BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Profesionalisme Auditor 2.1.1 ...
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang...
Transcript of BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang...
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Benturan kepentingan yang seringkali terjadi antara pihak prinsipal
(pemegang saham) dan pihak agen (manajemen) dapat menyebabkan adanya
asimetri informasi. Asimetri informasi apabila digunakan dalam proses
pengambilan keputusan tentunya dapat mengurangi kualitas keputusan yang
diambil karena informasi tersebut bersifat bias. Untuk meminimalkan jumlah
asimetri informasi ini diperlukan evaluasi terhadap laporan keuangan yang dalam
pelaksanaannya, pihak prinsipal membutuhkan pihak ketiga yang berkompeten
dan bersifat independen.
Akuntan publik adalah pihak eksternal yang memiliki peran penting dalam
memberikan opini atas tingkat kewajaran laporan keuangan yang disajikan oleh
manajemen. Untuk mendapatkan opini yang sesuai, akuntan publik harus
membandingkan dokumen-dokumen transaksi perusahaan dengan fakta yang
sebenarnya. Dalam memberikan opini, akuntan publik harus independen agar
laporan keuangan dan opini audit dapat memberikan informasi yang andal.
Keandalan informasi akan mempengaruhi kualitas dari keputusan yang diambil.
Hubungan auditor dan klien menjadi hal yang perlu diperhatikan dalam suatu
perikatan. Menjaga hubungan baik dengan klien memang hal yang penting, akan
tetapi auditor harus dapat mempertahankan sikap skeptis agar dapat memberikan
professional judgement (pertimbangan profesional) dengan baik. Sikap skeptis
inilah yang dapat menjadi pegangan agar auditor tetap independen dalam
2
menjalankan tugasnya. Oleh karena itu perlu adanya pembatasan sejauh mana
hubungan auditor dan klien.
Baik tidaknya hubungan auditor dan klien umumnya sangat dipengaruhi oleh
masa perikatan auditor dan klien (audit tenure). Semakin lama masa perikatan
membuat auditor semakin memahami kondisi klien. Regulator menduga semakin
panjang waktu audit (hubungan auditor-klien yang lama), maka auditor akan
semakin sering mengkompromikan pilihan akuntansi dan pelaporan klien dalam
bisnisnya sehingga mengurangi independensi audit (Siregar et al., 2011).
Berdasarkan fakta tersebut, maka dikeluarkan konsep rotasi auditor (auditor
rotation). Rotasi auditor dapat dibedakan menjadi dua, yaitu rotasi pada tingkat
KAP (audit-firm rotation) dan rotasi pada tingkat akuntan publik (audit-partner
rotation). Rotasi akuntan publik sudah banyak diadopsi oleh banyak negara di
dunia, akan tetapi hingga saat ini, rotasi KAP masih menjadi perdebatan antara
praktisi dan dewan standard akuntansi (Siregar et al., 2012).
Skandal akuntansi yang terjadi di perusahaan-perusahaan besar di Amerika
Serikat seperti Enron, WorldCom, Xerox, dan perusahaan farmasi Merck pada
awal bulan Juni 2002 telah mengakibatkan turunnya kepercayaan publik terutama
investor di pasar modal terhadap pelaporan keuangan yang dilakukan perusahaan.
Skandal akuntansi serupa juga terjadi pada Telkom dan Indofarma yang
mengharuskan penilaian kembali laba yang dilaporkan perusahaan pada periode
yang lalu. Akuntan publik yang mengaudit perusahaan yang terkena skandal
akuntansi tersebut juga tergolong KAP yang berukuran besar dan mempunyai
reputasi di bidang keuangan, namun ternyata hal itu tidak menjamin bahwa
3
laporan keuangan perusahaan mencerminkan nilai perusahaan yang sesungguhnya
(Riyatno, 2007).
Fakta-fakta tersebut mendorong Pemerintah Indonesia untuk mengeluarkan
aturan mengenai rotasi wajib auditor yang tertuang dalam Keputusan Menteri
Keuangan No. 423/KMK.06/2002. Rotasi KAP ditetapkan selama 5 tahun buku
dan rotasi akuntan publik ditetapkan selama 3 tahun buku. Auditor atau KAP yang
sama dapat memberikan jasa audit kembali setelah tidak mengaudit perusahaan
yang sama selama 1 tahun buku. Pada tahun 2008, keputusan menteri keuangan
tersebut mengalami revisi dengan dikeluarkannya Peraturan Menteri Keuangan
No. 17/PMK.01/2008. Dalam peraturan yang baru disebutkan bahwa rotasi KAP
ditetapkan selama 6 tahun buku dan rotasi akuntan publik tetap selama 3 tahun.
Untuk masa peralihan tetap selama 1 tahun buku sama seperti KMK tahun 2002.
Pemberlakuan peraturan ini menimbulkan banyak pro dan kontra dari para
akademisi dan praktisi hampir di seluruh dunia, begitu juga di Indonesia.
Pendukung rotasi auditor berpendapat bahwa rotasi auditor dapat meminimalkan
adanya potensi penurunan independensi oleh auditor. Apabila rotasi cukup sering
dilakukan, maka auditor yang baru dapat menilai dan memperbaiki potensi
penurunan independensi oleh auditor sebelumnya. Pendapat lain yang mendukung
dilakukannya rotasi adalah rotasi auditor memungkinkan adanya informasi baru
atas perusahaan. Auditor yang baru dapat memberikan pandangan baru atas
kondisi perusahaan yang dapat meningkatkan potensi pemberian pertimbangan
profesional yang baik. Informasi baru yang didapatkan dapat mendorong auditor
untuk melakukan inovasi terhadap langkah-langkah yang ditempuh selama
melakukan audit atas suatu perusahaan (Siregar et al., 2012).
4
Pihak yang tidak mendukung rotasi auditor berpendapat bahwa adanya rotasi
auditor akan meningkatkan cost dan risiko baik dari pihak klien maupun pihak
auditor. Pada awal masa perikatan auditor perlu mengumpulkan informasi
sebanyak-banyaknya kemudian menentukan prosedur audit yang tepat untuk
perusahaan. Hal ini tentu membutuhkan waktu lebih banyak dan cost yang tinggi.
Selain itu, rotasi juga dapat meingkatkan risiko kegagalan audit. Risiko kegagalan
audit meningkat seiring dengan masih terbatasnya informasi yang dimiliki oleh
auditor baru. Lamanya masa perikatan memungkinkan auditor lebih memahami
kondisi klien karena auditor dapat menyerap informasi sebanyak-banyaknya dari
klien yang pada akhirnya dapat menurunkan risiko kegagalan audit (Siregar et al.,
2012).
Penelitan sebelumnya menyebutkan bahwa aturan untuk melakukan rotasi
auditor bukanlah aturan yang efektif. Siregar et al. (2011 & 2012) tidak
menemukan bukti yang kuat bahwa aturan rotasi KAP yang tertuang dalam
Keputusan Menteri Keuangan No. 423/KMK.06/2002 berpengaruh positif dan
efektif dalam meningkatkan kualitas audit. Eurocham juga menyebutkan bahwa
rotasi wajib tidak penting untuk mempromosikan atau menjamin kualitas audit.
Eurocham mencatat berbagai studi eksternal yang dilakukan akademisi
independen yang terpandang, hampir semua mengakui kerugian signifikan dari
peningkatan biaya audit.
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas maka penelitian ini
mengambil judul “Analisis Pengaruh Rotasi KAP dan Ukuran KAP terhadap
Independensi Auditor: Tinjauan Efektivitas Mandatotry Audit-Firm Rotation
5
di Indonesia Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan No.
17/PMK.01/2008 (Studi pada Perusahaan yang Terdaftar di BEI 2003-2013)”.
1.2 Rumusan Masalah
Rotasi auditor bukanlah suatu isu yang baru. Penelitian akan isu ini pun telah
banyak dilakukan, akan tetapi isu ini masih menjadi perdebatan karena masing-
masing pihak baik yang mendukung maupun menentang konsep ini mempunyai
argumen yang kuat. Alasan utama dilakukannya rotasi auditor adalah untuk tetap
menjaga independensi dan kredibilitas auditor akan opini audit yang
dikeluarkannya.
Ukuran KAP diduga juga dapat mempengaruhi tingkat independensi dan
kredibilitas auditor. KAP besar (Big 4) hampir selalu memiliki independensi dan
kredibiltas yang baik bila dibandingkan dengan KAP non-Big 4. Opini audit yang
dikeluarkan oleh auditor diharapkan mampu menjamin bahwa laporan keuangan
perusahaan mencerminkan nilai perusahaan yang sesungguhnya. Kegagalan dalam
pelaporan keuangan dalam bentuk kecurangan atau kesalahan yang tidak dapat
diungkapkan oleh KAP saat melakukan audit mengakibatkan kerugian besar bagi
investor dan kreditor (Riyatno, 2007).
Berdasarkan uraian tersebut peneliti ingin menguji pengaruh rotasi wajib KAP
dan ukuran KAP terhadap independensi auditor. Masalah dalam uraian tersebut
dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Apakah rotasi KAP berpengaruh positif terhadap independensi auditor
pada periode sebelum dan sesudah diterbitkannya Peraturan Menteri
Keuangan No. 17/PMK.01/2008?
6
2. Apakah ukuran KAP berpengaruh positif terhadap independensi auditor
pada periode sebelum dan sesudah diterbitkannya Peraturan Menteri
Keuangan No. 17/PMK.01/2008?
1.3 Batasan Masalah
Penelitian yang dilakukan oleh penulis terbatas pada pengaruh rotasi KAP
dan ukuran KAP akan berpengaruh terhadap independensi auditor atau tidak pada
periode sebelum dan sesudah diterbitkannya Peraturan Menteri Keuangan No.
17/PMK.01/2008. Penelitian ini tidak akan membahas pengaruh rotasi akuntan
publik yang juga merupakan bagian dari rotasi auditor. Penelitian ini murni
bersifat kuantitatif.
1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.4.1 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan:
1. Untuk menguji dan memperoleh bukti empiris apakah rotasi KAP
berpengaruh terhadap independensi auditor pada periode sebelum dan
sesudah diterbitkannya Peraturan Menteri Keuangan No.
17/PMK.01/2008.
2. Untuk menguji dan memperoleh bukti empiris apakah ukuran KAP
berpengaruh terhadap independensi auditor pada periode sebelum dan
sesudah diterbitkannya Peraturan Menteri Keuangan No.
17/PMK.01/2008.
1.4.2 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:
7
1. Bagi Profesi Akuntan Publik
Hasil penelitian ini menjadi informasi pendukung yang dapat
memberikan gambaran tentang pengaruh rotasi KAP dan ukuran
KAP terhadap independensi auditor.
2. Bagi Manajemen
Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk memberikan gambaran
tentang pengaruh rotasi KAP dan ukuran KAP tehadap independensi
auditor yang dapat mempengaruhi kualitas audit
3. Bagi Pemerintah
Hasil penelitian ini dapat dijadikan informasi pendukung dalam
evaluasi kebijakan maupun pengambilan keputusan selanjutnya yang
berkaitan dengan rotasi auditor.
4. Bagi Peneliti Selanjutnya
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi dalam
penelitian yang berkaitan dengan pengaruh rotasi KAP dan ukuran
KAP terhadap independensi auditor.
1.5 Sistematika Penulisan
BAB I PENDAHULUAN
Berisi tentang latar belakang pemilihan judul, rumusan masalah, tujuan
penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan skripsi.
BAB II LANDASAN TEORI
Berisi tentang teori-teori yang diperoleh melalui studi pustaka dari berbagai
literatur yang berkaitan dengan masalah penelitian untuk selanjutnya
8
digunakan sebagai landasan dalam menarik hipotesis, memaparkan penelitian
terdahulu, dan kerangka berfikir.
BAB III METODE PENELITIAN
Berisi tentang data-data yang diperlukan meliputi objek penelitian,
data/variabel yang digunakan, metode pengumpulan data, alat analisis yang
digunakan, metode analisis, dan metode pengujian data.
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Berisi tentang hasil analisis data yang telah dilakukan, berupa perhitungan
dan hasil akhir yang diperoleh. Dalam bab ini juga dijelaskan deskripsi
objektif atas hasil yang diperoleh.
BAB V PENUTUP
Berisi kesimpulan mengenai objek yang diteliti berdasarkan hasil analisis
data dan memberikan saran bagi pihak terkait.
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Agency Theory (Teori Agensi)
Menurut Anthony & Govindarajan (2007), teori agensi mengungkapkan
tentang bagaimana kontrak dan insentif dapat digunakan untuk memotivasi
individu-individu untuk mencapai keselarasan tujuan. Hubungan agensi ada ketika
salah satu pihak (prinsipal) menyewa pihak lain (agen) untuk melaksanakan suatu
jasa, yang mendelegasikan wewenang untuk membuat keputusan kepada agen
tersebut. Dalam suatu korporasi, pemegang saham merupakan prinsipal dan CEO
adalah agen mereka. Pemegang saham menyewa CEO dan mengharapkan ia untuk
bertindak bagi kepentingan mereka. Salah satu elemen kunci dari teori agensi
adalah bahwa prinsipal dan agen memiliki tujuan yang berbeda. Kontrak insentif
akan mengurangi perbedaan tujuan ini.
Teori agensi mengasumsikan bahwa semua individu bertindak untuk
kepentingan mereka sendiri. Agen diasumsikan tidak hanya akan puas atas
besarnya jumlah kompensasi, tetapi juga kepuasan-kepuasan lain seperti
banyaknya waktu luang, jam kerja yang fleksibel, dan kondisi kerja yang
menarik.Sedangkan prinsipal (pemegang saham) diasumsikan hanya tertarik pada
pengembalian keuangan yang diperoleh dari investasi mereka di perusahaan
tersebut (Anthony & Govindarajan 2007).
Perbedaan tujuan yang terkait dengan kompensasi dan tambahan timbul
ketika prinsipal tidak dapat dengan mudah memantau tidakan agen. Karena
prinsipal tidak memiliki informasi yang mencukupi mengenai kinerja agen,
prinsipal tidak dapat merasa pasti bagaimana usaha agen memberikan kontribusi
10
pada hasil actual perusahaan. Situasi ini disebut sebagai asimeri informasi. Untuk
dapat meminimalkan adanya informasi asimetri, maka diperlukan mekanisme
pengedalian yang tepat, yaitu pemantauan dan insentif (Anthony & Govindarajan
2007).
2.2 Pengauditan
Definisi pengauditan menurut American Accounting Associatons (AAA)
adalah suatu proses yang sistematis untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti-
bukti secara objektif mengenai asersi-asersi kegiatan dan peristiwa ekonomi
dengan tujuan menetapkan derajat kesesuaian antara asersi-asersi tersebut dengan
kriteria yang telah ditetapkan dan menyampaikan hasilnya kepada pihak-pihak
yang berkepentingan (Boynton & Johnson, 2006).
Semua perusahaan wajib secara hukum melakukan audit eksternal terhadap
laporan keuangannya. Untuk beberapa perusahaan kecil yang merupakan
perusahaan privat, perusahaan dibebaskan dari kewajiban melakukan audit
eksternal. Akan tetapi semua perusahaan tetap wajib untuk membuat laporan
keuangan. Hal ini akan membantu perusahaan apabila perusahaan membutuhkan
pinjaman (Porter et al., 2003).
Menurut Porter et al. (2003), terdapat dua alasan yang mendasari perlunya
dilakukan audit atas laporan keuangan, yaitu kebutuhan untuk mengomunikasikan
informasi keuangan dan kebutuhan untuk memastikan informasi yang
dikomunikasikan reliabel. Seiring dengan pertumbuhan perusahaan, pengelolaan
atas perusahaan dapat berpindah tangan dari yang awalnya dikelola oleh anggota
keluarga menjadi dikelola oleh manajer profesional. Kondisi ini menimbulkan
kewajiban bagi manajemen untuk melaporkan kinerja perusahaan kepada pemilik