BAB II LANDASAN TEORI - repository.bsi.ac.id · Menurut Oktariansyah, Damayanti, Usman, & Eko dalam...
Transcript of BAB II LANDASAN TEORI - repository.bsi.ac.id · Menurut Oktariansyah, Damayanti, Usman, & Eko dalam...
9
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1. Pajak Layanan SAMSAT Drive-Thru
2.1.1. Pengertian Pajak
Menurut Rochmat Soemitro dalam Abdullah (2017:16), “pajak adalah iuran
rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang-Undang (yang dapat dipaksakan)
dengan tiada mendapat jasa timbal balik (kontraprestasi) yang langsung dapat
ditujukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum”.
Pendapat Edwin R.A. Seligman dalam Ayza (2017:23) disebutkan, “Tax is a
compulsory contribution from the person to the government to defray the expenses
incurred in the common interest of all, without reference to special benefit conferred”.
Terjemahan: Pajak adalah kontribusi wajib dari orang kepada pemerintah
untuk membiayai biaya yang pengeluarannya untuk kepentingan umum, tanpa
referensi untuk diberikan manfaat khusus.
Sesuai Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2007 tentang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan dalam Diana & Setiawati (2014:1)
menyatakan bahwa, “pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh
orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan
tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara
bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.
Menurut Suandy dalam (Sabil, 2016) menyatakan bahwa ciri-ciri pajak adalah
sebagai berikut:
1. Pajak merupakan peralihan kekayaan dari orang atau badan ke pemerintah.
10
2. Pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan undang-undang serta aturan
pelaksanaannya, sehingga dapat dipaksakan.
3. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi langsung
secara individual yang diberikan oleh pemerintah.
4. Pajak dipungut oleh negara baik oleh pemerintah pusat maupun pemerintah
daerah.
5. Pajak diperuntukkan bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintah, yang bila dari
pemasukannya masih terdapat surplus, dipergunakan untuk membiayai publik
investment.
6. Pajak dapat digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan tertentu dari
pemerintah.
7. Pajak dapat dipungut secara langsung atau tidak langsung.
2.1.2. Pengertian Layanan
Menurut Barata dalam Atmadjati (2018:1) menyatakan bahwa “pelayanan
adalah suatu kegiatan atau urutan kegiatan yang terjadi dalam interaksi langsung antara
seseorang dengan orang lain atau mesin secara fisik, dan menyediakan kepuasan
pelanggan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dijelaskan pelayanan sebagai usaha
melayani kebutuhan orang lain”.
Menurut Martin dalam Atmadjati (2018:21) menyatakan bahwa, “kualitas
layanan adalah suatu kemampuan untuk memenuhi kebutuhan internal dan eksternal
pelanggan secara konsisten sesuai prosedur. Dalam hal ini penyedia jasa dituntut untuk
berusaha mengerti apa yang diinginkan pelanggan, sehingga mempunyai harapan
mendapatkan kualitas pelayanan yang baik”.
11
Menurut Subihaiani dalam (Rasyid, 2017) kualitas layanan merupakan suatu
bentuk penilaian konsumen terhadap tingkat layanan yang dipersepsikan (perceived
service) dengan tingkat pelayanan yang diharapkan (expected value).
Menurut Oktariansyah, Damayanti, Usman, & Eko dalam (Nurmalasari &
Dinhar, 2018) ukuran kinerja adalah kualitas pelayanan atau jasa yang dipersepsikan.
Indikator kualitas layanan yaitu:
1. Kehandalan (Reliability), dengan item-item yang digunakan yaitu: ketepatan
waktu, kenyamanan, keamanan.
2. Daya Tanggap (Responsiveness), dengan item-item yang digunakan yaitu:
ketersediaan pelayanan, kesiapan petugas membantu, kecepatan pelayanan
petugas.
3. Jaminan (Assurances), dengan item-item yang digunakan yaitu: keramahan
petugas, kesopansantunan petugas.
4. Empati (Empathy), dengan item-item yang digunakan yaitu: kepedulian petugas,
perlakuan yang sama antar wajib pajak.
5. Bukti Fisik (Tangibel), dengan item-item yang digunakan yaitu: fasilitas,
penampilan petugas, kebersihan, kerapihan.
2.1.3. Layanan SAMSAT Drive-Thru
Dalam (Mawardi, 2011) sistem dari pelayanan Drive Thru ini diadopsi dari
pelayanan yang dilakukan oleh restoran makanan cepat saji, seperti Kentucky Fried
Chicken dan McDonalds. Drive Thru sendiri berasal dari kata drive through yang
artinya lewat kemudi di mana penyediaan fasilitas tersebut memungkinkan pelanggan
atau wajib pajak tidak perlu turun mobil dalam mendapatkan pelayanan (Oxford
Advanced Learner’s, 2005; 120).
12
Dalam Ratminto (2017:55) Drive–through atau lebih dikenal di Indonesia
dengan sebutan Drive-Thru adalah jenis layanan yang disediakan oleh bisnis yang
memungkinkan customer untuk membeli produk tanpa meninggalkan kendaraan
mereka. Format ini pertama kali dirintis di Amerika Serikat pada tahun 1930-an dan
telah menyebar ke negara-negara lain. Penggunaan pertama tercatat dari sebuah bank
yang menggunakan drive up teller jendela adalah Grand National Bank of Louis,
Missouri pada tahun 1930.
Dalam (Waqidah, 2017) dukungan teknologi informasi dapat mempercepat
proses pelayanan dan pemeriksaan. Hal ini merupakan salah satu bentuk dari
modernisasi pajak. Drive-Thru adalah bentuk pelayanan pengesahan STNK setiap
tahun, pembayaran Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan Sumbangan Wajib Dana
Kecelakaan Lalu Lintas Jalan (SWDKLLJ) yang tempat pelaksanaannya diluar gedung
Kantor Bersama SAMSAT dan memungkinkan Wajib Pajak melakukan transaksi
tanpa harus turun dari kendaraan bermotor yang dikendarainya.
Selain SAMSAT Drive-thru sesuai dengan (Peraturan Presiden Republik
Indonesia Nomor 5, 2015) upaya peningkatan kualitas pelayanan Kantor Bersama
SAMSAT dapat dilakukan dengan membentuk unit pembantu yaitu SAMSAT
pembantu, SAMSAT gerai atau corner atau payment point atau outlet, SAMSAT
Drive-Thru, SAMSAT Keliling, SAMSAT delivery order atau door to door, E-
SAMSAT, dan pengembangan SAMSAT lain sesuai dengan kemajuan teknologi dan
harapan masyarakat.
Berdasarkan hal tersebut, dengan adanya fasilitas yang telah disediakan oleh
Pemerintah untuk memberikan kemudahan dalam hal mengurus pembayaran Pajak
Kendaraan Bermotor (PKB). Layanan SAMSAT Drive-Thru merupakan layanan
inovasi baru yang dapat memudahkan customer. Manfaat dari SAMSAT Drive-Thru
13
yakni mempermudah dan mempercepat dari segi waktu dan akses lokasi yang mudah
dijangkau oleh Wajib Pajak Kendaraan Bermotor. Drive-Thru diharapkan akan
berjalan lancar jika wajib pajak ikut serta berpartisipasi dalam menjalankan kewajiban
perpajakannya.
Kemudahan SAMSAT Drive-Thru yaitu:
1. Lebih cepat dan tepat waktu.
2. Tepat jumlah dan aman.
3. Lebih nyaman, karena wajib pajak tidak perlu turun dari kendaraan dan tidak perlu
mengantri.
Persyaratan pengesahan STNK SAMSAT Drive-Thru di Kantor Unit
Pelayanan PKB dan BBN-KB Kota Administrasi Jakarta timur yaitu:
1. Indentitas asli (KTP).
2. BPKB asli.
3. STNK asli.
4. Tidak melayani kendaraan blokir.
5. Hanya melayani pemilik kendaraan sesuai dengan identitas yang ada pada STNK
(tidak dapat diwakilkan).
6. Kendaraan bermotor dengan identitas yang ada pada STNK wajib hadir.
Mekanisme pembayaran SAMSAT Drive-Thru sebagai berikut:
1. Wajib Pajak menyerahkan Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK), Bukti Pemilik
Kendaraan Bermotor (BPKB), Kartu Tanda Penduduk (KTP).
2. Wajib Pajak dapat mengetahui jumlah yang harus dibayarkan melalui LCD di
loket pembayaran.
14
3. Wajib Pajak dapat membayar dengan menggunakan uang tunai ataupun dengan
ATM Bank DKI.
a. Pembayaran dengan uang tunai:
Wajib Pajak membayarkan tagihan sesuai dengan jumlah yang tertera pada
loket pembayaran BPKB.
b. Pembayaran dengan ATM Bank DKI:
Wajib Pajak dapat membayar dengan ATM Bank DKI melalui mesin
Electronic Digital Capture (EDC). STNK sudah dapat diterima oleh wajib
pajak begitu wajib pajak sudah selesai membayarkan kewajiban yang tertera.
Dalam (Mawardi, 2011) tujuan dari diselenggarakannya SAMSAT Drive Thru
adalah:
1. Sebagai inovasi peningkatan kualitas pelayanan yang bertujuan meningkatkan
kepercayaan masyarakat terhadap kinerja pelayanan publik yang di emban
institusi Polri, membangun opini dan meningkatkan kepercayaan masyarakat pada
institusi Polri dalam waktu cepat dengan meningkatkan kualitas pelayanan serta
dalam rangka reformasi birokrasi Polri.
2. Sebagai percepatan pelayanan kepada masyarakat selaku pemilik kendaraan
bermotor agar benar-benar merasa mendapatkan pelayanan SAMSAT dengan
mudah, cepat dan baik.
3. Dalam rangka turut mendukung program otonomi daerah Provinsi DKI Jakarta
khususnya kebijakan peningkatan PAD (Pendapatan Asli Daerah) melalui
peningkatan pelayanan atau pungutan pajak kendaraan bermotor di wilayah
Provinsi DKI Jakarta.
15
2.2. Pajak Kendaraan Bermotor
2.2.1. Pengertian Pajak Kendaraan Bermotor
Menurut Pasal 1 angka 12 dan 13 (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
28, 2009), Pajak Kendaraan Bermotor adalah pajak atas kepemilikan dan/atau
penguasaan kendaraan bermotor. Kendaraan bermotor adalah semua kendaraan beroda
berserta gandengannya yang digunakan di semua jenis jalan darat, dan digerakkan oleh
peralatan teknik berupa motor atau peralatan lainnya yang berfungsi untuk mengubah
suatu sumber daya energi tertentu menjadi tenaga bergerak kendaraan bermotor yang
bersangkutan, termasuk alat berat dan alat besar yang dalam operasinya menggunakan
roda dan motor yang tidak melekat secara permanen serta kendaran bermotor yang
dioperasikan di air.
Pajak Kendaraan Bermotor merupakan salah satu pajak daerah yang
memberikan kontribusi kepada daerah. Menurut Soelarno dalam Anggoro (2017:45),
pajak daerah adalah pajak asli daerah maupun pajak negara yang diserahkan kepada
daerah, yang pemungutannya diselenggarakan oleh daerah di dalam wilayah
kekuasaannya, yang gunanya untuk membiayai pengeluaran daerah sehubungan
dengan tugas dan kewajibannya untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya
sendiri, dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
Menurut Pasal 1 angka 11 dan 12 (Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta
Nomor 8, 2010), Kendaraan Bermotor Umum adalah setiap kendaraan yang digunakan
untuk angkutan barang dan/atau orang dengan dipungut bayaran. Kendaraan Bermotor
Pribadi adalah setiap kendaraan bermotor yang dimiliki/dikuasai/dipergunakan untuk
kepentingan orang pribadi, badan, Lembaga Negara dan yang dimiliki/dikuasai oleh
Pemerintah/Pemerintah Daerah.
16
Menurut Barus dalam (Nisa, Suwandi, & Juardi, 2018) Pajak Kendaraan
Bermotor (PKB) merupakan salah satu penyumbang terbesar pada Pendapatan
Asli Daerah untuk membiayai pembangunan daerah provinsi dan telah dipungut
sejak tahun 1976. Saat ini penggunaan kendaraan bermotor di Indonesia tiap
tahunnya terus mengalami peningkatan. Dalam hal ini tentu penghasilan pajak
daerah dapat meningkat dengan meningkatnya pertumbuhan kendaraan bermotor
melalui Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) yang dibayarkan masyarakat.
2.2.2. Subjek Pajak dan Wajib Pajak Kendaraan Bermotor
Menurut Samudra dalam (Hadi & Saputri, 2018) Subjek dan Wajib Pajak
Kendaraan Bermotor yaitu:
1. Subjek Pajak Kendaraan Bermotor adalah orang pribadi atau badan yang memiliki
atau menguasai kendaraan bermotor. Dalam hal Wajib Pajak Badan, kewajiban
perpajakannya diwakili oleh pengurus atau kuasa badan tersebut.
2. Wajib Pajak Kendaraan Bermotor adalah Wajib Pajak Kendaraan Bermotor
adalah orang pribadi yang memiliki kendaraan bermotor tersebut.
3. Kepemilikan kendaraan bermotor ialah kepemilikan sepenuhnya kendaraan
bermotor atas nama orang pribadi atau badan sesuai dengan nama, alamat yang
tercantum dalam KTP atau identitas diri lainnya yang sah. Sedangkan menguasai
mengandung arti penguasaan kendaraan bermotor yang melebihi dua belas bulan
dianggap sebagai penyerahan, kecuali apabila penguasaan itu karena perjanjian
sewa yang termasuk leasing. Kewajiban pembayaran.
4. Pajak kendaraan bermotor terletak pada orang pribadi yang bersangkutan atau
kuasa atau ahli warisnya dan apabila Wajib Pajaknya berupa badan maka yang
bertanggung jawab adalah pengurus atau kuasanya.
17
Sesuai dengan (Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 2, 2015) Pasal
3 dan Pasal 4 Subjek Pajak Kendaraan Bermotor adalah orang pribadi dan badan yang
memiliki dan/atau menguasai Kendaraan Bermotor. Sedangkan, Wajib Pajak
Kendaraan Bermotor adalah orang pribadi dan badan yang memiliki Kendaraan
Bermotor. Dalam hal ini Wajib Pajak badan, kewajiban perpajakannya diwakili oleh
pengurus atau kuasa badan tersebut.
2.2.3. Objek Pajak Kendaraan Bermotor
Sesuai dengan (Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 2, 2015) Pasal
3 ayat (1) dan (2) yang termasuk objek Pajak Kendaraan Bermotor adalah kepemilikan
dan/atau penguasa Kendaraan Bermotor. Termasuk dalam pengertian Kendaraan
Bermotor adalah kendaraan bermotor beroda beserta gandengannya, yang
dioperasikan di semua jenis jalan darat dan kendaraan bermotor yang dioperasikan di
air dengan ukuran isi kotor GT 5 (lima Gross Tonnage) sampai dengan GT 7 (tujuh
Gross Tonnage).
2.2.4. Bukan Objek Pajak Kendaraan Bermotor
Berdasarkan (Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 2, 2015) Pasal 3
ayat (3) yang dikecualikan dari pengertian Kendaraan Bermotor adalah:
1. kereta api;
2. kendaraan bermotor yang semata-mata digunakan untuk keperluan pertahanan
dan keamanan negara;
3. kendaraan bermotor yang dimiliki dan/atau dikuasai kedutaan, konsulat,
perwakilan negara asing dengan asas timbal balik dan lembaga-lembaga
internasional yang memperoleh fasilitas pembebasan pajak dari Pemerintah; dan
18
4. kendaraan bermotor yang dimiliki dan/atau dikuasai oleh pabrikan atau importir
yang semata-mata disediakan untuk keperluan pameran dan tidak untuk dijual.
2.2.5. Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan Bermotor
Berdasarkan (Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 2, 2015) Dasar
Pengenaan Pajak Kendaraan Bermotor adalah hasil perkalian dari 2 (dua) unsur pokok:
1. Nilai Jual Kendaraan Bermotor (NJKB), dan
2. bobot yang mencerminkan secara relatif tingkat kerusakan jalan dan/atau
pencemaran lingkungan akibat penggunaan Kendaraan Bermotor.
Khusus untuk Kendaraan Bermotor yang digunakan di luar jalan umum,
termasuk alat-alat berat dan alat-alat besar serta kendaraan di air, adalah Nilai Jual
Kendaraan Bermotor yang ditentukan berdasarkan Harga Pasaran Umum atas suatu
Kendaraan Bermotor.
Nilai Jual Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud berdasarkan Harga
Pasaran Umum pada minggu pertama Bulan Desember tahun pajak sebelumnya.
Dalam Harga Pasaran Umum suatu Kendaraan Bermotor tidak diketahui, Nilai Jual
Kendaraan Bermotor dapat ditentukan berdasarkan sebagian atau seluruh faktor-
faktor:
1. harga kendaraan bermotor dengan isi silinder dan/atau satuan tenaga yang sama;
2. penggunaan kendaraan bermotor untuk umum atau pribadi;
3. harga kendaraan bermotor dengan merek kendaraan bermotor yang sama;
4. harga kendaraan bermotor dengan tahun pembuatan kendaraan bermotor yang
sama;
5. harga kendaraan bermotor dengan pembuat kendaraan bermotor;
6. harga kendaraan bermotor dengan kendaraan bermotor sejenis; dan
19
7. harga kendaraan bermotor berdasarkan dokumen Pemberitahuan Impor Barang
(PIB).
Bobot yang mencerminkan secara relatif tingkat kerusakan jalan dan/atau
pencemaran lingkungan akibat penggunaan Kendaraan Bermotor, dinyatakan dalam
koefisien yang nilainya 1 (satu) atau lebih besar dari 1 (satu), dengan pengertian
sebagai berikut ini:
1. koefisien sama dengan 1 (satu) berarti kerusakan jalan dan/atau pencemaran
lingkungan oleh penggunaan kendaraan bermotor tersebut dianggap masih dalam
batas toleransi; dan
2. koefisien lebih besar dari 1 (satu) berarti penggunaan kendaraan bermotor tersebut
dianggap melewati batas toleransi.
Bobot dihitung berdasarkan faktor-faktor berikut ini:
1. tekanan gandar yang dibedakan atas dasar jumlah sumbu/as, roda, dan berat
kendaraan bermotor;
2. jenis bahan bakar kendaraan bermotor yang dibedakan menurut solar, bensin, gas,
listrik, tenaga surya, atau jenis bahan bakar lainnya; dan
3. jenis, penggunaan, tahun pembuatan, dan ciri-ciri mesin kendaraan bermotor yang
dibedakan berdasarkan jenis mesin 2 (dua) tak atau 4 (empat) tak, dan isi silinder.
Perhitungan dasar pengenaan Pajak Kendaraan Bermotor dinyatakan dalam
suatu tabel yang ditetapkan dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri setelah mendapat
pertimbangan dari Menteri Keuangan. Perhitungan dasar pengenaan Pajak Kendaraan
Bermotor ditinjau kembali setiap tahun. Sehingga, besarnya dasar pengenaan pajak
dapat berubah dari waktu ke waktu sesuai dengan perkembangan harga pasaran
kendaraan bermotor.
20
2.2.6. Tarif Pajak Kendaraan Bermotor
Dalam (Nurdin & Riana, 2013) tarif pajak progresif adalah tarif pemungutan
pajak dengan persentase yang naik dengan semakin besarnya jumlah yang digunakan
sebagai dasar pengenaan pajak, dan kenaikan persentase untuk setiap jumlah tertentu
setiap kali naik. Tarif pajak progresif belaku karena adanya beberapa faktor yaitu
selain untuk mengurangi kemacetan atau mengendalikan pembelian kendaraan
bermotor, juga untuk membangun infrastruktur lewat pajak penggunaan jalan, serta
bagian dari strategi mengurangi potensi kesenjangan sosial dalam masyarakat yang
semakin menggejala.
1. Objek Pajak Progresif:
a. Kendaraan roda dua
b. Kendaraan roda empat
2. Subjek Pajak Progresif adalah Kepemilikan Kendaraan pribadi lebih dari satu atas
nama dan alamat yang sama.
Sesuai dengan (Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 2, 2015) Pasal
7 menyatakan bahwa:
1. Tarif Pajak Kendaraan Bermotor kepemilikian oleh orang pribadi ditetapkan
sebagai berikut:
a. untuk kepemilikan kendaraan bermotor pertama sebesar 2% (dua persen);
b. untuk kepemilikan kendaraan bermotor kedua sebesar 2,5% (dua koma lima
persen);
c. untuk kepemilikan kendaraan bermotor ketiga sebesar 3% (tiga persen);
d. untuk kepemilikan kendaraan bermotor keempat sebesar 3,5% (tiga koma lima
persen);
e. untuk kepemilikan kendaraan bermotor kelima sebesar 4% (empat persen);
21
f. untuk kepemilikan kendaraan bermotor keenam sebesar 4,5% (empat koma lima
persen);
g. untuk kepemilikan kendaraan bermotor ketujuh sebesar 5% (lima persen);
h. untuk kepemilikan kendaraan bermotor kedelapan sebesar 5,5% (lima koma lima
persen);
i. untuk kepemilikan kendaraan bermotor kesembilan sebesar 6% (enam persen);
j. untuk kepemilikan kendaraan bermotor kesepuluh sebesar 6,5% (enam koma
lima persen);
k. untuk kepemilikan kendaraan bermotor kesebelas sebesar 7% (tujuh persen);
l. untuk kepemilikan kendaraan bermotor kedua belas sebesar 7,5% (tujuh koma
lima persen);
m. untuk kepemilikan kendaraan bermotor ketiga belas sebesar 8% (delapan
persen);
n. untuk kepemilikan kendaraan bermotor keempat belas sebesar 8,5% (delapan
koma lima persen);
o. untuk kepemilikan kendaraan bermotor kelima belas sebesar 9% (sembilan
persen);
p. untuk kepemilikan kendaraan bermotor keenam belas sebesar 9,5% (Sembilan
koma lima persen); dan
q. untuk kepemilikan kendaraan bermotor ketujuh belas dan seterusnya sebesar
10% (sepuluh persen).
2. Tarif Pajak Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (1), didasarkan
atas nama dan/atau alamat yang sama.
3. Kepemilikan kendaraan bermotor oleh badan tarif pajak sebesar 2% (dua persen).
22
4. Tarif Pajak Kendaraan Bermotor untuk:
a. TNI/POLRI, Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, ditetapkan sebesar
0,50% (nol koma lima nol persen);
b. angkutan umum, ambulans, mobil jenazah dan pemadam kebakaran, sebesar
0,50% (nol koma lima nol persen); dan
c. sosial keagamaan, lembaga sosial dan keagamaan sebesar 0,50% (nol koma lima
nol persen).
5. Tarif Pajak Kendaraan Bermotor alat-alat berat dan alat-alat besar ditetapkan
sebesar 0,20% (nol koma dua puluh persen).
2.2.7. Perhitungan Pajak Kendaraan Bermotor
Menurut Anggoro (2017:125) besaran pokok Pajak Kendaraan Bermotor yang
terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif pajak dengan dasar pengenaan pajak
sebagai berikut:
Pajak Terutang = Tarif Pajak x Dasar Pengenaan Pajak
= Tarif Pajak x (NJKB x Bobot)
2.2.8. Dasar Hukum
Dasar Hukum pemungutan Pajak Kendaraan Bermotor pada Provinsi DKI
Jakarta sebagai berikut.
1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan
Umum dan Tata Cara Perpajakan.
2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak
Daerah dan Retribusi Daerah.
23
3. Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 2 Tahun 2015 tentang Pajak
Kendaraan Bermotor.
4. Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pajak
Kendaraan Bermotor.
5. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2015 tentang
Penyelenggaraan Sistem Administrasi Manunggal Satu Atap Kendaraan
Bermotor.
2.3. Konsep Dasar Perhitungan
Dalam Yusuf (2017:62) penelitian deskriptif kuantitatif adalah salah satu jenis
penelitian yang bertujuan mendeskripsikan secara sistematis, faktual, dan akurat
mengenai fakta dan sifat populasi tertentu, atau mencoba menggambarkan fenomena
secara detail (Lehmann 1979). Isaac dan Michael menyatakan bahwa tujuan penelitian
deskriptif adalah: “to describe systematically the facts and characteristics of a given
population or area of interest”.
Dalam Sarwono (2017:2) terdapat lima tipe variabel yaitu:
1. Variabel Bebas (Independent Variable)
Variabel bebas (independent variable) yang disebut juga sebagai prediktor,
merupakan variabel stimulus atau variabel yang mempengaruhi variabel lainnya.
Variabel bebas merupakan variabel yang variabilitasnya diukur, dimanipulasi, atau
dipilih oleh peneliti untuk menentukan hubungannya dengan suatu gejala yang
diobservasi.
2. Variabel Tergantung (Dependent Variable)
Variabel tergantung (dependent variable) adalah variabel yang memberikan reaksi
atau respon jika dihubungkan dengan variabel bebas. Variabel tergantung adalah
24
variabel yang variabilitasnya diamati dan diukur untuk menentukan pengaruh yang
disebabkan oleh variabel bebas.
3. Variabel Moredat (Moderate Variable)
Variabel moredat (moderate variable) adalah variabel bebas kedua yang sengaja
dipilih oleh peneliti untuk menentukan apakah kehadirannya berpengaruh terhadap
hubungan variabel bebas pertama dan variabel tergantung. Variabel moredat
merupakan variabel yang variabilitasnya diukur, dimanipulasi, atau dipilih oleh
peneliti untuk mengetahui apakah variabel tersebut mengubah hubungan antara
variabel bebas dan variabel tergantung yang sedang dikaji.
4. Variabel Kontrol (Control Variable)
Dalam penelitian, peneliti selalu berusaha menghilangkan atau menetralkan
pengaruh yang dapat menganggu hubungan antara variabel bebas dan variabel
tergantung. Suatu variabel yang pengaruhnya akan dihilangkan disebut variabel
kontrol. Variabel kontrol didefinisikan sebagai variabel yang variabilitasnya
dikontrol oleh peneliti untuk menetralisasi pengaruhnya. Jika tidak dikontrol,
variabel tersebut akan mempengaruhi gejala yang sedang dikaji.
5. Variabel Perantara (Intervening Variable)
Variabel bebas, tergantung, kontrol, dan moderat merupakan variabel-variabel
konkrit. Ketiga variabel, yaitu variabel bebas, kontrol, dan moderat dapat
dimanipulasi oleh peneliti dan pengaruh ketiganya dapat dilihat atau diobservasi.
Lain halnya dengan variabel perantara. Variabel ini bersifat hipotetikal. Artinya,
secara konkrit pengaruhnya tidak kelihatan, tetapi secara teoritis dapat
mempengaruhi hubungan antara variabel bebas dan tergantung yang sedang diteliti.
Oleh karena itu, variabel perantara didefinisikan sebagai variabel yang secara
teoritis mempengaruhi hubungan variabel yang sedang diteliti tetapi tidak dapat
25
dilihat, diukur dan dimanipulasi; pengaruhnya harus disimpulkan dari pengaruh-
pengaruh variabel bebas dan variabel moderat terhadap gejala yang sedang diteliti.
2.3.1. Uji Koefisien Korelasi
Dalam Qudratullah (2014:417) analisis korelasi adalah alat statistik yang
digunakan untuk mengetahui derajat hubungan linear antara variabel yang satu dengan
yang lainnya. Analisis korelasi digunakan untuk mencari arah dan kuatnya hubungan
antara dua variabel. Pada analisis korelasi posisinya antarvariabel setara.
Analisis korelasi adalah cara menghitung arah dan kekuatan hubungan antara
variabel Y dan variabel X, korelasi antara Y dengan X akan sama dengan korelasi
antara X dengan Y. Kekuatan dan arah hubungan antara 2 variabel diukur dengan
koefisien korelasi. Koefisien korelasi bertanda + (positif) atau – (negatif), dengan
angka berkisar dari -1 hingga +1.
Menurut Sarwono (2017:158) ketentuan kuat lemahnya hubungan antara dua
variabel yang dikorelasikan ialah mendekati semakin mendekati 1, maka korelasi
antara kedua variabel semakin kuat; sebaliknya semakin mendekati 0, maka korelasi
antara kedua variabel semakin lemah. Sebagai pedoman berikut disampaikan
ketentuan selengkapnya:
Tabel II.1
Pedoman Interpretasi Koefisien Korelasi
Internal Koefisien Tingkat Hubungan
0 Tidak ada korelasi antara dua variabel
> 0 - 0,25 Korelasi sangat lemah
> 0,25 – 0,5 Korelasi cukup
>0,5 – 0,75 Korelasi kuat
>0,75 – 0,99 Korelasi sangat kuat
1,00 Korelasi sempurna
Sumber: Sarwono (2017:158)
26
Adapun kegunaan utama koefisien Pearson ialah:
1. Mengukur kekuatan hubungan dua variabel.
2. Melihat signifikan hubungan dua variabel.
3. Melihat arah hubungan dau variabel. Terdapat dua tipe arah hubungan dalam
korelasi, yaitu hubungan searah atau positif dan hubungan tidak searah atau
negatif.
Untuk mencari koefisien korelasi digunakan rumus sebagai berikut:
Rumus I
r = n. Σ(XY)−(ΣX) (ΣY)
√{n ΣX2− (ΣX)2} {n ΣY2− (ΣY)2}
Keterangan:
n = jumlah pasangan data
X = variabel independent
Y = variabel dependent
Rumus II
rxy = Σxy
√(Σx2) (Σy2)
Keterangan:
Σxy = ΣXY − (ΣX) (ΣY)
n
x2 = Σ X2 − (ΣX)2
n
y2 = Σ Y2 − (ΣY)2
n
Menentukan hipotesis
H0 : Tidak ada hubungan antara X terhadap Y.
H1 : Ada hubungan antara X terhadap Y.
27
Pengambilan Keputusan
H0 diterima dan H1 ditolak jika nilai Sig > 0,05
H0 ditolak dan H1 diterima jika nilai Sig < 0,05
Menurut Sarwono (2017:157) langkah-langkah analisis uji koefisien korelasi
dengan menggunakan software IBM SPSS versi 23 dapat dilakukan sebagai berikut:
1. Aktifkan software IBM SPSS versi 23.
Setelah SPSS aktif, masuk ke dalam Data Editor dan pilih sub-menu di bagian kiri
bawah Variable View. Setelah itu buatlah desain variabel untuk kedua variabel
yang kita pergunakan dalam penelitian dengan mengisi informasi sesuai dengan
Default Variable View pada kolom-kolom yang tersedia seperti pada contoh
dibawah ini.
Sumber: Input SPSS 23
Gambar II.1 Input Data-1
Setelah selesai memasukan informasi yang diminta, klik perintah Data View yang
berada di samping perintah Variable View.
28
2. Masukkan data pada posisi Data View.
Masukan ke perintah Data View, dimana tampilan data dibaca sebagai berikut:
Kolom dibaca sebagai variabel. Kita akan melihat tampilan pada kolom Drive-
Thru (X) dan Pajak Kendaraan Bermotor (Y).
Pada baris yang masih kosong, isikan data ke-1 pada baris pertama sampai dengan
data ke-91 pada baris ke sembilan puluh satu dari kiri atas ke bawah sebagaimana
tampilan dibawah ini.
Sumber: Input SPSS 23
Gambar II.2 Input Data-2
3. Melakukan analisis.
Setelah selesai memasukkan semua data tersebut, kita akan melakukan tahap
analisis data seperti dibawah ini.
29
a. Klik Analyze Correlate Bivariate
Sumber: Input SPSS 23
Gambar II.3 Input Data-3
b. Kemudian, muncul kotak dialog Bivariate Correlations. Pindahkan semua
variabel ke kotak Variables, pastikan telah memberi centang untuk Pearson
pada Correlation Coefficient. Abaikan yang lain lalu klik OK.
Sumber: Input SPSS 23
Gambar II.4 Input Data-4
30
4. Membuat interpretasi hasil analisis.
Setelah OK maka akan keluar output SPSS sebagai berikut 23:
Sumber: Output SPSS 23
Gambar II.5 Output SPSS-Correlations
Setelah diperoleh output diatas, maka penulis dapat menyusun hasil analisisnya.
2.3.2. Uji Koefisien Determinasi
Dalam Sarwono (2017:160) koefisien determinasi (R2) yang berfungsi untuk
mengetahui besarnya proporsi variasi variabel terikat atau dependent (Y) yang dapat
dijelaskan dengan variabel bebas atau independent (X).
Nilai koefisien determinasi adalah antara 0 (nol) dan 1 (satu). Nilai (R2) yang
kecil berarti kemampuan variabel independent dalam menjelaskan variabel dependent
sangat terbatas. Nilai yang mendekati 1 (satu) berarti variabel independent
memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi
variabel dependent. Alasan digunakan uji ini agar diketahui kemampuan variabel
penerimaan Pajak Kendaraan Bermotor SAMSAT Drive-thru dalam menjelaskan
variasi variabel penerimaan Pajak Kendaraan Bermotor secara keseluruhan.
31
Dalam Kuncoro (2018:228) koefisien determinasi memiliki ciri khusus. Ciri
pertama, secara konseptual koefisien determinasi mengukur derajat atau tingkat
pengaruh antara seperangkat variabel X terhadap Y. Kata ‘pengaruh’ secara tidak
langsung mengacu pada hubungan satu arah yang mengalir dari X ke Y dan tidak
berlaku sebaliknya. Ciri kedua terletak pada besarannya. Nilai koefisien determinasi
berwujud angka indeks tertutup merentang antara 0 dan 1. Nilai R2 sama dengan +1
berarti derajat pengaruh yang terjadi adalah sempurna. Sebaliknya, nilai R2 sama
dengan nol berarti derajat pengaruh sama sekali tidak ada.
Untuk mencari koefisien determinasi digunakan rumus sebagai berikut:
Rumus I
R2 = (𝑛.Σxy− Σx Σy)2
{𝑛 Σx2−(Σx)2} {𝑛 Σy2(Σy)2}
Keterangan:
n = jumlah pasangan data
X = variabel independent
Y = variabel dependent
Rumus II
KD = r2 x 100%
Keterangan:
KD = Koefisien Determinasi
r = Koefisien Korelasi
Menentukan hipotesis
H0 : Tidak ada pengaruh signifikan antara X terhadap Y.
H1 : Ada pengaruh signifikan antara X terhadap Y.
32
Pengambilan Keputusan
H0 diterima dan H1 ditolak jika nilai Sig > 0,05
H0 ditolak dan H1 diterima jika nilai Sig < 0,05
Menurut Sarwono (2017:159) langkah-langkah analisis uji koefisien
determinasi dengan menggunakan software IBM SPSS versi 23 dapat dilakukan
sebagai berikut:
1. Aktifkan software IBM SPSS versi 23.
Setelah SPSS aktif, masuk ke dalam Data Editor dan pilih sub-menu di bagian kiri
bawah Variable View. Setelah itu buatlah desain variabel untuk kedua variabel
yang kita pergunakan dalam penelitian dengan mengisi informasi sesuai dengan
Default Variable View pada kolom-kolom yang tersedia seperti pada contoh
dibawah ini.
Sumber: Input SPSS 23
Gambar II.6 Input Data-1
Setelah selesai memasukan informasi yang diminta, klik perintah Data View yang
berada di samping perintah Variable View.
33
2. Masukkan data pada posisi Data View.
Masukan ke perintah Data View, dimana tampilan data dibaca sebagai berikut:
Kolom dibaca sebagai variabel. Kita akan melihat tampilan pada kolom Drive-
Thru (X) dan Pajak Kendaraan Bermotor (Y).
Pada baris yang masih kosong, isikan data ke-1 pada baris pertama sampai dengan
data ke-91 pada baris ke sembilan puluh satu dari kiri atas ke bawah sebagaimana
tampilan dibawah ini.
Sumber: Input SPSS 23
Gambar II.7 Input Data-2
3. Melakukan analisis.
Setelah selesai memasukkan semua data tersebut, kita akan melakukan tahap
analisis data seperti dibawah ini.
34
a. Klik Analyze Regression Linear
Sumber: Input SPSS 23
Gambar II.8 Input Data-3
b. Kemudian, muncul kotak dialog Linear Regression. Pindahkan variabel Y ke
dalam kotak Dependent dan variabel X ke dalam kotak Independent.
Sumber: Input SPSS 23
Gambar II.9 Input Data-4
35
c. Lalu klik Statistics maka akan muncul kotak Linear Regression: Statistics klik
centang pada Regression Coefficient yaitu Estimates untuk Model Fit dan R
Square Change lalu klik Continue.
Sumber: Input SPSS 23
Gambar II.10 Input Data-5
4. Membuat interpretasi hasil analisis.
Setelah OK maka akan keluar output SPSS sebagai berikut 23:
Sumber: Output SPSS 23
Gambar II.11 Output SPSS-Model Summary
Setelah diperoleh output diatas, maka penulis dapat menyusun hasil analisisnya.
36
2.3.3. Uji Persamaan Regresi Linear Sederhana
Dalam Qudratullah (2014:384) analisi regresi pertama kali diperkenalkan
sebagai metode analisis statistik pada tahun 1877 oleh Sir Francis Galton (1822-1911),
yang meneliti tentang hubungan antara tinggi badan orangtua (ayah) dengan anaknya.
Beliau mengungkapkan bahwa terdapat kecenderungan orangtua yang tinggi badannya
akan memiliki anak yang tinggi pula atau sebaliknya orangtua yang pendek badannya
akan memiliki anak yang pendek pula, tetapi distribusi (penyebaran) rata-rata tinggi
badan dari generasi ke generasi adalah tetap.
Selanjutnya hasil analisis Galton disempurnakan oleh Karl Pearson, dengan
mengambil sampel lebih dari 1.000 pengamatan. Pearson menemukan bahwa untuk
kelompok anak yang tinggi dan kelompok orangtua yang tinggi, ternyata tinggi badan
anak lebih pendek dari ayahnya. Namun, dari kelompok ayah dan anak yang lebih
pendek, ternyata tinggi badan anaknya lebih tinggi dari ayahnya. Peristiwa yang
berbalikan inilah disebut merosot (to regres).
Saat ini, seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan semakin
banyaknya penerapan metode statistik di berbagai bidang, analisis regresi pun terus
berkembang, baik dari segi teoritis, software, maupun aplikasi yang telah merambah
berbagai bidang/aspek kehidupan. Analisis regresi digunakan untuk memprediksi
seberapa jauh perubahan nilai variabel dependent bila nilai variabel independent
diketahui. Analisis regresi linear sederhana posisi antarvariabel tidak setara (yang satu
merupakan variabel dependent dan lainnya variabel independent).
Persamaan regresi linear sederhana adalah:
Y’ = a + b. X + e
37
Keterangan:
Y’ = nilai Y prediksi
a = intercept atau nilai rata-rata Y prediksi jika X = 0
b = slope atau rata-rata perubahan pada Y jika X berubah 1 satuan
X = variabel bebas
e = kesalahan prediksi (error)
Untuk menghitung a dan b digunakan rumus sebagai berikut:
b = n Σ(XY) −(ΣX)(ΣY)
n(ΣX2)− (ΣX)2
a = ΣY
n− b.
ΣX
n atau Y̅ − b. X̅
Menentukan hipotesis
H0 : Persamaan Regresi yang terbentuk tidak signifikan X terhadap Y.
H1 : Persamaan Regresi yang terbentuk signifikan antara X terhadap Y.
Pengambilan Keputusan
H0 diterima dan H1 ditolak jika nilai Sig > 0,05
H0 ditolak dan H1 diterima jika nilai Sig < 0,05
Menurut Sarwono (2017:151) langkah-langkah analisis persamaan regresi
linear sederhana dengan menggunakan software IBM SPSS versi 23 dapat dilakukan
sebagai berikut:
1. Aktifkan software IBM SPSS versi 23.
Setelah SPSS aktif, masuk ke dalam Data Editor dan pilih sub-menu di bagian kiri
bawah Variable View. Setelah itu buatlah desain variabel untuk kedua variabel
yang kita pergunakan dalam penelitian dengan mengisi informasi sesuai dengan
Default Variable View pada kolom-kolom yang tersedia seperti pada contoh
dibawah ini.
38
Sumber: Input SPSS 23
Gambar II.12 Input Data-1
Setelah selesai memasukan informasi yang diminta, klik perintah Data View yang
berada di samping perintah Variable View.
2. Masukkan data pada posisi Data View.
Masukan ke perintah Data View, dimana tampilan data dibaca sebagai berikut:
Kolom dibaca sebagai variabel. Kita akan melihat tampilan pada kolom Drive-
Thru (X) dan Pajak Kendaraan Bermotor (Y).
Pada baris yang masih kosong, isikan data ke-1 pada baris pertama sampai dengan
data ke-91 pada baris ke sembilan puluh satu dari kiri atas ke bawah sebagaimana
tampilan dibawah ini.
39
Sumber: Input SPSS 23
Gambar II.13 Input Data-2
3. Melakukan analisis.
Setelah selesai memasukkan semua data tersebut, kita akan melakukan tahap
analisis data seperti dibawah ini.
a. Klik Analyze Regression Linear
Sumber: Input SPSS 23
Gambar II.14 Input Data-3
40
b. Kemudian, muncul kotak dialog Linear Regression. Pindahkan variabel Y ke
dalam kotak Dependent dan variabel X ke dalam kotak Independent.
Sumber: Input SPSS 23
Gambar II.15 Input Data-4
c. Lalu klik Statistics maka akan muncul kotak Linear Regression: Statistics klik
centang pada Regression Coefficient yaitu Estimates untuk Model Fit dan R
Square Change lalu klik Continue.
Sumber: Input SPSS 23
Gambar II.16 Input Data-5
41
d. Membuat interpretasi hasil analisis.
Setelah OK maka akan keluar output SPSS sebagai berikut 23:
Sumber: Output SPSS 23
Gambar II.17 Output SPSS-Anova and Coefficients
Setelah diperoleh output diatas, maka penulis dapat menyusun hasil analisisnya.
2.3.4. Nilai t dalam Persamaan Regresi Linear Sederhana
Dalam Sarwono (2017:148) nilai t diperoleh pada bagian keluaran koefisien
regresi yang berfungsi untuk digunakan sebagai pengujian hipotesis secara parsial atau
sendiri-sendiri saat kita menggunakan prosedur regresi linear sederhana dan berganda
dimana kita menggunakan variabel bebas lebih dari satu. Kriteria pengujian hipotesis
ini dilakukan dengan cara membandingkan antara t hitung dengan t tabel (t nilai kritis)
dengan ketentuan: jika nilai t hitung > t tabel dengan tingkat signifikansi (α) tertentu,
misalnya sebesar 0,05, maka H0 ditolak dan H1 diterima; sebaliknya jika nilai t hitung
< t tabel, maka H0 diterima dan H1 ditolak.
42
Untuk memperoleh nilai t hitung digunakan formula seperti dibawah ini:
t hitung = r √𝑛−2
1−𝑟2
Keterangan:
r = koefisien korelasi
n = jumlah pasangan data
Pengambilan keputusan menggunakan angka pembanding t tabel dengan
kriteria sebagai berikut:
Jika t hitung > t tabel, H0 ditolak dan H1 diterima.
Jika t hitung < t tabel, H0 diterima dan H1 ditolak.
Dalam Sarwono (2015:94) sebagai contoh, jika kita mengorelasikan hubungan
antara variabel kepuasan kerja dengan loyalitas pegawai, maka hipotesis riset yang
kita rumuskan sebagai berikut:
H0 : tidak ada hubungan antara kepuasan kerja dengan loyalitas pegawai.
H1 : ada hubungan antara kepuasan kerja dengan loyalitas pegawai.
Jika nilai t hitung berdasarkan data observasi sebesar 3,6. Nilai t tabel dengan
ketentuan α = 0,05; derajat kebebasan (df) = n-2; dan n = 30 diketahui sebesar 2,048.
Berdasarkan ketentuan diatas, maka t hitung > t tabel (3,6 > 2,048). Dengan demikian,
H0 ditolak dan H1 diterima. Artinya, ada hubungan antara kepuasan kerja dengan
loyalitas pegawai.
Cara pengujian berikutnya ialah menggunakan kurva. Penggunaan kurva
bermanfaat sekali jika nilai t hitung negatif (-). Jika nilai t hitung negatif (-), maka
pengujian dilakukan di sisi kiri. Sementara, jika nilai t hitung positif (+), maka
pengujian dilakukan di sisi kanan.
43
Kurva pengujian akan tampak seperti berikut ini:
Sumber: Sarwono (2015:95)
Gambar II.18 Kurva Nilai t hitung
Untuk melakukan pengujian hipotesis dilakukan di sisi kiri kurva t hitung
diketemukan negatif (-). Bilangan negatif t tidak bermakna minus (jumlah), tetapi
mempunyai makna bahwa pengujian hipotesis dilakukan di sisi kiri. Sebagai contoh,
hasil t hitung sebesar -3,6. Nilai t tabel dengan ketentuan α = 0,05; derajat kebebasan
(df) = n-2; dan n = 30 diketahui sebesar 2,048. Letak nilai-nilai tersebut dikurva seperti
berikut ini:
Sumber: Sarwono (2015:95)
Gambar II.19 Kurva Nilai t hitung Negatif
44
Kurva di atas menunjukkan bahwa t hitung jatuh di area H0 ditolak sehingga
H1 diterima. Kesimpulannya, ada hubungan antara kepuasan kerja dengan loyalitas
pegawai.
Jika nilai t hitung positif (+), maka pengujian dilakukan di sisi kanan. Sebagai
contoh, hasil t hitung sebesar 3,6. Nilai t tabel dengan ketentuan α = 0,05; derajat
kebebasan (df) = n-2; dan n = 30 diketahui sebesar 2,048. Letak nilai-nilai tersebut di
kurva seperti dibawah ini:
Sumber: Sarwono (2015:96)
Gambar II.20 Kurva Nilai t hitung Positif
Kurva diatas menunjukkan bahwa t hitung jatuh ke area H0 ditolak sehingga
H1 diterima. Kesimpulannya, ada hubungan antara kepuasan kerja dengan loyalitas
pegawai.