BAB II KAJIAN TEORITIK A. Deskripsi Konseptual 1. …repository.ump.ac.id/758/3/Tri Wahyu Utomo Bab...
-
Upload
truongtram -
Category
Documents
-
view
225 -
download
0
Transcript of BAB II KAJIAN TEORITIK A. Deskripsi Konseptual 1. …repository.ump.ac.id/758/3/Tri Wahyu Utomo Bab...
7
BAB II
KAJIAN TEORITIK
A. Deskripsi Konseptual
1. Kemandirian Belajar
Menurut Desmita (2009) kemandirian adalah kemampuan untuk
mengendalikan dan mengatur pikiran, perasaan dan tindakan sendiri
secara bebas serta berusaha sendiri untuk mengatasi perasaan-perasaan
malu dan keragu-raguan. Sedangkan menurut Jacob Utomo dikutip dari
Basir (2009), kemandirian adalah mempunyai kecenderungan bebas
berpendapat. Kemandirian diri sendiri merupakan suatu untuk
menyelesaikan suatu masalah secara bebas, progresif, dan penuh dengan
inisiatif. Pendapat ini dapat diartikan bahwa seseorang yang mempunyai
kemandirian akan bertanggung jawab dan tidak bergantung pada orang
lain.
Menurut Slameto (2010) belajar adalah suatu proses usaha yang
dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku
yang baru dalam keseluruhan, sebagai hasil pengalaman sendiri dalam
interaksi dengan lingkungannya. Menurut Sardiman (2011) belajar adalah
berubah, dalam hal ini yang dimaksudkan belajar berarti usaha untuk
mengubah tingkah laku. Jadi belajar akan membawa suatu perubahan
individu-individu yang belajar. Perubahan tidak hanya berkaitan dengan
penambahan ilmu pengetahuan, tetapi juga berbentuk kecakapan, sikap,
yang menyangkut segala aspek organisme dan tingkah laku pribadi
Meningkatkan Kemandirian Belajar..., Tri Wahyu Utomo, FKIP, UMP, 2016
8
seseorang. Dengan demikian belajar itu sebagai rangkaian kegiatan jiwa
raga, psiko-fisik untuk menuju ke perkembangan pribadi manusia
seutuhnya, yang berarti menyangkut unsur cipta, rasa dan karsa, ranah
kognitif, afektif, dan psikomotorik.
Kemandirian belajar bukan berarti bukan belajar seorang diri,
tetapi belajar dengan inisiatif sendiri, dengan bantuan orang lain ataupun
tanpa bantuan orang lain. Menurut Moore (dalam Rusman, 2014)
mengatakan bahwa kemandirian belajar peserta didik adalah sejauh mana
dalam proses pembelajaran itu siswa dapat ikut menentukan tujuan, bahan
dan pengalaman belajar, serta evaluasi pembelajarannya. Menurut Good
(Slameto, 2010), kemandirian belajar adalah belajar yang dilakukan
dengan sedikit atau sama sekali tanpa bantuan dari pihak lain. Dalam
pendapat ini kemandirian belajar siswa bertanggung jawab atas pembuatan
keputusan yang berkaitan dengan proses belajarnya dan memiliki
kemampuan untuk melaksanakan keputusan yang diambilnya
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa kemandirian
belajar adalah aktivitas belajar siswa yang didorong oleh kemauan sendiri,
pilihan sendiri dan tanggung jawab sendiri dengan bantuan orang lain
ataupun tanpa bantuan orang lain untuk menguasai kompetensi teratentu,
baik dalam aspek pengetahuan, keterampilan, maupun sikap yang dapat
digunakan untuk memecahkan maslah serta mampu mempertanggung
jawabkan.
Meningkatkan Kemandirian Belajar..., Tri Wahyu Utomo, FKIP, UMP, 2016
9
Menurut Desmita (2009) kemandirian biasanya ditandai dengan
kemampuan menentukan nasib sendiri, kreatif dan inisiatif, mengatur
tingkah laku, bertanggung jawab, mampu menahan diri, membuat
keputusan-keputusan sendiri, serta mampu mengatasi masalah tanpa ada
pengaruh dari orang lain.
Berdasarkan uraian di atas disimpulkan bahwa indikator
kemandirian belajar adalah sebagai berikut :
a. Memiliki kemampuan menentukan nasib sendiri
b. Kreatif dan inisiatif
c. Bertanggung jawab atas apa yang dilakukannya
d. Mampu menahan diri
e. Membuat keputusan-keputusan sendiri
f. Mampu mengatasi masalah yang dihadapi.
2. Kemampuan Komunikasi Matematis
Komunikasi matematis merupakan salah satu kemampuan penting
dalam matematika sebab komunikasi matematis merupakan cara untuk
berbagi ide dan dapat memperjelas suatu pemahaman. Melalui
komunikasi, ide-ide matematis dapat disampaikan dalam bentuk simbol,
notasi, grafik, dan istilah. Oleh karena itu, siswa perlu dibiasakan dalam
pembelajaran untuk memberikan tanggapan atas jawaban yang diberikan
oleh orang lain, sehingga apa yang sedang dipelajari menjadi bermakana
baginya (Fachrurozi, 2011).
Meningkatkan Kemandirian Belajar..., Tri Wahyu Utomo, FKIP, UMP, 2016
10
Menurut NCTM (2000), komunikasi metematis merupakan sebuah
cara dalam berbagi ide-ide dan memperjelas suatu pemahaman.
Komunikasi matematis adalah suatu proses penting untuk mempelajari
matematika karena melalui komunikasi siswa dapat memperjelas,
memperluas dan memahami ide-ide matematis (Ontario Ministry of
Education, 2010). Menurut The Intended Learning Outcomes (dalam
Husna, 2013) komunikasi matematis adalah suatu keterampilan penting
dalam matematika yaitu kemampuan untuk mengekspresikan ide-ide
matematika secara koheren kepada teman, guru dan lainnya melalui
bahasa lisan dan tulisan. Komunikasi matematis terdiri dari komunikasi
secara lisan dan tulisan. Dalam NCTM (2000), menyatakan bahwa standar
komunikasi matematis adalah penekanan pengajaran matematika pada
kemampuan dalam hal:
a) Mengorganisasikan dan mengkonsilidasi berfikir matematis
(mathematical thinking) mereka melalui komunikasi.
b) Mengkomunikasikan mathematical thinking mereka secara koheren
(tersusun secara logis) dan jelas kepada teman-temannya, guru dan
orang lain.
c) Menganalisis dan mengevaluasi berfikir matematis (mathematical
thinking) dan strategi yang dipakai orang lain.
d) Menggunakan bahasa matematika untuk mengekspresikan ide-ide
matematika secara benar.
Meningkatkan Kemandirian Belajar..., Tri Wahyu Utomo, FKIP, UMP, 2016
11
Menurut Sumarmo (Susanto, 2013), komunikasi matematis
meliputi kemampuan:
a) Menghubungkan benda nyata, gambar dan diagram ke dalam ide
matematika.
b) Menjelaskan ide, situasi dan relasi matematik secara lisan atau tulisan
dengan benda nyata, gambar, grafik dan aljabar.
c) Menyatakan peristiwa sehari-hari dalam bahasa atau simbol
matematika.
d) Mendengarkan, berdiskusi, dan menulis tentang matematika.
e) Membaca presentasi matematika tertulis dan menyusun pertanyaan
yang relavan.
f) Membuat konjektur, menyusun argument, merumuskan defenisi dan
generalisasi.
g) Menjelaskan dan membuat pertanyaan matematika yang telah
dipelajari.
Selain itu terdapat beragam bentuk komunikasi matematis
menurut LACOE (Mahmudi, 2009) misalanya (1) merefleksi dan
mengklarifikasi pemikiran tentang ide-ide matematika, (2)
menghubungkan bahasa sehari-hari dengan bahasa matematika yang
menggunakan simbol-simbol, (3) menggunakan keterampilan membaca,
mendengarkan, mengenterpretasikan, dan mengevalusi ide-ide
matematika, dan (4) menggunakan ide-ide matematika untuk membuat
dugaan (conjecture) dan membuat argument yang meyakinkan.
Meningkatkan Kemandirian Belajar..., Tri Wahyu Utomo, FKIP, UMP, 2016
12
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa kemampuan
komunikasi matematis adalah kemampuan siswa dalam berkomunikasi
matematika yang dituangkan dalam bentuk lisan dan tulisan yaitu meliputi
kemampuan mengungkapkan ide-ide matematika melalui grafik atau
gambar, diagram, ataupun dengan bahasa sehari-hari, dan membuat
argumen yang meyakinkan. Namun, pada penelitian ini peneliti hanya
meneliti kemampuan komunikasi matematis siswa secara tulisan saja.
Adapun indikator kemampuan komunikasi matematis yang
digunakan dalam penelitian ini adalah komunikasi matematis secara
tertulis yaitu sebagai berikut:
a) Menghubungkan ide-ide matematika ke dalam gambar atau grafik.
Dalam hal ini, siswa mampu menjelaskan ide-ide matematika dan
mampu menyajikan data dalam bentuk gambar atau grafik.
Contoh soal:
Diketahui dua buah garis yaitu garis k dengan persamaan y = 2x – 4
dan garis h dengan persamaan 2x – y = 1. Gambar kedua garis k dan h
pada koordinat cartesius dan tenentukan gradien garis k dan h?
b) Menyatakan peristiwa sehari-hari dalam bahasa atau simbol
matematika. Siswa diharapkan dapat menyatakan suatu permasalahan
kehidupan sehari-hari yang berkaitan dengan matematika ke dalam
bentuk bahasa atau kalimat matematika.
Meningkatkan Kemandirian Belajar..., Tri Wahyu Utomo, FKIP, UMP, 2016
13
Contoh soal:
Seorang peneliti mengukur suhu dengan menggunakan termometer
Fahrenheit dan termometer Reamur. Grafik di bawah ini
memperlihatkan antara suhu dalam Fahrenheit dan Reamur. Titik
potong terhadap sumbu y adalah 32, yang menunjukkan air membeku.
Pada suhu R setara dengan F. Reamur menunjukkan sumbu x
dan Fahrenheit menunjukkan sumbu y.
Tentukan gradien garis tersebut dengan titik (0, 32) yang
menunjukkan titik beku diberi nama titik A dan titik (40, 122)
menunjukkan suhu yang setara Reamur dan Fahrenheit. Bila
gradiennya sudah didapat dan titik (0, 32) yang menunjukkan titik
beku, tentukan persamaan garisnya.
c) Merespon suatu pertanyaan dalam bentuk argument tertulis yang
meyakinkan. Siswa diharapkan dapat memberikan penjelasan dari
suatu pertanyaan permasalahan matematika.
0F
0R
Meningkatkan Kemandirian Belajar..., Tri Wahyu Utomo, FKIP, UMP, 2016
14
Contoh soal:
Diketahui garis g melalui titik (-1,5) dan titik (2,-4) dan garis h
melalui titik (3,-2) dan (6,-1). Selidiki apakah garis g tegak lurus garis
h. Berikan penjelasanmu!
3. Problem Based Learning (PBL)
Pengertian Problem Based Learnig (PBL) pertama kali
diperkenalkan pada awal tahun 1970-an di Universitas MC Master
Fakultas Kedokteran Kanada, sebagai suatu upaya menemukan solusi
dalam diagnosis degan membuat pertanyaan-pertanyaan sesuai situasi
yang ada. Menurut Tan (dalam Rusman, 2014) Problem Based Learning
(PBL) merupakan inovasi dalam PBL kemampuan berpikir siswa betul-
betul dimaksimalkan melalui proses kerja bersama atau kerja kelompok,
yang nantinya siswa mampu mengasah, menguji, dan mengembangkan
kemampuan berpikirnya secara terus menerus.
Menurut Arends (dalam Trianto, 2014) model Problem Based
Learning merupakan suatu model yang didasarkan dengan adanya
permasalahan yang harus membutuhkan penyelesaian yang nyata dari
permasalahan nyata juga. Pada model Problem Based Learning (PBL),
kelompok kecil siswa bekerja sama memecahkan suatu permasalahan yang
sudah disepakati oleh guru dan siswa. Seringkali siswa berfikir kritis,
berusaha dengan kemampuannya, keterampilannya, prosedur pemecahan
masalah saat guru sedang menerapkan model pembelajaran tersebut. Pada
Meningkatkan Kemandirian Belajar..., Tri Wahyu Utomo, FKIP, UMP, 2016
15
model ini pembelajaran dimulai dengan menyajikan permasalahan nyata
yang penyelesaiannya membutuhkan kerjasama diantara siswa-siswanya.
Menurut Kunandar (2009) ciri-ciri pembelajaran PBL adalah
sebagai berikut:
a) Mengajukan pertanyaan atau masalah
PBL bukan hanya mengorganisasikan prinsip-prinsip atau keterampilan
akademik tertentu. Pembelajaran ini,mengorganisasikan pengajaran
disekitar pertanyaan atau masalah yang kedua-duanya secara social
penting dan secara pribadi bermakna bagi siswa. Mereka mengajukan
situasi kehidupan nyata yang autentik, menghindari jawaban sederhana
dan memungkan adanya berbagai macam solusi untuk situasi itu.
b) Berfokus pada keterkaitan antara disiplin ilmu
Meskipun pengaharan PBL mungkin berpusat pada pembelajaran
tertentu, masalah yang telah dipilih benar-benar nyata agar dalam
pemecahannya siswa bisa meninjau dari banyak mata pelajaran.
c) Penyelidikan autentik
Penyelidikan yang diperlukan dalam pembelajaran berbasis masalah
bersifat autentik. Selain itu, penyelidikan diperlukan untuk mencari
penyelesaian masalah yang ersifat nyata. Siswa menganilisis dan
merumuskan masalah, mengembangkan dan meramalkan hipotesis,
Meningkatkan Kemandirian Belajar..., Tri Wahyu Utomo, FKIP, UMP, 2016
16
mengumpulkan informasi, melaksanakan eksperimen, membuat
kesimpulan, dan menggambarkan hasil akhir.
d) Menghasilkan hasil karya dan memamerkannya
Pembelajaran ini menuntut peserta didik untuk menghasilkan produk
tertentu dalam bentuk karya nyata dan peragaan yang menjelaskan atau
mewakili bentuk penyelesaian masalah mereka temukan. Produk itu
dapat berupa transkip debat, laporan, model fisik, video.
Berdasarkan pendapat Arends (dalam Trianto, 2014), pada
dasarnya Problem Based Learnig (PBL) memiliki beberapa
karakteristik sebagai berikut:
a) Mengorientasikan siswa kepada masalah autentik dan menghindari
pembelajaran terisolasi.
b) Berpusat pada siswa dalam jangka waktu yang lama.
c) Menciptakan pembelajaran interdisiplin.
d) Penyelidikan masalah autentik yang terintegrasi dengan dunia
nyata dan pengalaman praktis.
e) Menghasilkan produk/karya dan memamerkannya.
f) Mengajarkan kepada siswa untuk mampu menerapakan apa yang
mereka pelajari di sekolah dalam kehidupannya yang panjang.
g) Pembelajaran terjadi pada kelompok kecil (kooperatif).
h) Guru berperan sebagai fasilitator, motivator, dan pembimbing.
Meningkatkan Kemandirian Belajar..., Tri Wahyu Utomo, FKIP, UMP, 2016
17
i) Masalah diformulasikan untuk memfokuskan dan merangsang
pembelajaran.
j) Masalah adalah kendaraan untuk pengembangan keterampilan
pemecahan masalah.
k) Informasi baru diperoleh lewat belajar mandiri.
Adapun kelebihan dan kekurangan dari Problem Based Learning
(PBL) yaitu :
1) Kelebihan Problem Based Learning (PBL)
a) Siswa lebih memahami konsep yang diajarkan, sebab mereka
sendiri yang menemukan konsep tersebut.
b) Melibatkan secara aktif memecahkan masalah dan menuntut
keterampilan berpikir siswa yang lebih tinggi.
c) Pengetahuan tertanam berdasarkan skemata yang dimiliki siswa
sehingga pembelajaran lebih bermakna.
d) Siswa dapat merasakan manfaat pembelajaran sebab masalah yang
diselesaikan langsung dikaitkan dengan kehidupan nyata, hal ini
dapat meningkatkan motivasi dan ketertarikan siswa terhadap
bahan yang dipelajari.
e) Menjadikan siswa lebih mandiri dan dewasa, mampu memberi
aspirasi dan menerima pendapat orang lain, menanamkan sifat
social yang positif di antara siswa.
Meningkatkan Kemandirian Belajar..., Tri Wahyu Utomo, FKIP, UMP, 2016
18
f) Pengondisian siswa dalam belajar kelompok yang saling
berinteraksi terhadap pembelajaran dan temannya, sehingga
pencapaian ketuntasan belajar siswa dapat diharapkan.
2) Kekurangan Problem Based Learning (PBL)
a) Manakala siswa tidak memiliki memiliki minat atau tidak
mempunyai kepercayaan bahwa masalah yang dipelajari sulit untuk
dipecahkan, maka mereka akan merasakan enggan untuk mencoba.
b) Keberhasilan pembelajaran melalui problem based learning ini
membutuhkan cukup waktu untuk persiapan.
c) Tanpa pemahaman mengapa mereka berusaha untuk memecahkan
masalah yang sedang dipelajari, maka mereka tidak akan belajar
apa yang ingin mereka pelajari.
Menurut Kunandar (2009) tujuan Problem Based Learning
(PBL) adalah sebagai berikut:
a) Membantu guru memberikan informasi sebanyak-banyaknya
kepada peserta didik.
b) Membantu peserta didik mengembangkan kemampuan berpikir,
pemecahan masalah, dan keterampilan entelektual.
c) Pengajaran berbasis masalah membantu siswa untuk berkinerja
dalam situasi kehidupan nyata.
d) Menjadi pembelajar yang otonom dan mandiri.
Meningkatkan Kemandirian Belajar..., Tri Wahyu Utomo, FKIP, UMP, 2016
19
Menurut Kunandar (2009) pembelajran Problem Based
Learning (PBL) mempunyai lima tahap utama yang dimulai dengan
guru memperkenalkan siswa dengan situasi maslah yang diakhiri
dengan penyajian dan analisa hasil kerja siswa. Kelima tahapan tersebut
disajikan dalam tabel sebagai berikut:
Tabel 2.1 Tahap-Tahap Pembelajaran PBL
Tahapan Kegiatan Guru
Tahap 1:
Orientasi siswa kepada
masalah
Guru menjelaskan tujuan pembelajran,
menjelaskan perangkat yang dibutuhkan,
memotivasi siswa agar terlibat pada
aktivitas penyelesaian masalah yang
dipilihnya.
Tahap 2:
Mengorganisir siswa
untuk belajar
Guru membantu siswa mendefinisikan
dan mengorganisirkan tugas belajar yang
berhubungan dengan masalah tersebut.
Tahap 3:
Membimbing
penyelidikan individual
dan kelompok
Guru mendorong siswa mengumpulkan
informasi yang sesuai dan melaksanakan
eksperimen untuk mendapatkan
penjelasan serta pemecahan maslahnya.
Tahap 4:
Mengembangkan dan
menyajikan hasil karya
Guru membantu siswa untuk
merencanakan dan menyiapkan karya
yang sesuai seperti laporan dan membantu
mereka untuk berbagi tugas dengan
temannya.
Tahap 5:
Menganalisis dan
mengevaluasi proses
pemecahan masalah
Guru membantu siswa untuk melakukan
refleksi atau evaluasi terhadap
penyelidikan dan proses yang digunakan.
4. Pembelajaran Kooperatif Tipe Two Stay Two Stray
Penyajian pembelajaran kooperatif yang banyak digunakan salah
satunya adalah pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray (TS-TS)
atau pembelajaran kooperatif dengan dua tinggal dua tamu. Tipe belajar
mengajar dua tinggal dua tamu (TS-TS) ini dikembangkan oleh Spencer
Meningkatkan Kemandirian Belajar..., Tri Wahyu Utomo, FKIP, UMP, 2016
20
Kagan (dalam Huda, 2013). Menurut Huda (2013) bahwa model
pembelajran ini dapat diterapkan untuk semua mata pelajaran dan
tingkatan umur. Pembelajran kooperatif tipe Two Stay Two Stray (TS-TS)
memungkinkan setiap kelompok untukberbagi informasi dengan
kelompok lain.
Menurut Huda (2013), langkah-langkah melakukan pembelajaran
kooperatif tipe Two Stay Two Stray (TS-TS) adalah sebagai berikut. Siswa
dibagi menjadi beberapa kelompok (tiap kelompok terdiri 4 orang).
Pengelompokan bersifat heterogen. Kelompok heterogen memperhatikan
keanekaragaman gender, agama, sosial-ekonomi, dan kemampuan
akademis. Siswa bekerja dalam kelompok seperti biasa untuk
menyelesaikan tugas yang ada. Setelah selesai, dua orang dari masing-
masing kelompok meninggalkan kelompoknya dan bertamu ke dua
kelompok yang lain yang disebut sebagai tamu. Dua orang yang tinggal
dalam kelompok disebut tuan rumah bertugas memaparkan hasil kerja
kelompok dan informasi yang mereka miliki kepada tamu. Tamu
memberikan umpan balik yang positif sesuai dengan hasil kelompok
mereka kepada tuan rumah. Tamu mohon diri dan kembali ke kelompok
mereka sendiri dan melaporkan temuan mereka dari kelompok lain.
kelompok mencocokan dan membahas hasil-hasil kerja mereka.
Menurut Lie (2010) langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe
Two Stay Two Stray (TS-TS) sebagai berikut: 1) Siswa bekerjasama dalam
kelompok berempat seperti biasa; 2) Setelah selesai, dua orang dari
Meningkatkan Kemandirian Belajar..., Tri Wahyu Utomo, FKIP, UMP, 2016
21
masing-masing bertamu ke dua anggota kelompok yang lain; 3) Dua orang
yang tinggal dalam kelompok bertugas membagikan hasil kerja dan
informasi mereka ke tamu mereka; 4) Tamu mohon diri dan kembali ke
kelompok mereka sendiri dan melaporkan temuan mereka dari kelompok
lain; 5) Kelompok mencocokan dan membahas hasil-hasil kerja mereka.
Menurut Suprijono (2012) langkah-langkah pembelajaran
kooperatif tipe Two Stay Two Stray (TS-TS). Pembelajaran kooperatif tipe
ini di awali dengan pembagian kelompok. Setelah terbentuk guru
memberikan tugas berupa permasalahan-permasalahan yang harus mereka
diskusikan jawabannya. Setelah diskusi intrakelompok usai, dua orang dari
masing-masing kelompok meninggalkan kelompoknya untuk bertamu ke
dua kelompok yang lain. Anggota kelompok yang tidak mendapat tugas
sebagai tamu mempunyai kewajiban menerima tamu dari suatu kelompok.
Tugas mereka adalah menyajikan hasil kerja kelompoknya kepada tamu
tersebut. Jika mereka telah selesai menyelesaikan tugasnya, mereka
kembali ke kelompoknya masing-masing. Setelah kembali ke kelompok
asal, baik peserta didik yang bertugas bertamu maupun mereka yang
bertugas menerima tamu mencocokkan dan membahas hasil kerja yang
telah mereka tunaikan.
5. Problem Based Learning (PBL) Dengan Setting Kooperatif Tipe Two
Stay Two Stray (TS-TS)
PBL (Problem Based Learning) dengan setting kooperatif tipe TS-
TS ( Two Stay Two Stray). Pembelajaran menggunakan sintak Problem
Meningkatkan Kemandirian Belajar..., Tri Wahyu Utomo, FKIP, UMP, 2016
22
Based Learning, dan pada saat membimbing kelompok dalam
menyelesaikan masalah menggunakan setting kooperatif tipe Two Stay
Two Stray. Dengan adanya setting kooperatif tipe TS-TS (Two Stay Two
Stray), memberikan kesempatan kepada siswa untuk aktif mendiskusikan
permasalahan dalam kelompok, selanjutnya aktif sebagai tamu dan tuan
rumah untuk menyampaikan informasi antar kelompok. Melalui problem
based learning (PBL) dengan setting kooperatif tipe two stay two stray
(TS-TS) siswa dapat lebih aktif bertanya kepada teman sendiri dan kepada
guru dan bertukar informasi sesama temannya. Sehingga didapat sintaks
Problem Based Learning (PBL) dengan setting kooperatif tipe Two Stay
Two Stray (TS-TS) yang disajikan dalam tabel:
Tabel 2.2 Sintaks Problem Based Learning dengan setting Two
Stay Two Stray
Tahapan Kegitan Guru Orientasi siswa pada
masalah
1. Guru menyampaikan topik dan tujuan
pembelajaran
2. Guru menyampaikan model / strategi
yang akan digunakan dalam pembelajaran
3. Memotivasi siswa untuk terlibat aktif
dalam pemecahan masalah
Mengorganisasikan
siswa untuk belajar
4. Guru membagi siswa ke dalam beberapa
kelompok
5. Guru menjelaskan langkah-langkah
kooperatif TS-TS yang akan digunakan
6. Guru membagikan Lembar Kerja
Kelompok (LKK)
7. Guru meminta siswa untuk mempelajari
dan mengamati permasalhan yang ada di
LKK
8. Guru memberi kesempatan kepada siswa
untuk menanya hal-hal yang belum
dipahami. Membimbing
penyelidikan individu
dan kelompok dengan
9. Guru mengarahkan kepada siswa untuk
menalar dan mencoba menyelesaikan
LKK
Meningkatkan Kemandirian Belajar..., Tri Wahyu Utomo, FKIP, UMP, 2016
23
setting kooperatif tipe
TS-TS
10. Guru membimbing kelompok dalam
menyelesaikan masalah dengan setting
kooperatif tipe TS-TS:
a. Guru membimbing siswa dalam
menyelesaikan masalah
b. Guru menginformasikan dua
anggota bertamu ke dua kelompok
lain
c. Guru menginformasikan dua orang
yang tinggal dalam kelompok
bertugas membagi hasil kerja dan
menyajikan hasil kerja dan informasi
kepada tamu mereka
d. Guru menginformasikan dua
anggota yang menjadi tamu kembali
ke kelompok semula dan
melaporkan hasil temuan mereka
dari kelompok lain
Mengembangkan dan
menyajikan hasil karya
11. Guru meminta salah satu perwakilan
kelompok untuk menyajikan hasil diskusi
di depan kelas
Menganalisa dan
mengevaluasi proses
pemecahan masalah
12. Guru memberi kesempatan kepada
kelompok lain untuk menganalisis,
menambah atau menanggapi jawaban
13. Guru membantu siswa melakukan
refleksi atau evaluasi terhadap langkah
penyelesaian yang digunakan oleh siswa
14. Guru bersama dengan siswa
menyimpulkan materi yang telah
dipelajari
6. Materi Pembelajaran
Penelitian ini dilakasanakan pada semester ganjil kelas XI tahun
ajaran 2015/2016 pada materi persamaan garis lurus. Materi yang
digunakan merujuk pada kompetensi dasar yang telah ditetapkan, yaitu:
3.10 Menganalisis sifat dua garis sejajar dan saling tegak lurus dan
menerapkannya dalam menyelesaikan masalah
Meningkatkan Kemandirian Belajar..., Tri Wahyu Utomo, FKIP, UMP, 2016
24
4.7 Menganalisis kurva-kurva yang melalui beberapa titik untuk
menyimpulkan berupa garis lurus, garis-garis sejajar, atau garis-garis
tegak lurus.
Kompetensi dasar tersebut digunkan dalam 3 siklus yang mana tiap
siklusnya terdiri dari 2 pertemuan. Berdasarkan kompetensi dasar yang
ada, maka indikator-indikator pembelajaran pada penelitian ini adalah
sebagai berikut:
Tabel 2.3 Indikator Pembelajaran
Siklus Pertemuan Indikator
1
1
3.10.1 Mendefenisikan pengertian persamaan garis
lurus dan gradien dengan menghubungkan
gambar atau grafik ke dalam ide-ide
matematika
4.7.1 Menggambar grafik persamaan garis lurus
dengan menghubungkan gambar atau grafik
ke dalam ide-ide matematika.
4.7.2 Menentukan gradien persamaan garis lurus
dengan menyatakan peristiwa sehari-hari
dalam bahasa atau simbol matematika.
2
4.7.3 Menentukan gradien dari garis lurus yang
melalui
dua titik dengan merespon terhadap suatu
pertanyaan dalam bentuk argumen tertulis
yang meyakinkan
2
1
3.10.2 Menemukan konsep gradien garis-garis yang
sejajar dengan menghubungkan gambar atau
grafik ke dalam ide-ide matematika
4.7.4 Menentukan gradien garis-garis yang sejajar
dengan menyatakan peristiwa sehari-hari
dalam bahasa atau simbol matematika
2
3.10.3 Menemukan konsep gradien garis-garis yang
saling tegak lurus dengan menghubungkan
gambar atau grafik ke dalam ide-ide
matematika
4.7.5 Menentukan gradien garis-garis yang saling
tegak lurus dengan merespon terhadap suatu
pertanyaan dalam bentuk argumen tertulis
Meningkatkan Kemandirian Belajar..., Tri Wahyu Utomo, FKIP, UMP, 2016
25
yang meyakinkan.
3
1
3.10.4 Menemukan konsep persamaan garis lurus
melalui sembarang titik (x,y) dan bergradien
m dengan menhubungkan gambar atau grafik
kedalam ide-ide matematika
4.7.6 Menentukan persamaan garis lurus melalui
sembarang titik (x,y) dan bergradien m
dengan menyatakan peristiwa sehari-hari
dalam bahasa atau simbol matematika.
2
4.7.7 Menentukan persamaan garis lurus melalui
dua titik dengan merespon terhadap suatu
pertanyaan dalam bentuk argumen tertulis
yang meyakinkan
B. Penelitian Yang Relavan
Ada beberapa penelitian yang relevan dengan peneleitian ini yaitu
sebagai berikut:
Penelitian Astuti (2014), dalam peneltiannya diperoleh hasil bahwa
Problem Based Learning (PBL) dapat meningkatkan kemandirian belajar
dan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa kelas VII SMP
Negeri 2 Yogyakarta. Shalikhah (2013), dalam peneltiannya diperoleh
hasil bahwa pembelajaran kooperatif tipe two stay two stray dapat
meningkat kemampuan komunikasi matematis dan kemandirian siswa.
Penelitian yang dilakukan oleh Suyatmi (2008), dalam penelitiannya
diperoleh hasil bahwa problem based learning (PBL) dapat meningkatkan
kemampuan komunikasi matematika pada kelas VII F SMP Negeri 1
Binangun.
Penelitian di atas relevan untuk dijadikan bahan informasi dalam
penelitian ini. Dalam peneltian ini peneliti menggunakan Problem Based
Meningkatkan Kemandirian Belajar..., Tri Wahyu Utomo, FKIP, UMP, 2016
26
Learning dengan setting kooperatif tipe Two Stay Two Stray untuk
meningkatkan kemandirian belajar dan kemampuan komunikasi
matematis.
C. Kerangka Pikir
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan bahwa
kemandirian belajar dan kemampuan komunikasi siswa kelas XI APHPP 1
SMK N 1 Kalibagor masih kurang. Pembelajran yang diharapkan dapat
meningkatkan kemandirian belajar dan kemampuan komunikasi matematis
adalah problem based learning dengan setting kooperatif tipe two stay two
stray. Problem based learning dengan setting kooperatif tipe two stay two
stray terdiri dari:
Tahap I adalah mengorentasikan siswa pada masalah. Pada tahap
ini berisi kegiatan untuk mengenalkan topik pembelajaran, menjelaskan
tujuan pembelajaran, dan mengingat kembali materi yang telah dipelajari
sehingga melatih siswa untuk siap dalam mengahadapi materi pelajaran
baru yang berkaitan dengan materi sebelumnya, dengan demikian siswa
akan terbiasa bertanggung jawab untuk selalu mengingat/ mempelajari
kembali materi yang telah dibahas di sekolah, guru juga memotivasi siswa
umtuk terlibat aktif dalam pemecahan masalah yang disajikan. Pada tahap
ini, dapat menumbuhkan kemampuan menentukan nasib sendiri yaitu
siswa memperhatikan penjelasan guru, menyiapkan peralatan yang
dibutuhkan dan membawa sumber lain untuk membantu dalam belajar
matematika.
Meningkatkan Kemandirian Belajar..., Tri Wahyu Utomo, FKIP, UMP, 2016
27
Tahap II adalah mengorganisasikan siswa untuk belajar. Pada tahap
ini, dilakukan pembentukan kelompok kecil dan pembagian LKK. Siswa
diharapkan dapat bersikap tanggung jawab dalam kelompok yang telah
ditentukan, serta siap menerima tantangan baru berupa permasalahan
dalam LKK dan mampu mengatasi masalah yang dihadapi, mengamati
permasalahan di LKK dan menanya hal-hal yang belum dipahami,
sehingga siswa akan saling merespon pertanyaan dalam membentuk
argumen yang menyakinkan.
Tahap III adalah membimbing penyelidikan individu dan
kelompok menggunakan setting kooperatif tipe TS-TS. Pada tahap ini,
dapat menumbuhkan membuat keputusan-keputusan sendiri yaitu siswa
bekerjasama dalam kelompok mendiskusikan terlebih dahulu dengan
teman sekelompoknya tanpa langsung bertanya kepada guru dan
bertanggung jawab dalam melaksanakan tugas kelompok. Pada tahap ini,
guru hanya membimbing siswa dalam melakukan penyelidikan
menyelesaikan LKK yang berisi permasalahan, sehingga siswa dapat
menyatakan peristiwa sehari-hari dalam bahasa atau simbol matematika.
Semua siswa dapat menyampaikan ide-idenya kepada anggota kelompok
dan memcahkan permasalahan yang ada dengan keterlibatannya dalam
berdiskusi dan memberi perhatian selama diskusi berlangsung, sehingga
bersama-sama akan dapat menghubungkan gambar atau grafik ke dalam
ide-ide matematika. Setelah itu, siswa mampu menahan diri yaitu bersikap
tenang dan tidak gaduh pada saat siswa menjelaskan hasil diskusi kepada
Meningkatkan Kemandirian Belajar..., Tri Wahyu Utomo, FKIP, UMP, 2016
28
tamu, dan menghargai berbagai pendapat teman saat mencocokan hasil
diskusi yang diperoleh dari hasil bertamu.
Tahap IV adalah mengembangkan dan menyajikan hasil karya.
Melalui tahap ini siswa dapat dilatih berani menerima tantangan untuk
mengungkapkan pendapatnya di depan kelas, mempertahankan pendapat,
mampu menerima kekeliruan, kritik, dan sanggahan dari teman, berani
mengajukan pertanyaan/ sanggahan dihadapan orang banyak dan tidak
mudah putus asa saat menjawab berbagai pertanyaan dari teman.
Tahap V adalah menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan
maslah. Proses hasil diskusi diskusi dianalisis dan dievaluasi untuk
mempengaruhi sejauh mana siswa mampu menyelesaikan masalah dengan
proses yang benar. Tahap ini dapat membangun kemampuan berpikir
siswa dalam menyimpulkan inti dari materi yang telah dipelajari, apa saja
yang sudah mereka pahami dan apa yang masih perlu ditanyakan pada
guru, dan menerima kekliruan yang dilakukan pada saat menyelesaikan
masalah. Pada tahap ini, dapat menumbuhkan kreatif dan inisiatif yaitu
siswa mencatat kesimpulan materi yang telah dipelajari tanpa disuruh oleh
guru.
D. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kerangka pikir di atas, maka hipotesis tindakan dalam
penelitian ini adalah Problem Based Learning (PBL) dengan setting
koperatif tipe Two Stay Two Stray (TS-TS) dapat meningkatkan
Meningkatkan Kemandirian Belajar..., Tri Wahyu Utomo, FKIP, UMP, 2016
29
kemandirian belajar dan kemampuan komunikasi matematis (tertulis)
siswa kelas XI APHPP SMK Negeri 1 Kalibagor.
Meningkatkan Kemandirian Belajar..., Tri Wahyu Utomo, FKIP, UMP, 2016