Bab II-myoma Uteri New
description
Transcript of Bab II-myoma Uteri New
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Myoma uteri merupakan suatu neoplasma jinak yang berasal dari otot
uterus dan jaringan ikat, dalam kepustakaan myoma uteri sering kali disebut juga
Leiomyoma, fibromyoma atau fibroid (Mansjoer, A, dkk, 2001). Selain itu,
Memarzadeh, S, dkk dalam Hadibroto, B (2005) mendefinisikan myoma uteri
sebagai tumor jinak otot polos yang terdiri dari sel-sel jaringan otot polos,
jaringan fibroid dan kolagen.
2.2 Epidemiologi
Insiden tertinggi dari mioma uteri dijumpai pada wanita usia reproduksi
antara 30-45 tahun, dimana angka insiden yang lebih tinggi dijumpai pada wanita
berkulit hitam daripada wanita berkulit putih, yakni sebesar 3-9x lipat lebih tinggi.
Tumor ini tidak terdeteksi sebelum pubertas dan merupakan tumor yang
pertumbuhannya tergantung pada hormon. Sedangkan berdasarkan otopsi, Novak
menemukan 27% wanita berumur 25 tahun mempunyai sarang mioma, pada
wanita yang berkulit hitam ditemukan lebih banyak. Mioma uteri belum pernah
(dilaporkan) terjadi sebelum menarche. Setelah menopause hanya kira-kira 10%
mioma yang masih bertumbuh. Di Indonesia mioma uteri ditemukan 2,39-11,7%
pada semua penderita ginekologi yang dirawat (Sentosa,I, 2000).
2.3 Etiologi
Mioma uteri berasal dari otot polos miometrium, dimana menurut teori
onkogenik patogenesa mioma uteri dibagi menjadi dua faktor, yakni faktor
promoter dan inisiator. Pada mioma uteri faktor yang menginisiasi mioma uteri
belum dapat diketahui secara pasti. Penelitian menggunakan glucose-6-
phospatase-dehidrogenase, diketahui bahwa mioma berasal dari jaringan yang
uniseluler. Transformasi neoplastik dari miometrium menjadi mioma melibatkan
mutasi somatic dari miometrium normal dan interaksi kompleks dari growth
factor lokal dan steroid seks. Mutasi somatic ini merupakan peristiwa awal dalam
proses pertumbuhan tumor ( S, Memarzadeh,dkk (2003) dan Banda, JA (2001)
dalam Hadibroto, B (2005)).
Tidak terdapat bukti bahwa hormone progesterone berperan langsung
sebagai penyebab mioma. Namun, diketahui estrogen berpengaruh terhadap
pertumbuhan mioma. Mioma terdiri dari reseptor estrogen dengan konsentrasi
yang lebih tinggi dari miometrium disekitarnya., namun memiliki konsentrasi
yang lebih rendah disbanding endometrium. Sementara itu, hormone progesterone
meningkatkan aktifitas mitotic dari mioma pada wanita muda. Namun,
mekanisme dan faktor yang terlibat masih belum diketahui secara pasti.
Progesteron memungkinkan pembesaran tumor dengan cara down-regulation
apoptosis dari tumor. Estrogen berperan dalam pembesaran tumor dengan
meningkatkan produksi matriks ekstraseluler (S, Memarzadeh,dkk (2003) dan
Thomson, JD,dkk (1997) dalam Hadibroto, B (2005)).
2.4 Klasifikasi
Mioma uteri umumnya bersifat multiple, berlobus yang tidak teratur
maupun berbentuk sferis. Mioma uteri biasanya berbatas jelas dengan
miometrium sekitarnya, sehingga pada tindakan enukleasi mioma dapat
dilepaskan dengan mudah dari janringan miometrium sekitarnya. Pada
pemeriksaan makroskopis dari potongan transversal berwarna lebih pucat
disbanding miometrium disekelilingnya, halus berbentuk lingkaran dan biasanya
lebih keras dibanding jaringan sekitarnya dan terdapat pseudocapsule (S,
Memarzadeh,dkk (2003) dan Thomson, JD, dkk (1997) dalam Hadibroto, B
(2005)).
Menurut S, Memarzadeh,dkk (2003) dan Wattiez, A, dkk, (2002) dalam
Hadibroto, B (2005) mioma dapat tumbuh disetiap bagian dari dinding uterus,
sehingga untuk masing-masing mioma diklasifikasikan menurut letaknya sebagai
berikut:
a. Mioma intramural
Merupakan mioma yang terdapat pada dinding uterus.
Disebut juga sebagai mioma intraepitelial. Biasanya multipel apabila
masih kecil tidak merubah bentuk uterus, tetapi bila besar akan
menyebabkan uterus berbenjol-benjol, uterus bertambah besar dan berubah
bentuknya.
Mioma sering tidak memberikan gejala klinis yang berarti kecuali rasa
tidak enak karena adanya massa tumor di daerah perut sebelah bawah.
Kadang kala tumor tumbuh sebagai mioma subserosa dan kadang-kadang
sebagai mioma submukosa. Di dalam otot rahim dapat besar, padat
(jaringan ikat dominan), lunak (jaringan otot rahim dominan).
b. Mioma submukosum
Terletak di bawah endometrium. Dapat pula bertangkai maupun tidak.
Mioma bertangkai dapat menonjol melalui kanalis servikalis, dan pada
keadaan ini mudah terjadi torsi atau infeksi. Tumor ini memperluas
permukaan ruangan rahim.
Dari sudut klinik mioma uteri submukosa mempunyai arti yang lebih
penting dibandingkan dengan jenis yang lain. Pada mioma uteri subserosa
ataupun intramural walaupun ditemukan cukup besar tetapi sering kali
memberikan keluhan yang tidak berarti.
Sebaliknya pada jenis submukosa walaupun hanya kecil selalu memberikan
keluhan perdarahan melalui vagina. Perdarahan sulit untuk dihentikan
sehingga sebagai terapinya dilakukan histerektomi.
c. Mioma subserous
Mioma yang terletak dipermukaan serosa dari uterus dan mungkin akan
menonjol ke luar dari miometrium. Mioma subserous tidak jarang bertangkai
dan menjadi mioma geburt.
Lokasi tumor di subserosa korpus uteri dapat hanya sebagai tonjolan saja,
dapat pula sebagai satu massa yang dihubungkan dengan uterus melalui
tangkai.
Pertumbuhan ke arah lateral dapat berada di dalam ligamentum latum dan
disebut sebagai mioma intraligamenter.
Mioma yang cukup besar akan mengisi rongga peritoneal sebagai suatu
massa. Perlengketan dengan usus, omentum atau mesenterium di
sekitarnya menyebabkan sistem peredaran darah diambil alih dari tangkai
ke omentum. Akibatnya tangkai makin mengecil dan terputus, sehingga
mioma akan terlepas dari uterus sebagai massa tumor yang bebas dalam
rongga peritoneum. Mioma jenis ini dikenal sebagai jenis parasitik.
Gambar : Lokasi Mioma Uteri
2.5 Manifestasi Klinis
Gejala yang disebabkan oleh myoma uteri tergantung pada lokasi, ukuran
dan jumlah myoma. Dimana gejala dan tanda yang paling sering muncul adalah:
a. Perdarahan uterus yang abnormal
Perdarahan uterus yang abnormal merupakan gejala klinis yang paling
sering terjadi. Gejala ini terjadi pada 30% pasien dengan mioma uteri. Wanita
dengan mioma uteri mungkin akan mengalami siklus perdarahan haid yang
teratur maupun tidak teratur. Menorrhagia dan atau metorhagia sering terjadi
pada penderita mioma uteri. Perdarahan yang abnormal dapat menyebabkan
anemia defisiensi besi. Pada sautu penelitian yang mengevaluasi wanita dengan
mioma uteri dengan atau tanpa perdarahan abnormal didapatkan data bahwa
wanita dengan perdarahan abnormal secara bermakna menderita mioma
intramural (58% banding 13%) dan mioma submukosum (21% dibanding 1%)
dibanding dengan wanita penderita mioma uteri yang asimptomatik.
Patofisiologi perdarahan uteri yang abnormal yang berhubungan dengan
mioma uteri belum diketahui secara pasti. Beberapa penelitian menerangkan
adanya disregulasi dari faktor pertumbuhan dan reseptor-reseptor yang
mempunyai efek langsung pada fungsi vaskuler dan angiogenesis. Perubahan-
perubahan ini menyebabkan kelainan vaskularisasi akibat disregulasi struktur
vaskuler di dalam uterus (Guaraccia, MM, Rein MS (2001) dan Memarzadeh,
S, dkk (2003) dalam Hadibroto, B (2005)).
b. Nyeri panggul
Mioma uteri dapat menimbulkan nyeri panggul yang disebabkan oleh
karena degenerasi akibat oklusi vaskuler, infeksi, torsi dari mioma yang
bertangkai akibat kontraksi miometrium yang disebabkan mioma subserosum.
Tumor yang besar dapat mengisi rongga pelvic dan menekan bagian tulang
pelvic yang dapat menekan saraf sehingga menyebabkan rasa nyeri yang
menyebar ke bagian punggung dan ekstremitas posterior (Memarzadeh, S, dkk
(2003) dalam Hadibroto, B (2005)).
c. Penekanan
Pada mioma uteri yang besar dapat menimbulkan penekanan terhadap
organ sekitar. Penekanan mioma uteri dapat menyebabkan gangguan berkemih,
defekasi maupun dispareunia. Tumor yang besar juga dapat menekan
pembuluh darah vena pada pelvic sehingga menyebabkan kongesti dan
menimbulkan edema ekstremitas posterior (Memarzadeh, S, dkk (2003) dalam
Hadibroto, B (2005)).
d. Disfungsi reproduksi
Hubungan antara mioma uteri sebagai penyebab infertilitas masih belum
jelas. Dilaporkan sebesar 27-40% wanita dengan mioma uteri mengalami
infertilitas. Mioma yang terletak di daerah kornu dapat menyebabkan sumbatan
dan gangguan trnasportasi gamet dan embrio akibat terjadinya oklusi tuba
bilateral.
Mioma uteri dapat menyebabkan gangguan kontraksi ritmik uterus yang
sebenarnya diperlukan untuk motilitas sperma di dalam uterus. Perubahan
bentuk kavum uteri karena adanya mioma dapat menyebabkan disfungsi
reproduksi. Gangguan implantasi embrio dapat terjadi pada keberadaan mioma
akibat perubahan histologiendometrium dimana terjadi kompresi karena masa
tumor (Stoval, DW (2001) dalam Hadibroto, B (2005)).
2.6 Patofisiologi
Mioma uteri mulai tumbuh sebagai bibit yang kecil di dalam miometrium
dan lambat laun membesar karena pertumbuhan itu miometrium terdesak
menyusun semacam pseudekapsula atau simpai semu yang mengelilingi tumor
di dalam uterus mungkin terdapat satu mioma, akan tetapi mioma biasanya
banyak. Jika ada satu mioma yang tumbuh intramural dalam korpus uteri maka
korpus ini tampak bundar dan konstipasi padat. Bila terletak pada dinding depan
uterus, uterus mioma dapat menonjol ke depan sehingga menekan dan
mendorong kandung kencing ke atas sehingga sering menimbulkan keluhan
miksi. Tetapi masalah akan timbul jika terjadi: berkurangnya pemberian darah
pada mioma uteri yang menyebabkan tumor membesar, sehingga menimbulkan
rasa nyeri dan mual. Selain itu masalah dapat timbul lagi jika terjadi perdarahan
abnormal pada uterus yang berlebihan sehingga terjadi anemia. Anemia ini bisa
mengakibatkan kelemahan fisik, kondisi tubuh lemah, sehingga kebutuhan
perawatan diri tidak dapat terpenuhi. Selain itu dengan perdarahan yang banyak
bisa mengakibatkan seseorang mengalami kekurangan volume cairan.
(Sastrawinata S: 151)
2.7 Pemeriksaan Diagnostik
Beberapa pemeriksaan penunjang yang dilakukan untuk membantu
penegakkan diagnose mioma uteri, diantaranya;
a. USG abdominal dan transvaginal : Untuk melihat lokasi, besarnya mioma,
diagnosis banding dengan kehamilan.
b. Laparoskopi : Untuk melihat lokasi, besarnya mioma uteri.
c. Biopsi : untuk mengetahui adanya keganasan.
d. Dilatasi serviks dan kuretase akan mendeteksi adanya fibroid subserous.
(Mansjoer, A, dkk, 2001).
2.8 Penatalaksanaan
Secara umum penatalaksanaan mioma uteri dibagi atas dua metode:
a. Terapi medicinal (hormonal)
Saat ini, pemakaian Gonadothropin-releasing hormone (GnRH) agonis
memberikan hasil untuk memperbaiki gejala-gejala klinis yang ditimbulkan
oleh mioma uteri. Pemberian GnRH agonis bertujuan untuk mengurangi
ukuran mioma dengan jalan mengurangi produksi estrogen dari ovarium. Dari
suatu penelitian multisenter didapati data pada pemberian agonis GnRH selama
6 bulan pada pasien dengan mioma uteri didapati adanya pengurangan volume
mioma sebesar 44%. Efek maksimal pemberian GnRH agonis baru terlihat
setelah 3 bulan. Pada 3 bulan berikutnya tidak terjadi pengurangan volume
mioma secara bermakna (Baziad, A (2003) dalam (Memarzadeh, S, dkk (2003)
dalam Hadibroto, B (2005)).
b. Terapi pembedahan
Menurut Hurst, BS (2005) dalam Hadibroto, B (2005) terapi pembedahan
pada mioma uteri dilakukan terhadap mioma yang menimbulkan gejala.
Menurut American College Of Obstetricians And Gynecologists (ACOG) dan
American Society for Reproductive Medicine (ASRM) indikasi pembedahan
pada pasien dengan mioma uteri adalah :
1. Perdarahan uterus yang tidak respon terhadap terapi konservatif
2. Sangkaan adanya keganasan
3. Pertumbuhan mioma pada masa menopause
4. Infertilitas karena gangguan pada cavum uteri maupun karena oklusi tuba
5. Nyeri dan penekanan yang sangat mengganggu
6. Gangguan berkemih maupun obstruksi traktus urinarius
7. Anemia akibat perdarahan
Tindakan pembedahan yang dilakukan adalah miomektomi maupun
histerektomi (Thompson, JD dan Warshaw J (1997), Hurst, BS (2005),
Namnnoun, AB (1997) dalam Hadibroto, B (2005)).
a. Miomektomi
Miomektomi sering dilakukan pada wanita yang ingin mempertahankan
fungsi reproduksinya dan tidak ingin dilakukan histerektomi. Dewasa ini ada
beberapa pilihan tindakan untuk melakukan miomektomi, berdasarkan ukuran
dan lokasi dari mioma. Tindakan miomektomi dapat dilakukan dengan
laparoktomi, histeroskopi maupun dengan laparoskopi (Namnnoun, AB (1997);
Falcone, T, dkk (2002) dalam Hadibroto, B (2005)).
Pada laparoktomi, dilakukan insisi pada dinding abdomen untuk
mengangkat mioma dari uterus. Keunggulan melakukan miomektomi adalah
lapangan pandang operasi yang lebih luas sehingga penanganan terhadap
perdarahan yang mungkin timbul pada pembedahan miomektomi dapat
ditangani dengan segera. Namun pada miomektomi secara laparoktomi resiko
terjadi pelengketan lebih besar, sehingga akan mempengaruhi faktor fertilitas
pada pasien. Disamping itu masa penyembuhan pasca operasi juga lebih lama,
sekitar 4-6 minggu (Thomson, JD (1997); Falcone, T (2002) dalam Hadibroto,
B (2005)).
Pada miomektomi secara histeroskopi dilakukan terhadap mioma
submukosum yang terletak pada cavum uteri. Pada prosedur pembedahan ini
ahli bedah memasukkan alat histeroskop melalui serviks dan mengisi kavum
uteri dengan cairan untuk memperluas dinding uterus. Alat bedah dimasukkan
melalui lubang yang terdapat pada histeroskop untuk mengangkat mioma
submukosum yang terdapat pada cavum uteri. Keunggulan teknik ini adalah
masa penyembuhan paska operasi (2 hari). Komplikasi operasi yang serius
jarang terjadi namun dapat timbul perlukaan pada dinding uterus,
ketidakseimbangan elektrolit dan perdarahan (Tulandi (1996) dalam Hadibroto,
B (2005)).
Miomektomi juga dapat dilakukan dengan menggunakan laparoskopi.
Mioma yang bertangkai diluar cavum uteri dapat diangkat dengan mudah
secara laparoskopi. Mioma subserosum yang terletak didaerah permukaan
uterus juga dapat diangkat dengan mudah secara laparoskopi. Tindakan
laparoskopi dilakukan dengan ahli bedah memasukkan alat laparoskopi ke
dalam abdomen melalui insisi yang kecil pada dinding abdomen. Keunggulan
laparoskopi adalah masa penyembuhan paska operasi yang lebih cepat antara
2-7 hari. Resiko yang terjadi pada pembedahan laparoskopi termasuk
perlengketan, trauma terhadap organ sekitar seperti usus, ovarium, rektum serta
perdarahan. Sampai saat ini miomektomi dengan laparoskopi merupakan
prosedur standar bagi wanita dengan mioma uteri yang masih ingin
mempertahankan fungsi reproduksinya (Falcone, T (2002); Tulandi (1996)
dalam Hadibroto, B (2005))
b. Histerektomi
Tindakan pembedahan untuk mengangkat uterus dilakukan dengan 3 cara
yaitu, dengan pendekatan abdominal (laparotomi), vaginal dan pada beberapa
kasus secara laparoskopi. Tindakan histerektomi pada mioma uteri sebesar
30% dari seluruh kasus. Tindakan histerektomi diindikasikan pada pasien
dengan keluhan:
- menorhagia
- metrorhagia
- keluhan obstruksi pada traktus urinarius
- keluahan uterus sebesar usia kehamilan 12-14 minggu (Thompson, JD dan
Warshaw J (1997) dalam Hadibroto, B (2005)).
Menurut Thompson, JD dan Warshaw J (1997) dalam Hadibroto, B
(2005), histerektomi perabdominal dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu total
abdominal hysterectomy (TAH) dan subtotal abdominal hysterectomy (SAH).
Pemilihan jenis pembedahan ini memerlukan keahlian seorang ahli bedah yang
bertujuan untuk kepentingan pasien. Masing-masing prosedur hysterektomi
memilki kelebihan dan kekurangan.
Total Abdominal Hysterectomy
( TAH )
Subtotal Abdominal Hysterectomy
( STAH )
Kekurangan
Pada TAH, jaringan granulasi yang
timbul pada tungkul vagina dan
perdarahan paska operasi dimana
keadaan initidak terjadi pada pasien
yang menjalani STAH.
Kelebihan
a. Dilakukan untuk menghindari resiko
operasi yang lebih besar, seperti
perdarahan yang banyak, trauma
opersai pada ureter, kandung kemih dan
rectum.
b. Ketika serviks ditinggalkan,menurut
penelitian Kilkku, 1983 di dapat data
bahwa terjadinya dyspareunia akan
lebih rendah disbanding yang
mengalami TAH, sehingga tetap bisa
menjalani fungsi seksual.
Kekurangan
Pada STAH, serviks masih tetap
ditinggalkan, sehingga kemungkinan
timbulnya karsinoma serviks dapat
terjadi.
Gambar Hysterekopi
2.9 Komplikasi
1. Pertumbuhan Leiomiosarkoma; yaitu tumor yang tumbuh dari miometrium, dan
merupakan 50 – 70 % dari semua sarkoma uteri. Ini timbul apabila suatu
mioma uteri yang selama beberapa tahun tidak membesar, sekonyong-konyong
menjadi besar, apalagi jika hal itu terjadi sesudah menopause.
2. Torsi (putaran tungkai); ada kalanya tungkai pada mioma uteri subserosum
mengalami putaran. Kalau proses ini terjadi mendadak, tumor akan mengalami
gangguan sirkulasi akut dengan nekrosis jaringan, dan akan nampak gambaran
klinik dari abdomen akut.
3. Nekrosis dan Infeksi; pada mioma submukosum, yang menjadi polip, ujung
tumor kadang-kadang dapat melalui kanalis servikalis dan dilahirkan di vagina.
Dalam hal ini ada kemungkinan gangguan sirkulasi dengan akibat nekrosis dan
infeksi sekunder (Prawiroharjo, 1996: 297).
2.10 Prognosis
Rekurensi setelah miomektomi terdapat pada 15-40% penderita dan 2/3
nya memerlukan pembedahan lagi (Mansjoer, A, dkk, 2001).