BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Rinitis Akibat Kerja 2.1.1 Definisi ...
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Definisi Tanah
Transcript of BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Definisi Tanah
5 Institut Teknologi Nasional
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Definisi Tanah
Menurut Braja M. Das (1988) tanah merupakan material yang terdiri atas
mineral-mineral padat yang tidak terikat secara kimia satu sama lain. Tanah berasal
dari bahan organic yang telah melapuk disertai dengan zat cair dan gas yang
mengisi rongga diantara partikel-partikel tersebut.
Menurut Sutanto (2005) komponen tanah yang terdiri atas mineral, organik,
air, dan udara tersusun antara satu dan yang lain membentuk tubuh tanah.
Bermacam-macam jenis tanah yang terbentuk merupakan pengaruh kondisi
lingkungan yang berbeda-beda. Tanah terbentuk di bawah pengaruh faktor
lingkungan yang bekerja dalam masa yang sangat panjang meliputi iklim,
organisme, bahan induk, topografi, dan waktu.
Menurut Bowles (1989) setiap jenis tanah memiliki karakteristik dan sifat
yang berbeda-beda. Untuk memberikan karakteristik dan sifat tanah diperlukan
sistem klasifikasi dengan mengelompokkan sesuai dengan perilaku tanah tersebut.
Sistem klasifikasi tanah bertujuan agar penggunaan tanah dapat dikelola dengan
baik dan sesuai potensi yang ada. Sistem klasifikasi digunakan untuk menjelaskan
secara singkat mengenai sifat-sifat umum tanah dari suatu daerah. Adapun tanah
adalah campuran dari partikel-partikel yang terdiri dari salah satu atau seluruh jenis
berikut:
1. Berangkal (boulders) merupakan potongan batu yang besar, biasanya lebih
besar dari 250 mm sampai dengan 300 mm. Untuk kisaran antara 150 mm
sampai dengan 250 mm, fragmen batuan ini disebut kerakal (cobbles).
2. Kerikil (gravel) merupakan partikel batuan yang berukuran 5 mm sampai
dengan 150 mm.
3. Pasir (sand) merupakan partikel batuan berukuran 0,002 mm sampai
dengan 0,074 mm. Lanau dan lempung dalam jumlah besar ditemukan
dalam deposit yang disedimentasikan ke dalam danau atau di dekat garis
pantai pada muara sungai.
6
Institut Teknologi Nasional
4. Lempung (clay) merupakan partikel berukuran lebih kecil dari 0,002 mm.
Partikel-partikel ini merupakan sumber utama dari kohesi pada tanah yang
kohesif.
5. Koloid (colloids) merupakan yang berukuran lebih kecil dari 0,001 mm.
Komposisi tanah yang terdiri atas udara, air, dan butiran padat ditunjukan
pada Gambar 2.1.
Gambar 2.1 Elemen Tanah yang Menunjukkan Hubungan antara Massa dan
Volume
(Sumber: Braja M. Das, 1988)
2.2 Klasifikasi Tanah
Klasifikasi tanah secara umum adalah pengelompokkan berbagai jenis tanah
ke dalam kelompok yang sesuai dengan sifat teknik dan karakteristiknya. Sistem
klasifikasi tanah adalah suatu sistem pengatur jenis-jenis tanah yang berbeda-beda,
tetapi mempunyai sifat -sifat yang serupa kedalam kelompok-kelompok dan
subkelompok berdasarkan pemaiakainnya. Dengan adanya sistem klasifikasi ini
akan menjelaskan secara singkat sifat-sifat umum tanah yang bervariasi tanpa
penjelasan yang rinci. Klasifikasi ini pada umumnya didasarkan sifat-sifat indeks
tanah yang sederhana seperti distribusi ukuran butiran dan plastisitas, Namun
semuanya tidak memberikan penjelasan yang tegas tentang kemungkinan
7
Institut Teknologi Nasional
pemakaiannya. Klasifikasi Berdasarkan Tekstur oleh Departemen Pertanian
Amerika Serikat (USDA) ditunjukan pada Gambar 2.2.
Gambar 2.2 Klasifikasi Berdasarkan Tekstur oleh Departemen Pertanian Amerika
Serikat (USDA)
(Sumber: Braja M. Das, 1988)
Klasifikasi yang umum digunakan ada dua, yaitu:
1. Klasifikasi berdasarkan Unfined Soil Classification System (USCS)
Sistem klasifikasi USCS digunakan oleh American Society for Testing dan
Materials (ASTM) sebagai metode standar dalam mengklasifikasikan
tanah. USCS membagi tanah menjadi dua kategori, yaitu:
a. Tanah berbutir kasar (coarse grained soil), yaitu tanah yang terdiri atas
kerikil dan pasir kurang dari 50% tanah yang lolos saringan No. 200.
b. Tanah berbutir halus (fine grained soil), yaitu tanah yang terdiri atas
kerikil dan pasir lebih dari 50% tanah yang lolos saringan No. 200.
2. Klasifikasi berdasarkan American Association of State Highway dana
Transportation Officials (AASHTO)
8
Institut Teknologi Nasional
Sistem klasifikasi ini umumnya digunakan untuk mengklasifikasikan
kualitas tanah timbunan jalan, subbase, dan subgrade.
Tabel 2.1 Batasan-batasan Ukuran Golongan Tanah
Ukuran butiran (mm)
Nama Golongan Kerikil Pasir Lanau Lempung
Massachusetts Institute
of Technology (MIT) > 2 2 - 0,06 0,06 - 0,002 < 0,002
U.S. Departement of
Agriculture (USDA) > 2 2 - 0,05 0,05 - 0,002 < 0,002
American Association of
State Highway dan
Transportation
(AASHTO)
76,2 - 2 2 - 0,075 0,075 - 0,002 < 0,002
Unified Soil
Classification System
(U.S. Army Corps of
Engineers, U.S. Bureau
of Reclamation)
76,2 - 4,75 4,75 - 0,075
Halus (yaitu lanau dan
lempung)
< 0,0075
(Sumber: Braja M. Das, 1988)
2.3 Tanah Pasir
Pasir (sdan) sebagian besar terdi ri dari mineral quartz dan feldspar. Butiran
dari mineral yang lain mungkin juga masih ada pada golongan ini. Tanah pasir
adalah tanah dengan partikel berukuran besar. Tanah ini terbentuk dari batuan-
batuan beku serta batuan sedimen yang memiliki butiran besar dan kasar atau yang
sering disebut dnegan kerikil. Tanah pasir memiliki kapasitas serat air yang rendah
karena sebagian besar tersusun atas partikel berukuran 0,02 sampai 2 mm.
Tanah pasir memiliki rongga yang besar sehingga pertukaran udara dapat
berjalan dengan lancar. Tanah pasir memiliki tekstur yang kasar. Terdapat ruang
9
Institut Teknologi Nasional
pori-pori yang besar diantara butiran-butirannya sehingga kondisi tanah ini menjadi
struktur yang lepas dan gembur. Dengan kondisi seperti itu menjadikan tanah pasir
ini memiliki kemampuan yang rendah untuk dapat mengikat air.
Jenis tanah yang rentan terhadap likuefaksi adalah tanah pasir lepas sampai
medium yang jenuh. Tsuchida, 1970, meringkas hasil analisis saringan pada
sejumlah tanah yang diketahui telah terlikuefaksi dan yang tidak terlikuefaksi dan
tidak ditunjukan pada Gambar 2.3.
Gambar 2.3 Kurva Distribusi Ukuran Butir yang Rentan Terhadap Likuefaksi
(Tsuchida, 1970)
(Sumber: Geotechnical Engineering Beureau, 2015)
Ruang yang berisi partikel tersebut dapat mengurangi porositas sehingga
menurunkan kapasitas serap air pada pasir (Fetter, 1994). Kondisi ini menyebabkan
tanah memiliki struktur yang gembur dan lepas. Pada umumnya, menurut Freeze
dan Cherry (1979) tanah pasir mempunyai porositas antara 30% sampai 50%.
Tekstur butir, ukuran butir, dan tempat terbentuknya butiran dapat mempengaruhi
besar kecilnya porositas pada tanah pasir.
Menurut Goodman (1993) pasir memiliki ukuran butir berdiameter 0,06 mm
sampai 2 mm. Saat proses pengendapan pada tanah pasir, partikel halus pada
sedimen cenderung mengisi ruang antar butir yang seragam. Berdasarkan ukuran
butir, tanah pasir dapat dibedakan menjadi beberapa jenis seperti pada Tabel 2.2.
10
Institut Teknologi Nasional
Tabel 2.2 Ukuran Pratikel Tanah
Fraksi Ukuran
Lempung (clay) < 0,002 mm
Lanau (silt) 0,002 - 0,05 mm
Pasir sangat halus (very fine sdan) 0,05 - 0,10 mm
Pasir halus (fine sdan) 0,10 - 0,25 mm
Pasir sedang (medium sdan) 0,25 - 0,50 mm
Pasir kasar (coarse sdan) 0,50 - 1,00 mm
Pasir sangat kasar (very coarse sdan) 1,00 - 2,00 mm
(Sumber: United States of Agriculture, 1975)
2.4 Gempa Bumi
Gempa bumi adalah suatu peristiwa alam dimana terjadi getaran pada
permukaan bumi akibat adanya pelepasan energi secara tiba-tiba dari pusat gempa.
Energi yang dilepaskan tersebut merambat melalui tanah dalam bentuk gelombang
getaran. Gelombang getaran yang sampai ke permukaan bumi disebut gempa bumi.
Menurut Sunarjo (2010) mengemukakkan bahwa gempa bumi adalah
peristiwa terjadinya getaran atau guncangan bumi secara tiba-tiba karena adanya
pergeseran lapisan batuan pada kulit bumi akibat pergerakan lempeng tektonik.
Energi yang dipancarkan akibat pergerakan dari lapisan batuan di dalam bumi
berupa gelombang gempa bumi atau seismik. Gempa bumi selalu datang secara
mendadak tanpa didahului dengan tdana atau gejala yang muncul sebelum kejadian.
Hal ini mengakibatkan guncangan yang terjadi menimbulkan kepanikan umum dan
merusak segala sesuatu di permukaan bumi. Indonesia menjadi salah satu negara
yang rawan gempa bumi karena termasuk ke dalam daerah kegempaan aktif. Letak
Indonesia berada di pertemuan 3 lempeng utama dunia, yaitu lempeng Australia,
Eurasia, dan Pasifik seperti pada Gambar 2.4.
11
Institut Teknologi Nasional
Gambar 2.4 Lempeng Tektonik Indonesia
2.5 Penyebab Terjadinya Gempa Bumi
Banyak teori yang telah dikemukan mengenai penyebab terjadinya gempa
bumi. Menurut pendapat para ahli, sebab-sebab terjadinya gempa adalah sebagai
berikut:
1. Runtuhnya gua-gua besar yang berada di bawah permukaan tanah. Namun,
kenyataannya keruntuhan yng menyebabkan terjadinya gempa bumi tidak
pernah terjadi.
2. Tabrakan meteor pada permukaan bumi. Bumi merupakan salah satu
planet yang ada dalam susunan tata surya. Dalam tata surya kita terdapat
ribuan meteor atau batuan yang bertebaran mengelilingi orbit bumi.
Sewaktu-waktu meteor tersebut jatuh ke atmosfir bumi dan kadang-
kadang sampai ke permukaan bumi. Meteor yang jatuh ini akan
menimbulkan getaran bumi jika massa meteor cukup besar. Getaran ini
disebut gempa jatuhan, namun gempa ini jarang sekali terjadi. Kejadian ini
sangat jarang terjadi dan pengaruhnya juga tidak terlalu besar. Letusan
gunung berapi. Gempa bumi ini terjadi akibat adanya aktivitas magma,
yang biasa terjadi sebelum gunung api meletus. Gempa bumi jenis ini
disebut gempa vulkanik dan jarang terjadi bila dibdaningkan dengan
gempa tektonik. Ketika gunung berapi meletus maka getaran dan
12
Institut Teknologi Nasional
goncangan letusannya bisa terasa sampai dengan sejauh 20 mil. Sejarah
mencatat, di Indonesia pernah terjadi letusan gunung berapi yang sangat
dahsyat pada tahun 1883 yaitu meletusnya Gunung Krakatau yang berada
di Jawa barat. Letusan ini menyebabkan goncangan dan bunyi yang
terdengar sampai sejauh 5000 Km. Letusan tersebut juga menyebabkan
adanya gelombang pasang “Tsunami” setinggi 36 meter dilautan dan
letusan ini memakan korban jiwa sekitar 36.000 orang. Gempa ini
merupakan gempa mikro sampai menengah, gempa ini umumnya
berkekuatan kurang dari 4 skala Richter.
3. Kegiatan tektonik. Semua gempa bumi yang memiliki efek yang cukup
besar berasal dari kegiatan tektonik. Gaya-gaya tektonik biasa disebabkan
oleh proses pembentukan gunung, pembentukan patahan, gerakan-gerakan
patahan lempeng bumi, dan tarikan atau tekanan bagian-bagian benua
yang besar. Gempa ini merupakan gempa yang umumnya berkekuatan
lebih dari 5 skala Richter. Dari berbagai teori yang telah dikemukan, maka
teori lempeng tektonik inilah yang dianggap paling tepat. Teori ini
menyatakan bahwa bumi diselimuti oleh beberapa lempeng kaku keras
(lapisan litosfer) yang berada di atas lapisan yang lebih lunak dari litosfer
dan lempemg-lempeng tersebut terus bergerak dengan kecepatan 8 km per
tahun sampai 12 km per tahun. Pergerakan lempengan-lempengan tektonik
ini menyebabkan terjadinya penimbunan energi secara perlahan-lahan.
Gempa tektonik kemudian terjadi karena adanya pelepasan energi yang
telah lama tertimbun tersebut. Daerah yang paling rawan gempa umumnya
berada pada pertemuan lempeng-lempeng tersebut. Pertemuan dua buah
lempeng tektonik akan menyebabkan pergeseran relatif pada batas
lempeng tersebut, yaitu:
a. Subduction, yaitu peristiwa dimana salah satu lempeng mengalah dan
dipaksa turun ke bawah. Peristiwa inilah yang paling banyak
menyebabkan gempa bumi.
b. Extrusion, yaitu penarikan satu lempeng terhadap lempeng yang lain.
13
Institut Teknologi Nasional
c. Transcursion, yaitu terjadi gerakan vertikal satu lempeng terhadap yang
lainnya.
d. Accretion, yaitu tabrakan lambat yang terjadi antara lempeng lautan dan
lempeng benua.
2.6 Intensitas Gempa
Menurut Day (2001) intensitas gempa merupakan pengukuran berdasarkan
pengamatan struktur yang rusak dan adanya efek sekunder, seperti tanah longsor
akibat gempa, likuefaksi, dan tanah retak. Intensitas gempa juga didasarkan pada
sejauh mana gempa dirasakan oleh individu. Skala yang paling umum digunakan
untuk menentukan gempa adalah skala Modified Mercalli Intensity (MMI).
Efek sekunder yang didefinisikan sebagai proses-proses non tektonik di
permukaan yang berhubungan dengan gempa. Contoh dari efek sekunder
diantaranya adalah likuefaksi, kegagalan lereng, dan longsor akibat gempa,
tsunami, dan seiche (gelombang tegak).
2.7 Parameter Gempa
Menurut Kramer (1996) parameter gempa yang menyababkan gerakan tanah
sangat penting untuk menggambarkan karakteristik gempa yang terjadi. Ada
beberapa parameter yang mempengaruhi kekuatan gempa, diantaranya:
1. Amplitudi
Kekuatan gempa dapat digambarkan dalam bentuk gelombang. Parameter
gelombang yang tercatat dapat berupa hubungan antara waktu dengan
percepatan, kecepatan, atau perpindahan.
2. Waktu Kejadian Gempa Bumi (Origin Time)
Waktu kejadian gempa bumi atau origin time adalah waktu pada saat
terlepasnya akumulasi tegangan berupa gelombang gempa yang
dinyatakan dalam hari, tanggal, bulan, tahun, jam, menit, dan detik dalam
satuan UTC (Universal Time Coordinated).
14
Institut Teknologi Nasional
3. Durasi
Durasi guncangan berkaitan dengan waktu yang diperlukan untuk
melepaskan energi yang terakumulasi oleh guncangan di sepanjang
patahan. Lamanya durasi guncangan yang besar dapat memberikan
pengaruh besar terhadap kerusakan akibat gempa bumi. Guncangan yang
berdurasi pendek memiliki kemungkinan tidak cukup merusak struktur
meskipun mempunyai amplitudo yang tinggi.
4. Hiposenter
Hiposenter merupakan titik pusat terjadinya gempa bumi. Menurut Howell
(1969) terdapat beberapa jenis gempa bumi berdasarkan kedalaman
hiposentrumnya, diantaranya:
a. Gempa bumi dangkal dengan pusat kedalaman < 70 km
b. Gempa bumi sedang dengan pusat kedalaman 70 – 300 km
c. Gempa bumi dalam dengan pusat kedalaman 300 – 700 km
5. Episenter
Episenter merupakan lokasi di permukaan tanah yang tegak lurus dengan
hiposenter atau titik awal terjadinya gempa.
6. Kekuatan gempa bumi atau magnitudo
Besarnya energi yang dilepaskan saat gempa terjadi disebut dengan
kekuatan gempa atau magnitudo gempa. Untuk dapat menggambarkan
besarnya gempa bumi digunakan alat yang disebut seismograf. Saat gempa
bumi terjadi, seismograf memantau kekuatan gempa bumi kemudian
dicatat dalam seismogram.
Skala gempa, yaitu suatu ukuran kekuatan gempa yang dapat diukur dengan
secara kuantitatif dan kualitatif. Pengukuran kekuatan gempa secara kuantitatif
dilakukan pengukuran dengan skala Richter yang umumnya dikenal sebagai
pengukuran magnitudo gempa bumi. Magnitudo gempa bumi adalah ukuran mutlak
yang dikeluarkan oleh pusat gempa. Pendapat ini pertama kali dikemukakan oleh
Richter dengan besar antara 0 sampai 9. Selama ini gempa terbesar tercatat sebesar
8,9 skala Richter terjadi di Columbia tahun 1906. Pengukuran kekuatan gempa
secara kualitatif yaitu dengan melihat besarnya kerusakan yang diakibatkan oleh
15
Institut Teknologi Nasional
gempa. Kerusakan tersebut dapat dikatakan sebagai intensitas gempa bumi. Di
Indonesia digunakan skala intensitas MMI (Modified Mercalli Intensity) versi tahun
1931.
Skala Mercalli adalah satuan untuk mengukur kekuatan gempa bumi. Satuan
ini diciptakan oleh seoran vulkanologis dari Italia yang bernama Giuseppe Mercalli
pada tahun 1902. Skala Mercalli terbagi menjadi 12 pecahan berdasarkan informasi
dari orang-orang yang selamat dari gempa tersebut dan juga dengan melihat serta
membdaningkan tingkat kerusakan akibat gempa bumi tersebut. Oleh karena itu
skala Mercalli adalah metode yang sangat subjektif dan kurang tepat disbdaning
dengan perhitungan magnitude gempa yang lain.
Oleh karena itu, saat ini penggunaan Skala Richter lebih luas digunakan untuk
mengukur kekuatan gempa bumi. Skala Mercalli yang dimodifikasi pada tahun
1930 oleh ahli seismologi Harry Wood dan Frank Neumann masih sering digunakan
terutama apabila tidak terdapat seismometer yang dapat mengukur kekuatan gempa
bumi di tempat kejadian.
Skala intensitas gempa disajikan pada Tabel 2.3 Skala Intensitas Gempa
MMI (Modified Mercalli Intensity) dan Tabel 2.4 Skala Intensitas Gempa Bumi
BMKG.
Tabel 2.3 Skala Intensitas Gempa MMI (Modified Mercalli Intensity)
Skala MMI Deskripsi
I Getaran tidak dirasakan kecuali dalam keadaan luarbiasa oleh
beberapa orang
II Getaran dirasakan oleh beberapa orang, benda-benda ringan yang
digantung bergoyang.
III Getaran dirasakan nyata dalam rumah. Terasa getaran seakan-
akan ada truk berlalu.
IV
Pada siang hari dirasakan oleh orang banyak dalam rumah, di luar
oleh beberapa orang, gerabah pecah, jendela/pintu berderik dan
dinding berbunyi.
16
Institut Teknologi Nasional
Skala MMI Deskripsi
V
Getaran dirasakan oleh hampir semua penduduk, orang banyak
terbangun, gerabah pecah, barang-barang terpelanting, tiang-tiang
dan barang besar tampak bergoyang, bdanul lonceng dapat
berhenti.
VI
Getaran dirasakan oleh semua penduduk. Kebanyakan semua
terkejut dan lari keluar, plester dinding jatuh dan cerobong asap
pada pabrik rusak, kerusakan ringan.
VII
Tiap-tiap orang keluar rumah. Kerusakan ringan pada rumah-
rumah dengan bangunan dan konstruksi yang baik. Sedangkan
pada bangunan yang konstruksinya kurang baik terjadi retak-retak
VIII
Kerusakan ringan pada bangunan dengan konstruksi yang kuat.
Retak-retak pada bangunan degan konstruksi kurang baik, dinding
dapat lepas dari rangka rumah, cerobong asap pabrik dan
monumen-monumen roboh, air menjadi keruh.
IX
Kerusakan pada bangunan yang kuat, rangka-rangka rumah
menjadi tidak lurus, banyak retak. Rumah tampak agak berpindah
dari pondamennya. Pipa-pipa dalam rumah putus.
X
Bangunan dari kayu yang kuat rusak,rangka rumah lepas dari
pondamennya, tanah terbelah rel melengkung, tanah longsor di
tiap-tiap sungai dan di tanah-tanah yang curam.
XI
Bangunan-bangunan hanya sedikit yang tetap berdiri. Jembatan
rusak, terjadi lembah. Pipa dalam tanah tidak dapat dipakai sama
sekali, tanah terbelah, rel melengkung sekali.
XII Hancur sama sekali, Gelombang tampak pada permukaan tanah.
Pemdanangan menjadi gelap. Benda-benda terlempar ke udara.
(Sumber: Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika)
17
Institut Teknologi Nasional
Tabel 2.4 Skala Intensitas Gempa Bumi BMKG
Skala
SIG
BMKG
Warna Deskripsi
Sederhana Deskrispsi Rinci
Skala
MMI
PGA
(gal)
I Putih
Tidak
Dirasakan
(Not Felt)
Tidak dirasakan atau
dirasakan hanya oleh
beberapa orang tetapi
terekam oleh alat.
I
s/d
II
< 2.9
II Hijau Dirasakan
(Felt)
Dirasakan oleh orang banyak
tetapi tidak menimbulkan
kerusakan. Benda-benda
ringan yang digantung
bergoyang dan jendela kaca
bergetar.
III
s/d
V
2.9
s/d
88
III Kuning
Kerusakan
Ringan
(Slight
Damage)
Bagian non struktur
bangunan mengalami
kerusakan ringan, seperti
retak rambut pada dinding,
genteng bergeser ke bawah
dan sebagian berjatuhan.
VI
89
s/d
167
IV Jingga
Kerusakan
Sedang
(Moderate
Damage)
Banyak Retakan terjadi pada
dinding bangunan sederhana,
sebagian roboh, kaca pecah.
Sebagian plester dinding
lepas. Hampir sebagian besar
genteng bergeser ke bawah
atau jatuh. Struktur
bangunan mengalami
kerusakan ringan sampai
sedang.
VII
s/d
VIII
168
s/d
564
V Merah
Kerusakan
Berat
(Heavy
Damage)
Sebagian besar dinding
bangunan permanen roboh.
Struktur bangunan
mengalami kerusakan berat.
Rel kereta api melengkung.
IX
s/d
XII
>
564
(Sumber: Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika)
18
Institut Teknologi Nasional
2.8 Definisi Likuefaksi
Umumnya, jenis tanah yang berada di bawah permukaan yang rentan
terhadap likuefaksi adalah pasir lepas yang baru ditimbun dan diletakkan di suatu
lokasi yang muka air tanahnya tidak jauh dari permukaan.
Pencairan tanah atau likuefaksi tanah (soil liquefaction) adalah fenomena
yang terjadi ketika tanah yang jenuh atau agak jenuh kehilangan kekuatan dan
kekakuan akibat adanya tegangan, misalnya getaran gempa bumi atau perubahan
ketegangan lain secara mendadak, sehingga tanah yang padat berubah wujud
menjadi cairan atau air berat.
Saat terjadi gempa, penyebaran dari gelombang geser menyebabkan kontraksi
antar partikel pasir, sehingga terjadi peningkatan tekanan air pori. Getaran seismik
terjadi dengan singkat sehingga tanah non kohesif terkena beban undrained.
Peningkatan nilai tekanan air pori menyebabkan aliran air bergerak ke atas menuju
permukaan dalam bentuk semburan lumpur. Peningkatan nilai air pori yang
diakibatkan oleh getaran permukaan dan pergerakan aliran air ke atas ini
menyebabkan tanah pasir berada pada kondisi cair, yang disebut juga sebagai
likuefaksi. Menurut Ishira (1985) pada keadaan likuefaksi ini, nilai tekanan efektif
sama dengan nol dan tiap-tiap partikel tanah menjadi lepas, seakan partikel-partikel
ini mengapung di atas air. Karena likuefaksi ini umumnya terjadi pada kondisi
muka air tanah yang dekat dengan permukaan, maka efeknya biasa diamati di
daerah dataran rendah atau daerah sungai, danau, teluk, dan lautan.
Pasir dengan kepadatan lepas sampai sedang dan pasir berlumpur yang jenuh
air cenderung bereaksi dengan beban siklik sehingga tanah kehilangan kuat geser
akibat menurunnya tegangan efektif tanah seiring dengan meningkatnya tegangan
air pori. Kondisi tanah pada saat terjadi likuefaksi dapat dinyatakan dalam
Persamaan 2.1.
σ′ = σ − u … … … … … … … … … … … . … … … … … … … … … … … … … … (2.1)
Keterangan:
σ′ = tegangan efektif bawah tanah (t/m2)
σ = tegangan total (t/m2)
u = tekanan air pori (t/m2)
19
Institut Teknologi Nasional
Menurut Das (1993) tegangan total dapat dihitung dengan Persamaan 2.1.
σ = (H. γd) + (H − HA). γsat … … … … … … … … … … … … … … … … … … (2.1)
Keterangan:
σ = tegangan total (t/m2)
H = tinggi muka air diukur dari permukaan tanah (m)
HA = jarak titik A dengan muka air (m)
γd = berat volume tanah kering (t/m3)
γsat = berat volume tanah jenuh air (t/m3)
Sedangkan nilai rasio tekanan air pori tanah dihitung dengan menggunakan
Persamaan 2.3.
u = HA. γw … … … … … … . … … … … … … … … … … … … … … … … … … … (2.3)
Keterangan:
u = tekanan air pori (t/m2)
HA = jarak titik A dengan muka air (m)
γw = berat volume air (t/m3)
Menurut Seed (1970) peningkatan tekanan air pori menyebabkan aliran air
naik ke permukaan tanah dalam bentuk semburan lumpur atau pasir. Untuk keadaan
likuefaksi ini, tegangan efektif tanah menjadi sama dengan nol dan partikel tanah
saling melepaskan seolah-olah mengambang di air. Struktur yang berada di atas
endapan tanah pasir yang terlikuefaksi saat gempa bumi akan tenggalam atau jatuh
dan saluran yang terkubur akan mengapung ke permukaan.
2.9 Metode Evaluasi Likuefaksi
Langkah pertama dalam mengevaluasi likuefaksi adalah menentukan apakah
tanah memiliki kemampuan untuk mencair (liquefable) saat diberikan getaran.
Sebagian besar tanah yang rentan terhadap likuefaksi adalah tanah nonkohesi.
Metoode analisis yang paling umum digunakan untuk menentukan potensi
likuefaksi adalah dengan menggunakan uji penetrasi stdanar (SPT) seperti yang
dikemukakan oleh Seed et al. (1985). Metode tersebut diusulkan oleh Seed dan
Idriss (1971) dan disebut dengan simplified procedure.
20
Institut Teknologi Nasional
Likuefaksi yang terjadi pada tanah pasir jenuh dapat disebabkan oleh seismic
stress ratio (SSR) atau biasa disebut Cyclic Stress Ratio (CSR) yang diakibatkan
oleh gempa bumi. Besarnya CSR dipengaruhi oleh percepatan gempa maksimum,
percepatan bumi, tegangan tanah total, tegangan tanah efektif, dan reduksi faktor
kedalaman. Nilai CSR dapat dihitung menggunakan persamaan 2.4.
Ketahanan tanah terhadap likuefaksi atau Cyclic Resistance Ratio (CRR)
dapat ditentukan berdasarkan data hasil uji Stdanard Penetration Test (SPT).
Menurut Idriss dan Boulanger (2008) emampuan tanah untuk menahan likuefaksi
atau Cyclic Resistance Ratio (CRR) dapat ditentukan berdasarkan data hasil uji.
Nilai CRR bergantung dari data hasil uji seperti hasil uji CPT atau SPT karena pada
umumnya berkorelasi dengan parameter in situ, seperti nilai penetrasi resisten CPT,
jumlah pukulan SPT, atau kecepatan gelombang geser, Vs.
Jika nilai tahanan tanah terhadap likuefaksi atau Cyclic Resistance Ratio
(CRR) lebih besar dari pembebanan yang terjadi atau Cyclic Stress Ratio (CSR)
maka tanah aman dari likuefaksi. Namun apabila nilai CRR lebih kecil dari CSR
maka tanah tidak aman dari likuefaksi.
CSR =τav
σ′v= 0,65
τmax
σ′v= 0,65 (
amax
g) (
σv
σ′v) rd … … … … … … … … … . (2.4)
Keterangan:
CSR = tegangan siklik yang menyebabkan likuefaksi atau cyclic stress ratio
σ′v = tegangan overburden vertikal efektif (t/m2)
σv = tegangan overburden vertikal total (t/m2)
amax = percepatan permukaan tanah maksimum arah horizontal (m/s2)
τmax = tegangan geser siklik
rd = koefisien reduksi kedalaman
g = percepatan gravitasi 9,81 (m/s2)
Liao dan Whitman (1986) mengembangkan persamaan untuk mengestimasi
koefisien reduksi tegangan. Besarnya koefisien reduksi tegangan dapat dihitung
berdasarkaan persamaan 2.5a sampai 2.5d atau menggunakan grafik hubungan
antara koefisien reduksi tegangan dengan kedalaman seperti pada Gambar 2.5.
21
Institut Teknologi Nasional
Metode analisis potensi likuefaksi berdasarkan data SPT dapat dikakukan
dengan beberapa metode, diantaranya:
rd = 1,0 − 0,00765z untuk z ≤ 9,15 m … … … … … … … … … … . … (2.5a)
rd = 1,174 − 0,0267z untuk 9,15 m < z ≤ z 23 m … … … … … . . … (2.5b)
rd = 0,774 − 0,08z untuk 23m < z ≤ 9,15 m … … … … … … … . . (2.5c)
rd = 0,5 untuk z ≥ 30 m … … … … … … … … … … . … . . (2.5d)
Gambar 2.5 Faktor Reduksi Tegangan dan Kedalaman
Langkah terakhir dalam menganalisis potensi likuefaksi adalah
memperhitungkan faktor keamanan. Untuk mengetahui faktor keamanan terhadap
likuefaksi dapat menggunakan persamaan 2.6.
Fs =CRR
CSR… … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … (2.6)
Martin dan Lew (1999) mengusulkan nilai faktor keamanan terhadap potensi
likuefaksi sebesar 1,3. Kondisi tanah dengan nilai faktor keamanan kurang dari 1,3
akan memiliki kemungkinan terjadi likuefaksi, apabila tanah memiliki faktor
keamanan sama dengan 1,3 maka kondisi tanah berada di kondisi kritis, dan tanah
dengan faktor keamanan lebih dari 1,3 akan aman dari likuefaksi.
22
Institut Teknologi Nasional
2.10 Analisis Potensi Likuefaksi Berdasarkan Data SPT
Nilai N-SPT yang diukur dapat dipengaruhi oleh jenis tanah, seperti tanah
jenuh yang didominasi oleh pasir. Lanau atau pasir kelempungan dapat memberikan
nilai N tinggi jika memiliki kecenderungan untuk melebar dan memberikan nilai N
rendah jika cenderung bereaksi selama kondisi undrained shear. Metode untuk
menentukan rasio stres siklik (CSR) sebagai suatu fungsi N dalam SPT diusulkan
oleh Seed et al (1982) atas dasar kinerja endapan pasir selama gempa bumi.
2.10.1 Metode Seed (1985)
Hubungan yang diperoleh adalah nilai koreksi SPT (N1)60 terhadap
CSR pada gempa dengan magnitudo M = 7,5. Nilai koreksi SPT terhadap
60% energi efektif dihitung menggunakan persamaan 2.7.
(N1)60 = Nm. CN. η = Nm.2,2
1,2 +σv′Pa
. 60% … … … … … … … … … . … … (2.7)
Keterangan:
N60 = uji penetrasi stdanar nilai N dikoreksi untuk prosedur pengujian
lapangan.
Nm = N-SPT yang diperoleh dari hasil uji di lapangan.
CN = koreksi faktor tegangan overburden.
Menurut penelitian yang telah dilakukan oleh Seed et al. (1985),
disimpulkan bahwa potensi kerusakan dapat diidentifikasi berdasarkan N-
SPT yang tercantum pada Tabel 2.5.
Tabel 2.5 Potensi Likuefaksi Berdasarkan Nilai N-SPT
(N1) 60 Potensi Kerusakan
0-20 Tinggi
20-30 Sedang
>30 Kerusakan tidak signifikan
Untuk mendapatkan nilai CRR diperlukan nilai koreksi SPT (N1)60
yang akan diplot ke dalam grafik hubungan antara CRR dengan (N1)60
seperti pada Gambar 2.6.
23
Institut Teknologi Nasional
Gambar 2.6 Grafik Hubungan Antara (N1)60 dengan Nilai CRR
(Sumber: Kramer 1996)
Bagan alir tahapan pengerjaan analisis potensi likuefaksi dengan
metode Seed (1985) ditunjukkan pada Gambar 2.7.
Gambar 2.7 Bagan Alir Pengerjaan Analisis Potensi Likuefaksi Menggunakan Metode
Seed (1985)
24
Institut Teknologi Nasional
2.10.2 Metode Youd dan Idriss (2001)
Selama 25 tahun terakhir metode yang dikenal dengan “simplified
procedure” telah digunakan sebagai stdanar untuk mengevaluasi ketahanan
tanah terhadap likuefaksi. Sejak saat itu, “simplefied procedure” yang
diusulkan oleh Seed dan Idriss (1971) mengalami modifikasi dan perbaikan
secara berkala. Pada tahun 1996, T. L. Youd dan I. M. Idriss mengadakan
workshop yang terdiri dari 20 ahli untuk memperbaharui simplified
procedure dan menambahkan penelitian yang ditemukan dari dekade
sebelumnya.
Ruang lingkup workshop dibatasi pada prosedur untuk mengevaluasi
ketahanan likuefaksi di bawah permukaan tanah yang ldanai. Youd dan Idriss
(2001) mengusulkan metode analisis likuefaksi dengan memperhitungkan
nilai cyclic stress ratio, faktor reduksi kedalaman, dan cyclic resistance ratio
menggunakan nilai SPT yang telah dikoreksi (N1)60 berdasarkan fines
content.
Dalam menentukan nilai CSR, Youd dan Idriss (2001) menghitung
berdasarkan rumus 2.3 sama seperti yang digunakan oleh Seed et al. (1985).
Perhitungan pada nilai SPT yang dikoreksi dipengaruhi oleh panjang rod,
energi hammer, detail sampel, ukuran lubang bor, dan tekanan overburden
effective. Untuk mendapatkan nilai SPT yang terkoreksi digunakan
persamaan 2.8.
(N1)60 = CN. CE. CR. CB. CS. Nm … … … … … … … … . … … … … . … . . … … (2.8)
Keterangan:
CN = faktor normalisasi Nm terhadap tegangan overburden
CE = faktor koreksi rasio energy hammer (ER)
CR = faktor koreksi panjang batang
CB = faktor koreksi diameter lubang bor
CS = faktor koreksi sampel
Nm = N-SPT yang diperoleh dari hasil uji di lapangan
Berdasarkan Seed dan Idriss (1982), diperlukannya faktor koreksi
untuk menghitung tegangan overburden yang diakibatkan karena adanya
25
Institut Teknologi Nasional
peningkatan nilai N-SPT yang dihitung berdasarkan persamaan 2.9 (1 Pa=1
atm = 101,35 kN/m).
(CN) =2,2
(1,2 +σ′voPa )
… … … … … … … … … . … … … … … … … . . … (2.9)
Robertson dan Wride (1998) menguraikan nilai faktor koreksi
terhadap SPT yang telah dimodifikasi dari Skempton (1986) pada Tabel 2.6.
Tabel 2.6 Faktor Koreksi N-SPT
Factor Equipment Variable Term Correction
Overvurden pαressure - CN
Overvurden pressure - CN
Energy ratio Donut hammer CE 0,5 - 1,0
Energy ratio Safety hammer CE 0,7 - 1,2
Energy ratio Automatic-trip Donut
type hammer CE 0,8 - 1,3
Borehole diameter 65 - 115 mm CB 1
Borehole diameter 150 mm CB 1,05
Borehole diameter 200 mm CB 1,15
Rod length < 3 mm CR 0,75
Rod length 3 - 4 mm CR 0,8
Rod length 4 - 6 mm CR 0,85
Rod length 6 - 10 mm CR 0,95
Rod length 10 - 30 mm CR 1,0
Sampling method Stdanard sampler Cs 1,0
Sampling method Sampler without liners Cs 1,1 - 1,3
(Sumber: Workshop on Evaluation of Liquefaction Resistance of Soils, 2001)
Youd dan Idriss (2001) meneruskan prosedur yang telah dikerjakan
oleh Seed et al. (1985) dengan memperkirakan koreksi terhadap fines content
(FC) untuk nilai koreksi (N1)60 agar ekuivalen dengan pasir bersih dengan
menggunakan persamaan 2.10.
(N1)60cs = α + βN1(N1)60 … … … … … … … … … … … … … … … (2.10)
Dengan α dan β merupakan koefisien yang dapat ditentukan dengan
persamaan di bawah.
α = 0, β = 1 FC ≥ 5% … … … … … … … … (2.11a)
26
Institut Teknologi Nasional
α = exp [1,76 − (190/F𝐶2)] 5% < FC < 35% … … … . . (2.11b)
β = [0,99 − (FC1,5/1000)]] 5% < FC < 35% … … … . . . (2.11c)
α = 5, β = 1,2 FC ≥ 35% … … … … … … . . (2.11d)
Korelasi nilai CRR dengan nilai SPT yang telah dikoreksi dan gempa
bumi dengan magnitudo M = 7,5 dapat dihitung menggunakan rumus 2.12.
CRR7,5 =1
34 − (N1)60cs+
(N1)60cs
135+
50
[10 × (N1)60cs + 45]2−
1
200… … . (2.12)
Persamaan yang diusulkan oleh Youd dan Idriss (2001) berlaku untuk
gempa bumi dengan dengan kekuatan 7,5 SR. Semakin tinggi magnitudo
gempa, semakin lama durasi guncangan tanah. Dengan demikian semakin
besarnya magnitudo maka jumlah siklik yang dihasilkan akan lebih besar.
Untuk menyesuaikan dengan magnitudo yang lebih besar atau lebih kecil,
Seed dan Idriss (1982) memperkenalkan faktor penskalan besaran atau yang
disebut magnitude scale factor (MSF) seperti pada persamaan 2.13.
MSF =102,24
Mw2,56… … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … . … (2.13)
Keterangan:
MSF = Magnitude Scale Factor
Mw = Kekuatan gempa bumi ≠ 7,5 SR
27
Institut Teknologi Nasional
Bagan alir tahapan pengerjaan analisis potensi likuefaksi dengan
Youd dan Idriss (2001) ditunjukkan pada Gambar 2.8.
Gambar 2.8 Bagan Alir Pengerjaan Analisis Potensi Likuefaksi Menggunakan Metode
Youd dan Idriss (2001)
2.10.3 Metode Idriss dan Boulanger (2008)
Idriss dan Boulanger (2008) mengusulkan metode analisis semi
empiris likuefaksi akibat gempa. Metode ini menggunakan FC dan SPT
terkoreksi. Bagan alir metode ini dapat dilihat pada Gambar 2.10.
Faktor Reduksi Tegangan (𝑟𝑑)
rd = exp (α(z) + β(z). M) … … … … … … … … … … … … … … . . . (2.14)
𝛼(z) = −1.012 − 1.126. sin (z
11.73+ 5.133) … … … … … . . . . (2.15)
β(z) = 0.106 − 0.118 . sin (z
11.28+ 5.142) . Mw … … … … . . (2.16)
Kσ = 1 − Cσ ln (σ′
VC
Pa) ≤ 1.1 … … … … … … … … … … … … … . . (2.17)
Cσ =1
18.9 − 2.55√(N1)60
≤ 0.3 … … … … … … . … … … … … … (2.18)
N60 = N (ER
60) … … … … … … … … … … . … … … … … … … … … … (2.19)
28
Institut Teknologi Nasional
CN = (Pa
σ′v)
0.784−0.0768∗√(N1)60
≤ 1.7 … … … … … … … … … … . . (2.20)
(N1)60 = CN. N60 … … … … … … … … … … … … … … … … … . . … . (2.21)
∆(N1)60 = exp (1.63 +9.7
FC + 0.01− (
15.7
fc + 0.01)2) … … … … (2.22)
(N1)60cs = (N1)60 + ∆(N1)60 … … … … … … … … … … … … . … . (2.23)
MSF = 6.9 . exp (−Mw
4) − 0.058 … … … … … … … … … . (2.24)
CSR = 0.65. rd.𝑎max∗ σ′v
g. σ′v.
1
MSF.
1
Kσ… … … … … … … … … … . . (2.25)
CRR
= exp (((N1)60cs)
14.1+ (
(N1)60cs
126)
2
− ((N1)60cs
23.6)
3
+ ((N1)60cs
25.4)
4
) −2.8 … (2.26)
Bagan alir tahapan pengerjaan analisis potensi likuefaksi dengan
Metode Idriss dan Boulanger (2008) ditunjukkan pada Gambar 2.10
Gambar 2.9 Bagan Alir Pengerjaan Analisis Potensi Likuefaksi Menggunakan Metode
Idriss dan Boulanger (2008)
2.10.4 Tokimatsu Yoshimi
Tokimatsu dan Yoshimi (1983) mengususulkan metode analisis
potensi likuifaksi yang mirip dengan Metode Seed. Metode ini
29
Institut Teknologi Nasional
mempertimbangkan level kerentananan likuifaksi yang dinyatakan
sebagai koefisien Cs. Menurut Chang dkk. (2011), nilai Cs yang
digunakan umumnya berada dalam rentang 80-90. Nilai Cs=75
digunakan untuk kejadian likuifaksi berat. Bagan alir metode ini dapat
dilihat pada Gambar 2.11.
Gambar 2.10 Bagan Alir Pengerjaan Analisis Potensi Likuefaksi Menggunakan Metode
Tokimatsu-Yoshimi (1983)
2.10.5 JRA (Japan Rail Association)
Pada metode JRA (1996) nilai CRR dianalisis dengan menggunakan
faktor cw yang diperoleh berdasarkan mekanisme gempa yang terjadi, yakini
gempa (EQ) tipe I atau tipe II. Tipe I khusus gempa akibat aktifitas subduksi,
sedangkan Tipe II untuk intraplat benua. Tahapan analisis menggunakan
metode ini dapat dilihat pada Gambar 2.12.
Kondisi tanah yang dianalisis menggunakan metode JRA ini memiliki
kriteria tanah sebagai berikut:
1. Kedalaman muka air tanah ≤ 10 m, dengan lokasi pasir jenuh ≤
10 m di bawah permukaan tanah
2. Fines Content (FC) ≤ 35% dan PI ≤ 15%
3. Ukuran butir efektif D50 ≤ 10 mm dan D10 < 1 mm.
30
Institut Teknologi Nasional
Bagan alir tahapan pengerjaan analisis potensi likuefaksi dengan
Metode JRA (1996) ditunjukkan pada Gambar 2.12.
Gambar 2.11 Bagan Alir Pengerjaan Analisis Potensi Likuefaksi Menggunakan Metode
JRA (1996)
2.12 Kondisi Geologi Regional Probolinggo
Letak Kota Probolinggo berada pada 7° 43′ 41" sampai dengan 7° 49′ 04"
Lintang Selatan dan 113° 10′ sampai dengan 113° 15′ Bujur Timur dengan luas
wilayah 56,667 km². Disamping itu Kota Probolinggo merupakan daerah transit
yang menghubungkan kota-kota (sebelah timur Kota): Banyuwangi, Jember,
Bondowoso, Situbondo, Lumajang, dengan kota-kota (sebelah barat Kota):
Pasuruan, Malang, Surabaya.
Luas wilayah Kota Probolinggo tercatat sebesar 56.667 Km. Secara
administrasi pemerintahan Kota Probolinggo terbagi dalam 5 (lima) Kecamatan dan
29 Kelurahan yang terdiri dari Kecamatan Mayangan terdapat 5 Kelurahan,
Kecamatan Kademangan terdapat 6 Kelurahan, Kecamatan Wonoasih terdapat 6
31
Institut Teknologi Nasional
Kelurahan, Kecamatan Kedopok terdapat 6 Kelurahan, dan Kecamatan Kanigaran
terdapat 6 Kelurahan.
Wilayah Kota Probolinggo terletak pada ketinggian 0 sampai kurang dari 50
meter dia atas permukaan air laut. Apabila ketinggian tersebut dikelompokkan atas;
ketinggian 0 -10 meter, ketinggian 10 -25 meter, ketinggian 25 -50 meter. Semakin
ke wilayah selatan, ketinggian dari permukaan laut semakin besar. Namun seluruh
wilayah Kota Probolinggo relatif berlereng (0 – 2%). Hal ini mengakibatkan
masalah erosi tanah dan genangan cenderung terjadi di daerah ini.
Jenis tanah penting diketahui terutama dalam usaha pengembangan pertanian.
Jenis tanah di wilayah Kota Probolinggo terdiri dari Alluvial, Mediteran, dan
Regosol. Jenis tanah alluvial regosol terdapat pada daerah paling utara yaitu daerah
pantai. Alluvial kelabu tua pada bagian tengah ke utara. Jenis tanah yang terluas di
wilayah Kota Probolinggo adalah alluvial coklat keabuan, yaitu dari bagian tengah
hingga selatan kota. Jenis tanah regosol coklat terdapat sebagian kecil di bagian
timur kota, sedangkan kompleks grumosol hitam dan litosol pada bagian barat daya
kota. Jenis tanah aluvial (63.98%) merupakan tanah yang sangat baik untuk usaha
pertanian, karena tersedia cukup mineral yang diperlukan untuk tumbuh-tumbuhan.
Demikian pula jika digunakan untuk bangunan, jenis tanah ini mempunyai daya
tahan yang kuat karena merupakan endapan tanah liat yang bercampur pasir halus.
Jenis tanah grumosol (4.82%) sifat tanahnya mudah longsor dan memiliki drainase
buruk. Dengan demikian, tentunya jenis tanah ini kurang baik guna didirikan
bangunan karena selalu terancam bahaya. Jenis tanah Mediteran (31.20%)
merupakan jenis tanah yang memiliki karakteristik tahan menahan.
Kemampuan tanah suatu wilayah perlu ditinjau mengenai kedalaman efektif
tanah, tesktur tanah, drainase, dan faktor pembatasnya, diantaranya:
1. Kedalaman efektif merupakan kedalaman tanah di mana perakaran
tanaman masih bisa tumbuh denga baik. Kedalaman tanah di wilayah Kota
Probolinggo adalah lebih dari 90 cm.
2. Tesktur tanah adalah perbdaningan partikel liat, debu dan pasir yang
terdapat pada suatu gumpalan tanah. Data mengenai tekstur tanah yang
diperoleh adalah tekstur tanah pada kedalaman 20 cm. Tekstur tanah
32
Institut Teknologi Nasional
secara umum diklasifikasikan dalam 3 kelas, yaitu halus, sedang dan kasar.
Tekstur tanah di Kota Probolinggo terdiri dari tekstur halus dan sedang.
Tanah bertekstur halus terdapat di wilayah bagian Utara, sedangkan tanah
bertekstur sedang terdapat di bagian wilayah lainnya. Luas tanah
bertekstur halus ialah 3.816 Ha (67,35% dari luas wilayah), sedang tanah
bertekstur sedang ialah 1.849,93 Ha (32,65% luas wilayah). Tanah
pertanian, tanah bertekstur sedang merupakan tanah yang paling mudah
pengolahannya.
4. Drainase yang dimaksud adalah kemampuan permukaan tanah untuk
merembeskan air secara alami. Keadaan drainase tanah dikelompokkan
atas 3 kelas, yaitu drainase baik/tidak pernah tergenang, tergenang
periodik, dan drainase tergenang terus-menerus. Sebagian besar wilayah
Kota Probolinggo berdrainse cukup baik/tidak pernah tergenang. Drainase
tergenang periodik terdapat di dekat pantai dan beberapa kawasan di
daerah tengah. Areal persawahan dan tambak dimasukkan pada tanah
berdrainase baik. Berdasarkan tabel 2.4, hanya 52,5 Ha (0.93%) tanah
berdrainase tergenang periodik dan terus-menerus. Tanah tergenang
periodik tersebut diakibatkan oleh keadaan pasang surut air laut. Keadaan
tanah yang sebagian besar berdrainase baik, tentunya menguntungkan
dalam pengembangan fisik kota.
33
Institut Teknologi Nasional
Gambar 2.12 Peta Geologi Lembar Probolinggo, Jawa Timur
(Sumber: Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi)
34
Institut Teknologi Nasional
Peta kerentanan likuefaksi di Probolinggo ditunjukan pada Gambar 2.13.
Gambar 2.13 Peta Kerentatan Likuefaksi Probolinggi
(Sumber: Badan Geologi Pusat Air Tanah dan Tata Lingkungan)
35
Institut Teknologi Nasional
Berdasarkan peta kerentanan likuefaksi, Probolinggo memiliki nilai
kerentanan likuefaksi sedang. Hal ini mengakibatkan beberapa peristiwa yang
terjadi pada lokasi, diantaranya; likuefaksi menyebabkan pergeseran lateral yang
pada umumnya kurang dari 0,3 m dan dengan kemirinan landau kurang dari 8%,
menyebabkan penurunan tanah yang pada umunya kurang dari 0,1 m dan terjadi
semburan pasir secara tidak merata dalam satu kawasan.
Gambar 2.14 Peta Sesar Aktif di Pulau Jawa
(Sumber: Tim Revisi Peta Gempa Bumi Nasional, PusGeN, 2017)
Berdaskan Wikipedia, mekanisme sesar terjadi karena gesekan dan
kekakuan batuan, batuan tidak bisa meluncur atau mengalir melewati satu sama lain
dengan mudah dan kadang-kadang semua gerakan berhenti. Ketika ini terjadi, stres
menumpuk di bebatuan dan saat mencapai tingkat yang melebihi ambang
ketegangan, energi potensial akumulasi didisipasikan oleh pelepasan ketegangan,
yang difokuskan ke sebuah bidang sepanjang di mana gerakan relatif tersebut
ditampung Sesar. Tegangan terjadi secara akumulatif atau instan, tergantung
pada reologi dari batuan; kerak bawah dan mantel yang ductile mengakumulasi
deformasi secara bertahap melalui gaya geser, sedangkan kerak atas yang brittle
bereaksi dengan fraktur lepasan tegangan seketika, menyebabkan gerakan
sepanjang sesar. Sebuah sesar dalam batuan ductile juga dapat lepas seketika ketika
36
Institut Teknologi Nasional
laju regangan terlalu besar. Energi yang dilepaskan oleh lepasan tegangan-seketika
menyebabkan gempa bumi, fenomena umum di sepanjang batas transformasi.
2.13 Studi Litelatur
Mase (2018) melakukan penelitian kehandalan metode analisis likuefaksi
dengan menggunakan SPT. Penelitian ini menggunakan lima metode untuk
kemudian dibandingkan dengan hasil akhir adalah kehandalan paling tinggi dari
semua metode analisis yang dihitung. Hasil penelitian tersebut menunjukan bahwa
metode Idriss dan Boulanger adalah metode yang paling mendekati dengan
kejadian likuefaksi di lapangan.
Nurbani (2019) melakukan penelitian analisis potensi likuefaksi pada tanah
pasir dengan metode Youd-Idris (2001) dan metode Seed-Alba (1985). Data ukur
tanah yang digunakan adalah data hasil pengujuan CPT dan SPT. Hasil dari
penelitian tersebut menunjukan nilai CSR tidak mempunyai perbedaan yang jauh
dari dua metode yang digunakan, sedangkan nilai CRR memiliku perbedaan dengan
nilai dari SPT, nilai CRR dari data CPT lebih kecil daripada SPT.