BAB II LANDASAN TEORI DAKWAH DAN MEDIA MASSA...
Transcript of BAB II LANDASAN TEORI DAKWAH DAN MEDIA MASSA...
BAB II
LANDASAN TEORI DAKWAH DAN MEDIA MASSA
2.1 Tinjauan Tentang Dakwah Islamiah
2.1.1 Pengertian Dakwah Islam
Dakwah, baik sebagai gagasan maupun sebagai kegiatan,
sangat terkait dengan ajaran amar ma’ruf nahi mungkar (menyuruh
untuk mengerjakan kebaikan dan melarang untuk melakukan
keburukan). Dua hal ini, kebaikan dan keburukan, selalu ada dalam
kehidupan kita dan tampil sebagai suatu keadaan atau kekuatan yang
berlawanan. Tugas kita dalam menegakkan dakwah adalah bagaimana
memenangkan kebaikan dan kebajikan itu atas keburukan dan
kemungkaran.(Daulay, 2001 : V). Dakwah ibarat lentera kehidupan
yang memberi cahaya dan menerangi hidup manusia dari nestapa
kegelapan. Tatkala manusia dilanda kegersangan spiritual, dengan
rapuhnya akhlak, maraknya korupsi, kolusi dan manipulasi, dakwah
diharapkan mampu memberi cahaya terang. Maraknya berbagai
ketimpangan, kerusuhan, kecurangan, dan sederet tindakan tercela
lainnya, disebabkan terkikisnya nilai-nilai agama dalam diri manusia.
Tidak berlebihan jika dakwah merupakan bagian yang cukup penting
bagi umat saat ini. (Daulay, 2001: 3)
Secara etimologis perkataan dakwah berasal dari bahasa Arab
yang berarti: seruan–ajakan–panggilan. Sedangkan orang yang
melakukan seruan atau ajakan tersebut dikenal dengan panggilan da’i
yaitu orang yang menyeru. Mengingat bahwa proses memanggil atau
menyeru tersebut juga merupakan suatu proses penyampaian (tabligh)
atas pesan–pesan tertentu, maka dikenal mubaligh yaitu orang yang
berfungsi sebagai komunikator untuk menyampaikan pesan kepada
komunikan. Dengan demikian, secara etimologis pengertian dakwah
merupakan suatu proses penyampaian pesan–pesan tertentu yang
berupa ajakan atau seruan dengan tujuan agar orang lain memenuhi
ajakan tersebut. Sedangkan secara terminologis pengertian dakwah
menurut H . Endang S.Anshari ada 2 (Tasmara, 1997:31-32)
1. Dakwah dalam arti terbatas ialah menyampaikan Islam kepada
manusia secara lisan, maupun tulisan, ataupun secara lukisan.
(panggilan, seruan, ajakan kepada manusia pada Islam)
2. Dakwah dalam arti luas ialah penjabaran, penterjemahan dan
pelaksanaan Islam dalam perikehidupan manusia (termasuk
didalamnya politik, ekonomi, sosial, pendidikan, ilmu
pengetahuan, kesenian, kekeluargaan dan sebagainya).
Apabila kita katakan “Dakwah Islam“ maka yang kita
maksudkan adalah “Risalah terakhir yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad SAW sebagai wahyu dari Allah dalam bentuk kitab yang
tidak ada kebatilan padanya, baik di depan atau di belakangnya,
dengan kalamnya yang bernilai mukjizat, dan yang ditulis di dalam
mushaf yang diriwayatkan dari Nabi SAW dengan sanad yang
mutawatir, yang membacanya bernilai ibadah". (Aziz, 2000 : 24)
Dakwah Islam ialah penyampaian ajaran Islam kepada manusia
oleh orang muslimin sehingga dapat mempengaruhi atau meyakinkan
agar orang atau masyarakat yang menjadi sasaran dakwah itu mau
dengan senang hati tanpa paksaan menerima dan mengerjakan apa
yang dikehendaki tuntunan Islam, dilakukan dengan segala usaha,
pekerjaan, tindakan, kegiatan, operasi yang berencana dan terarah
dengan menggunakan potensi tenaga dan dana baik dilakukan secara
terbuka maupun tertutup. (Rahnip, 2000 : 23)
2.1.2 Kewajiban Dakwah
Bagi seorang muslim, dakwah merupakan kewajiban yang
tidak bisa ditawar–tawar lagi. Kewajiban dakwah merupakan sesuatu
yang bersifat conditio sine quanon, tidak mungkin dihindarkan dari
kehidupannya. Dakwah karenanya melekat erat bersamaan dengan
pengakuan dirinya sebagai seorang yang mengidentifikasikan diri
seorang penganut Islam, sehingga orang yang mengaku dirinya sebagai
seorang muslim maka secara otomatis pula dia itu menjadi juru
dakwah.
Dakwah merupakan bagian yang sangat penting dalam
kehidupan seorang muslim bahkan tidak berlebihan kiranya apabila
kita katakan bahwa tidak sempurna bahkan sulit kita katakan seseorang
itu muslim apabila dia menghindari atau membutakan matanya dari
tanggung jawabnya sebagai juru dakwah. (Tasmara, 1997:32–33).
Selain itu dakwah merupakan kewajiban syar’i, berdasarkan dalil–dalil
sebagai berikut :
ولتكن منكم امة يدعون الى الخير ويأمرون بالمعروف وينهون عن )104: ال عمران. (المنكر واولئك هم المفلحون
“Dan hendaklah ada diantara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar, merekalah orang–orang yang beruntung”. (Ali Imran: 104)
Ayat ini secara jelas menunjukkan akan wajibnya berdakwah,
karena ada lam amar didalam kalimat “wal takun”. Sedangkan kalimat
“minkum” menunjukkan fardu kifayah, maka seluruh umat Islam
diperintahkan agar sebagian umat mereka melaksanakan kewajiban ini.
Ketika ada sekelompok orang yang melaksanakannya, maka dakwah
telah menjadi fardu a’in bagi orang tertentu, berdasarkan syarat–syarat
yang ada pada mereka sebagaimana juga kewajiban itu gugur terhadap
yang lain. Jika tidak ada seorangpun yang melaksanakannya,maka
dosalah mereka semua. Ini dilihat dari segi menghidupkan kewajiban
ini dan terus melaksanakannya. Adapun ketika seorang muslim melihat
kemungkaran yang dilakukan secara terang–terangan, maka Rosulullah
SAW telah mewajibkan seorang muslim untuk mengubah
kemungkaran tersebut. (Aziz, 2000:33-34). Sebagaimana sabdanya :
فان مل يستطع ,يستطع فبلسانهفان مل , من راى منكم منكرا فليغيره بيده . فذلك اضعف االيمان, فبقلبه
“Barang siapa diantara kamu melihat suatu kemungkaran, ubahlah ia dengan tangannya. Jika tidak mampu, maka dengan lisannya. Jika
tidak mampu, maka dengan hatinya, itulah selemah–lemah iman”. (HR. Muslim)
2.1.3 Tujuan Dakwah
Dakwah merupakan suatu rangkaian kegiatan atau proses
dalam rangka mencapai suatu tujuan tertentu. Tujuan ini dimaksudkan
untuk pemberi arah atau pedoman bagi gerak langkah kegiatan
dakwah. Sebab tanpa tujuan yang jelas seluruh aktifitas dakwah akan
sia–sia, tujuan dakwah merupakan salah satu unsur dakwah, dimana
antara unsur dakwah yang satu dengan yang lain saling membantu,
mempengaruhi, berhubungan (sama pentingnya). Dakwah mempunyai
tujuan yakni tujuan secara umum dan tujuan secara khusus.
1. Tujuan umum dakwah (major obyektive)
Tujuan umum dakwah merupakan sesuatu yang hendak
dicapai dalam seluruh aktifitas dakwah. Ini berarti tujuan dakwah
yaang masih bersifat umum dan utama, dimana seluruh gerak
langkah proses dakwah harus ditujukan dan diarahkan
kepadanya.Tujuan umum dakwah sebagaimana yang telah
disinggung pada bagian definisi dakwah maupun yang telah
disebutkan dalam ayat suci Alqur’an firman Allah sebagai
berikut; “Mengajak umat manusia (meliputi orang mukmin
maupun orang kafir atau musyrik) kepada jalan yang benar yang
diridlai Allah SWT agar dapat hidup bahagia dan sejahtera di dunia
dan di akhirat”. Menurut anggapan sementara ini tujuan dakwah
yang utama itu menunjukkan pengertian bahwa dakwah kepada
seluruh alam atau umat, baik yang sudah memeluk agama maupun
yang masih dalam keadaan kafir atau musyrik. Arti umat atau
kaum disini menunjukkan pengertian seluruh alam atau setidak-
tidaknya sealam dunia.
2. Tujuan khusus dakwah (minor objektive)
Tujuan khusus dakwah merupakan perumusan tujuan
sebagai perincian dari pada tujuan umum dakwah. Tujuan ini
dimaksudkan agar dalam pelaksanaan seluruh aktifitas dakwah
dapat jelas diketahui kemana arahnya, ataupun jenis kegiatan apa
yang hendak dikerjakan, kepada siapa berdakwah, dengan cara
yang bagaimana dan sebagainya secara terperinci. Sehingga tidak
terjadi overlapping antara juru dakwah yang satu dengan yang
lainnya hanya karena disebabkan karena masih umumnya tujuan
yang hendak dicapai. Oleh karena itu dibawah ini disajikan
beberapa tujuan khusus dakw ah sebagai terjemahan dari major
objektive yaitu:
a. Mengajak umat manusia yang sudah memeluk agama Islam
untuk selalu meningkatkan takwanya kepada Allah SWT.
Artinya mereka diharapkan agar senantiasa mengerjakan segala
perintah Allah dan selalu meninggalkan larangan-Nya.
b. Membina mental agama (Islam) bagi kaum yang masih mualaf.
Mualaf artinya bagi mereka-mereka yang masih
mengkhawatirkan tentang keislaman dan keimanannnya.
c. Mengajak umat manusia yang belum beriman kepada Allah
(memeluk agama Islam).
d. Mendidik dan mengajar anak-anak agar tidak menyimpang dari
fitrahnya. (Syukir, 1983: 49-58).
Hakekat dakwah adalah mempengaruhi dan mengajak manusia
untuk mengikuti (menjalankan) ideologi (pengajaknya). Sedangkan
pengajak atau da’i sudah barang tentu ,memiliki tujuan yang hendak
dicapainya. Proses dakwah tersebut agar mencapai tujuan yang efektif
dan efisien, da’i harus mengorganisir komponen-komponen dakwah
secara baik dan tepat . (Syukir, 1983: 165)
2.1.4 Radio Sebagai Media Dakwah
Radio merupakan salah satu media dakwah. Radio adalah
media massa yang sangat penting, oleh karena lebih banyak orang
yang dapat menangkap atau mendengar radio daripada media lainnya
seperti televise, surat kabar, majalah dan sebagainya. Juga siarannya
akan lebih cepat sampai kependengarnya tanpa memandang perbedaan
letak geografis. (Widjaja, 1997:79). Dalam perkembangannya sekarang
ini radio tidak hanya berfungsi untuk mengirimkan berita tetapi juga
sebagai media hiburan, media pendidikan, media komunikasi, media
dakwah dan sebagainya. Bisa kita analisa sendiri betapa banyak
manfaat yang datang dari radio dan betapa banyak informasi yang
datang dari padanya sehingga hampir setiap keluarga di desa sekalipun
radio dimilikinya.
Dari segi itu dakwah melalui radio akan sangat efektif dan
efisien, maksudnya bahwa radio merupakan salah satu media yang
baik dalam rangka untuk mensyiarkan ajaran Islam, disamping radio
dapat dipancarkan ke berbagai penjuru yang jauh jaraknya sekalipun,
juga radio hampir dimiliki oleh setiap keluarganya. Praktislah jika
dakwah dilakukan melalui siaran radio berarti dakwah akan mampu
menjangkau jarak komunikan yang jauh dan tersebar. Efektifitas dan
efisiensi ini juga akan lebih terdukung jika da’i mampu memodifikasi
dakwah dalam metode yang cocok dengan situasi dan kondisi siaran,
apakah melalui metode ceramah, sandiwara ataukah melalui forum
tanya jawab. (Abda, 1994: 93).
Radio lebih sulit dari televisi, karena di televisi anda bisa
menguraikan pikiran anda pada manusia, disertai dengan
menampakkan wajah dan isyarat tangan anda, rupa gerak dan jalan
uraian bagi judul. Adapun di radio,suaralah satu-satunya yang sampai
pada publik, karena itu suara haruslah tegas, suara disertai dengan
jelas. Di radio kita mendapat kesempatan yang memudahkan untuk
menyiapkan judul dan menyusunnya, haruslah dijaga supaya kata-
katanya mudah, alineanya singkat, menjauhkan kata-kata yang susah
mengucapkannya, dan menggantinya dengan kalimat yang gampang
dan mudah, karena dalam bahasa arab terdapat banyak persamaan arti
kata-kata. (Syihata 1986:62). Oleh karena itu sebagai media dakwah,
radio juga mempunyai kelebihan dan kelemahan, yaitu:
a. Kelebihan radio antara lain:
1. Program radio dipersiapkan oleh seorang ahli, sehingga bahan
yang disampaikan benar-benar berbobot.
2. Radio merupakan bagian dari budaya masyarakat.
3. Harga dan biaya cukup murah, sehingga masyarakat mayoritas
memiliki alat itu.
4. Mudah dijangkau oleh masyarakat, artinya pendengar cukup di
rumah.
5. Radio mampu menyampaikan kebijaksanaan, informasi secara
tepat dan akurat.
6. Pesawat mudah dibawa kemana-mana.
b. Kelemahan radio antara lain
1. Siaran hanya sekali didengar (tidak dapat diulang) kecuali
memang dari pusat pemancarnya.
2. Terikat oleh pusat pemancarnya dan waktu siaran. Artinya
siaran radio tidak setiap saat dapat didengar menurut
kehendaknya (objek dakwah).
3. Terlalu peka akan gangguan sekitar, baik bersifat alami
maupun teknis. (Syukir, 1983: 176-177).
Keuntungan lain dari radio siaran bagi komunikan ialah
sifatnya yang santai. Orang bisa menikmati acara siaran radio sambil
makan, sambil tidur-tiduran, sambil bekerja, bahkan sambil
mengemudikan mobil. Tidak demikian dengan media massa lainnya.
Karena sifatnya auditori untuk didengarkan, lebih mudah orang
menyampaikan pesan dalam bentuk acara yang menarik.
Daya pikat untuk dapat melancarkan pesan yang ingin
disampaikan penting artinya dalam proses komunikasi, terutama
melalui media massa, disebabkan sifatnya yang satu arah. Daya pikat
radio terletak pada suara, musik dan efek suara yang ditimbulkan, oleh
karena itu seorang penyiar harus mempunyai suara yang baik selain itu
harus didukung oleh efek suara yang baik pula. Komunikasi hanya dari
komunikator kepada komunikan. Komunikator tidak mengetahui
tanggapan komunikan. Kelemahan ini bagi radio ditambah lagi dengan
sifatnya yang lain,yakni “sekilas dengar”. Pesan yang sampai pada
khalayak hanya sekilas saja, begitu terdengar begitu hilang. Arus balik
(feedback) tidak mungkin pada saat itu. Pendengar yang tidak
mengerti atau ingin memperoleh penjelasan lebih jauh, tidak mungkin
meminta kepada penyiar untuk mengulangi lagi. Karena kelemahan-
kelemahan itulah maka radio siaran banyak dipelajari dan diteliti untuk
mencari teknik-teknik yang dapat mengatasi kelemahan-kelemahan
tersebut sehingga komunikasi melalui radio siaran lebih efektif.
(Effendy, 1990:18-19).
Dalam era informasi keberadaan radio sangat dibutuhkan dalam
upaya penyiaran dakwah Islam, karena radio memiliki posisi yang
strategis dalam memberikan informasi pada masyarakat baik dari yang
tua sampai yang muda. Agar tujuan tersebut tercapai secara efektif dan
efisien maka juru dakwah harus mengorganisir segala komponen
dakwah secara baik dan tepat. Salah satu dari adanya komponen
tersebut adalah medianya (Syukir, 1983: 165).
Radio dianggap sebagai media yang efektif untuk
menyampaikan pesan karena keunggulannya, yakni mempunyai radius
penyiaran yang sangat luas, mudah dan murah, sehingga mampu untuk
dibeli oleh masyarakat yang berpendapatan rendah sekalipun dan
proses intra-komunikasi (penghayatan pesan dalam diri komunikan)
akan berlangsung lebih lancer. Keunggulan yang dimiliki itulah para
ahli komunikasi memberi gelar radio "The Fifth Estate" atau
kekuasaan kelima (Effendy, 1986: 107)
Dengan adanya kemajuan teknologi maka radio telah tersaingi
dengan media massa yang lain seperti televisi. Oleh karenanya agar
masyarakat tidak merasa bosan untuk mendengarkan radio, maka perlu
adanya terobosan-terobosan baru dalam berbagai komponen, misalnya
dari segi da'inya, penyiarannya, manajemennya dan sebagainya. Radio
Raka boleh dibilang memiliki ide-ide yang cemerlang yang pada
akhirnya di ikuti oleh semua radio yang ada di Kotamadia Tegal
maupun Kabupaten Tegal.
Media radio dipandang sebagai “kekuatan kelima” setelah
lembaga eksekutif, legislatif, yudikatif, dan pers atau surat kabar.
Disebut kekuatan kelima karena radio dianggap “adiknya” surat kabar.
Yang menjadikan radio sebagai kekuatan kelima antara lain karena
radio memiliki kekuatan langsung, tidak mengenal jarak dan rintangan
dan memiliki daya tarik tersendiri, seperti kekuatan suara, musik dan
efek suara. Meskipun komunikasi yang dilakukan tergolong
komunikasi masa, namun “gaya” komunikasi radio harus berupa
komunikasi personal atau antar pribadi karena pendengar radio
meskipun banyak harus dianggap hanya seorang individu layaknya
teman dekat. Salah satu prinsip siaran adalah “berbicara kepada
seorang pendengar yang ada di depan kita”.
Dibandingkan dengan media massa lain, media radio memiliki
karakteristik khas sebagai berikut:
1. Auditori, radio adalah “suara” untuk didengar, karenanya isi siaran
bersifat “sepintas lalu” dan tidak dapat diulang Pendengar tidak
mungkin “menoleh ke belakang” sebagaimana pembaca koran
yang bisa kembali kepada tulisan yang sudah dibaca atau
mengulang bacaan.
2. Transmisi, proses penyebarluasan atau disampaikan kepada
pendengar melalui pancaran
3. Mengandung gangguan, seperti timbul tenggelam (fading) dan
gangguan teknis
4. Theatre of mind, radio adalah sarana hiburan termurah dan tercepat
sehingga menjadi media utama untuk mendengarkan musik.
(Romli, 2004:19-22)
2.2 Tinjauan Tentang Pemahaman Ajaran Islam
2.2.1 Pengertian pemahaman
Diantara hasil terpenting dakwah pada mad’u ialah
berkembang dan meningkatnya pemahaman fiqh, (pengertian) dan
pelaksanaan penerima dakwah terhadap amal islami dalam berbagai
sektornya sesuai dengan tingkat pemahaman dan pengertiannya.
Tanpa perkembangan dan peningkatan ini, penerima dakwah akan
mengalami kesulitan dalam melaksanakan amal islami. (Mahmud,
1995:366)
Pemahaman diartikan sebagai suatu kemampuan menangkap
makna suatu bahan ajar. (Zaini, dkk, 2002:69). Hal itu dapat
diperlihatkan dengan cara:
1. Menerjemahkan bahan dari suatu bentuk ke bentuk yang lain
(seperti dari huruf ke angka)
2. Menafsirkan bahan (menjelaskan atau meringkas)
3. Mengestimasi trend masa depan (seperti memprediksi
konsekuensi atau pengaruh)
Hasil pembelajaran untuk level ini satu langkah lebih tinggi
dari sekedar hafalan, dan level ini merupakan tingkat pemahaman
yang paling rendah. Berikut ini beberapa contoh LO (learning
objectives) untuk ranah kognitif pada level pemahaman (Zaini, dkk,
2002: 71-72)
1. Mahasiswa akan mampu menuliskan definisi learning objectives
dengan kata-kata mereka sendiri.
2. Mahasiswa akan mampu membuat contoh LO untuk bidang studi
mereka masing-masing.
3. Mahasiswa akan mampu menjelaskan criteria penyusunan LO
dengan bahasa mereka sendiri.
Kadang-kadang sangat sulit untuk membedakan level
pengetahuan dan pemahaman. Kriteria yang dapat membedakan
keduanya adalah pada bahasa yang mereka gunakan, elaborasi
terhadap definisi atau kemampuan mereka memberikan contoh.
Salah satu misi da'i terhadap penerima dakwah ialah
menjelaskan kepada mad’u akan pentingnya amal jama’i dalam
Islam. Selain itu da'i juga menempatkan penerima dakwah pada
hakikat penting dalam Islam, bahwa Islam ialah ad-din jama'i artinya
agama yang menyerukan dan memerintahkan persatuan, lebih
mengutamakan amal jama'i daripada amal fardi (perseorangan).
Salah satu contoh ialah sholat berjama'ah yang memiliki keutamaan
dua puluh lima atau dua puluh tujuh derajat dibandingkan dengan
sholat sendirian. Seorang penerima dakwah yang memiliki
pemahaman yang baik haruslah memahami tentang amal jama'i dan
mampu menempatkan dirinya ditengah-tengah jamaah muslim yang
berjuang menegakkan Islam. Selain itu ia juga mengetahui kewajiban
yang harus ditunaikannya dalam kedudukannya sebagai anggota
jamaah sesuai dengan tuntunan Islam dan atas pertimbangan da'i
yang menyertainya.
Pemahaman mad'u terhadap hakikat dakwah harus melampaui
pemahaman terhadap dirinya sendiri, keluarganya dan
masyarakatnya. Ia harus benar-benar memahami hak dan
kewajibanya terhadap dunia Islam serta harus memahami yang
sebaiknya ia lakukan terhadap lingkungan dan kelompok yang
memusuhi Islam dan kaum muslimin. (Mahmud, 1995: 366-367)
2.2.2 Urgensi Pemahaman
Salah satu persoalan asasi dalam gerakan jamaah Islam ialah
pemahaman. Pemahaman yang menyatu merupakan keharusan guna
terwujudnya kesatuan orientasi perjuangan. Karena antara
pemahaman dan perjuangan terkait erat, sehingga dalam satu jamaah
harus dihindari timbulnya berbagai aliran pemikiran.
Imam Syahid Hasan Al Banna memberikan perhatiannya
terhadap persoalan pemahaman ini. Ia curahkan segala
kemampuannya untuk meneguhkan Islam yang dibawa Nabi
Muhammad SAW dalam wujudnya yang bersih dari segala bentuk
penyimpangan, baik dalam masalah akidah, ibadah maupun tradisi,
jauh dari pemisahan dan pengkaburan terhindar dari pertentangan-
pertentangan yang dapat memilah umat Islam menjadi berbagai
kelompok dan golongan dan pengotoran hakikat Islam yang
dilakukan untuk para musuh Islam baik dimasa lampau maupun pada
masa-masa sekarang. (Masyhur, 2000:163)
Dewasa ini sebagian pemeluk Islam melampaui batas dalam
memegang petunjuk yang bersifat dhani atas petunjuk yang qathiy.
Mereka melampaui batas dalam melakukan penakwilan secara akal,
jauh dari hakikat sebenarnya. Mereka menduga bahwa penakwilan
tersebut adalah ajaran agama, atau agama itu sendiri. Akibatnya
dalam upaya menafsirkan Islam agar sesuai dengan perkembangan
jaman, muncullah gerakan yang menyerukan sekulerisme,
penghapusan hudud, dan pembolehan riba. Inilah yang
menghancurkan sendi-sendi agama. (Najjar, 1997:49)
Atas dasar itulah pemahaman agama sangat perlu dilakukan.
Pertama kali hendaknya diketahui hakikat agama: antara inti
kehendak Ilahi yang maha suci dan pemahaman akal manusia atas
kehendak Ilahi yang terdapat dalam tiga macam nas yaitu: pertama
petunjuk yang sifatnya definitif, sehingga tidak mungkin dipahami
kecuali dengan satu bentuk saja, yakni kehendak Ilahi yang
meyakinkan. Kedua petunjuk yang sifatnya tidak pasti, petunjuk
seperti ini memiliki kemungkinan mendapatkan penafsiran lebih dari
satu. Ketiga, petunjuk yang bersifat umum atas maksud yang
dikandungnya, ia memberi gambaran dalam berbagai bidang yang
belum ada nas yang tertulis secara langsung. Penguasaan atas hal-hal
tersebut dapat melahirkan proses pemahaman ajaran agama secara
benar, dan dapat membedakan antara ajaran agama dan hasil
pemikiran manusia.
Secara filosofis, pendirian ushul fiqh telah menampakkan
kesadaran yang sangat mendalam terhadap persoalan ini. Ushul fiqh
telah menempatkan pembahasan tentang ijtihad secara khusus dan
mendiskusikan hakikat agama dalam pembahasannya. Apakah ia
merupakan hakikat yang bersifat tetap dan terpisah dari pemahaman
manusia, ataukah hanya tetap dalam kasus-kasus tertentu serta
mengikuti pemahaman ijtihadi, sementara pemahaman terhadap
hakikat tersebut juga berlaku untuk kasus-kasus yang lain.
Kesimpulan pendapat para ahli ushul fiqh dalam persoalan ini
ialah bahwa hukum-hukum Allah itu ada yang bersifat definitif
(qath’iy) seperti sendi-sendi akidah,dan ilmu agama yang dianggap
penting, yang terdiri atas hukum-hukum syariat yang ada nasnya dan
indikasinya meyakinkan, dan ada pula yang bersifat zhanny
mencakup hukum-hukum syariat yang ada nasnya tetapi ia
dikategorikan sebagai prinsip petunjuk yang umum.
Hukum-hukum yang bersifat definitif ialah hukum-hukum
yang telah ditentukan dan bersifat tetap, dan hanya ada satu
pandangan yang dianggap yakin dan benar. Jika ada orang yang ingin
memahami agama yang berkaitan dengan hukum ini, lalu
pemahamannya sesuai dengan pandangan tersebut, maka dia
dianggap tepat. Akan tetapi apabila pemahamannya salah, dia
dianggap melakukan kesalahan dalam memahami agama,
menyimpang darinya dan dianggap dosa karena melakukan kesalahan
tersebut. Berdasarkan pemahaman seperti ini, maka tidak ada
seorangpun berhak menakwilkan pemahaman yang terkandung dalam
nas-nas agama yang berkaitan dengan hukum-hukum peribadatan,
hukum pembagian warisan, ketentuan dan macam-macam hudud, lalu
ia mengeluarkan penakwilan yang bertentangan dengan ketetapan dan
cara pelaksanaan hukum yang bersifat definitif itu, kemudian
mengklaim bahwa hasil pemahamannya termasuk ajaran agama Ilahi,
menyebarkannya dan menjalani kehidupannya di atas landasan itu.
(Najjar, 1997:49-51)
Kemurnian dakwah adalah sangat penting dalam
penyampaikannya kepada umat manusia. Sepanjang sejarah musuh-
musuh Islam akan terus berusaha memasukkan bermacam-macam
ajaran dan paham yang sesat dengan tujuan untuk menyesatkan dan
mengosongkan ruhiah dan mencabut jiwa serta semangat Islam dari
intinya. Oleh karena itu untuk memahami Islam dengan pemahaman
yang murni, kita harus kembali kepada Alqur’an yang senantiasa
dipelihara oleh Allah, kembali kepada sunah Rosul yang telah
dikumpulkan dan disaring oleh imam-imam yang mulia. Imam-imam
itu telah mendapat taufik dan hidayah serta kemudahan dari Allah
untuk bertakzim dengan sungguh-sungguh dibidang tersebut,
sehingga mereka berhasil membersihkan sunah Rosulullah SAW dari
segala pemalsuan yang sengaja dilakukan oleh musuh-musuh Islam.
Kita harus kembali mengikuti paham yang benar dan selamat,
yaitu paham as salafus shahih dizaman Rosulullah SAW dan
Khulafaur Rasyidin. Kita telah melihat bahwa Imam Hasan al-Banna
telah memberikan perhatian utama ketika beliau meletakkan
pemahaman ini sebagai rukun pertama di dalam rukun bai’ah dan
meletakkan usul dua puluh sebagai garis umum yang lengkap seperti
yang tertulis di dalam Risalah At ta’lim. (Masyhur, 1994:22)
2.2.3 Klasifikasi Ajaran Islam
Pada dasarnya materi dakwah Islam tergantung pada tujuan
dakwah yang hendak dicapai. Namun secara global dapat dikatakan
bahwa materi dakwah Islam juga mencakup ajaran Islam yang dapat
diklasifikasikan menjadi tiga hal pokok yaitu
1. Masalah keimanan (aqidah)
Aqidah dalam Islam adalah bersifat i’tiqad batiniah yang
mencakup masalah-masalah yang erat hubungannya dengan rukun
iman. Masalah aqidah ini secara garis besar ditunjukkan oleh
Rasulullah saw dalam sabdanya:
سله واليوم االخر وتؤمن ان تؤمن باهللا ومال ئكته وكتبه ور انميالا )رواه مسلم. (خيره وشرهالقدرب
“Iman ialah engkau percaya kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, Rosul-rosul-Nya, hari akhir dan percaya adanya ketentuan Allah yang baik maupun yang buruk” (HR.Muslim)
Di bidang aqidah ini bukan saja pembahasannya tertuju
pada masalah-masalah yang wajib diimani, akan tetapi materi
dakwah meliputi juga masalah-masalah yang dilarang sebagai
lawannya misalnya syirik (menyekutukan adanya Tuhan), ingkar
dengan adanya Tuhan dan sebagainya. (Syukir, 1983:60-61)
Aqidah adalah ajaran tentang keimanan terhadap keesaan
Allah swt. Pengertian iman secara luas menurut Daradjat, dkk,
(1986:140) ialah keyakinan penuh yang dibenarkan oleh hati,
diucapkan oleh lidah dan diwujudkan oleh amal perbuatan.
Adapun pengertian iman secara khusus ialah sebagaimana yang
terdapat dalam rukun iman. kompetensi iman seseorang yang
sempurna antara lain menunjukkan sifat-sifat:
1. Segala perilaku merasa disaksikan oleh pencipta-Nya
2. Memelihara sholat dan amanat serta tidak mengingkari janji
3. Berusaha menghindari perbuatan maksiat
4. Mentaati segala perintah dan menjauhi larangan-Nya
5. Apabila memperoleh kebahagiaan, dia bersyukur
6. Apabila mendapat musibah, dia bersabar
7. Rela atas segala ketentuan Allah yang dilimpahkan kepadanya
8. Apabila mempunyai rencana, maka dia bertawakal kepada
Allah (Daradjat,dkk, 1986:140-142)
Akidah dalam Islam selanjutnya harus berpengaruh ke
dalam segala aktifitas yang dilakukan manusia, sehingga berbagai
aktifitas tersebut bernilai ibadah. Dalam hubungan ini Yusuf al-
Qardawi (1977) mengatakan bahwa iman menurut pengertian
yang sebenarnya ialah kepercayaan yang meresap ke dalam hati,
dengan penuh keyakinan, tidak bercampur syak dan ragu, serta
memberi pengaruh bagi pandangan hidup, tingkah laku dan
perbuatan sehari-hari.
Dengan demikian akidah Islam bukan sekedar keyakinan
dalam hati, melainkan pada tahap selanjutnya harus menjadi
acuan dan dasar dalam bertingkah laku serta berbuat yang pada
akhirnya menimbulkan amal shaleh.
2. Masalah Syari’ah
Syari’ah dalam Islam berhubungan erat dalam amal lahir
(nyata) dalam rangka mentaati semua peraturan atau hukum Allah
guna mengatur hubungan antara manusia dengan tuhannya dan
mengatur pergaulan hidup antara sesama manusia. Hal ini
dijelaskan dalam sabda Nabi saw:
ان تعبداهللا والتشرك به شيئا وتقيم الصالة وتؤمن الزكاة ماالسالتيالب جحتان وضمر موصتة وضوفررواه الشيكان. (الم (
“Islam adalah bahwasanya engkau menyembah kepada Allah swt dan janganlah engkau mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Mengerjakan sembahyang, membayar zakat yang wajib, berpuasa pada bulan ramadhan dan menunaikan ibadah haji di Mekah (HR.Asy-Syaikani)
Hadits tersebut di atas mencerminkan hubungan antara
manusia dengan Allah swt. Artinya masalah-masalah yang
berhubungan dengan masalah syari’ah bukan saja terbatas pada
ibadah kepada Allah, akan tetapi masalah-masalah yang
berkenaan dengan pergaulan hidup antara sesama manusia
diperlukan juga. Seperti hukum jual beli, berumah tangga,
bertetangga, warisan, kepemimpinan dan amal-amal shaleh
lainnya. Demikian juga larangan-larangan Allah seperti minum-
minuman keras, berzina, mencuri dan sebagainya termasuk pula
masalah-masalah yang menjadi materi dakwah Islam (nahi anil
munkar) (Syukir, 1983:61-62)
Yang dimaksud dengan amal perbuatan manusia ialah
segala amal perbuatan orang mukalaf yang berhubungan dengan
bidang ibadah, muamalah, kepidanaan, dan sebagainya, bukan
yang berhubungan dengan akidah atau kepercayaan. Ada
perbedaan antara syari’ah dan hukum Islam atau fikih. Perbedaan
tersebut terlihat pada dasar atau dalil yang digunakan. Jika
syari’ah didasarkan pada nas Al-Qur’an atau as-sunah secara
langsung, tanpa memerlukan penalaran, sedangkan hukum Islam
didasarkan pada dalil-dalil yang dibangun oleh para ulama
melalui penalaran atau ijtihad dengan tetap berpegang pada
semangat yang terdapat dalam syari’ah. Dengan demikian maka
syari’ah bersifat permanen, kekal dan abadi, fikih atau hukum
Islam bersifat temporer dan dapat berubah. (Nata, 2002:250-251)
3. Masalah Budi Pekerti (Akhlaqul Karimah)
Masalah akhlak dalam aktifitas dakwah (sebagai materi
dakwah) merupakan pelengkap saja, yakni untuk melengkapi
keimanan dan keislaman seseorang. Meskipun akhlak ini
berfungsi sebagai pelengkap, bukan berarti masalah akhlak
kurang penting dibandingkan dengan masalah-masalah keimanan
dan keislaman, akan tetapi akhlak adalah sebagai penyempurna
keimanan dan keislaman.(Syukir, 983:62-63) Sebab Rasulullah
sendiri pernah bersabda yang artinya: “Aku (Muhammad)diutus
oleh Allah di dunia ini hanyalah untuk menyempurnakan akhlak”
(Hadits Shahih)
Akhlak secara bahasa berasal dari kata khalaqa yang kata
asalnya khuluqun yang berarti perangai, tabiat, adab atau khalqun
yang berarti kejadian, buatan, ciptaan. Jadi secara etimologi
akhlak itu berarti perangai, adab, tabiat atau sistem perilaku yang
dibuat.
Akhlak karenanya secara kebahasaan bisa baik atau buruk
tergantung pada tata nilai yang dipakai sebagai landasannya,
meskipun secara sosiologis di Indonesia kata akhlak sudah
mengandung konotasi baik, jadi “orang yang berakhlak” berarti
orang yang berakhlak baik.
Akhlak atau sistem perilaku dapat diajarkan melalui dua
pendekatan:
1. Rangsangan-jawaban, dapat dilakukan dengan cara:
a. Latihan
b. Tanya jawab
c. Mencontoh
2. Kognitif yaitu penyampaian informasi secara teoritis yang
dapat dilakukan dengan cara:
a. Dakwah
b. Ceramah
c. Diskusi
Setelah pola perilaku terbentuk maka sebagai
kelanjutannya akan lahir hasil-hasil dari pola perilaku tersebut
yang berbentuk material maupun non material. Jadi akhlak yang
baik itu ialah pola perilaku yang dilandaskan norma-norma yang
berlaku dan memanifestasikan nilai-nilai iman, Islam dan ikhsan.
(Daradjat, 1986:253-255)
2.2.4 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pemahaman
Tipe hasil belajar yang lebih tinggi daripada pengetahuan
adalah pemahaman. Pemahaman menurut Nana Sudjana adalah
pemahaman menyangkut kemampuan menangkap makna dari suatu
konsep. (Sudjana, 1989: 51). Dalam taksonomi Bloom, kesanggupan
memahami setingkat lebih tinggi daripada pengetahuan. Namun
tidaklah berarti bahwa pengetahuan tak perlu ditanyakan, sebab untuk
dapat memahami perlu terlebih dahulu mengetahui atau mengenal.
Pemahaman dapat dibedakan dalam tiga kategori:
1. Tingkat pertama atau terendah adalah pemahaman terjemahan,
mulai dari terjemahan dalam arti yang sebenarnya, misalnya dari
bahasa Inggris ke dalam bahasa Indonesia, mengartikan Bhineka
Tunggal Ika, mengartikan Merah Putih, menerapakan prinsip-
prinsip listrik dalam memasang sakelar.
2. Tingkat kedua adalah pemahaman penafsiran, yakni
menghubungkan bagian-bagian terdahulu dengan yang diketahui
berikutnya, atau menghubungkan beberapa bagian dari grafik
dengan kejadian, menbedakan yang pokok dan yang bukan pokok.
3. Tingkat ketiga atau tertinggi adalah pemahaman ekstrapolasi.
Dengan ekstrapolasi diharapkan seseorang mampu melihat dibalik
yang tertulis, dapat membuat ramalan tentang konsekuensi atau
dapat memperluas persepsi dalam arti waktu, dimensi kasus
ataupun masalahnya. (Sudjana, 1991: 24)
Kemampuan pemahaman seseorang berbeda dengan orang
lain. Ada banyak faktor yng mempengaruhi pemahaman seseorang
yaitu, faktor intern (faktor yang berasal dari dalam individu itu
sendiri) dan faktor ekstern (faktor yang berasal dari luar individu atau
faktor lingkungan).
a. Faktor intern adalah faktor yang berasal dari dalam individu itu
sendiri.
Faktor intern dapat digolongkan menjadi beberapa bagian antara
lain:
1. Faktor kematangan
Kematangan dicapai oleh individu dari proses
pertumbuhan fisiologisnya. Kematangan terjadi akibat adanya
perubahan-perubahan kuantitatif di dalam struktur jasmani
dibarengi dengan perubahan-perubahan kualitatif terhadap
struktur tersebut. Kematangan memberikan kondisi dimana
fungsi-fungsi fisiologis termasuk sistem syaraf dan fungsi otak
untuk berkembang. Dengan berkembangnya fungsi-fungsi otak
dan sistem syaraf, hal ini akan menumbuhkan kapasitas mental
seseorang mempengaruhi hal belajar seseorang itu.
2. Faktor usia kronologis
Pertambahan dalam hal usia selalu dibarengi dengan
proses pertumbuhan dan perkembangan. Semakin tua usia
individu, semakin meningkat pula kematangan berbagai fungsi
fisiologisnya. Anak yang lebih tua akan lebih kuat, lebih sabar,
lebih sanggup melaksanakan tugas-tugas berat, lebih mampu
mengarahkan energi dan perhatiannya dalam waktu yang lebih
lama, lebih memiliki koordinasi gerak kebiasaan kerja dan
ingatan yang lebih baik daripadsa anak yang lebih muda. Usia
kronologis merupakan faktor penentu daripada tingkat
kemampuan belajar individu.
3. Faktor perbedaan jenis kelamin
Hingga pada saat ini belum ada petunjuk yang
menguatkan tentang adanya perbedaan skill, sikap, minat,
temperamen, bakat dan pola-pola tingkah laku sebagai akibat
dari perbedaan jenis kelamin. Ada bukti bahwa perbedaan pola
tingkah laku antara laki-laki dan wanita merupakan hasil
daripada perbedaan tradisi kehidupan, dan bukan semata-mata
karena perbedaan jenis kelamin. Seandainya variabel tradisi
sosial diabaikan, orang dapat mengatakan bahwa laki-laki lebih
cakap daripada wanita. Fakta menunjukkan bahwa tidak ada
perbedaan yang berarti antara pria dan wanita dalam hal
intelegensi. Barangkali yang dapat membedakan antara pria
dan wanita adalah dalam hal peranan dan perhatiannya
terhadap sesuatu pekerjaan, dan inipun merupakan akibat dari
pengaruh cultural.
4. Pengalaman sebelumnya
Lingkungan mempengaruhi perkembangan individu.
Lingkungan banyak memberikan pengalaman kepada individu.
Pengalaman yang diperoleh oleh individu ikut mempengaruhi
hal belajar yang bersangkutan, terutama pada transfer
belajarnya. Hal ini terbukti, bahwa anak-anak yang berasal dari
kelas-kelas sosiual menengah dan tinggi mempinyai
keuntungan dalam belajar verbal di sekolah sebagai hasil dari
pengalaman sebelumnya.
5. Kapasitas mental
Dalam tahap perkembangan tertentu, individu
mempunyai kapasitas-kapasitas mental yang berkembang
akibat dari pertumbuhan dan perkembangan fungsi fisiologis
pada sistem syaraf dan jaringan otak. Kapasitas-kapasitas
seseorang dapat diukur dengan tes-tes intelegensi dan tes-tes
bakat. Kapasitas adalah potensi untuk mempelajari serta
mengembangkan berbagai ketrampilan atau kecakapan. Akibat
daripada hereditas dan lingkungan, berkembanglah kapasitas
mental individu yang berupa intelegensi. Karena latar belakang
hereditas dan lingkungan masing-masing individu berbada,
maka intelegensi masing-masing invidupun bervariasi.
Intelegensi seseorang ikut menentukan prestasi belajar
seseorang itu.
6. Kondisi kesehatan jasmani
Orang yang belajar membutuhkan kondisi badan yang
sehat. Orang yang badannya sakit akibat penyakit-penyakit
tertentu serta kelelahan tidak akan dapat belajar dengan efektif.
Cacat-cacat fisik juga mengganggu hal belajar.
7. Kondisi kesehatan rohani
Gangguan serta cacat-cacat mental pada seseorang
sangat mengganggu hal belajar orang yang bersangkutan.
Bagaimana orang dapat belajar dengan baik apabila ia sakit
ingatan, sedih, frustasi atau putus asa?
8. Motivasi
Motivasi yang berhubungan dengan kebutuhan, motif
dan tujuan sangat mempengaruhi kegiatan dan hasil belajar.
Motivasi adalah penting bagi proses belajar, karena motivasi
menggerakkan organisme, mengarahkan tindakan, serta
memilih tujuan belajar yang dirasa paling berguna bagi
kehidupan individu.(Soemanto, 1990:113-115)
b. Faktor ekstern adalah faktor yang berasal dari luar individu itu
sendiri. Faktor ekstern dapat digolongkan menjadi dua antara lain:
1. Faktor keluarga
Yang dimaksud disini ialah perimbangan perhatian
orang tua atas tugas-tugasnya, terhadap tugas-tugas inipun
harus menyeluruh.
2. Faktor pendidikan
Mengenai peranan pendidikan terhadap perkembangan
anak ini kurang mendapat penelitian yang tegas. Sebab
interaksi sosial yang berlaku di sekolah biasanya tidak
sedemikian mendalam dan kontinu seperti yang terjadi dalam
rumah tangga. Selain itu penelitian mengenai peranan sekolah
dalam perkembangan sosial anak-anak lebih sulit diadakan
secara terperinci seperti yang dapat diadakan pada keluarga.
Beberapa hasil penelitian mengenai pengaruh sekolah terhadap
perkembangan pribadi orang, ialah bahwa pada umumnya
pendidikan sekolah itu mempertinggi taraf intelegensi orang.
2.2.5 Pengaruh Siaran Dakwah Islam Dengan Pemahaman Ajaran
Islam
Dari landasan teoritik masing-masing variabel di atas, maka
setelah dianalisis ada hubungan atau keterkaitan antara siaran dakwah
Islam dengan pemahaman ajaran Islam. Dimana apabila kita sering
mendengarkan siaran dakwah Islam maka kemungkinan besar dapat
menambah pemahaman ajaran Islam. Sebagaimana yang telah
diuraikan di atas bahwa media dakwah memiliki peranan atau
kedudukan sebagai penunjang tercapainya tujuan. Artinya proses
dakwah tanpa adanya media masih dapat mencapai tujuan yang
semaksimal mungkin.
Sebenarnya media dakwah ini bukan saja berperan sebagai
alat bantu dakwah, namun bila ditinjau dakwah sebagai suatu sistem,
yang mana sistem ini terdiri dari beberapa komponen yang satu
dengan lainnya saling berkaitan, bantu membantu dalam mencapai
tujuan. Maka dalam hal ini media dakwah mempunyai peranan atau
kedudukan yang sama dibanding dengan komponen lain, seperti
metode dakwah, obyek dakwah dan sebagainya. Apalagi dalam
penentuan strategi dakwah yang memiliki azas efektifitas dan
efisiensi, peranan media dakwah menjadi tampak jelas. (Syukir,
1983:164).
Efektifitas dan efisiensi berdakwah di radio akan lebih
terdukung jika da’i mampu memodifikasi dakwah dalam metoda
yang cocok dengan situasi dan kondisi siaran, apakah melalui metode
ceramah, sandiwara ataukah melalui forum tanya jawab. (Abda,
1994:93). Hal ini dikarenakan seorang da’i tidak dapat melihat secara
langsung ekspresi gerak maupun rupa dari komunikan.
Berangkat dari hal di atas, penelitian ini dapat diklasifikasikan
dalam model Jarum Hipodermik. Model ini muncul selama dan
setelah perang dunia I. dalam bentuk eksperimen, penelitian dengan
model ini dilakukan Hovland dan kawan-kawan untuk meneliti
pengaruh propaganda sekutu dalam mengubah sikap. Boleh dikatakan
inilah model penelitian komunikasi yang paling tua (tetapi masih
populer di Indonesia). Model ini mempunyai asumsi bahwa
komponen-komponen komunikasi (komunikator, pesan media) amat
berperan dalam mempengaruhi komunikasi. Disebut model jarum
hipodermik, karena dalam model ini dikesankan seakaan-akan
komunikasi "disuntikkan" langsung ke dalam jiwa komunikan. Model
ini sering juga disebut "bullet theory" (teori peluru), karena
kumunikan dianggap secara pasif menerima berondongan pesan-
pesan komunikasi. Bila kita menggunakan komunikator yang tepat,
pesan yang baik, atau media yang benar, komunikan dapat diarahkan
sekehendak kita. (Rakhmat, 1985:69).
Dengan demikian menurut anggapan penulis bahwasanya
media dakwah ini, harus dalam keseluruhan aktifitas (kegiatan)
dakwah walaupun itu bersifat sederhana dan sementara.
2.3 Hipotesis
Hipotesis adalah suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap
permasalahan penelitian, sampai terbukti melalui data yang terkumpul.
(Arikunto, 1999:67). Dalam penelitian ini diajukan hipotesis yaitu jika
format dalam siaran dakwah Islam baik, maka kemungkinan besar ada
pengaruh yang positif terhadap pemahaman ajaran Islam pendengarnya.