BAB I.docx
Transcript of BAB I.docx
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Stroke adalah salah satu penyebab kematian tertinggi, yang berdasarkan laporan tahunan
2006 di RS dr. Saiful Anwar, Malang, angka kematian ini berkisar antara 16,31% (462/2832) dan
menyebabkan 4,41% (1356/30096) pasien dirawatinapkan. Angka-angka tersebut tidak
membedakan antara stroke iskemik dan hemoragik. Di negara lain seperti Inggris dan Amerika,
sebagian besar stroke yang dijumpai pada pasien (88%) adalah jenis iskemik karena
penyumbatan pada pembuluh darah, sedangkan sisanya adalah stroke hemoragik karena
pecahnya pembuluh darah. Walaupun jumlah kejadian relatif lebih kecil, tapi stroke hemoragik
lebih sering mengakibatkan mortalitas. Pada hemoragik strokeintracerebral (ICH), salah satu
subtipe stroke, kematian dapat mencapai >40% dan yang berhasil selamat pun banyak
mengalami kecacatan (Lyrawati, 2008)
1.2 Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi dari stroke
2. Untuk mengetahui klasifikasi stroke
3. Untuk mengetahui penanganan pada pasien stroke
4. Untuk mengetahui penanganan pada pasien stroke dengan trauma
5. Untuk mengetahui teknik anestesi pada pasien stroke dengan trauma
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
A. Definisi stroke
Definisi stroke menurut WHO Task Force in Stroke and other Cerebrovascular Disease
(1989) adalah suatu gangguan disfungsi neurologist akut yang disebabkan oleh gangguan
peredaran darah, dan terjadi secara mendadak (dalam beberapa detik) atau setidak-tidaknya
secara cepat (dalam beberapa jam) dengan gejala-gejala dan tanda-tanda yang sesuai dengan
daerah fokal otak yang terganggu (WHO, 1989).
Stroke secara umum merupakan defisit neurologis yang mempunyai serangan mendadak dan
berlangsung 24 jam sebagai akibat dari terganggunya pembuluh darah otak (Hudak dan Gallo,
1997) .
Stroke adalah keadaan di mana sel-sel otak mengalami kerusakan karena tidak mendapat
pasokan oksigen dan nutrisi yang cukup. Sel-sel otak harus selalu mendapat pasokan oksigen dan
nutrisi yang cukup agar tetap hidup dan dapat menjalankan fungsinya dengan baik. Oksigen dan
nutrisi ini dibawa oleh darah yang mengalir di dalam pembuluh-pembuluh darah yang menuju
sel-sel otak. Apabila karena sesuatu hal aliran darah atau aliran pasokan oksigen dan nutrisi ini
terhambat selama beberapa menit saja, maka dapat terjadi stroke. Penghambatan aliran oksigen
ke sel-sel otak selama 3 atau 4 menit saja sudah mulai menyebabkan kerusakan sel-sel otak.
Makin lama penghambatan ini terjadi, efeknya akan makin parah dan makin sukar dipulihkan.
Sehingga tindakan yang cepat dalam mengantisipasi dan mengatasi serangan stroke sangat
menentukan kesembuhan dan pemulihan kesehatan penderita stroke. 1
B. Insiden
S u r v e y y a n g d i l a k u k a n o l e h American Stroke Association pada tahun
2007,didapatkan sekitar 795.000 jiwa di Amerika mengalami infark serebral, dimana
610.000merupakan serangan pertama dan 185.000 adalah serangan berulang. Setiap
40 detik, penderita srtoke bertambah. Tingkat kematian yang disebabkan oleh stroke adalah
251 per 100.000 penduduk, dimana sekitar 2200 penderita meninggal setiap harinya, dan
2
1orang men ingga l s e t i ap 39 de t i k . Da r i t ahun 1997 h ingga 2007 , angka
kema t i an i n i meningkat sebesar 27,8%. Penyakit serebrovaskular adalah penyebab ketiga
yang palingumum menyebabkan kema t i an pada o r ang dewasa dan merupakan
s a tu da r i banyak penyebab disfungsi neurologik, dan hipertensi merupakan faktor resiko
yang paling banyak menyumbang terhadap kejadian stroke. 1,2
C. Klasifikasi Stroke
Stroke dapat dibagi menjadi dua kategori utama yaitu, stroke perdarahan dan stroke iskemik.
Dua kategori ini merupakan suatu kondisi yang berlawanan. Pada stroke hemoragik kranium
yang tertutup mengandung darah yang terlalu banyak, sedangkan pada stroke iskemik
: terjadinya gangguan ketersediaan darah pada suatu area di otak dengan kebutuhan. oksigen
dan nutrisi area tersebut. Setiap kategori dari stroke dapat dibagi menjadi beberapa subtipe, yang
masing-masing mempunyai strategi penanganan yang berbeda. 1,2
1. Stroke Hemoragik
Diakibatkan karena pecahnya suatu mikroaneurisma dari Charcot atau etat crible di otak.
Dapat dibedakan berdasarkan
a. Perdarahan Intraserebral (PIS)
Perdarahan langsung ke jaringan otak atau disebut perdarahan parenkim otak. Perdarahan
intraparenkim spontan (non-traumatik) paling sering terjadi pada usia pertengahan dan lanjut,
dengan insiden puncak pada usia sekitar 60 tahun. Sebagian besar disebabkan oleh ruptur sebuah
pembuluh intraparenkim kecil. Penyebab mendasar yang paling sering menyebabkan perdarahan
parenkim otak primer adalah hipertensi yang menyebabkan lebih dari 50% kasus perdarahan dan
secara klinis bermakna. Sebaliknya, perdarahan otak merupakan penyebab sekitar 15% kematian
pada pasien dengan hipertensi kronis. 1,13
Pada perdarahan jenis ini arteri yang berfungsi memvaskularisasi otak ruptur atau pecah,
sehingga akan menyebabkan kebocoran darah ke otak, dan kadang menyebabkan otak tertekan
karena adanya penambahan volume cairan. Pada orang dengan hipertensi kronis terjadi proses
degeneratif pada otot dan unsur elastik dari dinding arteri. Perubahandegeneratif ini dan dengan
beban tekanan darah tinggi, dapat membentuk penggembungan-penggembungan kecil setempat
yang disebut aneurisma Charcot-Bourchard. Aneurisma ini merupakan suatu locus minorus
resisten (LMR). Pada lonjakan tekanan darah sistemik, misalnya sewaktu marah, saat aktivitas
3
yang mengeluarkan tenaga banyak, mengejan dan sebagainya, dapat menyebabkan pecahnya
LMR ini. Oleh karena itu stroke hemoragik dikenal juga sebagai "Stress Stroke"
Ancaman utama perdarahan intraserebral adalah hipertensi intracranial akibat efek masa
hematom. Tidak seperti infark, yang meningkatkan tekanan intracranial secara perlahan ketika
edema sitotoksik yang menyertainya bertambah berat, perdarahan intracranial meningkatkan
tekanan intracranial dengan sangat cepat. 2
b. Perdarahan Subarakhnoid (PSA)
Penyebab tersering dari perdarahan ini adalah ruptumya aneurisma arterial yang terletak di
dasar otak dan perdarahan dari malformasi vaskuler yang terletak dekat dengan permukaan
piamater. Penyebab yang lain dapat berupa perdarahan diatesis, trauma, angiopati amiloid, dan
penggunaan obat. Pecahnya aneurisma ini menyebabkan perdarahan yang akan langsung
berhubungan dengan LCS, sehingga secara cepat dapat menyebabkan peningkatan TIK. Jika
perdarahan berlanjut dapat mengarah ke koma yang dalam maupun kematian. Perdarahan
subarakhnoid yang bukan karena aneurisma sering berkembang dalam waktu yang lama. 2,13
Aneurisma yang menjadi sumber PSA dan PIS mempunyai perbedaan letak dan ukuran. Pada
PIS aneurisma sering muncul pada arteri-arteri di dalam parenkim otak dan aneurisma ini kecil.
Sedangkan aneurisma pada perdarahan subarakhnoid muncul dari arteri-arteri diluar parenkim
dan aneurisma ini mempunyai ukuran lebih besar
Jenis-jenis Aneurisma:
Aneurisma sakular (berry)
Ditemukan pada titik bifurkasio arteri intracranial. Aneurisma ini terbentuk pada lesi pada
dinding pembuluh darah yang sebelumnya telah ada, baik akibat kerusakan structural (biasanya
congenital), maupun cedera akibat hipertensi. Lokasi tersering aneurisma sakular adalah arteri
komunikans anterior (40%), bifurkasio arteri serebri media di fisura sylvii (20%), dinding lateral
arteri karotis interna (pada tempat berasalnya arteri oftalmika atau arteri komunikasn posterior
(30%) dan basilar tip (10%) 12,13
Aneurisma Fusiformis
Pembesaran pembuluh darah yang memanjang (3berbentuk gelondong´) disebut aneurisma
fusiformis. Aneurisma tersebut umumnya melibatkan segmen intracranial arteri karotis interna,
trunkus utama arteri serebri media, dan arteri basilaris. Struktur ini biasanya disebabkan oleh
aterosklerosis dan atau hipertensi, dan hanya sedikit yang menjadi sumber perdarahan. Aliran
4
yan lambat pada aneurisma fusiformis dapat mempercepat pembentukan bekuan intra-aneurisma,
terutama pada sisi-sisinya, dengan akibat stroke emboli atau tersumbatnya pembuluh darah
perforans oleh perluasan thrombus secara langsung 12,13
2. Stroke Infark
Pada keadaan normal, aliran darah ke otak adalah 58 ml/ 100 gr jaringan otak/ menit. Bila hal
ini turun sampai 1 8 mU/100 gram jaringan otak setiap menit maka aktivitas listrik neuron
terhenti tetapi struktur sel masih baik, sehingga gejala klinis masih reversibel. Penurunan aliran
darah ini jika semakin parah dapat menyebabkan jaringan otak mati, yang sering disebut sebagai
infrak. Jadi, infark otak timbul karena iskemik otak yang lama dan parah dengan perubahan
fungsi dan struktur otak yang ireversibel. 1,2
Perjalanan klinis pasien dengan stroke infrak akan sebanding dengan tingkat penurunan
aliran darah ke jaringan otak, seperti yang dijelaskan di atas. Perjalanan klinis ini akan dapat
mengklasifikasikan iskemik serebral menjadi 4, yaitu :
a. Transient ischemic Attack (TIA), adalah suatu gangguan akut dari fungsi fokal serebral yang
gejalanya berlangsung kurang dari 24 jam dan disebabkan oleh thrombus atau emboli.
Berdasarkan definisi stroke yang sudah dibahas di atas, maka TIA ini sebenarnya tidak termasuk
ke dalam kategori stroke karena durasinya yang kurang dari 24 jam
b. Reversible Ischemic Neurological Deficit (RIND). Seperti juga pada TIA gejala neurologis
dari RIND juga akan menghilang, hanya saja waktu berlangsungnya lebih lama, yaitu lebih dari
24 jam, bahkan sampai 21 hari. Jika pada TIA dokter jarang melihat sendiri peristiwanya
sehingga pada TIA diagnosis ditegakkan hanya berdasar keterangan pasien saja, maka pada
RIND ini ada kemungkinan dokter dapat mengamati atau menyaksikan sendiri. Biasanya RIND
membaik dalam waktu 24-48 jam. Sedangkan PRIND (Prolonged Reversible Ischemic
Neurological Deficit) akan membaik dalam beberapa hari, maksimal 3-4 hari. 1,2
3. Stroke In Evolusion (progressing stroke)
Pada bentuk ini gejala / tanda neurologis fokal terus memburuk setelah 48 jam. Kelainan atau
defisit neurologik yang timbul berlangsung secara bertahap dari yang bersifat ringan menjadi
lebih berat.
5
4. Complete Stroke Non Haemmorhagic
Completed stroke diartikan bahwa kelainan neurologis yang ada sifatnya sudah menetap,
tidak berkembang lagi. Kelainan neurologis yang muncul bermacam-macam,tergantung pada
daerah otak mana yang mengalami infark.
Patofisiologi Stroke Hemoragik
Gangguan pasokan aliran darah otak dapat terjadi dimana saja di dalam arteri-arteri yang
membentuk sirkulus Willisi : arteria karotis interna dan sistem vertebrobasilar atau semua
cabang-cabangnya. Apabila aliran darah ke jaringan otak terputus selama 15-20 menit maka akan
terjadi infark atau kematian jaringan. Akan tetapi dalam hal ini tidak semua oklusi di suatu arteri
menyebabkan infark di daerah otak yang diperdarahi oleh arteri tersebut.Mungkin terdapat
sirkulasi kolateral yang memadai di daerah tersebut. Dapat juga karena keadaan penyakit pada
pembuluh darah itu sendiri seperti aterosklerosis dan trombosis atau robeknya dinding pembuluh
darah dan terjadi peradangan, berkurangnya perfusi akibat gangguan status aliran darah misalnya
syok atau hiperviskositas darah, gangguan aliran darah akibat bekuan atau infeksi pembuluh
ektrakranium dan ruptur vaskular dalam jaringan otak. (Sylvia A. Price dan Wilson, 2006)
6
Gejala Klinis Stroke Hemoragik
Gejala stroke hemoragik bervariasi tergantung pada lokasi pendarahan dan jumlah jaringan
otak yang terkena.Gejala biasanya muncul tiba-tiba, tanpa peringatan, dan sering selama
aktivitas.Gejala mungkin sering muncul dan menghilang, atau perlahan-lahan menjadi lebih
buruk dari waktu ke waktu. 3
Gejala stroke hemoragik bisa meliputi:
Perubahan tingkat kesadaran (mengantuk, letih, apatis, koma).
Kesulitan berbicara atau memahami orang lain.
Kesulitan menelan.
Kesulitan menulis atau membaca.
Sakit kepala yang terjadi ketika berbaring, bangun dari tidur, membungkuk, batuk, atau
kadang terjadi secara tiba-tiba.
Kehilangan koordinasi.
Kehilangan keseimbangan.
Perubahan gerakan, biasanya pada satu sisi tubuh, seperti kesulitan menggerakkan salah
satu bagian tubuh, atau penurunan keterampilan motorik.
Mual atau muntah.
Kejang.
Sensasi perubahan, biasanya pada satu sisi tubuh, seperti penurunan sensasi, baal atau
kesemutan.
Kelemahan pada salah satu bagian tubuh.
Stroke Iskemik
Pengertian Stroke Iskemik adalah gangguan suplai darah ke otak yang diakibatkan
tersumbatnya pembuluh darah otak. Stroke Iskemik (Stroke non Haemorrohagic) merupakan
penyakit yang mendominasi kelompok usia menengah dan dewasa tua yang kebanyakan
7
berkaitan erat dengan kejadian arteriosklerosis ( Trombosis) dan Penyakit jantung (emboli) yang
diakibatkan adanya faktor predisposisi hipertensi. Oklusi pembuluh darah otak dapat disebabkan
oleh suatu emboli, trombus antegrad atau penyakit intrinsik pembuluh darah otak sendiri
misalnya.gangguan pembekuan, vaskulitis, angiopathi diabetica pada Diabetes Mellitus
dansebagainya.Pada waktu muda, kehamilan dan penggunaan obat-obatan kontrasepsi diduga
menjadi pencetus stroke. 3,4
8
Patofisiologi
Pada stroke iskemik, berkurangnya aliran darah ke otak menyebabkan hipoksemia daerah
regional otak dan menimbulkan reaksi – reaksi berantai yang berakhir dengan kematian sel – sel
otak dan unsur – unsur pendukungnya (Misbach, 2007). 2
Secara umum daerah regional otak yang iskemik terdiri dari bagian inti (core) dengan tingkat
iskemia terberat dan berlokasi di sentral. Daerah ini akan menjadi nekrotik dalam waktu singkat
jika tidak ada reperfusi. Di luar daerah core iskemik terdapat daerah penumbra iskemik. Sel – sel
otak dan jaringan pendukungnya belum mati akan tetapi sangat berkurang fungsi – fungsinya dan
menyebabkan juga deficit neurologis. Tingkat iskemiknya makin ke perifer makin ringan.
Daerah penumbra iskemik, di luarnya dapat dikelilingi oleh suatu daerah hiperemik akibat
adanya aliran darah kolateral (luxury perfusion area). Daerah penumbra iskemik inilah yang
menjadi sasaran terapi stroke iskemik akut supaya dapat direperfusi dan sel-sel otak berfungsi
kembali. Reversibilitas tergantung pada factor waktu dan jika tidak terjadi reperfusi, daerah
penumbra dapat berangsur-angsur mengalami kematian (Misbach,2007) Iskemik otak
mengakibatkan perubahan dari sel neuron otak secarabertahap, yaitu (Sjahrir,2003):
Tahap 1 :
a. Penurunan aliran darah
b. Pengurangan O2
c. Kegagalan energy
d. Terminal depolarisasi dan kegagalan homeostasis ion
Tahap 2 :
a. Eksitoksisitas dan kegagalan homeostasis ion
b. Spreading depression
Tahap 4 : Apoptosis
Tahap 3 : Inflamasi
Penatalaksanaan stroke hemoragik dan stroke iskemik
Pengobatan yang cepat dan tepat diharapkan dapat menekan mortalitas dan mengurangi
kecacatan. (Time is Brain). Tujuan utama pengobatan adalah untuk memperbaiki aliran darah ke
otak secepat mungkin dan melindungi neuron dengan memotong kaskade iskemik. Pengelolaan
pasien stroke akut pada dasarnya dapat di bagi dalam : 5
1. Pengelolaan umum, pedoman 5 B
9
- Breathing
- Blood
- Brain
- Bladder
- Bowel
2. Pengelolaan berdasarkan penyebabnya
• Stroke iskemik
• Memperbaiki aliran darah ke otak (reperfusi)
• Prevensi terjadinya trombosis (antikoagualsi)
• Proteksi neuronal/sitoproteksi
• Stroke Hemoragik
• Pengelolaan konservatif
• Perdarahan intra serebral
• Perdarahan Sub Arachnoid
• Pengelolaan operatif
3. Pencegahan serangan ulang
4. Rehabilitasi
1. Pengelolaan umum, pedoman 5 B
1.a Breathing : Jalan nafas harus terbuka lega, hisap lendir dan slem untuk mencegah kekurang
oksigen dengan segala akibat buruknya. Dijaga agar oksigenasi dan ventilasi baik, agar tidak
terjadi aspirasi (gigi palsu dibuka).Intubasi pada pasien dengan GCS < 8.Pada kira-kira 10%
penderita pneumonia (radang paru) merupakan merupakan penyebab kematian utama pada
minggu ke 2 – 4 setelah serangan otak.Penderita sebaiknya berbaring dalam posisi miring kiri-
kanan bergantian setiap 2 jam.Dan bila ada radang atau asma cepat diatasi. 6
1.b Blood : Tekanan darah pada tahap awal tidak boleh segera diturunkan, karena dapat
memperburuk keadaan, kecuali pada tekanan darah sistolik > 220 mmHg dan atau diastolik
10
>120mmHg (stroke iskemik), sistolik > 180 mmHg dan atau diastolik > 100 mmHg (stroke
hemoragik). Penurunan tekanan darah maksimal 20 %.
Obat-obat yang dapat dipergunakan Nicardipin (0,5 – 6 mcg/kg/menit infus kontinyu),
Diltiazem (5 – 40 g/Kg/menit drip), nitroprusid (0,25 – 10 g/Kg/menit infus kontinyu),
nitrogliserin (5 – 10 g/menit infus kontinyu), labetolol 20 –80 mg IV bolus tiap 10 menit,
kaptopril 6,25 – 25 mg oral / sub lingual.
Keseimbangan cairan dan elektrolit perlu diawasi
Kadar gula darah (GD) yang terlalu tinggi terbukti memperburuk outcome pasien stroke,
pemberian insulin reguler dengan skala luncur dengan dosis GD > 150 – 200 mg/dL 2 unit, tiap
kenaikan 50 mg/dL dinaikkan dosis 2 unit insulin sampai dengan kadar GD > 400 mg/dL dosis
insulin 12 unit. 7,8
1.c Brain : Bila didapatkan kenaikan tekanan intra kranial dengan tanda nyeri kepala, muntah
proyektil dan bradikardi relatif harus di berantas, obat yang biasa dipakai adalah manitol 20% 1 -
1,5 gr/kgBB dilanjutkan dengan 6 x 100 cc (0,5 gr/Kg BB), dalam 15 – 20 menit dengan
pemantauan osmolalitas antara 300 – 320 mOsm, keuntungan lain penggunaan manitol
penghancur radikal bebas. Peningkatan suhu tubuh harus dihindari karena memperbanyak
pelepasan neurotransmiter eksitatorik, radikal bebas, kerusakan BBB dan merusak pemulihan
metabolisme enersi serta memperbesar inhibisi terhadap protein kinase.Hipotermia ringan 30C
atau 33C mempunyai efek neuroprotektif. Bila terjadi kejang beri antikonvulsan diazepam i.v
karena akan memperburuk perfusi darah kejaringan otak. 8
1.d Bladder : Hindari infeksi saluran kemih bila terjadi retensio urine sebaiknya dipasang kateter
intermitten. Bila terjadi inkontinensia urine, pada laki laki pasang kondom kateter, pada wanita
pasang kateter.
1.e Bowel : Kebutuhan cairan dan kalori perlu diperhatikan, hindari obstipasi, Jaga supaya
defekasi teratur, pasang NGT bila didapatkan kesulitan menelan makanan. Kekurangan albumin
perlu diperhatikan karena dapat memperberat edema otak
2. Pengelolaan berdasarkan penyebabnya
2.a. Stroke iskemik
- Memperbaiki aliran darah ke otak (reperfusi)
11
Usaha menghilangkan sumbatan penyebab stroke merupakan upaya yang paling ideal, obat
trombolisis yang sudah di setujui oleh FDA adalah rt-PA (recombinan tissue plasminogen
activator) dengan dosis 0,9 mg/kgBB maksimal 90 mg (10% diberikan bolus & sisanya infus
kontinyu dalam 60 menit). Sayangnya bahwa pengobatan dengan obat ini mempunyai
persyaratan pemberian haruslah kurang dari 3 jam, sehingga hanya pasien yang masuk rumah
sakit dengan onset awal dan dapat penyelesaian pemeriksaan darah, CT Scan kepala dan inform
consent yang cepat saja yang dapat menerima obat ini. 9
Cara lain memperbaiki aliran darah antara lain dengan memperbaiki hemorheologi seperti
obat pentoxifillin yang yang mengurangi viskositas darah dengan meningkatkan deformabilitas
sel darah merah dengan dosis 15 mg/kgBB/hari. Obat lain yang juga memperbaiki sirkulasi
adalah naftidrofuril dengan memperbaiki aliran darah melalui unsur seluler darah dosis 600
mg/hari selama 10 hari iv dilanjutkan oral 300 mg/hari. 9,10
- Prevensi terjadinya trombosis (antikoagualsi)
Untuk menghindari terjadinya trombus lebih lanjut terdapat dua kelas pengobatan yang
tersedia yaitu anti koagulan dan anti agregasi trombosit.
Anti koagulan diberikan pada pasien stroke yang mempunyai risiko untuk terjadi emboli otak
seperti pasien dengan kelainan jantung fibrilasi atrium non valvular, thrombus mural dalam
ventrikel kiri, infark miokard baru & katup jantung buatan. Obat yang dapat diberikan adalah
heparin dengan dosis awal 1.000 u/jam cek APTT 6 jam kemudian sampai dicapai 1,5 – 2,5 kali
kontrol hari ke 3 diganti anti koagulan oral, Heparin berat molekul rendah (LWMH) dosis 2 x 0,4
cc subkutan monitor trombosit hari ke 1 & 3 (jika jumlah < 100.000 tidak diberikan), Warfarin
dengan dosis hari I = 8 mg, hari II = 6 mg, hari III penyesuaian dosis dengan melihat INR pasien.
Pasien dengan paresis berat yang berbaring lama yang berrisiko terjadi trombosis vena dalam
dan emboli paru untuk prevensi diberikan heparin 2 x 5.000 unit sub cutan atau LMWH 2 x 0,3
cc selama 7 – 10 hari.
Obat anti agregasi trombosit mempunyai banyak pilihan antara lain aspirin dosis 80 – 1.200
mg/hari mekanisme kerja dengan menghambat jalur siklooksigenase, dipiridamol dikombinasi
dengan aspirin aspirin 25 mg + dipiridamol SR 200 mg dua kali sehari dengan menghambat jalur
siklooksigenase, fosfodiesterase dan ambilan kembali adenosin, cilostazol dosis 2 x 50 mg
mekanisme kerja menghambat aktifitas fosfodiesterase III, ticlopidin dosis 2 x 250 mg dengan
12
menginhibisi reseptor adenosin difosfat dan thyenopyridine dan clopidogrel dosis 1 x 75 mg
dengan menginhibisi reseptor adenosin difosfat dan thyenopyridine. 10
- Proteksi neuronal/sitoproteksi
Sangat menarik untuk mengamati obat-obatan pada kelompok ini karena diharapkan dapat
dengan memotong kaskade iskemik sehingga dapat mencegah kerusakan lebih lanjut neuron.
Obat-obatan tersebut antara lain :
CDP-Choline bekerja dengan memperbaiki membran sel dengan cara menambah sintesa
phospatidylcholine, menghambat terbentuknya radikal bebas dan juga menaikkan sintesis
asetilkolin suatu neurotransmiter untuk fungsi kognitif. Meta analisis Cohcrane Stroke
Riview Group Study(Saver 2002) 7 penelitian 1963 pasien stroke iskemik dan perdarahan,
dosis 500 – 2.000 mg sehari selama 14 hari menunjukkan penurunan angka kematian dan
kecacatan yang bermakna. Therapeutic Windows 2 – 14 hari. 9,10
Piracetam, cara kerja secara pasti didak diketahui, diperkirakan memperbaiki integritas
sel, memperbaiki fluiditas membran dan menormalkan fungsi membran. Dosis bolus 12
gr IV dilanjutkan 4 x 3 gr iv sampai hari ke empat, hari ke lima dilanjutkan 3 x 4 gr
peroral sampai minggu ke empat, minggu ke lima sampai minggu ke 12 diberikan 2 x 2,4
gr per oral,. Therapeutic Windows 7 – 12 jam.
Statin, diklinik digunakan untuk anti lipid, mempunyai sifat neuroprotektif untuk iskemia
otak dan stroke. Mempunyai efek anti oksidan “downstream dan upstream”. Efek
downstream adalah stabilisasi atherosklerosis sehingga mengurangi pelepasan plaque
tromboemboli dari arteri ke arteri. Efek “upstream” adalah memperbaiki pengaturan
eNOS (endothelial Nitric Oxide Synthese, mempunyai sifat anti trombus, vasodilatasi dan
anti inflamasi), menghambat iNOS (inducible Nitric Oxide Synthese, sifatnya berlawanan
dengan eNOS), anti inflamasi dan anti oksidan.
Cerebrolisin, suatu protein otak bebas lemak dengan khasiat anti calpain, penghambat
caspase dan sebagai neurotropik dosis 30 – 50 cc selama 21 hari menunjukkan perbaikan
fungsi motorik yang bermakna. 9,10
13
2.b. Stroke Hemoragik
- Pengelolaan konservatif Perdarahan Intra Serebral
Pemberian anti perdarahan : Epsilon aminocaproat 30 - 36 gr/hari, Asam Traneksamat 6 x
1 gr untuk mencegah lisisnya bekuan darah yamg sudah terbentuk oleh tissue
plasminogen. Evaluasi status koagulasi seperti pemberian protamin 1 mg pada pasien
yang mendapatkan heparin 100 mg & 10 mg vitamin K intravena pada pasien yang
mendapat warfarin dengan prothrombine time memanjang.
Untuk mengurangi kerusakan jaringan iskemik disekeliling hematom dapat diberikan obat-
obat yang mempunyai sifat neuropriteksi. 9,10
- Pengelolaan konservatif Perdarahan Sub Arahnoid
Bed rest total selama 3 minggu dengan suasana yang tenang, pada pasien yang sadar,
penggunaan morphin 15 mg IM pada umumnya diperlukan untuk menghilangkan nyeri
kepala pada pasien sadar.
Vasospasme terjadi pada 30% pasien, dapat diberikan Calcium Channel Blockers dengan
dosis 60 – 90 mg oral tiap 4 jam selama 21 hari atau 15 – 30 mg/kg/jam selama 7 hari,
kemudian dilanjutkan per oral 360 mg /hari selama 14 hari, efektif untuk mencegah
terjadinya vasospasme yang biasanya terjadi pada hari ke 7 sesudah iktus yang berlanjut
sampai minggu ke dua setelah iktus. Bila terjadi vasospasme dapat dilakukan balance
positif cairan 1 – 2 Liter diusahakan tekanan arteri pulmonalis 18 – 20 mmHg dan
Central venous pressure 10 mmHg, bila gagal juga dapat diusahakan peningkatan tekanan
sistolik sampai 180 – 220 mmHg menggunakan dopamin. 11
- Pengelolaan operatif
Tujuan pengelolaan operatif adalah : Pengeluaran bekuan darah, Penyaluran cairan
serebrospinal & Pembedahan mikro pada pembuluh darah.
Yang penting diperhatikan selain hasil CT Scan dan arteriografi adalah keadaan/kondisi pasien
itu sendiri : 11
Faktor faktor yang mempengaruhi :
14
1. Usia
Lebih 70 th tidak ada tindakan operasi
60 – 70 th pertimbangan operasi lebih ketat
Kurang 60 th operasi dapat dilakukan lebih aman
2. Tingkat kesadaran
Koma/sopor tak dioperasi
Sadar/somnolen tak dioperasi kecuali kesadaran atau keadaan neurologiknya menurun
Perdarahan serebelum : operasi kadang hasilnya memuaskan walaupun kesadarannya koma
3. Topis lesi
• Hematoma Lobar (kortical dan Subcortical)
Bila TIK tak meninggi tak dioperasi
Bila TIK meninggi disertai tanda-tanda herniasi (klinis menurun) operasi
Perdarahan putamen
Bila hematoma kecil atau sedang tak dioperasi
Bila hematoma lebih dari 3 cm tak dioperasi, kecuali kesadaran atau defisit
neurologiknya memburuk
• Perdarahan talamus
Pada umumnya tak dioperasi, hanya ditujukan pada hidrocepalusnya akibat perdarahan
dengan VP shunt bila memungkinkan.
• Perdarahan serebelum
Bila perdarahannya lebih dari 3 cm dalam minggu pertama maka operasi
Bila perjalanan neurologiknya stabil diobati secara medisinal dengan pengawasan
Bila hematom kecil tapi disertai tanda tanda penekanan batang otak operasi
4. Penampang volume hematoma
Bila penampang hematoma lebih 3 cm atau volume lebih dari 50 cc operasi
Bila penampang kecil, kesadaran makin menurun dan keadaan neurologiknya menurun
ada tanda tanda penekanan batang otak maka operasi
5. Waktu yang tepat untuk pembedahan
Dianjurkan untuk operasi secepat mungkin 6 – 7 jam setelah serangan sebelum timbulnya
edema otak , bila tak memungkinkan sebaiknya ditunda sampai 5 – 15 hari kemudian.
15
Indikasi pembedahan pasien PSA adalah pasien dengan grade Hunt & Hest Scale 1 sampai 3,
waktu pembedahan dapat segera (< 72 jam) atau lambat (setelah 14 hari). Pembedahan pasien
PSA dengan Hunt &Hest Scale 4 – 5 menunjukkan angka kematian yang tinggi (75%). 9,10
3. Pencegahan serangan ulang
Untuk stroke infark diberikan :
• Obat-obat anti platelet aggregasi
• Obat-obat untuk perbaikan fungsi jantung dari ahlinya
• Faktor resiko dikurangi seminimal mungkin Untuk stroke hemoragik mengendalikan /
menghilangkan faktor risiko hipertensi maupun kelainan pembuluh darah yang ada.
4. Rehabilitasi :
Rehabilitasi dilakukan sedini mungkin dengan mempertimbangkan keadaan kardiovaskuler,
perkembangan penyakitnya dan dilaksanakan sedini mungkin, dilakukan dengan tujuan :
• Memperbaiki fungsi motorik
• Mencegah kontraktur sendi
• Agar penderita dapat mandiri
• Rehabilitasi sosial perlu dilakukan juga karena penderita biasanya jatuh dalam keadaan depresi.
ANESTESI PADA PASIEN STROKE
Penanganan pasien stroke dengan trauma di IGD
Pasien trauma merupakan tantangan yang unik bagi tim kesehatan karena membutuhkan
penanganan secara intensif, dikarenakan adanya cedera multipel pada sistem tubuh yang
multipel, dan cedera mereka juga berada pada kondisi tubuh yang mungkin memiliki masalah
kronis lainnya. Seorang anestesiolog dituntut untuk bisa menangani pasien trauma mulai dari
masalah airway dan manajemen resusitasi hingga saat pasien masuk ke kamar operasi dan ICU.
16
Initial Assesment
ATLS didasarkan pada primary survey yang termasuk pola diagnostik yang dilakukan
bersamaan dengan aktivitas terapeutik demi mengidentifikasi dan mempertahankan keselamatan
jiwa maupun organ tubuh pasien. Fokus dari masalah yang pertama adalah dengan meraih golden
hour, dan menjadi hal yang paling penting dalam pelajaran ATLS. Initial assesment pada pasien
trauma dapat dibagi menjadi primary, secondary, dan tertiary surveys. Primary survey harus
dilakukan dalam waktu 2-5 menit dan terdiri dari ABCDE (Airway, Breathing, Circulation,
Disabiilty, Exposure). Jika salah satu fungsi dari ketiga hal pertama di atas maka dibutuhkan
resusitasi secepatnya. 7,8
Primary Survey
a. Airway
Memastikan dan mempertahankan airway adalah prioritas pertama dalam menanggulangi
pasien trauma. Jika pasien bisa berbicara, itu menunjukkan jalan nafas clear tetapi jika pasien
tidak sadarkan diri, pasien memerlukan bantuan untuk memastikan jalan nafasnya tidak
terganggu. Tanda – tanda obstruksi adalah snoring, gurgling, stridor dan paradoxical chest
movement. Keluarkan benda asing jika terdapat pada jalan nafas pasien dan harus dicurigai pada
pasien yang tidak sadar. Tindakan lanjut untuk mempertahankan jalan nafas seperti endotracheal
intubation, cricothyrotomy atau tracheostomy merupakan indikasi jika pasien apnea, persisten
obstruction, cedera kepala beral, trauma maxillofacial, luka penetrasi leher dengan hematoma
yang luas atau cedera dada major. 7,8
Cedera spinal cervical tidak dicurigai pada pasien tanpa nyeri leher atau kaku leher. Terdapat
5 kriteria yang dapat meningkatkan potensi isiko instabilitas cervical spine.
1) Nyeri leher
2) Severe distracting pain
3) Tanda – tanda neurologis
4) Intoksikasi
5) Hilang kesadaran di tempat kejadian
Intubasi endotrakeal biasanya dibutuhkan dan secara spesifik diindikasikan pada keadaan
berikut:
Cardiac atau respiratory arrest
17
Respiratory insufficiency
Proteksi jalan nafas
Kebutuhan akan sedasi dalam atau analgesia
Transient hyperventilation pada pasien dengan space-occupying intracranial lesions dan
tanda-tanda dari peningkatan tekanan intrakranial
Pemberian 100% FiO2 pada pasien keracunan CO
Fasilitasi dari pemeriksaan diagnostik pada pasien yang intoksikasi atau tidak kooperatif
Pasien trauma biasanya sedang dalam keadaan perut yang penuh dan memiliki resiko aspirasi
pada saat induksi anestesi. Alasan dari ini adalah konsumsi makanan atau minuman sebelum
cedera, penelanan darah dari cedera oral atau nasal, terlambatnya pengosongan lambung
dikarenakan stres dari trauma, dan pemberian kontras cair sebelum pemeriksaan CT abdomen.
Jika keadaan pasien kooperatif dan memungkinkan maka dapat diberikan antasid sebelum
induksi dan intubasi. Peningkatan kebutuhan oksigen pada pasien trauma membuat pasien
trauma membutuhkan preoksigenasi kapanpun dimungkinkan, dan karena preoksigenasi sulit
dilakukan pada pasien dengan trauma fasial, penurunan usaha pernafasan atau agitasi maka
desaturasi dapat terjadi dengan cepat. Ventilasi dengan tekanan positif selama seluruh fase dari
induksi memberikan kemungkinan oksigen terbesar selama manajemen jalur nafas darurat dan
akan membanu menghilangkan hipoksia yang dikarenakan usaha lama dalam pemasangan
intubasi.
b. Breathing
Assesment ventilasi dapat dilakukan dengan look, listen dan feel. Look, lihat tanda – tanda
cyanosis, pernafasan menggunakan otot tambahan, flail chest dan cedera penetrasi dada. Listen,
dengar bunyi nafas pasien. Feel, palpasi adanya emphysema subcutan, tracheal shift dan patah
tulang iga. Pasien dengan respiratory distress harus dicurigai pneumothorax dan hemathorax.
c. Circulation
Sirkulasi yang adekuat dinilai berdasarkan pulse rate, pulse fullness, tekanan darah dan
tanda-tanda sirkulasi dan perfusi perifer.
Tanda – tanda sirkulasi tidak adekuat adalah :
18
1) Takikardia
2) Lemah atau tidak teraba nadi perifer
3) Hipotensi
4) Pucat
5) Dingin
6) Ekstremitas yang sianosis
Cara menanggulangi sirkulasi yang tidak adekuat adalah dengan menghentikan perdarahan,
kemudian menggantikan cairan intravascular. Cardiac arrest sering terjadi pada pasien dengan
trauma tumpul dada. Pasien ini, adalah indikasi untuk melakukan emergency room thoracotomy
(ERT) atau resusitasi thoracotomy. Tindakan ini dapat mengontrol perdarahan yang jelas,
membuka pericardium dan menjahit luka jantung, dan clamp pada aorta di atas diafragma.
d. Hemorrhage
Sumber perdarahan harus dicari dan dihentikan dengan memberikan tekanan pada luka
tersebut.
e. Terapi cairan
Cairan apapun yang dipilih harus dipanaskan sebelum diberikan kepada pasien. Hypothermia
memperburuk kelainan asam basa, coagulopathy dan disfungsi myocardial. juga dapat
menggeser kurva –oxygen haemoglobin ke kiri yang menurunkan metabolism laktat, citrate dan
beberapa obat anastesi. Jumlah pemberian cairan berdasarkan gejala klinis, yaitu tekanan darah,
tekanan nadi, dan heart rate.
f. Disability
evakuasi disabilitas terdiri dari pemeriksaan neurologi yang cepat karena biasanya tidak ada
waktu untuk mengevaluasi glasgow coma scale, sistem yang biasa digunakan adalah AVPU
(awake, verbal response, painful response, unresponsive)
g. Exposure
pasien harus ditanggalkan pakaiannya untuk pemeriksaan dan mencari cedera lain.
Immobilisasi in-line harus digunakan jika cedera leher dan cedera spinal cord dicurigai.
19
Secondary Survey
Secondary survey dilakukan apabila ABC sudah stabil. Pada secondary survey, pasien
dievaluasi dari ujung kepala ke kaki dan pemeriksaan penunjang dilakukan pada saat ini
( contohnya radiologi, pemeriksaan laboratorium, dan tindakan diagnostic yang invasive).
Pemeriksaan kepala termasuk mencari cedera pada kepala, mata dan telinga. Pemeriksaan
neurology termasuk pemeriksaan Glasgow Coma Scale, dan evaluasi fungsi motor, sensoris dan
reflex. Dilatasi pupil tidak semestinya memberi gambaran kerusakan otak yang ireversibel. Dada
diauskultasi dan di inspeksi lagi untuk mencari fraktur dan flail chest. Penurunan suara nafas,
terlambat atau pembesaran pneumothorax yang memerlukan chest tube placement. Begitu juga
dengan bunyi jantung yang jauh, tekanan nadi yang dangkal dan distensi dari vena di leher
adalah merupakan tanda – tanda tamponade pericardial dimana akan dilakukan
percardiocentesis. Pemeriksaan pada waktu ini tidak terlalu definitive untuk mengeliminasi
posibilitas kepada masalah ini. Ekstremitas diperiksa untuk fraktur, dislokasi dan denyut nadi
perifer.
Tertiary Survey
Sebanyak 2-50% cedera trauma sering tidak dideteksi pada primary dan secondary survey,
diikuti dengan trauma tumpul multiple (kecelakaan lalu lintas). Pemeriksaan tertiary adalah
mengidentifikasi dan mendata semua cedera setelah resusitasi dan intervensi bedah. Dilakukan
24 jam setelah cededra. Pemeriksaan yang ditunda ini biasanya dapat dilakukan dengan baik
karena pasien sudah sadar, bisa berkomunikasi dan mengeluh, informasi yang lebih jelas tentang
mekanisme terjadinya cedera dan pemeriksaan yang lebih mendetail pada rekam medis
sebelumnya bisa mendeteksi kelainan sebelum kejadian.
Tertiary survey biasanya dilakukan sebelum pasien dibolehkan pulang dan pemeriksaan
ulang untuk memastikan luka yang sudah dirawat dan luka baru. termasuk pemeriksaan dari
ujung kepala ke ujung kaki serta pemeriksaan penunjang yang lain
Pengelolaan Anestesi
Prinsip Umum:
Obat-obatan dan teknik anestesi yang merupakan kontraindikasi pada pasien dengan cedera
kepala berat adalah:premedikasi dengan narkotik (menyebabkan depresi nafas), nafas spontan,
20
neurolab analgesia, ketamin (meningkatkan ICP, CMRO2 dan mempresipitasi kejang-kejang),
N2O bila ada aerocele, halotan, spinal anestasi.
Premedikasi:
Pada cedera kepala tidak memerlukan premedikasi untuk tujuan sedasi.
Monitoring.
Monitoring yang dipakai adalah: EKG, Pulse oksimetri, stetoskop, termometer, kateter urin,
tekanan darah, End Tidal CO2
Prinsip Pengelolaan Anestesi Yang Optimal.
1. Maintenance hemodinamik sistemik.
Pada perdarahan intrakranial atau luka pada scalp terutama pada anak menyebabkan
hipotensi dan hipovolemi. Bila terjadi penurunan darah yang tiba-tiba disaat dekompresi berikan
cairan, maka pada operasi kraniotomi harus selalu dipasang kanula vena yang besar minimal
no.16. Pemberian vasopresor mungkin diperlukan sampai resusitasi cairan yang adekuat dicapai.
2. Maintenance ventilasi dan oksigenisasi yang adekuat
Pasien dengan cedera kepala berat sering mengalami hipoksia dan hiperkapni. Untuk terapi
hipoksemi mungkin diperlukan oksigen konsentrasi tinggi.
3. Maintenance Perfusi Cerebral
Hiperventilasi yang ekstrim mempunyai pengaruh buruk terhadap perfusi otak.
Anestesi intravena
Obat anestesi intervena seperti barbiturat, etionamidate, dan propofol menurunkan CBF dan
cerebral metabolisme. Menurunnya CBF maka ICP juga akan menurun. Ketamin sebaiknya
dihindari dari pada pasien dengan kenaikan ICP, sebab ketamin meninggikan CBF,CMRO2,dan
ICP. Peningkatan CBV disebabkan oleh peningkatan tekanan darah akibat stimulasi simpatis dan
peningkatan Pa CO2 pada pasien yang nafas spontan.
Opioid
Fentanil, sulfentanil, dapat menaikkan icp pada pasien pasien tumor otak dan cedera kepala
21
Anestesi inhalasi
Halotan:
Paling sedikit menurunkan CMRO2.
CBF meningkat 3 kali lebih besar daripada yang diakibatkan oleh isoflurane.
Bila halotan ditambah N2O, Maka CBF meningkat 300%
Pada umumnya peningkatan ICP oleh obat anestesi inhalasi dapat dikurangi dengan
hiperventilasi, tapi dengan halotan peningkatan ICP tetap terjadi walaupun sudah
hipokarbi
Obat ini tidak dianjurkan untuk bedah saraf.
Enflurane:
Dapat menimbulkan kejang EEG terutama bila ada hipokapni à meningkatkan CMRO2
–> meningkatkan CBF.
Produksi CSF meningkat –> absorbsi turun –> operasi lama jumlah CSF akan
meningkat.
Obat ini tidak dianjurkan dalam bedah saraf.
Isoflurane:
Merupakan obat anestesi inhalasi terbaik dalam bedah saraf. Menurunkan CMRO2
sampai 50% –> proteksi otak. Untuk regional iskemik lebih bagus Pentotal.
Peningkatan ICP pada isoflurane –> dilawan oleh hipokapni atau barbiturat –>
kenaikan ICP akan dicegah oleh hiperventilasi.
Peningkatan ICP karena isoflurane berakhir setelah 3 menit, halotan dan influrane
berakhir 3 jam.
Sevoflurane:
Perbedaan dengan isoflurane induksi dan pemulihan lebih cepat kenaikan denyut
nadi berkurang.
Obat terpilih untuk bedah saraf sama dengan isoflurane.
Untuk induksi inhalasi pada pediatrik sangat baik karena non iritatif.
Tetapi karena operasi bedah saraf pada umumnya lama dan efek terhadap CSF lebih baik
isoflurane maka pilihan pertama untuk bedah saraf tetap isoflurane.
N2O:
60% N2O meningkatkan CBF ±100%.
22
Kejadian emesis pada N2O bisa terjadi 90%. Oleh karena itu penggunaan N2O harus
benar-brnar diperhitungkan.
TERAPI CAIRAN
Cairan yang pertama kali diberikan –> kristaloid isotonis –> hindari RL yang berlebihan
(hiperosmoler).
Untuk resusitasi cairan yang cepat –> koloid atau darah
INDUKSI ANESTESI
Posisi kepala pada posisi supine netral –> hindari fleksi ekstrim atau rotasi kepala.
Sebelum induksi beri O2 100%
Pentotal merupakan induksi pilihan –> menurunkan CBF dan ICP
Lidokain 1,5 mg/kg –> 1-3 menit sebelum intubasi –> mencegah kenaikan tekanan darah
dan ICP
Narkotik bisa diberikan supaya intubasi lancar
Fentanyil 1-4 ug/kg sebelum laringoskopi
Ketamin adalah kontra indikasi –>meningkatkan SBF dan ICP
Relaksan pilihan –> vecuronium dan rokuronium -> kardiovaskuler stabil
Obat-obat yang melepaskan histamin –> curare, metocurium dan dosis besar atrakuriumà
hindari.
Atrakurium –> mempunyai metabolit laudanosin yang menembus sawar otak dan
menimbulkan kejang-kejang pada binatang percobaan.
Suksinil kolin jangan diberikan pada cedera kepala karena adanya peningkatan in put
cerebral afferent –> Meningkatkan CBF dan ICP.
Maintenance (rumatan)
Hipotensi intraoperatif
Harus segera diterapi cairan atau vasopressor bila respon cairan tidak jelas
Hipertensi intraoperatif
Jika hipertensi berat MAP >130-140 mmHg harus diterapi untuk mencegah bertambahnya edeme
otak.dosis rendah isofluran dapat diberikan sebagai tambahan anestesi intravena.
23
Paska bedah
Bila pasien bangun dan bernafas spontan maka pada keadaan pasca bedah harus sama dengan
pra bedah dan ektubasi dilakukan di OK. Bila GCS < 8, pipa endotrakeal tetap diperttahankan,
dan bila keadaan tetap > 1 minggu, sebaiknya ditrakeostomi untuk memudahkan pengelolaan
jalan nafas. Bila intubasi masih diperlukan dosis kecil narkotik atau pentotal dapat diberikan
supaya tidak terangsang oleh endotrakeal tube.pasien harus dipindahkan dengan posisi kepala
flat atau naik 0-5 derajat dengan tetap dimonitor dan diberi oksigen.
PEMANTAUAN DAN PENGONTROLAN TEKANAN INTRAKRANIAL
Indikasi
Cedera kepala adalah indikasi paling umum untuk pemantauan TIK. Cedera kepala berat
dengan CT scan normal umumnya mempunyai insidens hipertensi intrakranial rendah (13
persen), kecuali mereka memiliki dua atau lebih keadaan buruk berikut saat masuk:
1. Tekanan darah sistolik kurang dari 90 mmHg.
2. Postur motor uni atau bilateral
3. Usia diatas 40
Bila tekanan meninggi dan menetap diatas 25 hingga 30 mmHg, debridemen operatif
biasanya diindikasikan. Klinisi harus waspada bahwa TIK tidak selalu meninggi karena adanya
proses intrakranial. Ini terutama jelas pada lesi lobus temporal yang dapat menimbulkan herniasi
tentorial tanpa adanya peninggian TIK.
Pengobatan Peninggian TIK
Pendekatan bertahap terhadap peninggian TIK berikut dianjurkan:
1. Pastikan posisi tubuh dan leher yang optimal. Umumnya leher harus pada posisi netral untuk
menjamin pengaliran vena. Pemutaran leher pada posisi ekstem berakibat pengurangan outflow
vena dan peninggian tekanan intrakranial. Derajat pengangkatan kepala optimal agak
kontroversial. Walau umumnya dipercaya bahwa peninggian kepala adalah manuver yang
bermanfaat, beberapa penulis berpendapat hal ini adalah individual dan peninggian kepala
mungkin mengganggu perfusi serebral pada beberapa kasus.
24
2. Periksa kalibrasi. Sebelum langkah yang lebih lanjut diambil untuk mengobati tekanan
intrakranial, pertama-tama sistem pemantauan harus dikalibrasi dan pastikan bacaan bukan
artifak.
3. Periksa Na+ dan AGD serum. Hiponatremia adalah masalah yang umum pada pasien bedah
saraf, sering sebagai akibat SIADH. Hiponatremia harus dikoreksi agresif karena berpengaruh
dramatis terhadap pembengkakan otak. Hiperkarbia juga berakibat pada pembengkakan otak
sekunder terhadap vasodilatasi. Digunakan hiperventilasi (penurunan PCO2 hingga 25 mmHg)
sebagai tindakan rutin dalam mengobati pasien dengan pembengkakan otak potensial. Penelitian
mutakhir menunjukkan bahwa hiperventilasi setelah beberapa waktu mungkin berperan dalam
timbulnya iskemia serebral akibat vasokonstriksi (H.F. Young). Karenanya hal ini hanya
digunakan dimana perlu dan untuk waktu singkat yang dipelukan untuk mempertahanan tekanan
intracranial dalam batas normal.
4. Pastikan tidak ada kejang. Walau bukan hal yang umum terjadi, kejang subklinis bisa
berakibat peninggian TIK yang tak diperkirakan..
5. Pastikan tidak ada lesi massa dengan CT scan . Peninggian TIK adalah pertanda masalah dan
tidak boleh dipikirkan sebagai suatu diagnosis semata. Karenanya bila tindakan sebelumnya
tidak mengatasi masalah TIK, CT scan otak harus dilakukan untuk memastikan tiadanya lesi
massa.
6. Hiperventilasi hingga PCO2 sekitar 25 mmHg.
7. Alirkan CSS melalui ventrikulostomi. Pengaliran CSS intermitten melalui ventrikulostomi
adalah metodasangat berguna dalam mengontrol tekanan intrakranial. Untuk alasan ini kateter
ventrikular paling berguna dibanding alat pemantau lainnya.
8. Pemberian mannitol (0.25 hingga 2.0 g/kg). Tetap merupakan obat terpilih untuk mengobati
peninggian tekanan intrakranial. Walau urea dan gliserol sudah digunakan dibeberapa negara,
mannitol tetap merupakan obat yang paling luas digunakan. Ia beraksi cepat, relatif aman, dan
kemampuan untuk diberikan intra vena berperan atas popularitasnya.
9. Induksi koma dengan barbiturat. Bila semua tindakan diatas gagal mengontrol TIK, koma
barbiturat bisa dipertimbangkan. Pegangan umum, bila didapatkan bahwa TIK tetap meninggi
diatas 25 mmHg selama 30 menit atau diatas 30 mmHg untuk 15 menit walau sudah dengan
semua tindakan terdahulu. Obat yang umum digunakan adalah pentobarbital (Nembutal) dengan
25
dosis 10 mg/kg sebagai dosis loading, dalam 30 menit, 5 mg/kg setiap 1 jam kali 3, diikuti dosis
pemeliharaan 1 mg/kg/jam diatur hingga didapat kadar serum 3-4 mg%.
26
BAB III
KESIMPULAN
Stroke adalah keadaan di mana sel-sel otak mengalami kerusakan karena tidak mendapat
pasokan oksigen dan nutrisi yang cukup. Sel-sel otak harus selalu mendapat pasokan oksigen dan
nutrisi yang cukup agar tetap hidup dan dapat menjalankan fungsinya dengan baik.
Pada pasien stroke juga terjadi peningkatan tekanan intracranial. Penanganan pasien stroke
dengan trauma sama dengan penanganan trauma pada umumnya, yaitu meliputi primary survey,
secondary survey dan tertiary survey. Pada pasien stroke dengan trauma sebelum kita mengambil
langkah terapi, pastikan kita sudah memeriksa ABCDE dari pasien untuk penatalaksanaan lebih
lanjut.
Anestesi yang dipakai pada pasien stroke sama dengan pasien dengan peningkatan tekanan
intracranial akibat cidera kepala. Selain itu pada pasien stroke sering diakibatkan karena
peningkatan tekanan darah. Secara keseluruhan tujuan anestesi untuk pasien dengan hipertensi
adalah menjaga kestabilan tekanan darah pasien. Tekanan darah arteri umumnya harus dijaga
dalam 10-20% dari tingkat pra operasi. Jika hipertensi terjadi sebelum operasi dimana tekanan
darah lebihdari 180/120 mmHg, maka tekanan darah arteri harus dipertahankan dalam batas
normal, yaitu 150-140/90-80 mm Hg. (Morgan, 2006).
Anestesi pada pasien stroke bisa dilakukan. Jika operasi disiapkan (elektif), maka sebaiknya
keadaan pasien distabilkan terlebih dahulu. Jika operasi emergency maka penggunaan obat-obat
anestesi penginduksi peningkatan TIK maupun peningkatan tekanan darah harus diperhatikan
betul penggunaannya.
Anestesi pada pasien stroke juga tidak dianjurkan memakao obat-obat anestesi yang
menyebabkan peningkatan TIK (ex. Ketamin) karena akan memperparah peningkatan TIK
sehingga menimbulkan herniasi dan memperparah stroke itu sendiri.
Penanganan post operatif pada pasien stroke lebih baik dilakukan di ICU agar dapat
memonitor keadaan hemodinamik pasien secara lebih intensif.
27
DAFTAR PUSTAKA
1. Kelompok studi serebrovaskuler & Neurogeriatri, PERDOSSI : Konsensus Nasional
Pengelolaan Stroke di Indonesia, Jakarta, 1999.
2. Kelompok studi serebrovaskuler & Neurogeriatri, PERDOSSI : Guideline Stroke 2000
Seri Pertama, Jakarta, Mei 2000.
3. National Institute of Neurological Disorders and Stroke: Classification of cerebrovascular
disease III. Stroke 1990, 21: 637-76.
4. World Health Organizations: Stroke 1989. Recommendations on stroke prevention,
diagnosis anf therapy. Stroke 1989, 20: 1407-31.
5. Anderson FL, Salgado LL, Hantler CB. Perioperative hypertension (HTN).
6. Decision making in anesthesiology-an algorithmic approach. 4th ed. Philadhelpia:
7. Elsevier; 2007.p.124-6.
8. Kuwajerwala NK. Perioperative medication management; Available at: http://www.
9. emedicine.com/MED/ topic3158.htm.
10. Feigin V. Stroke Panduan bergambar tentang pencegahan dan pemulihan stroke
(terjemahan). cetakan kedua. PT Buana Ilmu Populer. Jakarta. 2006
11. 13. Adam HP, Del Zoppo GJ, Kummer RV. Management of stroke. 2nd Ed, Professional
communications inc New York, 2002
28
29
30
31
32