BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang€¦ · proposal skripsi ini ialah pemerintahan rakyat sebagai...

23
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan era reformasi yang memberi tempat lebih jelas dan kuat kepada kedaulatan rakyat, maka salah satu wilayah pembangunan dan tata pemerintahan yang paling mendapatkan perhatian ialah wilayah dan pemerintahan desa. 1 Salah satu bentuk perhatian tersebut ialah adanya dana desa, bahkan telah juga diterbitkan pengakuannya dan ditegaskan Undang-Undang No 6 Tahun 2014 tentang Desa. 2 Dalam bagian Penjelasan Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa antara lain dijelaskan bahwa: Desa atau yang disebut dengan nama lain telah ada sebelum Negara Kesatuan Republik Indonesia terbentuk. Sebagai bukti keberadaannya, Penjelasan Pasal 18 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (sebelum perubahan) menyebutkan bahwa “Dalam territori Negara Indonesia terdapat lebih kurang 250 Zelfbesturende landschappen” dan “Volksgemeenschappen”, seperti desa di Jawa dan Bali, Nagari di Minangkabau, dusun dan marga di Palembang, dan sebagainya. Daerah-daerah itu mempunyai susunan Asli dan oleh karenanya dapat dianggap sebagai daerah yang bersifat istimewa. Negara Republik Indonesia menghormati kedudukan daerah-daerah istimewa tersebut dan segala peraturan negara yang mengenai daerah-daerah itu akan mengingati hak-hak asal usul daerah tersebut”. Oleh sebab itu, keberadaannya wajib tetap diakui dan diberikan jaminan keberlangsungan hidupnya dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. 3 1 Pernyataan ini sesungguhnya menegaskan hubungan erat antara 3 (tiga) syarat pendirian Negara sebagaimana telah ada dalam Konvensi Montevideo 1933 tentang Hak-hak dan Kewajiban-kewajiban Negara, yaitu adanya rakyat, wilayah dan pemerrintah. Tentu yang dimaksudkan dalam hubungan dengan proposal skripsi ini ialah pemerintahan rakyat sebagai hakekat dari demokrasi dan bahwa dana desa bersifat strategis terutama mengingat sebagian besar rakyat Indonesia bertempat tinggal di wilayah pedesaan dengan tingkat kesejahteraan masih rendah. 2 Undang Undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa ini diundangkan di Jakarta pada tanggal 15 Januari 2014 dalam Lembaran Negara Republik Indonesia No. 7 Tahun 2014. 3 Simak bagian Penjelasan Undang Undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa, khususnya pada baian Umum, lebih khusus lagi pada bagian Dasar Pemikiran.

Transcript of BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang€¦ · proposal skripsi ini ialah pemerintahan rakyat sebagai...

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang

    Seiring dengan era reformasi yang memberi tempat lebih jelas dan kuat kepada

    kedaulatan rakyat, maka salah satu wilayah pembangunan dan tata pemerintahan yang

    paling mendapatkan perhatian ialah wilayah dan pemerintahan desa.1 Salah satu bentuk

    perhatian tersebut ialah adanya dana desa, bahkan telah juga diterbitkan pengakuannya dan

    ditegaskan Undang-Undang No 6 Tahun 2014 tentang Desa.2

    Dalam bagian Penjelasan Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa antara

    lain dijelaskan bahwa:

    Desa atau yang disebut dengan nama lain telah ada sebelum Negara Kesatuan Republik

    Indonesia terbentuk. Sebagai bukti keberadaannya, Penjelasan Pasal 18 Undang-Undang

    Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (sebelum perubahan) menyebutkan bahwa

    “Dalam territori Negara Indonesia terdapat lebih kurang 250 “Zelfbesturende

    landschappen” dan “Volksgemeenschappen”, seperti desa di Jawa dan Bali, Nagari di

    Minangkabau, dusun dan marga di Palembang, dan sebagainya. Daerah-daerah itu

    mempunyai susunan Asli dan oleh karenanya dapat dianggap sebagai daerah yang bersifat

    istimewa. Negara Republik Indonesia menghormati kedudukan daerah-daerah istimewa

    tersebut dan segala peraturan negara yang mengenai daerah-daerah itu akan mengingati

    hak-hak asal usul daerah tersebut”. Oleh sebab itu, keberadaannya wajib tetap diakui dan

    diberikan jaminan keberlangsungan hidupnya dalam Negara Kesatuan Republik

    Indonesia.3

    1 Pernyataan ini sesungguhnya menegaskan hubungan erat antara 3 (tiga) syarat pendirian Negara

    sebagaimana telah ada dalam Konvensi Montevideo 1933 tentang Hak-hak dan Kewajiban-kewajiban

    Negara, yaitu adanya rakyat, wilayah dan pemerrintah. Tentu yang dimaksudkan dalam hubungan dengan

    proposal skripsi ini ialah pemerintahan rakyat sebagai hakekat dari demokrasi dan bahwa dana desa bersifat

    strategis terutama mengingat sebagian besar rakyat Indonesia bertempat tinggal di wilayah pedesaan

    dengan tingkat kesejahteraan masih rendah. 2 Undang Undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa ini diundangkan di Jakarta pada tanggal 15 Januari

    2014 dalam Lembaran Negara Republik Indonesia No. 7 Tahun 2014. 3 Simak bagian Penjelasan Undang Undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa, khususnya pada baian

    Umum, lebih khusus lagi pada bagian Dasar Pemikiran.

  • 2

    Uraian di atas memperlihatakan bahwa secara alamiah manusia telah mengatur

    kehidupan bersama sebagai makhluk sosial, bahkan sebelum umat manusia kemudian

    mengenal pengelompokan diri secara bersama-sama dalam suatu ikatan formal yang

    disebut sebagai negara.

    Selanjutnya juga dijelaskan bahwa:

    Keberagaman karakteristik dan jenis Desa, atau yang disebut dengan nama lain, tidak

    menjadi penghalang bagi para pendiri bangsa (founding fathers) ini untuk menjatuhkan

    pilihannya pada bentuk negara kesatuan. Meskipun disadari bahwa dalam suatu negara

    kesatuan perlu terdapat homogenitas, tetapi Negara Kesatuan Republik Indonesia tetap

    memberikan pengakuan dan jaminan terhadap keberadaan kesatuan masyarakat hukum dan

    kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak tradisionalnya.4

    Penjelasan di atas menunjukkan keyakinan politik para pendiri negara – bangsa

    Indonesia, tentang pentingnya penataan desa dalam ikatan Negara Kesatuan Republik

    Indonesia.5

    Terkait dengan uraian di atas, pada bagian Menimbang Huruf b dari UU No 6

    Tahun 2014 tentang Desa, disebutkan bahwa dalam perjalanan ketatanegaraan Republik

    Indonesia, Desa telah berkembang dalam berbagai bentuk sehingga perlu dilindungi dan

    diberdayakan agar menjadi kuat, maju, mandiri, dan demokratis sehingga dapat

    menciptakan landasan yang kuat dalam melaksanakan pemerintahan dan pembangunan

    menuju masyarakat yang adil, makmur, dan sejahtera.

    4 Ibid. 5 Sebelum hadirnya Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa, dalam sejarah pengaturan Desa di

    Indonesia, telah ditetapkan beberapa pengaturan tentang Desa, yaitu Undang-Undang Nomor 22 Tahun

    1948 tentang Pokok Pemerintahan Daerah, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1957 tentang Pokok-Pokok

    Pemerintahan Daerah, Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1965 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan

    Daerah, Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1965 tentang Desa Praja Sebagai Bentuk Peralihan Untuk

    Mempercepat Terwujudnya Daerah Tingkat III di Seluruh Wilayah Republik Indonesia, Undang-Undang

    Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah, Undang-Undang Nomor 5 Tahun

    1979 tentang Pemerintahan Desa, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah,

    dan terakhir dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

  • 3

    Sedangkan pada Pasal 1 Angka 1 dari UU No. 6 Tahun 2014 disebutkan bahwa

    Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut

    Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang

    untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat

    berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan

    dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

    Pasal 1 Angka 8 dari UU tersebut menentukan bahwa Pembangunan Desa adalah

    upaya peningkatan kualitas hidup dan kehidupan untuk sebesar-besarnya kesejahteraan

    masyarakat Desa. Sedangkan tentang Keuangan Desa, disebutkan dalam Pasal 1 Angka 10

    bahwa Keuangan Desa adalah semua hak dan kewajiban Desa yang dapat dinilai dengan

    uang serta segala sesuatu berupa uang dan barang yang berhubungan dengan pelaksanaan

    hak dan kewajiban Desa.

    Secara faktual, kemiskinan masih menjadi persoalan yang dominan di desa.

    Kesenjangan antara masyarakat desa dan kota masih terjadi di banyak sekali daerah di

    Indonesia. Oleh karena itu, untuk mengoptimalkan potensi desa-desa di pinggiran kota,

    diperlukan kebijakan yang tepat guna menjamin pembangunan yang berkelanjutan.

    Sebagai informasi, berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), Jumlah penduduk

    miskin di Indonesia mencapai 10,96 persen (27,73 juta jiwa) dengan persentase sekitar

    62,65 persen penduduk miskin ada di desa (BPS, 2015). Lemahnya pembangunan di desa

    ditandai dengan masih rendahnya ketersediaan pelayanan dasar dan ekonomi di desa,

    misalnya minimnya ketersediaan dan aksesibiltas pelayanan kesehatan, pendidikan,

    fasilitas ekonomi serta investasi terutama desa-desa di wilayah pinggiran Indonesia.

    Pembangunan desa yang masih belum memadai berakibat pada kualitas SDM desa yang

  • 4

    masih rendah, kegiatan produksi desa kurang berkembang, kesempatan kerja rendah, dan

    pendapatan masyarakat yang rendah.6

    Untuk mengantisipasi dan mengatasi berbagai persoalan kehidupan di pedesaan

    termasuk kemiskinan, maka hal ini sangat tergantung juga pada sumber daya manusia.

    Misalnya, para bupati dan wali kota diharapkan mempercepat pencairan dana desa setelah

    penerbitan surat keputusan bersama (SKB) Menteri Dalam Negeri, Menteri Desa,

    Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, serta Menteri Keuangan. Kepala

    daerah diimbau tidak mempersulit administrasi pencairan dana.

    SKB itu berisi perintah untuk mencairkan dana desa. Tidak ada alasan lagi bagi

    bupati dan wali kota untuk tidak mencairkan dana desa," ujar Direktur Jenderal

    Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa Kementerian Desa Achmad Erani

    Yustika kepada Kompas.com, Rabu (16/9/2015).7

    Menurut Achmad, SKB tersebut memuat penyederhanaan prosedur administrasi

    pencairan dari kabupaten/kota ke desa-desa. Misalnya, kabupaten/kota tidak perlu lagi

    menggunakan dokumen desa. Pencairan dapat dilakukan setelah anggaran pendapatan dan

    belanja desa selesai dibuat. (Baca Tiga Menteri Teken SKB Penyaluran Dana Desa) Selain

    itu, pencairan tidak perlu menunggu desa membuat rencana pembangunan jangka

    6Kompas – Senin, 28 September 2015; Josephus Primus (Editor); Mendes Marwan: Perlu Kebijakan Tepat

    Kelola Transisi Perdesaan;Lihat uraian lengkapnya dalam:

    http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2015/09/28/182143126/Mendes.Marwan.Perlu.Kebijakan.Tepat.

    Kelola.Transisi.Perdesaan?utm_source=WP&utm_medium=box&utm_campaign=Kknwp

    Dikunjungi pada Senin 28 September 2015, pukul 19.00 WIB. 7 Kompas – Rabu, 16 September 2015; Abba Gabrillin (Penulis) & Laksono Hari Wiwoho; SKB Tiga

    Menteri Rampung, Kepala Desa Diminta Tak Persulit Pencairan Dana Desa; Lihat uraian lengkapnya

    dalam:

    http://nasional.kompas.com/read/2015/09/16/11455651/SKB.Tiga.Menteri.Rampung.Kepala.Daerah.Dim

    inta.Tak.Persulit.Pencairan.Dana.Desa?utm_source=news&utm_medium=bp&utm_campaign=related&

    Dikunjungi pada Kamis 24 September 2015, pukul 06. 59 WIB.

    http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2015/09/28/182143126/Mendes.Marwan.Perlu.Kebijakan.Tepat.Kelola.Transisi.Perdesaan?utm_source=WP&utm_medium=box&utm_campaign=Kknwphttp://bisniskeuangan.kompas.com/read/2015/09/28/182143126/Mendes.Marwan.Perlu.Kebijakan.Tepat.Kelola.Transisi.Perdesaan?utm_source=WP&utm_medium=box&utm_campaign=Kknwphttp://nasional.kompas.com/read/2015/09/16/11455651/SKB.Tiga.Menteri.Rampung.Kepala.Daerah.Diminta.Tak.Persulit.Pencairan.Dana.Desa?utm_source=news&utm_medium=bp&utm_campaign=related&http://nasional.kompas.com/read/2015/09/16/11455651/SKB.Tiga.Menteri.Rampung.Kepala.Daerah.Diminta.Tak.Persulit.Pencairan.Dana.Desa?utm_source=news&utm_medium=bp&utm_campaign=related&

  • 5

    menengah desa (RPJMDes). Menurut Achmad, per 11 September 2015, sebanyak 44.000

    desa telah menerima pencairan dana tersebut. Adapun dari 433 kabupaten/kota yang

    dipantau langsung oleh perwakilan Kemendes, baru 403 yang melaporkan kesiapan

    pencairan. "Tetapi, saya optimistis, sampai akhir September, pencairan dapat dilakukan di

    54.000 desa," kata Achmad.

    Untuk tahun 2015 misalnya, pemerintah akan melakukan pencairan dana desa

    sebesar Rp 20,7 triliun. Setiap desa dianggarkan menerima dana desa sebesar Rp 1,4 miliar.

    Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengatakan bahwa pemerintah menargetkan

    penyaluran dana desa mencapai 80 persen pada pertengahan September ini. Untuk itu,

    perlu langkah percepatan penyaluran, seperti memangkas birokrasi yang berbelit. Baik

    Kemendagri, Kemendes, maupun Kemenkeu telah menyederhanakan prosedur pemberian

    dana ke desa-desa.8

    Sehubungan dengan urusan sumber daya manusia, Kementerian Desa,

    Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kementerian Desa) mengharapkan

    Pendamping Lokal Desa (PLD) bisa menemukan solusi untuk penyerapan Dana Desa

    (DD). Harapan itu mengemuka saat Kementerian Desa meluncurkan program PLD dengan

    mengundang para pelaku kebijakan dari tujuh kabupaten yakni Bekasi, Bogor, Karawang,

    Purwakarta, Tangerang, dan Serang. Acara yang dihadiri oleh 280 kepala desa, 35 Ketua

    Badan Kerja Sama Antar Desa (BKAD), 4 Aparat Pemberdayaan Masyarakt (PMD)

    Provinsi, 14 Aparat PMD Kabupaten, dan 14 Tenaga Ahli Pendamping Desa dari sejumlah

    kabupaten tersebut juga membahas mengenai bebagai permasalahan mengenai

    pendamping desa. Dalam kesempatan tersebut, Direktur Jenderal Pembangunan dan

    8 Ibid.

  • 6

    Pemberdayaan Masyarakat Desa (PPMD), Kementerian Desa Achmad Erani Yustika,

    berharap beberapa permasalahan yang terkait dengan penyaluran DD dan Alokasi Dana

    Desa (ADD) dapat segera ditemukan solusinya dan proses pembangunan di desa bisa

    segera terlaksana dalam siswa waktu tiga bulan kedepan. “Sebagaimana diketahui,

    sebanyak Rp 16.5 triliun dana desa (setara 80 persen dari total DD Rp 20,766 triliun) untuk

    tahun 2015 telah disalurkan dari pusat ke rekening kas umum daerah Kabupaten/Kota.

    Namun demikian, sampai Oktober ini baru sekitar Rp 7,091 triliun yang telah dicairkan ke

    rekening kas desa atau setara 45 persen dari DD yang telah ditransfer ke daerah dan setara

    34 persen dari total DD,” ujar Erani, dalam sambutannya, pada acara bertema ‘Bekerja

    untuk Desa Membangun Indonesia’ di Kalibata, Jakarta, Jumat (2/10/2015).9

    Untuk mengawal penyerapan dana desa, Menurut Erani, posisi pendamping desa

    dirasa penting mengimplementasikan UU Desa. Khususnya, memantau realisasi anggaran

    dan kegiatan yang dibiayai dari sumber dana desa (dari APBN) dan alokasi dana desa (dari

    APBD), semapai dengan akhir 2015. “Oleh karena itu, pada bulan Oktober ini dilakukan

    peluncuran Pendamping Lokal Desa (PLD) yang diawali dari Provinsi Gorontalo dan

    Sulawesi Tenggara. Selanjutnya akan diikuti 31 provinsi lain di Indonesia sehingga total

    21.000 PLD dapat dimobilisasikan dan kekurangan 5000 Pendamping Desa dapat diisi,”

    ujarnya. Erani menambahkan pelaksanaan pendampingan masyarakat desa dilakukan oleh

    21.000 orang Pendamping Lokal Desa (PLD). Diharapkan, para PLD telah terseleksi dan

    bisa ditugaskan pada Oktober ini. “Sebagian sudah bisa dimobilisasikan ke desa-desa

    9 Kompas – Sabtu, 03 Oktober 2015; Josephus Primus (Editor); Kementerian Desa Harapkan Pendamping

    Lokal Desa Bisa Temukan Solusi Penyerapan Dana Desa; Kompas – Sabtu, 03 Oktober 2015; Lihat uraian

    lengkapnya dalam:

    http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2015/10/03/140607026/Kementerian.Desa.Harapkan.Pendampin

    g.Lokal.Desa.Bisa.Temukan.Solusi.Penyerapan.Dana.Desa.

    Dikunjungi pada Sabtu 03 Oktober 2015, pukul 18.38 WIB.

    http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2015/10/03/140607026/Kementerian.Desa.Harapkan.Pendamping.Lokal.Desa.Bisa.Temukan.Solusi.Penyerapan.Dana.Desahttp://bisniskeuangan.kompas.com/read/2015/10/03/140607026/Kementerian.Desa.Harapkan.Pendamping.Lokal.Desa.Bisa.Temukan.Solusi.Penyerapan.Dana.Desa

  • 7

    dengan konfigurasi 1 orang PLD mendampingi 4 desa didukung oleh dua orang

    Pendamping Desa (PD) di Kecamatan. Diharapakan, di bulan Oktober ini seluruh desa di

    tanah air telah didampingi oleh Pendamping Lokal Desa (PLD),” imbuhnya. Kementerian

    Desa menurut Erani akan memberikan pelatihan kepada pendamping desa yang telah

    dimobilisasikan tersebut. Pelatihan terrsebut, diarahkan untuk memperkuat pengetahuan

    dan keterampilan. Sehingga, para pendamping tersebut mampu memfasilitasi regulasi UU

    Desa ke dalam implementasi atau praktik berdesa. “Pengembangan skema pendampingan

    yang memberdayakan masyarakat desa diharapkan dapat menumbuhkan partisipasi

    masyarakat, sebagai roh gerakan pembangunan desa yang berkelanjutan,” tuturnya.

    Fasilitasi penyelenggaraan pemerintahan desa, pembangunan desa, pembinaan

    kemasyarakat desa, dan pemberdayaan masyarakat desa, menurut Erani perlu terus

    digiatkan untuk mendorong prioritas penggunaan DD. Selain itu, visi desa membangun

    perlu terus digiatkan. Erani lebih lanjut mengharapkan semoga dengan workshop dan

    dialog para pelaku desa membangun, pelaku kerja sama antar desa, pelaku pendampingan

    desa, aparat kabupaten-kecamatan, dapat berjabat erat, bahu-membahu bekerja untuk

    membangun Indonesia.10

    Persoalan kemiskinan di perdesaan, menjadi penyebab utama perpindahan

    penduduk dari desa ke kota. Solusinya, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah

    Tertinggal, dan Transmigrasi meluncurkan tiga program untuk meminimalisir angka

    urbanisasi yang diperkirakan naik kisaran 65 persen pada tahun 2015. “Program unggulan

    akan selalu dijadikan acuan utama dalam merumuskan kegiatan-kegiatan prioritas setiap

    tahun. Program unggulan itulah yang akan menghasilkan dampak terukur bagi peningkatan

    10 Ibid.

  • 8

    kemajuan dan kesejahteraan, dan kemandirian masyarakat desa” ujar Menteri Desa, PDT,

    dan Transmigrasi, Marwan Jafar usai meluncurkan Indeks Desa Membangun (IDM)

    pertengahan Oktober. Bersamaan dengan peluncuran IDM, Kementrian Desa juga

    menggencarkan program yang dijadikan andalan atasi kemiskinan, yaitu Jaring Komunitas

    Wiradesa (JKWD), Lumbung Ekonomi Desa (LED), dan Lingkar Budaya Desa (LBD).

    “Urbanisasi harus ditekan angkanya, agar desa bisa berkembang dan berdaya saing secara

    ekonomi” ujar Marwan.11

    Program Jaring Komunitas Wiradesa, seperti dipaparkan oleh Menteri kelahiran

    Pati, Jawa Tengah ini, akan diarahkan untuk mengarusutamakan penguatan kapabilitas

    manusia sebagai inti pembangunan desa. Sehingga mereka menjadi subyek-berdaulat atas

    pilihan-pilihan yang diambil. Sedangkan Program Lumbung Ekonomi Desa didesain untuk

    mendorong muncul dan berkembangnya geliat ekonomi yang menempatkan rakyat sebagai

    pemilik dan partisipan gerakan ekonomi di desa. “Lingkar Budaya Desa sebagai program

    yang bertujuan untuk mempromosikan pembangunan yang meletakkan partisipasi warga

    dan komunitas sebagai akar gerakan sosial, ekonomi, budaya dan lain-lain” lanjut Marwan

    Jafar. Program Unggulan tersebut, menurut Marwan, dikembangkan dengan kerangka

    kerja yang didasarkan pada penegasan atas lokus pencapaian sasaran pembangunan Desa.

    “Penegasan lokus dimaksudkan adalah pada 15.000 Desa yang ditetapkan berdasar Indeks

    Desa Membangun. Di dalam lokus 15.000 Desa itu terdapat 1.138 Desa perbatasan, dan

    kesemuanya ditujukan mencapai target sesuai sasaran dalam RPJMN 2015-2019”

    11 Kompas – Sabtu 24 Oktober 2015; Tiga Program Menteri Marwan Atasi Kemiskinan Desa; Lihat uraian

    lengkapnya dalam:

    http://biz.kompas.com/read/2015/10/24/080128728/Tiga.Program.Menteri.Marwan.Atasi.Kemiskinan.De

    sa?utm_source=WP&utm_medium=box&utm_campaign=Kknwp

    Dikunjungi pada Sabtu 24 Oktober 2015, pukul 09.53 WIB.

    http://biz.kompas.com/read/2015/10/24/080128728/Tiga.Program.Menteri.Marwan.Atasi.Kemiskinan.Desa?utm_source=WP&utm_medium=box&utm_campaign=Kknwphttp://biz.kompas.com/read/2015/10/24/080128728/Tiga.Program.Menteri.Marwan.Atasi.Kemiskinan.Desa?utm_source=WP&utm_medium=box&utm_campaign=Kknwp

  • 9

    paparnya. Penerapan Indeks Desa Membangun (IDM) yang diluncurkan Kementerian

    Desa, PDT dan Transmigrasi, untuk memberikan perspektif yang komprehensif dalam

    mengatasi persoalan yang muncul di pedesaan. Sehingga dapat dijadikan rujukan dalam

    menjalankan program pembangunan nasional yang dimulai dari desa. “IDM ini bertujuan

    memperkuat pencapaian kinerja pemerintah, utamanya terkait pembangunan desa dan

    kawasan perdesaan sebagaimana yang tertuang Rencana Pembangunan Jangka Menengah

    Nasional (RPJMN) 2015-2019. Dengan merujuk IDM, upaya mengentaskan desa

    tertinggal dan meningkatkan jumlah desa mandiri semakin terarah dan terencana” kata

    Marwan Jafar.12

    Dikemukakan Menteri Desa, IDM meletakkan prakarsa dan penguatan kapasitas

    masyarakat sebagai basis utama dalam proses kemajuan dan pemberdayaan desa. Indeks

    desa tersebut, mengedepankan pendekatan yang bertumpu kepada kekuatan sosial,

    ekonomi, dan ekologi, tanpa melupakan kekuatan politik, budaya, sejarah, dan kearifan

    lokal. IDM merupakan komposit dari ketahanan sosial, ekonomi, dan ekologi. Tiga dimensi

    ini dikembangkan lebih lanjut ke dalam 22 variabel dan 52 indikator. Hasil penghitungan

    IDM kemudian diklasifikasi ke dalam lima kategori desa, yakni desa sangat tertinggal

    dengan rentang nilai kurang dari atau sama dengan 0,491. Kemudian, desa tertinggal

    dengan rentang nilai lebih dari 0,491 hingga 0,599; Desa Berkembang dengan rentang nilai

    lebih dari 0,599 hingga 0,707; Desa Maju dengan rentang nilai lebih dari 0,707 hingga

    0,815; dan Desa Mandiri dengan rentang nilai lebih dari 0,815. IDM akan melakukan

    afirmasi, integrasi, dan sinergi pembangunan, agar kondisi masyarakat desa yang

    sejahtera, adil, dan mandiri yang dicita-citakan akan dapat diwujudkan. “Dengan IDM ini,

    12 Ibid.

  • 10

    masyarakat seharusnya ditempatkan sebagai subjek pembangunan. Bukan lagi sebagai

    obyek pembangunan yang bersipat top down” ujar Marwan Jafar. “Desa akan menjadi

    entitas yang berpotensi mendekatkan peran negara dalam membangun kesejahteraan,

    kemakmuran dan kedaulatan bangsa baik di mata warga negaranya sendiri maupun di mata

    internasional” tutup Marwan.13

    Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Mendesa

    PDTT) Marwan Jafar berkomitmen akan serius memperhatikan perbatasan menjadi

    kawasan baru yang tertata dan menjadikannya sebagai sebagai beranda bangsa Indonesia.

    Bahkan, kawasan itu akan disulap menjadi wilayah yang punya daya saing ekonomi

    masyarakat desa setempat dengan negara tetangga. “Sejak awal saya selalu tegaskan bahwa

    daerah-daerah perbatasan adalah beranda depan negara, dan bukannya daerah belakang.

    Saya akan semakin memprioritaskan pembangunan perbatasan di seluruh Indonesia. Desa

    perbatasan jangan kalah dengan negara tetangga,” ujar Marwan Jafar di Jakarta, Senin

    (21/9/2015).14

    Agar rencana pembangunan kawasan perbatasan negara terlaksana, Menteri

    Marwan mengatakan, sudah menandatangani memorandum of understanding (MoU)

    dengan gubernur dan bupati di wilayah perbatasan Kalimantan, sebagai titik awal dari

    langkah nyata. Isi MoU itu adalah pembangunan, pengembangan masyarakat, dan

    peningkatan kesejahteraan masyarakat yang diselaraskan dengan kepentingan pertahanan

    dan keamanan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Dengan nota kesepahaman

    13 Ibid. 14 Kompas – Senin, 21 September 2015; Josephus Primus (Editor); Kawasan Perbatasan Harus Menjadi

    Beranda Bangsa Indonesia; Lihat uraian lengkapnya dalam:

    http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2015/09/21/204021426/Kawasan.Perbatasan.Harus.Menjadi.Bera

    nda.Bangsa.Indonesia

    Dikunjungi pada Senin 28 September 2015, pukul 1908 WIB.

    http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2015/09/21/204021426/Kawasan.Perbatasan.Harus.Menjadi.Beranda.Bangsa.Indonesiahttp://bisniskeuangan.kompas.com/read/2015/09/21/204021426/Kawasan.Perbatasan.Harus.Menjadi.Beranda.Bangsa.Indonesia

  • 11

    itu, pemerintah pusat dan daerah akan bersinergi untuk menjadikan perbatasan sebagai

    bagian pertumbuhan ekonomi daerah dan juga perekonomian nasional. “Tak hanya itu,

    pemerintah akan mendorong kawasan daerah perbatasan negara memanfaatkan peluang

    kerja sama pembangunan regional,” ujar Menteri Marwan. “Pusat dan daerah perlu saling

    membantu dan mendorong pengembangan kawasan transmigrasi perbatasan. Setiap

    provinsi, kabupaten atau kota, adalah pusat pertumbuhan ekonomi yang harus

    memanfaatkan potensinya,” ujar Menteri Marwan. Pembangunan kawasan perbatasan

    darat di empat provinsi daerah perbatasan yaitu Provinsi Kalimantan Barat dengan

    Serawak-Malaysia, Provinsi Kalimantan Timur dengan Sabah-Malaysia, Provinsi Papua

    dengan Papua Niugini (PNG), dan Provinsi Nusa Tenggara Timur dengan Timor Leste.

    Dalam kebijakan mengelola wilayah perbatasan, Mendesa Marwan mengatakan,

    pembangunan yang semula cenderung berorientasi inward looking, diubah menjadi

    outward looking. Paradigma outward looking akan diarahkan pada pengembangan wilayah

    perbatasan sebagai beranda depan negara yang berfungsi sebagai pintu gerbang semua

    aktivitas, khususnya ekonomi dan perdagangan dengan negara tetangga. “Saya akan

    mendorong daerah mengembangkan keunggulan wilayahnya, karena perlu keseimbangan

    antarwilayah. Jangan sampai terjadi ketimpangan antar wilayah dan tak boleh ada satu

    daerah pun yang tertinggal terlalu jauh dari negara tetangga,” ujar Menteri Marwan. Dalam

    penanganan kawasan perbatasan, Menteri Marwan mengatakan, perlu didukung komitmen

    politik yang kuat dari semua pihak di berbagai tingkatan pemerintahan dan pada para

    pemangku kepentingan, juga perencanaan yang komprehensif. “Alokasi pembiayaan yang

    khusus sebagai stimulan atau perekat berbagai sumber dana yang ada,” ujarnya. “Saya

    berharap agar desa atau kawasan pemukiman di wilayah perbatasan, lebih punya taraf

  • 12

    hidup yang tidak kalah dengan negara tetangga. Harus lebih maju, karena di situlah beranda

    Negara Indonesia,” demikian Menteri Marwan.15

    Sehubungan dengan adanya kebijakan publik tentang Dana Desa ini, Indonesia

    Corruption Watch menilai proses penyaluran dana desa dari kabupaten ke desa-desa patut

    diwaspadai. Patut diwaspadai adanya permintaan uang dari kabupaten kepada desa-desa

    sebagai syarat pencairan dana desa. "Nah sebenarnya titik rawannya bukan cuma di desa,

    tetapi juga di kabupaten. Desa kan harus memberikan pertanggungjawaban dan bukan

    pengajuan ke kabupaten. Pengalaman kami memantau proses dana seperti ini, biasanya

    akan ada permintaan-permintaan uang, sogokan, kalau dalam bahasa korupsi intensive

    corruption. Jadi desa harus kirim uang dulu kalau uangnya dicairkan, modal-modal seperti

    itu harus diwaspadai," tutur Koordinator ICW Ade Irawan di Jakarta, Selasa (29/9/2015).

    Atas dasar itu, menurut dia, pemerintah pusat perlu mendorong adanya keterbukaan

    informasi terkait proses pencairan dana desa dari kas kabupaten. Pemerintah juga diminta

    melakukan sosialisasi kepada warga agar bisa mengawasi perangkat desa dalam mengelola

    dana desa yang diberikan. "Paksa desa untuk terbuka. Jadi hal-hal tersebut menjadi

    prasyarat dasar," sambung Ade.16

    Di samping itu, ia menilai perlunya pengubahan sistem penyaluran dana desa.

    Menurut Ade, penyaluran dana desa sedianya didasarkan pada kebutuhan masing-masing

    desa. Dengan demikian, alokasi dana desa untuk satu desa dengan desa lainnya bisa saja

    15 Ibid. 16 Kompas – Selasa 29 September 2015; Icha Rastika (Penulis) & Fidel Ali (Editor); ICW: Titik Rwan

    Penyalahgunaan Dana Desa Juga Ada di Kabupaten; Kompas – Selasa 29 September 2015; lihat uraian

    lengkapnya dalam:

    http://nasional.kompas.com/read/2015/09/29/22191881/ICW.Titik.Rawan.Penyalahgunaan.Dana.Desa.Ju

    ga.Ada.di.Kabupaten

    Dikunjungi pada Rabu 30 September 2015, pukul 06.30 WIB.

    http://nasional.kompas.com/read/2015/09/29/22191881/ICW.Titik.Rawan.Penyalahgunaan.Dana.Desa.Juga.Ada.di.Kabupatenhttp://nasional.kompas.com/read/2015/09/29/22191881/ICW.Titik.Rawan.Penyalahgunaan.Dana.Desa.Juga.Ada.di.Kabupaten

  • 13

    berbeda. "Bukan diblok dalam artian ya setiap desa diberi alokasi yang sama, mestinya

    enggak. Tetapi desa dipaksa untuk penganggaran bareng dengan warga, berapa uang yang

    dibutuhka n, itu yang diajukan, itu yang didistribusikan," papar dia. Mengenai kemampuan

    perangkat desa yang belum sepenuhnya mampu mengelola dana desa dengan baik, Ade

    menilai perlunya diberikan panduan kepada perangkat desa. Selain kepada perangkat desa,

    pengarahan perlu disampaikan kepada warga agar bisa turut mengawasi proses pengelolaan

    dana desa. Ade juga menduga pencairan dana desa bakal menimbulkan banyak masalah

    pada awal-awal program ini diberlakukan. Setidaknya ada tiga alasan yang mendasari

    penilaian Ade tersebut. Pertama, belum adanya tradisi demokrasi di tingkat desa. Kedua,

    kemampuan teknis perangkat desa maupun warga desa dalam mengelola anggaran yang

    belum mumpuni. Ketiga, masih adanya dominasi perangkat desa yang akan bertambah kuat

    jika tanpa dilakukan pengawasan masyarakat. "Sehingga dia dengan mudah bisa

    menyelewengkan uang desa untuk kepentingan pribadi," kata Ade. Pemerintah pusat

    mengalokasikan Rp 20,7 triliun dana desa untuk 74.093 desa pada 2015. Penggunaan dana

    desa telah diatur dalam Permendesa Nomor 5/2015 tentang Penetapan Prioritas

    Penggunaan Dana Desa Tahun 2015. Di antaranya adalah untuk diprioritaskan membangun

    atau memperbaiki infrastruktur desa yang sifatnya vital dan mendesak seperti perbaikan

    jalan, sarana irigasi tersier, dan infrastruktur lain yang dapat meningkatkan produktivitas

    desa.17

    Keuangan Desa dikelola berdasarkan praktik-praktik pemerintahan yang baik.

    Asas-asas Pengelolaan Keuangan Desa sebagaimana tertuang dalam Permendagri Nomor

    17 Ibid.

  • 14

    113 Tahun 2014 yaitu transparan, akuntabel, partisipatif serta dilakukan dengan tertib dan

    disiplin anggaran, dengan uraian sebagai berikut:18

    1. Transparan yaitu prinsip keterbukaan yang memungkinkan masyarakat untuk

    mengetahui dan mendapat akses informasi seluas-luasnya tentang keuangan desa. Asas

    yang membuka diri terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar,

    jujur, dan tidak diskriminatif tentang penyelenggaraan pemerintahan desa dengan tetap

    memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan;

    2. Akuntabel yaitu perwujudan kewajiban untuk mempertanggungjawabkan pengelolaan

    dan pengendalian sumber daya dan pelaksanaan kebijakan yang dipercayakan dalam

    rangka pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. Asas akuntabel yang menentukan

    bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir kegiatan penyelenggaraan pemerintahan desa

    harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat desa sesuai dengan ketentuan

    peraturan perundangundangan;

    3. Partisipatif yaitu penyelenggaraan pemerintahan desa yang mengikutsertakan

    kelembagaan desa dan unsur masyarakat desa;

    4. Tertib dan disiplin anggaran yaitu pengelolaan keuangan desa harus mengacu pada

    aturan atau pedoman yang melandasinya.

    Sedangkan beberapa disiplin anggaran yang perlu diperhatikan dalam Pengelolaan

    Keuangan Desa yaitu:19

    18 BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan); “Petunjuk Pelaksanaan Bimbingan dan

    Konsultasi Pengelolaan Keuangan Desa”, h. 35; Lihat uraiannya dalam:

    http://www.bpkp.go.id/public/upload/unit/sakd/files/Juklakbimkonkeudesa.pdf

    Dikunjungi pada 15 April 2017, pukul 10.01 WIB. 19 Ibid, h. 35 – 36.

    http://www.bpkp.go.id/public/upload/unit/sakd/files/Juklakbimkonkeudesa.pdf

  • 15

    1. Pendapatan yang direncanakan merupakan perkiraan yang terukur secara rasional yang

    dapat dicapai untuk setiap sumber pendapatan, sedangkan belanja yang dianggarkan

    merupakan batas tertinggi pengeluaran belanja;

    2. Pengeluaran harus didukung dengan adanya kepastian tersedianya penerimaan dalam

    jumlah yang cukup dan tidak dibenarkan melaksanakan kegiatan yang belum tersedia

    atau tidak mencukupi kredit anggarannya dalam APB Desa/Perubahan APB Desa;

    3. Semua penerimaan dan pengeluaran daerah dalam tahun anggaran yang bersangkutan

    harus dimasukan dalam APB Desa dan dilakukan melalui Rekening Kas Desa.

    Selanjutnya dan lebih khusus lagi dalam Pasal 72 ayat (1) UU No. 6 Tahun 2014,

    tentang sumber pendapatan desa, ditegaskan khususnya dalam Huruf d, tentang “alokasi

    dana Desa yang merupakan bagian dari dana perimbangan yang diterima Kabupaten/Kota”.

    Dalam kaitan dengan hal tersebut, maka salah satu pokok bahasan yang paling

    penting dalam konteks studi Hukum dan Kebijakan Publik ialah isu hukum tentang Dana

    Desa. Isu hukum tentang Dana Desa ini, menurut penulis, penting untuk diangkat dan dikaji

    secara keilmuan, setidaknya melakukan penelitian identifikasi dan inventarisasi hukum

    atas berbagai potensi atau fakta pelanggaran hukum yang terjadi, di bawah topik penulisan:

    “Tinjauan Yuridis Terhadap Potensi Masalah Dalam Pengelolaan Dana Desa”.

    Topik ini menarik karena belum banyak penelitian tentang hal ini pada aras atau

    tingkat skripsi, dan penting adanya untuk mengingatkan dan menegaskan urusan ini dalam

    hubungan dengan konsepsi yang ideal dan seharusnya dilakukan, khususnya dalam rangka

    optimalisasi dana desa, seperti::

    1. Kebijakan dan/atau Pelayanan Publik;

    2. Good Governance; dan

  • 16

    3. Anti Korupsi.

    Oleh penulis, hal ini dipandang penting karena tidak ada kebijakan publik yang

    otomatis berjalan dengan baik dan benar secara hukum. Dalam kaitan dengan penelitian

    ini, kebijakan publik dalam artian adanya program pemerintah dan ketentuan hukum untuk

    mendayagunakan dana desa secara tepat sasaran dan bermanfaat, masih harus terus

    diupayakan secara semakin serius. Terkait hal ini, salah satu masalah besar ialah potensi

    tentang adanya korupsi atas dana desa. Dalam hal ini menjadi penting untuk mendalami

    kemungkinan korupsi, serta bagaimana hal itu cermati dan dianalisa melalui Kebijakan

    Publik, dan Good Governance.

    Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa yang telah diterjemahkan

    kembali dalam Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2015 sebagai perubahan atas

    Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2014 tentang Dana Desa Yang Bersumber Dari

    Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara sebagai petunjuk pelaksanaannya telah menjadi

    payung hukum buat perangkat desa dalam melakukan pengelolaan dana desa. Untuk

    pengelolaan dana desa bukanlah hal yang mudah, namun memerlukan sistem yang juga

    harus dibuat secara profesional. Mulai dari segi perencanaan, desa harus membentuk

    musyawarah desa untuk menentukan belanja bagi dana desa pada periode ke depan.

    Penatausahaannya pun harus menggunakan sistem yang telah memanfaatkan teknologi

    informasi. BPKP telah mengembangkan aplikasi SIMDA DESA dalam membantu

    perangkat desa melakukan penatausahaan keuangan desa yang tidak hanya bersumber dari

    APBN (dana desa), tetapi juga yang berasal dari APBD prov/kab/kota.20

    20 BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan); “Kawal Keuangan Desa”; Warta

    Pengawasan, vol. xxII/Edisi HUT ke - 70 RI 2015, h. 3, Lihat uraiannya dalam:

    http://www.bpkp.go.id/public/upload/unit/pusat/files/Warta/2015/Final%20WP%20Edisi%20HUT%2070

    %20RI%202015%20web.pdf ; Dikunjungi pada 23 Juni 2016, pukul 10.14 WIB.

    http://www.bpkp.go.id/public/upload/unit/pusat/files/Warta/2015/Final%20WP%20Edisi%20HUT%2070%20RI%202015%20web.pdfhttp://www.bpkp.go.id/public/upload/unit/pusat/files/Warta/2015/Final%20WP%20Edisi%20HUT%2070%20RI%202015%20web.pdf

  • 17

    Tidak hanya sistem, Sumber Daya Manusia atau perangkat penyelenggara desa pun

    harus memiliki kapabilitas dalam mengelola dana tersebut. Bukan pekerjaan yang mudah

    dan cepat, mempersiapkan SDM desa agar kapabel dan profesional. Hal itu memerlukan

    waktu, dana, tenaga, dan komitmen semua pihak terkait. BPKP sebagai Auditor Presiden,

    siap membantu meningkatkan kapabilitas Aparat Pengawasan Instansi Pemerintah (APIP)

    dalam mengawal keuangan desa. APIP menjadi sangat berperan penting untuk

    memberikan asurrance dan konsultansi bagi akuntabilitas dan pengelolaan keuangan desa.

    APIP harus dapat melihat dimana titik kritis yang mungkin timbul dalam pengelolaan dana

    desa. Dengan adanya dana desa yang tepat sasaran, tepat jumlah, dan tepat waktu, serta

    dikelola dengan efisien, efektif, dan ekonomis, diharapkan kesejahteraan masyarakat dapat

    meningkat dengan cepat terutama bagi masyarakat desa dalam peningkatan

    kesejahteraannya.21

    Pengelolaan keuangan desa, pada dasarnya dilaksanakan untuk mewujudkan desa

    sebagai suatu pemerintahan terdepan dan terdekat dengan rakyat, yang kuat, maju, mandiri,

    dan demokratis, hingga mampu melaksanakan penyelenggaraan pemerintahan dan

    pembangunan menuju masyarakat adil, makmur, dan sejahtera. Sebuah tujuan yang mulia,

    semulia peran APIP untuk menjaganya agar pengelolaan keuangan desa hingga dapat

    mewujudkan cita-cita tersebut. Salah satu pendekatan pengawasan yang dapat dilakukan

    oleh APIP adalah dengan melihat risiko-risiko yang dapat menghambat pencapaian tujuan

    pengelolaan dana tersebut. APIP harus memperhatikan seberapa tinggi tingkat risiko itu,

    setelah itu mengaitkan dengan pengendalian intern yang ada untuk mengantisipasinya.

    Semakin tinggi tingkat risikonya, maka langkah kerja pengawasan oleh APIP akan semakin

    21 Ibid.

  • 18

    rinci dan banyak. Jika kita cermati proses bisnis pengelolaan keuangan desa dan

    pengalaman beberapa tahun ini, kita dapat identifikasikan beberapa risiko, baik risiko

    tingkat entitas pemerintah desa, maupun risiko tingkat aktivitasnya. Risiko-risiko itu dapat

    dikategorikan sebagai risiko bisnis dan risiko kecurangan (fraud).22

    Dalam kaitan dengan urgensi Dana Desa dan harapan akan ketercapaian tujuannya,

    maka diperlukan pengenalan terhadap aspke-aspek positif dan kemungkinan hal-hal

    negatif yang ada dan bermunculan dalam kebijakan publik yang bernama alokasi Dana

    Desa.

    B. Pembatasan Masalah

    Penelitian ini akan dilakukan secara normatif dan menyinggung beberapa contoh

    kasus untuk memperlihatkan pentingnya perhatian dan kesadaran hukum terhadap

    pengadaan, pengaturan dan penggunaan atas Dana Desa, terutama supaya tidak dikorupsi.

    Karena itu fokus dalam penelitian dan penulisan skripsi ini dibatasi pada

    pencermatan dan analisa terhadap potensi-potensi masalah dalam pengelolaan Dana Desa.

    C. Rumusan Masalah

    22 Ibid, h. 5.

  • 19

    Masalah-masalah hukum apa saja yang berpotensi muncul dalam pengelolaan dana desa?

    D. Tujuan Penulisan

    Untuk mengetahui, menganalisis dan menjelaskan masalah-masalah hukum yang

    berpotensi muncul dalam pengelolaan dana desa.

    E. Manfaat Penulisan

    1. Secara teoritik untuk menambah ilmu pengetahuan tentang dana desa secara umum,

    dan secara khusus tentang pengenalan atas potensi-potensi masalah pengelolaan dana

    desa;

    2. Secara praktis untuk menyumbangkan gagasan penanganan atas potensi-potensi

    masalah hukum, yang mungkin dapat dipakai oleh pengambil kebijakan publik dan

    penegak hukum.

    F. Metode Penelitian

    1. Jenis Penelitian

    Penelitian ini menggunakan penelitian hukum. Menurut Soerjono Soekanto,

    “Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah, yang didasarkan pada metode,

    sistematika dan pemikiran tertentu, yang bertujuan untuk mempelajari satu atau

    beberapa gejala hukum tertentu dengan jalan menganalisasnya. Di samping itu juga

    diadakan pemeriksaan yang mendalam terhadap fakta hukum tersebut, untuk kemudian

  • 20

    mengusahakan suatu pemecahan atas permasalahan-permasalahan yang timbul dalam

    gejala yang bersangkutan.”23

    Sedangkan menurut Soetandyo Wignyosoebroto, “Penelitian hukum adalah seluruh

    upaya untuk mencari dan menemukan jawaban yang benar (right answer) dan/atau

    jawaban yang tidak sekali-kali keliru (true answer) mengenai suatu permasalahan.

    Untuk menjawab segala macam permasalahan hukum diperlukan hasil penelitian yang

    cermat, berkerterandalan, dan sahih untuk menjelaskan dan menjawab permasalahan

    yang ada.”24

    2. Bahan Hukum

    a. Bahan Hukum Primer

    Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang mempunyai otoritas. Bahan hukum

    primer terdiri dari peraturan perundang-undangan, risalah, dan putusan hakim.

    Dalam hal ini, yang berkaitan dengan dana desa, terutama Undang-Undang No. 6

    Tahun 2014 tentang Desa dan Undang-Undang No. 25 Tahun 2009 tentang

    Pelayanan Publik..

    b. Bahan Hukum Sekunder

    Bahan hukum sekunder adalah semua publikasi tentang hukum yang merupakan

    dokumen yang tidak resmi. Pubkikasi tersebut terdiri atas:

    1). Buku-buku teks yang membicarakan suatu dan/atau beberapa permasalahan

    hukum, termasuk skripsi, tesis, dan disertasi hukum,

    2). Kamus-kamus hukum,

    23 Soerjono Soekanto (1981), Pengantar Penelitian Hukum, Dalam: H. Zainudin Ali, “Metode Penelitian

    Hukum”, Sinar Grafika, Jakarta, 2009, h. 18. 24 Ibid.

  • 21

    3). Jurnal-jurnal hukum,

    4). Komentar-komentar atau putusan hakim

    Publikasi tersebut merupakan petunjuk atau penjelasan mengenai bahan hukum

    primer atau bahan hukum sekunder yang berasal dari kamus, ensiklopedia,

    jurnal, surat kabar, dan sebagainya . Peter Mahmud Marzuki mengatakan

    bahwa bahan hukum sekunder juga termausk data yang diperoleh lewat online.

    c. Bahan Hukum Tersier

    Bahan Hukum tersier adalah bahan hukum yang diperoleh dari bahasan non hukum,

    misalnya saja buku yang membahas di luar prespektif hukum. Kadang dalam

    sebuah penelitian ditemukan dalam fakta di luar hukum, dan memerlukan bahan

    diluar non hukum untuk menyelesaikannya. Dalam penelitian ini, misalnya dari

    perspektif hukum dan kebijakan atau pelayanan publik.

    Dari pemaparan tentang bahan hukum tersebut, maka dalam penelitian ini bahan

    hukum yang digunakan adalah ketiga-tiganya.

    3. Jenis Pendekatan

    Penelitian dan danulisan proposal yang kelak menjadi skripsi ini menggunakan

    pendekatan hukum normatif.

    4. Teknik Pengumpulan Data

    Pengumpulan data dilakukan dengan jalan membaca buku atau dokumen terkait baik

    itu teori, hasil penelitian lain, peraturan perundang-undangan, dan membangun

    keterhubungan logika hukum dengan topik skripsi ini yaitu tentang potensi masalah

    pengelolaan dana desa.

  • 22

    5. Teknik Analisa Data

    Menggunakan metode kualitatif, yaitu mengenal pokok persoalan hukumnya dan

    membahas pemecahannya dengan menggunakan teori hukum dan kebijakan publik

    yang terkait dan peraturan perundang-undangan.

    G. Sistematika Penelitian dan Penulisan

    Bab I PENDAHULUAN

    Terbagi dalam beberapa bagian, yaitu:

    1. Latar Belakang Penelitian

    Berisi tentang latar belakang yang menyangkut potensi-potensi masalah dalam

    pengelolaan dana desa..

    2. Rumusan Masalah

    Berisi tentang masalah-masalah hukum yang hendak diteliti dalam penelitian ini,

    berbentuk pertanyaan penelitian.

    3. Manfaat Penelitian

    Menjelaskan manfaat teoritis dan manfaat praktis dari penelitian yang dilakukan

    4. Tujuan Penelitian

    Menjelaskan tujuan atau hasil akhir yang hendak dicapai dalam penelitian ini, untuk

    menjawab rumusan masalah.

    5. Metodologi Penelitian

    Penelitian ini adalah penelitian hukum normatif yang dilakukan dengan pendekatan

    teoritik dan perundang-undangan. Bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini

    adalah bahan hukum primer, sekunder dan tersier.

  • 23

    6. Sistematika Penulisan

    Uraian tentang roadmap dari penelitian

    BAB II TINJAUAN PUSTAKA, HASIL PENELITIAN DAN ANALISA

    Tinjauan Pustaka berisi teori-teori, pendapat ahli hukum, kumpulan jurnal, hasil penelitan

    dan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan terkait, yang menjadi dasar penelitian

    tentang potensi masalah dana desa dan dapat menjadi landasan untuk memperkuat argumen

    peneliti. Hasil Penelitian berisi gambaran umum tentang dana desa dan potensi

    masalahnya. Analisa berisikan hubungan antara Tinjauan Pustaka yaitu aspek teori dan

    peraturan perundang-undangan dengan Hasil Penelitian. Praktisnya mencermati aspek

    teoritik dan ketentuan peraturan perundang-undangan, seeperti dalam Undang- Undang

    No. 6 Tahun 2014 tentang Desa, Undang-Undang No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan

    Publik, dan berbagai ketentuan hukum terkait tata pemerintahan. Fokusnya pada

    menganalisis potensi masalah dalam pengelolaan dana desa.

    BAB III PENUTUP

    Berisikan kesimpulan dari penelitian yang dihasilkan dan saran dari penulis.