Bab i & II Nyeri Kasus Tn.h

52
Tn. H umur 60 tahun,mengeluhkan nyeri pinggang dan sendi. Nyeri tersebut dirasakan mengganggu ketika bangun tidur dan bila sedang kelelahan. Sasaran Pembelajaran BAB I 1. Mampu menjelaskan tentang konsep nyeri 2. Mampu menjelaskan sensasi nyeri 3. Mampu menjelaskan persepsi nyeri 4. Mampu menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi nyeri 5. Mampu menjelaskan karakteristik nyeri 6. Mampu menjelaskan fungsi tubuh terganggu karena nyeri pada klien anak, dewasa dan lansia 7. Mampu menjelaskan pengkajian nyeri dengan tekhnik PQRST 8. Menyusun rencana keperawatan pada klien yang mengalami nyeri BAB II 1. Menjelaskan tujuan pemberian intervensi untuk mengurangi nyeri secara nonfarmakologis 2. Menjelaskan tentang tekhnik mengurangi nyeri secara nonfarmakologis (misal. Tekhnik relaksasi, tekhnik imagery guidance, dll). 3. Mengidentifikasi tekhnik mengurangi nyeri secara nonfarmakologis yang tepat bagi klien 1

Transcript of Bab i & II Nyeri Kasus Tn.h

Page 1: Bab i & II Nyeri Kasus Tn.h

Tn. H umur 60 tahun,mengeluhkan nyeri pinggang dan sendi. Nyeri tersebut dirasakan

mengganggu ketika bangun tidur dan bila sedang kelelahan.

Sasaran Pembelajaran

BAB I

1. Mampu menjelaskan tentang konsep nyeri

2. Mampu menjelaskan sensasi nyeri

3. Mampu menjelaskan persepsi nyeri

4. Mampu menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi nyeri

5. Mampu menjelaskan karakteristik nyeri

6. Mampu menjelaskan fungsi tubuh terganggu karena nyeri pada klien anak, dewasa

dan lansia

7. Mampu menjelaskan pengkajian nyeri dengan tekhnik PQRST

8. Menyusun rencana keperawatan pada klien yang mengalami nyeri

BAB II

1. Menjelaskan tujuan pemberian intervensi untuk mengurangi nyeri secara

nonfarmakologis

2. Menjelaskan tentang tekhnik mengurangi nyeri secara nonfarmakologis (misal.

Tekhnik relaksasi, tekhnik imagery guidance, dll).

3. Mengidentifikasi tekhnik mengurangi nyeri secara nonfarmakologis yang tepat bagi

klien

1

Page 2: Bab i & II Nyeri Kasus Tn.h

A. KONSEP DASAR NYERI

1. Definisi

Nyeri adalah perasaan yang tidak nyaman yang sangat subyektif dan hanya orang

yang mengalaminya yang dapa menjelaskan dan mengevaluasi perasaan tersebut.

Secara umum, nyeri dapat didefinisikan sebagai perasaan tidak nyaman, baik ringan

maupun berat.

2. Fisiologi Nyeri

Nosisepsi

Sistem saraf perifer terdiri atas saraf senssori primer yang khusus bertugas mendeteksi

kerusakan jaringan dan membangkitkan sensasi sentuhan, panas, dingin, nyeri, dan

tekanan. Reseptor yang bertugas adalah nosiseptor yang merupakan ujung-ujung saraf

perifer yang bebas dan tidak bermielin atau sedikit bermielin. Sedangkan proses

fisiologis terkait nyeri disebut nosisepsi. Proses tersebut dibagi menjadi 4 fase:

a. Transduksi.

Pada fase ini stimulus atau rangsangan yang membahayakan misal bahan kimia,

suhu, listrik atau mekanis memicu pelepasan mediator biokimia misalnya

prostaglandin, bradikininin, histamin, substansi P yang mengsensitisasi

nosiseptor.

b. Transmisi

Fase ini terbagi atas tiga bagian, pada bagian pertama nyeri merambat dari

serabut perifer kemdula spinallis. Dua jenis serabut nosiseptor yang terlibat dalam

proses tersebut adalah serabut c yang mentransimikan nyeri tumpul dan

menyekitkan, serabut A-delta mentransimisikan nyeri yang tajam. Bagian kedua

adalah transmisi nyeri dari medula spinalis ke batang otak dan talamus melalui

jaras spinotalamikus ( spinothalamic tract STT). Bagian ketiga sinyal tersebut

diteruskan ke korteks sensori somatik, tempat nyeri dipersepsikan.

c. Persepsi

Pada fase ini individu mulai menyadari nyeri, persepsi nyeri tersebut terjadi

distruktur korteks sehingga memungkinnkan munculnya berbagai strategi

perilaku kognitif.

d. Modulasi

Fase ini, menyebabkan neuron dibatang otak mengirim sinyal-sinyal kembali ke

medula spinalis. Serabut desenden tersebut melepaskan substansi seperti opioid,

cerotonin dan norepinefrin.

2

Page 3: Bab i & II Nyeri Kasus Tn.h

Korteks SensoriKorteks Asosiasi Lobus Frontalis

Sistem Limbik

Sel-sel pengontrol emosi

Pusat otak yang lebih tinggi (factor neurosensori)

Mempersepsikan nyeri

Faktor Psikologis dan Kognitif

B. SENSASI NYERI

Otak (Korteks Serebral)

Meinhart dan McCaffery (1983) mendeskripsikan tiga fase pengalaman nyeri : antisipasi,

sensasi dan akibat (aftermath).

1. Fase antisipasi terjadi sebelum mempersepsikan nyeri. Antisipasi terhadap nyeri

memungkinkan individu untuk belajar tentang nyeri dan upaya untuk

menghilangkannya.

2. Fase Sensasi nyeri

Sensasi nyeri adalah gerakan tubuh yang khas dan ekspresi wajah yang

mengidentikasikan nyeri yang terjadi ketika merasakan nyeri. Sensasi nyeri meliputi

menggeretakkan gigi, memgang bagian tubuh yang terasa nyeri, postur tubuh

membengkok dan ekspresi wajah yang menyeringai. Individu bereaksi terhadap nyeri

dengan cara yang berbeda-beda. Toleransi individu terhadap nyeri merupakan titik

yaitu dengan tingkat keparahan yang lebih tinggi dan durasi yang lebih lama.

Toleransi bergantung pada sikap, motivasi, dan nilai yang diyakini seseorang.

Saat awitan nyeri akut, denyut jantung tekanan darah dan frekuensi

pernapasan meningkat. Perubahan tanda-tanda fital merupakan hal yang bermakna,

3

Page 4: Bab i & II Nyeri Kasus Tn.h

tetapi perawat harus mempertimbangkan semua tanda dan gejala sebelum menetapkan

bahwa nyeri merupakan penyebab segala perubahan tersebut, misalnya, seorang klien

yang sangat cemas juga mengalami frekuensi napas dan denyut jantung. Klien dapat

mengalami kesulitan dalam melakukan tidakan higine normal.Nyeri dapat sangat

melemahkan sehingga klien terlalu lelah untuk bersosialisasi.

Perawat mengkaji kata-kata yang diucapkan, respon vokal, gerakan wajah dan

tubuh, serta interaksi sosial. Merintih, mendengkur dan menangis merupakan contoh

vokalisasi yang digunakan untuk mengekspresikan nyeri. Ekspresi wajah atau gerakan

tubuh yang bahkan tidak terlalau kentara seringkali lebih menunjukkan karakteristik

nyeri dari pada pertanyaan yang akurat. Misalnya klien mungkin meringis atau

mengguling kekiri dan kekanan dan akan kembali pada interval waktu yang teratur.

Seorang klien mungkin menangis atau mengaduh, gelisah, atau sering

memanggil perawat. Perawat dengan segera akan belajar mengenali pola perilaku

yang menunjukkan nyeri. Perawat harus bersedia mendengarkan dan harus memahami

klien, hal ini dikarenakan bahwa banyak klien yang tidak mampu mengungkapkan

secara verbal mengenai ketidaknyamanan (tidak mampu berkomunikasi).

Namun kurangnya ekspresi nyeri, seperti seorang bayi atau klien yang tidak

sadar, disorientasi atau bingung, afasia, atau yang berbicara dengan bahasa asing tidak

mampu menjelaskan nyeri yang di alaminya, bukan berarti bahwa klien tidak

mengalami nyeri. Kecuali klien tidak bereaksi secara terbuka terhadap nyeri, akan

sulit menentukan sifat dan tingkat ketidaknyamanan yang klien rasakan. Maka

sangatlah penting bagi perawat untuk bersikap waspada terhadap prilaku klien yang

mengindikasikan nyeri. Perawat membantu klien untuk mengkomunikasikan respons

nyeri secara efektif. Pengetahuan tentang penyakit atau suatu gangguan membantu

perawat mengantisipasi nyeri klien. Perawat menanyakan klien apakah yeri

mengganaggu tidurnya.

3. Fase akibat (aftermath)

Pada fase ini nyeri terjadi ketika nyeri berkurang atau berhenti. Jika klien mnegalami

serangkaian episode nyeri yang berulang, maka respons akibat (aftermath) dapat

menjadi masalah kesehatan yang berat. Perawat membantu klien memperoleh kontrol

dan harga diri untuk meminimalkan rasa takut akan kemungkinan pengalaman nyeri.

4

Page 5: Bab i & II Nyeri Kasus Tn.h

C. PERSEPSI NYERI

Nyeri merupakan salah satu bentuk refleks guna menghindari rangsangan dari luar tubuh,

atau melindungi tubuh dari segala bentuk bahaya. Jika nyeri terlalu berat atau

berlangsung lama dapat berakibat tidak baik pada tubuh menyebabkan penderita tidak

tenang dan putus asa, presepsi nyeri tepatnya pada area korteks (fungsi evluatif kognitif),

muncul akibat stimulus yang ditransmisikan menuju jaras spinotalamicus dan talamico

kortikalis. Presepsi nyeri sifatnya objektif dan sab=ngat kompleks dan dipengaruhi

faktor-faktor yang memicu stimulus nosiseptor dan transmisi impuls nosiseptor, seperti

daya reseptif dan interpretasi kortikal. Persepsi nyeri bisa berkurang atau hilang pada

periode stress berta atau pada emosi, kerusakan pada ujung saraf dapat memblok nyeri

dari sumbernya, contohnya penderita luka bakar luka bakar derajat 3 tidak akan

merasakan nyeri walaupun cideranya sangat hebat karena ujung-ujung sartafnya telah

rusak. Individu lansia tidak mampu merasakan jaringan yang biasanya menimbulkan

nyeri, tapi dirasakan pada orang yang lebih muda.

D. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI NYERI

Nyeri merupakan hal yang kompleks, banyak faktor yang mempengaruhi pengalaman

seseorang terhadap nyeri. Seorang perawat harus mempertimbangkan faktor-faktor

tersebut dalam menghadapi klien yang mengalami nyeri. Hal ini sangat penting dalam

pengkajian nyeri yang akurat dan memilih terapi nyeri yang baik.

1. Usia

Menurut Potter & Perry (1993) usia adalah variabel penting yang mempengaruhi

nyeri terutama pada anak dan orang dewasa. Perbedaan perkembangan yang

ditemukan antara kedua kelompok umur ini dapat mempengaruhi bagaimana anak dan

orang dewasa bereaksi terhadap nyeri. Anak-anak kesulitan untuk memahami nyeri

dan beranggapan kalau apa yang dilakukan perawat dapat menyebabkan nyeri. Anak-

anak yang belum mempunyai kosakata yang banyak, mempunyai kesulitan

mendeskripsikan secara verbal dan mengekspresikan nyeri kepada orang tua atau

perawat.

Anak belum bisa mengungkapkan nyeri, sehingga perawat harus mengkaji

respon nyeri pada anak. Pada orang dewasa kadang melaporkan nyeri jika sudah

patologis dan mengalami kerusakan fungsi (Tamsuri, 2007).

5

Page 6: Bab i & II Nyeri Kasus Tn.h

Seorang perawat harus menggunakan teknik komunikasi yang sederhana dan

tepat untuk membantu anak dalam membantu anak dalam memahami dan

mendeskripsikan nyeri. Sebagai contoh, pertanyaan kepada anak, “ Beritahu saya

dimana sakitnya?” atau “apa yang dapat saya lakukan untuk menghilangkan sakit

kamu?”. Hal-hal diatas dapat membantu mengkaji nyeri dengan tepat.

Perawat dapat menunjukkan serangkaian gambar yang melukiskan deskripsi

wajah yang berbeda, seperti tersenyum, mengerutkan dahi atau menangis. Anak-anak

dapat menunjukkan gambar yang paling tepat untuk menggambarkan perasaan

mereka.

2. Jenis kelamin

Gill (1990) mengungkapkan laki-laki dan wanita tidak mempunyai perbedaan secara

signifikan mengenai respon mereka terhadap nyeri. Masih diragukan bahwa jenis

kelamin merupakan faktor yang berdiri sendiri dalam ekspresi nyeri. Misalnya anak

laki-laki harus berani dan tidak boleh menangis dimana seorang wanita dapat

menangis dalam waktu yang sama. Penelitian yang dilakukan Burn, dkk. (1989)

dikutip dari Potter & Perry, 1993 mempelajari kebutuhan narkotik post operative pada

wanita lebih banyak dibandingkan dengan pria.

3. Budaya

Keyakinan dan nilai-nilai budaya mempengaruhi cara individu mengatasi nyeri.

Individu mempelajari apa yang diharapkan dan apa yang diterima oleh kebudayaan

mereka. Hal ini meliputi bagaimana bereaksi terhadap nyeri (Calvillo & Flaskerud,

1991). Nyeri memiliki makna tersendiri pada individu dipengaruhi oleh latar

belakang budayanya (Davidhizar et all, 1997, Marrie, 2002) nyeri biasanya

menghasilkan respon efektif yang diekspresikan berdasarkan latar belakang budaya

yang berbeda. Ekspresi nyeri dapat dibagi kedalam dua kategori yaitu tenang dan

emosi (Davidhizar et all, 1997, Marrie, 2002) pasien tenang umumnya akan diam

berkenaan dengan nyeri, mereka memiliki sikap dapat menahan nyeri. Sedangkan

pasien yang emosional akan berekspresi secara verbal dan akan menunjukkan

tingkah laku nyeri dengan merintih dan menangis (Marrie, 2002).

Nilai-nilai budaya perawat dapat berbeda dengan nilai-nilai budaya pasien dari

budaya lain. Harapan dan nilai-nilai budaya perawat dapat mencakup menghindari

ekspresi nyeri yang berlebihan, seperti menangis atau meringis yang berlebihan.

Pasien dengan latar belakang budaya yang lain bisa berekspresi secara berbeda,

6

Page 7: Bab i & II Nyeri Kasus Tn.h

seperti diam seribu bahasa ketimbang mengekspresikan nyeri klien dan bukan

perilaku nyeri karena perilaku berbeda dari satu pasien ke pasien lain.

Mengenali nilai-nilai budaya yang memiliki seseorang dan memahami

mengapa nilai-nilai ini berbeda dari nilai-nilai kebudayaan lainnya membantu

untuk menghindari mengevaluasi perilaku pasien berdasarkan harapan dan nilai

budaya seseorang. Perawat yang mengetahui perbedaan budaya akan mempunyai

pemahaman yang lebih besar tentang nyeri pasien dan akan lebih akurat dalam

mengkaji nyeri dan respon-respon perilaku terhadap nyeri juga efektif dalam

menghilangkan nyeri pasien (Smeltzer& Bare, 2003).

4. Ansietas

Meskipun pada umumnya diyakini bahwa ansietas akan meningkatkan nyeri,

mungkin tidak seluruhnya benar dalam semua keadaaan. Riset tidak

memperlihatkan suatu hubungan yang konsisten antara ansietas dan nyeri juga

tidak memperlihatkan bahwa pelatihan pengurangan stres praoperatif menurunkan

nyeri saat pascaoperatif. Namun, ansietas yang relevan atau berhubungan dengan

nyeri dapat meningkatkan persepsi pasien terhadap nyeri. Ansietas yang tidak

berhubungan dengan nyeri dapat mendistraksi pasien dan secara aktual dapat

menurunkan persepsi nyeri. Secara umum, cara yang efektif untuk menghilangkan

nyeri adalah dengan mengarahkan pengobatan nyeri ketimbang ansietas (Smeltzer

& Bare, 2002).

5. Pengalaman masa lalu dengan nyeri

Seringkali individu yang lebih berpengalaman dengan nyeri yang dialaminya,

makin takut individu tersebut terhadap peristiwa menyakitkan yang akan

diakibatkan. Individu ini mungkin akan lebih sedikit mentoleransi nyeri, akibatnya

ia ingin nyerinya segera reda sebelum nyeri tersebut menjadi lebih parah. Reaksi

ini hampir pasti terjadi jika individu tersebut mengetahui ketakutan dapat

meningkatkan nyeri dan pengobatan yang tidak adekuat.

Cara seseorang berespon terhadap nyeri adalah akibat dari banyak kejadian

nyeri selama rentang kehidupannya. Bagi beberapa orang, nyeri masa lalu dapat

saja menetap dan tidak terselesaikan, seperti padda nyeri berkepanjangan atau

kronis dan persisten.

Efek yang tidak diinginkan yang diakibatkan dari pengalaman sebelumnya

menunjukkan pentingnya perawat untuk waspada terhadap pengalaman masa lalu

pasien dengan nyeri. Jika nyerinya teratasi dengan tepat dan adekuat, individu

7

Page 8: Bab i & II Nyeri Kasus Tn.h

mungkin lebih sedikit ketakutan terhadap nyeri dimasa mendatang dan mampu

mentoleransi nyeri dengan baik (Smeltzer & Bare, 2002).

6. Efek plasebo

Efek plasebo terjadi ketika seseorang berespon terhadap pengobatan atau tindakan

lain karena sesuatu harapan bahwa pengobatan tersebut benar benar bekerja.

Menerima pengobatan atau tindakan saja sudah merupakan efek positif.

Harapan positif pasien tentang pengobatan dapat meningkatkan keefektifan

medikasi atau intervensi lainnya. Seringkali makin banyak petunjuk yang diterima

pasien tentang keefektifan intervensi, makin efektif intervensi tersebut nantinya.

Individu yang diberitahu bahwa suatu medikasi diperkirakan dapat meredakan

nyeri hampir pasti akan mengalami peredaan nyeri dibanding dengan pasien yang

diberitahu bahwa medikasi yang didapatnya tidak mempunyai efek apapun.

Hubungan pasien –perawat yang positif dapat juga menjadi peran yang amat

penting dalam meningkatkan efek plasebo (Smeltzer & Bare, 2002).

7. Keluarga dan Support Sosial

Faktor lain yang juga mempengaruhi respon terhadap nyeri adalah kehadiran dari

orang terdekat. Orang-orang yang sedang dalam keadaan nyeri sering bergantung

pada keluarga untuk mensupport, membantu atau melindungi. Ketidakhadiran

keluarga atau teman terdekat mungkin akan membuat nyeri semakin bertambah.

Kehadiran orangtua merupakan hal khusus yang penting untuk anak-anak dalam

menghadapi nyeri (Potter & Perry, 1993).

8. Pola koping

Ketika seseorang mengalami nyeri dan menjalani perawatan di rumah sakit adalah

hal yang sangat tak tertahankan. Secara terus-menerus klien kehilangan kontrol dan

tidak mampu untuk mengontrol lingkungan termasuk nyeri. Klien sering

menemukan jalan untuk mengatasi efek nyeri baik fisik maupun psikologis.

Penting untuk mengerti sumber koping individu selama nyeri. Sumber-sumber

koping ini seperti berkomunikasi dengan keluarga, latihan dan bernyanyi dapat

digunakan sebagai rencana untuk mensupport klien dan menurunkan nyeri klien.

Sumber koping lebih dari sekitar metode teknik. Seorang klien mungkin

tergantung pada support emosional dari anak-anak, keluarga atau teman. Meskipun

nyeri masih ada tetapi dapat meminimalkan kesendirian. Kepercayaan pada agama

dapat memberi kenyamanan untuk berdo’a, memberikan banyak kekuatan untuk

mengatasi ketidaknyamanan yang datang (Potter & Perry, 1993).

8

Page 9: Bab i & II Nyeri Kasus Tn.h

E. KARAKTERISTIK NYERI

Pengkajian karakteristik nyeri membantu perawat membentuk pengertian ola nyeri dan

tipe terapi yang digunakan untuk mengatasi nyeri. Penggunaan instrument untuk

menghitung luas dan derajat nyeri bergantung kepada klien yang sadar secara kognitif dan

mampu memamhami instruksi perawat.

1. Awitan dan Durasi

Perawat mengajukan pertanyaan untuk menentukan awitan, durasi dan rangkaian

nyeri.

Kapan nyeri mulai dirasakan?

Sudah berapa lama nyeri dirasakan?

Apakah nyeri yang dirasa terjadi pada waktu yang sama setiap hari?

Seberapa sering nyeri kembali kambuh?

2. Lokasi

Perawat meminta klien untuk menunjukan semua daerah yang dirasa tidak nyaman.

Untuk melokalisasikan nyeri dengan lebih spesifik, perawat kemudian meminta klien

melacak daerah nyeri dari titik yang paling nyeri. Hal ini sulit dilakukan apabila nyeri

bersifat difus, meliputi beberapa tempat atau melibatkan segmen terbesar tubuh.

Beberapa alat pengkajian dilengkapi dengan diagram tubuh manusia sehingga dengan

alat ini perawat dapat menggambar lokasi nyeri. Hal ini dapat bermanfaat sebagai

patokan dasar apabila nyeri berubah. Dalam mencatat lokasi nyeri, perawat

menggunakan titik-titik penanda anatomik dan istilah yang deskriptif.

3. Keparahan

Skala deskriptif merupakan alat pengukuran tingkat keparahan nyeri yang lebih

objektif. Skala pendeskripsi verbal merupakan sebuah garis yang terdiri dari tiga

sampai lima kata pendeskripsi yang tersusun dengan jarak yang sama disepanjang

garis.pendeskripsian ini dirangking dari “tidak terasa nyeri” sampai “nyeri yang tidak

tertahankan”. Perawat menunjukan klien skala tersebut dan meminta klien untuk

memilih intensitas nyeri terbaru yang ia rasakan. Perawat juga menanyakan seberapa

jauh nyeri terasa paling menyakitkan dan seberapa jauh nyeri terasa paling tidak

menyakitkan. Alat VDS memungkinkan klien memilih sebuah kategori untuk

mendeskripsikan nyeri. Skala penilaian numerik lebih digunakan sebagai pengganti

alat pendeskripsi kata. Klien menilai nyeri dengan menggunakan skala 0-10. Skala

9

Page 10: Bab i & II Nyeri Kasus Tn.h

analog visual tidak melalui subdivisi VAS merupakan suatu garis lurus yang mewakili

intensitas nyeri yang terus menerus dan memiliki alat pendeskripsian verbal pada

setiap ujungnya. Skala ini memberikan klien kebebasan penuh untuk

mengidentifikasikan keparahan nyeri.

Beberapa alat unik untuk mengukur intensitas nyeri pada anak

a. Beyer dkk(1992)“oucher” terdiri dari dua skala yang terpisah : sebuah aklaa

dengan nilai 0-100 pada sisi sebelah kiri untuk anak yang lebih besar dan skala

fotografik enam gambar pada sisi kanan untuk anak-anak yang lebih keci. Foto

wajah seorang anak dirancang sebagai petunjuk untuk memberi anak pengertian

sehingga dapat memahami makna dan tingkat keparahan nyeri.

b. Wong dan Baker (1988)Skala wajah, untuk mengkaji nyeri pada anak. Skala

tersebut terdiri dari enam wajah dengan profil kartun yang menggambarkan wajah

dari wajah yang tersenyum, kurang bahagia, sangat sedih dan ketakutan. Anak

berusia 3 tahun dapat menggunakan skala tersebut.

4. Kualitas

Seringkali klien mendeskripsikan nyeri sebgaia sensasi remuk, berdenyut, tajam atau

tumpul. Nyeri yang klien rasakan sering kali tidak dapat dijelaskan. Pengkajian akan

lebih akurat jika perawat mengajukan pertanyaan terbuka, “coba jelaskan pada saya

seperti apa nyeri yang anda rasakan?”. McCaffery dkk(1989), kualitas nyeri tahap

awal seperti menusuk (pricking), terbakar dan sakit.

5. Pola nyeri

Perawat meminta klien untuk mendeskripsikan aktivitas yang menyebabkan nyeri

seperti gerakan fisik, meminum kopi, atau urinasi. Perawat juga meminta klien

mendemonstrasikan aktivitas yang menimbulkan respon nyeri, misalnya batuk atau

membalikkan tubuh denga cara tertentu. Setelah Perawat mengidentifikasikan faktor

yang memperburuk nyeri, akan lebih mudah perawat merencanakan intervensi untuk

mencegah supaya nyeri tidak terjadi atau tidak semakin buruk.

6. Tindakan untuk menghilangkan nyeri

Tindakan yang bermanfaat untuk menghilangkan nyeri pada klien seperti mengubah

posisi, melakukan tindakan ritual (melangkah, berayun, menggosok), makan,

meditasia atau mengompres bagian nyeridengan kompres dingin atau hangat.

7. Gejala penyerta

Gejala penyerta adalah gejala yang sering menyertai nyeri (misalnya nyeri kepala,

pusing, keinginan miksi, konstipasi, gelisah)

10

Page 11: Bab i & II Nyeri Kasus Tn.h

Karakteristik Nyeri akut Nyeri kronis

Tujuan/keuntungan Memperingatkan adanya cidera

atau masalah

Tidak ada

Awitan/irama Mendadak Terus menerus atau

intermiten

Intensitas Ringan sampai berat Ringan sampai berat

Durasi Durasi singkat (dari beberapa

detik sampai 6 bulan)

Durasi lama (6 bulan atau

lebih)

Respons otonom Konsisten dengan respons stress

simpatis

Frekuensi jantung meningkat

Volume sekuncup meningkat

Tekanan darah meningkat

Dilatasi pupil meningkat

Tegangan otot meningkat

Motilitas gastrointestinal menurun

Aliran saliva menurun (mulut

kering)

Tidak terdapat respons

otonom

Komponen

psikologis

Ansietas Depresi

Mudah marah

Menarik diri dari minat

dunia luar

Menarik diri dari

persahabatan

Respons jenis

lainnya

Tidur terganggu

Libido menurun

Mafsu makan menurun

Contoh Nyeri bedah, trauma Nyeri kanker, arthritis,

neuralgiatrigeminat

F. FISIOLOGI NYERI

11

Page 12: Bab i & II Nyeri Kasus Tn.h

Menurut Torrance & Serginson (1997), ada tiga jenis sel saraf dalam proses

penghantaran nyeri yaitu sel syaraf aferen atau neuron sensori, serabut konektor atau

interneuron dan sel saraf eferen atau neuron motorik. Sel-sel syaraf ini mempunyai

reseptor pada ujungnya yang menyebabkan impuls nyeri dihantarkan ke sum-sum tulang

belakang dan otak. Reseptor-reseptor ini sangat khusus dan memulai impuls yang

merespon perubahan fisik dan kimia tubuh. Reseptor-reseptor yang berespon terhadap

stimulus nyeri disebut nosiseptor.

Stimulus pada jaringan akan merangsang nosiseptor melepaskan zat-zat kimia,

yang terdiri dari prostaglandin, histamin, bradikinin, leukotrien, substansi p, dan enzim

proteolitik. Zat-zat kimia ini akan mensensitasi ujung syaraf dan menyampaikan impuls

ke otak (Torrance & Serginson, 1997).

Menurut Smeltzer & Bare (2002) kornu dorsalis dari medula spinalis dapat

dianggap sebagai tempat memproses sensori. Serabut perifer berakhir disini dan serabut

traktus sensori asenden berawal disini. Juga terdapat interkoneksi antara sistem neural

desenden dan traktus sensori asenden. Traktus asenden berakhir pada otak bagian bawah

dan bagian tengah dan impuls-impuls dipancarkan ke korteks serebri.

Agar nyeri dapat diserap secara sadar, neuron pada sistem asenden harus

diaktifkan. Aktivasi terjadi sebagai akibat input dari reseptor nyeri yang terletak dalam

kulit dan organ internal. Terdapat interkoneksi neuron dalam kornu dorsalis yang ketika

diaktifkan, menghambat atau memutuskan taransmisi informasi yang menyakitkan atau

yang menstimulasi nyeri dalam jaras asenden. Seringkali area ini disebut “gerbang”.

Kecendrungan alamiah gerbang adalah membiarkan semua input yang menyakitkan dari

perifer untuk mengaktifkan jaras asenden dan mengaktifkan nyeri. Namun demikian, jika

kecendrungan ini berlalu tanpa perlawanan, akibatnya sistem yang ada akan menutup

gerbang. Stimulasi dari neuron inhibitor sistem asenden menutup gerbang untuk input

nyeri dan mencegah transmisi sensasi nyeri (Smeltzer & Bare, 2002).

Teori gerbang kendali nyeri merupakan proses dimana terjadi interaksi antara

stimulus nyeri dan sensasi lain dan stimulasi serabut yang mengirim sensasi tidak nyeri

memblok transmisi impuls nyeri melalui sirkuit gerbang penghambat. Sel-sel inhibitor

dalam kornu dorsalis medula spinalis mengandung eukafalin yang menghambat transmisi

nyeri (Wall, 1978 dikutip dari Smeltzer & Bare, 2002).

G. KLASIFIKASI NYERI

Menurut Long C.B (1996) mengklasifikasi nyeri berdasarkan jenisnya, meliputi :

12

Page 13: Bab i & II Nyeri Kasus Tn.h

1. Nyeri akut, nyeri yang berlangsung tidak melebihi enam bulan, serangan mendadak

dari sebab yang sudah diketahui dan daerah nyeri biasanya sudah diketahui, nyeri akut

ditandai dengan ketegangan otot, cemas yang keduanya akan meningkatkan persepsi

nyeri

2. Nyeri kronis, nyeri yang berlangsung enam bulan atau lebih, sumber nyeri tidak

diketahui dan tidak bisa ditentukan lokasinya. Sifat nyeri hilang dan timbul pada

periode tertentu nyeri menetap.

Nyeri Akut Nyeri Kronik

1. Lamanya dalam hitungan menit

2. Ditandai peningkatan BP, nadi

dan respirasi

3. Respon pasien : focus pada nyeri,

menyetakan nyeri menangis dan

mengerang

4. Tingkah laku menggosok bagian

nyeri

1. Lamanya sampai hitungan bulan,

> 6 bulan

2. Fungsi fisiologi bersifat normal

3. Tidak ada keluaran nyeri

4. Tidak ada aktifitas fisik sebagai

respon terhadap nyeri

Corwin J.E (1997) mengklasifikasikan nyeri berdasarkan sumbernya meliputi :

a. Nyeri kulit, adalah nyeri yang dirasakan dikulit atau jaringan subkutis, misalnya nyeri

ketika tertusuk jarum atau lutut lecet, lokalisasi nyeri jelas disuatu dermatum.

b. Nyeri somatik adalah nyeri dalam yang berasal dari tulang dan sendi, tendon, otot

rangka, pembuluh darah dan tekanan syaraf dalam, sifat nyeri lambat.

c. Nyeri Viseral, adalah nyeri dirongga abdomen atau torak terlokalisasi jelas disuatu

titik tapi bisa dirujuk kebagian-bagian tubuh lain dan biasanya parah.

d. Nyeri Psikogenik, adalah nyeri yang timbul dari pikiran pasien tanpa diketahui adanya

temuan pada fisik (Long, 1989 ; 229).

e. Nyeri Phantom limb pain, adalah nyeri yang dirasakan oleh individu pada salah satu

ekstremitas yang telah diamputasi (Long, 1996 ; 229).

H. RESPON FISIOLOGIS TERHADAP NYERI

13

Page 14: Bab i & II Nyeri Kasus Tn.h

1. Stimulasi Simpatik (nyeri ringan, moderat, dan superficial)

a. Dilatasi saluran bronkhial dan peningkatan respirasi rate

Menyebabkan peningkatan asupan oksigen

b. Peningkatan heart rate

Menyebabkan peningkatan transpor oksigen

c. Vasokonstriksi perifer

Meningkatkan tekanan darah disertai perpindahan suplai darah dari perifer dan

visera ke otot-otot skelet dan otak

d. Peningkatan nilai gula darah

Menghasilkan energi tambahan

e. Diaphoresis

Mengontrol temperatur tubuh selama stress

f. Peningkatan kekuatan otot

Mempersiapkan otot untuk melakukan aksi

g. Dilatasi pupil

Memungkinkan penglihatan yang lebih baik

h. Penurunan motilitas GI

Membebaskan energi untuk melakukan aktivitas dengan lebih cepat

2. Stimulus Parasimpatik (nyeri berat dan dalam)

a. Muka pucat

Menyebabkan suplai darah berpindah dari perifer

b. Otot mengeras

Akibat keletihan

c. Penurunan HR (denyut jantung dan tekanan darah)

Akibat stimulasi vagal

d. Nafas cepat dan irreguler

Menyebabkan pertahanan tubuh gagal akibat stress nyeri yang terlalu lama

e. Nausea dan vomitus

Mengembalikan fungsi saluran cerna

f. Kelelahan dan keletihan

Akibat pengeluaran energi fisik

I. RESPON TINGKAH LAKU TERHADAP NYERI

14

Page 15: Bab i & II Nyeri Kasus Tn.h

Respon perilaku terhadap nyeri dapat mencakup:

1. Pernyataan verbal (Mengaduh, Menangis, Sesak Nafas, Mendengkur)

2. Ekspresi wajah (Meringis, Menggeletukkan gigi, Menggigit bibir)

3. Gerakan tubuh (Gelisah, Imobilisasi, Ketegangan otot, peningkatan gerakan jari &

tangan

4. Kontak dengan orang lain/interaksi sosial (Menghindari percakapan, Menghindari

kontak sosial, Penurunan rentang perhatian, Fokus pd aktivitas menghilangkan nyeri)

Individu yang mengalami nyeri dengan awitan mendadak dapat bereaksi sangat

berbeda terhadap nyeri yang berlangsung selama beberapa menit atau menjadi kronis.

Nyeri dapat menyebabkan keletihan dan membuat individu terlalu letih untuk

merintih atau menangis. Pasien dapat tidur, bahkan dengan nyeri hebat. Pasien dapat

tampak rileks dan terlibat dalam aktivitas karena menjadi mahir dalam mengalihkan

perhatian terhadap nyeri.

Meinhart & McCaffery mendiskripsikan 3 fase pengalaman nyeri:

1. Fase antisipasi

Terjadi sebelum nyeri diterima. Fase ini mungkin bukan merupakan fase yang

paling penting, karena fase ini bisa mempengaruhi dua fase lain. Pada fase ini

memungkinnkan seseorang belajar tentang nyeri dan upaya untuk menghilangkan

nyeri tersebut. Peran perawat dalam fase ini sangat penting, terutama dalam

memberikan informasi pada klien. Contoh: sebelum dilakukan tindakan bedah,

perawat menjelaskan tentang nyeri yang nantinya akan dialami oleh klien pasca

pembedahan, dengan begitu klien akan menjadi lebih siap dengan nyeri yang

nanti akan dihadapi.

2. Fase sensasi

Terjadi saat nyeri terasa. Fase ini terjadi ketika klien merasakan nyeri. karena

nyeri itu bersifat subyektif, maka tiap orang dalam menyikapi nyeri juga berbeda-

beda. Toleraransi terhadap nyeri juga akan berbeda antara satu orang dengan

orang lain. orang yang mempunyai tingkat toleransi tinggi terhadap nyeri tidak

akan mengeluh nyeri dengan stimulus kecil, sebaliknya orang yang toleransi

terhadap nyerinya rendah akan mudah merasa nyeri dengan stimulus nyeri kecil.

Klien dengan tingkat toleransi tinggi terhadap nyeri mampu menahan nyeri tanpa

bantuan, sebaliknya orang yang toleransi terhadap nyerinya rendah sudah mencari

upay pencegah nyeri, sebelum nyeri datang.

15

Page 16: Bab i & II Nyeri Kasus Tn.h

Keberadaan enkefalin dan endorfin membantu menjelaskan bagaimana

orang yang berbeda merasakan tingkat nyeri dari stimulus yang sama. Kadar

endorfin berbeda tiap individu, individu dengan endorfin tinggi sedikit merasakan

nyeri dan individu dengan sedikit endorfin merasakan nyeri lebih besar.Klien bisa

mengungkapkan nyerinya dengan berbagai jalan, mulai dari ekspresi wajah,

vokalisasi dan gerakan tubuh. Ekspresi yang ditunjukan klien itulah yang

digunakan perawat untuk mengenali pola perilaku yang menunjukkan nyeri.

Perawat harus melakukan pengkajian secara teliti apabila klien sedikit

mengekspresikan nyerinya, karena belum tentu orang yang tidak

mengekspresikan nyeri itu tidak mengalami nyeri. Kasus-kasus seperti itu

tentunya membutuhkan bantuan perawat untuk membantu klien

mengkomunikasikan nyeri secara efektif.

3. Fase akibat (aftermath)

Terjadi ketika nyeri berkurang atau berhenti Fase ini terjadi saat nyeri sudah

berkurang atau hilang. Pada fase ini klien masih membutuhkan kontrol dari

perawat, karena nyeri bersifat krisis, sehingga dimungkinkan klien mengalami

gejala sisa pasca nyeri. Apabila klien mengalami episode nyeri berulang, maka

respon akibat ((aftermath) dapat menjadi masalah kesehatan yang berat. Perawat

berperan dalam membantu memperoleh kontrol diri untuk meminimalkan rasa

takut akan kemungkinan nyeri berulang.

J. NYERI PADA ANAK, DEWASA, DAN LANSIA

1. Bayi

Respon fisiologis pada neonatus terhadap rangsangan yang menyakitkan

menyebabkan respons stres global pada bayi yang menjalani operasi dengan analgesik

minimal atau tidak sama sekali. Respon ini dibuktikan oleh perubahan kardio

pernafasan (peningkatan denyut jantung dan tekanan darah dan menurunkan TCPO2

atau saturasi oksigen), telapak tangan berkeringat, peningkatan tekanan intrakranial,

perubahan hormonal (pelepasan katekolamin, hormon pertumbuhan, glukagon,

kortisol, kortikosteroid, dan beberapa asam lemak). Efek lainnya berupa peningkatan

rasa sakit, perubahan pola makan, muntah, kehilangan nafsu makan, dan kehilangan

minat atau energi untuk menghisap. Menangis karena sakit lebih intens dan lama,

ekspresi wajah ditunjukkan dengan menyipit, tonjolan alis, mulut terbuka dan lidah

yang kaku.

16

Page 17: Bab i & II Nyeri Kasus Tn.h

2. Todler and pre-school

a. Perkembangan kemampuan untuk menjelaskan rasa sakit, intensitas dan

lokasinnya.

b. Seringkali merespon dengan menangis dan marah karena anak merasa sakit

sebagai ancaman terhadap keamanan.

c. Sulit untuk memahami

d. Pertimbangan sakit sebagai hukuman

e. Merasa sedih

f. Mampu untuk belajar bahwa ada perbedaan gender dalam mengekspresikan

rasa sakit

3. Usia Sekolah

a. Mencoba berani bila mengalami nyeri

b. Memberikan rasionalisasi dalam upaya untuk menjelaskan rasa sakit.

c. Ingin mendengarkan penjelasan.

d. Biasanya dapat mengidentifikasi lokasi dan menjelaskan rasa sakit.

e. Bila rasa sakit terus berlanjut, anak mungkin mundur untuk awal tahap

pengembangan.

Mc.Guires dan Dizard (1982) mengatakan bahwa respon rasa sakit yang

ditunjukkan oleh anak itu sensitif, kehilangan nafsu makan, kehilangan minat

dalam bermain, postur tegang, ekstremitas fleksi, memutar kepala, lemah, dan

menangis.

4. Remaja

a. Lambat untuk mengekspresikan rasa sakit

b. Mengakui rasa sakit atau "menyerah" dapat dianggap kelemahan

c. Ingin terlihat berani di depan teman-temannya dan tidak menceritakan tentang

rasa sakit.

5. Dewasa

a. Perilaku ditunjukkan bila mengalami nyeri dapat perilaku berbasis gender

dipelajari sebagai seorang anak.

b. Mungkin mengabaikan rasa sakit karena mengakui rasa sakit dirasakan sebagai

tanda kelemahan atau kegagalan.

c. Mungkin menggunakan nyeri sebagai manfaat sekunder mencari perhatian.

6. lansia

a. Bisa merasakan sakit sebagai bagian dari proses penuaan.

17

Page 18: Bab i & II Nyeri Kasus Tn.h

b. Mengalami penurunan sensasi atau persepsi rasa sakit.

c. Kelesuan, anoreksia, dan kelelahan dapat menjadi indikator rasa sakit.

d. Dapat menahan keluhan sakit karena takut pengobatan.

e. Bisa menjelaskan rasa sakit dengan cara yang berbeda dari gatal, nyeri, atau

tidak nyaman.

f. Dapat mengakui atau menunjukkan bahwa rasa sakit adalah sesuatu yang tidak

dapat diterima.

Kolagen dan elastin yang merupakan jaringan ikat pada jaringan penghubung

perubahan kualitatif dan kuantitatif sesuai dengan penuaan. Hal ini

menyebabkan penurunan fleksibilitas dalam kebangkitan, orang tua memberi

kepada dampak nyeri, penurunan kemampuan untuk meningkatkan kekakuan

otot, kesulitan bergerak dari duduk ke berdiri, jongkok, dan berjalan, dan

hambatan dalam melakukan kegiatan sehari-hari mereka. Tulang rawan, tulang

rawan pada persendian menjadi lunak dan memiliki granulasi dan akhirnya

permukaan sendi menjadi rata. Perubahan ini sering terjadi dalam tubuh

leverage baret besar sensi. Sebagai hasil dari perubahan itu mudah untuk

menjadi sendi meradang, kekakuan, nyeri, gerak terbatas, dan gangguan

aktivitas sehari-hari. Tulang, jaringan kehilangan dan ukuran tulang secara

keseluruhan menyebabkan kekuatan dan kekakuan tulang menurun, efeknya

adalah osteoporosis yang menyebabkan rasa sakit, cacat, dan patah tulang.

Sendi kehilangan fleksibilitas sehingga penurunan luas dalam gerakan

bersama. Beberapa kelainan yang terjadi pada lansia sensi meliputi

osteoartritis, artritis reumatid, gout, dan pseudogout yang menyebabkan

gangguan dalam bentuk pembengkakan kekakuan,, nyeri sendi, keterbatasan

luas gerak sendi, gangguan jalan.

K. PENGKAJIAN NYERI

Ada beberapa cara mengkaji nyeri yaitu:

a. Pengkajian nyeri PQRST

Untuk membantu pasien dalam mengutarakan masalah atau keluhannya secara

lengkap, naka perawat dianjurkan menggunakan analisa simptom PQRST

P Q R S T

Provokatif atau Kualitas atau Rasional / area Skala Timing = waktu

18

Page 19: Bab i & II Nyeri Kasus Tn.h

paliatif

Apakah yang

menyebabkan

gejala?

Apa saja yang

dapat megurangi

atau

memperberatnya

?

Kejadian

awal

apakah

yang

anda

lakukan

sewaktu

gejala

pertamak

ali

dilaksana

kan?

Apakah yang

menyebabkan

stress?

Posisi?

Aktivitas

tertentu?

Penjelasan lebih

lanjut untuk

gejala

spikologis,

apakah depresi

kuanttitas

Bagaimana gejala

dirasakan,

nampak atau

terdengar?

Sejauh mana anda

merasakan

sekarang?

Kualitas.

Bagaiman

a gejala

dirasakan,

tampak

atau

terdengar?

Kuantitas.

Sejauh

mana

gejala

dirasakan

sekarang?

Sangat

dirasakan

hingga tak

dapat

melakuka

n

aktivitas?

Lebih

parah atau

lebih

ringan

radiasi

Dimana gejala

terasa? Apakah

menyebar?

Area.

Dimana

gejala

dirasaka

n?

Radiasi.

Pada

kasus

nyeri,

apakah

nyeri

meramb

at pada

punggun

g atau

lengan,

meramb

at pada

leher

atau

meramb

at pada

kaki?

keparahan

Seberapak

ah

keparahan

dirasakan

dengan

skala 1 –

10 (paling

parah)

Kapan gejala

mulai timbul?

Seberapa sering

gejala terasa?

Apakah tiba-tiba

atau bertahap?

onset.

Tanggal

dan jam

gejala

terjadi?

Jenis,

tiba-tiba

atau

bertahap?

Frekuensi

: setiap

jam, hari,

minggu,

bulan,

sepanjang

hari, pagi,

siang,

malam.

Menggan

ggu tidur?

Kambuha

n?

Durasi :

seberapa

lama

19

Page 20: Bab i & II Nyeri Kasus Tn.h

terasa sewaktu

anda merasa

tidak diterima?

Apa yang

menghilangkan

gejala?

Apa yang

memperb

uruk

gejala?

dari yang

dirasakan

sebelumn

ya?

gejala

dirasakan

?

b. Face Pain Rating Scale

Menurut Wong dan Baker (1998) pengukuran skala nyeri untuk anak usia pra sekolah

dan sekolah, pengukuran skala nyeri menggunakan Face Pain Rating Scale yaitu

terdiri dari 6 wajah kartun mulai dari wajah yang tersenyum untuk “tidak ada nyeri”

hingga wajah yang menangis untuk “nyeri berat”.

c. Word Grapic Rating Scale

Menggunakan deskripsi kata untuk menggambarkan intensitas nyeri, biasanya

dipakai untuk anak 4-17 tahun (Testler & Other, 1993; Van Cleve & Savendra, 1993

dikutip dari Wong & Whaleys, 1996).

0 1 2 3 4 5

Tidak nyeri ringan sedang cukup sangat nyeri nyeri hebat

d. Skala intensitas nyeri numerik

e.

20

Page 21: Bab i & II Nyeri Kasus Tn.h

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Tidak Nyeri Nyeri Sedang Nyeri Hebat

L. TERAPI KOMPLEMENTER

1. Upaya mengatasi ketidaknyamanan (nyeri)

a. Distraksi

Adalah mengalihkan perhatian klien dar nyeri. Teknik ini dapat dilakukan antara

lain:

1) Bernapas lambat dan berirama secara teratur

2) Menyanyi berirama dan menghitung ketukannya

3) Mendengarkan musik

4) Mendorong untuk mengkhayal (guided imagery) yaitu melakukan bimbingan

yang baik kepada klien untuk mengkhayal. Tekniknya sebagai berikut :

a) Atur posisi yang nyaman pada klien

b) Dengan suara yang lembut, minta klien untuk memikirkan hal-hal yang

menyenangkan atau pengalaman yang membantu penggunaan semua

indra.

c) Minta klien untuk tetap berfokus pada bayangan yang menyenangkan

sambi merelaksasikan tubuhnya

d) Bila klien tampak rileks, perawat tidak perlu bicara lagi

e) Jika klien menunjukan tanda-tanda agitasi, gelisah, atau tidak nyaman,

perawat harus menghentikan latihan dan memulainya lagi saat klien siap.

5) Massage (pijatan). Ada beberapa teknik massage yang dapat dilakukan untuk

distraksi seperti:

a) Remasan. Usap otot bahu yang dikerjakan secara bersama

b) Selang-seling tangan. Memijat punggung dengan tekanan pendek, cepat,

dan bergantian tangan.

c) Gesekan. Memijat punggung dengan ibu jari, gerakan memutar sepanjang

tulang punggung dari sakrum ke bahu.

d) Eflurasi. Memijat punggung dengan kedua tangan, tekan lebih halus

dengan gerakan ke atas untuk membantu aliran balik vena.

21

Page 22: Bab i & II Nyeri Kasus Tn.h

e) Petriasi. Menekan punggung secara horizontal. Pindah tangn anda dengan

arah yang berlawanan dengan menggunakan gerakan meremas.

f) Tekanan menyikat. Secara halus, tekan punggung dengan ujung jari untuk

mengakhiri pijatan.

b. Teknik relaksasi

Teknik ini didasarkan kepada keyakinan bahwa tubuh berespon pada ansietas

yang merangsang pikiran karena nyeri atau kondisi penyakitnya. Teknik relaksasi

dapat menurunkan ketegangan fisiologis. Tekinik ini dapat dilakukan dengan

kepala ditopang dalam posisi berbaring atau duduk di kursi. Hal utama yang

dibutuhkan dalam pelaksanaan tekik relaksasi adalah klien dalam posisi yang

nyaman, klien dengan pikiran beristirahat, dan lingkungan yang tenang.

Teknik relaksasi banyak jenisnya, salah satunya adalah relaksasi autogenik.

Relaksasi ini mudah dilakukan dan tidak beresiko. Prinsipnya klien harus mamapu

berkonsentrasi sambil membaca mantra/doa/zikir dalam hati seiring dengan

ekspirasi udara paru.

Langkah-langkah latihan relaksasi autogenik (guided imagery):

Istilah Guided imagery diperoleh dari penggabungan dua kata, guided dan

imagery, imagery disebut juga dengan metal imagery yaitu pengalaman perseptual

seolah- olat nyata dialami individu tanpa kehadiran stimulus ekstenal yang

diimajinasikan. Ketika individu sedang berimajinasi, maka dalam bayangnnya

bisa muncul berupa benda, pemandangan, sensasi seperti benar- benar melihat,

mendengar dan merasakan layaknya mendaoati stimulus sebenarnya ( Kosslyn,

Behrmann, & Jeannerod, 1995).

1) Persiapan sebelum memulai latihan

a. Tubuh berbaring, kepala disanggah dengan bantal, dan mata

terpejam

b. Atur nafas hingga nafas menjadi teratur

c. Tarik nafas sekuat-kuatnya lalu buang secara perlahan-lahan

sambil katakan dalam hati “ saya damai dan tenang “.

2) Langkah 1 : merasakan berat

a. Fokuskan perhatian pada lengan dan bayangkan kedua lengan

terasa berat. Selanjutnya, secara perlahan-lahan bayangkan kedua

22

Page 23: Bab i & II Nyeri Kasus Tn.h

lengan terasa kendur, ringan hingga terasa sangat ringan sekali

sambil katakan “saya merasa damai dan tenang sepenuhnya”.

b. Lakukan hal yang sama pada bahu, punggung, leher, dan kaki.

3) Langkah 2 :merasakan kehangatan

a. Bayangkan darah mengalir ke seluruh tubuh dan rasakan hawa

hangatnya aliran darah, seperti merasakan minuman yang hangat,

sambil mengatakan dalam diri “saya merasa senang dan hangat”

b. Ulangi 6 kali

c. Katakan dalam hati “ saya merasa damai, tenang”

4) Langkah 3 : merasakan denyut jantung

a. Tempelkan tangan kanan pada dada kiri dan tangan kiri pada perut.

b. Bayangkan dan raskan jantung berdenyut dengan teratur dan

tenang. Sambil katakan “ jantungnya berdenyut dengan teratur dan

tenang “.

c. Ulangi 6 kali.

d. Katakan dalam hati “ saya merasa damai dan tenang “.

5) Langkah 4 : Latihan pernapasan

a. Posisi kedua tangan tidak berubah.

b. Katakan dalam diri “ nafasku longgar dan tenang”.

c. Ulangi 6 kali.

d. Katakan dalam hati “ saya merasa damai dan tenang “.

6) Langkah 5 : latihan abdomen

a. Posisi kedua tangan tidak berubah.

Rasakan pembuluh darah dalam perut mengalir dengan teratur dan

terasa hangat.

b. Katakan dalam diri “ darah yang mengalir di dalam perutku terasa

hangat “.

c. Ulangi 6 kali.

d. Katakan dalam hati “ saya merasa damai dan tenang “.

7) Langkah 6 : Latihan kepala

a. Kedua tangan kembali pada posisi awal

b. Katakan dalam hati “ kepala saya terasa benar-benar dingin”.

Ulangi 6 kali.

c. Katakan dalam hati “ saya merasa damai dan tenang”.

23

Page 24: Bab i & II Nyeri Kasus Tn.h

8) Langkah 7 : akhir latihan

Mengakhiri latihan relaksasi autogenik dengan melekatkan (mengepalkan)

lengan bersamaan dengan nafas dalam, lalu buang nafas pelan-pelan

sambil membuka mata

c. Hipnotis

Hipnotis adalah suatu teknik yang menghasilkan suatu keadaan tidak sadar diri

yang dicapai melalui gagasan-gagasan yang disampaikan penghipnotis.

d. Obat analgesik

Obat analgestik mengurangi persepsi sesorang tentang rasa nyeri, terutama lewat

daya kerjanya atas sistem saraf sentral dan mengubah respon sesesorang terhadap

rasa sakit.

e. Relaksasi Progresif

Teknik relaksasi otot dalam yang tidak memerlukan imajinasi, ketekunan, atau

sugesti. Teknik ini didasarkan pada keyakinan bahwa tubuh beespon pada

ansietas yang merangsang pikiran dan kejadian dengan ketegangan otot.

1) Gejala yang berhasil

Hasil yang memuaskan didapatkan dalam program terapi terhadap

ketegangan otot, ansietas, insomnia, depresi, kelelahan, kram otot, nyeri leher

dan punggung, tekanan darah tinggi, pobia ringan dan gagap.

2) Lama waktu untuk mahir

Satu atau dua minggu. Dua kali 15 menit per hari

3) Petunjuk

Relaksasi progresif memberikan cara mengidentifikasi otot dan kumpulan

otot tertentu serta membedakan antara perasaan tegang dan relaksasi dalam.

Empat kelompok otot utama yang meliputi:

a) Tangan, lengan bawah, dan otot biseps

b) Kepala, muka, tenggorokan dan bahu termasuk pemusatan perhatian

pada dahi, pipi, hidung, mata, rahang, bibir lidah dan leher. Sedapat

mungkin perhatian dicurahkan kepada kepala, karena dari pandangan

emosional, otot yang paling penting dalam tubuh anda berada di sekitar

area ini.

c) Dada, lambung, dan punggung bagian bawah

d) Paha, pantat, betis, dan kaki

24

Page 25: Bab i & II Nyeri Kasus Tn.h

Relaksasi bertahap dapat dipraktikan dengan berbaring atau duduk di kursi

dengan kepala ditopang. Tiap otot atau kelompok otot ditegangkan selama lima

sampai tujuh detik dan direlaksasikan 12-15 detik. Prosedur ini diulang paling

tidak satu kali. Jika area itu tetap tegang anda dapat praktikkan lagi sampai 5 kali.

Anda juga mendapatkan manfaat dengan menggunakan ekspresi relaksasi berikut

ketika anda tidak tegang.

Lepaskan ketegangan

Singkirkan ketegangan_saya merasa tenang dan nyaman

Relaks dan lemaskan otot

Biarkan ketegangan hilang lenyap

Jika prosedur sudah terbiasa, tutup mata anda dan fokuskan perhatian hanya pada

satu otot tiap kali. Petunjuk relaksasi progresif dibagi dalam dua bagian. Bagian

pertama akan mengenalkan pada otot tubuh yang sering tegang. Bagian kedua

menegangkan dan merilekskan beberapa otot secara simultan sekaligus sehingga

relaksasi otot dalam dapat dicapai dalam waktu yang singkat.

f. Stimulasi kulit

Stimulasi kulit dapat digunakan dengan cara pemberian kompres dingin,

kompreshangat, balsam analgesic dan stimulasi kontralateral. Pemberian kompres

hangatdan dingin local bersifat terapeutik. Sebelum penggunaan terapi tersebut,

perawa tharus memahami respon tubuh terhadap variasi temperatut local,

integritas bagian tubuh, kemampuan klien terhadap sensasi variasi temperature

dan menjamin jalannya tindakan dengan baik. Perawat secara legal bertanggung

jawab terhadap tindakan ini.

Area pemberian kompres panas dan dingin bisa menyebabkan respon sestemik

danrespon local. Stimulasi ini mengirimkan impuls-impuls dari perifer ke

hipotalamus yang kemudian menjadi sensasi temperature tubuh secara normal

(Potter dan Perry, 1997).Tubuh kita dapat menoleransi variasi temperature yang

luas. Temperature permukaan kulit yang normal 34◦C, tetapi temperature

penerima biasanya beradaptasi dengan cepat ke temperature local melebihi batas

ini. Efek dari kompres hangat dan dingin memberikan respon fisiologis yang

25

Page 26: Bab i & II Nyeri Kasus Tn.h

berbeda. Efek dari kompres hangat untuk meningklatkan aliran darah ke bagian

yang terinjuri. Pemberian kompres hangat yang berkelanjutan berbahaya terhadap

sel epitel, menyebabkan kemerahan, kelemahan local, dan bisa terjadi kelepuhan.

Kompres hangat diberikan satu jam atau lebih. Efek dari kompres dingin dapat

menyebabkan refleks vasodilatasi. Sel tidak mampu untuk menerima aliran darah

dan nutrisi secara adekuat sehingga menimbulkan iskemik. Hal ini diawali

dengan kulit yang kemerahan diikuti kebiruan dan kekakuan karena dingin,

sebagian tipe nyeri yang dirasa seperti terbakar. (Potter dan Perry, 1997).

Kompres panas adalah memberikan rasa hangat pada daerah tertentu dengan

menggunakan cairan atau alat yang menimbulkan hangat pada bagian tubuh yang

memerlukan.Tindakan ini selain untuk melancarkan sirkulasi darah juga untuk

menghilangkan rasa sakit, merangsang peristaltic usus, pengeluaran getah radang

menjadi lancer, serta memberikan ketenangan dan kesenangan pada klien.

Pemberian kompres dilakukan pada radang persendian, kekejangan otot, perut

kembung, dan kedinginan. Kompres dingin adalah memberi rasa dingin pada

daerah setempat dengan menggunakan kain yang dicelupkan pada air biasa atau

air es sehingga memberi efek rasa dingin pada daerah tersebut.

Kompres dingin digunakan untuk mengurangi nyeri, peradangan,

mencegah edema, menurunkan suhu tubuh dan mengontrol pendarahan dengan

meningkatkan vasokontriksi. Kompres dingin tidak boleh digunakan pada area

yang sudah terjadi edema, karena efek vasokontriksi menurunkan reabsorpsi

cairan. Kompres dingin tidak boleh diteruskan apabila nyeri semakin bertambah

atau edema meningkat atau terjadi kemerah-merahan berat pada kulit. Untuk

mencapai hasil yang maksimal maka kompres idngin dipasang ditempat selama

20 menit kemudian diambil, dan beri kesempatan jaringan untuk hangat kembali

(Priharjo, 1993).

g. Terapi Musik

Terapi musik terdiri dari 2 kata, yaitu kata “terapi” dan “musik”. Terapi

(therapi) adalah penanganan penyakit (Brooker, 2001). Terapi juga diartikan

sebagai pengobatan (Laksman, 2000). Sedangkan musik adalah suara atau nada

yang mengandung irama. Terapi musik adalah keahlian menggunakan musik atau

elemen musik oleh seseorang terapis untuk meeningkatkan, mempertahankan dan

mengembalikan kesehatan mental, fisik, emosional dan spiritual.

26

Page 27: Bab i & II Nyeri Kasus Tn.h

Manfaat Musik

Menurut Spawnthe Anthony (2003), musik mempunyai manfaat sebagai berikut:

(1) Efek mozart, adalah salah satu istilah untuk efek yang bisa dihasilkan sebuah

musik yang dapat meningkatkan intelegensia seseorang,

(2) Refresing, pada saat pikiran seeorang lagi kacau atau jenuh, dengan

mendengarkan musik walaupun sejenak, terbukti dapat menenangkan dan

menyegarkan pikiran kembali,

(3) Motivasi, hal yang hanya bisa dilahirkan dengan “feeling” tertentu. Apabila

ada motivasi, semangatpun akan muncul, (4) terapi, berbagai penelitian dan

literatur menerangkan tentang manfaat musik untuk kesehatan, baik untuk

kesehatan fisik maupun mental, beberapa penyakit yang dapat ditangani

dengan musik antara lain: kanker, stroke, dimensia, nyeri, gangguan

kemampuan belajar, dan bayi prematur.

Terapi Musik Klasik Mozart

Musik klasik mozart adalah musik klasik yang muncul 250 tahun yang lalu.

Diciptakan oleh Wolgang Amadeus Mozart. Selain kemampuannya untuk

menyembuhkan berbagai penyakit, memberikan efek positif pada ibu hamil dan

janin, disamping itu beberapa penelitian oleh Alfred dan Campbell sudah

membuktikan bahwa musik klasik mozart bisa mengurangi nyeri pasien.

Dibanding musik klasik lainnya, melodi dan frekuensi yang tinggi pada musik

klasik mozart mampu merangsang dan memberdayakan kreatifitas dan motivatif

diotak. Namun, tidak berarti karya komposer klasik lainnya tidak dapat digunakan

(Andreana, 2006).

27

Page 28: Bab i & II Nyeri Kasus Tn.h

M. KASUS

Pada kasus diatas kemungkinan Tn H mengalami nyeri pinggang dan sendi

karena mengalami Nyeri Reumatoid Arthritis

Ciri Khas Nyeri Reumatoid Artritis

Nyeri pada penyakit reumatik terutama disebabkan oleh adanya inflamasi

yang mengakibatkan dilepaskannya mediator-mediator kimiawi. Kinin dan mediator

kimiawi lainnya dapat merangsang timbulnya rasa nyeri. Prostaglandin berperan

dalam meningkatkan dan memperpanjang rasa nyeri yang disebabkan oleh suatu

rangsangan/stimulus (Isbagio,1995).

Menurut Junaidi (2006) gejala klinis RA pada saat yang bersamaan bisa

banyak sendi yang mengalami peradangan. Biasanya peradangan bersifat simetris.

Jika suatu sendi pada sisi kiri tubuh terkena, sendi yang sama di kanan tubuh juga

meradang. Yang pertama kali meradang adalah sendi-sendi kecil di jari tangan, jari

kaki, tangan, kaki, pergelangan tangan, siku, dan pergelangan kaki. Sendi yang

meradang biasanya menimbulkan nyeri dan menjadi kaku secara simetris, terutama

pada saat bangun tidur atau setelah lama tidak melakukan aktivitas fisik.

Sendi yang terserang akan membengkak, membesar dan segera terjadi

kelainan bentuk. Jari-jari pada kedua tangan cenderung membengkok ke arah

kelingking sehingga tendon pada jari-jari tangan bergeser dari tempatnya.

Pembengkakan pergelangan tangan dapat mengakibatkan terjadinya sindrom

terowongan karpal. Sifat sistemik pada kategori penyakit reu matik yang dikenal

sebagai penyakit jaringan ikat dicerminkan dalam bentuk proses inflamasi yang

tersebar luas. Meskipun berfokus pada persendian inflamasi juga melibatkan bagian-

bagian tubuh lainnya seperti vaskulitis, jantung, paru, ginjal (Brunnert & Suddarth,

2001). Sekitar 10% AR muncul secara akut sebagai poliartritis, yang berkembang

cepat dalam beberapa hari. Pada sepertiga pasien, gejala mula-mula monoartritis lalu

poliartritis. Terjadi kekakuan paling parah pada pagi hari, yang berlangsung sekitar 1

jam dan mengenai sendi secara bilateral. Episode-episode perandangan diselingi oleh

remisi. Rentang gerak berkurang, tebentuk benjolan rematoid ekstra sinovium

(Junaidi, 2006).

Nyeri RA kronis sakit adalah melibatkan keduanya antara peripheral dan

sekeliling, prosesnya meliputi: adanya faktor intrinsik ke neuron (unsur P, serotonin),

pelepasan mediator inflamasi ke jaringan sehingga rusak oleh prostaglandins, TNF,

28

Page 29: Bab i & II Nyeri Kasus Tn.h

yang mengaktifkan sel yang peka rangsangan ion-channel-linked pada afferent

berhubungan dengan neurons, glutamate menyebabkan kerusakan dorsal,

neurotransmitter nyeri yang utama, N-Methyl-D-Aspartate (NMDAa)-RECEPTOR

yang menghasilkan rangsangan inflamasi (Kelly, 2005).

Mekanisme Terjadinya Nyeri Reumatoid Arthritis

Pada RA nyeri dan inflamasi disebabkan oleh terjadinya proses imunologik

pada sinovial (Harry,2008). Tahap pertama adanya stimulus antigen kemudian

terbentuk antibodi imunoglobin membentuk komplek imun dengan antigen sehingga

menghasilkan reaksi inflamasi. Inflamasi akan terlihat di persendian sebagai sinovitis.

Inflamasi merupakan proses primer dan degenerasi merupakan proses

sekunder.Prostaglandin bertindak sebagai modifier inflamasi prostaglandin memecah

kolagen sehingga dapat merangsang timbulnya nyeri melalui proses edema, proliferasi

membaran sinovial, pembentukan pannus, penghancuran kartilago dan erosi tulang

(Brunner & Suddarth, 2001) Harry (2008) mentatakan bahwa nyeri pada penyakit RA

dapat terjadi akibat:

1) Rangsangan pada nociceptors di dalam komponen perangkat biomekanik, misalnya

perangsangan nociceptors pada otot, sendi, tendon dan ligamen. Nyeri jenis ini

berhubungan dengan konsep nyeri sistem sensorik, sebagai mekanisme pertahanan

tubuh terhadap situasi yang membahayakan atau terjadinya kerusakan. Oleh karena

adanya nyeri ini, maka bagian yang terserang akan diistirahatkan/imobilisasi, untuk

mencegah terjadinya kerusakan lebih lanjut.

2) Penekanan saraf atau serabut saraf (radiks).

3) Perubahan postur yang menyebabkan fungsi untuk mengatur kontraksi otot tidak

sempurna.

4) Mekanisme psikosomatik.

29

Page 30: Bab i & II Nyeri Kasus Tn.h

Analisa Data:

No Data Masalah

Keperawatan

Etiologi Diagnosa

Keperawatan

1 DS:

Pasien mengatakan nyeri pada

pinggang dan sendi saat

bangun tidur dan keleahan

DO:

Pasien terlihat kesakitan saat

bangun tidur

Nyeri Proses inflamasi Nyeri

berhubungan

dengan Proses

inflamasi

Rencana Keperawatan

No Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi

1 Nyeri berhubungan dengan

proses inflamasi

Seelah dialakukan

tindakan keperawatan

selama 3X 24 jam,

masalah keperawatan

teratasi dengan

kriteria hasil:

a. Nyeri hilang

b. Terlihat relaks

c. Dapat

tidur/beristirahat

d. Dapat mengatasi

nyeri secara

mandiri

1. Kaji skala nyeri

2. Biarkan pasien mengambil

posisi yang nyaman pada

waktu tidur atau duduk di

kursi

3. Dorong pasien untuk sering

mengubah posisi

4. Anjurkan pasien untuk mandi

air hangat atau mandi

pancuran pada waktu bangun

dan atau pada waktu tidur

5. Berikan kompres dingin dan

hangat

6. Berikan massase yang lembut

7. Ajarkan teknik relaksasi

8. Kolaborasi

30

Page 31: Bab i & II Nyeri Kasus Tn.h

Mekanisme Pengurangan Nyeri Reumatoid Artritis

Tujuan pengobatan RA adalah menghilangkan rasa sakit, meredakan

inflamasi, mempertahankan luas gerakan sendi, mencegah kecacatan dan membantu

penderita dalam mengatasi problema psikologis yang timbul sebagai akibat dari

penyakit kronis yang meninggalkan kecacatan ini. Pada prinsipnya terapi yang

dilakukan meliputi sendi yang meradang diistirahatkan karena penggunaan sendi yang

terkena akan memperberat peradangan. Selama periode pengobatan diperlukan

istirahat setiap hari, dilakukan kompres panas dan dingin, diberikan obat nyeri, obat

antiinflamasi nonsteroid atau steroid sistemik atau pemberian logam emas, atau

tindakan pembedahan untuk memperbaiki deformitas. Mengistirahatkan sendi secara

rutin membantu mengurangi nyeri. Pembidaian dapat digunakan untuk imobilisasi dan

mengistirahatkan satu atau beberapa sendi untuk mencegah kekakuan (Junaidi, 2006).

Kekakuan dan rasa tidak nyaman dapat meningkat pada saat istirahat, sehingga

penderita dapat terbangun dari tidur atau bahkan sulit tidur. Oleh karena itu, cara-cara

mengurangi nyeri sangat berharga bagi penderita, misalnya dengan kompres dingin

atau penggunaan obat antinyeri jangka panjang. Penderita RA sekurang-kurangnya

harus beristirahat 10-12 jam pada malam hari dengan penambahan satu waktu istirahat

pada siang hari (Nainggolan, 2004).

31

Page 32: Bab i & II Nyeri Kasus Tn.h

DAFTAR PUSTAKA

Asmadi.2008. Teknik prosedural keperawatan: konsep dan aplikasi kebutuhan dasar

klien.Jakarta : Salemba medika.

Brunner & Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah. Vol : 1. Jakarta: EGC

Dongoes, Marilynn E. 1999. Rencana Asuhan keperawatan: pedoman untuk

Perencanaan dan pendokumentasian perawatan Pasien. Jakarta: EGC.

Potter & Perry . 2006. Fundamental Keperawatan. Vol: 2. Jakarta : EGC.

Stanley, Mickey.2006. Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Jakarta: EGC.

Priharjo, Robert. 1996. Pengkajian Fisik Keperawatan. Jakarta:EGC.

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/20095/4/Chapter%20II.pdf diakses

pada tanggal 29 April 2011

32