BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAHrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2274/2/T2... ·...

12
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial, individu, dan berketuhanan. Sebagai makhluk sosial, individu dalam kehidupan sehari-hari melakukan interaksi dengan individu lain. Oleh karenanya di samping seseorang individu harus memahami dirinya sendiri, ia juga harus memahami orang lain dan memahami kehidupan bersama di dalam masyarakat, memahami lingkungan serta memahami bahwa ia adalah makhluk Tuhan. Dengan demikian, maka setiap individu tentu memiliki kebutuhan, karena itu remaja tumbuh dan berkembang untuk mencapai kondisi fisik dan social psikologis yang lebih sempurna dalam kehidupannya. Dalam proses pertumbuhan dan perkembangan menuju ke jenjang kedewasaan, kebutuhan hidup seseorang mengalami perubahan-perubahan sejalan dengan tingkat pertumbuhan dan perkembangannya. Hal ini termasuk juga golongan remaja yang merupakan individu dengan perkembangan fisik dan sosial psikologisnya. Remaja adalah tingkat perkembangan anak yang telah mencapai jenjang menjelang dewasa. Pada jenjang ini, kebutuhan remaja telah cukup kompleks, cakrawala interaksi sosial dan pergaulan remaja telah cukup luas. Dalam penyesuaian diri terhadap lingkungannya, remaja telah mulai memperhatikan dan mengenal berbagai norma sosial. Remaja yang telah mulai mengembangkan kehidupan bermasyarakat, maka telah mempelajari pola-pola sosial yang sesuai dengan kepribadiannya. Pola-pola sosial yang perlu berkembang terus dalam kehidupan remaja, salah satunya adalah perilaku prososial. Sebagai anggota masyarakat remaja juga membutuhkan partisipasi dan uluran tangan untuk

Transcript of BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAHrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2274/2/T2... ·...

Page 1: BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAHrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2274/2/T2... · 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial, individu,

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

Pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial, individu, dan

berketuhanan. Sebagai makhluk sosial, individu dalam kehidupan sehari-hari

melakukan interaksi dengan individu lain. Oleh karenanya di samping seseorang

individu harus memahami dirinya sendiri, ia juga harus memahami orang lain

dan memahami kehidupan bersama di dalam masyarakat, memahami

lingkungan serta memahami bahwa ia adalah makhluk Tuhan. Dengan

demikian, maka setiap individu tentu memiliki kebutuhan, karena itu remaja

tumbuh dan berkembang untuk mencapai kondisi fisik dan social psikologis

yang lebih sempurna dalam kehidupannya. Dalam proses pertumbuhan dan

perkembangan menuju ke jenjang kedewasaan, kebutuhan hidup seseorang

mengalami perubahan-perubahan sejalan dengan tingkat pertumbuhan dan

perkembangannya. Hal ini termasuk juga golongan remaja yang merupakan

individu dengan perkembangan fisik dan sosial psikologisnya.

Remaja adalah tingkat perkembangan anak yang telah mencapai jenjang

menjelang dewasa. Pada jenjang ini, kebutuhan remaja telah cukup kompleks,

cakrawala interaksi sosial dan pergaulan remaja telah cukup luas. Dalam

penyesuaian diri terhadap lingkungannya, remaja telah mulai memperhatikan

dan mengenal berbagai norma sosial. Remaja yang telah mulai mengembangkan

kehidupan bermasyarakat, maka telah mempelajari pola-pola sosial yang sesuai

dengan kepribadiannya. Pola-pola sosial yang perlu berkembang terus dalam

kehidupan remaja, salah satunya adalah perilaku prososial. Sebagai anggota

masyarakat remaja juga membutuhkan partisipasi dan uluran tangan untuk

Page 2: BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAHrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2274/2/T2... · 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial, individu,

2

memenuhi kebutuhan hidup. Partisipasi yang diharapkan adalah perilaku

prososial, yaitu suka rela menolong orang lain tanpa ingin memperoleh imbalan

dan penolong merasa puas setelah menolong.

Pengembangan perilaku prososial dikalangan remaja saat ini sangat

diperlukan. Bila perilaku generasi bangsa tidak mengarah ke perilaku prososial,

maka tidak ada rasa peduli terhadap masyarakat (Edison, 2005). Perilaku

prososial adalah segala perilaku yang menguntungkan orang lain atau memiliki

konsekuensi sosial yang positif (Staub, 1978). Menurut Deaux, Dane,

Wrightsman dan Singelman (1993), perilaku prososial merupakan kebalikan

dari perilaku anti-sosial. Perilaku prososial meliputi intervensi pada saat kondisi

darurat, beramal, bekerjasama, menyumbang, menolong, berkorban, dan

berbagi.

Namun kenyataannya, karena makin kompleksnya kehidupan sekarang

ini yang ditandai dengan heterogennya masyarakat, mobilitas warga yang cukup

tinggi dan tuntutan kehidupan yang keras, tidak jarang mengakibatkan tumbuh

suburnya perilaku anti sosial yang merugikan orang lain. Gejala ini dapat dilihat

dari berbagai media, baik media cetak maupun media elektronik. Hampir setiap

hari media memberitakan tentang berbagai tindak kejahatan yang dilakukan oleh

individu dan yang merugikan individu lain seperti pemerkosaan, penjambretan,

pemukulan, pembunuhan, dan lain sebagainya. Bahkan tidak jarang perilaku

anti sosial itu dilakukan oleh anak-anak dan remaja. Sangatlah memprihatinkan

karena era modernisasi ini banyak orang yang tidak mempedulikan interaksinya

dengan lingkungan, era modern ini membuat manusia kehilangan cintanya

kepada yang lain.

Fenomena para remaja yang kurang memiliki perilaku social juga

terdapat di remaja-remaja PPA Solo. Dari hasil wawancara penulis dengan salah

seorang guru PPA juga mengatakan bahwa remaja sekarang ini kurang mampu

Page 3: BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAHrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2274/2/T2... · 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial, individu,

3

untuk memiliki kesadaran menolong orang lain, membantu orang lain yang

membutuhkan pertolongan, sikap acuh kepada teman yang sedang mengalami

kesulitan, tidak adanya keinginan untuk memberi dukungan satu sama lain yang

disebabkan oleh adanya perasaan bahwa masalah pribadi jangan dibebankan

kepada orang lain.

Fenomena yang lain adalah remaja usia 15 tahun memiliki rasa

kebersamaan hanya dengan kelompok yang sama usianya, mereka sulit

kerjasama dengan kelompok usia di bawahnya maupun di atasnya. Menurut

penuturan mentor yang ada, alasan remaja bersikap seperti itu adalah karena

adanya anggapan bahwa bekerja sama dengan kelompok usia yang berbeda

hanya mendatangkan keuntungan yang sangat sedikit. Kasus yang muncul lagi

yaitu sangat rendahnya keinginan beberapa remaja untuk menyumbang bagi

orang lain. Fenomena ini ditemukan saat beberapa PPA membuat program

kunjungan ke panti asuhan, barang-barang yang terkumpul untuk panti asuhan

hanya sedikit dari kalangan remaja. Kondisi ini membuat keprihatinan bagi

beberapa mentor remaja di PPA Solo. Remaja sekarang ini cenderung bersifat

individualistis, rasa kepedulian terhadap lingkungan kurang. Tidaklah salah bila

era modern ini disebut sebagai era individualis, egoistis, sifat relasi kontraktual,

hanya berdasar pada untung rugi dan eksploitasi yang tidak manusiawi. Untuk

mengurangi faktor risiko keterlibatan anak dan remaja dalam tindak anti-sosial

maka perlu dikembangkan perilaku prososial.

Dari hasil penelitian Eisenberg dan Fabes (dalam Hetherington & Parke,

1999) menemukan bahwa semakin bertambah besar, anak pada umumnya lebih

sering menunjukkan perilaku prososial. Hal ini karena seiring dengan

bertambahnya usia, anak-anak semakin mampu untuk mendeteksi tanda-tanda

bahwa seseorang membutuhkan bantuan. Senada yang diungkap oleh Giller

(dalam Retnaningsih, 2005), perilaku anti sosial pada dasarnya dapat dicegah

Page 4: BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAHrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2274/2/T2... · 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial, individu,

4

salah satunya dengan mengembangkan perilaku prososial. Pendapat tersebut

didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Hamalaimen dan Pulkkinen

(dalam Hastings, Zahn – Waxler, Robinson, Usher & Bridges, 2000) yang

menemukan bahwa pria dan wanita dewasa yang pada masa kecilnya lebih

prososial, lebih jarang ditangkap atau ditahan karena kejahatan. Hasil penelitian

tersebut juga menunjukkan bahwa perilaku kriminal paling banyak dilakukan

oleh orang dewasa yang di masa kanak-kanaknya memiliki agresivitas tinggi,

serta rendah dalam perilaku prososial.

Adapun perilaku prososial yang muncul didasari beberapa faktor yang

penting. Faktor-faktor yang memengaruhi seseorang melakukan prososial di

antaranya: pertama, Self-Gain (pemerolehan diri) yang merupakan harapan

seseorang untuk memperoleh atau menghindari kehilangan sesuatu, misalnya :

ingin mendapatkan pengakuan, pujian atau takut dikucilkan; kedua Personal

value and norms (norma-norma) di mana merupakan nilai-nilai dan norma-

norma sosial pada individu selama mengalami sosialisasi dan sebagian nilai

serta norma tersebut berkaitan dengan tindakan prososial, seperti menegakkan

kebenaran dan keadilan serta adanya norma timbal balik; dan yang ketiga

Empathy (empati), suatu kemampuan seseorang untuk ikut merasakan perasaan

atau pengalaman orang lain. Jadi kemampuan empati ini erat kaitannya dengan

pengambilan peran Staub (dalam Hudaniah & Dayakisni, 2006),

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Rahman (2006) terhadap 90 orang

mahasiswa Bimbingan Konseling Universitas Negeri Yogyakarta menghasilkan

nilai koefisien korelasi sebesar 0.325 itu berarti bahwa perilaku prososial

mahasiswa tidak dipengaruhi dan tidak berhubungan signifikan dengan kualitas

empati atau dengan kata lain hanya 32,5 % sumbangan kualitas empati terhadap

perilaku prososial. Penelitian lain menemukan bahwa pengaruh kematangan

emosi terhadap perilaku prososial adalah sebesar 44,2 %. Kematangan emosi di

Page 5: BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAHrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2274/2/T2... · 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial, individu,

5

sini akan membuat individu lebih berempati, sedang empati merupakan akar

dari perilaku prososial yang dilakukan individu Hidayati (2002). Hal senada

juga diungkap oleh Permatasari (2008) dalam jurnalnya yang berjudul hubungan

antara empati dengan kecenderungan perilaku prososial pada perawat di RSU

Kardinah Tegal, menunjukkan hubungan positif yang sangat signifikan antara

variabel empati dengan variabel kecenderungan perilaku prososial pada perawat

dengan koefisien korelasi (r) sebesar 0,790 dengan p < 0,05. Penelitian lain juga

dilakukan oleh Pujiyanti (2000) mengenai kontribusi empati terhadap perilaku

prososial pada siswa siswi SMA negeri 1 Setu Bekasi dan hasil perhitungan

diperoleh nilai F sebesar 69,183; p < 0,05. Nilai R diperoleh sebesar 0,710 dan

R square sebesar 0,504. Dengan demikian, dapat disimpulkan adanya kontribusi

empati secara signifikan terhadap perilaku prososial pada siswa siswi, dan

empati memberikan kontribusi terhadap prososial sebesar 50,4 %. Melihat

sumbangan empati terhadap perilaku prososial masih bervariasi, maka penulis

tertarik untuk kembali meneliti hal ini dengan subyek anak-anak PPA di Solo.

Menurut Watson, Tragerhan, dan Frank (1984), kemampuan empati

adalah kemampuan seseorang untuk mengenal dan memahami emosi, pikiran,

serta sifat orang lain. Individu memikirkan dirinya berada dalam posisi orang

lain, membayangkan menjadi orang lain namun tetap mengingat bahwa ia tetap

dirinya sendiri bersama pikiran, perasaan, dan persepsinya (Smart dan Smart,

1980). Empati merupakan salah satu faktor munculnya tindakan prososial,

karena dalam empati terdapat komponen afektif. Tujuan dari komponen afektif

ini adalah menolong individu menguasai keterampilan hidup (life skills).

Keterampilan-keterampilan psikologis yang termasuk dalam life skills salah

satunya mendengarkan dan memahami secara empatik (empatic understanding),

tidak hanya merasakan penderitaan orang lain tetapi juga mengekspresikan

Page 6: BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAHrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2274/2/T2... · 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial, individu,

6

kepedulian dan mencoba melakukan sesuatu untuk meringankan penderitaan

mereka.

Menurut Walgito (2002), empati sebagai tanggapan afeksi seseorang

terhadap suatu hal yang dialami orang lain seolah-olah mengalami sendiri hal

tersebut dan diwujudkan dengan bentuk menolong, menghibur, berbagi, dan

bekerjasama dengan orang lain, sedangkan Djauzi dan Supartondo (2004)

mengartikan empati adalah kemampuan untuk menghayati perasaan orang lain,

yang secara garis besar empati ini dibagi dalam proses deteksi keadaan efektif

dan respon yang sesuai. Misalnya, individu yang memiliki empati tinggi lebih

termotivasi untuk menolong seorang teman daripada mereka yang memiliki

empati rendah. Kepedulian untuk menolong seseorang merupakan definisi

penting dari prososial. Tingkah laku prososial (prosocial behavior) adalah suatu

tindakan menolong yang menguntungkan orang lain tanpa harus menyediakan

suatu keuntungan langsung pada orang yang melakukan tindakan tersebut, dan

mungkin bahkan melibatkan suatu risiko bagi orang yang menolong.

Di sisi lain, perilaku prososial oleh sebagian ahli dideskripsikan sebagai

bentuk perilaku yang cenderung menguntungkan orang lain. Perilaku yang

tercakup di dalamnya adalah memberi rasa aman terhadap orang lain

(comforting), saling berbagi, bekerja secara kooperatif, dan menunjukkan sikap

empatik terhadap orang lain (Robinson & Cury, 2005). Kajian yang mendalam

tentang perilaku prososial tersebut bersifat kompleks dan sering kali tumpang

tindih dengan kualitas kepribadian lainnya. Oleh karena itu, Eisenberg dan

Miller menyatakan bahwa empati, altruistik, dan perilaku prososial merupakan

konstruksi istilah yang saling berkaitan erat satu sama lain (Hojat et. al., 2005).

Oleh karena peristilahan yang tumpang tindih tersebut, banyak ahli yang

berasumsi bahwa perilaku prososial seseorang dibentuk dari kualitas empati dan

altruistik (Robinson & Cury, 2005).

Page 7: BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAHrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2274/2/T2... · 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial, individu,

7

Hetherington dan Parke (1999) juga mengatakan bahwa sebagaimana

perilaku sosial pada umumnya, perkembangan perilaku prososial dipengaruhi

oleh banyak factor selain empati. Salah satunya adalah faktor keluarga. Terdapat

cara untuk mengembangkan perilaku moral anak yang mengarah pada perilaku

prososial, yaitu dengan orang tua berperan strategis untuk memberikan pola

asuh yang terbaik bagi perkembangan moral anak. Salah satunya melalui pola

asuh authoritative atau dikenal juga dengan istilah pola asuh demokratis.

Demikian pula dikatakan oleh Staub (1978) bahwa hubungan afeksi

antara anak dengan orang tua merupakan dasar bagi perkembangan

kecederungan perilaku prososial. Hubungan afeksi antara anak dan orang tua

dapat tercermin dalam bentuk pola asuh yang diterapkan dalam keluarga.

Tingkah laku sosial sebagai bentuk tingkah laku yang menguntungkan orang

lain tidak terlepas dari peranan pola asuh di dalam keluarga.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Diana Baumrind (1991).

ditemukan bahwa pola asuh authoritative memberikan kontrol perilaku pada

anak tetapi juga menekankan pada kebebasan berpendapat, individualitas anak,

dan mengembangkan tanggung jawab dan kompetensi sosial. Sementara ini,

kompetensi sosial meliputi perilaku berbagi dengan teman sebaya, menawarkan

bantuan, melakukan pujian dan penghargaan kepada teman sebaya. Karakter

kompetensi sosial tersebut mengarah pada bentuk perilaku prososial Goldstein

(dalam Fatur 2006), sehingga bentuk perilaku prososial penting bagi anak dalam

mengembangkan kompetensi sosialnya. Menurut Grusec (dalam Mahmud,

2003) juga dikatakan bahwa pola asuh authoritative menghasilkan anak mampu

bersosialisasi, yaitu anak yang mampu bekerjasama, ramah, stabil secara

emosional, dan bahagia.

Penelitian yang juga dilakukan oleh Grusec (dalam Mahmud, 2003)

menunjukkan bahwa ada bukti kuat jika model memperlihatkan perilaku

Page 8: BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAHrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2274/2/T2... · 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial, individu,

8

menolong, berbagi atau menunjukkan perhatian kepada orang lain, maka anak

akan melakukan hal yang sama, karena ada proses identifikasi mandiri

(dominasi sosial, nonkonformitas dan bertujuan) termasuk di dalamnya

penggunaan perilaku menolong yang dilakukan oleh orang tuanya. Penelitian

yang dilakukan oleh Nurhaidah (dalam Mahmud, 2003) tentang hubungan orang

tua dan anak, menemukan hasil yang menyatakan bahwa hubungan orang tua

dan anak yang authoritative (taraf partisipasi anak dalam menentukan kegiatan-

kegiatannya dalam keluarga bahwa dalam hubungan tersebut terdapat sikap

terbuka dan percaya dan menjadi komponen hubungan interpersonal)

berpengaruh pada perilaku prososial pada anak.

Penelitian dari Sri Mulyani (2005) menunjukkan ada hubungan antara

tingkat pola asuh authoritative dengan intensi prososial digunakan analisis

korelasi Product Moment, diperoleh nilai r = 0,503; p < 0,01). Nilai tersebut

menunjukkan bahwa hipotesis dari penelitian ini diterima, yang berarti korelasi

antara tingkat pola asuh authoritative dengan intensi prososial positif, semakin

tinggi tingkat pola asuh authoritative maka semakin tinggi intensi prososial anak

dan sebaliknya. Hal senada juga diungkap oleh Lestari (1999) dengan hasil

penelitiannya yang menyimpulkan bahwa secara simultan terpaan informasi

media massa televisi, pola asuh orang tua, dan afiliasi kelompok teman; sebaya

mempengaruhi perilaku prososial remaja. Sumbangan ketiga variabel tersebut

sebesar 45%. Sementara itu, 55% perilaku prososial remaja dijelaskan oleh

variabel lain. Secara individual hasil uji T menyimpulkan bahwa variable

terpaan informasi media massa televisi tidak mempengaruhi perilaku prososial

remaja, sedangkan variabel pola asuh orang tua dan afiliasi kelompok ternama

sebaya mempengaruhi perilaku prososial remaja. Berpengaruhnya pola asuh

orang tua dan afiliasi kelompok teman sebaya terhadap perilaku prososial

remaja, sejalan dengan teori-teori yang diajukan antara lain bahwa orang tua dan

Page 9: BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAHrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2274/2/T2... · 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial, individu,

9

kelompok teman sebaya mempengaruhi perilaku remaja termasuk perilaku

prososial.

Hasil penelitian lainnya dari Mukti (2009) tentang hubungan antara pola

asuh demokratis dengan perilaku prososial remaja di SMK PGRI 3 Sidoarjo,

dengan menggunanakan Product Moment antara variabel pola asuh demokratis

dengan perilaku prososial menghasilkan korelasi (rxy) = 0,957 dan peluang

galat sebesar (p) = 0,000, dengan harga p = 0,000 < 0,05 dengan demikian

hipotesis diterima, berarti ada hubungan positif yang sangat signifikan antara

pola asuh demokratis dengan perilaku prososial pada remaja di SMK PGRI 3

Sidoarjo, yang artinya semakin tinggi pola asuh demokratis yang diterapkan

oleh orang tua semakin tinggi pula perilaku prososial yang dimiliki remaja.

Dari hasil-hasil penelitian yang ada esensi hubungan antara orang tua

dengan anak sangat ditentukan oleh sikap orang tua dalam mengasuh anak,

bagaimana perasaan dan apa yang dilakukan orang tua. Hal ini bercermin pada

pola asuh orang tua, yakni suatu kecenderungan cara - cara yang dipilih dan

dilakukan oleh orang tua dalam mengasuh anak. Siti Meichati (dalam

Dayakisni, 1988) mengemukakan bahwa pola asuh adalah perlakuan orang tua

dalam rangka memenuhi kebutuhan, memberi perlindungan dan mendidik anak

dalam kehidupan sehari - hari. Pola asuh orang tua memiliki pengaruh yang

amat besar dalam membentuk kepribadian anak yang tangguh sehingga anak

berkembang menjadi pribadi yang percaya diri, berinisiatif, berambisi, beremosi

stabil, bertanggung jawab, mampu menjalin hubungan interpersonal yang positif

, dan berperilaku prososial. Kepribadian tersebut dapat dikembangkan dalam

keluarga.

Sedangkan pola asuh yang menerapkan disiplin dan sistem hukuman

yang berlebihan, yang tidak berusaha berkomunikasi, memberikan penjelasan,

pengertian, dan menerapkan peraturan-peraturan yang konsisten, dan yang

Page 10: BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAHrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2274/2/T2... · 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial, individu,

10

secara keterlaluan memarahi anak-anak cenderung menghalangi perkembangan

perilaku prososial anak (dalam Hastings, Zahn – Waxler, Robinson, Usher &

Bridges, 2000). Dengan adanya patokan-patokan yang jelas dan peluang untuk

berlatih alih peran, maka anak akan mengerti suatu respon atau tindakan yang

efektif sehingga tidak menduga-duga apa yang sebaiknya dilakukan. Yang perlu

diperhatikan bahwa anak berperilaku mempunyai kecenderungan untuk meniru

dan terutama perilaku orang tua atau guru harus memberikan contoh yang

mencerminkan perilaku prososial pula. (Darmadji, 2009).

Melihat berbagai fenomena dan hasil penelitian yang ada, maka penulis

ingin melakukan penelitian lebih lanjut terhadap empati dan pola asuh

demokratis sebagai predictor perilaku prososial remaja PPA di Solo. Meskipun

variabel yang akan diteliti dalam penelitian ini memiliki sejumlah kesamaan

dengan penelitian-penelitian sebelumnya, tetapi yang membedakannya adalah

subjek penelitian yang diteliti dalam penelitian ini adalah remaja PPA Solo usia

11 – 19 tahun yang semuanya masih bersekolah di SMA atau SMK, masih

memiliki orang tua yang mengasuh dan tinggal bersama orang tuanya dan aktif

mengikuti kegiatan PPA.

1.2 RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang menjadi rumusan masalah

dalam penelitian ini adalah apakah empati dan pola asuh demokratis dapat

digunakan sebagai prediktor perilaku prososial remaja PPA Solo?

1.3 TUJUAN PENELITIAN

Untuk mengetahui peran empati dan pola asuh demokratis sebagai

prediktor perilaku prososial remaja PPA Solo.

Page 11: BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAHrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2274/2/T2... · 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial, individu,

11

1.4 MANFAAT PENELITIAN

1.4.1. Secara Teoritis

1.4.1.1.Bagi disiplin Ilmu Psikologi, agar diharapkan dapat memberi

tambahan informasi dan pengetahuan tentang pengaruh empati dan pola

asuh demokratis terhadap perilaku prososial remaja.

1.4.1.2. Diharapkan dapat dijadikan bahan acuan penelitian yang akan

datang yang sesuai dengan permasalahan yang diteliti.

1.4.2. Secara Praktis

Apabila penelitian ini terbukti, maka dapat dimanfaatkan sebagai

berikut:

1.4.2.1. Bagi orang tua, agar mampu memberi model atau teladan untuk

berperilaku prososial melalui pola asuh demokratis yang diterapkan di

rumah.

1.4.2.2. Bagi remaja, agar lebih memahami pentingnya empati dalam

berperilaku prososial dan mampu terbiasa mempraktekkan dalam hidup

sehari-hari.

1.4.2.3. Bagi peneliti, agar dapat menambah wawasan mengenai Ilmu

Psikologi.

1.4.2.4. Bagi PPA (Pusat Pengembangan Anak) agar dalam

menyelenggarakan kegiatan-kegiatan kesiswaan untuk meningkatkan

empati dan perilaku prososial.

Page 12: BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAHrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2274/2/T2... · 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial, individu,

12

1.5 SISTEMATIKA PENULISAN

Untuk memperoleh pembahasan yang sistematis, penulis menyusun

tulisan ini ke dalam beberapa bab, antara lain:

Bab I, dalam bab ini penulis menguraikan pendahuluan yang di dalamnya

membahas tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian,

manfaat penelitian, serta sistematika penulisan.

Bab II, dalam bab ini penulis menguraikan tentang landasan teoritis yang

terdiri dari pengertian masing-masing variabel (XI, X2, dan Y), teori masing-

masing variabel, aspek-aspek, faktor pengaruh, model penelitian, serta hipotesis

penelitian.

Bab III, dalam bab ini penulis menguraikan tentang variabel penelitian,

definisi operasional, metodologi pengumpulan data, validitas dan reliabilitas alat

ukur, populasi dan sampel penelitian, serta teknik analisis data.

Bab IV, dalam bab ini penulis menguraikan tentang deskripsi tempat

penelitian, karakteristik responden, hasil uji validitas dan reliabelitas alat ukur,

hasil pengukuran variabel, hasil uji statistik, serta diskusi.

Bab V, dalam bab ini penulis menguraikan tentang kesimpulan dan saran

berdasarkan hasil penelitian.