BAB I PENDAHULUANeprints.ums.ac.id/66514/3/BAB I.pdf · obyek melalui analisa citra satelit...
Transcript of BAB I PENDAHULUANeprints.ums.ac.id/66514/3/BAB I.pdf · obyek melalui analisa citra satelit...
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Alih fungsi lahan ialah perubahan fungsi sebagian atau seluruh kawasan lahan dari
fungsinya semula atau direncakan menjadi fungsi lain. Fungsi lain tersebut dapat
memberikan dampak negatif atau permasalahan baru terhadap lingkungan jika tidak
dikelola dengan tepat. salah satu wilayah yang mengalami ahli fungsi lahan yang
cukup tinggi ialah kabupaten Klaten. Alih fungsi lahan tersebut terjadi dengan
beralihnya lahan pertanian menjadi lahan non pertanian. lahan pertanian memiliki
perubahan luas yang cukup pesat dalam 20 tahun terakhir. Perubahan luas yang
terjadi di kabupaten klaten disajikan dalam Tabel 1.1 berikut:
Tabel 1.1 Luas Lahan Pertanian dan Non Pertanian
Objek 2001 2009 2016
Lahan Pertanian 33.659 Ha 33.412 Ha 33.066 Ha
Lahan Non Pertanian 31.901 Ha 32.418 Ha 32.494 Ha
Luas Total 65.560 Ha
Sumber : Klaten Dalam Angka Tahun 2016
Lahan pertanian secara umum diartikan sebagai lahan yang berfungsi untuk
perkembangan budidaya berbagai varietas vegetasi, sehingga lahan pertanian juga
dapat disebut lahan vegetasi. Berkurangnya lahan pertanian menyebabkan
menurunnya jumlah varietas Vegetasi. Vegetasi memiliki peran yang cukup
fundamental bagi lingkungan. Pertama, Vegetasi mengatur aliran sejumlah siklus
biokimia seperti air, karbon dan nitrogen yang digunakan sebagai penyeimbang
energi secara lokal dan global. Kedua, Vegetasi mempengaruhi karakteristik tanah
seperti volume, kandungan kimia dan struktur yang menentukan karakteristik
tumbuhan termasuk produktivitas. Vegetasi sebagai penyedia oksigen dan
menyerap karbondioksida.
2
Perubahan luas lahan terjadi dikarenakan aktivitas manusia terhadap lahan yang
terus meningkat. Peningkatan dapat dikarenakan beberapa aspek. Salah satu aspek
ialah aspek geografis. Salah satu wilayah yang terdampak aspek tersebut ialah
Kabupaten klaten. Kabupaten Klaten terletak Kawasan strategis dikarenakan Letak
Administrasi berada diantara dua kota besar yaitu Surakarta dan Daerah Istimewa
Yogyakarta. Surakarta dikenal oleh masyarakat sebagai pusat perdagangannya dan
Daerah Istimewa Yogyakarta dikenal sebagai kota pelajar dengan berbagai
keunikannya. Keberadaan Dua kota besar tersebut, menjadikan Klaten sebagai
wilayah penghubungan. Letak Kabupaten yang berada di wilayah penghubung
mendorong meningkatkan keinginan masyarakat untuk tinggal dan berdomisili di
klaten. Hal tersebut menjadikan jumlah penduduk mengalami peningkatan yang
yang cukup pesat setiap tahunnya disamping faktor natalitas yang ada (lihat Tabel
1.2).
Peningkatan jumlah penduduk yang berbanding terbalik dengan ketersediaan lahan
bagi hunian menyebabkan lingkungan menjadi tidak seimbang. Ketidakseimbangan
lingkungan berpotensi menyebabkan rusaknya lingkungan. Indikator kerusakan
lingkungan dapat diketahui dari beberapa aspek. Salah satunya yaitu Iklim. Iklim
terdiri dari curah hujan, suhu, dan kelembaban. Suhu secara umum memiliki
definisi sebagai besaran yang menyatakan ukuran derajat panas atau dinginnya
suatu benda. Suhu dapat dipengaruih oleh sifat fisik permukaan meliputi emisivitas,
kapasitas panas jenis, dan konduktivitas termal.
Perubahan suhu yang terjadi di lingkungan sulit untuk dianalisis secara detail. Hal
ini dikarenakan proses analisis yang memerlukan waktu yang lama. Selain itu,
diperlukan biaya yang besar untuk melakukan pengukuran suhu secara dinamis dan
detail. Pengukuran suhu secara resmi saat ini dilakukan dengan metode sampel.
Metode sampel dimaksudkan dengan menitikberatkan pada suatu wilayah, untuk
dijadikan tolakukur persebaran di wilayah sekitarnya. Hal tersebut dapat dimaknai
jika pengukuran suhu yang dilakukan bersifat Regional. Pengukuran dengan
metode tersebut memiliki dua kekurangan. Kekurangan Pertama yaitu tingkat
3
akurasi dan hasil suhu yang tidak detail. kekurangan kedua ialah letak lokasi sampel
kurang dapat mempresentatifkan lokasi sekitarnya.
Tabel 1.2 Jumlah Penduduk di Kabupaten Klaten
Tahun Jumlah
Penduduk
(Jiwa)
Pertumbuhan
Penduduk
(Jiwa)
Presentase
(%)
Luas
Wilayah
(Ha)
2011 1.137.973 25.425 2.19 65560
2012 1.143.676
2013 1.149.002
2014 1.154.028
2015 1.158.795
2016 1.163.218
Sumber : Klaten Dalam Angka Tahun 2016
Kabupaten Klaten salah satu wilayah yang mengalami perubahan suhu yang dapat
dirasakan terjadi setiap tahun. Menurut data Badan meterologi klimatologi dan
Geofisika dapat diketahui bawah setiap tahun suhu di wilayah tersebut memiliki
pola yang berbeda (Tabel 1.3). Pola suhu tersebut belum dapat digunakan secara
langsung untuk menilai pola suhu yang terjadi di kabupaten klaten. Hal tersebut
dikarenakan lokasi pengukuran yang berada di Bandara Adi soemarmo Kabupaten
Boyolali. Lokasi pengukuran yang berada di luar Kabupaten klaten
mengindikasikan faktor alam yang dimiliki diantara dua kabupaten juga berbeda.
Faktor alam dapat berupa penutup lahan dan topografi.
Salah satu wilayah yang dirasa mengalami perubahan suhu permukaan ialah
Kecamatan Wedi. Kecamatan Wedi secara administrasi terletak di wilayah dengan
kategori tata ruang pedesaan, namun pola permukiman yang ada saat ini telah
seperti di wilayah perkotaan (Gambar 1). Hal tersebut dapat sebagai indikator
perubahan suhu yang dirasakan oleh masyarakat.
4
Tabel 1.3 Suhu Udara di lokasi pengukuran Adi Soemarmo
Bulan Tahun
2002 2005 2008 2011 2014 2017
Januari 26.8 26.6 26.0 25.8 25.8 26.1
Februari 26 26.4 25.6 25.7 25.8 26
Maret 27.5 26.8 25.9 26 26.9 26.6
April 27.9 27.1 25.8 26.3 27.2 26.8
Mei 28.5 27.4 26.5 26.7 27.9 27.3
Juni 27.9 27.2 26.5 26.3 27.4 26.9
Juli 27.8 26.6 24.1 26.3 26.5 26.3
Agustus 27.1 26.5 25.4 26 26.7 26.5
September 27.8 27.5 26.1 27 27.2 27.4
Oktober 29.1 27.8 27.0 27.7 28.9 27.9
November 28.7 27.9 26.6 27.1 27.4 27.4
Desember 28.3 27 26.6 26.9 26.8 26.8
Suhu Maks 29.1 27.9 27 27.7 28.9 27.9
Suhu Min 26 26.4 24.1 25.7 25.8 26
Rata - Rata 27.78 27.07 26.01 26.48 27.04 26.83
Sumber : Badan Meterologi, Klimatologi dan Geofisika tahun 2018
Penilaian masyarakat tentang suhu tersebut masih bersifat subyektif dikarenakan
proses analisa hanya berdasarkan presepsi individu yang tidak dapat buktikan
secara ilmiah. Presepsi individu dikarenakan tidak adanya lokasi Pengukuran suhu
di kecamatan wedi. Data suhu di kecamatan selama ini menggunakan referensi dari
data pengukuran yang ada di Bandara adi soemarmo. Oleh karena itu, untuk dapat
mengetahui pola persebaran suhu yang terjadi di kecamatan wedi atau di Kabupaten
Klaten secara keseluruhan diperlukan analisa suhu secara realtime..
5
Gambar 1.1 Salah satu wilayah di kecamatan wedi
( Sumber : Dokumen Pribadi, 2018 )
Analisa suhu secara realtime bertujuan untuk dapat estimasi suhu wilayah dengan
lebih presisi. Salah satu metode yang dapat digunakan ialah menggunakan
Penginderaan jauh. Penginderaan jauh merupakan suatu seni dan ilmu untuk
mendapatkan informasi mengenai suatu obyek alat tanpa kontak langsung dengan
obyek melalui analisa citra satelit (Lillesand dan Kiefer,1979). Salah satu jenis citra
penginderaan jauh ialah citra landsat. Citra Landsat ialah Citra yang kembangkan
oleh dua instansi pemerintah asal Amerika Serikat. Dua instansi tersebut terdiri dari
‘The National Aeronautics and Space Administration’ dan ‘United States
Geological Survey’. Citra Landsat memiliki saluran panjang gelombang yang dapat
digunakan untuk mengestimasi Suhu permukaan lahan. Saluran tersebut ialah TIRS
atau saluran inframerah Thermal.
Berdasarkan dari uraian yang dijelaskan tersebut maka Penulis bermaksud
melakukan penelitian dengan judul “Analisis Dinamika Suhu Permukaan berbasis
Spasio Temporal di Kabupaten Klaten”.
6
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan dari latar belakang yang telah dijelaskan, suhu Permukaan memiliki
peran untuk menjaga keseimbangan lingkungan (Becker & Li,1990). Suhu
Permukaan akan memiliki pola yang berubah setiap tahunnya sehingga diperlukan
analisa dengan realtime dan regional. Oleh karena itu, rumusan permasalahan
dalam penelitian dirumuskan sebagai berikut :
1. Bagaimana Persebaran Penutup lahan berbasis Spasio Temporal di Kabupaten
Klaten ?
2. Bagaimana Persebaran suhu permukaan berbasis Spasio Temporal di Kabupaten
Klaten ?
3. Bagaimana Hubungan Penutup lahan terhadap Suhu Permukaan di Kabupaten
Klaten ?
1.3. Tujuan Penelitian
Dari perumusan masalah yang telah dijelaskan, maka disusun tujuan penelitian
sebagai berikut :
1. Mengetahui Persebaran Penutup lahan berbasis Spasio Temporal di Kabupaten
Klaten
2. Mengetahui persebaran suhu permukaan berbasis Spasio Temporal di Kabupaten
Klaten
3. Menganalisis Hubungan Penutup Lahan terhadap Suhu Permukaan di kabupaten
Klaten
1.4. Manfaat Penelitian
Hal penting dari penelitian adalah Manfaat yang diperoleh atau diterapkan setelah
terungkapnya hasil penelitian. Adapun Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini
adalah sebagai berikut:
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk menambah khasanah kajian
mengenai Perubahan Suhu dan dampak yang dapat ditimbulkan bagi lingkungan
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Masyarakat
7
Penelitian ini diharapkan dapat digunakan masyakarat untuk memacu diri
agar terus berinovasi dan peduli untuk menjaga lingkungan agar suhu tidak
terus meningkat.
b. Bagi Pemerintah Daerah
Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan
pemerintah dalam mengambil kebijakan mengenai tata ruang dikarenakan
berkaitan dengan lingkungan. Selain itu, dapat dijadikan bahan oleh dinas
terkait untuk melakukan penelitian lain dengan lebih cepat dan mudah.
c. Manfaat Pendidikan
Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan masukan dan
kontribusi bagi pengembangan ilmu pengetahuan geografi, khususnya
dibidang Penginderaan jauh dan Sistem Informasi Geografis.
1.5. Telaah Pustaka dan Penelitian Sebelumnya
1.5.1. Telaah Pustaka
A. Penutup Lahan
Lahan secara geografis dapat difinisikan sebagai suatu wilayah tertentu
dipermukaan bumi, khususnya meliputi semua benda penyusun biosfer yang
dapat dianggap bersifat menetap atau berpindah berada diatas wilayah meliputi
atmosfer, dan dibawah wilayah tersebut mencakup tanah, batuan induk,
topografi, air, tumbuhan dan binatang dan berbagai akibat kegiatan manusia
pada masas lalu maupun sekarang yang semuanya memiliki pengaruh terhadap
penutup lahan oleh manusia, pada masa sekarang maupun masa yang akan
dating.
Makna lahan tersebut menunjukan bahwa lahan merupakan salah satu
sumberdaya manusia yang penting bagi manusia, mengingat kebutuhan
masyarakat baik untuk melangsungkan hidupnya maupun kegiatan kehidupan
sosio ekonomik dan sosio budayanya. Lahan termasuk jenis sumberdaya
mengingat eksistensinya sebagai benda atau keadaan yang dapat berharga atau
bernilai jika produksi, proses, maupun penggunaannya dapat dipahami. Oleh
8
karenanya, dari aspek lingkungan penggunaan lahan memerlukan perhatian
sepenuhnya.
Penggunaan lahan merupakan usaha manusia dalam memanfaatkan lingkungan
alamnya untuk memenuhi kebutuhan kebutuhan terntentu dalam
kehidupannya. Penggunaan lahan memiliki beberapa batasan. Batasan tersebut
dikemukan dengan pengerti bahwa penggunaan lahan ada segala macam
campur tangan manusia, baik secara menetap maupun berpindah-pindah
terhadap suatu kelompok sumberdaya alam dan sumberdaya buatan, yang
secara keseluruhan disebut lahan dengan tujuan untuk mencukupi kebutuhan
baik material maupun spiritual.
Batasan penggunaan lahan tersebut disusun secara logis berdasar atas
pandangan anthposentris. Oleh karenanya, secara teoritis tidak hanya
mencakup bagian lahan yang tertutup oleh formasi-formasi alami yang belum
dijamah manusia. Untuk meniadakan kelemahan ini, maka perlu ditambahkan
pula bahwa penggunaan lahan mencakup juga tentang seluk beluk lahan seperti
apa adanya.
Penggunaan istilah dalam penggunaan lahan dan penutup lahan perlu dicermati
dengan benar. Penggunaan lahan lebih ditekankan untuk menunjukan akvitas
yang ada hubungannya dengan penggunaan sumber daya alam, sedangkan
penutup lahan lebih ditekankan pada sumberdaya itu sendiri. Atas dasar uraian
tersebut dapat disimpulkan bahwa rumput, tumbuhan, hutan masuk dalam
kategori penutup lahan dan pertanian, penggembalaan, kehutanan termasuk
dalam aktivitasnya.
Salah satu aspek dalam kajian penggunaan lahan adalah kaitanya dengan
klasifikasi bentuk hirarkhis tipe penggunaan lahan., yang membedakan antara
jenis penggunaan lahan secara umum (major kind of land use) bersifat kualitatif
dan tipe pemanfaatan lahan (land utilation type) setingkat lebih rinci pada jenis
penggunaan lahan secara umum. Penggunaan lahan yang mengakibatkan
degradasi tanah, erosi, penurunan kesuburan tanah, penggaraman tanah, dan
sebagainya dapat disebut dengan over use / penggunaan tanah yang berlebihan
9
Dalam kaitannya dengan suhu permukaan, Penggunaan Lahan berperan
sebagai pengendali tinggi rendahnya intesitas suhu yang dibiaskan oleh objek
permukaan. Hal tersebut dikarenakan setiap jenis penggunaan lahan memiliki
tingkat emisivitas yang berbeda. Emisivitas objek tersebut merupaka parameter
kunci untuk mendapatkan suhu penggunakan menggunakan metode
penginderaan jauh.
B. Penginderaan Jauh
Penginderaan jauh ialah ilmu dan seni untuk memperoleh informasi mengenai
suatu objek, area atau suatu fenomena hingga proses analisis data
menggunakan alat dan tidak melakukan kontak langsung dengan obyek, area ,
atau fenomena tersebut. Alat yang dimaksud ialah alat penginderan atau sensor.
Pada umumnya sensor dipasang pada wahana yang berupa pesawat pesawat
terbang, satelit dan lainnya. Objek yang diindera ialah permukaan bumi, di
dirgantara atau di antariksa. Penginderaan dilakukan dilakukan dengan jarak
jauh sehingga disebut penginderaan jauh.
Penginderaan jauh dalam penerapannya terdiri dari beberapa komponen.
Berikut Visualiasi Komponen tersebut :
Gambar 1.2 komponen Penginderaan Jauh
(Sumber : http://www.gispedia.com, 2017)
10
Berdasarkan dari Gambar 1.2, Komponen Penginderaan jauh meliputi :
a. Sumber Tenaga
Penginderaan jauh bekerja dengan menggunakan sumber tenaga. Sumber
tenaga berfungsi untuk mengenai obyek dipermukaan bumi yang kemudian
dipantulkan ke sensor. Ia juga dapat berupa tenaga dari obyek yang
dipancarkan ke sensor. Sumber tenaga dibagi menjadi dua tipe yaitu :
i. Sumber tenaga aktif, yaitu sumber tenaga yang berasal dari tenaga buatan
seperti gelombang yang dipancarkan oleh Satelit.
ii. Sumber tenaga pasif, yaitu sumber tenaga yang berasal dari tenaga alami
seperti sinar Matahari.
b. Atmosfer
Atmosfer membatasi bagian sspektrum elektromagnetik yang dapat digunakan
dalam penginderaan jauh.pengaruh atsmosfer merupakan fungsi panjang
gelombang. Pengaruhnya bersifat selektif terhadap panjang gelombang.
Pengaruh selektif tersebut menimbulkan istilah baru yang disebut jendela
atsmosfer. Jendela astmosfer merupakan bagian spectrum elektromagnetik
yang dapat mencapai bumi. Hambatan atsmosfer yang ada pada jendela
atsmosfer ialah hamburan pada spectrum tampak dan serapan yang ada pada
spectrum inframerah thermal.
c. Interaksi Energi dengan Objek
Rona atau tingkat keabuan yang dihasilkan pada citra berdasarkan hasil
perekaman objek akan dipengaruhi oleh kekuatan energi yang ditransmisikan.
Energi tersebut dapat disebut dengan panjang gelombang. Diperlukan
pemilihan saluran yang tepat agar dapat memvisualisasi objek dengan sangat
baik.
d. Sensor
Sensor merupakan bagian dari teknologi penginderaan jauh. Sensor
menunjukkan kemampuan citra dalam menangkap objek. Sensor penginderaan
jauh dapat berupa TIRS, OLI, dan lain lain.
11
e. Wahana
Wahana merupakan suatu media untuk membantu proses perekaman. Wahana
dapat berupa Pesawat, Balon udara, dan lain lain. Pemanfaatan wahana dalam
penginderaan jauh dijelaskan dalam Gambar 3 berikut :
Gambar 1.3 Wahana Penginderaan jauh
(Sumber :http://www.gispedia.com,2017)
Data Penginderaan jauh dalam penerapan di lapangan memberikan kondisi
yang lebih baik dibanding kegiatan terestrial di lapangan karena tingkat human
eror dapat ditekan. Human eror ialah suatu kesalahan dalam pengukuran yang
disebabkan oleh pengukur/ surveyor sehingga tingkat presisi dan akurasi hasil
pengukuran memiliki presentase yang rendah. Tingkat human eror yang
rendah membuat perkembangan penginderaan jauh semakin pesat dari waktu
ke waktu. Penerapan penginderaan jauh yang sedang banyak dilakukan ialah
untuk kegiatan inventarisasi dan evaluasi data permukaan bumi. Inventarisasi
dan evaluasi dilakukan agar data dapat digunakan untuk kajian pembangunan
dan bencana, inventarisasi, valuasi dan evaluasi sumberdaya alam di bumi.
a. Asas Penginderaan Jauh Thermal
Semua benda memancarkan panas yang disebabkan oleh gerak acarak
partikelnya. Gerak acara ini menyebabkan geseran antara partikel benda dan
menimbulkan peningkatan suhu sehingga permukaan bedan itu
memancarkan panasnya. Panas di dalam benda disebut tenaga kinetic
sedang panas yang dipancarkan disebut tenaga pancaran atau tenaga radiasi
12
(Trad). Tenaga Pancaran suatu benda biasanya lebih kecil dari tenaga
kinetiknya (sutanto, 1987).
Jumlah panas diukur dengan kalori. kalori yaitu jumlah panas yang
diperlukan untuk menaikan suhu sebesar 1derajatc bagi satu gram air. Suhu
merupakan ukuran bagi kosentrasi panas. Didalam derajat celcius maka
suhu 1derajat dan 100 dearajat merupakan suhu bagie s mencair dan air
mendidih. Didalama derajatkelvin 0derajatk=-273deraajtc. Pada suhu
0derajatk maka semua partikel benda berhenti didalam gerak acaknya,
karena suhu permukaan bumi rata rata sebesar 27derajat c maka tiap benda
dipermukaan bumi suhunya sekitar 3000 derajat kelvin. Karena suhu diatas
300 k maka terjadi gerak acak partikel tiap benda sehingga timbul
peningkatan panas.. sebagai akibatnya semua benda dipermukaan bumi
memancarkan panasnya. Tenaga elektromagneti yang dipancarkan oleh
benda disebut tenaga pancara yang besarnya diukur dengan watt.cm-2
(Sabins jr,1978)
Kosentrasi panas kinetik suatu benda disebut suhu kinetik. Pengukuran suhu
kinetic menggunakan thermometer yang ditempelkan pada benda yang
diukur panasnya. Kosentrasi panas yang dipancarkan oleh suatu benda
disebut suhu pancaran. Untuk mengukurnya digunakan alat yang peka
terhadap gelombang elegtromagnetik pada spektrul inframerah thermal
Variasi pancaran tenaga thermal
Pancaran objek yang ada dipermukaan memiliki intensitas yang berbeda.
Perbedan ini disebabkan oleh beberapa faktor meliputi :
i. Panjang Gelombang
ii. Suhu Permukaan benda
Suhu permukaan disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu :
Konduktivitas therma;
Kapasitas thermal
Kebauran thermal
13
iii. Nilai Pancaran
Jumlah tenaga pancaran suatu benda dipengaruhi oleh nilai pancaran benda
itu dan oleh suhu permukaan. Meskipun suhu permukaan benda tinggi,
tenaga pancarannya rendah.
Asas penginderaan jauh thermal digunakan sebagai kunci berlangsungnya
penelitian dengan menggunakan band thermal yang ada pada citra
penginderaan jauh. Asas tersebut menjelaskan mengenai proses terjadinya
pengambilan nilai pancaran yang dilakukan oleh citra. Nilai pancara pada
objek akan memiliki rentang yang berbeda dikarenakan adanya perbedaan
panjang gelombang yang dapat diserap dan dibiaskan oleh objek tersebut.
b. Penginderaan Jauh dengan Tenaga Thermal
Unsur interpretasi dalam penginderaan jauh dibagi menjadi dua yaitu primer
dan sekunder. Unsur primer tersebut ialah rona dan warna. Pada citra jenis
apapun gambaran objek akan lebih mudah dideteksi dengan berdasarkan
ronanya. Setelah rona, baru menggunakan unsur interpretasi lain seperti
bentuk ukuran tekstur pola dan sebagainya. (estes,1983).Pengenalan obyek
merupakan langkah awal dalam penginderaan jauh.
Rona dalam penginderaan jauh fotografik ditentukan berdasarkan nilai
pantulan objek. Objek yang memiliki nilai pantulan lebih besar akan memiliki
rona warna dengan lebih cerah dari obyek lainnya. Dalam penginderaan jauh
non fotografik, isyarat rona seperti itu tidak sesederhana itu. Hal tersebut
dikarenakan didalam thermal adanya faktor lain yang dapat memberikan
pengaruh terhadap kenampakan rona obyek. Pengaruh tersebut ialah suhu
permukaan dan nilai pancarannya. Rona dengan kenampakan cerah dapat
diindikasikan jika objek memiliki suhu permukaan tinggi,suhu permukaan
tinggi dengan nilai pancaran tinggi, dan suhu permukaan rendah namun nilai
pancaran tinggi. Oleh karena itu, diperlukan kehati hatian dalam memahami
sifat thermal obyek, sifat pancaran obyek dan variasi suhu hariannya.
14
Gambar 1.4 Panjang Gelombang dalam Citra Penginderaan jauh
(Sumber :http://www.sarracenia.com, 2017)
Sensor thermal memiliki tujuan utama untuk merekam mengukur suhu
objeknya permukaan. Beberapa percobaan telah dilakukan dan dapat diketahu
bahwa yang direkam oleh sensor thermal berupa tenaga pancaran, sedang
yang akan diukur ialah tenaga kinetiknya. Tenaga pancaran suatu benda
selalu lebih kecil dari tenaga kinetiknya. Untuk menaksir suhu kinetiknya
digunakan formula berikut :
Trad = 𝜀1
4𝑇𝑘𝑖𝑛
Beda suhu obyek dipermukaan bumi pada umumnya 1derajat c, bahkan ada
yng kurang dari 1 derajat c . oleh karena itu kepekaan sensor thermal terhadap
suhu pancaran harus cukup tinggi. Pada umumnya dibuat sensor thermal yang
dapat mendeteksi suhu benda dengan beda minima; o,1 derajat c (laird,1978).
C. Citra Landsat
Citra Landsat merupakan satelit sumberdaya milik NASA (National
Aeronautics and Space Administration) yang pertama kali diluncurkan pada
tahun 1971 dengan nama ERTS – 1 (Earth resources technology satellites).
Proyek eksperimental ini kemudian dilanjutkan pada peluncuran seri ke-dua
dengan mengganti namanya menjadi landsat sehingga ERTS-1 berubah
menjadi Landsat-1. Landsat dirancang untuk memperoleh data sumber daya
bumi dalam basis yang sistematik dan berulang. Nasa dan USGS pada
tanggal 15 desember 1998 meluncurkan citra satelit jenis baru yang memiliki
15
spesifikasi sedikit berbeda dengan satelit Landsat 6 yang gagal meluncur ke
antariksa. Satelit tersebut diberi nama Landsat 7. Landsat 7 sejak tahun 1998
telah secara resmi dikontrol oleh USGS. Sensor yang dimiliki ialah Enhanced
Thematic Mapper Plus ( ETM+) dan diluncurkan pada ketinggian orbit 705
km. Orbit tersebut tergolong dalam kategori rendah, karena bertujuan membuat
satelit secara potensial dapat dicari oleh pesawat ruang angkasa dan untuk
meningkatkan resolusi tanah pada sensor.
Tabel 1.4 Karakteristik Band Citra landsat 7
Saluran Panjang gelombang
(µm)
Fungsi
Band 1 - Biru 0,441 - 0,514
Studi tanah, batimetri,
identifikasi vegetasi
Band 2 - Hijau 0,519 - 0,601 Studi menilai kekuatan
tanaman.
Band 3 - Merah 0,631 - 0,692 Membedakan lereng
vegetasi
Band 4 -
Inframerah dekat
(NIR)
0,772 - 0,898 Studi biomassa dan garis
pantai
Band 5 - SWIR 1 1,547 - 1,749
Studi untuk membedakan
kadar air tanah dan
vegetasi serta dapat
menembus awan
Band 6 - TIR 10.31 - 12.36 Studi suhu dan
kelembaban tanah
Band 7 - SWIR 2 2.064 - 2.345
Mengetahui peningkatan
kadar air dari tanah dan
vegetasi serta menetrasi
awan tipis
Band 8-
Pankromatik 0.515 - 0.896
Menampilkan gambar
yang lebih tajam dengan
resolusi sebesar 15 meter
Sumber : National Aeronautics and Space Administration
Setiap orbit membutuhkan kira-kira 99 menit lebih dari 14,5 orbit setiap hari.
Orbit ini mampu memutari bumi dengan waktu ± 16 hari. Waktu tersebut
berarti satelit mampu merekam suatu lokasi di permukaan bumi di posisi yang
sama setiap 16 hari. Waktu yang tergolong cepat bagi suatu satelit. Landsat 7
16
tidak memiliki kenampakan off-nadir sehingga tidak bisa menghasilkan
cakupan yang meliputi seluruh dunia secara harian. Citra Landsat 7 ETM+
memiliki beberapa kesamaan dengan Landsat TM, salah satunya pada resolusi
yang dimiliki yaitu 25 meter. Satu scenes citra mencakup luasan 185 km2,
sehingga sensor dapat mencakup daerah yang luas di permukaan bumi.
Karakteristik Band pada Landsat 7 lebih dijelaskan pada Tabel 1.4.
Tabel 1.5 karakteristik Band citra Landsat 8
Saluran Panjang gelombang
(µm)
Fungsi
Band 1- Coastal
Aerosol
0,435 - 0,451 Studi pesisir dan aerosol
Band 2- Biru 0,452 - 0,512 Studi tanah, batimetri,
membedakan antara vegetasi
Band 3- Hijau 0,533 - 0,590 Studi menilai kekuatan
tanaman.
Band 4- Merah 0,636 - 0,673 Membedakan lereng vegetasi
Band 5- Inframerah
dekat (NIR)
0,851 - 0,879 Studi biomassa dan garis
pantai
Band 6- Inframerah
Tengah 1
1,566 - 1,651 Studi untuk membedakan
kadar air tanah dan vegetasi
serta dapat menembus awan
Band 7- Inframerah
tengah 2
2.107 – 2.294 Mengetahui peningkatan
kadar air dari tanah dan
vegetasi serta menetrasi awan
tipis
Band 8-
Pankromatik
0.503 – 0.676 Menampilkan gambar yang
lebih tajam dengan resolusi
sebesar 15 meter
Band 9- Cirrus 1.363 – 1.384 Meningkatkan deteksi
kontaminasi awan cirrus
Band 10- Termal 1 10.60 – 11.19 Studi suhu dan kelembaban
tanah
Band 11- Termal 2 11.50 – 12.51 Studi suhu dan kelembaban
tanah
(Sumber : National Aeronautics and Space Administration)
Regenerasi Citra Landsat telah sampai pada seri kedelapan dengan nama
Landsat 8. Citra Landsat 8 diluncurkan pada tanggal 11 Februari 2013. Citra
tersebut memiliki beberapa kelebihan dibanding versi sebelumnya. Salah satu
17
kelebihan dapat dilihat pada jumlah saluran panjang gelombang yang dimiliki.
Jumlah panjang gelombang sebanyak 11 saluran yang dikelompokkan menjadi
dua kategori yaitu Onboard Operation Land Imager (OLI) dan Thermal
Infrared Sensor (TIRS). Kategori OLI terdiri dari band 1 hingga band 9.
Kategori TIRS Terdiri dari band 10 dan 11. Setiap band yang ada pada citra
Landsat memiliki fungsi tertentu.
D. Suhu Permukaan
Suhu Permukaan merupakan suhu rata rata pada sisi terluar objek permukaan
yang dipengaruhi dari sifat fisik objek tersebut. Sifat Fisik tersebut meliputi
Kapasitas Panas jenis, emisivitas dan konduktivitas Panas. Ketiga Sifat fisik
tersebut memiliki hubungan yang saling terikat. Hubungan tersebut
digambarkan dengan objek yang memiliki kapasitas panas jenis dan emisivitas
tinggi sedangkan konduktivitas panas rendah maka suhu objek akan menurun.
Hukum Pergeseran wien menyatakan bahwa setiap rentang suhu pada objek
dihasilkan dari pancaran panjang gelombang elektrogtromagnetik yang
berbeda. Hal tersebut berarti bahwa pancaran gelombang elektromagnetik
dapat digunakan untuk melakukan analisa suhu permukaan. Analisa suhu
selama ini dilakukan menggunakan alat thermometer. Alat tersebut digunakan
untuk mengukur dengan menggunakan dua metode. Metode pertama ialah alat
diletakkan diatas permukaan objek untuk mendapatkan nilai suhu permukaan
dalam setiap titik objeknya. Metode kedua ialah Thermometer diletakkan
didalam sangkar cuaca untuk mendapatkan suhu udara. Kelemahan dari dua
metode tersebut ialah hasil pengukuran bersifat lokal dan membutuhkan waktu
yang cukup lama untuk dapat mengetahui kondisi temperature suatu lokasi
serta berkurangnya hasil pengukuran dikarenakan perbedaan waktu
pengukuran antar titik objek.
Pengumpulan data suhu permukaan lahan akan jauh lebih mudah jika
menggunakan data satelit penginderaan jauh. di antara kelebihannya adalah
ruang lingkup yang diamati cukup luas dan daerah yang mungkin sulit
18
dijangkau serta keefektifan waktu. Data atau citra dari satelit penginderaan jauh
diolah dengan berbagai koreksi untuk mendapatkan hasil yang layak. Data
satelit tersebut harus diolah menggunakan berbagai formula yang sesuai untuk
dapat menurunkan nilai suhu permukaan lahan yang baik. Salah satu formula
untuk dapat melakukan analisa suhu ialah Single Channel Band. Metode ini
dapat diaplikasin ke semua jenis citra landsat dikarenakan jumlah band yang
diperlukan hanya 1 band thermal. Berbeda dengan metode lain seperti Split
windows algoritma dan Dual angle algorithma .
Pengenalan suhu dengan menggunakan citra penginderaan jauh dilakukan
dengan konversi suhu yang bertujuan untuk menghilangkan pengaruh
atsmosfer terhadap suhu absolut. Suhu absolut merupakan suhu asli yang ada
pada objek, sehingga ketika melakukan perekaman yang berada dari luar
angkasa terdapat gangguan atsmosfer yang perlu dihilangkan untuk
mendapatkan nilai maksimal dari suhu objek.
E. Suhu Permukaan dan Suhu Udara
Suhu permukaan dan Suhu udara memiliki hubungan yang menunjukkan
tingkat intesitas panas atau dingin pada suatu lingkungan. Pernyata tersebut
didukung oleh Hendro Murtianto (2008: 18) yang menyatakan bahwa proses
pemanasan bumi dapat berupa :
1. Pemanasan secara langsung
a. Absorbsi, yaitu penyerapan unsur – unsur radiasi matahari.24
b. Refleksi, yaitu pemanasan dari matahari ke udara, tetapi melalui pantulan
oleh partikel uap air, awan, dan partikel lain di atmosfer.
b. Difusi, yaitu penghampuran sinar dan gelombang pendek.
2. Pemanasan secara tidak langsung
a. Konduksi, yaitu pemberian panas oleh matahari pada lapisan udara bagian
bawah kemudian lapisan udara tersebut memberikan panas pada lapisan di
atasnya.
b. Konveksi, yaitu pemberian panas karena pergerakan udara vertical ke atas.
c. Adveksi, yaitu pemberian udara oleh gerak horizontal (mendatar).
19
d. Turbulensi, yaitu pemberian panas karena gerak udara yang tidak beratur
dan berputar – putar.
Proses pemanasan permukaan bumi tersebut memiliki respon yang berbeda di
permukaan bumi dalam wujud suhu udara. Faktor-faktor yang mempengaruhi
suhu udara di permukaan bumi di antaranya adalah:
a. Lama penyinaran matahari
b. Sudut datang sinar matahari
c. Relief permukaan bumi
e. Banyak sedikitnya awa
f. Perbedaan letak lintang
Landsberg (1956) dalam Ali Mas’at (2008: 5) berpendapat, “Bahwa perbedaan
suhu bisa disebabkan oleh iklim mikro, topografi, dan kedudukan tempat
tersebut.” Kedudukan ini diperkuat lagi menurut tingkat perkembangan kota
tersebut. Kecenderungan adanya berbagai faktor yang mempengaruhi
peningkatan suhu udara di suatu wilayah.
Suhu permukaan memiliki hubungan dengan suhu udara. Hal tersebut
dikarenakan suhu yang ada di udara akan pasti dipengaruhi dengan suhu yang
ada dipermukaan. Hubungan tersebut sebagai kunci untuk menentukan tingkat
kenyamanan yang dirasakan oleh masyarakat. Misalnya ialah suhu udara di
sekitar jalan dengan bahan aspal akan memiliki intesitas yang lebih menyengat
dibandingkan dengan suhu udara yang ada disekitar jalan dengan bahan tanah.
Proses pengolahan suhu permukaan dilakukan dengan pendekatan kerapatan
vegetasi maupun pengolahan dengan menggunakan beberapa algoritma untuk
memperoleh data suhu permukaan. Pemanfaatan citra penginderaan jauh untuk
memperoleh data suhu permukaan akan lebih lengkap menyeluruh berdasarkan
variabel yang mempengaruhi dibandingkan dengan pengukuran lapangan oleh
peralatan yang cenderung terbatas titik pengukurannya dan kurang menyebar
g. Transformasi Spektral
Transformasi spektral ialah pengolahan citra yang digunakan untuk
mendapatkan informasi baru. Transformasi spektal dibagi menjadi dua yaitu :
20
i. Transformasi yang dapat mempertajam informasi tertentu, namun sekaligus
menghilangkan atau menekan informasi lain
ii. Transformasi yang meringkas informasi dengan cara mengurangi
dimensionalitas data
Tranformasi spektral terdiri dari berbagai jenis, salah satunya Transformasi
Normalized Difference Difference Vegetation Index. NDVI digunakan untuk
menonjolkan kenampakan vegetasi dengan sangat jelas dibanding objek yang
lainnya dikarenakan NDVI memiliki indeks dengan tingkat sensitifitas tinggi
terhadap vegetasi. NDVI bertujuan untuk memudahkan pemetaan daerah yang
memiliki tutupan vegetasi melalui citra satelit. Band Inframerah Dekat (NIR)
di satelit Landsat memiliki tingkat sensitifitas yang tinggi untuk mendeteksi
vegetasi, sedangkan reflektansi untuk identifikasi lahan terbuka dan lahan
terbangun sangat rendah..
Transformasi NDVI menghasilkan citra yang memiliki informasi vegetasi
dengan visualiasasi berdasarkan nilai rona. Nilai rona memiliki interval nilai -
1 hingga 1. Nilai tersebut akan mengambarkan objek perairan, objek lahan
terbuka dan penutup lahan vegetasi (Danoedoro, 1996 dalam Triastuti, 2016).
Tranformasi NDVI memiliki rumus seperti berikut :
𝑁𝐷𝑉𝐼 =𝐵𝑎𝑛𝑑 𝑁𝐼𝑅 − 𝐵𝑎𝑛𝑑 𝑉𝑖𝑠𝑖𝑏𝑙𝑒
𝐵𝑎𝑛𝑑 𝑁𝐼𝑅 + 𝐵𝑎𝑛𝑑 𝑉𝑖𝑠𝑖𝑏𝑙𝑒
Keterangan
NDVI : Normalized Difference Vegetation Index
Band NIR : Saluran Inframerah Dekat
Band Visible : Saluran Nampak
Kelebihan transformasi NDVI dalam penelitian ini ialah menonjolkan tingkat
kerapatan vegetasi yang terkait dengan persebaran jenis penutup lahan, alur
metode dasar untuk memperoleh nilai estimasi suhu permukaan dilakukan
dengan menggunakan nilai transformasi NDVI, dan NDVI menggunakan
beberapa saluran citra yang representatif terhadap warna tanaman yang
sesungguhnya.
21
h. Sistem Informasi Geografis
Sistem Informasi georafis ialah suatu gabungan dari beberapa komponen
perangkat keras, piranti lunak, data geografis, dan personel yang memiliki
kesamaan unsur dan saling berkaitan sehingga memungkinkan untuk
perekaman, penyimpanan, analisis / pengolahan dan visualiasi data secara
optimal (esri,1990). Definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa SIG dapat
menjawab berbagai pertanyaan yang berkaitan dengan lokasi, kondisi,
kecenderungan, pola dan modelling. Pertanyaan yang berkiatan dengan lokasi
akan menjawab apa yang ada pada datu lokasi tertentu. Lokasi dapat
didiskripsikan dengan nama tempat, kode pos, lintang bujur, referensi
geografis dan sebagainya.
Gambar 1.5 Komponen Sistem Informasi Geografis
(Sumber : http://www.sigitprabowo.id )
Pertanyaan yang berkaitan dengan kondisi digunakan untuk mengidentifikasi
apa yang ada dalam lokasi tertentu atau ingin menemukan satu lokasi dengan
kondisi yang diperlukan. Misalnya kesesuain lahan yang paling tepat untuk
lahan di lereng bukit. Selain identifikasi, SIG dapat digunakan untuk membuat
pola penyebaran obyek. Pola penyebaran dibuat dengan bentuk modelling
sehingga menggambarkan kondisi lapangan dengan lebih sesuai.
SIG dalam pengaplikasiannya memiliki beberapa fungsi. Fungsi tersebut
terdiri dari :
22
Input data
Perekaman data, seperti digitasi dan integrase data dari luar
Validasi dan mengedit data, seperti pengecekan dan koreksi
Strukturisasi dan penyimpanan data, seperti pembuatan warna atau
kelas yang berbeda
Manipulasi data
Konversi struktur, seperti konversi vector ke raster
Konversi geometris, seperti registrasi peta, perubahan skala,
perubahan proyeksi
Klasifikasi dan generalisasi, seperti reklasifikasi data, agregasi atau
disagregasi
Integrasi, seperti penggabungan antar layer
Penajaman, seperti penajaman citra
Abstaksi, seperti pembuatan Polygon Thiesen
Pembaruan data
Pembaruan informasi berdasarkan ketentuan pemakai
Analisis data
Analisis spasial, seperti alokasi rute
analisis statistik, seperti histogram dan frekuensi
pengukuran, seperti panjang garis dan luas daerah
Penayangan data
Penanyangan grafis dan teks
Pengelolaan data base
Dukungan dan pemantauna yang memakai Basisdata
Perekamana apabila ada kesalahan system
Komunikasi dengan sistem lain
Pembaruan Basisdata
Pengorganisir Basisdata
Pemeliharaan Basisdata
Penyajian Basisdata
23
Fungsi tersebut dapat digunakan jika data SIG yang sudah dalam berbentuk
digital. Data digital baik dalam bentuk numerik maupun alfa numerik. Data
ideal dalam SIG dibagi menjadi beberapa kriteria berikut :
Kompatibel, dapat diakses dan dipindahkan ke berbagai media
Tidak teragregasi, sehingga memungkinakn untuk memilih satuan,
memanipulasi maupun menganalisanya
Bereferensi lokasi, seperti grid lintang bujur
Berakurasi tinggi sehingga memungkinkan untuk menggunakan data
tersebut meskipun daerah yang kecil.
Sistem Informasi Geografis dalam penelitian berperan untuk digunakan dalam
proses analisas data. Analisa data dilakukan dengan menggunakan beberapa
kriteria klasifikasi suhu permukaan. Hasil analisas akan diketahui pola
persebaran dan perubahan suhu permukaan yang terjadi. Hasil tersebut
kemudian dikelola untuk menjadi sebuah basisdata.
1.5.2. Penelitian Sebelumnya
Penelitian tentang Suhu Permukaan lahan Pernah dilakukan sebelumnya.
Penelitian yang telah dilakukan digunakan sebagai referensi dan pembanding
untuk penelitian yang saat ini dilakukan. Adapun hasil dari beberepa penelitian
tersebut secara garis besar sebagai berikut :
Cheng Sun,dkk (2010) menghasilkan penelitian yang membandingkan dua
periode Perekaman Citra. Data yang dibandingkan ialah suhu permukaan lahan.
Suhu Permukaan tersebut diektrasi menggunakan metode split windows
algoritma. Hasil perbandingan kemudian dihubungkan dengan kondisi
penggunaan lahannya. Penelitian dilakukan di Guangzhou China.
Wiweka (2014) menghasilkan penelitian mengenai ektrasi suhu permukaan lahan
menggunakan citra landsat 7. Metode yang digunakan ialah single bands. Hasil
dari suhu permukaan lahan dijadikan referensi untuk menentukan suhu udara.
Wilayah kajian dilakukan di sebagian wilayah jawa timur.
Mehebub,dkk (2016) menghasilkan penelitian mengenai hubungan Perubahan
Penutup lahan dan Dampak terhadap suhu permukaan. Penelitian dilakukan
24
dengan menggunakan dua data temporal. Data temporal yang digunakan ialah
citra landsat 7 dan citra landsat 8. Penelitian dilakukan di Sundarban Biosphere
Reserve, India
Panagiotis Sismanidis,dkk (2018) menghasilkan Penelitian mengenai dinamika
suhu permukaan lahan yang terjadi di eropa. Suhu diperoleh menggunakan data
citra Meteosat. Citra tersebut diektraksi dengan menggunakan metode Split
Windows Algoritma. Analisa suhu Permukaan lahan bersifat global karena
dilakukan untuk memvisualisasikan kondisi eropa dari tahun 2009 – 2013.
Berdasarkan dari Penelitian tersebut, Keseluruhan Penelitian memiliki kajian
fokus yang sama. Akan tetapi terdapat perbedaan antara penelitian penulis dengan
Penelitian Tersebut. Perbedaan terdapat pada metode penelitian, pendekatan, serta
variabel lain yang dikaji dalam penelitian. Penulis menekankan aspek pada
metode penginderaan jauh dengan pendekatan spasial, penginderaan lingkungan,
dan image processing. Oleh karena itu, untuk dapat lebih detail dalam
membandingkan maka disajikan dalam Tabel 1.6.
25
Tabel 1.6 Ringkasan Penelitian Sebelumnya
Nama Peneliti Judul Tujuan Metode Hasil Lokasi
Cheng Sun,
Zhifeng Wu,
Zhiqiang Lv,
Jianbing Wei
(2010)
Spatial-Temporal Analysis
of Land Surface
Temperature and Its
Interplay with Land Use
Change
Mengetahui
Hubungan Perubahan
Penggunaan lahan
terhadap suhu
permukaan Lahan
a) Ekstraksi Suhu
Permukaan
menggunakan
citra landsat
b) Transformasi
Spektral NDVI
a) Data Suhu
Permukaan
b) Data Penggunaan
Lahan
Guangzhou,
China
Wiweka
(2014)
Pola Suhu Permukaan Dan
Udara Menggunakan Citra
Satelit Landsat
Multitemporal
Mengetahui Suhu
permukaan dan Suhu
Udara
a) Ekstraksi suhu
permukaan
Single bands
b) Citra landsat 7
a) Data Suhu
Permukaan dan
Suhu Udara
b) Perbandingan
Suhu Permukaan
dan Suhu Udara
Tahun 2013
Sebagian
Wilayah Jawa
Timur
Mehebub,
Sahana Raihan,
Ahmed Haroon
Sajjad
(2016)
Analyzing land surface
temperature distribution in
response to land use/land
cover change using split
window algorithm and
spectral radiance model in
Sundarban Biosphere
Reserve, India
Mengetahui
Perubahan Penutup
lahan dan Dampak
terhadap suhu
permukaan
a) Ekstraksi Suhu
Permukaan
Menggunakan
Citra landsat 5
dan 8
b) Transformasi
NDVI
Data Suhu
Permukaan
Sundarban
Biosphere
Reserve, India
26
Panagiotis
Sismanidis ,
Benjamin
Bechtel,
Iphigenia
Keramitsoglou,
and Chris T.
Kiranoudis
(2018)
Mapping the Spatio
temporal Dynamics of
Europe’s Land Surface
Temperatures8
Mengetahui
perubahan Suhu
Permukaan lahan
a) Citra yang
digunakan ialah
meteosat
b) Ektraksi Suhu
menggunakan
Split Windows
Algoritma
Data Perubahan
Suhu Permukaan
lahan Secara Global
Eropa
Hikmah Fajar
Assidiq*
Analisa Dinamika suhu
permukaan berbasis Spasio
Temporal di Kabupaten
Klaten
Mengetahui
Perubahan Penutup
lahan dan suhu
permukaan pada tahun
2002, 2005, 2008,
2011, 2014 dan 2017
a) Menggunakan
citra landsat 7
dan 8
b) Transformasi
Spektral NDVI
c) Ektraksi
Menggunakan
metode Single
channel band
Data Perubahan
penutup lahan, suhu
permukaan pada
tahun 2002, 2005,
2008, 2011, 2014,
dan 2017 di
Kabupaten Klaten
Kabupaten
Klaten, Jawa
Tengah
*Penelitian dilakukan oleh Penulis
27
1.6. Kerangka Penelitian
Pertumbuhan penduduk merupakan gejala sosial yang terus meningkat
setiap tahunnya. Pertumbuhan penduduk yang signifikan memiliki dampak
pada Penutup lahan. Penutup lahan yang berkurang menimbulkan
permasalahan ekologis dan klimatologis. Salah satu permasalahan yang cukup
besar yang dapat timbul ialah Global Warming/ Pemanasan Global. Pemanasan
global dapat timbul karena menurunnya kemampuan vegetasi untuk menyerap
panas dan O2. Dampak Pemanasan global ialah perubahan iklim seperti
naiknya permukaan air laut, meningkatnya intensitas fenomena cuaca ekstrim
Suhu udara dapat diidentifikasi berdasarkan Suhu Permukaan. Suhu
Permukaan berdasarkan berbagai telaah pustaka dapat dilakukan dengan
menggunakan citra penginderaan jauh. Salah satu citra tersebut ialah Landsat.
Landsat dilakukan ektrasi melalui saluran inframerah thermal. Saluran tersebut
melakukan perekaman ke objek dengan berdasarkan panas pancaran yang
dikirim dan dikembalikan. Ektrasi suhu permukaan pada landsat dilakukan
dengan menggunakan metode single band.
Berdasarkan berbagai Penelitian sebelumnya dapat diketahui bahwa
Proses ektrasi dilakukan dengan menggunakan variabel penutup lahan.
Variabel penutup lahan diperoleh dengan menggunakan klasifikasi citra yang
sama dengan ektrasi suhu permukaan. Perbedaan terletak pada saluran citra
landsat jika penutup lahan didapatkan dari hasil klasifikasi citra saluran
multispektral, sedangkan data suhu permukaan didapatkan dari ekstraksi citra
dengan menggunakan saluran thermal. Citra yang digunakan adalah citra
Landsat 7 dan citra landsat 8. Citra tersebut memiliki perbedaan kualitas
sehingga diperlukaan pengolahan prepocressing untuk dapat menyeimbangkan
kualitas citra. Penggunaan Dua jenis citra berbeda dikarenakan periode analisis
dilakukan pada tahun 2002, 2005, 2008, 2011, 2014 dan 2017. Berdasarkan
dari penjelasan tersebut, kerangka penelitian disusun sebagai berikut :
28
Gambar 1.6 Kerangka Penelitian
29
1.7. Batasan Operasional
Penginderaan jauh merupakan suatu seni dan ilmu untuk mendapatkan
informasi mengenai suatu obyek alat tanpa kontak langsung dengan obyek
melalui analisa citra satelit (Lillesand & Kiefer, 1990).
Sistem Informasi georafis ialah gabungan dari beberapa komponen
perangkat keras, piranti lunak, data geografis, dan personel yang memiliki
kesamaan unsur dan saling berkaitan sehingga memungkinkan untuk
perekaman, penyimpanan, analisis /pengolahan dan visualiasi data secara
optimal (esri,1990).
Penutup lahan ialah sebagai usaha manusia dalam memanfaatkan
lingkungan alamnya untuk memenuhi kebutuhan kebutuhan terntentu dalam
kehidupannya
Transformasi spektral ialah pengolahan citra yang digunakan untuk
mendapatkan informasi baru
Citra landsat merupakan citra dengan band dan rentang spektrum
gelombang elektromagnetik yang bervariasi disbanding citra lain
( USGS,2013 ).
Single Channel band merupakan formula matematika dinamis yang mampu
menyajikan informasi suhu permukaan lahan dengan menggunakan 1 band
thermal pada citra penginderaan jauh.
Suhu Permukaan lahan merupakan sebagai keadaan yang dikendalikan oleh
keseimbangan energi permukaan, atmosfer, sifat termal dari permukaan,
dan media bawah permukaan tanah (Becker & Li, 1990)