BAB I TB ANAK

64
BAB I PENDAHULUAN Tuberkulosis (TB) pada anak merupakan masalah khusus yang berbeda dengan TB pada orang dewasa. Perkembangan penyakit TB pada anak saat ini sangat pesat. Diperkirakan sekitar sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi oleh Mycobacterium tuberculosis. Terdapat sekitar 500.000 anak di dunia menderita TB setiap tahun. Di Indonesia proporsi kasus TB Anak di antara semua kasus TB yang ternotifikasi dalam program TB berada dalam batas normal yaitu 8-11 %, tetapi apabila dilihat pada tingkat provinsi sampai fasilitas pelayanan kesehatan menunjukkan variasi proporsi yang cukup lebar yaitu 1,8 – 15,9%. 1 Untuk menangani permasalahan TB anak diperlukan suatu manajemen dalam diagnosis, pengobatan dan pencegahan penyakit TB secara global. TB pada anak saat ini merupakan salah satu komponen penting dalam pengendalian TB, dengan pendekatan pada kelompok risiko tinggi, salah satunya adalah mengingat TB merupakan salah satu penyebab utama kematian pada anak dan bayi di negara endemis TB. 1 Dengan diagnosis yang tepat dan pengobatan dengan dosis yang tepat maka akan meningkatkan kualitas hidup KKS Ilmu Kesehatan Anak RSUD Bangkinang 1

description

tb anak

Transcript of BAB I TB ANAK

Page 1: BAB I TB ANAK

BAB I

PENDAHULUAN

Tuberkulosis (TB) pada anak merupakan masalah khusus yang berbeda

dengan TB pada orang dewasa. Perkembangan penyakit TB pada anak saat ini sangat

pesat. Diperkirakan sekitar sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi oleh

Mycobacterium tuberculosis. Terdapat sekitar 500.000 anak di dunia menderita TB

setiap tahun. Di Indonesia proporsi kasus TB Anak di antara semua kasus TB yang

ternotifikasi dalam program TB berada dalam batas normal yaitu 8-11 %, tetapi

apabila dilihat pada tingkat provinsi sampai fasilitas pelayanan kesehatan

menunjukkan variasi proporsi yang cukup lebar yaitu 1,8 – 15,9%.1

Untuk menangani permasalahan TB anak diperlukan suatu manajemen

dalam diagnosis, pengobatan dan pencegahan penyakit TB secara global. TB pada

anak saat ini merupakan salah satu komponen penting dalam pengendalian TB,

dengan pendekatan pada kelompok risiko tinggi, salah satunya adalah mengingat TB

merupakan salah satu penyebab utama kematian pada anak dan bayi di negara

endemis TB.1

Dengan diagnosis yang tepat dan pengobatan dengan dosis yang tepat maka

akan meningkatkan kualitas hidup anak dan tumbuh kembang anak yang optimal

sesuai dengan potensi genetiknya.2

BAB II

KKS Ilmu Kesehatan Anak RSUD Bangkinang 1

Page 2: BAB I TB ANAK

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh

Mycobacterium tuberculosis(M. Tuberculosis) yang mana penyebaran penyakit ini

bersifat sistemik sehingga dapat mengenai semua organ tubuh dengan lokasi

terbanyak di paru sebagai lokasi infeksi primer.3 Sebagian besar kuman TB

menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya. TB Anak adalah

penyakit TB yang terjadi pada anak usia 0-14 tahun.1

2.2 Epidemiologi

Perkembangan penyakit TB pada anak saat ini sangat pesat. Diperkirakan

sekitar sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi oleh Mycobacterium tuberculosis.

Terdapat sekitar 500.000 anak di dunia menderita TB setiap tahun. Diperkirakan 95%

kasus TB dan 98% kematian akibat TB didunia, terjadi pada negara-negara

berkembang.2 Di Indonesia proporsi kasus TB Anak di antara semua kasus TB yang

teridentifikasi dalam program TB berada dalam batas normal yaitu 8-11 %, tetapi

apabila dilihat pada tingkat provinsi sampai fasilitas pelayanan kesehatan

menunjukkan variasi proporsi yang cukup besar yaitu 1,8 – 15,9%.1

Berdasarkan data Program TB Kementerian Kesehatan TB Anak di antara

semua kasus TB pada tahun 2010 adalah 9,4%, kemudian menjadi 8,5% pada tahun

2011 dan 8,2% pada tahun 2012. Hal ini menunjukan kualitas diagnosis TB anak

masih sangat bervariasi pada level provinsi. Kasus BTA positif pada TB anak tahun

2010 adalah 5,4% dari semua kasus TB anak, sedangkan tahun 2011 naik menjadi

6,3% dan tahun 2012 menjadi 6%.1

2.3 Faktor Risiko

Perkembangan TB pada manusia melalui dua proses, yaitu pertama seseorang

yang rentan bila terpajan oleh kasus TB yang infeksius akan menjadi tertular TB

(infectious TB), dan setelah beberapa lama kemudian baru menjadi sakit. Oleh karena

KKS Ilmu Kesehatan Anak RSUD Bangkinang 2

Page 3: BAB I TB ANAK

itu faktor risiko untuk infeksi berbeda dengan faktor risiko menjadi sakit TB.

Terdapat beberapa faktor yang mempermudah terjadinya infeksi TB maupun

timbulnya penyakit TB pada anak. Faktor-faktor tersebut dibagi menjadi faktor risiko

infeksi dan faktor risiko progresifitas infeksi menjadi penyakit (risiko penyakit).3

A. Faktor Risiko Infeksi TB

Faktor risiko terjadinya infeksi TB antara lain adalah anak yang terpajan

dengan orang dewasa dengan TB aktif (kontak TB positif ), daerah endemis,

kemiskinan, lingkungan yang tidak sehat (higiene dan sanitasi tidak baik), dan tempat

penampungan umum (panti asuhan, penjara, atau panti perawatan lain), yang banyak

terdapat pasien TB dewasa aktif. Sumber infeksi TB pada anak yang terpenting

adalah pajanan terhadap orang dewasa yang infeksius, terutama dengan BTA positif.

Berarti bayi dari seorang ibu dengan BTA sputum positif memiliki risiko tinggi

terinfeksi TB. 3

Semakin erat bayi tersebut dengan ibunya, semakin besar pula kemungkinan

bayi tersebut terpajan percik renik (droplet nuclei) yang infeksius. 3

Risiko timbulnya transmisi kuman dari orang dewasa ke anak akan lebih

tinggi jika pasien dewasa tersebut mempunyai BTA sputum positif, infiltrat luas atau

kavitas pada lobus atas, produksi sputum banyak dan encer, batuk produktif dan kuat,

serta terdapat faktor lingkungan yang kurang sehat terutama sirkulasi udara yang

tidak baik. Pasien TB anak jarang menularkan kuman pada anak lain atau orang

dewasa di sekitarnya. Hal ini dikarenakan kuman TB sangat jarang ditemukan di

dalam sekret endobronkial pasien anak. Beberapa hal yang dapat menjelaskanhal

tersebut. Pertama, jumlah kuman pada TB anak pada umumnya sedikit

(paucibacillary), tetapi karena imunitas anak masih lemah, jumlah yang sedikit

tersebut sudah mampu menyebabkan sakit. Kedua, lokasi infeksi primer yang

kemudian berkembang menjadi sakit TB primer biasanya terjadi di daerah parenkim

yang jauh dari bronkus, sehingga tidak terjadi produksi sputum. Ketiga, tidak

ada/sedikitnya produksi sputum dan tidak terdapatnya reseptor batuk di daerah

parenkim menyebabkan jarangnya terdapat gejala batuk pada TB anak. 3

KKS Ilmu Kesehatan Anak RSUD Bangkinang 3

Page 4: BAB I TB ANAK

Kontak dengan pasien TB merupakan faktor risiko utama, dan makin erat

kontak makin besar risikonya. Oleh karenanya kontak di rumah (household contact)

dengan anggota keluarga yang sakit TB sangat berperan untuk terjadinya infeksi TB

di keluarga, terutama keluarga terdekat. Faktor lain adalah jumlah orang serumah

(kepadatan hunian), lamanya tinggal serumah dengan pasien, pernah sakit TB, dan

satu kamar dengan penderita TB di malam hari, terutama bila satu tempat tidur.3

Gambar 1. Faktor risiko tuberkulosis3

B. Faktor Risiko Sakit TB

Anak yang telah terinfeksi TB tidak selalu akan mengalami sakit TB. Berikut ini

adalah faktor-faktor yang dapat menyebabkan berkembangnya infeksi TB menjadi

sakit TB. Faktor risiko yang pertama adalah usia. Anak berusia <5 tahun mempunyai

risiko lebih besar mengalami progresi infeksi menjadi sakit TB karena imunitas

selularnya belum berkembang sempurna (imatur).3

Risiko sakit TB akan berkurang secara bertahap seiring dengan pertambahan

usia. Pada bayi yang terinfeksi TB, 43% diantaranya akan menjadi sakit TB, pada usia

1-5 tahun menjadi sakit 24%, usia remaja 15%, dan dewasa 5-10%. Anak berusia <5

tahun memiliki risiko lebih tinggi mengalami TB diseminata (seperti TB milier dan

meningitis TB), dengan angka morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Risiko tertinggi

terjadinya progresivitas dari infeksi menjadi sakit TB selama satu tahun pertama

setelah infeksi, terutama selama 6 bulan pertama. Pada bayi, rentang waktu antara

KKS Ilmu Kesehatan Anak RSUD Bangkinang 4

Page 5: BAB I TB ANAK

terjadi infeksi dan timbul sakit TB singkat (kurang dari 1 tahun) dan timbul gejala

akut. 3

Faktor risiko berikutnya adalah infeksi baru yang ditandai dengan adanya

konversi uji tuberkulin (dari negatif menjadi positif) dalam satu tahun terakhir. Faktor

risiko lainnya adalah malnutrisi, keadaan imunokompromais (misalnya pada infeksi

HIV, keganasan, transplantasi organ, dan pengobatan imunosupresi), diabetes

melitus, dan gagal ginjal kronik. Faktor yang tidak kalah penting pada epidemiologi

TB adalah status sosioekonomi yang rendah, penghasilan yang kurang, kepadatan

hunian, pengangguran, pendidikan yang rendah, dan kurangnya dana untuk pelayanan

masyarakat. Di negara maju, migrasi penduduk termasuk menjadi faktor risiko,

sedangkan di Indonesia hal ini belum menjadi masalah yang berarti. Faktor lain yang

mempunyai risiko terjadinya penyakit TB adalah virulensi dari M. tuberkulosis dan

dosis infeksi, namun secara klinis hal tersebut sulit untuk dibuktikan.3

Faktor yang mempengaruhi kemungkinan seseorang menjadi pasien TB adalah status

imunokompromais diantaranya infeksi HIV/AIDS (Human Immunodeficiency

Virus/Acquired Immune Deficiency Syndrome) dan malnutrisi (gizi buruk). HIV

merupakan faktor risiko yang paling kuat bagi terinfeksi TB menjadi sakit TB. Infeksi

HIV mengakibatkan kerusakan luas sistem daya tahan tubuh seluler (cellular

immunity), sehingga jika terjadi infeksi penyerta (oportunistic), seperti tuberkulosis,

maka jumlah pasien TB akan meningkat, dengan demikian penularan TB di

masyarakat akan meningkat pula.4

2.4 Klasifikasi dan Definisi Kasus TB Anak4

Beberapa istilah dalam definisi kasus TB anak:

Terduga pasien TB anak: setiap anak dengan gejala atau tanda mengarah ke TB

Anak

Pasien TB anak berdasarkan hasil konfirmasi bakteriologis: adalah pasien TB

anak yang hasil pemeriksaan sediaan biologinya positif dengan pemeriksaan

mikroskopis langsung atau biakan atau diagnostik cepat yang direkomendasi oleh

Kemenkes RI. Pasien TB paru BTA positif masuk dalam kelompok ini.

KKS Ilmu Kesehatan Anak RSUD Bangkinang 5

Page 6: BAB I TB ANAK

Pasien TB anak berdasarkan diagnosis klinis: pasien TB anak yang TB yang

tidak memenuhi kriteria bakteriologis dan mendapat pengobatan TB berdasarkan

kelainan radiologi dan histopatologi sesuai gambaran TB. Termasuk dalam

kelompok pasien ini adalah Pasien TB Paru BTA negatif, Pasien TB dengan

BTA tidak diperiksa dan Pasien TB Ekstra Paru.

Penentuan klasifikasi dan tipe kasus TB pada anak tergantung dari hal

berikut:

1. Lokasi atau organ tubuh yang terkena:

a. Tuberkulosis Paru. Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang

jaringan (parenkim) paru, tidak termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar

pada hilus.

b. Tuberkulosis Ekstra Paru. Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain

selain paru, misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardium),

kelenjar lymfe, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat

kelamin, dan lain-lain. Anak dengan gejala hanya pembesaran kelenjar tidak

selalu menderita TB Ekstra Paru.

Pasien TB paru dengan atau tanpa TB ekstra paru diklasifikasikan

sebagai TB paru

2. Riwayat pengobatan sebelumnya:

a. Baru

Kasus TB anak yang belum pernah mendapat pengobatan dengan OAT atau

sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan ( 28 dosis) dengan hasil

pemeriksaan bakteriologis sesuai definisi di atas, lokasi penyakit bisa paru

atau ekstra paru.

b. Pengobatan ulang

Kasus TB Anak yang pernah mendapat pengobatan dengan OAT lebih dari 1

bulan ( 28 dosis) dengan hasil pemeriksaan bakteriologis sesuai definisi di

atas, lokasi penyakit bisa paru atau ekstra paru. Berdasarkan hasil pengobatan

sebelumnya, anak dapat diklasifikasikan sebagai kambuh, gagal atau pasien

yang diobati kembali setelah putus berobat (lost to follow-up).

KKS Ilmu Kesehatan Anak RSUD Bangkinang 6

Page 7: BAB I TB ANAK

3. Berat dan ringannya penyakit

a. TB ringan: tidak berisiko menimbulkan kecacatan berat atau kematian,

misalnya TB primer tanpa komplikasi, TB kulit, TB kelenjar dll

b. TB berat: TB pada anak yang berisiko menimbulkan kecacatan berat atau

kematian, misalnya TB meningitis, TB milier, TB tulang dan sendi, TB

abdomen, termasuk TB hepar, TB usus, TB paru BTA positif, TB resisten

obat, TB HIV.

4. Status HIV

Pemeriksaan HIV direkomendasikan pada semua anak suspek TB pada daerah

endemis HIV atau risiko tinggi terinfeksi HIV. Berdasarkan pemeriksaan HIV,

TB pada anak diklasifikasikan sebagai:

a) HIV positif

b) HIV negatif

c) HIV tidak diketahui

d) HIV expose/ curiga HIV. Anak dengan orang tua penderita HIV

diklasifikasikan sebagai HIV expose, sampai terbukti HIV negatif. Apabila

hasil pemeriksaan HIV menunjukkan hasil negatif pada anak usia < 18 bulan,

maka status HIV perlu diperiksa ulang setelah usia > 18 bulan.

5. Resistensi Obat

Pengelompokan pasien TB berdasarkan hasil uji kepekaan M. tuberculosis

terhadap OAT terdiri dari:

a. Monoresistance adalah M. tuberculosis yang resistan terhadap salah satu jenis

OAT lini pertama.

b. Polydrug Resistance adalah M. tuberculosis yang resistan terhadap lebih dari

satu jenis OAT lini pertama selain Isoniazid (H) dan Rifampisin (R) secara

bersamaan.

c. Multi Drug Resistance (MDR) adalah M. tuberculosis yang resistan terhadap

Isoniazid (H) dan Rifampisin (R) dengan atau tanpa OAT lini pertama

lainnya.

KKS Ilmu Kesehatan Anak RSUD Bangkinang 7

Page 8: BAB I TB ANAK

d. Extensive Drug Resistance (XDR) adalah MDR disertai dengan resistan

terhadap salah satu OAT golongan fluorokuinolon dan minimal salah satu dari

OAT lini kedua jenis suntikan yaitu Kanamisin, Kapreomisin dan Amikasin.

e. Rifampicin Resistance adalah M. tuberculosis yang resistan terhadap

Rifampisin dengan atau tanpa resistansi terhadap OAT lain yang dideteksi

menggunakan metode pemeriksaan yang sesuai, pemeriksaan konvensional

atau pemeriksaan cepat. Termasuk dalam kelompok ini adalah setiap

resistansi terhadap rifampisin dalam bentuk Monoresistance, Polydrug

Resistance, MDR dan XDR.2

2.5 Patogenesis

Paru merupakan port d’entree lebih dari 98% kasus infeksi TB. Kuman TB

dalam percik renik (droplet nuclei) yang ukurannya sangat kecil (<5 μm), akan

terhirup dan dapat mencapai alveolus.. Pada sebagian kasus, kuman TB dapat

dihancurkan seluruhnya oleh mekanisme imunologis nonspesifik, sehingga tidak

terjadi respons imunologis spesifik. Akan tetapi, pada sebagian kasus lainnya, tidak

seluruhnya dapat dihancurkan. Pada individu yang tidak dapat menghancurkan

seluruh kuman, makrofag alveolus akan memfagosit kuman TB yang sebagian besar

dihancurkan. Akan tetapi, sebagian kecil kuman TB yang tidak dapat dihancurkan

akan terus berkembang biak di dalam makrofag, dan akhirnya menyebabkan lisis

makrofag. Selanjutnya, kuman TB membentuk lesi di tempat tersebut, yang

dinamakan fokus primer Ghon.3,4

Dari fokus primer Ghon, kuman TB menyebar melalui saluran limfe menuju

kelenjar limfe regional, yaitu kelenjar limfe yang mempunyai saluran limfe ke lokasi

fokus primer. Penyebaran ini menyebabkan terjadinya inflamasi di saluran limfe

(limfangitis) dan di kelenjar limfe (limfadenitis) yang terkena. Jika fokus primer

terletak di lobus bawah atau tengah, kelenjar limfe yang akan terlibat adalah kelenjar

limfe parahilus (perihiler), sedangkan jika fokus primer terletak di apeks paru, yang

akan terlibat adalah kelenjar paratrakeal. Gabungan antara fokus primer, limfangitis,

dan limfadenitis dinamakan kompleks primer (primary complex).3

KKS Ilmu Kesehatan Anak RSUD Bangkinang 8

Page 9: BAB I TB ANAK

Waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman TB hingga terbentuknya

kompleks primer secara lengkap disebut sebagai masa inkubasi. Hal ini berbeda

dengan pengertian masa inkubasi pada proses infeksi lain, yaitu waktu yang

diperlukan sejak masuknya kuman hingga timbulnya gejala penyakit. Masa inkubasi

TB bervariasi selama 2−12 minggu, biasanya berlangsung selama 4−8 minggu.

Selama masa inkubasi tersebut, kuman berkembang biak hingga mencapai jumlah

103–104, yaitu jumlah yang cukup untuk merangsang respons imunitas selular.5

Pada saat terbentuknya kompleks primer, TB primer dinyatakan telah

terjadi. Setelah terjadi kompleks primer, imunitas selular tubuh terhadap TB

terbentuk, yang dapat diketahui dengan adanya hipersensitivitas terhadap

tuberkuloprotein, yaitu uji tuberkulin positif. Selama masa inkubasi, uji tuberkulin

masih negatif. Pada sebagian besar individu dengan sistem imun yang berfungsi baik,

pada saat sistem imun selular berkembang, proliferasi kuman TB terhenti. Akan

tetapi, sejumlah kecil kuman TB dapat tetap hidup dalam granuloma. Bila imunitas

selular telah terbentuk, kuman TB baru yang masuk ke dalam alveoli akan segera

dimusnahkan oleh imunitas selular spesifik (cellular mediated immunity, CMI).3

Setelah imunitas selular terbentuk, fokus primer di jaringan paru biasanya

akan mengalami resolusi secara sempurna membentuk fibrosis atau kalsifikasi setelah

terjadi nekrosis perkijuan dan enkapsulasi. Kelenjar limfe regional juga akan

mengalami fibrosis dan enkapsulasi, tetapi penyembuhannya biasanya tidak

sesempurna fokus primer di jaringan paru. Kuman TB dapat tetap hidup dan menetap

selama bertahun-tahun dalam kelenjar ini, tetapi tidak menimbulkan gejala sakit TB.4

Kompleks primer dapat juga mengalami komplikasi akibat fokus di paru

atau di kelenjar limfe regional. Fokus primer di paru dapat membesar dan

menyebabkan pneumonitis atau pleuritis fokal. Jika terjadi nekrosis perkijuan yang

berat, bagian tengah lesi akan mencair dan keluar melalui bronkus sehingga

meninggalkan rongga di jaringan paru (kavitas). 5

Kelenjar limfe hilus atau paratrakeal yang mulanya berukuran normal pada

awal infeksi, akan membesar karena reaksi inflamasi yang berlanjut, sehingga

bronkus dapat terganggu. Obstruksi parsial pada bronkus akibat tekanan eksternal

KKS Ilmu Kesehatan Anak RSUD Bangkinang 9

Page 10: BAB I TB ANAK

menimbulkan hiperinflasi di segmen distal paru melalui mekanisme ventil (ball-valve

mechanism). Obstruksi total dapat menyebabkan atelektasis. Kelenjar yang

mengalami inflamasi dan nekrosis perkijuan dapat merusak dan menimbulkan erosi

dinding bronkus, sehingga menyebabkan TB endobronkial atau membentuk fistula.

Massa kiju dapat menimbulkan obstruksi komplit pada bronkus sehingga

menyebabkan gabungan pneumonitis dan atelektasis, yang sering disebut sebagai lesi

segmental kolaps-konsolidasi. 4

Selama masa inkubasi, sebelum terbentuknya imunitas selular, dapat terjadi

penyebaran limfogen dan hematogen. Pada penyebaran limfogen, kuman menyebar

ke kelenjar limfe regional membentuk kompleks primer, atau berlanjut menyebar

secara limfohematogen. Dapat juga terjadi penyebaran hematogen langsung, yaitu

kuman masuk ke dalam sirkulasi darah dan menyebar ke seluruh tubuh. Adanya

penyebaran hematogen inilah yang menyebabkan TB disebut sebagai penyakit

sistemik. 3

Penyebaran hematogen yang paling sering terjadi adalah dalam bentuk

penyebaran hematogenik tersamar (occult hematogenic spread). Melalui cara ini,

kuman TB menyebar secara sporadik dan sedikit demi sedikit sehingga tidak

menimbulkan gejala klinis. Kuman TB kemudian akan mencapai berbagai organ di

seluruh tubuh, bersarang di organ yang mempunyai vaskularisasi baik, paling sering

di apeks paru, limpa, dan kelenjar limfe superfisialis. Selain itu, dapat juga bersarang

di organ lain seperti otak, hati, tulang, ginjal, dan lain-lain. Pada umumnya, kuman di

sarang tersebut tetap hidup, tetapi tidak aktif (tenang), demikian pula dengan proses

patologiknya. Sarang di apeks paru disebut dengan fokus Simon, yang di kemudian

hari dapat mengalami reaktivasi dan terjadi TB apeks paru saat dewasa. 2

Bentuk penyebaran hematogen yang lain adalah penyebaran hematogenik

generalisata akut (acute generalized hematogenic spread). Pada bentuk ini, sejumlah

besar kuman TB masuk dan beredar di dalam darah menuju ke seluruh tubuh. Hal ini

dapat menyebabkan timbulnya manifestasi klinis penyakit TB secara akut, yang

disebut TB diseminata. Tuberkulosis diseminata ini timbul dalam waktu 2−6 bulan

setelah terjadi infeksi. Timbulnya penyakit bergantung pada jumlah dan virulensi

KKS Ilmu Kesehatan Anak RSUD Bangkinang 10

Page 11: BAB I TB ANAK

kuman TB yang beredar serta frekuensi berulangnya penyebaran. Tuberkulosis

diseminata terjadi karena tidak adekuatnya sistem imun pejamu (host) dalam

mengatasi infeksi TB, misalnya pada anak bawah lima tahun (balita) terutama di

bawah dua tahun. 3

Bentuk penyebaran yang jarang terjadi adalah protracted hematogenic

spread. Bentuk penyebaran ini terjadi bila suatu fokus perkijuan di dinding vaskuler

pecah dan menyebar ke seluruh tubuh, sehingga sejumlah besar kuman TB akan

masuk dan beredar di dalam darah. Secara klinis, sakit TB akibat penyebaran tipe ini

tidak dapat dibedakan dengan acute generalized hematogenic spread. 3

KKS Ilmu Kesehatan Anak RSUD Bangkinang 11

Page 12: BAB I TB ANAK

*Catatan:

1. Penyebaran hematogen umumnya terjadi secara sporadik (occult hematogenic spread).

Kuman TB kemudian membuat fokus koloni di berbagai organ dengan vaskularisasi yang

baik. Fokus ini berpotensi mengalami reaktivasi dikemudian hari.

2. Kompleks primer terdiri dari fokus primer (1), limfangitis (2), dan limfadenitis regional

(3).

3. TB primer adalah kompleks primer dan komplikasinya.

KKS Ilmu Kesehatan Anak RSUD Bangkinang 12

Page 13: BAB I TB ANAK

4. TB pasca primer terjadi dengan mekanisme reaktivasi fokus lama TB (endogen) atau

reinfeksi (infeksi sekunder) oleh kuman TB dari luar (eksogen), ini disebut TB tipe

dewasa (adult type TB).2

2.6 Diagnosis

A. Penemuan Pasien TB Anak

Pasien TB anak dapat ditemukan dengan cara melakukan pemeriksaan pada:

1. Anak yang kontak erat dengan pasien TB menular.

Yang dimaksud dengan kontak erat adalah anak yang tinggal serumah atau sering

bertemu dengan pasien TB menular. Pasien TB menular adalah terutama pasien

TB yang hasil pemeriksaan sputumnya BTA positif dan umumnya terjadi pada

pasien TB dewasa. Pemeriksaan kontak erat ini akan diuraikan secara lebih rinci

dalam pembahasan pada bab profilaksis TB pada anak.

2. Anak yang mempunyai tanda dan gejala klinis yang sesuai dengan TB anak.

Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi sistemik dan organ yang paling sering

terkena adalah paru. Gejala klinis penyakit ini dapat berupa gejala sistemik/umum

atau sesuai organ terkait. Perlu ditekankan bahwa gejala klinis TB pada anak tidak

khas, karena gejala serupa juga dapat disebabkan oleh berbagai penyakit selain

TB.

Gejala sistemik/umum TB anak adalah sebagai berikut:

a. Berat badan turun tanpa sebab yang jelas atau berat badan tidak naik dengan

adekuat atau tidak naik dalam 1 bulan setelah diberikan upaya perbaikan gizi

yang baik.

b. Demam lama (≥2 minggu) dan/atau berulang tanpa sebab yang jelas (bukan

demam tifoid, infeksi saluran kemih, malaria, dan lain-lain). Demam umumnya

tidak tinggi. Keringat malam saja bukan merupakan gejala spesifik TB pada anak

apabila tidak disertai dengan gejala-gejala sistemik/umum lain.

c. Batuk lama ≥3 minggu, batuk bersifat non-remitting (tidak pernah reda atau

intensitas semakin lama semakin parah) dan sebab lain batuk telah dapat

disingkirkan.

KKS Ilmu Kesehatan Anak RSUD Bangkinang 13

Page 14: BAB I TB ANAK

d. Nafsu makan tidak ada (anoreksia) atau berkurang, disertai gagal tumbuh (failure

to thrive).

e. Lesu atau malaise, anak kurang aktif bermain.

f. Diare persisten/menetap (>2 minggu) yang tidak sembuh dengan pengobatan

baku diare.

Gejala klinis spesifik terkait organ

Gejala klinis pada organ yang terkena TB, tergantung jenis organ yang terkena,

misalnya kelenjar limfe, susunan saraf pusat (SSP), tulang, dan kulit, adalah

sebagai berikut:

1. Tuberkulosis kelenjar (terbanyak di daerah leher atau regio colli):

Pembesaran KGB multipel (>1 KGB), diameter ≥1 cm, konsistensi kenyal, tidak

nyeri, dan kadang saling melekat atau konfluens.

2. Tuberkulosis otak dan selaput otak:

Meningitis TB: Gejala-gejala meningitis dengan seringkali disertai gejala

akibat keterlibatan saraf-saraf otak yang terkena.

Tuberkuloma otak: Gejala-gejala adanya lesi desak ruang.

3. Tuberkulosis sistem skeletal:

Tulang belakang (spondilitis): Penonjolan tulang belakang (gibbus).

Tulang panggul (koksitis): Pincang, gangguan berjalan, atau tanda peradangan

di daerah panggul.

Tulang lutut (gonitis): Pincang dan/atau bengkak pada lutut tanpa sebab yang

jelas.

Tulang kaki dan tangan (spina ventosa/daktilitis).

4. Skrofuloderma:

Ditandai adanya ulkus disertai dengan jembatan kulit antar tepi ulkus (skin

bridge).

5. Tuberkulosis mata:

Konjungtivitis fliktenularis (conjunctivitis phlyctenularis).

Tuberkel koroid (hanya terlihat dengan funduskopi).

KKS Ilmu Kesehatan Anak RSUD Bangkinang 14

Page 15: BAB I TB ANAK

6. Tuberkulosis organ-organ lainnya, misalnya peritonitis TB, TB ginjal dicurigai

bila ditemukan gejala gangguan pada organ-organ tersebut tanpa sebab yang jelas

dan disertai kecurigaan adanya infeksi TB.

B. Pemeriksaan Penunjang untuk Diagnosis TB anak

TB merupakan salah satu penyakit menular dengan angka kejadian yang

cukup tinggi di Indonesia. Diagnosis pasti TB seperti lazimnya penyakit menular

yang lain adalah dengan menemukan kuman penyebab TB yaitu kuman

Mycobacterium tuberculosis pada pemeriksaan sputum, bilas lambung, cairan

serebrospinal, cairan pleura ataupun biopsi jaringan.

Diagnosis pasti TB ditegakkan berdasarkan pemeriksaan mikrobiologi yang

terdiri dari beberapa cara, yaitu pemeriksaan mikroskopis apusan langsung atau

biopsi jaringan untuk menemukan BTA dan pemeriksaan biakan kuman TB. Pada

anak dengan gejala TB, dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan mikrobiologi.

Pemeriksaan serologi yang sering digunakan tidak direkomendasikan oleh WHO

untuk digunakan sebagai sarana diagnostik TB dan Direktur Jenderal BUK Kemenkes

telah menerbitkan Surat Edaran pada bulan Februari 2013 tentang larangan

penggunaan metode serologi untuk penegakan diagnosis TB. Pemeriksaan

mikrobiologik sulit dilakukan pada anak karena sulitnya mendapatkan spesimen.

Spesimen dapat berupa sputum, induksi sputum atau pemeriksaan bilas lambung

selama 3 hari berturut-turut, apabila fasilitas tersedia. Pemeriksaan penunjang lain

yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan histopatologi (PA/Patologi Anatomi) yang

dapat memberikan gambaran yang khas. Pemeriksaan PA akan menunjukkan

gambaran granuloma dengan nekrosis perkijuan di tengahnya dan dapat pula

ditemukan gambaran sel datia langhans dan atau kuman TB.5

Perkembangan Terkini Diagnosis TB

Saat ini beberapa teknologi baru telah didukung oleh WHO untuk

meningkatkan ketepatan diagnosis TB anak, diantaranya pemeriksaan biakan dengan

metode cepat yaitu penggunaan metode cair, molekular (LPA=Line Probe Assay) dan

NAAT=Nucleic Acid Amplification Test) (misalnya Xpert MTB/RIF). Metode ini

KKS Ilmu Kesehatan Anak RSUD Bangkinang 15

Page 16: BAB I TB ANAK

masih terbatas digunakan di semua negara karena membutuhkan biaya mahal dan

persyaratan laboratorium tertentu.

WHO mendukung Xpert MTB/RIF pada tahun 2010 dan telah

mengeluarkan rekomendasi pada tahun 2011 untuk menggunakan Xpert MTB/RIF.

Update rekomendasi WHO tahun 2013 menyatakan pemeriksaan Xpert MTB/RIF

dapat digunakan untuk mendiagnosis TB MDR pada anak, dan dapat digunakan

untuk mendiagnosis TB pada anak ada beberapa kondisi tertentu yaitu tersedianya

teknologi ini. Saat ini data tentang penggunaan Xpert MTB/RIF masih terbatas yaitu

menunjukkan hasil yang lebih baik dari pemeriksaan mikrokopis, tetapi

sensitivitasnya masih lebih rendah dari pemeriksaan biakan dan diagnosis klinis,

selain itu hasil Xpert MTB/RIF yang negatif tidak selalu menunjukkan anak tidak

sakit TB.

Cara Mendapatkan sampel pada Anak

1. Dahak

Pada anak lebih dari 5 tahun dengan gejala TB paru, dianjurkan untuk melakukan

pemeriksaan dahak mikroskopis, terutama bagi anak yang mampu mengeluarkan

dahak. Kemungkinan mendapatkan hasil positif lebih tinggi pada anak >5 tahun.

2. Bilas lambung

Bilas lambung dengan NGT (Naso Gastric Tube) dapat dilakukan pada anak yang

tidak dapat mengeluarkan dahak. Dianjurkan spesimen dikumpulkan selama 3

hari berturut-turut pada pagi hari.

3. Induksi Sputum

Induksi sputum relatif aman dan efektif untuk dikerjakan pada anak semua umur,

dengan hasil yang lebih baik dari aspirasi lambung, terutama apabila

menggunakan lebih dari 1 sampel. Metode ini bisa dikerjakan secara rawat jalan,

tetapi diperlukan pelatihan dan peralatan yang memadai untuk melaksanakan

metode ini.

Secara lebih lengkap metode ini dijelaskan pada lampiran.

Berbagai penelitian menunjukkan organ yang paling sering berperan

sebagai tempat masuknya kuman TB adalah paru karena penularan TB sebagai

KKS Ilmu Kesehatan Anak RSUD Bangkinang 16

Page 17: BAB I TB ANAK

akibat terhirupnya kuman M.tuberculosis melalui saluran nafas (inhalasi). Atas

dasar hal tersebut maka baku emas cara pemeriksaan untuk menegakkan

diagnosis TB adalah dengan cara menemukan kuman dalam sputum. Namun

upaya untuk menemukan kuman penyebab TB pada anak melalui pemeriksaan

sputum sulit dilakukan oleh karena sedikitnya jumlah kuman dan sulitnya

pengambilan spesimen sputum.

Guna mengatasi kesulitan menemukan kuman penyebab TB anak dapat

dilakukan penegakan diagnosis TB anak dengan memadukan gejala klinis dan

pemeriksaan penunjang lain yang sesuai. Adanya riwayat kontak erat dengan pasien

TB menular merupakan salah satu informasi penting untuk mengetahui adanya

sumber penularan. Selanjutnya, perlu dibuktikan apakah anak telah tertular oleh

kuman TB dengan melakukan uji tuberkulin. Uji tuberkulin yang positif menandakan

adanya reaksi hipersensitifitas terhadap antigen (tuberkuloprotein) yang diberikan.

Hal ini secara tidak langsung menandakan bahwa pernah ada kuman yang masuk ke

dalam tubuh anak atau anak sudah tertular. Anak yang tertular (hasil uji tuberkulin

positif) belum tentu menderita TB oleh karena tubuh pasien memiliki daya tahan

tubuh atau imunitas yang cukup untuk melawan kuman TB. Bila daya tahan tubuh

anak cukup baik maka pasien tersebut secara klinis akan tampak sehat dan keadaan

ini yang disebut sebagai infeksi TB laten. Namun apabila daya tahan tubuh anak

lemah dan tidak mampu mengendalikan kuman, maka anak akan menjadi menderita

TB serta menunjukkan gejala spesifik, karena gambarannya dapat menyerupai gejala

akibat penyakit lain. Oleh karena itulah diperlukan ketelitian dalam menilai gejala

klinis pada pasien maupun hasil foto toraks.

Pemeriksaan penunjang utama untuk membantu menegakkan diagnosis TB

pada anak adalah membuktikan adanya infeksi yaitu dengan melakukan uji

tuberkulin/mantoux test. Tuberkulin yang tersedia di Indonesia saat ini adalah PPD

RT-23 2 TU dari Staten Serum Institute Denmark produksi dari Biofarma. Namun uji

tuberkulin belum tersedia di semua fasilitas pelayanan kesehatan.

KKS Ilmu Kesehatan Anak RSUD Bangkinang 17

Page 18: BAB I TB ANAK

Cara melakukan uji tuberkulin

1. Cara mengambil Tuberkulin PPD dari vial:

A. Tusukkan jarum secara vertikal ke dalam vial

B. Ambil tuberkulin PPD sebanyak 0,1 ml dengan cara membalik vial kemudian cabut

jarum dari vial.

C. Ganti jarum dengan yang baru (ukuran No 26/ 27 G). Jarum yang sudah digunakan

untuk mengambil PPD dari vial tidak boleh digunakan untuk menyuntikkan PPD

tersebut.

2. Pemilihan lokasi penyuntikan , a dan antisepsis

A. Lokasi pada volar lengan bawah 5-10 cm di bawah lipatan siku atau daerah 1/3

tengah dari lengan bawah

B. Pilih area yang bersih dari luka, lesi kulit atau jaringan parut

C. Lakukan asepsis dan antisepsis dengan kapas alcohol

3. Penyuntikan secara intra kutan / intra dermal

A. Masukkan jarum secara perlahan, lubang ujung jarum menghadap ke atas,

membentuk sudut 5–15° dengan permukaan lengan.

B. Lubang ujung jarum harus masuk tepat di dalam permukaan kulit (sampai sebatas

lubang ujung jarum).

4. Pengecekan suntikan

A. Setelah dilakukan injeksi yang benar, akan terlihat intradermal wheal (penonjolan di

tempat penyuntikkan berwarna pucat dengan gambaran pori-pori seperti kulit jeruk)

dengan diameter 5–6mm.

B. Setelah jarum suntik dicabut, daerah penyuntikkan jangan diusap atau ditekan dengan

kapas atau alat lain.

C. Jika tidak berhasil (tidak terlihat intradermal wheal), lakukan ulangan pada lokasi

paling sedikit berjarak 5 cm dari tempat suntikan sebelumnya.

D. Jangan dilingkari dengan pulpen/spidol, karena dapat menghalangi pembacaan hasil.

Data-data dicatat di dalam catatan medis.

5. Pencatatan data

A. Catat data yang diperlukan pada catatan medis, yaitu berupa tanggal dan jam

dilakukannya penyuntikan, lokasi penyuntikan dan nomer lot PPD.

KKS Ilmu Kesehatan Anak RSUD Bangkinang 18

Page 19: BAB I TB ANAK

Pembacaan Uji Tuberkulin

Hasil uji tuberkulin harus dibaca 72 jam setelah penyuntikan. Indurasi yang baik dan dapat

dinilai adalah indurasi yang bulat, permukaan rata dan berwarna merah. Jika permukaan

indurasi tidak rata atau terdapat tonjolan di tengahnya, maka indurasi tidak dapat dibaca

karena merupakan tanda adanya infeksi di lokasi penyuntikkan dan dinilai ulang 2 hari lagi.

Bila indurasi berwarna biru atau kehitaman berarti menunjukkan ada hematom sehingga tidak

dapat dinilai dan harus dilakukan uji tuberkulin ulang setelah 2 minggu. Pengukuran indurasi

dilakukan secara transversal dari indurasi.

1. Inspeksi lokasi penyuntikan

2. Palpasi Indurasi

3. Tandai Indurasi

4. Ukur Diameter

5. Catat Diameter

Pemeriksaan penunjang lain yang cukup penting adalah pemeriksaan foto

toraks. Namun gambaran foto toraks pada TB tidak khas karena juga dapat dijumpai

pada penyakit lain. Dengan demikian pemeriksaan foto toraks saja tidak dapat

digunakan untuk mendiagnosis TB, kecuali gambaran TB milier. Secara umum,

gambaran radiologis yang menunjang TB adalah sebagai berikut:

a. Pembesaran kelenjar hilus atau paratrakeal dengan/tanpa infiltrat (visualisasinya

selain dengan foto toraks AP, harus disertai foto toraks lateral)

KKS Ilmu Kesehatan Anak RSUD Bangkinang 19

Page 20: BAB I TB ANAK

b. Konsolidasi segmental/lobar

c. Efusi pleura

d. Milier

e. Atelektasis

f. Kavitas

g. Kalsifikasi dengan infiltrat

h. Tuberkuloma4,5

C. Diagnosis TB pada anak dengan Sistem Skoring

Dalam menegakkan diagnosis TB anak, semua prosedur diagnostik dapat

dikerjakan, namun apabila dijumpai keterbatasan sarana diagnostik yang tersedia,

dapat menggunakan suatu pendekatan lain yang dikenal sebagai sistem skoring.

Sistem skoring tersebut dikembangkan diuji coba melalui tiga tahap penelitian oleh

para ahli yang IDAI, Kemenkes dan didukung oleh WHO dan disepakati sebagai

salah satu cara untuk mempermudah penegakan diagnosis TB anak terutama di

fasilitas pelayanan kesehatan dasar. Sistem skoring ini membantu tenaga kesehatan

agar tidak terlewat dalam mengumpulkan data klinis maupun pemeriksaan penunjang

sederhana sehingga diharapkan dapat mengurangi terjadinya underdiagnosis maupun

overdiagnosis TB.

Penilaian/pembobotan pada sistem skoring dengan ketentuan sebagai

berikut:

Parameter uji tuberkulin dan kontak erat dengan pasien TB menular mempunyai

nilai tertinggi yaitu 3.

Uji tuberkulin bukan merupakan uji penentu utama untuk menegakkan diagnosis

TB pada anak dengan menggunakan sistem skoring.

Pasien dengan jumlah skor ≥6 harus ditatalaksana sebagai pasien TB dan

mendapat OAT.

Setelah dinyatakan sebagai pasien TB anak dan diberikan pengobatan OAT

(Obat Anti Tuberkulosis) harus dilakukan pemantauan hasil pengobatan secara

cermat terhadap respon klinis pasien. Apabila respon klinis terhadap pengobatan baik,

maka OAT dapat dilanjutkan sedangkan apabila didapatkan respons klinis tidak baik

KKS Ilmu Kesehatan Anak RSUD Bangkinang 20

Page 21: BAB I TB ANAK

maka sebaiknya pasien segera dirujuk ke fasilitas pelayanan kesehatan rujukan untuk

dilakukan pemeriksaan lebih lanjut.

Sistem Skoring Diagnosis TB Anak

KKS Ilmu Kesehatan Anak RSUD Bangkinang 21

Page 22: BAB I TB ANAK

KKS Ilmu Kesehatan Anak RSUD Bangkinang 22

Page 23: BAB I TB ANAK

Jika ditemukan salah satu keadaan di bawah ini, pasien dirujuk ke fasilitas

pelayanan kesehatan rujukan:

1. Foto toraks menunjukan gambaran efusi pleura atau milier atau kavitas

2. Gibbus, koksitis

3. Tanda bahaya:

Kejang, kaku kuduk

Penurunan kesadaran

Kegawatan lain, misalnya sesak napas

Catatan:

Parameter Sistem Skoring:

Kontak dengan pasien pasien TB BTA positif diberi skor 3 bila ada bukti tertulis

hasil laboratorium BTA dari sumber penularan yang bisa diperoleh dari TB 01

atau dari hasil laboratorium.

Penentuan status gizi:

o Berat badan dan panjang/ tinggi badan dinilai saat pasien datang (moment

opname).

o Dilakukan dengan parameter BB/TB atau BB/U. Penentuan status gizi untuk

anak usia <5 tahun merujuk pada buku KIA Kemenkes, sedangkan untuk anak

usia >5 tahun merujuk pada kurva CDC 2000 (lihat lampiran).

o Bila BB kurang, diberikan upaya perbaikan gizi dan dievaluasi selama 1

bulan.

Demam (≥2 minggu) dan batuk (≥3 minggu) yang tidak membaik setelah

diberikan pengobatan sesuai baku terapi di puskesmas

Gambaran foto toraks menunjukkan gambaran mendukung TB berupa:

pembesaran kelenjar hilus atau paratrakeal dengan/tanpa infiltrat, atelektasis,

konsolidasi segmental/lobar, milier, kalsifikasi dengan infiltrat, tuberkuloma.

Penegakan Diagnosis

Diagnosis dengan sistem skoring ditegakkan oleh dokter. Apabila di fasilitas

pelayanan kesehatan tersebut tidak tersedia tenaga dokter, pelimpahan wewenang

terbatas dapat diberikan pada petugas kesehatan terlatih strategi DOTS untuk

KKS Ilmu Kesehatan Anak RSUD Bangkinang 23

Page 24: BAB I TB ANAK

menegakkan diagnosis dan tatalaksana TB anak mengacu pada Pedoman

Nasional.

Anak didiagnosis TB jika jumlah skor ≥ 6 (skor maksimal 13)

Anak dengan skor 6 yang diperoleh dari kontak dengan pasien BTA positif dan

hasil uji tuberkulin positif, tetapi TANPA gejala klinis, maka dilakukan observasi

atau diberi INH profilaksis tergantung dari umur anak tersebut. Foto toraks bukan

merupakan alat diagnostik utama pada TB anak

Pasien usia balita yang mendapat skor 5, dengan gejala klinis yang meragukan,

maka pasien tersebut dirujuk ke RS untuk evaluasi lebih lanjut

Anak dengan skor 5 yang terdiri dari kontak BTA positif dan 2 gejala klinis lain,

pada fasyankes yang tidak tersedia uji tuberkulin, maka dapat didiagnosis,

diterapi dan dipantau sebagai TB anak. Pemantauan dilakukan selama 2 bulan

terapi awal, apabila terdapat perbaikan klinis, maka terapi OAT dilanjutkan

sampai selesai.

Semua bayi dengan reaksi cepat (<2 minggu) saat imunisasi BCG dicurigai telah

terinfeksi TB dan harus dievaluasi dengan sistem skoring TB anak

Jika dijumpai skrofuloderma pasien dapat langsung didiagnosis TB

Untuk daerah dengan fasilitas pelayanan kesehatan dasar yang terbatas (uji

tuberkulin dan atau foto toraks belum tersedia) maka evaluasi dengan sistem

skoring tetap dilakukan, dan dapat didiagnosis TB dengan syarat skor ≥ 6 dari

total skor 13.

Pada anak yang pada evaluasi bulan ke-2 tidak menunjukkan perbaikan klinis

sebaiknya diperiksa lebih lanjut adanya kemungkinan faktor penyebab lain

misalnya kesalahan diagnosis, adanya penyakit penyerta, gizi buruk, TB MDR

maupun masalah dengan kepatuhan berobat dari pasien. Apabila fasilitas tidak

memungkinkan, pasien dirujuk ke RS. Yang dimaksud dengan perbaikan klinis

adalah perbaikan gejala awal yang ditemukan pada anak tersebut pada saat

diagnosis.

KKS Ilmu Kesehatan Anak RSUD Bangkinang 24

Page 25: BAB I TB ANAK

D. Tuberkulosis Anak Dalam Keadaan Khusus

Sebagian besar kasus TB anak adalah kasus TB paru dengan lesi minimal

dengan gejala klinis yang ringan, tidak mengancam kehidupan ataupun menimbulkan

kecacatan. Pada beberapa kasus, dapat muncul gejala klinis yang berat seperti TB

meningitis, TB milier, dll.

KKS Ilmu Kesehatan Anak RSUD Bangkinang 25

Page 26: BAB I TB ANAK

Tingkat layanan primer dengan fasilitas terbatas, mungkin tidak mampu

melakukan diagnosis dan tatalaksana pasien TB dengan gejala klinis yang berat.

Dokter dan petugas layanan primer harus mampu mengenali gejala awal TB dengan

gejala klinis yang berat dan mengetahui waktu yang tepat untuk merujuk.

Sehubungan dengan itu, akan diuraikan secara ringkas, hal- hal yang penting untuk

pengenalan dan tatalaksana awal kasus TB dengan gejala klinis yang berat pada anak.

Pelayanan kesehatan sekunder wajib mencatat kasus TB dengan gejala klinis yang

berat ini sesuai dengan Program Nasional Pengendalian TB6

1. TB dengan konfirmasi bakteriologis

Pada anak kuman TB sangat sulit ditemukan disamping karena sulitnya

mendapatkan spesimen pemeriksaan, TB anak bersifat paucibacillary (kuman

sedikit). Sehingga tidak ditemukannya kuman TB pada pemeriksaan dahak tidak

menyingkirkan diagnosis TB anak. TB dengan konfirmasi bakteriologis terdiri dari

hasil positif baik dengan pemeriksaan BTA, biakan maupun tes cepat.

TB anak yang sudah mengalami perjalanan penyakit post primer, dapat

ditemukan hasil BTA positif pada pemeriksaan dahak, sama dengan pada dewasa. Hal

ini biasa terjadi pada anak usia remaja awal. Anak dengan BTA positif ini memiliki

potensi untuk menularkan kuman M tuberculosis kepada orang lain di sekitarnya.

Oleh karena itu pada anak terutama dengan gejala utama batuk dan dapat

mengeluarkan dahak sangat dianjurkan untuk dilakukan pemeriksaan dahak

mikroskopis. Selain itu apabila memungkinkan, spesimen untuk pemeriksaan

laboratorium dapat diperoleh melalui aspirasi dahak, bilasan lambung atau induksi

sputum,

Berdasarkan data Program TB Kementerian Kesehatan pada tahun 2011,

prosentase kasus TB BTA positif pada anak 0-14 tahun adalah 6,3 % dari seluruh

kasus TB anak, angka ini meningkat dari tahun 2010 yaitu sebesar 5,3%.

2. Tuberkulosis Meningitis

Tuberkulosis meningitis, merupakan salah satu bentuk TB pada Sistem

Saraf Pusat yang sering ditemukan pada anak, dan merupakan TB dengan gejala

KKS Ilmu Kesehatan Anak RSUD Bangkinang 26

Page 27: BAB I TB ANAK

klinis berat yang dapat mengancam nyawa, atau meninggalkan gejala sisa pada

anak.

Anak biasanya datang dengan keluhan awal demam lama, sakit kepala,

diikuti kejang berulang dan kesadaran menurun khususnya jika terdapat bukti

bahwa anak telah kontak dengan pasien TB dewasa BTA positif. Apabila

ditemukan gejala-gejala tersebut, harus segera dirujuk ke fasilitas pelayanan

kesehatan rujukan. Pada keadaan ini, diagnosis dengan sistem skoring tidak

direkomendasikan.

Di rumah sakit rujukan, akan dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik

dan dilengkapi dengan uji tuberkulin, laboratorium darah serta pengambilan

cairan serebrospinal untuk dianalisis. Apabila didapatkan tanda peningkatan

tekanan intrakranial seperti muntah-muntah dan edema papil, perlu dilakukan

pemeriksaan CT Scan kepala atau MRI, untuk mencari kemungkinan komplikasi

seperti hidrosefalus. Apabila keadaan anak dengan TB meningitis sudah melewati

masa kritis, maka pemberian OAT dapat dilanjutkan dan dipantau di fasilitas

pelayanan kesehatan primer.

3. TB Milier

Tuberkulosis milier termasuk salah satu bentuk TB dengan gejala klinis

berat dan merupakan 3-7% dari seluruh kasus TB, dengan angka kematian yang

tinggi (dapat mencapai 25% pada bayi). TB milier terjadi oleh karena adanya

penyebaran secara hematogen dan diseminata, bisa ke seluruh organ, tetapi

gambaran milier hanya dapat dilihat secara kasat mata pada foto torak. Terjadinya

TB milier dipengaruhi oleh 3 faktor, yaitu

a. kuman M. tuberculosis (jumlah dan virulensi),

b. status imunologis pasien (nonspesifik dan spesifik), seperti infeksi HIV,

malnutrisi, infeksi campak, pertusis, diabetes melitus, gagal ginjal, keganasan,

dan penggunaan kortikosteroid jangka lama

c. faktor lingkungan (kurangnya paparan sinar matahari, perumahan yang padat,

polusi udara, merokok, penggunaan alkohol, obat bius, serta sosioekonomi).

KKS Ilmu Kesehatan Anak RSUD Bangkinang 27

Page 28: BAB I TB ANAK

Gejala dan tanda awal TB milier sama dengan TB lainnya, dapat disertai

sesak nafas, ronki dan mengi. Dalam keadaan lanjut bisa juga terjadi hipoksia,

pneumotoraks, dan atau pneumomediastinum, sampai gangguan fungsi organ,

serta syok.

Lesi milier dapat terlihat pada foto toraks dalam waktu 2-3 minggu

setelah penyebaran kuman secara hematogen. Gambarannya sangat khas, yaitu

berupa tuberkel halus (millii) yang tersebar merata di seluruh lapangan paru,

dengan bentuk yang khas dan ukuran yang hampir seragam (1-3 mm).

Jika dokter dan petugas di fasilitas pelayannan kesehatan primer

menemukan kasus dengan klinis diduga TB milier, maka wajib dirujuk ke RS

rujukan. Diagnosis ditegakkan melalui riwayat kontak dengan pasien TB BTA

positif, gejala klinis dan radiologis yang khas. Selain itu perlu dilakukan

pemeriksaan pungsi lumbal walaupun belum timbul kejang atau penurunan

kesadaran.

Dengan pengobatan yang tepat, perbaikan TB milier biasanya berjalan

lambat. Respon keberhasilan terapi antara lain adalah menghilangnya demam

setelah 2-3 minggu pengobatan, peningkatan nafsu makan, perbaikan kualitas

hidup sehari-hari, dan peningkatan berat badan. Gambaran milier pada foto toraks

berangsur-angsur menghilang dalam 5-10 minggu, tetapi mungkin juga belum ada

perbaikan sampai beberapa bulan. Pasien yang sudah dipulangkan dari RS dapat

melanjutkan pengobatan di fasyankes primer.

4. Tuberkulosis Tulang/ Sendi

Tuberkulosis tulang atau sendi merupakan suatu bentuk infeksi TB

ekstrapulmonal yang mengenai tulang atau sendi. Insidens TB sendi berkisar 1-

7% dari seluruh TB. Tulang yang sering terkena adalah: tulang belakang

(spondilitis TB), sendi panggul (koksitis), dan sendi lutut (gonitis).

Gejala dan tanda spesifik spesifik berupa bengkak, kaku, kemerahan, dan nyeri

pada pergerakan dan sering ditemukan setelah trauma. Bisa ditemukan gibbus

yaitu benjolan pada tulang belakang yang umumnya seperti abses tetapi tidak

menunjukkan tanda-tanda peradangan. Warna benjolan sama dengan sekitarnya,

KKS Ilmu Kesehatan Anak RSUD Bangkinang 28

Page 29: BAB I TB ANAK

tidak nyeri tekan, dan menimbulkan abses dingin. Kelainan neurologis terjadi

pada keadaan spondilitis yang lanjut, membutuhkan operasi bedah sebagai

tatalaksananya

Kelainan pada sendi panggul dapat dicurigai jika pasien berjalan pincang dan

kesulitan berdiri. Pada pemeriksaan terdapat pembengkakan di daerah lutut, anak

sulit berdiri dan berjalan, dan kadang-kadang ditemukan atrofi otot paha dan

betis.

Pemeriksaan penunjang yang diperlukan adalah foto radiologi, CT scan

dan MRI. Prognosis TB tulang atau sendi sangat bergantung pada derajat

kerusakan sendi atau tulangnya. Pada kelainan minimal umumnya dapat kembali

normal, tetapi pada kelainan yang sudah lanjut dapat menimbulkan sekuele

(cacat) sehingga mengganggu mobilitas pasien.

5. Tuberkulosis Kelenjar

Infeksi TB pada kelenjar limfe superfisial, yang disebut dengan skrofula,

merupakan bentuk TB ekstrapulmonal pada anak yang paling sering terjadi, dan

terbanyak pada kelenjar limfe leher. Kebanyakan kasus timbul 6—9 bulan setelah

infeksi awal M. tuberculosis, tetapi beberapa kasus dapat timbul bertahun-tahun

kemudian. Lokasi pembesaran kelenjar limfe yang sering adalah di servikal

anterior, submandibula, supraklavikula, kelenjar limfe inguinal, epitroklear, atau

daerah aksila.

Kelenjar limfe biasanya membesar perlahan-lahan pada stadium awal

penyakit. Pembesaran kelenjar limfe bersifat kenyal, tidak keras, discrete, dan

tidak nyeri. Pada perabaan, kelenjar sering terfiksasi pada jaringan di bawah atau

di atasnya. Limfadenitis ini paling sering terjadi unilateral, tetapi infeksi bilateral

dapat terjadi karena pembuluh limfatik di daerah dada dan leher-bawah saling

bersilangan. Uji tuberkulin biasanya menunjukkan hasil positif, Gambaran foto

toraks terlihat normal.

Diagnosis definitif memerlukan pemeriksaan histologis dan

bakteriologis yang diperoleh melalui biopsi, yang dapat dilakukan di fasilitas

rujukan.

KKS Ilmu Kesehatan Anak RSUD Bangkinang 29

Page 30: BAB I TB ANAK

6. Tuberkulosis Pleura

Efusi pleura adalah penumpukan abnormal cairan dalam rongga pleura.

Salah satu etiologi yang perlu dipikirkan bila menjumpai kasus efusi pleura di

Indonesia adalah TB. Efusi pleura TB bisa ditemukan dalam 2 bentuk, yaitu (1)

cairan serosa, bentuk ini yang paling banyak dijumpai ; (2) empiema TB, yang

merupakan efusi pleura TB primer yang gagal mengalami resolusi dan berlanjut

ke proses supuratif kronik.

Gejala dan tanda awal meliputi demam akut yang disertai batuk juga

sering datang dalam keadaan sesak nafas yang hebat. Pemeriksaan foto toraks

dijumpai kelainan parenkim paru. Efusi pleura hampir selalu terjadi di sisi yang

sama dengan kelainan parenkim parunya. Untuk diagnosis definitif dan terapi,

pasien ini harus segera dirujuk.

Penunjang diagnostik yang dilakukan di fasilitas rujukan adalah analisis

cairan pleura, jaringan pleura dan biakan TB dari cairan pleura. Drainase cairan

pleura dapat dilakukan jika cairan sangat banyak. Penebalan pleura sebagai sisa

penyakit dapat terjadi pada 50% kasus.

7. Tuberkulosis Kulit

Skrofuloderma merupakan manifestasi TB kulit yang paling khas dan

paling sering dijumpai pada anak. Skrofuloderma terjadi akibat penjalaran

perkontinuitatum dari kelenjar limfe yang terkena TB. Manifestasi klinis

skrofuloderma sama dengan gejala umum TB anak. Skrofuloderma biasanya

ditemukan di leher dan wajah, dan di tempat yang mempunyai kelompok kelenjar

limfe, misalnya di daerah parotis, submandibula, supraklavikula, dan daerah

lateral leher. Selain itu, skrofuloderma dapat timbul di ekstremitas atau trunkus

tubuh, yang disebabkan oleh TB tulang dan sendi.

Lesi awal skrofuloderma berupa nodul subkutan atau infiltrat subkutan

dalam yang keras (firm), berwarna merah kebiruan, dan tidak menimbulkan

keluhan (asimtomatik). Infiltrat kemudian meluas/ membesar dan menjadi padat

kenyal (matted and doughy). Selanjutnya mengalami pencairan, fluktuatif, lalu

pecah (terbuka ke permukaan kulit), membentuk ulkus berbentuk linear atau

KKS Ilmu Kesehatan Anak RSUD Bangkinang 30

Page 31: BAB I TB ANAK

serpiginosa, dasar yang bergranulasi dan tidak beraturan, dengan tepi bergaung

(inverted), berwarna kebiruan, disertai fistula dan nodul granulomatosa yang

sedikit lebih keras. Kemudian terbentuk jaringan parut/sikatriks berupa

pita/benang fibrosa padat, yang membentuk jembatan di antara ulkus-ulkus atau

daerah kulit yang normal. Pada pemeriksaan, didapatkan berbagai bentuk lesi,

yaitu plak dengan fibrosis padat, sinus yang mengeluarkan cairan, serta massa

yang fluktuatif.

Diagnosis definitif adalah biopsi aspirasi jarum halus/ BAJAH/ fine needle

aspiration biopsy=FNAB,) ataupun secara biopsi terbuka (open biopsy). Pada

pemeriksaan tersebut dicari adanya M. tuberculosis dengan cara biakan dan

pemeriksaan histopatologis jaringan. Hasil PA dapat berupa granuloma dengan

nekrotik di bagian tengahnya, terdapat sel datia Langhans, sel epiteloid, limfosit,

serta BTA.

Tatalaksana pasien dengan TB kulit adalah dengan OAT dan tatalaksana

lokal/topikal dengan kompres atau higiene yang baik.

8. Tuberkulosis Abdomen

TB abdomen mencakup lesi granulomatosa yang bisa ditemukan di

peritoneum (TB peritonitis), usus, omentum, mesenterium, dan hepar. M

tuberculosis sampai ke organ tersebut secara hematogen ataupun penjalaran

langsung. Peritonitis TB merupakan bentuk TB anak yang jarang dijumpai, yaitu

sekitar 1-5% dari kasus TB anak. Umumnya terjadi pada dewasa dengan

perbandingan perempuan lebih sering dari laki-laki (2:1).

Pada peritonium terbentuk tuberkel dengan massa perkijuan yang dapat

membentuk satu kesatuan (konfluen). Pada perkembangan selanjutnya, omentum

dapat menggumpal di daerah epigastrium dan melekat pada organ-organ

abdomen, sehingga pada akhirnya dapat menyebabkan obstruksi usus. Di lain

pihak, kelenjar limfe yang terinfeksi dapat membesar, menyebabkan penekanan

pada vena porta dengan akibat pelebaran vena dinding abdomen dan asites.

Umumnya, selain gejala khusus peritonitis TB, dapat timbul gejala klinis

umum TB anak. Tanda yang dapat terlihat adalah ditemukannya massa

KKS Ilmu Kesehatan Anak RSUD Bangkinang 31

Page 32: BAB I TB ANAK

intraabdomen dan adanya asites. Kadang-kadang ditemukan fenomena papan

catur, yaitu pada perabaan abdomen didapatkan adanya massa yang diselingi

perabaan lunak, kadang-kadang didapat pada obstruksi usus dan asites.

Tuberkulosis hati jarang ditemukan, hasil penyebaran hematogen melalui

vena porta atau jalur limfatik, yaitu rupturnya kelenjar limfe porta hepatik yang

membawa M. tuberculosis ke hati. Lesi TB di hati dapat berupa granuloma milier

kecil (tuberkel). Granuloma dimulai dengan proliferasi fokal sel Kupffer yang

membentuk nodul kecil sebagai reaksi terhadap adanya M. tuberculosis dalam

sinusoid hati. Makrofag dan basil membentuk tuberkel yang mengandung sel-sel

epiteloid, sel datia Langhans (makrofag yang bersatu), dan limfosit T.

Diagnosis pasti TB abdomen dilaksanakan di fasyankes rujukan. Beberapa

pemeriksaan lanjutan yang akan dilakukan adalah foto polos abdomen, analisis

cairan asites dan biopsi peritoneum. Pada keadaan obstruksi usus karena

perlengketan perlu dilakukan tindakan operasi.

9. Tuberkulosis Mata

Tuberkulosis pada mata umumnya mengenai konjungtiva dan kornea,

sehingga sering disebut sebagai keratokonjungtivitis fliktenularis (KF).

Keratokonjungtivitis fliktenularis adalah penyakit pada konjungtiva dan kornea

yang ditandai oleh terbentuknya satu atau lebih nodul inflamasi yang disebut

flikten pada daerah limbus, disertai hiperemis di sekitarnya. Umumnya ditemukan

pada anak usia 3—15 tahun dengan faktor risiko berupa kemiskinan, kepadatan

penduduk, sanitasi buruk, dan malnutrisi.

Manifestasi klinis KF dapat berupa iritasi, nyeri, lakrimasi, fotofobia, dan

dapat mengeluarkan sekret mata, disertai gejala umum TB. Untuk menyingkirkan

penyebab stafilokokus, perlu dilakukan usap konjungtiva.

Pemeriksaan penunjang yang diperlukan adalah untuk mencari

penyebabnya seperti uji tuberkulin, pemeriksaan radiologis, dan pemeriksaan

feses. Komplikasi yang mungkin timbul adalah ulkus fasikuler, parut kornea, dan

perforasi kornea. Penggunaan kortikosteroid topikal mempunyai efek yang baik

tetapi dapat menyebabkan glaukoma dan katarak.

KKS Ilmu Kesehatan Anak RSUD Bangkinang 32

Page 33: BAB I TB ANAK

10. Tuberkulosis Ginjal

Tuberkulosis ginjal pada anak jarang karena masa inkubasinya bertahun-

tahun. TB ginjal merupakan hasil penyebaran hematogen. Fokus perkijuan kecil

berkembang di parenkim ginjal dan melepaskan kuman TB ke dalam tubulus. Massa

yang besar akan terbentuk dekat dengan korteks ginjal, yang mengeluarkan kuman

melalui fistula ke dalam pelvis ginjal. Infeksi kemudian menyebar secara lokal ke

ureter, prostat, atau epididimis.

Tuberkulosis ginjal seringkali secara klinis tenang pada fase awal, hanya

ditandai piuria yang steril dan hematuria mikroskopis. Disuria, nyeri pinggang atau

nyeri abdomen dan hematuria makroskopis dapat terjadi sesuai dengan

berkembangnya penyakit.

Superinfeksi dengan kuman lain, yang sering kali menyebabkan gejala yang

lebih akut, dapat memperlambat diagnosis TB sebagai penyakit dasarnya.

Hidronefrosis atau striktur ureter dapat memperberat penyakitnya. BTA dalam urine

dapat ditemukan. Pielografi intravena (PIV) sering menunjukkan massa lesi, dilatasi

ureter-proksimal, filling defect kecil yang multipel, dan hidronefrosis jika ada striktur

ureter. Sebagian besar penyakit terjadi unilateral. Pemeriksaan pencitraan lain yang

dapat digunakan adalah USG dan CT scan.

Pengobatan TB ginjal bersifat holistik, yaitu selain pemberian OAT juga

dilakukan penanganan terhadap kelainan ginjal yang terjadi. Apabila diperlukan

tindakan bedah, dapat dilakukan setelah pemberian OAT selama 4-6 minggu.

11. Tuberkulosis Jantung

Tuberkulosis yang lebih umum terjadi pada jantung adalah perikarditis TB,

tetapi hanya 0,5-4% dari TB anak. Perikarditis TB biasanya terjadi akibat invasi

kuman secara langsung atau drainase limfatik dari kelenjar limfe subkarinal.

Gejalanya tidak khas, yaitu demam subfebris, lesu, dan BB turun. Nyeri dada

jarang timbul pada anak. Dapat ditemukan friction rub dan suara jantung melemah

dengan pulsus paradoksus. Terdapat cairan perikardium yang khas, yaitu

serofibrinosa atau hemoragik. Basil Tahan Asam jarang ditemukan pada cairan

perikardium, tetapi kultur dapat positif pada 30-70% kasus. Hasil kultur positif dari

KKS Ilmu Kesehatan Anak RSUD Bangkinang 33

Page 34: BAB I TB ANAK

biopsi perikardium yang tinggi dan adanya granuloma sering menyokong diagnosis

TB jantung. Selain OAT diberikan juga kortikosteroid. Perikardiotomi parsial atau

komplit dapat diperlukan jika terjadi penyempitan perikard.7

2.7 Penatalaksanaan

Tatalaksana medikamentosa TB Anak terdiri dari terapi (pengobatan) dan

profilaksis (pencegahan). Terapi TB diberikan pada anak yang sakit TB, sedangkan

profilaksis TB diberikan pada anak yang kontak TB (profilaksis primer) atau anak

yang terinfeksi TB tanpa sakit TB (profilaksis sekunder).

Beberapa hal penting dalam tatalaksana TB Anak adalah:

Obat TB diberikan dalam paduan obat tidak boleh diberikan sebagai monoterapi.

Pemberian gizi yang adekuat.

Mencari penyakit penyerta, jika ada ditatalaksana secara bersamaan.

A. Paduan OAT Anak

Prinsip pengobatan TB anak: 3,4

OAT diberikan dalam bentuk kombinasi minimal 3 macam obat untuk mencegah

terjadinya resistensi obat dan untuk membunuh kuman intraseluler dan

ekstraseluler

Waktu pengobatan TB pada anak 6-12 bulan. pemberian obat jangka panjang

selain untuk membunuh kuman juga untuk mengurangi kemungkinan terjadinya

kekambuhan

Pengobatan TB pada anak dibagi dalam 2 tahap:

Tahap intensif, selama 2 bulan pertama. Pada tahap intensif, diberikan minimal 3

macam obat, tergantung hasil pemeriksaan bakteriologis dan berat ringannya

penyakit.

Tahap Lanjutan, selama 4-10 bulan selanjutnya, tergantung hasil pemeriksaan

bakteriologis dan berat ringannya penyakit.

Selama tahap intensif dan lanjutan, OAT pada anak diberikan setiap hari untuk

mengurangi ketidakteraturan minum obat yang lebih sering terjadi jika obat tidak

diminum setiap hari.

KKS Ilmu Kesehatan Anak RSUD Bangkinang 34

Page 35: BAB I TB ANAK

Pada TB anak dengan gejala klinis yang berat, baik pulmonal maupun

ekstrapulmonal seperti TB milier, meningitis TB, TB tulang, dan lain-lain dirujuk

ke fasilitas pelayanan kesehatan rujukan.

Pada kasus TB tertentu yaitu TB milier, efusi pleura TB, perikarditis TB, TB

endobronkial, meningitis TB, dan peritonitis TB, diberikan

kortikosteroid (prednison) dengan dosis 1-2 mg/kg BB/hari, dibagi dalam 3 dosis.

Dosis maksimal prednisone adalah 60mg/hari. Lama pemberian kortikosteroid

adalah 2-4 minggu dengan dosis penuh dilanjutkan tappering off dalam jangka

waktu yang sama. Tujuan pemberian steroid ini untuk mengurangi proses

inflamasi dan mencegah terjadi perlekatan jaringan.

Paduan OAT untuk anak yang digunakan oleh Program Nasional Pengendalian

Tuberkulosis di Indonesia adalah:

Kategori Anak dengan 3 macam obat: 2HRZ/4HR

Kategori Anak dengan 4 macam obat: 2HRZE(S)/4-10HR

Paduan OAT Kategori Anak diberikan dalam bentuk paket berupa obat Kombinasi

Dosis Tetap (OAT-KDT). Tablet OAT KDT ini terdiri dari kombinasi 2 atau 3

jenis obat dalam satu tablet. Dosisnya disesuaikan dengan berat badan pasien.

Paduan ini dikemas dalam satu paket untuk satu pasien.

OAT untuk anak juga harus disediakan dalam bentuk OAT kombipak untuk

digunakan dalam pengobatan pasien yang mengalami efek samping OAT KDT.

KKS Ilmu Kesehatan Anak RSUD Bangkinang 35

Page 36: BAB I TB ANAK

KKS Ilmu Kesehatan Anak RSUD Bangkinang 36

Page 37: BAB I TB ANAK

2.8 Pencegahan

A. Vaksinasi BCG pada Anak

Vaksin BCG adalah vaksin hidup yang dilemahkan yang berasal dari

Mycobacterium bovis. Pemberian vaksinasi BCG berdasarkan Program

Pengembangan Imunisasi diberikan pada bayi 0-2 bulan. Pemberian vaksin BCG

pada bayi > 2 bulan harus didahului dengan uji tuberkulin. Petunjuk pemberian

KKS Ilmu Kesehatan Anak RSUD Bangkinang 37

Page 38: BAB I TB ANAK

vaksinasi BCG mengacu pada Pedoman Program Pemberian Imunisasi Kemenkes.

Secara umum perlindungan vaksin BCG efektif untuk mencegah terjadinya TB berat

seperti TB milier dan TB meningitis yang sering didapatkan pada usia muda. Saat ini

vaksinasi BCG ulang tidak direkomendasikan karena tidak terbukti memberi

perlindungan tambahan. 8

Perhatian khusus pada pemberian vaksinasi BCG yaitu : 4

1. Bayi terlahir dari ibu pasien TB BTA positif

Bayi yang terlahir dari ibu yang terdiagnosis TB BTA positif pada trimester 3

kehamilan berisiko tertular ibunya melalui placenta, cairan amnion maupun

hematogen. Sedangkan bayi yang terlahir dari ibu pasien TB BTA positif selama

masa neonatal berisiko tertular ibunya melalui percik renik. Pada kedua kondisi

tersebut bayi sebaiknya dilakukan rujukan

2. Bayi terlahir dari ibu pasien infeksi HIV/AIDS

Bayi yang dilahirkan dari ibu yang terbukti infeksi HIV/AIDS tidak dianjurkan

diberikan imunisasi BCG, bayi sebaiknya dilakukan rujukan untuk pembuktian

apakah bayi sudah terinfeksi HIV atau tidak.

Sejumlah kecil anak-anak (1-2%) mengalami komplikasi setelah vaksinasi BCG.

Komplikasi paling sering termasuk abses lokal, infeksi bakteri sekunder, adenitis

supuratif dan pembentukan keloid lokal. Kebanyakan reaksi akan sembuh selama

beberapa bulan. Pada beberapa kasus dengan reaksi lokal persisten

dipertimbangkan untuk dilakukan rujukan. Begitu juga pada kasus dengan

imunodefisiensi mungkin memerlukan rujukan.

B. Skrining dan Manajemen Kontak

Skrining dan manajemen kontak adalah kegiatan investigasi yang dilakukan

secara aktif dan intensif untuk menemukan 2 hal yaitu (1) anak yang mengalami

paparan dari pasien TB BTA positif, dan (2) orang dewasa yang menjadi sumber

penularan bagi anak yang didiagnosis TB.

Latar belakang perlunya Investigasi Kontak: 7

1. Konsep infeksi dan sakit pada TB.

KKS Ilmu Kesehatan Anak RSUD Bangkinang 38

Page 39: BAB I TB ANAK

2. Anak yang kontak erat dengan sumber kasus TB BTA positif sangat berisiko

infeksi TB dibanding yang tidak kontak yaitu sebesar 24.4– 69.2%.

3. Bayi dan anak usia < 5 tahun, mempunyai risiko sangat tinggi untuk

berkembangnya sakit TB, terutama pada 2 tahun pertama setelah infeksi, bahkan

pada bayi dapat terjadi sakit TB dalam beberapa minggu.

4. Pemberian terapi pencegahan pada anak infeksi TB, sangat mengurangi

kemungkinan berkembangnya sakit TB.

Tujuan utama skrining dan manajemen kontak adalah :

1. Meningkatkan penemuan kasus melalui deteksi dini dan mengobati temuan kasus

sakit TB.

2. Identifikasi kontak pada semua kelompok umur yang asimtomatik TB, yang

berisiko untuk berkembang jadi sakit TB

3. Memberikan terapi pencegahan untuk anak yang terinfeksi TB, meliputi anak usia

< 5 tahun dan infeksi HIV pada semua umur.

Kasus TB yang memerlukan skrining kontak adalah semua kasus TB

dengan BTA positif dan semua kasus anak yang didiagnosis TB. Skrining kontak

ini dilaksanakan secara sentripetal dan sentrifugal.

KKS Ilmu Kesehatan Anak RSUD Bangkinang 39

Page 40: BAB I TB ANAK

Langkah Pelaksanaan Skrining Kontak

Jika Kasus Indeks adalah dewasa BTA positif

Tentukan berapa jumlah anak yang kontak dengan kasus indeks, sesuai dengan

definisi di atas

Setiap anak yang sudah diidentifikasi, harus dilakukan evaluasi tentang ada atau

tidaknya infeksi dan gejala TB (lihat bab diagnosis)

Jika terdapat gejala sugestif TB, harus dievaluasi untuk kemungkinan sakit TB

(lihat bab diagnosis)

Catat semua anak yang teridentifikasi sebagai kontak TB pada register TB 01

KKS Ilmu Kesehatan Anak RSUD Bangkinang 40

Page 41: BAB I TB ANAK

o Kontak dengan gejala sugestif TB harus dievaluasi menggunakan sistem

skoring.

o Jika tidak ada gejala sugestif TB, maka anak dapat dipertimbangkan untuk

mendapatkan pengobatan preventif dengan Isoniazid selama 6 bulan apabila

anak berumur < 5 tahun.

Jika kasus indeks adalah anak dengan sakit TB

o Tentukan sumber kasus dengan melakukan identifikasi terhadap orang dewasa

yang pernah kontak erat dan atau kontak serumah (sesuai definisi di atas)

dalam 3 bulan terakhir.

o Jika dapat diidentifikasi, evaluasi apakah tersangka sumber kasus TB dewasa

tersebut sudah didiagnosis atau telah mendapat terapi TB.

o Jika belum, pastikan sumber kasus mendapat manajemen yang layak sesuai

pedoman kasus TB dewasa

o Identifikasi juga anak lain yang mungkin sudah terpapar dari tersangka

sumber kasus tersebut dan evaluasi sesuai langkah-langkah di atas.

C. Tatalaksana Pencegahan dengan Isoniazid

Sekitar 50-60% anak yang tinggal dengan pasien TB paru dewasa dengan

BTA sputum positif, akan terinfeksi TB juga. Kira-kira 10% dari jumlah tersebut

akan mengalami sakit TB. Infeksi TB pada anak kecil berisiko tinggi menjadi TB

berat (misalnya TB meningitis atau TB milier) sehingga diperlukan pemberian

kemoprofilaksis untuk mencegah terjadinya sakit TB.

Cara pemberian Isoniazid untuk Pencegahan sesuai dengan tabel berikut:

KKS Ilmu Kesehatan Anak RSUD Bangkinang 41

Page 42: BAB I TB ANAK

Keterangan

Obat yang diberikan adalah INH (Isoniazid) dengan dosis 10 mg/ kgBB (7-15

mg/kg) setiap hari selama 6 bulan.

Setiap bulan (saat pengambilan obat Isoniazid) dilakukan pemantauan terhadap

adanya gejala TB. Jika terdapat gejala TB pada bulan ke 2, ke 3, ke 4, ke 5 atau

ke 6, maka harus segera dievaluasi terhadap sakit TB dan jika terbukti sakit TB,

pengobatan harus segera ditukar ke regimen terapi TB anak dimulai dari awal

Jika rejimen Isoniazid profilaksis selesai diberikan (tidak ada gejala TB selama 6

bulan pemberian), maka rejimen isoniazid profilaksis dapat dihentikan.

Bila anak tersebut belum pernah mendapat imunisasi BCG, perlu diberikan BCG

setelah pengobatan profilaksis dengan INH selesai.

KKS Ilmu Kesehatan Anak RSUD Bangkinang 42

Page 43: BAB I TB ANAK

DAFTAR PUSTAKA

1. Kartasasmita, CB. Epidemiologi Tuberkulosis. Bagian Ilmu Penyakit Anak FK Universitas Padjajaran. Sari Pediatri 2009

2. Behrman, Richard E. Kliegman, Robert M. Jenson, Hal B. Nelson’s Textbook of Pediatrics. Ed-17. Pennsylvania: Saunders; 2004.

3. Rahajoe N, Supriyanto B, dkk. Buku Ajar Respiratologi Anak. Edisi pertama. Jakarta: Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2010.

4. Kementerian Kesehatan RI. 2013. Petunjuk Teknis Manajemen TB Anak. Diunduh dari: www.spiritia.or.id/dok/juknisTBAnak2013.pdf [Diakses tanggal 24 Oktober 2015].

5. Werdhani, RA. Patofisiologi, Diagnosis, dan Klasifikasi Tuberkulosis. Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas, Okupasi dan Keluarga. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2010.

6. Kelompok Kerja TB Anak. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Diagnosis dan Tatalaksana TB Anak. Departemen Kesehatan RI: 2009.

7. Rahajoe N, Darfioes B, dkk. Pedoman Nasional Tuberkulosis Anak. Edisi Kedua. Jakarta: UUK Respirologi PP IDAI. 2011.

8. Ikatan Dokter Indonesia. Pedoman diagnosis dan Tatalaksana Tuberkulosis di Indonesia. Jakarta: Badan Penerbit IDI. 2009.

KKS Ilmu Kesehatan Anak RSUD Bangkinang 43