BAB II A. Penyakit Sosial Dalam Bentuk Perjudianfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB...

34
7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penyakit Sosial Dalam Bentuk Perjudian 1. Pengertian Penyakit Masyarakat Penyakit sosial atau penyakit masyarakat adalah segala bentuk tingkah laku yang dianggap tidak sesuai, melanggar norma-norma umum, adat-istiadat, hukum formal atau tidak bisa diintegrasikan dalam pola tingkah laku umum. Ilmu tentang masyarakat sosial atau penyakit masyarakat disebut sebagai patologi sosial, yang membahas gejala-gejala sosial yang sakit atau menyimpang dari pola perilaku umum yang disebabkan oleh faktor-faktor sosial. Penyakit sosial ini disebut pula sebagai penyakit masyarakat, masalah sosiopatik, gejala disorganisasi sosial, gejala disintegrasi sosial, dan gejala deviasi (penyimpangan) tingkah laku. Disebut sebagai penyakit masyarakat karena gejala sosialnya yang terjadi di tengah masyarakat itu meletus menjadi “penyakit”. Dapat disebut pula sebagai struktur sosial yang terganggu fungsinya, disebabkan oleh faktor-faktor sosial. Disebut sebagai masalah sosiopatik karena peristiwanya merupakan gejala yang sakit secara sosial, yaitu terganggu fungsinya disebabkan oleh stimuli sosial. 10 Penyakit sosial disebut pula sebagai disorganisasi sosial karena gejalanya berkembang menjadi ekses sosial yang mengganggu keutuhan dan kelancaran berfungsinya organisasi sosial. Selanjutnya dinamakan pula sebagai disintegrasi sosial, karena bagian satu struktur sosial tersebut berkembang tidak seimbang dengan bagian-bagian lain (misalnya person, 10 Kartini Kartono, 1992b. Patologi Sosial 2 Kenakalan Remaja. Rajawali Pres, Jakarta. hlm. 4

Transcript of BAB II A. Penyakit Sosial Dalam Bentuk Perjudianfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB...

Page 1: BAB II A. Penyakit Sosial Dalam Bentuk Perjudianfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB II.pdf · Ilmu tentang masyarakat sosial atau penyakit masyarakat disebut sebagai

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Penyakit Sosial Dalam Bentuk Perjudian

1. Pengertian Penyakit Masyarakat

Penyakit sosial atau penyakit masyarakat adalah segala bentuk

tingkah laku yang dianggap tidak sesuai, melanggar norma-norma umum,

adat-istiadat, hukum formal atau tidak bisa diintegrasikan dalam pola tingkah

laku umum. Ilmu tentang masyarakat sosial atau penyakit masyarakat disebut

sebagai patologi sosial, yang membahas gejala-gejala sosial yang sakit atau

menyimpang dari pola perilaku umum yang disebabkan oleh faktor-faktor

sosial. Penyakit sosial ini disebut pula sebagai penyakit masyarakat, masalah

sosiopatik, gejala disorganisasi sosial, gejala disintegrasi sosial, dan gejala

deviasi (penyimpangan) tingkah laku. Disebut sebagai penyakit masyarakat

karena gejala sosialnya yang terjadi di tengah masyarakat itu meletus menjadi

“penyakit”. Dapat disebut pula sebagai struktur sosial yang terganggu

fungsinya, disebabkan oleh faktor-faktor sosial. Disebut sebagai masalah

sosiopatik karena peristiwanya merupakan gejala yang sakit secara sosial,

yaitu terganggu fungsinya disebabkan oleh stimuli sosial. 10

Penyakit sosial disebut pula sebagai disorganisasi sosial karena

gejalanya berkembang menjadi ekses sosial yang mengganggu keutuhan dan

kelancaran berfungsinya organisasi sosial. Selanjutnya dinamakan pula

sebagai disintegrasi sosial, karena bagian satu struktur sosial tersebut

berkembang tidak seimbang dengan bagian-bagian lain (misalnya person,

10 Kartini Kartono, 1992b. Patologi Sosial 2 Kenakalan Remaja. Rajawali Pres, Jakarta. hlm. 4

Page 2: BAB II A. Penyakit Sosial Dalam Bentuk Perjudianfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB II.pdf · Ilmu tentang masyarakat sosial atau penyakit masyarakat disebut sebagai

8

anggota suku, klien, dan lain-lain), sehingga prosesnya bisa menggangu,

menghambat, atau bahkan merugikan bagian-bagian lain, karena tidak dapat

diintegrasikan menjadi satu totalitas yang utuh.

Semua tingkah laku yang sakit secara sosial tadi merupakan

penyimpangan sosial yang sukar diorganisir, sulit diatur dan ditertibkan sebab

para pelakunya memakai cara pemecahan sendiri yang non controversial,

tidak umum, luar biasa atau abnormal sifatnya. Biasanya mereka mengikuti

kemauan dan cara sendiri demi kepentingan pribadi. Karena itu deviasi

tingkah laku tersebut dapat mengganggu dan merugikan subjek pelaku

sendiri dan/atau masyarakat luas. Deviasi tingkah laku ini juga merupakan

gejala yang menyimpang dari tendensi sentral, atau menyimpang dari ciri-ciri

umum rakyat kebanyakan. Tingkah laku menyimpang secara sosial tadi juga

disebut sebagai diferensiasi sosial, karena terdapat diferensiasi atau perbedaan

yang jelas dalam tingkah lakunya, yang berbeda dengan ciri-ciri karakteristik

umum, dan bertentangan dengan hukum, atau melanggar peraturan formal. 11

Kaitannya dengan pola tingkah laku masyarakat yang menyimpang

secara sosial dan tidak teratur atau segala bentuk tingkah laku yang dianggap

tidak sesuai, melanggar norma-norma umum dan bertentangan dengan

hukum, Satjipto Rahardjo mengemukakan :

“Bahwa masyarakat dan ketertibannya merupakan dua hal yang berhubungansangat erat, bahkan bisa juga dikatakan sebagai dua sisi dari satu mata uang.Susah untuk mengatakan adanya masyarakat tanpa ada suatu ketertiban,bagaimanapun kualitasnya. Kendati demikian segera perlu ditambahkandi sini, bahwa yang disebut sebagai ketertiban itu tidak didukung oleh suatulembaga yang monolitik. Ketertiban dalam masyarakat diciptakan bersama-sama. seperti hukum dan tradisi. Oleh karena itu dalam masyarakat juga

11 Ibid., hlm. 4-5.

Page 3: BAB II A. Penyakit Sosial Dalam Bentuk Perjudianfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB II.pdf · Ilmu tentang masyarakat sosial atau penyakit masyarakat disebut sebagai

9

dijumpai berbagai macam norma yang masing-masing memberikan sahamnyadalam menciptakan ketertiban itu. Hukum bukanlah satu-satunya lembagayang menciptakan ketertiban dalam masyarakat”. 12

Selanjutnya Satjipto Rahardjo, dengan mengutip pernyataan atau

pendapat dari Radbruch, menyatakan bahwa :

“Pada hakikatnya kehidupan dalam masyarakat yang sedikit banyak berjalandengan tertib dan teratur ini didukung oleh adanya suatu tatanan. Ketertibanyang didukung oleh adanya tatanan ini pada pengamatan lebih lanjutternyata terdiri dari berbagai tatanan yang mempunyai sifat-sifat yangberlain-lainan. Sifat yang berbeda-beda ini disebabkan oleh karena norma-norma yang mendukung masing-masing tatanan itu mempunyai sifat-sifatyang tidak sama”. 13

Suatu tatanan dalam masyarakat yang menciptakan hubungan-

hubungan tepat dan teratur antara anggota-anggota masyarakat, sesungguhnya

tidak merupakan suatu konsep yang tunggal. Yang kita lihat sebagai tatanan

dari luar, pada hakikatnya di dalamnya terdiri dari suatu kompleks tatanan,

atau kita bisa menyebut tentang adanya tatanan yang terdiri dari sub-sub

tatanan. Sub-sub tersebut adalah : kebiasaan, hukum dan kesusilaan. Apa

yang biasa dilakukan orang-orang itulah yang kemudian bisa menjelma

menjadi norma kebiasaan melalui ujian keteraturan, keajegan dan kesadaran

untuk menerimanya sebagai kaidah oleh masyarakat. 14

Kaitannya dengan masalah penyakit masyarakat in B. Simandjuntak

menjelaskan tentang terjadinya penyakit masyarakat tersebut, bahwa

masyarakat (societal) memiliki beberapa unsur yaitu moral, politik, ekonomi,

pendidikan, hukum, agama, kebudayaan, filsafat, dan sebagainya. Unsur ini

biasa juga disebut institusi sosial. Institusi ini bekerja dalam suatu sistem.

12 Satjipto Rahardjo, 1991. Ilmu Hukum. PT. Citra Aditya Bakti, Bandung. hlm. 13.13 Satjipto Rahardjo, 1991. Loc. cit.14 Satjipto Rahardjo, 1991. Loc. cit.

Page 4: BAB II A. Penyakit Sosial Dalam Bentuk Perjudianfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB II.pdf · Ilmu tentang masyarakat sosial atau penyakit masyarakat disebut sebagai

10

Dalam perubahan sosial yang lambat institusi ini berubah dalam keadaan

saling menyesuaikan keadaan serasi-equilibrium. Dalam kondisi serasi itu

individu mudah menyesuaikan diri dalam berbagai institusi. Tetapi tidak

selamanya kondisi tersebut demikian. Dalam perubahan sosial yang cepat tiap

institusi berjalan saling tidak serasi, saling tidak menyesuaikan diri.

Ketidakserasian ini menimbulkan ketegangan sehingga individu mengalami

kesulitan mengadakan penyesuaian diri dalam hubungan sosial. Dengan

demikian masyarakat berkondisi sakit atau abnormal atau disebut telah terjadi

disorganisasi sosial atau social maladjustment. 15

Gillin & Gillin merumuskan bahwa patologi sosial ialah terjadinya

maladjustment yang serius di antara berbagai unsur dalam keseluruhan

konfigurasi kebudayaan sedemikian rupa sehingga membahayakan

kelangsungan hidup suatu kelompok sosial atau secara serius menghambat

pemuasan kebutuhan asasi anggota kelompok yang mengakibatkan hancurnya

ikatan sosial mereka. Masyarakat Indonesia sedang mengalami perubahan

sosial yang cepat sebagai akibat pertemuan kebudayaan masyarakat dunia.

Hal ini dimungkinkan perkembangan teknologi. Sebagai akibat pertemuan

kebudayaan dunia ini maka institusi sosial tidak lagi dalam keadaan intergrasi

tetapi sudah dalam disorganisasi. Disorganisasi sosial menampakan diri

dalam manifestasi (1) desintegrasi standar tingkah laku, (2) adanya

mekanisme khusus.16

15 B. Simandjuntak, 1981. Op. Cit. hlm. 276.16 B. Simandjuntak, 1981. Loc. cit.

Page 5: BAB II A. Penyakit Sosial Dalam Bentuk Perjudianfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB II.pdf · Ilmu tentang masyarakat sosial atau penyakit masyarakat disebut sebagai

11

Disorganisasi sosial adalah suatu proses kontinu yang

memanifestasikan aspek tekanan batin, ketegangan dari suatu sistem sosial.

Sistem sosial ialah keseluruhan jaringan hubungan antara individu dengan

nilai-nilai, sikap, pola kebudayaan serta kaidah masyarakat. Secara teoritis

dapat dibedakan dua macam disorganisasi sosial, yaitu disorganisasi yang

timbul karena terpecahnya hubungan antar kelompok sosial yang

mengakibatkan terjadinya konflik sosial (disorganisasi schismatic), dan

diorganisasi yang timbul karena keretakan dalam hubungan fungsional antar

individu sehingga menggangu pelaksanaan tugas kelompok (disorganisasi

fungsional). Dalam disorganisasi schismatic maka kekuatan pengikat

terpecah, antara lain kinship, ras, etnik, ikatan territorial, ikatan profesi. 17

2. Perjudian

Dikemukakan oleh R. Soesilo bahwa salah satu kejahatan atau tindak

kriminal yang dirumuskan dalam KUHP adalah perjudian, yang dimaksud

dengan perjudian ialah tiap-tiap permaian di mana pada umumnya

kemungkinan mendapatkan untung tergantung pada peruntungan belaka, juga

apabila kemungkinan itu makin besar karena permaiannya lebih terlatih atau

mahir. Di situ termasuk segala peraturan tentang keputusan perlombaan atau

permaian lain-lainnya yang tidak diadakan di antara mereka yang turut lomba

atau bermain, demikian juga segala peraturan lainnya. 18

Perjudian itu merupakan salah satu bentuk penyakit masyarakat.

Dikemukakan oleh Kartini Kartono bahwa perjudian adalah pertaruhan

dengan sengaja; yaitu mempertaruhkan satu nilai atau sesuatu yang dianggap

17 Ibid., hlm. 277.18 R. Soesilo,1989. Op. cit. hlm. 18.

Page 6: BAB II A. Penyakit Sosial Dalam Bentuk Perjudianfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB II.pdf · Ilmu tentang masyarakat sosial atau penyakit masyarakat disebut sebagai

12

bernilai, dengan menyaradi adanya risiko dan harapan-harapan tertentu pada

peristiwa-peristiwa permaianan, pertandingan, perlombaan dan kejadian-

kejadian yang tidak atau belum pasti hasilnya. 19

Pengertian perjudian dapat dilihat secara yuridis dan dapat dilihat

secara sosiologis. Secara yuridis, bahwa yang dimaksud dengan permaian judi

yaitu sebagaimna yang dimaksudkan dalam ketentuan Pasal 303 ayat (3)

KUHP. Sedangkan yang dimaksud dengan permainan judi secara sosiologis

tergantung dari pandangan masing-masing kelompok masyarakat yang satu

mempunyai pandangan yang berbeda dengan kelompok masyarakat yang lain.

Perbedaan ini banyak dipengaruhi oleh kulturnya. Sehingga dalam hal ini

perngertian judi selalu berkembang dan berubah. 20

Dalam rumusan Pasal 303 ayat (3) Kitab Undang-undang Hukum

Pidana (KUHP), pengertian permainan judi dinyatakan sebagai berikut :

”Yang disebut permainan judi, adalah tiap-tiap permaian, di mana padaumumnya kemungkinan mendapat untuk tergantung pada peruntunganbelaka, juga karena pemainnya lebih terlatih atau lebih mahir. Di situtermasuk segala peraturan tentang segala keputusan perlombaan ataupermaian lain-lainnya, yang tidak diadakan antara mereka yang turutberlomba atau bermain, dengan demikian juga segala peraturan lainnya”. 21

Dikemukakan oleh Anton Tabah bahwa perjudian telah menjadi

masalah sosial di Indonesia, bahkan termasuk salah satu dari penyakit sosial

yang harus diberantas. Polri sebagai inti kekuatan Kamtibmas telah berbuat

banyak, namun hasilnya memang belum memuaskan. Meskipun angka laju

perjudian dapat ditekan, tetapi secara kualitatif kejahatan perjudian terus

19 Kartini Kartono, 1992b. Op. cit. hlm. 56.20 Satjipto Rahardjo, 1981. Hukum Dalam Perspektif Sosial. Alumni, Bandung. hlm. 99.21 R. Soesilo, 1989. Op. Cit. hlm. 222.

Page 7: BAB II A. Penyakit Sosial Dalam Bentuk Perjudianfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB II.pdf · Ilmu tentang masyarakat sosial atau penyakit masyarakat disebut sebagai

13

ibarat air pasang. Bukan saja jumlah asetnya yang semakin menjulang tetapi

juga peratannya yang semakin canggih. 22

Perjudian adalah penyakit masyarakat dan pada hakikatnya

bertentangan dengan Agama, Kesusilaan, dan Moral Pancasila, serat

membahayakan bagi penghidupan dan kehidupan masyarakat, bangsa dan

negara. Oleh karena itu Pemerintah Indonseia mengadakan usaha-usaha untuk

menertibkan perjudian, membatasinya sampai lingkungan sekecil-kecilnya. 23

B. Tindak Pidana

1. Pengertian Tindak Pidana

Tindak pidana adalah suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan

istilah “perbuatan jahat” atau “kejahatan” (crime atau Verbrechen atau

misdaad) yang diartikan secara kriminologis dan psikologis. Mengenai isi

dari pengertian tindak pidana tidak ada kesatuan pendapat di antara para

sarjana. Sebagai gambaran umum pengertian kejahatan atau tindak pidana

yang dikemukakan oleh Djoko Prakoso bahwa secara yuridis pengertian

kejahatan atau tindak pidana adalah “Perbuatan yang dilarang oleh undang-

undang dan pelanggarannya dikenakan sanksi”, selanjutnya Djoko Prakoso

menyatakan bahwa secara kriminologis kejahatan atau tindak pidana adalah

“perbuatan yang melanggar norma-norma yang berlaku dalam masyarakat

dan mendapatkan reaksi negatif dari masyarakat, dan secara psikologis

kejahatan atau tindak pidana adalah “perbuatan manusia yang abnormal yang

22 Anton Tabah, 1991. Menatap Dengan Mata Hati Polisi Indonesia, Gramedia Pustaka Utama,Jakarta. hlm. 182-183.

23 R. Soesilo, 1984. Pokok-pokok Hukum Pidana Peraturan Umum dan Delik-delik Khusus, Politeia,Bogor, hlm. 183.

Page 8: BAB II A. Penyakit Sosial Dalam Bentuk Perjudianfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB II.pdf · Ilmu tentang masyarakat sosial atau penyakit masyarakat disebut sebagai

14

bersifat melanggar hukum, yang disebabkan oleh faktor-faktor kejiwaan dari

si pelaku perbuatan tersebut. 24

Pada dasarnya tindak pidana merupakan suatu pengertian dasar dalam

hukum pidana. Tindak pidana adalah suatu pengertian yuridis seperti halnya

untuk memberikan definisi atau pengertian terhadap istilah hukum, maka

bukanlah hal yang mudah untuk memberikan definisi atau pengertian

terhadap istilah tindak pidana. Pembahasan hukum pidana dimaksudkan

untuk memahami pengertian pidana sebagai sanksi atas delik, sedangkan

pemidanaan berkaitan dengan dasar-dasar pembenaran pengenaan pidana

serta teori-teori tentang tujuan pemidanaan. Perlu disampaikan di sini bahwa,

pidana adalah merupakan suatu istilah yuridis yang mempunyai arti khusus

sebagai terjemahan dari Bahasa Belanda ”straf” yang dapat diartikan sebagai

”hukuman”. 25

Sebagaimana dikemukakan oleh Moeljatno bahwa istilah hukuman

yang berasal dari kata ”straf” ini dan istilah ”dihukum” yang berasal dari

perkataan ”wordt gestraft”, adalah merupakan istilah konvensional.

Moeljatno tidak setuju dengan istilah-istilah itu dan menggunakan istilah-

istilah yang inkonvensional, yaitu ”pidana” untuk menggantikan kata

”wordt gestraft”. Jika ”straf” diartikan ”hukuman” maka strafrecht

seharusnya diartikan dengan hukuman-hukuman. Selanjutnya dikatakan oleh

Moeljatno bahwa ”dihukum” berarti ”diterapi hukuman” baik hukum pidana

maupun hukum perdata. Hukuman adalah hasil atau akibat dari penerapan

24 Djoko Prakoso dan Agus Imunarso, 1987. Hak Asasi Tersangka dan Peranan Psikologidalam Konteks KUHAP. Bina Aksara, Jakarta. hlm. 137

25 Moeljatno, 1987. Asas-asas Hukum Pidana. Bina Aksara, Jakarta. hlm. 37

Page 9: BAB II A. Penyakit Sosial Dalam Bentuk Perjudianfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB II.pdf · Ilmu tentang masyarakat sosial atau penyakit masyarakat disebut sebagai

15

hukum tadi yang maknanya lebih luas daripada pidana, sebab mencakup juga

keputusan hakim dalam lapangan hukum perdata.26

Sehubungan dengan pendapat sebagaimana tersebut di atas, Sudarto

mengatakan : Bahwa ”penghukuman” berasal dari kata ”hukum”, sehingga

dapat diartikan sebagai ”menetapkan hukum” atau ”memutuskan tentang

hukum” (berechten). Menetapkan hukum untuk suatu peristiwa tidak hanya

menyangkut bidang hukum pidana saja, akan tetapi juga hukum perdata. 27

Membicarakan masalah hukum khususnya dalam perkara pidana, oleh

hakim disinonimkan perkataan ”penghukuman” dengan ”pemidanaan” atau

”pemberian/penjatuhan pidana”. Dalam hal ini menurut Sudarto,

”penghukuman” mempunyai makna yang sama dengan ”sentence” atau

”veroordeling” misalnya dalam pengertian ”semenced coditionally” atau

”voorwardelyk veroordeeled” yang sama artinya dengan ”dihukum pidana

bersyarat”. 28

Dari pendapat tersebut di atas, dapatlah disimpulkan bahwa perkataan

”pidana” merupakan istilah yang lebih khusus, maka perlu ada pembahasan

pengertian yang dapat menunjukkan ciri-ciri atau sifat-sifatnya yang khas.

Guna memberi gambaran yang lebih luas, maka perlu dikemukakan beberapa

pendapat atau definisi dari para sarjana tentang pidana.

Menurut Sudarto yang dimaksud dengan pidana adalah penderitaan

yang sengaja dibebankan kepada orang yang melakukan perbuatan yang

26 Muladi dan Barda Nawawi Arief, 2005. Teori - teori dan Kebijakan Hukum Pidana. Alumni,Bandung. hlm. 1.

27 Sudarto, 1990/1991. Hukum Pidana 1 A - 1B. Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman,Purwokerto. hlm. 3

28 Sudarto, 1986. Kapita Selekta Hukum Pidana, Alumni, Bandung. hlm. 72

Page 10: BAB II A. Penyakit Sosial Dalam Bentuk Perjudianfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB II.pdf · Ilmu tentang masyarakat sosial atau penyakit masyarakat disebut sebagai

16

memenuhi syarat-syarat tertentu. Sedangkan menurut Roeslan Saleh

mengatakan bahwa pidana adalah reaksi atas delik, dan ini berujud suatu

nestapa yang dengan sengaja ditimpakan negara kepada pembuat delik itu.

Sir Rupert Cross (dalam bukunya Muladi) mengatakan bahwa pidana berarti

pengenaan penderitaan oleh negara kepada seseorang yang telah dipidana

karena suatu kejahatan. 29

Dengan menyebut cara yang lain, Hart sebagaimana dikutip oleh

Muladi mengatakan bahwa pidana harus :

a. Mengandung penderitaan atau konsenkuensi-konsekuensi lain yang tidakmenyenangkan;

b. Dikenakan kepada seseorang yang benar-benar atau disangka benarmelakukan tindak pidana;

c. Dikenakan berhubung suatu tindak pidana yang melanggar ketentuanhukum;

d. Dilakukan dengan sengaja oleh selain pelaku tindak pidana;e. Dijatuhkan dan dilaksanakan oleh penguasa sesuai dengan ketentuan

suatu sistem hukum yang dilanggar oleh tindak pidana tersebut. 30

Perumusan seperti dikemukakan tersebut di atas sejalan dengan

pendapat Alf Ross (dalam bukunya Muladi) yang mengatakan bahwa pidana

adalah reaksi sosial yang :

a. Pidana itu pada hakikatnya merupakan suatu pengenaan penderitaan ataunestapa atau akibat-akibat yang lain yang tak menyenangkan;

b. Pidana itu diberikan dengan sengaja oleh orang atau badan yangmempunyai kekuasaan (oleh yang berwenang);

c. Pidana itu dikenakan kepada seseorang yang telah melakukan tindakpidana menurut undang-undang. 31

2. Unsur-unsur Tindak Pidana

Untuk mengenakan pidana itu harus dipenuhi syarat-syarat tertentu.

Syarat-syarat tertentu ini lazimnya disebut dengan unsur-unsur tindak pidana.

29 Muladi, 1985. Lembaga Pidana Bersyarat, Alumni, Bandung. hlm. 21-2230 Muladi, 1985. Loc. Cit.31 Ibid., hlm .23.

Page 11: BAB II A. Penyakit Sosial Dalam Bentuk Perjudianfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB II.pdf · Ilmu tentang masyarakat sosial atau penyakit masyarakat disebut sebagai

17

Jadi seseorang dapat dikenakan pidana apabila perbuatan yang dilakukan

memenuhi syarat-syarat tindak pidana (strafbaarfeit). Menurut Sudarto,

pengertian unsur tindak pidana hendaknya dibedakan dari pengertian unsur-

unsur tindak pidana sebagaimana tersebut dalam rumusan undang-undang.

Pengertian yang pertama (unsur) ialah lebih luas dari pada kedua (unsur-

unsur). Misalnya unsur-unsur (dalam arti sempit) dari tindak pidana

pencurian biasa, ialah yang tercantum dalam Pasal 362 KUHP. 32

Menurut Lamintang, bahwa setiap tindak pidana dalam KUHP pada

umumnya dapat dijabarkan unsur-unsurnya menjadi dua macam, yaitu unsur-

unsur subjektif dan objektif. Yang dimaksud dengan unsur-unsur ”subjektif”

adalah unsur-unsur yang melekat pada diri si pelaku atau yang berhubungan

dengan diri si pelaku dan termasuk kedalamnya yaitu segala sesuatu yang

terkandung di dalam hatinya. Sedangkan yang dimaksud dengan unsur

”objektif” itu adalah unsur-unsur yang ada hubungannya dengan keadaan-

keadaan, yaitu keadaan-keadaan di mana tindakan dari si pelaku itu harus

dilakukan. 33

Unsur-unsur subjektif dari suatu tindak pidana itu adalah :

a. Kesengajaan atau ketidaksengajaan (culpa/dolus);

b. Maksud atau voornemen pada suatu percobaan atau pogging seperti

dimaksud dalam Pasal 53 ayat (1) KUHP;

c. Macam-macam maksud atau oogmerk seperti yang terdapat misalnya di

dalam kejahatan-kejahatan pencurian, penipuan, pemerasan, pemalsuan

dan lain-lain;

32 Sudarto, 1990/1991. Op. cit., hlm. 43.33 P.A.F. Lamintang, 1984. Hukum Penitensier Indomesia. Rajawali Perss, Jakarta. hlm. 183.

Page 12: BAB II A. Penyakit Sosial Dalam Bentuk Perjudianfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB II.pdf · Ilmu tentang masyarakat sosial atau penyakit masyarakat disebut sebagai

18

d. Merencanakan terlebih dahulu atau voorbedachte raad seperti misalnya

terdapat di dalam kejahatan pembunuhan menurut Pasal 340 KUHP;

e. Perasaaan takut atau vress seperti yang antara lain terdapat di dalam

rumusan tindak pidana menurut Pasal 308 KUHP.

Dengan demikian dapat diketakan unsur-unsur dari suatu tindak

pidana adalah :

a. Sifat melanggar hukum;

b. Kualitas si pelaku;

c. Kausalitas, yakni hubungan antara sesuatu tindakan sebagai penyebab

dengan sesuatu kenyataan sebagai akibat. 34

Berkaitan dengan pengertian unsur-unsur tindak pidana (strafbaarfeit)

ada beberapa pendapat para sarjana yaitu pengertian unsur-unsur tindak

pidana menurut aliran monistis dan menurut aliran dualistis.

Para sarjana yang berpandangan aliran monistis, yaitu :

a. D. Simons

Simons yang menganut pandangan monistis mengatakan bahwa

pengertian tindak pidana (strafbaarfeit) adalah ”Een strafbaar gestelde,

onrechtmatige, met schuld verband staande handeling van een

toerekeningsvatbaar persoon”.

Unsur-unsur tindak pidana menurut Simons adalah :

1) Perbuatan manusia (positif atau negatif, berbuat atau tidak berbuat

atau membiarkan);

34 Ibid., hlm. 184

Page 13: BAB II A. Penyakit Sosial Dalam Bentuk Perjudianfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB II.pdf · Ilmu tentang masyarakat sosial atau penyakit masyarakat disebut sebagai

19

2) Diancam dengan pidana (strafbaar gesteld);

3) Melawan hukum (onrechtmatig);

4) Dilakukan dengan kesalahan (met schuld in verband staad);

5) Oleh orang yang mampu bertanggung jawab (toerekeningsyatbaar

persoon). 35

Dari unsur-unsur tindak pidana tersebut Simons membedakan adanya

unsur objektif dan unsur subjektif dari strafbaarfeit adalah :

a. Yang dimaksud dengan unsur obyektif ialah : perbuatan orang;

b. Akibat yang kelihatan dari perbuatan itu;

c. Mungkin ada keadaan tertentu yang menyertai perbuatan-perbuatan

itu seperti dalam Pasal 281 KUHP sifat ”openbaar” atau ”dimuka

umum”.

Sedangkan yang dimaksud dengan unsur subjektif dari strafbaarfeit

adalah :

1) Orangnya mampu bertanggung jawab;

2) Adanya kesalahan (dolus atau culpa). Perbuatan harus dilakukan dari

perbuatan atau dengan keadaan-keadaan mana perbuatan itu

dilakukan. 36

b. Van Hamel

Stafbaarfeit adalah een weterlijk omschre en mensschelijke gedraging

onrechmatig, strafwardig en aan schuld te wijten.

Jadi menurut Van Hamel unsur-unsur tindak pidana adalah :

1) Perbuatan manusia yang dirumuskan dalam undang-undang;

35 Sudarto, 1990/1991. Op. cit., hlm. 3236 Sudarto, 1990/1991. Loc. Cit

Page 14: BAB II A. Penyakit Sosial Dalam Bentuk Perjudianfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB II.pdf · Ilmu tentang masyarakat sosial atau penyakit masyarakat disebut sebagai

20

2) Bersifat melawan hukum;

3) Dilakukan dengan kesalahan dan

4) Patut dipidana.37

c. E. Mezger

Tindak pidana adalah keseluruhan syarat untuk adanya pidana, dengan

demikian unsur-unsurnya adalah :

1) Perbuatan dalam arti yang luas dari manusia (aktif atau membiarkan);

2) Sifat melawan hukum (baik bersifat objektif maupun bersifat

subjektif);

3) Dapat dipertanggungjawabkan kepada seseorang;

4) Diancam dengan pidana.

d. J. Baumman

Menyatakan bahwa unsur-unsur tindak pidana adalah sebagai berikut :

1) Perbuatan yang memenuhi rumusan delik;

2) Bersifat melawan hukum; dan

3) Dilakukan dengan kesalahan. 38

Dari pendapat para sarjana yang beraliran monistis tersebut dapat

disimpulkan bahwa tidak adanya pemisahan antara criminal act dan criminal

responsibility. Lebih lanjut mengenai unsur-unsur tindak pidana

menurut pendapat para sarjana yang berpandangan dualistis adalah sebagai

berikut :

a. H.B. Vos, dinyatakan bahwa Strafbaarfeit hanya berunsurkan : 1)

Kelakuan manusia dan 2) Diancam pidana dengan undang-undang.

37 Ibid., hlm. 3338 Sudarto, 1990/1991, Loc. cit.

Page 15: BAB II A. Penyakit Sosial Dalam Bentuk Perjudianfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB II.pdf · Ilmu tentang masyarakat sosial atau penyakit masyarakat disebut sebagai

21

b. W.P.J. Pompe, menurut hukum positif strafbaarfeit adalah tidak lain dari

feit, yang diancam pidana dalam ketentuan undang-undang, jadi

perbuatan itu adalah perbuatan yang bersifat melawan hukum, dilakukan

dengan kesalahan dan diancam pidana.

c. Moeljatno, beliau memberikan arti tentang strafbaarfeit, yaitu sebagai

perbuatan yang diancam dengan pidana, barangsiapa melanggar larangan

tersebut. Untuk adanya perbuatan pidana harus ada unsur-unsur :

a. Perbuatan (manusia);b. Yang memenuhi rumusan dalam undang-undang (ini merupakan

syarat formil) danc. Syarat formil itu harus ada karena keberadaan asas legalitas yang

tersimpul dalam Pasal 1 ayat (1) KUHP. Syarat meteriil pun harus adapula, karena perbuatan itu harus pula betul-betul dirasakan olehmasyarakat sebagai perbuatan yang tidak boleh atau tidak patutdilakukan, oleh karena itu bertentangan dengan atau menghambattercapainya tata dalam pergaulan masyarakat yang dicita-citakan olehmasyarakat.

Dengan demikian pandangan sarjana yang beraliran dualistis ini ada

pemisahan antara criminal act dan criminal responsibility. 39

3. Jenis-jenis Tindak Pidana

Dalam sistem KUHP kita tindak pidana dibagi atas kejahatan

(misdrijven) dan pelanggaran (overtredingen). Pemmbagian dalam dua jenis

ini tidak ditentukan dengan nyata-nyata dalam suatu pasal di KUHP, tetapi

sudah dianggap demikian adanya. Dalam Buku II KUHP diatur tentang

Kejahatan sedangkan dalam Buku III diatur mengenai Pelanggaran. Dengan

kata lain KUHP tidak memberikan kriteria mengenai pembedaan jenis tindak

39 Ibid., hlm. 27

Page 16: BAB II A. Penyakit Sosial Dalam Bentuk Perjudianfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB II.pdf · Ilmu tentang masyarakat sosial atau penyakit masyarakat disebut sebagai

22

pidana tersebut, tetapi KUHP hanya memasukan dalam kelompok pertama

kejahatan dan kelompok kedua pelanggaran.40

a. Kejahatan dan pelanggaran

Ada dua pendapat :

1) Ada yang mengatakan bahwa antara kedua jenis delik itu ada

perbedaan yang bersifat kualitatif. Dengan ukuran ini lalu didapati 2

(dua) jenis delik, ialah :

a) Rechtsdelicten

Yang disebut rechsdelicten ialah perbuatan yang bertentangan

dengan keadilan, terlepas apakah perbuatan itu diancam pidana

dalam suatu undang-undang atau tidak, jadi benar-benar dirasakan

oleh masyarakat sebagai bertentangan dengan keadilan. Misal :

pembunuhan, pencurian. Delik semacam ini disebut “kejahatan

(Male perse).

b) Wetsdelicten

Yang disebut wetsdelikten ialah perbuatan yang oleh hukum baru

didasari sebagai suatu tindak pidana, karena undang-undang

menyebutkan sebagai delik, jadi kerena ada undang-undang

mengancamnya dengan pidana. Misal : memarkir mobil di

sebelah kanan jalan. (Mala quiaprohibita). Delik-delik semacam

ini disebut ”pelanggaran”.41

Perbedaan secara kualitatif ini tidak dapat diterima, sebab ada

kejahatan, yang baru disadari sebagai delik, karena tercantum dalam

40 Ibid., hlm. 5041 Ibid., hlm. 44

Page 17: BAB II A. Penyakit Sosial Dalam Bentuk Perjudianfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB II.pdf · Ilmu tentang masyarakat sosial atau penyakit masyarakat disebut sebagai

23

undang-undang pidana, jadi sebenarnya tidak segera dirasakan

sebagai bertentangan dengan rasa keadilan. Dan sebaliknya ada

“pelanggaran” yang benar-benar dirasakan bertentangan dengan rasa

kedilan. Oleh karena perbedaan secara demikian itu tidak memuaskan,

maka dicari ukuran lain.

2) Ada yang mengatakan bahwa antara kedua jenis delik itu ada

perbedaan yang bersifat kuantitatif. Pendirian ini hanya meletakan

kriterium pada perbedaan yang dilihat dari segi kriminologi, ialah

“pelanggaran” itu lebih ringan dari pada “kejahatan”. Mengenai delik

dalam kejahatan dan pelanggaran itu terdapat suara-suara yang

menantang. Seminar Hukum Nasional 1963 tersebut di atas juga

berpendapat, bahwa penggolongan-penggolongan dari dua macam

delik itu harus ditiadakan.42

b. Delik formil dan materiil (delik dengan rumusan secara formil dan delik

dengan secara materiil).

1) Delik formil itu adalah yang perumusanya dititik beratkan perbuatan

yang dilarang. Delik tesebut telah selesai dengan dilakukan perbuatan

seperti tercantum dalam rumusan delik.

Misal : penghasutan (Pasal 160 KUHP), di muka umum menyatakan

perasaan kebencian, permusuhan atau penghinaan terhadap kepada

satu atau lebih golongan rakyat Indonesia (Pasal 156 KUHP) ;

penyuapan surat (Pasal 263 KUHP); pencurian (Pasal 362 KUHP).

42 Ibid., hlm. 45

Page 18: BAB II A. Penyakit Sosial Dalam Bentuk Perjudianfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB II.pdf · Ilmu tentang masyarakat sosial atau penyakit masyarakat disebut sebagai

24

2) Delik materiil itu adalah delik yang perumusan dititipberatkan kepada

akibat yang tidak dikehendaki (dilarang). Delik ini baru selesai apabila

akibat yang tidak dikehendaki itu telah terjadi. Kalau belum, maka

paling banyak hanya ada percobaan.

Misal : pembakaran (Pasal 187 KUHP), penipuan (Pasal 362 KUHP),

pembunuhan (Pasal 338 KUHP).

Batas antara delik formil dan delik materiil tidak tajam, misalnya 362

KUHP.43

c. Delik Commissionis, delik ommissionis dan delik commissionis per

ommissionis commissa.

1) Delik commissionis : delik yang berupa pelanggaran terhadap

larangan, ialah berbuat sesuatu yang dilarang, pecurian,

penggelapan, penjualan.

2) Delik ommissionis : delik yang berupa pelanggaran terhadap

perintah, misal : tidak menghadap sebagai saksi di muka Pengadilan

(Pasal 522 KUHP), tidak menolong orang yang memerlukan

pertolongan (Pasal 531 KUHP).

3) Delik commissionis per ommissionis commisa : delik yang berupa

pelanggaran larangan (dua delik commissionis), akan tetapi dapat

dilakuakn dengan cara tidak berbuat. Misal : seorang ibu yang

membunuh anaknya dengan tidak memberi air susu (Pasal 338

KUHP), seorang penjaga wissel yang menyebabkan kecelakaan

43 Sudarto, 1990/1991, Loc. Cit.

Page 19: BAB II A. Penyakit Sosial Dalam Bentuk Perjudianfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB II.pdf · Ilmu tentang masyarakat sosial atau penyakit masyarakat disebut sebagai

25

kereta api dengan sengaja tidak memindahkan wissel (Pasal 194

KUHP.

d. Delik dolus dan delik cupla (doulise en cuplose delicten)

1) Delik dolus : delik yang memuat unsur kesengajaan, misal Pasal

187, 197, 254, 263, 310, 338, KUHP.

2) Delik cupla : delik yang memuat kealpaan sebagai salah satu unsur,

missal : Pasal – pasal 195, 197, 201, 203, 231 ayat 4 dan Pasal 359,

360 KUHP.

e. Delik tunggal dan delik berganda (enkeve en samengestede delicten).

1) Delik tunggal : delik yang cukup dilakukan dengan perbuatan satu

kali.

2) Delik berganda : delik yang baru merupakan delik, apabila dilakukan

bebrapa kali perbuatan, missal : Pasal 481 (penahanan sebagai

kebiasaan)

f. Delik yang berlangsung terus dan delik yang tidak berlangsung terus

(voortdurende en niet voortdurende (alfopende delicten).

Delik yang berlangsung terus : delik yang mampunyai ciri bahwa

keadaan terlarang itu berlangsung terus : missal merampas kemerdekaan

seseorang (Pasal 333 KUHP).

g. Delik aduan dan delik bukan aduan (kalchtdelecten en niet klacht

delecten).

Delik aduan : Delik yang penutunya hanya dilakukan apabila ada

gangguan dari pihak yang terkena (gelaedeerde partij), misal : perzinaan

Page 20: BAB II A. Penyakit Sosial Dalam Bentuk Perjudianfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB II.pdf · Ilmu tentang masyarakat sosial atau penyakit masyarakat disebut sebagai

26

(Pasal 284 KUHP), chantage (pemerasan dengan ancaman pencemaran,

Pasal 335 ayat (1) sub KUHP juncto ayat 2).

Delik aduan dibedakan menurut sifatnya, sebagai :

1) Delik aduan yang bersifat absolut, ialah misal : Pasal 284, 310, 332

KUHP. Delik ini sifatnya hanya dapat dituntut berdasarkan

pengakuan.

2) Delik aduan yang relatif adalah misal : Pasal 367 KUHP. Disebut

relatif, karena dalam delik ada hubungan istimewa antara si pembuat

dan orang yang terkena.

Catatan :

Perlu dibedakan antara aduan dan gugatan dan laporan. Gugatan dipakai

dalam acara perdata, misal : A menggugat B di muka pengadilan, karena

B tidak membayar hutangnya kepada A. Laporannya hanya

pemberitahuan belaka tentang adanya sesuatu tindak pidana kepada polisi

atau jaksa.

h. Delik sederhana dan delik yang ada pembenaranya (eenvoudige dan

gendualificeerde delecten).

Delik yang ada pembenaranya, misal : penganiayaan yang menyebabakan

luka berat atau matinya orang (Pasal 351 ayat 2, 3 KUHP), pencurian

pada waktu malam hari dan sebagainya. (Pasal 363). Ada delik yang

ancaman pidananya diperingan karena dilakuakn dalam keadaan tertentu,

misal pembunuhan kanak-kanak ( Pasal 341 KUHP). Delik ini disebut

“georivilegeerd delict”.

Page 21: BAB II A. Penyakit Sosial Dalam Bentuk Perjudianfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB II.pdf · Ilmu tentang masyarakat sosial atau penyakit masyarakat disebut sebagai

27

Delik sederhana : misal : penganiayaan (pasal 351 KUHP), pencurian

(Pasal 341 KUHP).

i. Delik ekonomi (biasanya disebut tindak pidana ekonomi) dan bukan

delik ekonomi.

Apa yang disebut tindak pidana ekonomi itu terdapat dalam Pasal 1

Undang-undang Darurat No. 7 Tahun 1955, UU Darurat Tentang Tindak

Pidana ekonomi.

j. Kejahatan ringan : Dalam KUHP ada kejahatan-kejahatan ringan ialah :

Pasal 364, 373, 375, 384, 302, (1), 315, 407 KUHP.

C. Teori-teori Tentang Pemidanaan

1. Pengertian Pidana

Pidana menurut R. Soesilo berarti hukuman, yaitu suatu perasaan

tidak enak (sengsara) yang dijatuhkan oleh hakim dengan vonis kepada orang

yang melanggar undang-undang hukum pidana. 44 Wiryono Prodjodikoro

Pidana adalah hal-hal yang dipidanakan oleh instansi yang berkuasa yang

dilimpahkan kepada seorang oknum sebagai hal yang tidak enak

dirasakannya, dan juga hal yang tidak sehari-hari dilimpahkan. 45 Menurut

Sudarsono, pidana adalah hukuman, hal ini ada hubungannya dengan Pasal 5

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), yaitu :

Pasal 5 :

(1) Ketentuan pidana dalam perundang-undangan Indonesia diterapkanbagi warga negara yang di luar Indonesia melakukan : 1) Salah satukejahatan tersebut dalam Bab I dan II Buku Kedua dan pasal-pasal160, 161, 240, 279, 450, dan 451. 2) Salah satu perbuatan yang oleh

44 R. Soesilo, 1989. Op. cit. hlm. 3545 Wiryono Prodjodikoro, 1989. Azas-azas Hukum Pidana Indonesia. PT. Eresco, Bandung. hlm. 1

Page 22: BAB II A. Penyakit Sosial Dalam Bentuk Perjudianfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB II.pdf · Ilmu tentang masyarakat sosial atau penyakit masyarakat disebut sebagai

28

suatu ketentuan pidana dalam perundang-undangan Indonesiadipandang sebagai kejahatan, sedangkan menurut perundang-undangan negara di mana perbuatan dilakukan diancam denganpidana.

(2) Penuntutan perkara sebagaimana dimaksud dalam butir 2 dapatdilakukan juga jika tertuduh menjadi warga negara sesudahmelakukan perbuatan. 46

Menurut Van Hamel, arti dari pada pidana atau straf menurut hukum

positif adalah ”Sesuatu penderitaan yang bersifat khusus, yang telah

dijatuhkan oleh kekuasaan yang berwenang menjatuhkan pidana atas nama

negara sebagai penanggung jawab dari ketertiban hukum bagi seorang

pelanggar, yakni semata-mata karena orang tersebut telah melanggar sesuatu

peraturan hukum yang ditegakkan oleh negara”.47

Simon mengakatan pidana atai straf dapat diartikan sebagai berikut :

”Sesuatu penderitaan yang oleh undang-undang pidana telah dikaitkan

dengan pelanggaran terhadap sesuatu norma, yang dengan suatu putusan

hakim telah dijatuhkan bagi seseorang yang bersalah”. 48 Sedangkan Algra

Janssen, merumuskan bahwa pidana atau straf adalah sebagai berikut :

”Alat yang dipergunakan oleh penguasa (hakim) untuk memperingatkankepada mereka yang telah melakukan suatu perbuatan yang tidak dapatdibenarkan. Reaksi dari penguasa tersebut telah mencabut kembali sebagiandari perlindungan yang seharusnya dinikmati oleh terpidana atas nyawa,kebebasan dan harta kekayaannya, yaitu seandainya iat telah tidak melakukansuatu tindak pidana”. 49

Menurut hukum positif di Indonesia, rumusan ketentuan pidana

tercantum dalam Bab II Pidana Pasal 10 Kitab Undang-Undang Hukum

Pidana (KUHP), dinyatakan bahwa pidana terdiri atas :

46 Sudarsono, 2007. Kamus Hukum. PT. Rineka Cipta, Jakarta. hlm. 36147 P.A.F. Lamintang, 1984. Op. cit., hlm. 4748 Ibid., hlm. 4849 P.A.F. Lamintang, Loc. Cit.

Page 23: BAB II A. Penyakit Sosial Dalam Bentuk Perjudianfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB II.pdf · Ilmu tentang masyarakat sosial atau penyakit masyarakat disebut sebagai

29

a. Pidana pokok:

1) Pidana mati;2) Pidana penjara;3) Pidana kurungan;4) Pidana denda;5) Pidana tutupan.

b. Pidana tambahan1. Pencabutan hak-hak tertentu;2. Perampasan barang-barang tertentu;3. Pengumuman putusan hakim. 50

Sedangkan jenis pidana yang terdapat dalam Rancangan Kitab

Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) 2005, agak sedikit berbeda

dengan pidana yang terdapat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

Dari segi pengelompokannya antara RKUHP 2005 dan KUHP sama yaitu

diklasifikasikan kepada 2 (dua) golongan yaitu pidana pokok dan pidana

tambahan.

Pidana Pokok dalam Pasal 65 RKUHP adalah :

a. Pidana penjara;

b. Pidana tutupan;

c. Pidana pengawasan;

d. Pidana denda;

e. Pidana kerja sosial.

Pidana mati menurut RKUHP 2005 Pasal 66 merupakan pidana pokok

anak tetapi bersifat khusus dan selalu diancamkan secara alternatif.

Pidana tambahan dalam RKUHP adalah :

a. Pencabutan hak tertentu;

b. Perampasan barang tertentu dan/atau tagihan;

50 Andi Hamzah, 2006. KUHP & KUHAP. PT. Rineka Cipta, Jakarta. hlm. 6

Page 24: BAB II A. Penyakit Sosial Dalam Bentuk Perjudianfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB II.pdf · Ilmu tentang masyarakat sosial atau penyakit masyarakat disebut sebagai

30

c. Pengumuman putusan hakim;

d. Pembayaran ganti kerugian;

e. Pemenuhan kewajiban adat setempat dan/atau kewajiban menurut hukum

yang hidup. 51

Setelah memperhatikan dan mengadakan komparasi jenis pidana yang

tercantum dalam KUHP dan RKUHP 2005 tentang jenis-jenis pidana

sungguh terdapat perbedaan yang cukup mencolok. Urutan jenis pidana

pokok dalam RKUHP 2005 yaitu pidana mati bukan lagi menjadi pidana

pokok yang menempati urutan pertama melainkan menjadi pidana yang

sifatnya khusus. Demikian pula pidana tutupan menjadi pidana pokok kedua

setelah pidana penjara, lain halnya dengan KUHP yang menempati urutan

kelima. 52

2. Teori Pemidanaan

Menentukan mengenai tujuan pemidanaan menjadi persoalan yang

cukup dilematis, terutama dalam menentukan apakah pemidanaan ditujukan

untuk melakukan pembalasan atas tindak pidana yang terjadi atau merupakan

tujuan yang layak dari proses pidana adalah pencegahan tingkah laku yang

anti sosial. Menentukan titik temu dari dua pandangan tersebut jika tidak

berhadil dilakukan memerlukan formasi baru dalam sistem atau tujuan

pemidanaan dalam hukum pidana. Pemidanaan mempunyai beberapa tujuan

yang bisa diklasifikasikan berasarkan teori-teori tentang pemidanaan.

Tinjauan tentang teori pemidanaan terdapat 2 (dua) kajian, yaitu tujuan

51 Zainal Abidin, 2005. Pemidanaan, Pidana dan Tindakan dalam Rancangan KUHP. ELSAM,Jakarta. hlm. 18-19

52 Zainal Abidin, Loc. Cit.

Page 25: BAB II A. Penyakit Sosial Dalam Bentuk Perjudianfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB II.pdf · Ilmu tentang masyarakat sosial atau penyakit masyarakat disebut sebagai

31

pemidanaan yang tradisisonal dan tujuan pemidanaan menurut teori

perlindungan masyarakat.

Secara tradisional teori-teori pemidanaan pada umumnya dapat dibagi

dalam 3 (tiga) kelompok teori, yaitu:

a. Teori absolut atau pembalasan (retributive/vergeldings theorieen);

b. Teori relatif atau teori tujuan (utilitirian/doelthorieen);

c. Teori gabungan (verenigings teorieen).

Ad. a. Teori absolut

Menurut teori ini pidana dijatuhkan semata-mata karena orang

telah melakukan suatau kejahatan atau tindak pidana (quia peccatum est).

Pidana merupakan akibat mutlak yang harus ada sebagai suatu

pembalasan kepada orang yang melakukan kejahatan. Jadi dasar

pembenaran dari pidana terletak pada adanya atau terjadinya kejahatan

itu sendiri. Menurut Johannes Andenaes tujuan utama (primair) dari

pidana menurut teori absolut ialah “untuk memuaskan tuntutan keadilan”

(to satisfy the clams of justice) sedangkan pengaruh-pengaruhnya yang

menguntungkan adalah sekunder. 53

Tuntutan keadilan yang sifatnya absolut ini terlihat dengan jelas

dalam pendapat Immanuel Kant di dalam bukunya “Philosophy of Law”

sebagaimana dikutip oleh Muladi mengemukakan sebagai berikut:

“ … Pidana tidak pernah dilaksanakan semata-mata sebagai saranauntuk mempromosikan tujuan/kebaikan lain, baik bagi si pelaku itusendiri maupun bagi masyarakat, tetapi dalam semua hal harus dikenakanhanya karena orang yang bersangkutan telah melakukan suatu kejahatan.Bahkan walaupun seluruh anggota masyarakat sepakat untuk

53 Muladi & Barda Nawawi Arief, 2005. Op. Cit., hlm. 10-11.

Page 26: BAB II A. Penyakit Sosial Dalam Bentuk Perjudianfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB II.pdf · Ilmu tentang masyarakat sosial atau penyakit masyarakat disebut sebagai

32

menghancurkan dirinya sendiri (membubarkan masyarakatnya)pembunuh terakhir yang masih ada di dalam penjara harus di pidanamati sebelum resolusi/keputusan pembubaran masyarakat itudilaksanakan. Hal ini harus dilakukan karena setiap orang seharusnyamenerima ganjaran dari perbuatannya, dan perasaan balas dendamtidak boleh tetap ada pada anggota masyarakat, karena apabila tidakdemikian mereka semua dapat dipandang sebagai orang yang ikut ambilbagian dalam pembunuhan itu yang merupakan pelanggaran terhadapkeadilan umum”. 54

Jadi menurut pendapat Kant, pidana merupakan suatu tuntutan

kesusilaan. Kant, memandang pidana sebagai “Kategorische Imperatief”

yakni: seseorang harus di pidana oleh hakim karena ia telah melakukan

kejahatan. Pidana bukan merupakan suatu alat untuk mencapai suatu

tujuan, melainkan mencerminkan keadilan (uitdrukking van de

gerechtigheid). 55

Dalam buku John Kalpan, teori retribution ini dibedakan lagi

menjadi dua teori, yaitu: a) Teori pembalasan (the revenge theory), b)

Toeri penebusan dosa (the expiation theory). Menurut John Kalpan

kedua teori ini sebenarnya tidak berbeda, tergantung dari cara orang

berpikir pada waktu menjatuhkan pidana yaitu apakah pidana itu

dijatuhkan karena kita “menghutangkan sesuatu kepadanya” atau karena

“ia berhutang sesuatu kepada kita”. Pembalasan mengandung arti bahwa

hutang si penjahat “telah dibayarkan kembali” (the criminal is paid back)

sedangkan penebusan mengandung arti bahwa si penjahat “membayar

kembali hutangnya” (the criminal pays back). 56

54 Muladi & Barda Nawawi Arief, 2005. Loc. cit.55 Ibid., hlm. 12.56 Ibid., hlm. 13.

Page 27: BAB II A. Penyakit Sosial Dalam Bentuk Perjudianfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB II.pdf · Ilmu tentang masyarakat sosial atau penyakit masyarakat disebut sebagai

33

Ad. b. Teori relatif

Menurut teori ini memidana bukanlah untuk memuaskan tuntutan

absolut dari keadilan. Pembalasan itu sendiri tidak mempunyai nilai,

tetapi hanya sebagai sarana untuk melindungi kepentingan masyarakat.

Oleh karena itu menurut J. Andenaes, teori ini dapat disebut sebagai

“teori perlindungan masyarakat” (the theory of social defence). Menurut

Nigel Walker teori ini lebih tepat disebut teori aliran reduktif (the

“redictive” point of view) karena dasar pembenaran pidana menurut teori

ini ialah untuk mengurangi frekuensi kejahatan. Oleh karena itu para

penganutnya dapat disebut golongan “Reducers” (Penganut teori

reduktif). Pidana bukan sekedar melakukan pembalasan atau

pengimbalan kepada orang yang telah melakukan suatu tindak pidana,

tetapi mempunyai tujuan-tujuan tertentu yang bermanfaat. Oleh karena

itu teori inipun sering juga disebut teori tujuan (Utilitarian theory). Jadi

dasar pembenaran adanya pidana menurut teori ini adalah terletak pada

tujuannya. Pidana dijatuhkan bukan “quia peccatum est” (karena orang

membuat kejahatan) melainkan “ne peccetur” (supaya orang jangan

melakukan kejahatan). 57

Beda ciri pokok atau karakteristik antara teori retributive dan

teori utilitarian dikemukakan secara terperinci oleh Karl. O.

Christiansen sebagai berikut :

1) Pada teori restribution :

a) Tujuan pidana adalah semata-mata untuk pembalasan;

57 Ibid., hlm. 16.

Page 28: BAB II A. Penyakit Sosial Dalam Bentuk Perjudianfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB II.pdf · Ilmu tentang masyarakat sosial atau penyakit masyarakat disebut sebagai

34

b) Pembalasan adalah tujuan utama dan di dalamnya tidakmengandung sarana-sarana untuk tujuan lain misalnya untukkesejahteraan masyarakat;

c) Kesalahan merupakan satu-satunya syarat untuk adanya pidana;

d) Pidana harus disesuaikan dengan kesalahan si pelanggar;

e) Pidana melihat ke belakang; ia merupakan pencelaan yang murnidan tujuannya tidak untuk memperbaiki, mendidik ataumemasyarakatkan kembali si pelanggar.

2) Pada teori utilitarian :

a) Tujuan pidana adalah pencegahan (prevention);

b) Pencegahan bukan tujuan akhir tetapi hanya sebagai sarana untukmencapai tujuan yang lebih tinggi yaitu kesejahteraanmasyarakat;

c) Hanya pelanggaran-pelanggaran hukum yang dapat dipersalahkankepada si pelaku saja (misal karena sengaja atau culpa) yangmemenuhi syarat untuk adanya pidana;

d) Pidana harus diterapkan berdasar tujuannya sebagai alat untukpencegahan kejahatan;

e) Pidana melihat kemuka (bersifat prospektif); pidana dapatmengandung unsur pencelaan, tetapi baik unsur pencelaanmaupun unsur pembalasan tidak dapat diterima apabila tidakmembantu pencegahan kejahatan untuk kepentingankesejahteraan masyarakat. 58

Mengenai tujuan pidana untuk pencegahan kejahatan ini, biasa

dibedakan antara istilah prevensi spesial dan prevensi general atau sering

juga digunakan istilah “special deterrence” dan “general deterrence”.

Dengan prevensi special dimaksudkan pengaruh pidana terhadap

terpidana. Jadi pencegahaan kejahatan itu ingin dicapai oleh pidana

dengan mempengaruhi tingkah laku si terpidana untuk tidak melakukan

pidana lagi. Ini berarti pidana bertujuan agar si terpidana itu berubah

menjadi orang yang lebih baik dan berguna bagi masyarakat. Teori tujuan

58 Ibid., hlm. 16-17.

Page 29: BAB II A. Penyakit Sosial Dalam Bentuk Perjudianfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB II.pdf · Ilmu tentang masyarakat sosial atau penyakit masyarakat disebut sebagai

35

pidana serupa ini dikenal dengan sebutan Reformation atau

Rehabilitation Theory. Dengan prevensi general dimaksudkan pengaruh

pidana terhadap masyarakat pada umumnya. Artinya pencegahan

kejahatan itu ingin dicapai oleh pidana dengan mempengaruhi tingkah

laku anggota masyarakat pada umumnya untuk tidak melakukan tindak

pidana. 59

Ad. c. Teori gabungan

Di samping pembagian secara tradisional teori-teori pemidanaan

seperti dikemukakan di atas, yaitu teori absolut dan teori relatif, ada teori

ketiga yang disebut teori gabungan (verenigings theorieen). Penulis yang

pertama mengajukan teori gabungan ini ialah Pellegrino Rossi (1787 –

1848). Selain ia tetap menganggap pembalasan sebagai asas dari pidana

dan bahwa beratnya pidana tidak boleh melampaui suatu pebalasan yang

adil, namun dia berpendirian bahwa pidana mempunyai pelbagai

pengaruh antara lain perbaikan sesuatu yang rusak dalam masyarakat dan

prevensi general. Penulis-penulis lain yang berpendirian bahwa pidana

mengandung pelbagai kombinasi tujuan ialah Binding, Merkel, Kohler,

Richard Schmid dan Beling. 60

Teori gabungan mendasarkan pidana pada asas pertahanan tata

terbit masyarakat, dengan kata lain dua alasan itu adalah menjadi dasar

dari penjatuhan pidana. Teori gabungan ini dapat dibedakan menjadi 2

(dua), yaitu :

59 Ibid., hlm. 17-18.60 Ibid., hlm. 19.

Page 30: BAB II A. Penyakit Sosial Dalam Bentuk Perjudianfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB II.pdf · Ilmu tentang masyarakat sosial atau penyakit masyarakat disebut sebagai

36

1) Teori gabungan yang mengutamakan pembalasan, tetapi pembalasan

itu tidak boleh melampaui batas dari apa yang perlu dan cukup untuk

dapatnya dipertahankannya tata tertib masyarakat.

2) Teori gabungan yang mengutamakan perlindungan tata tertib

masyarakat, tetapi penderitaan atas dijatuhnya pidana tidak boleh

lebih berat dari pada perbuatan yang dilakukan terpidana.

Pendukung dari teori gabungan yang lebih menitikberatkan pada

pembalasan ini didukung oleh Pompe, yang mempunyai pandangan

bahwa pidana tiada lain adalah pembalasan pada penjahat, tetapi juga

bertujuan untuk mempertahankan tata tertib hukum agar supaya

kepentingan umum dapat diselamatkan dan terjamin dari kejahatan.

Pidana yang bersifat pembalasan itu dapat dibenarkan apabila bermanfaat

bagi pertahanan tata tertib hukum di dalam masyarakat. 61

3. Tujuan Pemidanaan

Menentukan tujuan pemidanaan menjadi persoalan yang dilematis,

terutama dalam menentukan apakah pemidanaan ditujukan untuk melakukan

pembalasan atas tindak pidana yang terjadi atau merupakan tujuan yang layak

dari proses pidana sebagai pencegahan tingkah laku yang anti sosial.

Menentukan titik temu dari dua pandangan tersebut jika tidak berhasil

dilakukan, memerlukan formulasi baru dalam sistem atau tujuan pemidanaan

dalam hukum pidana. Pemidanaan mempunyai beberapa tujuan yang bisa

diklasifikasikan berdasarkan teori-teori tentang pemidanaan. 62

61 Adami Chazawi, 2002. Pelajaran Hukum Pidana Bagian I. Raja Grafindo Persada, Jakarta,hlm. 162

62 Zainal Abidin, 2005. Op. cit. hlm. 10

Page 31: BAB II A. Penyakit Sosial Dalam Bentuk Perjudianfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB II.pdf · Ilmu tentang masyarakat sosial atau penyakit masyarakat disebut sebagai

37

Perkembangan teori tentang pemidanaan selalu mengalami pasang

surut dalam perkembangannya. Teori pemidanaan yang bertujuan rehabilitasi

telah dikritik karena didasarkan pada keyakinan bahwa tujuan rehabilitasi

tidak dapat berjalan. Maka pada tahun 1970 telah terdengar tekanan-tekanan

bahwa treatment terhadap rehabilitasi tidak berhasil serta indeterminate

sentence tidak diberikan dengan tepat tanpa garis-garis pedoman. 63 Dalam

menetapkan tujuan pemidanaan Sholehuddin, mengemukakan bahwa untuk

menciptakan sinkroniasi yang bersifat fisik dalam tujuan pemidanaan harus

diperhatikan adanya 3 (tiga) faktor, yaitu : Sinkronisasi struktural (structural

synchronizaton), Sinkronisasi substansial (subtansial synchronizaton), dan

Sinkrinosasi kultural (cultural synchronizaton).64

Menurut Romli Atmasasmita, ada 4 (empat) tujuan pemidanaan

yang tercermin dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana,

yaitu :

”Pandangan social defence, pandangan rehabilitasi dan resosialisasi terpidana,pandangan hukum adat dan tujuan yang bersifat spriritual berlandaskanPancasila. Menurutnya dari keempat tujuan pemidanaan tersebut dipertegaskembali dengan mencantumkan Pasal 50 ayat (2) yang menyebutkan,pemidanan tidak dimaksudkan untuk menderitakan dan merendahkanmartabat manusia”. 65

Tujuan pemidanaan yang dikemukakan oleh Andi Hamzah, adalah

sebagai berikut : ”Untuk menakut-nakuti orang agar orang tersebut jangan

sampai melakukan kejahatan, baik menakut-nakuti orang banyak (general

preventive) maupun menakut-nakuti orang tertentu yang sudah menjalankan

63 Sholehuddin, 2002. Sistem Sanksi dalam Hukum Pidana, Ide Dasar Doble Track System danImplementasinya. Raja Grafindo Persada, Jakarta. hlm. 61

64 Ibid., hlm. 11965 Romli Atmasasmita, 1996. Sistem Peradilan Pidana. Binacipta, Bandung. hlm. 90

Page 32: BAB II A. Penyakit Sosial Dalam Bentuk Perjudianfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB II.pdf · Ilmu tentang masyarakat sosial atau penyakit masyarakat disebut sebagai

38

kejahatan agar di kemudian hari orang itu tidak melakukan lagi kejahatan”. 66

Menurut Sudarto, tujuan pemidanaan pada hakikatnya merupakan tujuan

umum negara. Sehubungan dengan hal tersebut, maka politik hukum adalah

berarti usaha untuk mewujudkan peraturan perundang-undangan pidana yang

sesuai dengan keadaan dan situasi pada suatu dan untuk sama-sama yang

akan datang. Lebih lanjut Sudarto mengemukakan bahwa tujuan pemidanaan

adalah :

a. Untuk menakut-nakuti agar orang agar jangan sampai melakukankejahatan orang banyak (general preventie) maupun menakut-nakutiorang tertentu orang tertentu yang sudah melakukan kejahatan agar dikemudian hari tidak melakukan kejahatan lagi (special preventie);

b. Untuk mendidik atau memperbaiki orang-orang yang sudah menandakansuka melakukan kejahatan agar menjadi orang yang baik tabiatnya,sehingga bermanfaat bagi masyarakat;

c. Untuk mencegah dilakukannya tindak pidana demi pengayoman negara,masyarakat, dan penduduk, yakni :1) Untuk membimbing agar terpidana insaf dan menjadi anggota

masyarakat yang berbudi baik dan berguna2) Untuk menghilangkan noda-noda yang diakibatkan oleh tindak

pidana. 67

Romli Atmasasmita, mengemukakan, jika dikaitkan dengan teori

restributif tujuan pemidanaan adalah :

a. Dengan pemidanaan maka si korban akan merasa puas, baik perasaan adilbagi dirinya, temannya maupun keluarganya. Perasaan tersebut tidakdapat dihindari dan tidak dapat dijadikan alasan untuk menuduh tidakmenghargai hukum. Tipe restributif ini disebut vindicative.

b. Dengan pemidanaan akan memberikan peringatan pada pelaku kejahatandan anggota masyarakat yang lain bahwa setiap ancaman yang merugikanorang lain atau memperoleh keuntungan dari orang lain secara tidak sahatau tidak wajar, akan menerima ganjarannya. Tipe restributif ini disebutfairness.

66 Andi Hamzah, 1983. Suatu Tinjauan Ringkas Sistem Pemidanaan di Indonesia. AkademikaPressindo, Jakarta, hlm. 26.

67 Sudarto, 1986. Op. cit. hlm. 83

Page 33: BAB II A. Penyakit Sosial Dalam Bentuk Perjudianfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB II.pdf · Ilmu tentang masyarakat sosial atau penyakit masyarakat disebut sebagai

39

c. Pemidanaan dimaksudkan untuk menunjukkan adanya kesebandinganantara apa yang disebut dengan the grafity of the offence dengan pidanayang dijatuhkan. Tipe restributif ini disebut dengan proportionality.Termasuk ke dalam ketegori the grafity ini adalah kekejaman darikejahatannya atau dapat juga termasuk sifat aniaya yang ada dalamkejahatannya baik yang dilakukan dengan sengaja maupun karenakelalainnya. 68

Tipe restributif yang disebut vindicative tersebut di atas, termasuk ke

dalam kategori pembalasan. John Kalpan, dalam bukunya Criminal Justice

membagi teori restributif menjadi 2 (dua), yaitu : a) The reverange theory

(teori pebalasan), b) The expiation theory (teori penebusan dosa). 69

Pembalasan mengandung arti hutang si penjahat telah dibayarkan kembali

(the criminalis paid back), sedangkan penebusan dosa mengandung arti si

penjahat membayar kembali hutangnya (the criminal pays back). Jadi

pengertiannya tidak jauh berbeda. Menurut John Kalpan, tergantung dari

cara orang berpikir pada saat menjatuhkan sanksi. Apakah dijatuhkannya

sanksi itu karena ”menghutangkan sesuatu kepadanya” ataukah disebabkan ia

berhutang sesuatu kepada kita. Sebaliknya Johannes Andenaes, menegaskan

bahwa ”penebusan” tidak sama dengan ”pembalasan dendam” (revange).

Pembalasan berusaha memuaskan hasrat balas dendam dari sebagian para

korban atau orang-orang lain yang simpati kepadanya, sedangkan penebusan

dosa lebih bertujuan untuk memuaskan tuntutan keadilan. 70

Menurut Muladi, dalam tujuan pemidanaan dikenal istilah restorative

justice model yang mempunyai beberapa karakteristik, yaitu :

68 Romli Atmasasmita, 1995. Kapita Selekta Hukum Pidana dan Kriminologi. Mandar Maju,Bandung. hlm. 83-84

69 Muladi, 1992. Bunga Rampai Hukum Pidana. Alumni, Bandung. hlm. 1370 Ibid., hlm. 14

Page 34: BAB II A. Penyakit Sosial Dalam Bentuk Perjudianfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB II.pdf · Ilmu tentang masyarakat sosial atau penyakit masyarakat disebut sebagai

40

a. Kejahatan dirumuskan sebagai pelanggaran seorang terhadap orang laindan diakui sebagai konflik;

b. Titik perhatian pada pemecahan masalah pertanggungjawaban dankewajiban pada masa depan;

c. Sifat normatif dibangun atas dasar dialog dan negoisasi;d. Restitusi sebagai sarana perbaikan para pihak, rekonsiliasi dan restorasi

sebagai tujuan utama;e. Keadilan dirumuskan sebagai hubungan-hubungan hak, dinilai atas dasar

hasil;f. Sasaran perhatian pada perbaikan kerugian sosial;g. Masyarakat merupakan fasilitator di dalam proses restoratif;h. Peran korban dan pelaku tindak pidana diakui, baik dalam masalah

maupun dalam penyelesain hak-hak dan kebutuhan korban. Pelaku tindakpidana didorong untuk bertanggung jawab;

i. Pertanggungjawaban si pelaku dirumuskan sebagai dampak pemahamanterhadap perbuatan dan untuk membantu memutuskan yang terbaik;

j. Tindak pidana dipahami dalam konteks menyeluruh, moral, sosial, danekonomis;

k. Stigma dapat dihapus melalui tindakan restoratif. 71

Wirjono Prodjodikoro mengemukakan bahwa tujuan pemidanaan

adalah untuk mendidik atau memperbnaiki orang-orang yang sudah

menandakansuka melakukan kejahatan, agar menajdi orang yang baik

tabiatnya, sehingga bermanfaat bagi masyarakat. 72

71 Muladi, 1996. Kapita Selekta Hukum Pidana, Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semaranghlm. 127-129

72 Wirjono Prodjodikoro, 1989, Op. cit. hlm. 18