BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hakikat Belajar€¦ · 2.1.1 Hakikat Belajar ....
Transcript of BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hakikat Belajar€¦ · 2.1.1 Hakikat Belajar ....
5
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori
2.1.1 Hakikat Belajar
Belajar adalah suatu perubahan dalam pelaksanaan tugas yang terjadi
sebagai hasil dari pengalaman dan tidak ada sangkur pautnya dengan
kemangatangan rohaniah, kelelahan, motivasi. Perubahan dalam situasi stimulus
atau faktor – faktor samar – samar lainnya yang tidak berhubungan langsung
dengan kegiatan belajar Walker (dalam rianto, 2002).
Sedangkan menurut Winkel (1998: 55) . Belajar adalah suatu aktivitas
mental /pikiran yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan , yang
menghasilkan ketrampilan dan nilai – sikap, Perubahan itu bersifat secara relatif
konstan dan berbekan.
Cronbach menyatakan bahwa belajar itu merupakan perubahan perilaku
sebagai hasil dari pengalaman. Menurut Cronbach belajar yang sebaik – baiknya
adalah dengan yang mengalami sesuatu yang menggunakan panca indra. Dengan
kata lain adalah suatu cara mengamati membaca, meniru, mengintimasi, mencoba
sesuatu, mendengar, dan mengikuti arah tertentu ( dalam riyanto, 2002). (Riyanto
yatim, 2010 : 5).
Berdasarkan penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa belajar adalah
suatu hasil akhir dari keikut sertaan dalam pembelajaran oleh setiap individu di
dalam ruang kelas maupun di luar, yang dapat menghasilkan perubahan
tingkahlaku dalam ranah kognitif, afektif, dan psikomotor.
6
2.1.2 Hasil Belajar
2.1.2.1 Hakikat Hasil Belajar
Slameto ( 2003:2) dalam Susmiyatun (2009:7), mengemukakan bahwa
belajar ialah “suatu proses usaha yang di lakukan seseorang untuk memperoleh
suatu perubahan tingkahlaku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil
pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya”.
Menurut Damayanti dalam pujiono (1999), hasil belajar merupakan hal
yang dapat di pandang dari dua sisi yaitu dari sisi siswa, dan dari sisi guru. Dari
sisi siswa hasil belajar merupakan tingkat perkembangan mental yang lebih baik
bila dibandingkan pada saat sebelum belajar. Tingkat perkembangan mental
tersebut terwujut pada jenis-jenis ranah kognitif, afektif, dan psikomotor.
Menurut Nasution (1996), hasil belajar adalah kemampuan yang dicapai
seseorang dalam berpikir, merasa, dan berbuat. Hasil belajar dikatakan sempurna
apa bila memenuhi tiga aspek yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor.
Berdasarkan penjelasan tersebut dapat di simpulkan bahwa hasil belajar
merupakan usaha individu yang di lakukan dengan sengaja untuk mendapatkan
pengalaman yang baru, yang dapat merubah perilakunya dalam tiga aspek yaitu
kognitif, afektif, dan psikomotor.
2.1.3 Berpikir Sistematis Logis
2..1.3.1 Hakikat Berpikir Sistematis Logis
Untuk memahami apa itu Berpikir sistematis logis maka kita harus mengerti
apa itu Berpikir, Sistematis, dan Logis.
a. Berpikir adalah berbicara dengan dirinya sendiri dalam batin yang
merupakan kegiatan akal yang khas dan terarah untuk mempertimbangkan,
merenungkan, menganalisis, membuktikan sesuatu, menunjukan alasan-
alasan, menarik kesimpulan, meneliti sesuai jalan pikiran, dan mencari
bagaimana berbagai hal itu berhubungan satu sama lain. Mukhayat,
Poeporojo & Gilarso (dalamWahyudi 2011:3).
7
b. Sistem adalah suatu kelompok unsur yang saling berinteraksi, saling
terkait, atau ketergantungan satu sama lain yang membentuk satu
keseluruhan yang kompleks “Arif Rohman (2011:75),.
Sedangkan menurut beberapa ahli RogerA. Kaufman (Dirto Hadisusanto,
Suryati Sudharto, dan Dwi Siswoyo, 1995) adalah Jumlah keseluruhan
dari bagian bagian yang bekerja bersama-sama untuk mencapai hasil yang
dikehendaki berdasarkan atas beberapa kebutuhan.
c. Berikutnya pengertian logis, Kata logis sering di gunakan seseorang ketika
pendapat orang lain tidak sesuai dengan pengambilan keputusan (tidak
masuk akal) dari suatu persoalan Hal ini berarti dalam kata logis tersebut
termuat suatu aturan tertentu yang harus dipenuhi. Kata logis mengandung
makna besar atau tepat berdasarkan aturan – aturan berpikir dan kaidah-
kaidah atau patokan-patokan umum yang di gunakan untuk dapat berpikir
tepat Mukhayat, Poeporojo & Gilarso (dalamWahyudi 2011:4).
Sedangkan menurut Jan Hendrik Rapar (dalam Wahyudi 2011:4) Kata
logis dalam matematika erat kaitanya dengan penggunaan aturan logika.
Logika berasal dari kata Yunani yaitu Logos yang berarti ucapan , kata,
dan pengertian. Logika sring juga disebut penalaran. Dalam logika di
butuhkan aturan-aturan atau patokan-patokan yang harus diperhatikan
untuk dapat berpikir dengan tepat, teliti, dan teratur sehingga diperoleh
kebenaran rasional.
Berdasarkan pengertian tersebut dapat di simpulkan bahwa berpikir
sistematis logis adalah Berbicara dalam hati untuk menganalisa, secara urut dan
baik, serta dalam menganalisa berpikir dengan teliti dan tepat sehingga didapat
kesimpulan yang tidak menyalahi aturan dan diperoleh kebenaran yang rasional
(masuk akal).
8
2.1.4 Aspek-aspek Berpikir Sistematis Logis
2.1.4.1 Aspek- aspek berpikir Sistematis logis
Berpikir adalah berbicara dengan dirinya sendiri dalam batin yang
merupakan kegiatan akal yang khas dan terarah untuk mempertimbangkan,
merenungkan, menganalisis, membuktikan sesuatu, menunjukan alasan-alasan,
menarik kesimpulan, meneliti sesuai jalan pikiran, dan mencari bagaimana
berbagai hal itu berhubungan satu sama lain Mukhayat, Poeporojo & Gilarso
(dalam Wahyudi 2011:3).
Jan Hendrik Rapar (dalam Wahyudi 2011 : 4), Kata logis dalam matematika
erat kaitanya dengan penggunaan aturan logika. Logika berasal dari kata Yunani
yaitu Logos yang berarti ucapan , kata, dan pengertian. Logika sring juga disebut
penalaran. Dalam logika di butuhkan aturan-aturan atau patokan-patokan yang
harus diperhatikan untuk dapat berpikir dengan tepat, teliti, dan teratur sehingga
diperoleh kebenaran rasional.
Depdiknas, Mata Pelajaran Matematika Sekolah At as (SMA) dan
Madrasah Aliyah (MA) (dalam Sari 2015:1) Berpikir analitis adalah kemampuan
berpikir siswa untuk menguraikan, memerinci, dan menganalisis informasi-
informasi yang digunakan untuk memahami suatu pengetahuan dengan
menggunakan akal dan pikiran yang logis, bukanberdasar perasaan atau tebakan.
Depdiknas, Mata Pelajaran Matematika Sekolah At as (SMA) dan
Madrasah Aliyah (MA) (dalam Sari 2015:1) Berpikirsistematis adalah
kemampuan berpikir siswa untuk mengerjakan atau menyelesaikan tugas
sesuaidenganurutan,tahapan,langkah-langkah,atauperencanaanyangtepat.
Menurut Polya (dalam Sari 2015 :5) Solusi pemecahan masalah ada empat
langkah pertama adalah memahamimasalah tanpa adanya pemahaman masalah
terhadap soal yang diberikan maka siswa tidak akan bisa mengerjakan soal
tersebut dengan benar. Jika siswa sudah
9
memahamimasalahmakasiswabisamenyusun rencana penyelesaian.
Kemampuanmelakukan langkah kedua ini sangat tergantung pada pengalaman
siswa dalam menyelesaikan masalah. Semakin sering siswa menyelesaikan
masalah maka, semakin bervariasi juga strategi yang dapat digunakan siswa
untuk menyusunrencanapenyelesaian.Langkah selanjutnya adalah menyelesaikan
masalahsesuaidenganrencanayangtelah dibuat dan langkah terakhir adalah
melakukan pengecekan atas apa yang telah dilakukan mulai dari langkah pertama
sampai ketiga.
Berdasarkan paparan di atas maka seseorang dikatakan memiliki
kemampuan berfikir sistimatis logis bila :
1. Mampu berpikir sistematis yaitu untuk mengerjakan atau menyelesaikan
tugas sesuaidenganurutan,tahapan,langkah-
langkah,atauperencanaanyangtepat.
2. Mampu berpikir logis yaitu mampu berpikir untuk menarik kesimpulan
yang sah menurut aturan logika dan dapat membuktikan
bahwakesimpulanitubenar(valid) sesuaidenganpengetahuan-pengetahuan
sebelumnyayangsudahdiketahui.
3. Mampu Berpikiranalitisyaitukemampuanberpikir siswa untuk
menguraikan, memerinci, dan menganalisis informasi-informasi
yangdigunakanuntukmemahamisuatu
pengetahuandenganmenggunakanakal dan pikiran yang logis,
bukanberdasar perasaan atau tebakan. Menurut Polya (dalam Sari 2015
:5) Solusi pemecahan masalah ada empat langkah pertama adalah
memahamimasalah tanpa adanya pemahaman masalah terhadap soal yang
diberikan maka siswa tidak akan bisa mengerjakan soal tersebut dengan
benar. Jika siswa sudah memahamimasalahmakasiswabisamenyusun
rencana penyelesaian. Kemampuanmelakukan langkah kedua ini sangat
tergantung pada pengalaman siswa dalam menyelesaikan masalah.
Semakin sering siswa menyelesaikan masalah maka, semakin bervariasi
10
juga strategi yang dapat digunakan siswa untuk
menyusunrencanapenyelesaian.Langkah selanjutnya adalah
menyelesaikan masalahsesuaidenganrencanayangtelah dibuat dan langkah
terakhir adalah melakukan pengecekan atas apa yang telah dilakukan
mulai dari langkah pertama sampai ketiga.
2.1.5 Keterlibatan siswa dalam Berpikir sistematis logis
2.1.5.1 Keterlibatan siswa dalam Berpikir sistematis logis
Keterlibatan siswa dalam kemampuan sistematis logis dimaksudkan, siswa
dalam memahami materi siswa mampu melakukan langsung mengenai urutan
yang benar (sistematis, serta siswa mengerti alasan keteraturan dari yang siswa
lakukan dengan alasan yang masuk akal (logis).
2.1.6 Hakikat Matematika
2.1.6.1 Hakikat Matematika
Menurut Johson dan Myklbust ( dalam Purwanto 2012 :5) “Matematika
adalah bahasa simbolis yang fungsi praktisnya untuk mengekspresikan hubungan-
hubungan kuantitatif dan ruang sedang fungsi teoritisnya adalah untuk
memudahkan berpifir.
Menurut Herman Hudojo (dalam Purwanto 2012 :5) Matematika merupakan
disiplin ilmu yang mempelajari sifat khas kalau dibandingkan dengan ilmu lain “.
Karena kegiatan belajar dan mengajar Matematika seyogyanya juga tidak
disamakan dengan ilmu yang lain karena peserta didik yang belajar itupun
berbeda-beda pula kemampuannya, maka kegiatan belajar mengajar haruslah
diatur sekaligus memperhatikan yang belajar.
(Ruseffendi ET, 1980: 148) Matematika terbentuk dari pengaalaman manusia
dalam dunianya secara empiris. Kemudian pengalaman itu diproses didalam dunia
rasio, diolah secara analisis dengan penalaran didalam struktur kognitif sehingga
sampai terbentuk konsep-konsep matematika suapaya konsep-konsep yang
terbentuk itu mudah dipahami oleh orang lain dan dapat dimanipulasi secara tepat,
11
maka digunakan bahasa matematika atau notasi matematika yang bernilai global
(universal) konsep matematika didapat karena proses berpikir karena itu logika
adalah dasar.
Berdasarkan penjelasan para ahli dapat disimpulkan bahwa hakekat
matematika itu sendiri adalahdisiplin ilmu dan pengalaman yang memiliki sifat
khas, serta teratur dan abstrak yang dianalisis dengan logika sehingga membentuk
konsep yang mudah dipahami, yang tertuang dalam bahasa matematika dalam
bentuk simbol yang bersifat menyeluruh (global).
2.1.6.2 Tujuan pembelajaran matematika di SD
Tujuan pembelajaran matematika di SD yang terdapat di dalam kurikulum
tingkat satuan pendidikan 2006 SD. Mata pelajaran matematika bertujuan agar
peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut, 1) memahami konsep
matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep
atau algortima, secara luwes, akurat, efesien, dan tepat dalam pemecahan
masalah, 2) menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi
matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan, 3)
gagasan dan pernyataan matematika, 4) memecahkan masalah yang meliputi
kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan
model dan menafsirikan solusi yang diperoleh, 5) mengkomunikasikan gagasan
dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau
masalah, 6) memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan,
yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian dan minat dalam mempelajari
matematika sifat-sifat ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.
2.1.6.3 Karakteristik Matematika di SD
Menurut (Andriastutik 2013 : 18). Objek pembelajaran matematika abstrak
namun siswa SD belum mampu berpikir abstrak mereka berada pada tahap
oprasional konkrit, sehingga di perlukan pemahaman karakteristik pembelajaran
matematika di SD. Berikut adalah karakter matematika di SD :
12
1. Pembelajaran matematika berjenjang (bertahap.
Matematika dimulai dari konsep yang sederhana ke konsep yang lebih
sukar Sehingga pembelajaran matematika harus dimulai dari hal yang konkrit
menuju ke hal yang abstrak .
2. Pembelajaran matematika mengikuti metode yang spiral.
Spiral maksudnya pembelajaran hari ini berkaitan dengan pembelajaran
sebelumnya dan sesudahnya begitu seterusnya sehingga setiap memperkenalkan
konsep atau materi yang baru perlu memperkenalkan konsep atau materi yang
telah dipelajari sebelumnya sekaligus mengingatkan kembali. Karena materi
sebelumnya dapat menjadi prasyarat untuk memahami materi selanjutnya.
3. Pembelajaran matematika menekankan pendekatan pada pendekatan
induktif.
Matematika merupakan ilmu deduktif namun melihat tahap perkembangan
mental siswa maka dalam pembelajaran matematika digunakan pendekatan
induktif .Misalkan pada pengenalan bangun-bangun ruang siswa tidak dikenalkan
definisi bangun ruang melainkan dimulai dengan memperkenalkan contoh-contoh
bangun ruang dan mengenal namanya serta mengenal sifat-sifatnya. Sehingga
didapat pemahaman konsep bangun ruang.
4. Pembelajaran matematika menganut kebenaran konsistensi.
Kebenaran matematika merupakan kebenaran yang konsisten artinya tidak
ada pertentangan antara kebenaran yang satu dengan yang lain. Kebenaran satu
pernyataan didasarkan kepada pernyataan pernyataan sebelumnya yang telah di
terima kebenarannya.
5. Pembelajaran matematika hendaknya bermakna .
Pembelajaran matematika hendaknya disajikan secara bermakna maksudnya
adalah pembelajaran matematika berfokus kepada pengertian bukan hafalan.
Dalam pembelajaran bermakna konsep matematika ditemukan sendiri oleh siswa
13
melalui contoh-contoh secara induktif berdasarkan pengalaman siswa secara
langsung. Tidak hanya menuntut siswa untuk menghafalkan sibol-simbol dan
rumus-rumus yang terdapat pada pembelajaran matematika.
2.1.7 Karakteristik Peserta didik di SD
2.1.7.1 Karakteristik Peserta didik di SD
Secara umum pesertadidik mempunyai empat karakteristik Kurniawan
(dalam Wardani, dkk 2012:4), Yaitu
1. Karakteristik peserta didik SD/MI adalah senang bermian, ada banyak
jenis permainan yang dilakukan oleh peserta didik, seperti bermain bola,
kejar-kejaran, peta umpet, ada yang makan dan bercanda.
2. Karakteristik peserta didik SD/MI adalah senang bergerak. Orang dewasa
dapat duduk berjam-jam, sedangkan peserta didik SD dapat duduk dengan
tenang paling lama 30 menit.
3. Karakteristik peserta didik SD/MI adalah peserta didik senang bekerja
dalam kelompok.
4. Karakteristik peserta didik di SD/MI adalah senang merasakan atau
melakukan/memperagakan sesuatu secara langsung.
2.1.8 Model Pembelajaran
2.1.8.1 Pengertian Model Pembelajaran
Model Pembelajaran adalah suatu perencanaan atau pola yang akan di
gunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau
pembelajaran dalam tutorial untuk menentukan perangkat-perangkat
pembelajaran termasuk di dalamnya buku-buku, film, komputer, kurikulum, dan
lain-lain joyce (dalam Andriastutik 2013 : 6), juyce juga menyatakan pula bahwa
setiap model pembelajaran mengarahkan kita dalam mendesain pembelajaran
untuk membantu peserta didik sedemikian rupa sehingga mampu terciptanya
tujuan pembelajaran.
(Soekamto, dkk (dalam Andriastutik 2013 : 6) . Model pembelajaran adalah
kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam
14
mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu
dan berfungsi sebagai pedoman bagi perancang pembelajaran dan para pengajar
dalam merencanakan aktifitas belajar mengajar Perencanaan yang sistematis
tersebut akan memudahkan guru dalam mengorganisasikan kelas.
Joyce dan Wail (1986) Model pembelajaran adalah kerangka konseptual
yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman
belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu yang berfungsi sebagai pedoman
bagi para perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan dan
melaksanakan aktivitas pembelajaran.
Berdasarkan penjelasan dari para ahli dapat disimpulkan bahwa model
pembelajaran adalah suatu perencanaan pembelajaran dikelas atau tutorial yang
memuat berupa perencanaan alat belajar, media belajar, sumber belajar, yang akan
digunakan dan suatu kerangka konsep belajar yang terstruktur, teratur dari awal
hingga akhir, sebagai pedoman guru dalam melaksanakan pembelajaran sehingga
dalam pelaksanaan dapat mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditentukan.
2.1.9 Model Pembelajaran Problem Based Learning
2.1.9.1 Hakikat Model Pembelajaran Problem Based Learning
Dutch (1995) dalam Taufiq (2009:21), Problem Based Learning PBL adalah
model pembelajaran yang menantang siswa untuk “belajar bagaimana belajar”
berkerjasama dalam kelompok untuk mencari solusi dari masalah yang nyata.
Masalah ini digunakan untuk mengaitkan rasa keingintahuan serta kemampuan
analisis siswa dan inisiatif atas materi pelajaran. Problem Based Learning PBL
mempersiapkan siswa untuk dapat berpikir kritis, analitis, dan untuk mencari
serta menggunakan sumber belajar yang sesuai. Problem Based Learning
merupakan pembelajaran yang berpusat pada siswa dan memberikan kesempatan
pada siswa untuk melakukan penelitian, mengintegrasikan teori dan praktek,
menerapkan pengetahuan dan ketrampilan untuk mengembangkan solusi dalam
memecahkan masalah (Savery 2006:12).
Menurut Dewey (dalam Andriastutik 2013:8) Problem Based Learning
adalah interaksi antar stimulus dengan respon, merupakan hubungan antara dua
15
arah belajar dan lingkungan . Lingkungan memberikan masukan kepada siswa
berupa bantuan dan masalah , sedangkan sistem saraf otak berfungsi menafsirkan
bantuan itu secara efektif sehingga masalah yang di hadapi dapat diselidiki,
dinilai, dianalisis, serta dicari pemecahannya dengan baik.
Arends (dalam Andriastutik 2013 :8), mengatakan bahwa Problem Based
Learning PBL merupakan suatu model pembelajaran dimana siswa di hadapkan
pada masalah autentik (nyata) sehingga dengan adanya inovasi Problem Based
Learning PBL diharapkan siswa dapat menyusun pengetahuan sendiri serta
menumbuhkemangkan ketrampilan tingkat tinggi, memandirikan siswa, dan
meningkatkan kepercayaan dirinya.
Berdasarkan penjelasan para ahli dapat disimpulkan bahwa model Problem
Based Learning (PBL) adalah suatu model pembelajaran yang berpusat pada
siswa dimana didalam pembelajaran tersebut materi berbasis pada masalah, yang
menuntut siswa untuk melakukan pemecahan masalah secara langsung dan nyata
dalam berkelompok, sehingga siswa dituntut untuk berkerjasama, berpikir kritis,
melakukan analisis. Serta memberikan kesempatan kepada siswa untuk
mengintregasikan antara teori dan praktek, untuk dapat memecahkan masalah.
2.1.9.2 Karakteristik model pembelajaran Problem Based Learning (PBL)
Menurut Aredns (dalam Andriastutik 2013:9) Karakteristik pembelajaran
yang berdasar masalah adalah sebagai berikut :
1. Pengajuan pertanyaan atau masalah. Bukannya mengorganisasikan
masalah di sekitar prinsip-prinsip atau ketrampilan akademik tertentu,
pembelajaran berdasarkan masalah mengorganisasikan pembelajaran di
sekitar pertanyaan dan masalah yang keduanya secara sosialnya penting
dan secara pribadi bermakna untuk siswa.
2. Berfokus pada antar keterkaitan disiplin meskipun pembelajaran
berdasarkan masalah itu berpusat pada pembelajaran tertentu (IPA,
Matematika, dan Ilmu-ilmu sosial) masalah yang diselidiki benar-benar
nyata agar dalam pemecahannya siswa meninjau dari berbagai mata
pelajaran.
16
3. Penyelidikan autentik. Pembelajaran berdasarkan masalah mengharuskan
siswa melakukan penyelidikan autentik untuk mencari penyelesaian nyata
terhadap masalah nyata.
4. Menghasilkan produk dan memamerkannya. Pembelajaran berdasarkan
masalah menrut siswa untuk menghasilkan produk tertentu dalam karya
nyata atau artefak dan peragaan yang menjelaskan atau mewakili dalam
bentuk penyelesaian masalah yang mereka temukan.
5. Kolaborasi. Pembelajaran berdasarkan masalah dicirikan oleh siswa yang
berkerja sama dengan siswa lainnya, secara berpasangan atau kelompok.
2.1.9.3 Tujuan Pembelajaran Problem Based Learning
Menurut Trianto (dalam Andriastutik 2013 : 10-11) bertujuan untuk :
1. Membantu siswa dalam ketrampilan berpikir dan ketrampilan pemecahan
masalah. Problem Based Learning memberikan dorongan kepada peserta
didik tidak untuk berpikir sesuai yang bersifat kongkrit tapi lebih dari itu
berpikirterhadap ide-ide yang abstrak dan kompleks.
2. Belajar peranan orang tua yang autentik. Model pembelajaran
berdasarkan masalah amat penting untuk menjebatani antara gap antara
pembelajaran di sekolah formal dengan aktifitas mental yang lebih praktis
yang di jumpai di luar sekolah (Resnick dalam trianto, 2011:95).
Berdasarkan pendapat tersebut problem based learning memiliki
implikasi (1) mendorong siswa berkerja sama dalam menyelesaikan
tugas. (2) memiliki elmen-elmen magang, ini mendorong pengamatan
dan dialog dengan orang lain sehingga secara bertahap siswa dapat
memahami peran orang yang diamati atau di ajak dalam dialok (ilmuan,
guru, dokter, dan sebagainya). (3) menlibatkan siswa dalam penyelidikan
pilihan sendiri. Sehingga mereka menginterprestasikan dan menjelaskan
fenomena dunia nyata yang membangun pemahan terhadap fenomena itu
sendiri.
3. Menjadi pembelajar yang mandiri Problem Based Learning berusaha
membantu siswa menjadi pembelajar yang mandiri dan otonom. Dengan
17
bimbingan guru secara berulang-ulang mendorong atau mengarahkan
mereka untuk mengajukan pertanyaan, mencari penyelesaian terhadap
masalah nyata oleh mereka sendiri.
2.1.9.4 Manfaat model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL)
Menurut Smith (dala Andriastutik 2013:15-16), terdapat beberapa manfaat
yang akan di peroleh pembelajar apa bila menerapkan model Problem Based
Learning di antaranya sebagai berikut : (1) Menjadi lebih ingat dan meningkat
pemahamannya terhadap materi, (2) Meningkatkan fokus pada pengetahuan yang
rilevan, (3) Mendorong untuk berpikir kritis dan kreatif, (4) Membangun kerja
tim, kepemimpinan, dan ketrampilan sosial, (5) Membangun kecakapan belajar
(life log – learning skills), (6) Memotivasi belajar.
2.1.9.5 Kelebihan, dan kelemahan Problem Based Learning
Model Problem Based Learning memiliki kelebihan dan kekurangan
Trianto (dalam Andriastutik 2013 : 16-17)
Kelebihan pembelajaran berbasis masalah sebagai berikut :
(a) Realistik dengan kehidupan, (b) Konsep sesuai dengan kebutuhan
siswa, (c) Memupuk sikap inkuiri siswa, (d) Retensi konsep menjadi
kuat, (e) memupuk kemauan problem solving.
Sedangkan kelemahan Problem Based Learning adalah sebagai
berikut :
(b) Persiapan pembelajaran (alat, problem konsep yang kompleks), (b)
Sulitnya mencari problem yang relevan, (c) Sering terjadi miss-
konsepsi, dan (d) Konsumsi waktu yang cukup dalam proses
20penyelidikan.
2.1.9.6 Langkah-langkah Model Pembelajaran Berbasis Masalah
Dalam pelaksanaan Problem Based Learning adapun tahapan – tahapan
pelaksanaannya berikut tahapan pelaksanaanya menurut Endang (dalam
Andriasutik 2013 :12-13) Menyatakan bahwa dalam tahapan-tahapan
18
pembelajaran Problem Based Learning meliputi : (1) Guru menjelaskan tujuan
pembelajaran kemudian memberi tugas atau masalah untuk dipecahkan , Masalah
yang di pecahkan adalah masalah yang memiliki jawaban komleks atau luas, (2)
guru menjelaskan prosedur yang harus dilakukan dan memotivasi siswa agar lebih
aktif dalam pemecahan masalah, (3) guru membantu siswa menyusun laporan
hasil pemecahan masalah yang sistematis, (4) guru membantu siswa untuk
melakukan evaluasi dan refleksi proses – proses yang dilakukan untuk
menyelesaikan masalah.
2.1.9.7 Tahapan-tahapan model pembelajaran Problem Based Learning
Terdapat beberapa tahapan dalam Problem Based Learning dan perilaku
yang di butuhkan untuk guru Sugianto (dalamAndriastutik 2013 : 14).
Yaitu :
Tabel 2.1
Sintak pembelajaran model Problem Based Learning
No Fase Perilaku guru
1. Memberikan orientasi tentang
permasalahan kepada siswa.
Guru membahas tentang tujuan pembelajaran
mendiskripsikan dan memotivasi siswa untuk
terlihat dalam kegiatan mengatasi masalah.
2. Mengorganisasikan siswa untuk
mandiri.
Guru membantu siswa untuk mendefinisikan dan
mengorganisasikan tugas-tugas belajar yang terkait
dengan permasalahan.
3. Membantu infestigasi mandiri dan
kelompok.
Guru mendorong siswa untuk mendapatkan
informasi yang tepat melaksanakan eksperimen
dan mencari penjelasan dan solusi.
4. Mengembangkan dan
mempresentasikan hasil.
Guru membantu siswa dalam merencanakan dan
menyiapkan hasil –hasail yang tepat, seperti
laporan rekaman vidio dan model-model dan
membantu menyampaikan kepada orang lain.
5. Menganalisis dan mengevaluasi
proses mengatasi masalah.
Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi
terhadap investigasinya dan proses-proses yang di
gunakan.
Dari tahapan tersebut dapat di sederhanakan dengan tahapan Problem Based
Learning sebagai berikut :
1. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran, kemudian memberikan
masalah yang kompleks kepada siswa.
19
2. Guru menjelaskan prosedur yang harus dilakukan siswa dan
membantu siswa dalam pengorganisasian tugas yang berkaitan dengan
masalah tersebut.
3. Guru membantu siswa dalam mencari informasi penjelasan dan
solusi yang berhubungan dengan permasalahan.
4. Guru membantu siswa dalam penyusunan hasil, menyiapkan dan
merencanakan dengan tepat.
5. Guru membantu siswa agar dapat melakukan evaluasi terhadap
hasil yang di dapat.
2.2 Kajian Penelitian yang rilevan
2.2.1 Kajian Penelitian yang rilevan
Berdasarkan penelitian dari Siti Novi Andriastutik Skripsi yang berjudul
Penerapan Model Problem Based Learning (PBL) Pada Pembelajaran Matematika
dalam Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas 5 Semester II
Sekolah Dasar Negeri 6 Sindurejo Tahun ajaran 2012/2013. Menunjukan
Berdasarkan Penelitian Tindakan Kelas Yang di laksanakan di SD Negeri 6
Sindurejo Kecamatan Toroh Kabupaten Grobogan dan telah dilakukan perbaikan
hasil belajar matematika dengan pokok bahasan jaring-jaring bangun ruang
menggunakan model Problem Based Learning di peroleh peningkatan hasil belajar
matematika. Hal ini terlihat dari peningkatan rata-rata hasil belajar matematika
siswa sebelum diadakannya tindakan atau prasiklus sebesar 62,3 kemudian
meningkat pada siklus I sebesar 66,9 pada siklus II meningkat menjadi 77,5.
Dengan Kriteria Ketuntasan Minimal 65 diperoleh ketuntasan kelas pada prasiklus
mencapai 44% dan meningkat pada siklus I yaitu sebesar 72% kemudian
mengalami peningkatan kembali pada siklus II yaitu sebesar 94%. Dalam
penelitian ini hipotesis terbukti yaitu apabila dalam pembelajaran menerapkan
model Problem Based Learning maka hasil belajar matematika siswa kelas 5 di
SD Negeri 6 Sindurejo pada semester II Tahun Pelajaran 2012/2013 akan
mengalami peningkatan.
20
Selain itu hasil penelitian dari Ruswinarno yang berjudul Penggunaan
Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning) Untuk
meningkatkan Hasil Belajar Matematika Pada Siswa Kelas 6 Semester I SD
Negeri Batiombo 02 Kecamatan BandarTahun Pelajaran 2013/2014 menunjukan
berdasarkan pembahasan hasil analisis data, dapat ditarik kesimpulan sebagai
berikut penerapan model pembelajaran berbasis masalah (PBL), dapat
meningkatkan hasil belajar matematika pada peserta didik kelas 6 SD Negeri
Batiombo 02 Kecamatan Bandar Kabupaten Batang. Hasil belajar peserta didik
meningkat dari kondisi pra siklus ketentuan belajar hanya 60,87% dengan nilai
rata-rata 63,26 pada siklus I ketuntasan belajar meningkat menjadi 73,91% dengan
nilai rata-rata 66,30 lalu ketuntasan pada siklus 2 menjadi 100% dengan nilai rata-
rata 71,08. Dengan demikian maka penerapan model pembelajaran berbasis
masalah (PBL) mampu meningkatkan hasil perolehan nilai peserta didik.
2.3. Kerangka berpikir
2.3.1 Kerangka berpikir
Dalam kondisi awal hasil belajar pada siswa dalam matapelajaran
matematika masih rendah dan kemampuan siswa dalam memahami materi masih
terlihat rendah rendah, sehingga peneliti melakukan tidakan perlakuan
pembelajaran dengan menggunakan model Problem Based Learning. Pada
tindakan awal menunjukan ada menumbuhan kemampuan siswa dalam
memahami materi dengan secara sistematis (urut) dan logis (masuk akal) sehingga
hasil belajar matematika pada siswapun meningkat, hasil belajar siswa dari
keseluruhan belum mencapai KKM yang telah di tentukan. Sehingga dilakukanlah
perlakuan tindakan ke dua, setelah melakukan siklus kedua menunjukan bahwa
siswa lebih mampu memahami materi secara urut dan masuk akal, dan hasil
belajar siswa menunjukan sudah mencapai KKM yang telah di tentukan.
Agar lebih jelas perhatikan Bagan kerangka berpikir di bawah ini.
21
Dalam
pembelajaran
guru belum
menggunakan
model Problem
Based Learning
Gambar 2.1
Kerangka Berpikir
Siswa belum mandiri dalam menerima
materi, Kemampuan daya berpikir
Sistematis logis dalam memahami
materi matematika belum muncul
Hasil belajar Matematika masih pada di
bawah KKM yang telah ditentukan
Siswa mampu daya berpikir
sistematis logis dalam
mengerjakan masalahnya secara
mandiri dan bekerja sama dengan
kelompok, tapi belum begitu
nampak .
Siklus I Guru melaksanakan
pembelajaran dengan
menggunakan model Problem
Based Learning
TINDAKAN Hasil belajar siswa meningkat
sehingga nilainya ada beberapa
yang mencapai nilai KKM yang
sudah di tentukan. Siklus II guru melaksanakan
pembelajaran dengan model
Problem Based Learning dengan
memperbaiki proses pembelajaran
berdasarkan hasil dari Refleksi
siklus I
Refleksi hasil siklus I
Kemampuan daya berpikir sistematis
logis sudah muncul pada siswa, dan Hasil
belajar seluruh siswa mendapat nilai
mencapai KKM yang telah ditentukan.
22
2.4 Hepotesis penelitian
2.4.1 Hepotesis penelitian
Penggunaan model Poblem Based Learning diduga dapat meningkatkan :
1. Menumbuhkan sistematis logis pada\siswa kelas IV SD Negeri Lemahduwur.
2. Meningkatkan hasil belajar siswa pada\siswa kelas IV SD Negeri Lemahduwur