom Konsisten dengan respons stress
simpatis
Frekuensi jantung meningkat
Volume sekuncup meningkat
Tekanan darah meningkat
Dilatasi pupil meningkat
Tegangan otot meningkat
Motilitas gastrointestinal menurun
Aliran saliva menurun (mulut
kering)
Tidak terdapat respons
otonom
Komponen
psikologis
Ansietas Depresi
Mudah marah
Menarik diri dari minat
dunia luar
Menarik diri dari
persahabatan
Respons jenis
lainnya
Tidur terganggu
Libido menurun
Mafsu makan menurun
Contoh Nyeri bedah, trauma Nyeri kanker, arthritis,
neuralgiatrigeminat
F. FISIOLOGI NYERI
11
Menurut Torrance & Serginson (1997), ada tiga jenis sel saraf dalam proses
penghantaran nyeri yaitu sel syaraf aferen atau neuron sensori, serabut konektor atau
interneuron dan sel saraf eferen atau neuron motorik. Sel-sel syaraf ini mempunyai
reseptor pada ujungnya yang menyebabkan impuls nyeri dihantarkan ke sum-sum tulang
belakang dan otak. Reseptor-reseptor ini sangat khusus dan memulai impuls yang
merespon perubahan fisik dan kimia tubuh. Reseptor-reseptor yang berespon terhadap
stimulus nyeri disebut nosiseptor.
Stimulus pada jaringan akan merangsang nosiseptor melepaskan zat-zat kimia,
yang terdiri dari prostaglandin, histamin, bradikinin, leukotrien, substansi p, dan enzim
proteolitik. Zat-zat kimia ini akan mensensitasi ujung syaraf dan menyampaikan impuls
ke otak (Torrance & Serginson, 1997).
Menurut Smeltzer & Bare (2002) kornu dorsalis dari medula spinalis dapat
dianggap sebagai tempat memproses sensori. Serabut perifer berakhir disini dan serabut
traktus sensori asenden berawal disini. Juga terdapat interkoneksi antara sistem neural
desenden dan traktus sensori asenden. Traktus asenden berakhir pada otak bagian bawah
dan bagian tengah dan impuls-impuls dipancarkan ke korteks serebri.
Agar nyeri dapat diserap secara sadar, neuron pada sistem asenden harus
diaktifkan. Aktivasi terjadi sebagai akibat input dari reseptor nyeri yang terletak dalam
kulit dan organ internal. Terdapat interkoneksi neuron dalam kornu dorsalis yang ketika
diaktifkan, menghambat atau memutuskan taransmisi informasi yang menyakitkan atau
yang menstimulasi nyeri dalam jaras asenden. Seringkali area ini disebut “gerbang”.
Kecendrungan alamiah gerbang adalah membiarkan semua input yang menyakitkan dari
perifer untuk mengaktifkan jaras asenden dan mengaktifkan nyeri. Namun demikian, jika
kecendrungan ini berlalu tanpa perlawanan, akibatnya sistem yang ada akan menutup
gerbang. Stimulasi dari neuron inhibitor sistem asenden menutup gerbang untuk input
nyeri dan mencegah transmisi sensasi nyeri (Smeltzer & Bare, 2002).
Teori gerbang kendali nyeri merupakan proses dimana terjadi interaksi antara
stimulus nyeri dan sensasi lain dan stimulasi serabut yang mengirim sensasi tidak nyeri
memblok transmisi impuls nyeri melalui sirkuit gerbang penghambat. Sel-sel inhibitor
dalam kornu dorsalis medula spinalis mengandung eukafalin yang menghambat transmisi
nyeri (Wall, 1978 dikutip dari Smeltzer & Bare, 2002).
G. KLASIFIKASI NYERI
Menurut Long C.B (1996) mengklasifikasi nyeri berdasarkan jenisnya, meliputi :
12
1. Nyeri akut, nyeri yang berlangsung tidak melebihi enam bulan, serangan mendadak
dari sebab yang sudah diketahui dan daerah nyeri biasanya sudah diketahui, nyeri akut
ditandai dengan ketegangan otot, cemas yang keduanya akan meningkatkan persepsi
nyeri
2. Nyeri kronis, nyeri yang berlangsung enam bulan atau lebih, sumber nyeri tidak
diketahui dan tidak bisa ditentukan lokasinya. Sifat nyeri hilang dan timbul pada
periode tertentu nyeri menetap.
Nyeri Akut Nyeri Kronik
1. Lamanya dalam hitungan menit
2. Ditandai peningkatan BP, nadi
dan respirasi
3. Respon pasien : focus pada nyeri,
menyetakan nyeri menangis dan
mengerang
4. Tingkah laku menggosok bagian
nyeri
1. Lamanya sampai hitungan bulan,
> 6 bulan
2. Fungsi fisiologi bersifat normal
3. Tidak ada keluaran nyeri
4. Tidak ada aktifitas fisik sebagai
respon terhadap nyeri
Corwin J.E (1997) mengklasifikasikan nyeri berdasarkan sumbernya meliputi :
a. Nyeri kulit, adalah nyeri yang dirasakan dikulit atau jaringan subkutis, misalnya nyeri
ketika tertusuk jarum atau lutut lecet, lokalisasi nyeri jelas disuatu dermatum.
b. Nyeri somatik adalah nyeri dalam yang berasal dari tulang dan sendi, tendon, otot
rangka, pembuluh darah dan tekanan syaraf dalam, sifat nyeri lambat.
c. Nyeri Viseral, adalah nyeri dirongga abdomen atau torak terlokalisasi jelas disuatu
titik tapi bisa dirujuk kebagian-bagian tubuh lain dan biasanya parah.
d. Nyeri Psikogenik, adalah nyeri yang timbul dari pikiran pasien tanpa diketahui adanya
temuan pada fisik (Long, 1989 ; 229).
e. Nyeri Phantom limb pain, adalah nyeri yang dirasakan oleh individu pada salah satu
ekstremitas yang telah diamputasi (Long, 1996 ; 229).
H. RESPON FISIOLOGIS TERHADAP NYERI
13
1. Stimulasi Simpatik (nyeri ringan, moderat, dan superficial)
a. Dilatasi saluran bronkhial dan peningkatan respirasi rate
Menyebabkan peningkatan asupan oksigen
b. Peningkatan heart rate
Menyebabkan peningkatan transpor oksigen
c. Vasokonstriksi perifer
Meningkatkan tekanan darah disertai perpindahan suplai darah dari perifer dan
visera ke otot-otot skelet dan otak
d. Peningkatan nilai gula darah
Menghasilkan energi tambahan
e. Diaphoresis
Mengontrol temperatur tubuh selama stress
f. Peningkatan kekuatan otot
Mempersiapkan otot untuk melakukan aksi
g. Dilatasi pupil
Memungkinkan penglihatan yang lebih baik
h. Penurunan motilitas GI
Membebaskan energi untuk melakukan aktivitas dengan lebih cepat
2. Stimulus Parasimpatik (nyeri berat dan dalam)
a. Muka pucat
Menyebabkan suplai darah berpindah dari perifer
b. Otot mengeras
Akibat keletihan
c. Penurunan HR (denyut jantung dan tekanan darah)
Akibat stimulasi vagal
d. Nafas cepat dan irreguler
Menyebabkan pertahanan tubuh gagal akibat stress nyeri yang terlalu lama
e. Nausea dan vomitus
Mengembalikan fungsi saluran cerna
f. Kelelahan dan keletihan
Akibat pengeluaran energi fisik
I. RESPON TINGKAH LAKU TERHADAP NYERI
14
Respon perilaku terhadap nyeri dapat mencakup:
1. Pernyataan verbal (Mengaduh, Menangis, Sesak Nafas, Mendengkur)
2. Ekspresi wajah (Meringis, Menggeletukkan gigi, Menggigit bibir)
3. Gerakan tubuh (Gelisah, Imobilisasi, Ketegangan otot, peningkatan gerakan jari &
tangan
4. Kontak dengan orang lain/interaksi sosial (Menghindari percakapan, Menghindari
kontak sosial, Penurunan rentang perhatian, Fokus pd aktivitas menghilangkan nyeri)
Individu yang mengalami nyeri dengan awitan mendadak dapat bereaksi sangat
berbeda terhadap nyeri yang berlangsung selama beberapa menit atau menjadi kronis.
Nyeri dapat menyebabkan keletihan dan membuat individu terlalu letih untuk
merintih atau menangis. Pasien dapat tidur, bahkan dengan nyeri hebat. Pasien dapat
tampak rileks dan terlibat dalam aktivitas karena menjadi mahir dalam mengalihkan
perhatian terhadap nyeri.
Meinhart & McCaffery mendiskripsikan 3 fase pengalaman nyeri:
1. Fase antisipasi
Terjadi sebelum nyeri diterima. Fase ini mungkin bukan merupakan fase yang
paling penting, karena fase ini bisa mempengaruhi dua fase lain. Pada fase ini
memungkinnkan seseorang belajar tentang nyeri dan upaya untuk menghilangkan
nyeri tersebut. Peran perawat dalam fase ini sangat penting, terutama dalam
memberikan informasi pada klien. Contoh: sebelum dilakukan tindakan bedah,
perawat menjelaskan tentang nyeri yang nantinya akan dialami oleh klien pasca
pembedahan, dengan begitu klien akan menjadi lebih siap dengan nyeri yang
nanti akan dihadapi.
2. Fase sensasi
Terjadi saat nyeri terasa. Fase ini terjadi ketika klien merasakan nyeri. karena
nyeri itu bersifat subyektif, maka tiap orang dalam menyikapi nyeri juga berbeda-
beda. Toleraransi terhadap nyeri juga akan berbeda antara satu orang dengan
orang lain. orang yang mempunyai tingkat toleransi tinggi terhadap nyeri tidak
akan mengeluh nyeri dengan stimulus kecil, sebaliknya orang yang toleransi
terhadap nyerinya rendah akan mudah merasa nyeri dengan stimulus nyeri kecil.
Klien dengan tingkat toleransi tinggi terhadap nyeri mampu menahan nyeri tanpa
bantuan, sebaliknya orang yang toleransi terhadap nyerinya rendah sudah mencari
upay pencegah nyeri, sebelum nyeri datang.
15
Keberadaan enkefalin dan endorfin membantu menjelaskan bagaimana
orang yang berbeda merasakan tingkat nyeri dari stimulus yang sama. Kadar
endorfin berbeda tiap individu, individu dengan endorfin tinggi sedikit merasakan
nyeri dan individu dengan sedikit endorfin merasakan nyeri lebih besar.Klien bisa
mengungkapkan nyerinya dengan berbagai jalan, mulai dari ekspresi wajah,
vokalisasi dan gerakan tubuh. Ekspresi yang ditunjukan klien itulah yang
digunakan perawat untuk mengenali pola perilaku yang menunjukkan nyeri.
Perawat harus melakukan pengkajian secara teliti apabila klien sedikit
mengekspresikan nyerinya, karena belum tentu orang yang tidak
mengekspresikan nyeri itu tidak mengalami nyeri. Kasus-kasus seperti itu
tentunya membutuhkan bantuan perawat untuk membantu klien
mengkomunikasikan nyeri secara efektif.
3. Fase akibat (aftermath)
Terjadi ketika nyeri berkurang atau berhenti Fase ini terjadi saat nyeri sudah
berkurang atau hilang. Pada fase ini klien masih membutuhkan kontrol dari
perawat, karena nyeri bersifat krisis, sehingga dimungkinkan klien mengalami
gejala sisa pasca nyeri. Apabila klien mengalami episode nyeri berulang, maka
respon akibat ((aftermath) dapat menjadi masalah kesehatan yang berat. Perawat
berperan dalam membantu memperoleh kontrol diri untuk meminimalkan rasa
takut akan kemungkinan nyeri berulang.
J. NYERI PADA ANAK, DEWASA, DAN LANSIA
1. Bayi
Respon fisiologis pada neonatus terhadap rangsangan yang menyakitkan
menyebabkan respons stres global pada bayi yang menjalani operasi dengan analgesik
minimal atau tidak sama sekali. Respon ini dibuktikan oleh perubahan kardio
pernafasan (peningkatan denyut jantung dan tekanan darah dan menurunkan TCPO2
atau saturasi oksigen), telapak tangan berkeringat, peningkatan tekanan intrakranial,
perubahan hormonal (pelepasan katekolamin, hormon pertumbuhan, glukagon,
kortisol, kortikosteroid, dan beberapa asam lemak). Efek lainnya berupa peningkatan
rasa sakit, perubahan pola makan, muntah, kehilangan nafsu makan, dan kehilangan
minat atau energi untuk menghisap. Menangis karena sakit lebih intens dan lama,
ekspresi wajah ditunjukkan dengan menyipit, tonjolan alis, mulut terbuka dan lidah
yang kaku.
16
2. Todler and pre-school
a. Perkembangan kemampuan untuk menjelaskan rasa sakit, intensitas dan
lokasinnya.
b. Seringkali merespon dengan menangis dan marah karena anak merasa sakit
sebagai ancaman terhadap keamanan.
c. Sulit untuk memahami
d. Pertimbangan sakit sebagai hukuman
e. Merasa sedih
f. Mampu untuk belajar bahwa ada perbedaan gender dalam mengekspresikan
rasa sakit
3. Usia Sekolah
a. Mencoba berani bila mengalami nyeri
b. Memberikan rasionalisasi dalam upaya untuk menjelaskan rasa sakit.
c. Ingin mendengarkan penjelasan.
d. Biasanya dapat mengidentifikasi lokasi dan menjelaskan rasa sakit.
e. Bila rasa sakit terus berlanjut, anak mungkin mundur untuk awal tahap
pengembangan.
Mc.Guires dan Dizard (1982) mengatakan bahwa respon rasa sakit yang
ditunjukkan oleh anak itu sensitif, kehilangan nafsu makan, kehilangan minat
dalam bermain, postur tegang, ekstremitas fleksi, memutar kepala, lemah, dan
menangis.
4. Remaja
a. Lambat untuk mengekspresikan rasa sakit
b. Mengakui rasa sakit atau "menyerah" dapat dianggap kelemahan
c. Ingin terlihat berani di depan teman-temannya dan tidak menceritakan tentang
rasa sakit.
5. Dewasa
a. Perilaku ditunjukkan bila mengalami nyeri dapat perilaku berbasis gender
dipelajari sebagai seorang anak.
b. Mungkin mengabaikan rasa sakit karena mengakui rasa sakit dirasakan sebagai
tanda kelemahan atau kegagalan.
c. Mungkin menggunakan nyeri sebagai manfaat sekunder mencari perhatian.
6. lansia
a. Bisa merasakan sakit sebagai bagian dari proses penuaan.
17
b. Mengalami penurunan sensasi atau persepsi rasa sakit.
c. Kelesuan, anoreksia, dan kelelahan dapat menjadi indikator rasa sakit.
d. Dapat menahan keluhan sakit karena takut pengobatan.
e. Bisa menjelaskan rasa sakit dengan cara yang berbeda dari gatal, nyeri, atau
tidak nyaman.
f. Dapat mengakui atau menunjukkan bahwa rasa sakit adalah sesuatu yang tidak
dapat diterima.
Kolagen dan elastin yang merupakan jaringan ikat pada jaringan penghubung
perubahan kualitatif dan kuantitatif sesuai dengan penuaan. Hal ini
menyebabkan penurunan fleksibilitas dalam kebangkitan, orang tua memberi
kepada dampak nyeri, penurunan kemampuan untuk meningkatkan kekakuan
otot, kesulitan bergerak dari duduk ke berdiri, jongkok, dan berjalan, dan
hambatan dalam melakukan kegiatan sehari-hari mereka. Tulang rawan, tulang
rawan pada persendian menjadi lunak dan memiliki granulasi dan akhirnya
permukaan sendi menjadi rata. Perubahan ini sering terjadi dalam tubuh
leverage baret besar sensi. Sebagai hasil dari perubahan itu mudah untuk
menjadi sendi meradang, kekakuan, nyeri, gerak terbatas, dan gangguan
aktivitas sehari-hari. Tulang, jaringan kehilangan dan ukuran tulang secara
keseluruhan menyebabkan kekuatan dan kekakuan tulang menurun, efeknya
adalah osteoporosis yang menyebabkan rasa sakit, cacat, dan patah tulang.
Sendi kehilangan fleksibilitas sehingga penurunan luas dalam gerakan
bersama. Beberapa kelainan yang terjadi pada lansia sensi meliputi
osteoartritis, artritis reumatid, gout, dan pseudogout yang menyebabkan
gangguan dalam bentuk pembengkakan kekakuan,, nyeri sendi, keterbatasan
luas gerak sendi, gangguan jalan.
K. PENGKAJIAN NYERI
Ada beberapa cara mengkaji nyeri yaitu:
a. Pengkajian nyeri PQRST
Untuk membantu pasien dalam mengutarakan masalah atau keluhannya secara
lengkap, naka perawat dianjurkan menggunakan analisa simptom PQRST
P Q R S T
Provokatif atau Kualitas atau Rasional / area Skala Timing = waktu
18
paliatif
Apakah yang
menyebabkan
gejala?
Apa saja yang
dapat megurangi
atau
memperberatnya
?
Kejadian
awal
apakah
yang
anda
lakukan
sewaktu
gejala
pertamak
ali
dilaksana
kan?
Apakah yang
menyebabkan
stress?
Posisi?
Aktivitas
tertentu?
Penjelasan lebih
lanjut untuk
gejala
spikologis,
apakah depresi
kuanttitas
Bagaimana gejala
dirasakan,
nampak atau
terdengar?
Sejauh mana anda
merasakan
sekarang?
Kualitas.
Bagaiman
a gejala
dirasakan,
tampak
atau
terdengar?
Kuantitas.
Sejauh
mana
gejala
dirasakan
sekarang?
Sangat
dirasakan
hingga tak
dapat
melakuka
n
aktivitas?
Lebih
parah atau
lebih
ringan
radiasi
Dimana gejala
terasa? Apakah
menyebar?
Area.
Dimana
gejala
dirasaka
n?
Radiasi.
Pada
kasus
nyeri,
apakah
nyeri
meramb
at pada
punggun
g atau
lengan,
meramb
at pada
leher
atau
meramb
at pada
kaki?
keparahan
Seberapak
ah
keparahan
dirasakan
dengan
skala 1 –
10 (paling
parah)
Kapan gejala
mulai timbul?
Seberapa sering
gejala terasa?
Apakah tiba-tiba
atau bertahap?
onset.
Tanggal
dan jam
gejala
terjadi?
Jenis,
tiba-tiba
atau
bertahap?
Frekuensi
: setiap
jam, hari,
minggu,
bulan,
sepanjang
hari, pagi,
siang,
malam.
Menggan
ggu tidur?
Kambuha
n?
Durasi :
seberapa
lama
19
terasa sewaktu
anda merasa
tidak diterima?
Apa yang
menghilangkan
gejala?
Apa yang
memperb
uruk
gejala?
dari yang
dirasakan
sebelumn
ya?
gejala
dirasakan
?
b. Face Pain Rating Scale
Menurut Wong dan Baker (1998) pengukuran skala nyeri untuk anak usia pra sekolah
dan sekolah, pengukuran skala nyeri menggunakan Face Pain Rating Scale yaitu
terdiri dari 6 wajah kartun mulai dari wajah yang tersenyum untuk “tidak ada nyeri”
hingga wajah yang menangis untuk “nyeri berat”.
c. Word Grapic Rating Scale
Menggunakan deskripsi kata untuk menggambarkan intensitas nyeri, biasanya
dipakai untuk anak 4-17 tahun (Testler & Other, 1993; Van Cleve & Savendra, 1993
dikutip dari Wong & Whaleys, 1996).
0 1 2 3 4 5
Tidak nyeri ringan sedang cukup sangat nyeri nyeri hebat
d. Skala intensitas nyeri numerik
e.
20
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Tidak Nyeri Nyeri Sedang Nyeri Hebat
L. TERAPI KOMPLEMENTER
1. Upaya mengatasi ketidaknyamanan (nyeri)
a. Distraksi
Adalah mengalihkan perhatian klien dar nyeri. Teknik ini dapat dilakukan antara
lain:
1) Bernapas lambat dan berirama secara teratur
2) Menyanyi berirama dan menghitung ketukannya
3) Mendengarkan musik
4) Mendorong untuk mengkhayal (guided imagery) yaitu melakukan bimbingan
yang baik kepada klien untuk mengkhayal. Tekniknya sebagai berikut :
a) Atur posisi yang nyaman pada klien
b) Dengan suara yang lembut, minta klien untuk memikirkan hal-hal yang
menyenangkan atau pengalaman yang membantu penggunaan semua
indra.
c) Minta klien untuk tetap berfokus pada bayangan yang menyenangkan
sambi merelaksasikan tubuhnya
d) Bila klien tampak rileks, perawat tidak perlu bicara lagi
e) Jika klien menunjukan tanda-tanda agitasi, gelisah, atau tidak nyaman,
perawat harus menghentikan latihan dan memulainya lagi saat klien siap.
5) Massage (pijatan). Ada beberapa teknik massage yang dapat dilakukan untuk
distraksi seperti:
a) Remasan. Usap otot bahu yang dikerjakan secara bersama
b) Selang-seling tangan. Memijat punggung dengan tekanan pendek, cepat,
dan bergantian tangan.
c) Gesekan. Memijat punggung dengan ibu jari, gerakan memutar sepanjang
tulang punggung dari sakrum ke bahu.
d) Eflurasi. Memijat punggung dengan kedua tangan, tekan lebih halus
dengan gerakan ke atas untuk membantu aliran balik vena.
21
e) Petriasi. Menekan punggung secara horizontal. Pindah tangn anda dengan
arah yang berlawanan dengan menggunakan gerakan meremas.
f) Tekanan menyikat. Secara halus, tekan punggung dengan ujung jari untuk
mengakhiri pijatan.
b. Teknik relaksasi
Teknik ini didasarkan kepada keyakinan bahwa tubuh berespon pada ansietas
yang merangsang pikiran karena nyeri atau kondisi penyakitnya. Teknik relaksasi
dapat menurunkan ketegangan fisiologis. Tekinik ini dapat dilakukan dengan
kepala ditopang dalam posisi berbaring atau duduk di kursi. Hal utama yang
dibutuhkan dalam pelaksanaan tekik relaksasi adalah klien dalam posisi yang
nyaman, klien dengan pikiran beristirahat, dan lingkungan yang tenang.
Teknik relaksasi banyak jenisnya, salah satunya adalah relaksasi autogenik.
Relaksasi ini mudah dilakukan dan tidak beresiko. Prinsipnya klien harus mamapu
berkonsentrasi sambil membaca mantra/doa/zikir dalam hati seiring dengan
ekspirasi udara paru.
Langkah-langkah latihan relaksasi autogenik (guided imagery):
Istilah Guided imagery diperoleh dari penggabungan dua kata, guided dan
imagery, imagery disebut juga dengan metal imagery yaitu pengalaman perseptual
seolah- olat nyata dialami individu tanpa kehadiran stimulus ekstenal yang
diimajinasikan. Ketika individu sedang berimajinasi, maka dalam bayangnnya
bisa muncul berupa benda, pemandangan, sensasi seperti benar- benar melihat,
mendengar dan merasakan layaknya mendaoati stimulus sebenarnya ( Kosslyn,
Behrmann, & Jeannerod, 1995).
1) Persiapan sebelum memulai latihan
a. Tubuh berbaring, kepala disanggah dengan bantal, dan mata
terpejam
b. Atur nafas hingga nafas menjadi teratur
c. Tarik nafas sekuat-kuatnya lalu buang secara perlahan-lahan
sambil katakan dalam hati “ saya damai dan tenang “.
2) Langkah 1 : merasakan berat
a. Fokuskan perhatian pada lengan dan bayangkan kedua lengan
terasa berat. Selanjutnya, secara perlahan-lahan bayangkan kedua
22
lengan terasa kendur, ringan hingga terasa sangat ringan sekali
sambil katakan “saya merasa damai dan tenang sepenuhnya”.
b. Lakukan hal yang sama pada bahu, punggung, leher, dan kaki.
3) Langkah 2 :merasakan kehangatan
a. Bayangkan darah mengalir ke seluruh tubuh dan rasakan hawa
hangatnya aliran darah, seperti merasakan minuman yang hangat,
sambil mengatakan dalam diri “saya merasa senang dan hangat”
b. Ulangi 6 kali
c. Katakan dalam hati “ saya merasa damai, tenang”
4) Langkah 3 : merasakan denyut jantung
a. Tempelkan tangan kanan pada dada kiri dan tangan kiri pada perut.
b. Bayangkan dan raskan jantung berdenyut dengan teratur dan
tenang. Sambil katakan “ jantungnya berdenyut dengan teratur dan
tenang “.
c. Ulangi 6 kali.
d. Katakan dalam hati “ saya merasa damai dan tenang “.
5) Langkah 4 : Latihan pernapasan
a. Posisi kedua tangan tidak berubah.
b. Katakan dalam diri “ nafasku longgar dan tenang”.
c. Ulangi 6 kali.
d. Katakan dalam hati “ saya merasa damai dan tenang “.
6) Langkah 5 : latihan abdomen
a. Posisi kedua tangan tidak berubah.
Rasakan pembuluh darah dalam perut mengalir dengan teratur dan
terasa hangat.
b. Katakan dalam diri “ darah yang mengalir di dalam perutku terasa
hangat “.
c. Ulangi 6 kali.
d. Katakan dalam hati “ saya merasa damai dan tenang “.
7) Langkah 6 : Latihan kepala
a. Kedua tangan kembali pada posisi awal
b. Katakan dalam hati “ kepala saya terasa benar-benar dingin”.
Ulangi 6 kali.
c. Katakan dalam hati “ saya merasa damai dan tenang”.
23
8) Langkah 7 : akhir latihan
Mengakhiri latihan relaksasi autogenik dengan melekatkan (mengepalkan)
lengan bersamaan dengan nafas dalam, lalu buang nafas pelan-pelan
sambil membuka mata
c. Hipnotis
Hipnotis adalah suatu teknik yang menghasilkan suatu keadaan tidak sadar diri
yang dicapai melalui gagasan-gagasan yang disampaikan penghipnotis.
d. Obat analgesik
Obat analgestik mengurangi persepsi sesorang tentang rasa nyeri, terutama lewat
daya kerjanya atas sistem saraf sentral dan mengubah respon sesesorang terhadap
rasa sakit.
e. Relaksasi Progresif
Teknik relaksasi otot dalam yang tidak memerlukan imajinasi, ketekunan, atau
sugesti. Teknik ini didasarkan pada keyakinan bahwa tubuh beespon pada
ansietas yang merangsang pikiran dan kejadian dengan ketegangan otot.
1) Gejala yang berhasil
Hasil yang memuaskan didapatkan dalam program terapi terhadap
ketegangan otot, ansietas, insomnia, depresi, kelelahan, kram otot, nyeri leher
dan punggung, tekanan darah tinggi, pobia ringan dan gagap.
2) Lama waktu untuk mahir
Satu atau dua minggu. Dua kali 15 menit per hari
3) Petunjuk
Relaksasi progresif memberikan cara mengidentifikasi otot dan kumpulan
otot tertentu serta membedakan antara perasaan tegang dan relaksasi dalam.
Empat kelompok otot utama yang meliputi:
a) Tangan, lengan bawah, dan otot biseps
b) Kepala, muka, tenggorokan dan bahu termasuk pemusatan perhatian
pada dahi, pipi, hidung, mata, rahang, bibir lidah dan leher. Sedapat
mungkin perhatian dicurahkan kepada kepala, karena dari pandangan
emosional, otot yang paling penting dalam tubuh anda berada di sekitar
area ini.
c) Dada, lambung, dan punggung bagian bawah
d) Paha, pantat, betis, dan kaki
24
Relaksasi bertahap dapat dipraktikan dengan berbaring atau duduk di kursi
dengan kepala ditopang. Tiap otot atau kelompok otot ditegangkan selama lima
sampai tujuh detik dan direlaksasikan 12-15 detik. Prosedur ini diulang paling
tidak satu kali. Jika area itu tetap tegang anda dapat praktikkan lagi sampai 5 kali.
Anda juga mendapatkan manfaat dengan menggunakan ekspresi relaksasi berikut
ketika anda tidak tegang.
Lepaskan ketegangan
Singkirkan ketegangan_saya merasa tenang dan nyaman
Relaks dan lemaskan otot
Biarkan ketegangan hilang lenyap
Jika prosedur sudah terbiasa, tutup mata anda dan fokuskan perhatian hanya pada
satu otot tiap kali. Petunjuk relaksasi progresif dibagi dalam dua bagian. Bagian
pertama akan mengenalkan pada otot tubuh yang sering tegang. Bagian kedua
menegangkan dan merilekskan beberapa otot secara simultan sekaligus sehingga
relaksasi otot dalam dapat dicapai dalam waktu yang singkat.
f. Stimulasi kulit
Stimulasi kulit dapat digunakan dengan cara pemberian kompres dingin,
kompreshangat, balsam analgesic dan stimulasi kontralateral. Pemberian kompres
hangatdan dingin local bersifat terapeutik. Sebelum penggunaan terapi tersebut,
perawa tharus memahami respon tubuh terhadap variasi temperatut local,
integritas bagian tubuh, kemampuan klien terhadap sensasi variasi temperature
dan menjamin jalannya tindakan dengan baik. Perawat secara legal bertanggung
jawab terhadap tindakan ini.
Area pemberian kompres panas dan dingin bisa menyebabkan respon sestemik
danrespon local. Stimulasi ini mengirimkan impuls-impuls dari perifer ke
hipotalamus yang kemudian menjadi sensasi temperature tubuh secara normal
(Potter dan Perry, 1997).Tubuh kita dapat menoleransi variasi temperature yang
luas. Temperature permukaan kulit yang normal 34◦C, tetapi temperature
penerima biasanya beradaptasi dengan cepat ke temperature local melebihi batas
ini. Efek dari kompres hangat dan dingin memberikan respon fisiologis yang
25
berbeda. Efek dari kompres hangat untuk meningklatkan aliran darah ke bagian
yang terinjuri. Pemberian kompres hangat yang berkelanjutan berbahaya terhadap
sel epitel, menyebabkan kemerahan, kelemahan local, dan bisa terjadi kelepuhan.
Kompres hangat diberikan satu jam atau lebih. Efek dari kompres dingin dapat
menyebabkan refleks vasodilatasi. Sel tidak mampu untuk menerima aliran darah
dan nutrisi secara adekuat sehingga menimbulkan iskemik. Hal ini diawali
dengan kulit yang kemerahan diikuti kebiruan dan kekakuan karena dingin,
sebagian tipe nyeri yang dirasa seperti terbakar. (Potter dan Perry, 1997).
Kompres panas adalah memberikan rasa hangat pada daerah tertentu dengan
menggunakan cairan atau alat yang menimbulkan hangat pada bagian tubuh yang
memerlukan.Tindakan ini selain untuk melancarkan sirkulasi darah juga untuk
menghilangkan rasa sakit, merangsang peristaltic usus, pengeluaran getah radang
menjadi lancer, serta memberikan ketenangan dan kesenangan pada klien.
Pemberian kompres dilakukan pada radang persendian, kekejangan otot, perut
kembung, dan kedinginan. Kompres dingin adalah memberi rasa dingin pada
daerah setempat dengan menggunakan kain yang dicelupkan pada air biasa atau
air es sehingga memberi efek rasa dingin pada daerah tersebut.
Kompres dingin digunakan untuk mengurangi nyeri, peradangan,
mencegah edema, menurunkan suhu tubuh dan mengontrol pendarahan dengan
meningkatkan vasokontriksi. Kompres dingin tidak boleh digunakan pada area
yang sudah terjadi edema, karena efek vasokontriksi menurunkan reabsorpsi
cairan. Kompres dingin tidak boleh diteruskan apabila nyeri semakin bertambah
atau edema meningkat atau terjadi kemerah-merahan berat pada kulit. Untuk
mencapai hasil yang maksimal maka kompres idngin dipasang ditempat selama
20 menit kemudian diambil, dan beri kesempatan jaringan untuk hangat kembali
(Priharjo, 1993).
g. Terapi Musik
Terapi musik terdiri dari 2 kata, yaitu kata “terapi” dan “musik”. Terapi
(therapi) adalah penanganan penyakit (Brooker, 2001). Terapi juga diartikan
sebagai pengobatan (Laksman, 2000). Sedangkan musik adalah suara atau nada
yang mengandung irama. Terapi musik adalah keahlian menggunakan musik atau
elemen musik oleh seseorang terapis untuk meeningkatkan, mempertahankan dan
mengembalikan kesehatan mental, fisik, emosional dan spiritual.
26
Manfaat Musik
Menurut Spawnthe Anthony (2003), musik mempunyai manfaat sebagai berikut:
(1) Efek mozart, adalah salah satu istilah untuk efek yang bisa dihasilkan sebuah
musik yang dapat meningkatkan intelegensia seseorang,
(2) Refresing, pada saat pikiran seeorang lagi kacau atau jenuh, dengan
mendengarkan musik walaupun sejenak, terbukti dapat menenangkan dan
menyegarkan pikiran kembali,
(3) Motivasi, hal yang hanya bisa dilahirkan dengan “feeling” tertentu. Apabila
ada motivasi, semangatpun akan muncul, (4) terapi, berbagai penelitian dan
literatur menerangkan tentang manfaat musik untuk kesehatan, baik untuk
kesehatan fisik maupun mental, beberapa penyakit yang dapat ditangani
dengan musik antara lain: kanker, stroke, dimensia, nyeri, gangguan
kemampuan belajar, dan bayi prematur.
Terapi Musik Klasik Mozart
Musik klasik mozart adalah musik klasik yang muncul 250 tahun yang lalu.
Diciptakan oleh Wolgang Amadeus Mozart. Selain kemampuannya untuk
menyembuhkan berbagai penyakit, memberikan efek positif pada ibu hamil dan
janin, disamping itu beberapa penelitian oleh Alfred dan Campbell sudah
membuktikan bahwa musik klasik mozart bisa mengurangi nyeri pasien.
Dibanding musik klasik lainnya, melodi dan frekuensi yang tinggi pada musik
klasik mozart mampu merangsang dan memberdayakan kreatifitas dan motivatif
diotak. Namun, tidak berarti karya komposer klasik lainnya tidak dapat digunakan
(Andreana, 2006).
27
M. KASUS
Pada kasus diatas kemungkinan Tn H mengalami nyeri pinggang dan sendi
karena mengalami Nyeri Reumatoid Arthritis
Ciri Khas Nyeri Reumatoid Artritis
Nyeri pada penyakit reumatik terutama disebabkan oleh adanya inflamasi
yang mengakibatkan dilepaskannya mediator-mediator kimiawi. Kinin dan mediator
kimiawi lainnya dapat merangsang timbulnya rasa nyeri. Prostaglandin berperan
dalam meningkatkan dan memperpanjang rasa nyeri yang disebabkan oleh suatu
rangsangan/stimulus (Isbagio,1995).
Menurut Junaidi (2006) gejala klinis RA pada saat yang bersamaan bisa
banyak sendi yang mengalami peradangan. Biasanya peradangan bersifat simetris.
Jika suatu sendi pada sisi kiri tubuh terkena, sendi yang sama di kanan tubuh juga
meradang. Yang pertama kali meradang adalah sendi-sendi kecil di jari tangan, jari
kaki, tangan, kaki, pergelangan tangan, siku, dan pergelangan kaki. Sendi yang
meradang biasanya menimbulkan nyeri dan menjadi kaku secara simetris, terutama
pada saat bangun tidur atau setelah lama tidak melakukan aktivitas fisik.
Sendi yang terserang akan membengkak, membesar dan segera terjadi
kelainan bentuk. Jari-jari pada kedua tangan cenderung membengkok ke arah
kelingking sehingga tendon pada jari-jari tangan bergeser dari tempatnya.
Pembengkakan pergelangan tangan dapat mengakibatkan terjadinya sindrom
terowongan karpal. Sifat sistemik pada kategori penyakit reu matik yang dikenal
sebagai penyakit jaringan ikat dicerminkan dalam bentuk proses inflamasi yang
tersebar luas. Meskipun berfokus pada persendian inflamasi juga melibatkan bagian-
bagian tubuh lainnya seperti vaskulitis, jantung, paru, ginjal (Brunnert & Suddarth,
2001). Sekitar 10% AR muncul secara akut sebagai poliartritis, yang berkembang
cepat dalam beberapa hari. Pada sepertiga pasien, gejala mula-mula monoartritis lalu
poliartritis. Terjadi kekakuan paling parah pada pagi hari, yang berlangsung sekitar 1
jam dan mengenai sendi secara bilateral. Episode-episode perandangan diselingi oleh
remisi. Rentang gerak berkurang, tebentuk benjolan rematoid ekstra sinovium
(Junaidi, 2006).
Nyeri RA kronis sakit adalah melibatkan keduanya antara peripheral dan
sekeliling, prosesnya meliputi: adanya faktor intrinsik ke neuron (unsur P, serotonin),
pelepasan mediator inflamasi ke jaringan sehingga rusak oleh prostaglandins, TNF,
28
yang mengaktifkan sel yang peka rangsangan ion-channel-linked pada afferent
berhubungan dengan neurons, glutamate menyebabkan kerusakan dorsal,
neurotransmitter nyeri yang utama, N-Methyl-D-Aspartate (NMDAa)-RECEPTOR
yang menghasilkan rangsangan inflamasi (Kelly, 2005).
Mekanisme Terjadinya Nyeri Reumatoid Arthritis
Pada RA nyeri dan inflamasi disebabkan oleh terjadinya proses imunologik
pada sinovial (Harry,2008). Tahap pertama adanya stimulus antigen kemudian
terbentuk antibodi imunoglobin membentuk komplek imun dengan antigen sehingga
menghasilkan reaksi inflamasi. Inflamasi akan terlihat di persendian sebagai sinovitis.
Inflamasi merupakan proses primer dan degenerasi merupakan proses
sekunder.Prostaglandin bertindak sebagai modifier inflamasi prostaglandin memecah
kolagen sehingga dapat merangsang timbulnya nyeri melalui proses edema, proliferasi
membaran sinovial, pembentukan pannus, penghancuran kartilago dan erosi tulang
(Brunner & Suddarth, 2001) Harry (2008) mentatakan bahwa nyeri pada penyakit RA
dapat terjadi akibat:
1) Rangsangan pada nociceptors di dalam komponen perangkat biomekanik, misalnya
perangsangan nociceptors pada otot, sendi, tendon dan ligamen. Nyeri jenis ini
berhubungan dengan konsep nyeri sistem sensorik, sebagai mekanisme pertahanan
tubuh terhadap situasi yang membahayakan atau terjadinya kerusakan. Oleh karena
adanya nyeri ini, maka bagian yang terserang akan diistirahatkan/imobilisasi, untuk
mencegah terjadinya kerusakan lebih lanjut.
2) Penekanan saraf atau serabut saraf (radiks).
3) Perubahan postur yang menyebabkan fungsi untuk mengatur kontraksi otot tidak
sempurna.
4) Mekanisme psikosomatik.
29
Analisa Data:
No Data Masalah
Keperawatan
Etiologi Diagnosa
Keperawatan
1 DS:
Pasien mengatakan nyeri pada
pinggang dan sendi saat
bangun tidur dan keleahan
DO:
Pasien terlihat kesakitan saat
bangun tidur
Nyeri Proses inflamasi Nyeri
berhubungan
dengan Proses
inflamasi
Rencana Keperawatan
No Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi
1 Nyeri berhubungan dengan
proses inflamasi
Seelah dialakukan
tindakan keperawatan
selama 3X 24 jam,
masalah keperawatan
teratasi dengan
kriteria hasil:
a. Nyeri hilang
b. Terlihat relaks
c. Dapat
tidur/beristirahat
d. Dapat mengatasi
nyeri secara
mandiri
1. Kaji skala nyeri
2. Biarkan pasien mengambil
posisi yang nyaman pada
waktu tidur atau duduk di
kursi
3. Dorong pasien untuk sering
mengubah posisi
4. Anjurkan pasien untuk mandi
air hangat atau mandi
pancuran pada waktu bangun
dan atau pada waktu tidur
5. Berikan kompres dingin dan
hangat
6. Berikan massase yang lembut
7. Ajarkan teknik relaksasi
8. Kolaborasi
30
Mekanisme Pengurangan Nyeri Reumatoid Artritis
Tujuan pengobatan RA adalah menghilangkan rasa sakit, meredakan
inflamasi, mempertahankan luas gerakan sendi, mencegah kecacatan dan membantu
penderita dalam mengatasi problema psikologis yang timbul sebagai akibat dari
penyakit kronis yang meninggalkan kecacatan ini. Pada prinsipnya terapi yang
dilakukan meliputi sendi yang meradang diistirahatkan karena penggunaan sendi yang
terkena akan memperberat peradangan. Selama periode pengobatan diperlukan
istirahat setiap hari, dilakukan kompres panas dan dingin, diberikan obat nyeri, obat
antiinflamasi nonsteroid atau steroid sistemik atau pemberian logam emas, atau
tindakan pembedahan untuk memperbaiki deformitas. Mengistirahatkan sendi secara
rutin membantu mengurangi nyeri. Pembidaian dapat digunakan untuk imobilisasi dan
mengistirahatkan satu atau beberapa sendi untuk mencegah kekakuan (Junaidi, 2006).
Kekakuan dan rasa tidak nyaman dapat meningkat pada saat istirahat, sehingga
penderita dapat terbangun dari tidur atau bahkan sulit tidur. Oleh karena itu, cara-cara
mengurangi nyeri sangat berharga bagi penderita, misalnya dengan kompres dingin
atau penggunaan obat antinyeri jangka panjang. Penderita RA sekurang-kurangnya
harus beristirahat 10-12 jam pada malam hari dengan penambahan satu waktu istirahat
pada siang hari (Nainggolan, 2004).
31
DAFTAR PUSTAKA
Asmadi.2008. Teknik prosedural keperawatan: konsep dan aplikasi kebutuhan dasar
klien.Jakarta : Salemba medika.
Brunner & Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah. Vol : 1. Jakarta: EGC
Dongoes, Marilynn E. 1999. Rencana Asuhan keperawatan: pedoman untuk
Perencanaan dan pendokumentasian perawatan Pasien. Jakarta: EGC.
Potter & Perry . 2006. Fundamental Keperawatan. Vol: 2. Jakarta : EGC.
Stanley, Mickey.2006. Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Jakarta: EGC.
Priharjo, Robert. 1996. Pengkajian Fisik Keperawatan. Jakarta:EGC.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/20095/4/Chapter%20II.pdf diakses
pada tanggal 29 April 2011
32