BAB II KAJIAN TEORI A. Perkembangan Anakrepository.ump.ac.id/3517/3/WILDAN RESTU BAB II.pdfyang...
-
Upload
nguyenduong -
Category
Documents
-
view
219 -
download
0
Transcript of BAB II KAJIAN TEORI A. Perkembangan Anakrepository.ump.ac.id/3517/3/WILDAN RESTU BAB II.pdfyang...
6
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Perkembangan Anak
1. Kriteria Perkembangan Usia SD
Masa usia sekolah dasar sering disebut sebagai masa intelektual
atau masa keserasian bersekolah. Pada umur 6 atau 7 tahun biasanya
anak telah matang untuk masuk sekolah dasar. Pada masa keserasian
sekolah relatif, anak lebih mudah dididik daripada masa sebelum dan
sesudahnya. Masa ini diperinci menjadi dua fase yaitu:
a. Masa kelas rendah sekolah dasar, kira-kira 6 atau 7 sampai umur 9
atau 10 tahun. Beberapa sifat anak pada masa ini antara lain:
1) Adanya hubungan positif yang tinggi antara keadaan jasmani
dan prestasi.
2) Sikap tunduk pada peraturan permainan yang tradisional.
3) Ada kecenderungan memuji diri sendiri.
4) Suka membandingkan dirinya dengan anak yang lain.
5) Apabila tidak dapat menyelesaikan suatu soal, maka soal itu
dianggap tidak penting.
6) Pada masa terutama usia 6 sampai 8 tahun anak menghendaki
nilai (angka rapor) yang baik, tanpa mengingat prestasinya
memang pantas diberi nilai baik atau tidak.
b. Masa kelas tinggi sekolah dasar , kira-kira umu 9 atau 10 sampai
umur 12 atau 13 tahun. Beberapa sifat khas anak pada masa ini
adalah:
1) Adanya minat terhadap kehidupan praktis sehari-hari yang konkret, hal ini menimbulkan adanya kecenderungan untuk membandingkan pekerjaan yang praktis.
2) Amat realistik, ingin mengetahui, ingin belajar. 3) Adanya minat pada mata pelajaran khusus dan bakat-bakat
khusus.
6
Perilaku Berbicara Kasar..., Wildan Restu Ginanjar, FKIP UMP 2017
7
4) Pada umur 11 tahun anak mulai membutuhkan guru atau orang dewasa lainnya untuk menyelesaikan tugas dan memenuhi keinginannya.
5) Pada masa ini anak memandang nilai rapor sebagai ukuran yang tepat (sebaik-baiknya) mengenai prstasi sekolah.
6) Anak pada usia ini gemar membentuk kelompok sebaya biasanya untuk dapat bermain bersama-sama.
Masa keserasian bersekolah ini diakhiri dengan suatu masa yang
biasanya disebut poeral. Berdasarkan para ahli, sifat khas anak masa
poeral ini dapat diringkas dalam dua hal, yaitu:
a. Ditujukan untuk berkuasa: sikap, tingkah laku, dan perbuatan
anak poeral ditujukan untuk berkuasa pada yang diidam-
idamkannya.
b. Ekstraversi: berorientasi keluar dirinya; misalkan untuk
mencari teman sebaya untuk memenuhi kebutuhan fisiknya.
Pada masa in ialah sikap anak terhadap otoritas (kekuasaan),
khusunya otoritas orang tua dan guru sebagai suatu yang wajar. Justru
karena hal tersebut, anak-anak mengharapkan adanya pihak orang tua
dan guru serta pemegang otoritas orang dewasa yang lain (Yusuf, 2010:
24-26).
Berdasarkan kutipan di atas peneliti menyimpulkan bahwa
perkembangan anak di sekolah dasar sering disebut juga sebagai masa
keserasian bersekolah. Ada dua fase dalam masa tersebut yaitu sejak
masa di kelas rendah tepatnya pada umur sekitar 6-7 tahun, dan di kelas
tinggi tepatnya pada umur sekitar 12-13 tahun. mulai dari adanya
hubungan positif yang tinggi antara jasmani dan prestasi, cenderung
memuji diri sendiri dan membandingkan dengan orang lain sampai pada
fase pada saat anak membutuhkan guru untuk dapat membimbingnya
menjadi lebih baik.
Perilaku Berbicara Kasar..., Wildan Restu Ginanjar, FKIP UMP 2017
8
2. Perkembangan Bahasa
a. Fungsi Bahasa
Penggunaan atau fungsi bahasa anak, menurut William Stern
dalam buku Ahmadi, (2005: 96) membagi menjadi lima tahap:
1) Prastadium (umur 0;6-1;0), meraba atau keluar suara
yang belum berarti, serta tunggal, terutama huruf bibir.
2) Masa pertama (umur 1;0-1;6), penguasaan kata yang
belum lengkap.
3) Masa kedua (umur 1;6-2;0), adalah masa nama,
maksudnya kedua mulai menyadari segala sesuatu itu
punya nama.
4) Masa ketiga (umur 2;0-2;6), adalah stadium fleksi
(flexio = menafsirkan) yakni anak mulai dapat
menggunakan kata yang dapat ditafsirkan atau kata
yang sudah diubah.
5) Masa anak keempat (umur 2;6- ke atas) = stadium anak
kalimat, maksudnya anak dapat merangkaikan pokok
kalimat dengan penjelasannya berupa anak kalimat.
Berdasarkan dari kutipan di atas peneliti menyimpulkan
bahwa perkembangan bahasa anaka itu berawal dari meraba atau
bahasa yang belum berarti yaitu pada umur sekitar 0;6 sampai 1;0
tahun kemudian bahasa tersebut terus berkembang menjadi kata
yang belum lengkap, kemudian menggunakan kata yang sudah
diubah oleh orang di sekitarnya, sampai pada masa yang keempat
yaitu sekitar umur 2;6 ke atas anak mulai mengenal kalimat dengan
merangkai pokok kalimat dan penjelasan dari kalimat pokok yang
dirangkainya.
Perilaku Berbicara Kasar..., Wildan Restu Ginanjar, FKIP UMP 2017
9
B. Perilaku Anak
1. Jenis Perilaku
a. Perilaku Refleksif
Perilaku pada manusia dibedakan antara perilaku refleksif dan
non-refleksif. Perilaku refleksif merupakan perilaku yang terjadi atas
reaksi secara spontan terhadap stimulus mengenai organisme,
misalnya reaksi kedip mata bila kena sinar, gerak lutut yang terkena
sentuhan palu, menarik jari jika terkena api dan sebagainya. Reaksi
atau perilaku refleksif adalah perilaku yang terjadi dengan
sendirinya, secara otomatis. Stimulus yang diterima oleh individu
tidak sampai ke pusat susunan syaraf atau otak, sebagai pusat
kesadaran, sebagai pusat pengendali dari manusia.
b. Perilaku Non-Refleksif
Berbeda dengan perilaku non-refleksif, perilaku non-refleksif
dikendalikan atau diatur oleh pusat kesadaran yaitu otak. Kaitannya
dengan stimulus setelah diterima oleh reseptor kemudian diteruskan
oleh otak sebagai pusat syaraf, pusat kesadaran, kemudian terjadi
respons melalui afektor. Proses yang terjadi dalam otak atau pusat
kesadaran ini yang disebut proses psikologis. Perilaku atau aktivitas
atas dasar psikologis inilah yang disebut aktivitas psikologis atau
psikologis (Branca dalam Walgito, 2010: 13).
c. Perilaku Agresif
Pengertian perilaku agresif menurut Myers, Murray, dan
Berkowitz dalam (Faizal, 2013)
Perilaku Berbicara Kasar..., Wildan Restu Ginanjar, FKIP UMP 2017
10
(http://faizalnizbah.blogspot.co.id/2013/06/pengertian-dan-bentuk-
perilaku.html) mengemukakan bahwa perilaku agresif adalah
perilaku fisik atau lisan yang sengaja dengan maksud untuk
menyakiti atau merugikan orang lain.Agresif adalah kebutuhan
untuk menyerang, memperkosa atau melukai orang lain, untuk
meremehkan, merugikan, mengganggu, membahayakan, merusak,
menjahati, mengejek, mencemoohkan, atau menuduh secara jahat,
menghukum berat, atau melakukan tindakan sadistis lainnya. Agresif
merupakan bentuk perilaku yang dimaksud untuk menyakiti
seseorang baik secara fisik maupun mental.
Berdasarkan kutipan di atas peneliti menyimpulkan bahwa
perilaku agresif adalah perilaku yang dilakukan oleh siswa baik
secara fisik maupun lisan untuk menyakiti maupun merugikan siswa
yang lainnya karena dapat mempengaruhi mental siswa yang
diperlakukan secara agresif. Peneliti akan fokus pada perilaku agresif
secara lisan atau verbal karena dalam penelitian ini peneliti akan
fokus pada perilaku berbicara kasar yang dilakukan oleh siswa di
SDN Ajibarang Kulon baik itu di dalam sekolah maupundi luar
sekolah.
2. Pembentukan Perilaku
a. Cara pembentukan perilaku dengan kondisioning atau kebiasaan
Pembentukan perilaku dapat dilakukan dengan cara
kondisioning atau pembiasaan, dengan membiasakan berperilaku
Perilaku Berbicara Kasar..., Wildan Restu Ginanjar, FKIP UMP 2017
11
seperti yang diharapkan, akhirnya akan terbentuklah perilaku.
Misalnya anak dibiasakan untuk bangun pagi atau menggosok gigi
sebelum tidur, mengucapkan terima kasih bila diberi sesuatu oleh
orang lain, membiasakan diri untuk tidak datang terlambat ke
sekolah dan sebagainya. Cara ini didasarkan atas teori belajar
kondisioning yang dikemukakan oleh Pavlov, Thorndike, dan
Skinner. Walaupun antara Pavlov, Thorndike, dan Skinner terdapat
pendapat yang tidak seratus persen sama, namun para ahli tersebut
mempunyai dasar pandangan yang tidak jauh berbeda satu dengan
yang lain. Kondisioning Pavlov dikenal dengan kondisioning klasik,
sedangkan kondisioning Thorndike dan Skinner dikenal dengan
kondisioning operan, walaupun demikian ada yang menyebut
kondisioning Thorndike dengan kondisioning instrumental,
kondisioning Skinner dengan kondisioning operan. Seperti telah
dijelaskan di atas bahwa dasar pandangan ini untuk pembentukan
perilaku didasarkan dengan kondisioning atau kebiasaan.
b. Pembentukan perilaku dengan pengertian (insight)
Pembentukan perilaku juga dapat dilakukan dengan
pengertian atau insight. Misal datang ke sekolah jangan sampai
terlambat karena dapat mengganggu teman-teman yang lain, bila
naik motor harus pakai helm karena helm berguna untuk keamanan
diri, dan sebagainya. Cara ini berdasarkan atas teori belajar kognitif,
yaitu belajar dengan disertakan adanya pengertian. Thorndike dalam
Perilaku Berbicara Kasar..., Wildan Restu Ginanjar, FKIP UMP 2017
12
eksperimennya dalam belajar yang dipentingkan adalah soal latihan,
maka dalam eksperimen Kohler dalam belajar yang penting adalah
pengertian atau insight. Kohler adalah salah satu orang tokoh dalam
psikologi Gestalt dan termasuk dalam aliran kognitif (lih.
Hergenhahn dalam Walgito, 2010: 15).
c. Pembentukan perilaku dengan menggunakan model
Pembentukan perilaku juga dapat dilakukan dengan cara yang
lain yaitu dengan menggunakan model atau contoh. Orang yang
mengatakan bahwa orang tua sebagai contoh anak-anaknya,
pemimpin sebagai panutan yang dipimpinnya, hal tersebut
menunjukkan pembentukkan perilaku dengan menggunakan model.
Pemimpin dijadikan model atau contoh yang dipimpinnya. Cara ini
didasarkan atas teori belajar sosial (social learning theory) atau
observational learning theory yang dikemukakan oleh Bandura
dalam (Walgito, 2010: 15).
Berdasarkan kutipan di atas peneliti dapat menyimpulkan
bahwa dalam pembentukkan perilaku dapat dilakukan dengan
pembiasaan pada anak dalam melakukan kegiatan dengan diberikan
suatu arahan atau pengertian, maupun dengan mencontoh perilaku
dari orang tuanya, gurunya, dan yang dilihat dilingkungan tempat
tinggalnya. Pembentukkan perilaku tersebut dapat diberikan terlebih
dahulu dalam lingkungan keluarga sejak dini sehingga pada saat
Perilaku Berbicara Kasar..., Wildan Restu Ginanjar, FKIP UMP 2017
13
anak masuk ke lingkungan sekolah dan masyarakat anak sudah
mempunyai bekal awal dari lingkungan keluarga.
3. Teori Perilaku
Ahmadi, (2005: 20-22) menjelaskan ada beberapa teori yang
mempengaruhi perilaku pada anak teori tersebut antara lain adalah:
a. Teori Empirisme
Tokoh teori ini adalah Francis Bacon dan John Lock,
mengungkapkan bahwa pada dasarnya anak lahir ke dunia
perkembangannya ditentukan oleh adanya pengaruh dari luar,
termasuk pendidikan dan pengajaran. Penjelasan tersebut
menganggap bahwa anak lahir dalam kondisi kosong, putih bersih
seperti meja lilin (tabularasa), maka pengalaman (empiris) anaklah
yang bakal menentukan corak dan bentuk perkembangan jiwa anak.
b. Teori Nativisme
Tokoh utamanya adalah Shopenhauer, mengemukakan bahwa
anak lahir telah dilengkapi pembawaan bakat alami (kodrat) dan
pembawaan (nativus = pembawaan) inilah yang akan menentukan
wujud kepribadian seorang anak. Pengaruh lain dari luar tidak akan
mampu mengubah pembawaan anak, dengan demikian maka
pendidikan bagi anak akan sia-sia dan tidak perlu dihiraukan lagi.
c. Teori Konvergensi
Konvergensi (converge = memusatkan pada satu titik
bertemu) tokoh teori ini adalah Williams Stern dibantu isterinya
Perilaku Berbicara Kasar..., Wildan Restu Ginanjar, FKIP UMP 2017
14
Clara Stern, mengungkapkan bahwa perkembangan jiwa anak lebih
banyak ditentukan oleh dua faktor yang saling menopang yakni
faktor bakat dan faktor lingkungan, keduanya tidak dapat dipisahkan
seolah-olah memadu bertemu pada satu titik. Pemahamannya bahwa
kepribadian anak akan terbentuk dengan baik apabila dibina oleh
suatu pendidikan (pengalaman) yang baik serta ditopang oleh bakat
yang merupakan pembawaan lahir.
Berdasarkan kutipan di atas peneliti menyimpulkan bahwa,
perilaku atau kepribadian seorang anak itu dipengaruhi dari
pembawaan lahir (kodrat) dan juga dipengaruhi oleh lingkungan di
sekitarnya. Kepribadian yang dibawa dari lahir itu berdasarkan dari
perilaku dari keluarganya ataupun orang tuannya sehingga anak
mencontoh yang dilakukan oleh orang tuanya. Pengaruh dari
lingkungan juga sangat membantu anak dalam membentuk suatu
perilakunya sehingga yang dilihat anak di luar keluarga itu dapat
mempengaruhi perilakunya, selain itu bakat yang dimilikinya juga
dapat mempengaruhi perilakunya.
4. Perilaku menurut Al-Ghazali
Ahli-ahli psikologi membedakan dua macam perilaku:
a. Perilaku intelektual yang tinggi, maksudnya adalah sejumlah
perbuatan yang dikerjakan seseorang yang berhubungan dengan
kehidupan jiwa dan intelektual. Ciri-ciri utamanya adalah berusaha
mencapai suatu tujuan tertentu.
Perilaku Berbicara Kasar..., Wildan Restu Ginanjar, FKIP UMP 2017
15
b. Perilaku mekanistis atau refleksif, maksudnya adalah respons-
respons yang timbul pada manusia secara mekanistis dan tetap,
seperti kedipan mata sebab kena cahaya, dan gerakan-gerakan yang
dilihat pada anak-anak seperti menggerakkan kedua tangan dan kaki
terus-menerus tanpa aturan. (Langgulung, 2003: 268).
Menurut Al-Ghazali, dalam Langgulung, (2003: 268-269), sesuai
dengan kerangka pemikirannya tentang manusia, memandang perilaku
dari segi suatu yang mempunyai tujuan agama dan kemanusiaan. Sejalan
dengan semangat Islam yang memandang kepada manusia seabagai suatu
pribadi yang utuh yang aktivitasnya menggabungkan antara ibadat murni
atau ibadat formal dan aktivitas keduniaan atau ibadat informal, jika
perbuatan yang dilakukan oleh manusia berasas pada yang masuk akal
dari segi kepentingan individu dan masyarakat dan kemuliaan manusia.
Ringkasan pendapat Al-Ghazali tentang perilaku sebagai berikut:
a. Perilaku mempunyai penggerak (motivasi), pendorong, tujuan, dan
objektif-objektif.
b. Motivasi bersifat dari dalam yang muncul dari diri anak sendiri,
tetapi dirangsang dengan rangsangan-rangsangan luar, atau dengan
rangsangan-rangsangan dalam yang berhubungan dengan kebutuhan-
kebutuhan jasmani dan kecenderungan-kecenderungan alamiah,
seperti rasa lapar, cinta, dan takut kepada Allah.
c. Menghadapi motivasi-motivasi anak mendapati dirinya terdorong
untuk mengerjakan sesuatu.
Perilaku Berbicara Kasar..., Wildan Restu Ginanjar, FKIP UMP 2017
16
d. Perilaku mengandung rasa kebutuhan dengan perasaan tertentu dan
kesadaran akal terhadap suasana, semua disertai oleh aktivitas yang
tidak terpisah dari rasa, perasaan, dan kesadaran terhadap suasana
tersebut.
e. Kehidupan psikologis adalah suatu perbuatan dinamis yang berlaku
interaksi terus-menerus antara tujuan atau motivasi dan tingkahlaku.
f. Perilaku itu bersifat individual yang berbeda menurut perbedaan
faktor-faktor keturunan dan perolehan atau proses belajar, jadi
aktivitas atau sifat-sifat jia tidak terpisah dari proses belajar,
begitupun bentuknya tidaklah serupa, sebab kalu serupa tentulah
tidak ada perbedaan antara yang satu dengan yang lainnya.
g. Tampaknya perilaku anak menurut Al-Ghazali ada dua tingkatannya.
Pada tingkat yang pertama anak berdekatan dengan semua makhluk
hidup, sedangkan pada tingkat yang kedua anak mencapai cita-cita
idealnya dan mendekat kepada makna-makna ketuhanan dan
perilaku malaikat. Tingkat pertama dikuasai oleh motivasi-motivasi
kegopohan, sedangkan tingkat kedua dikuasai oleh kemauan dan
akal.
Dapat dikatakan bahwa Al-Ghazali mendapat faedah dari dasar
pokok teori-teori yang dikemukakan oleh orang-orang terdahulu tentang
aktivitas jiwa, tetapi Al-Ghazali telah mengadakan perubahan-perubahan
penting disebabkan oleh pengalamannya yang khusus, kajiannya tentang
Perilaku Berbicara Kasar..., Wildan Restu Ginanjar, FKIP UMP 2017
17
perilaku anak, dan ketepatannya dalam menganalisa jiwa anak dengan
motivasi, emosi, dan hubungannya dengan lingkungan.
Berdasarkan kutipan di atas peneliti menyimpulkan bahwa
perilaku anak itu beradasarkan motivasi yang diberikan untuk mendorong
rangsangan anak melakukan sesuatu agar menjadi suatu kebiasaan baik
yang dilakukan secara terus menerus dengan proses belajar untuk
mencapai cita-cita dalam hidupnya dan mengenal tentang
ketuhanan.Motivasi yang diberikan dalam hidupnya tentunya harus
motivasi yang positif sehingga motivasi tersebut juga dapat berpengaruh
pada perilaku anak.
5. Ciri-ciri Anak yang Baik
Al-Ghazali dalam Iqbal, (2013: 214) ciri-ciri akhlak yang baik
adalah iman, sedangkan akhlak yang buruk adalah kemunafikan. Adapun
ciri-ciri yang mencerminkan akhlak yang baik antara lain:
a. Mencintai saudaranya seperti mencintai dirinya sendiri.
b. Memuliakan tamu dan menghormati tetangga.
c. Menjaga lidah kecuali berkata-kata yang baik atau diam.
d. Merasa senang mengerjakan perbuatan yang baik dan sedih
mengerjakan perbuatan yang buruk.
e. Menjaga aib saudaranya.
f. Hemat, jujur, dan tidak berzina.
g. Memohon kepada Allah supaya dijadikan pemimpin bagi
orang-orang yang bertaqwa.
Berdasarkan kutipan di atas peneliti menyimpulkan bahwa anak
yang baik itu memiliki beberapa ciri-ciri diantaranya ciri-ciri tersebut
adalah harus senantiasa menjaga lidah agar perkataan yang keluar dari
mulutnya itu tidak menyakiti perasaan orang lain. Menjaga lidah juga
Perilaku Berbicara Kasar..., Wildan Restu Ginanjar, FKIP UMP 2017
18
selain diajarkan di sekolah juga diajarkan di dalam Agama karena di
dalam Agama khususnya Islam itu lebih baik diam daripada harus
mengeluarkan kata-kata yang tidak bermanfaat apalagi kata-kata tersebut
menyakiti perasaan orang lain.
6. Perilaku Anak dalam Al-Qur‟an dan Sunnah
Al-Qur‟an menggalakkan perilaku yang baik, akhlak yang baik,
dan perbuatan yang baik. Hadist Nabi Muhammad SAW bersabda: “Aku
hanya diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia”. Uraian Ayat-
ayat dan Hadist-hadist yang menunjukkan akhlak yang mulia:
a. Penyantun dan kasih sayang, dinyatakan dalam Surah-surah al-A‟raf:
199; al-Hijr: 85; Fussilat: 34-35; Al Imran: 134.
Hadist-hadist yang menyebutkannya:
Dari Aisyah r.a. Sabda Rasulullah SAW: “Allah itu
penyayang, suka kepada kasih sayang dalam segala urusan”.
(H.R. al-Bukhari dan Muslim).
Juga dari Aisyah r.a. Sabda Rasulullah SAW: “Allah Maha
penyayang dan suka pada kesayangan, dan Ia memberi
dengan kesayangan apa yang tidak diberi-Nya dengan
keganasan dan apa yang tidak diberi-Nya dengan yang lain-
lain”. (H.R. Muslim).
b. Menjaga lidah, dinyatakan dalam Surah-surah, al-Syu‟ara: 84; al-
Rum: 22; al-Bala: 8-10; al-Fath: 11; al-Nahl: 62; al:-Nur: 24.
Hadist yang menjelaskan diantaranya:
Dari Abu Hurairah r.a. Rasulullah bersabda: “Barangsiapa
beriman kepada Allah dan hari Akhirat, maka hendaklah ia
mengatakan yang baik atau diam”. (H.R. al-Bukhari dan
Muslim).
Dari Abu Musa r.a. katanya: “Aku berkata kepada Rasulullah
SAW: Orang-orang Islam manakah yang lebih mulia? Sabda beliau:
Perilaku Berbicara Kasar..., Wildan Restu Ginanjar, FKIP UMP 2017
19
“Orang-orang ang selamat orang Islam dari lidah dan tangannya”.
(H.R. al-Bukhari dan Muslim).
Dari „Uqbah bin „Amir r.a. katanya: aku berkata wahai
Rasulullah apakah keselamatan (najat) itu? Beliau bersabda: “Tahan
lidahmu, tinggal di rumahmu, dan menangislah atas kesalahanmu”.
(H.R al-Turmuzi).
Juga sabda beliau:
“Kebanyakan kesalahan manusia berasal dari lidahnya”.
(H.R. al-Tabrani dan al=Baihaqi).
Semua uraian mengenai perilaku dalam Al-Qur‟an dan Hadist
di atas dapat diambil kesimpulan bahwa yang dimaksud perilaku
adalah tindakan atau perbuatan yang digerakkan oleh kerangka
moral (akhlak) tertentu. Dengan kata lain pandangan Al-Qur‟an dan
Hadist terhadap perilaku (behavior) adalah perilaku yang telah diberi
persyaratan (conditioned) nilai-nilai tertentu, bukan perilaku tingkat
rendah yang ditentukan oleh pengaruh lingkungan(S- R) saja, telah
dididik dan dibudayakan dengan nilai-nilai. (Langgulung, 2003: 269-
275).
Berdasarkan kutipan di atas peneliti menyimpulkan bahwa
perilaku anak telah dididik dan dibudayakan dalam ajaran agama
Islam melaui Al-Qur‟an dan Hadist yang diantaranya mengajarkan
tentang akhlak yang baik, kasih sayang, dan senantiasa untuk selalu
menjaga lidah atau perkataan. Orang tua juga diharapkan dapat
Perilaku Berbicara Kasar..., Wildan Restu Ginanjar, FKIP UMP 2017
20
membantu anaknya dalam memahami dan memaknai isi dalam Al-
Qur‟an dan Hadist sehingga anak mempunyai akhlak yang
diharapkan tentunya.
C. Peran Lembaga Pendidikan
Pengaruh yang diberikan terhadap perkembangan siswa, lingkungan
ada yang sengaja diadakan (usaha sadar) ada yang tidak usaha sadar dari
orang dewasa yang normatif disebut pendidikan, sedang yang lain disebut
pengaruh. Lingkungan yang dengan sengaja diciptakan untuk mempengaruhi
siswa ada tiga, yaitu: lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan
lingkungan masyarakat. Ketiga lingkungan ini disebut lembaga pendidikan
atau satuan pendidikan (Ihsan, 2010: 16).
1. Lembaga Pendidikan Keluarga
Keluarga adalah lingkungan pertama bagi siswa, dilingkungan
keluarga pertama-tama siswa mendapatkan pengaruh sadar. Keluarga
juga merupakan lembaga pendidikan tertua, yang bersifat informal dan
kodrati. Tugas keluarga adalah meletakkan dasar-dasar bagi
perkembangan siswa, agar siswa dapat berkembang secara baik.
Keluarga sebagai lingkungan pendidikan yang pertama sangat penting
dalam membentuk pola kepribadian siswa, karena di dalam keluarga,
siswa pertama kali berkenalan dengan nilai dan norma.
Pendidikan keluarga memberikan pengetahuan dan keterampilan
dasar, agama, dan kepercayaan, nilai moral, norma sosial dan pandangan
Perilaku Berbicara Kasar..., Wildan Restu Ginanjar, FKIP UMP 2017
21
hidup yang diperlukan siswa untuk dapat berperan dalam keluarga dan
masyarakat.Keluarga adalah lembaga pendidikan yang bersifat kodrati,
karena antar orang tua sebagai pendidik dan siswa sebagai terdidik
terdapat hubungan darah (Ihsan, 2010: 16-18). Fungsi lembaga
pendidikan keluarga, yaitu:
a. Pengalaman pertama bagi siswa pengalaman ini merupakan
faktor yang sangat penting bagi perkembangannya,
khususnya dalam perkembangan pribadinya.
b. Pendidikan di lingkungan keluarga dapat menjamin
kehidupan emosional siswa untuk tumbuh dan berkembang.
Kehidupan emosional sangat penting dalam pembentukan
pribadi siswa. Hubungan emosional yang kurang dan
berlebihan akan banyak merugikan perkembangan siswa.
c. Keluarga akan membentuk pendidikan moral. Keteladanan
orang tua dalam bertutur kata dan berperilaku sehari-hari
akan menjadi wahana pendidikan moral bagi siswa di dalam
keluarga, guna membentuk siswa susila.
d. Keluarga akan menumbuhkan sikap tolong-menolong,
tenggang rasa sehingga tumbuhlah kehidupan keluarga yang
damai dan sejahtera guna membentuk sikap sosial.
e. Keluarga merupakan lembaga yang berperan meletakkan
dasar-dasar pendidikan agama guna membentuk sebagai
makhluk yang religius.
f. Keluarga dalam konteks membangun siswa sebagai makhluk
individu diarahkan agar dapat mengembangkan dan
menolong dirinya sendiri.
Pendapat lain mengenai pendidikan dalam lingkungan keluarga
juga dikemukakan oleh (Hasbullah, 2008: 34) bahwa keluarga
merupakan lembaga pendidikan tertua, bersifat informal, yang pertama
dan utama dialami oleh siswa serta lembaga pendidikan yang bersifat
kodrati orang tua bertanggung jawab memelihara, merawat, melindungi
dan mendidik siswa agar tumbuh dan berkembangan dengan baik. Fungsi
pendidikan keluarganya sebagai berikut:
Perilaku Berbicara Kasar..., Wildan Restu Ginanjar, FKIP UMP 2017
22
a. Pengalaman pertama pada masa kanak-kanak;
b. Menjamin kehidupan emosional siswa;
c. Menanamkan dasar pendidikan moral;
d. Memberikan dasar pendidikan sosial;
e. Meletakkan dasar-dasar pendidikan agama bagi siswa.
Berdasarkan dari pendapat tersebut peneliti dapat menyimpulkan
bahwa lingkungan keluarga adalah lembaga pendidikan pertama yang
bersifat informal guna membentuk kepribadian pada siswa sejak dini.
Lingkungan keluarga sangat berpengaruh dalam pembentukan karakter
anaknya. Orang tua tentunya harus dapat memberikan contoh yang baik
terhadap anaknya sehingga anak akan menirukan contoh yang diberikan
oleh orang tuanya.
2. Lembaga Pendidikan Sekolah
Ihsan, (2010: 20) mengatakan bahwa akibat dari perkembangan
ilmu dan teknologi dan terbatasnya orang tua dalam perkembangan ilmu
dan teknologi, orang tua tidak mampu lagi mendidik anaknya, untuk
menjalan kan tugas tersebut diperlukan orang lain yang lebih ahli. Guru-
guru dalam lembaga pendidikan formal adalah orang dewasa yang
mendapat kepercayaan dari pemerintah untuk menjalankan tugas-tugas
tersebut.
Tugas sekolah sangat penting dalam menyiapkan siswa untuk
kehidupan masyarakat. Sekolah bukan semata-mata sebagai konsumen,
tetapi juga sebagai produsen dan pemberi jasa yang sangat erat
hubungannya dengan pembangunan. Pembangunan tidak mungkin
berhasil dengan baik tanpa didukung oleh tersedianya tenaga kerja yang
Perilaku Berbicara Kasar..., Wildan Restu Ginanjar, FKIP UMP 2017
23
memadai sebagai produk pendidikan, maka sekolah perlu dirancang dan
dikelola dengan baik.
Khususnya yang akan dibahas oleh peneliti yaitu pada pendidikan
sekolah dasar. Pendidikan dasar adalah pendidikan yang akan
memberikan pengetahuan, keterampilan, menumbuhkan sikap dasar yang
diperlukan dalam masyarakat, serta mempersiapkan siswa untuk
mengikuti pendidikan menengah. Pendidikan dasar pada prinsipnya
merupakan pendidikan yang memberikan bekal dasar bagi perkembangan
kehidupan, baik untuk pribadi maupun masyarakat. Pendidikan dasar
dapat berupa pendidikan sekolah ataupun luar sekolah, yang dapat berupa
pendidikan biasa ataupun pendidikan luar biasa (Ihsan, 2010: 22).
Sekolah bertanggung jawab atas pendidikan siswanya selama
siswa diserahkan ke sekolah, karena itu sebagai sumbangan sekolah
sebagai lembaga terhadap pendidikan, diantaranya adalah sebagai
berikut:
a. Sekolah membantu orang tua mengerjakan kebiasaan-
kebiasaan yang baik serta menanamkan budi pekerti yang
baik.
b. Sekolah memberikan pendidikan untuk kehidupan di dalam
masyarakat yang sukar atau tidak dapat diberikan di rumah.
c. Sekolah melatih siswa memperoleh kecakapan seperti
membaca, menulis berhitung, menggambar serta ilmu-ilmu
lain yang sifatnya mengembangkan kecerdasan dan
pengetahuan.
d. Sekolah memberikan pelajaran etika, keagamaan, estetika,
membedakan benar atau salah, dan sebagainya (Hasbullah,
2008: 34-35).
Berdasarkan kutipan di atas peneliti menyimpulkan bahwa
lingkungan sekolah merupakan lingkungan yang berperan membantu
Perilaku Berbicara Kasar..., Wildan Restu Ginanjar, FKIP UMP 2017
24
membentuk perilaku anak setelah pembentukkan perilaku tersebut
dilakukan di dalam lingkungan keluarga. Lingkungan sekolah harus
mampu memberikan bekal pada anak untuk berkehidupan bermasyarakat
tentunya memberikan bekal tambahan bagi anak yang belum bisa
didapatkan di dalam keluarganya. Lingkungan sekolah juga harus
berperan sebagai pengawas bagi anak yang sedang berkembang di luar
lingkungan keluarganya.
3. Lembaga Pendidikan Masyarakat
Masyarakat adalah salah satu lingkungan pendidikan yang besar
pengaruhnya terhadap perkembangan pribadi siswa. Masyarakat
mempunyai peranan yang penting dalam mencapai tujuan pendidikan
nasional. Peran yang telah disumbangkan dalam rangka tujuan
pendidikan nasional yaitu berupa ikut membantu menyelenggarakan
pendidikan (dengan membuka lembaga pendidikan swasta), membantu
pengadaan tenaga biaya, prasarana dan sarana, menyediakan lapangan
kerja, biaya, membantu pengembangan profesi baik secara langsung
maupun secara tidak langsung. Sistem pendidikan nasional masyarakat
ini disebut Pendidikan Kemasyarakatan (Ihsan, 2010: 32-33).
Berbeda dengan jalur pendidikan di keluarga dan pendidikan di
sekolah, pendidikan kemasyarakatan tidak selalu dimaksudkan sebagai
pengantar untuk memasuki lapangan kerja, namun melalui jalur
pendidikan kemasyarakatan dapat diperoleh kemampuan dan keahlian
yang dapat dijadikan persyaratan memasuki lapangan kerja atau tidak
Perilaku Berbicara Kasar..., Wildan Restu Ginanjar, FKIP UMP 2017
25
terikat dengan formalitas akademik secara ketat, sekalipun kesempatan
untuk memperoleh efek akademik tetap terbuka.
Pendapat lain dari (Hasbullah, 2008: 36) menyatakan bahwa,
lingkungan organisasi pemuda sebagai lembaga pendidikan yang bersifat
informal (luar sekolah), organisasi pemuda mempunyai corak ragam
bermacam-macam, tetapi secara garis besar dapat dibedakan antara
organisasi pemuda yang diusahakan oleh pemerintah dan organisasi
pemuda yang diusahakan oleh badan swasta. Peran organisasi pemuda ini
utamanya adalah dalam upaya pengembangan sosialisasi kehidupan
pemuda, melalui organisasi pemuda berkembanglah semacam kesadaran
sosial, kecakapan-kecakapan di dalam pergaulan sesama kawan (social
skill) dan sikap yang tepat dalam membina hubungan dengan sesama
siswa (social attitude).
Berdasarkan kutipan di atas peneliti menyimpulkan bahwa
pendidikan di lingkungan masyarakat mengajarkan siswa banyak ilmu
baik dalam bidang pengetahuan, kepribadian, maupun cara bergaul
dengan sesama siswa dengan baik. Peneliti juga dapat menyimpulkan
dari keseluruhan lembaga pendidikan yang ada bahwa dalam membentuk
suatu budi pekerti ataupun perilaku siswa itu tidak hanya dilakukan di
salah satu lembaga pendidikan saja tetapi baik itu di keluarga, di sekolah,
maupun di masyarakat itu sangat berpengaruh dan berperan penting guna
mengembangkan kemampuan siswa baik secara pengetahuan maupun
secara kepribadian.
Perilaku Berbicara Kasar..., Wildan Restu Ginanjar, FKIP UMP 2017
26
D. Penelitian yang Relevan
Penelitian ini relevan dengan beberapa penelitian terdahulu yang
sudah pernah dilakukan antara lain sebagai berikut:
1. Aeni, Nurul (2011) tentang Diffrence Of Emotional Intelligence And
Aggression Behavior Between Children Who Have Migrant Worker
Mother And Children Who Live With Their Mother (Study in Primary
Schools in Gabus Sub Regency, Pati Regency, Central Java), dalam
jurnal ini menjelaskan bahwa anak yang ditinggal oleh ibunya menjadi
tenaga kerja wanita (TKW) di luar negeri cenderung memiliki kecerdasan
emosi yang lebih rendah dibandingkan dengan anak yang tinggal dengan
ibunya, selain itu anak yang ditinggal ibunya menjadi TKW juga lebih
agresif. Perilaku agresi yang ditunjukkan oleh anak yang ditinggal oleh
ibunya adalah berkelahi, membantah orang tua, merenut mainan
temannya, serta berkata-kata kotor. Peran ibu sangat penting terhadap
pengendalian emosi anak, anak yang mendapatkan pendampingan
maksimal pada masa kanak-kanak dapat mengembangkan kecerdasan
emosi secara optimal sehingga menghalangi anak melakukan perilaku
agresi.
2. Hartini, Lili (2009) tentang Agresi Anak yang Tinggal dalam Keluarga
dengan Kekerasan Rumah Tangga, dalam jurnal ini menjelaskan bahwa
anak dapat melakukan perilaku agresi baik itu secara verbal, misalnya
dengan berbicara kasar pada adiknya maupun temannya, selain itu juga
anak melakukan perilaku agresi secara fisik dengan memukul teman
Perilaku Berbicara Kasar..., Wildan Restu Ginanjar, FKIP UMP 2017
27
bermainnya jika anak tersebut sedang merasa emosi. Faktor yang
membuat anak tersebut melakukan perilaku agresi verbal maupun secara
fisik itu dikarenakan anak sering merasakan kekerasan di dalam
keluarganya baik itu dengan kontak fisik dengan orang tuanya maupun
dengan cara dimarahi dengan bahasa yang kasar sehingga anak tersebut
terbiasa dan mengikuti perilaku tersebut dalam kehidupan sehari-harinya.
Anak yang melakukan perilaku agresi tersebut juga merasa senang
dikarenakan dengan melakukan agresi tersebut adik dan temannya
menjadi tunduk dan takut kepadanya.
3. Fatwa Tentama Pustaka (2012) tentang Aggressive Child Behavior:
Assessment and Interventions, dalam artikel ini juga menjelaskan betapa
pentingnya pendidikan dalam lingkungan keluarga maupun lingkungan
masyrakat sekitar. Seorang anak akan berperilaku agresif seperti berkata
kasar, memukul, meludah ataupun perilaku agresi lainnya itu
dikarenakan seorang anak tinggal di dalam lingkungan keluarga maupun
lingkungan masyarakat yang perilakunya dominan dengan kekerasan
sehingga anak akan meniru perilaku tersebut di dalam kehidupan sehari-
harinya untuk bergaul dengan kelompok teman sebayanya. Lingkungan
keluarga dan lingkungan masyarakat itu faktor yang sangat penting
dalam mengajarkan perilaku pada anak yang sedang dalam proses
tumbuh kembang di dalam kehidupannya.
Perilaku Berbicara Kasar..., Wildan Restu Ginanjar, FKIP UMP 2017
28
E. Kerangka Pikir
Siswa merupakan subjek dalam kegiatan belajar mengajar, dalam
kegiatan tersebut diharapkan siswa dapat berperilaku sesuai dengan aturan-
aturan yang telah ditetapkan yang pada akhirnya hal tersebut memberikan
dukungan terhadap pencapaian tujuan pendidikan pada umunya dan tujuan
KBM pada khususnya. Pada kenyataannya, tidak semua siswa berperilaku
normal. Seringkali dijumpai siswa-siswa yang berperilaku menyimpang,
salah satunya adalah perilaku agresif, perilaku agresif baik secara verbal
maupun fisik. Perilaku agresif dapat memberikan dampak negatif, salah
satunya adalah menghambat kegiatan belajar mengajar. Berbagai faktor
menjadi penyebab sehingga siswa berperilaku agresif. Siswa yang berperilaku
agresif tidak dapat didiamkan begitu saja, akan tetapi perlu mendapatkan
perhatian khusus, sehingga dampak dari perilaku agresif dapat diminimalisir.
Bagan kerangka berpikir dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 2.1. Bagan Kerangka Berpikir
SISWA BERBICARA
KASAR
UPAYA YANG
DILAKUKAN
FAKTOR
PENYEBAB
Perilaku Berbicara Kasar..., Wildan Restu Ginanjar, FKIP UMP 2017