BAB II Refrat Jiwa FIX

19
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Fungsi Intelektual Ambang Fungsi Intelektual didefinisikan oleh adanya nilai inteligensia (I.Q.; intelligence quotient) dalam rentang 71 sampai 84. Menurut Diagnositic and Statistical Manual of Mental Disorders edisi keempat (DSM-IV), suatu diagnosis fungsi intelektual ambang adalah dibuat jika masalah yang berakar dari tingkat kognisi tersebut menjadi pusat perhatian klinis. Klinisi harus menilai tingkat intelektual pasien dan tingkat fungsi adaptif sekarang dan sebelumnya untuk mendiagnosis fungsi intelektual ambang. Pada kasus gangguan mental berat dimana tingkat fungsi adaptif sekarang telah memburuk, diagnosis fungsi intelektual ambang mungkin tidak jelas terlihat. Pada situasi tersebut klinisi harus menilai riwayat kronologis pasien untuk menentukan apakah gangguan tingkat fungsi adaptif adalah ditemukan sebelum onset gangguan mental. Hanya kira-kira 6 sampai 7 persen populasi ditemukan memiliki I.Q. ambang seperti yang ditunjukkan oleh tes Stanford Binet atau skala Wechsler. Alasan 3

description

buubuh

Transcript of BAB II Refrat Jiwa FIX

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1Fungsi Intelektual AmbangFungsi Intelektual didefinisikan oleh adanya nilai inteligensia (I.Q.; intelligence quotient) dalam rentang 71 sampai 84. Menurut Diagnositic and Statistical Manual of Mental Disorders edisi keempat (DSM-IV), suatu diagnosis fungsi intelektual ambang adalah dibuat jika masalah yang berakar dari tingkat kognisi tersebut menjadi pusat perhatian klinis.Klinisi harus menilai tingkat intelektual pasien dan tingkat fungsi adaptif sekarang dan sebelumnya untuk mendiagnosis fungsi intelektual ambang. Pada kasus gangguan mental berat dimana tingkat fungsi adaptif sekarang telah memburuk, diagnosis fungsi intelektual ambang mungkin tidak jelas terlihat. Pada situasi tersebut klinisi harus menilai riwayat kronologis pasien untuk menentukan apakah gangguan tingkat fungsi adaptif adalah ditemukan sebelum onset gangguan mental.Hanya kira-kira 6 sampai 7 persen populasi ditemukan memiliki I.Q. ambang seperti yang ditunjukkan oleh tes Stanford Binet atau skala Wechsler. Alasan yang mendasari dimasukkannya fungsi intelektual ambang dalam DSM-IV adalah bahwa orang dengan tingkat fungsi tersebut dapat mengalami kesulitan dalam kapasitas adaptifnya, yang mungkin akhirnya menjadi pusat perhatian terapi. Jadi, tanpa adanya konflik intrapsikis yang spesifik, trauma perkembangan, kelainan biokimiawi, dan faktor lain yang berhubungan dengan gangguan mental, orang tersebut mungkin mengalami penderitaan emosional yang berat. Frustasi dan penghinaan pada kesulitan mereka mungkin membentuk pilihan kehidupan mereka dan menyebabkan keadaan yang memerlukan intervensi psikiatrik.

2.1.1 EtiologiFaktor yang dapat diturunkan dan kondisi lingkungan dapat berperan dalam berbagai gangguan kognitif. Penelitian kembar dan adoptif telah mendukung hipotesis bahwa banyak gen yang berperan dalam perkembangan nilai inteligensia tertentu. Proses infeksi spesifik (seperti rubella congenital), pemaparan prenatal (seperti sindrom alkohol janin), dan kelainan kromosom spesifik (seperti sindrom X rapuh) menyebabkan retardasi mental tetapi faktor penyebab tersebut kemungkinan tidak menyebabkan fungsi intelektual ambang.

2.1.2 DiagnosisDalam DSM-IV ditemukan pernyataan berikut tentang fungsi intelektual ambang: Kategori ini dapat digunakan jika pusat perhatian klinis adalah berhubungan dengan fungsi intelektual ambang, yaitu, IQ dalam rentang 71 sampai 84. Diagnosis banding antara fungsi intelektual ambang dan retardasi mental ( suatu IQ 70 atau kurang) adalah cukup sulit jika disertai gangguan mental tertentu (misalnya, skizofrenia).

2.1.3 TerapiJika masalah dasar telah diketahui oleh ahli terapi, terapi psikiatrik dapat berhasil. Banyak orang dengan fungsi intelektual ambang adalah mampu untuk berfungsi pada tingkat yang unggul dalam beberapa bidang walaupun mengalami kurangan dalam bidang lain. Dengan mengarahkan orang tersebut pada bidang yang sesuai, dengan menunjukkan perilaku penerimaan secara sosial, dan dengan mengajarkan keterampilan hidup pada mereka, ahli terapi dapat menolong meningkatkan harga diri mereka.

2.2 Masalah AkademikDalam DSM-IV, masalah akademik adalah suatu kondisi yang bukan karena gangguan mental, seperti gangguan belajar atau gangguan komunikasi, atau, jika karena suatu gangguan mental, adalah cukup berat sehingga memerlukan perhatian klinis yang tersendiri. Jadi, seorang anak atau remaja dengan inteligensia normal dan bebas dari gangguan belajar atau gangguan komunikasi tetapi gagal dalam sekolah atau bekerja dengan buruk mungkin masuk dalam kategori ini.

2.2.1 EtiologiSuatu masalah akademik dapat disebabkan oleh berbagai faktor penyumbang dan dapat timbul setiap saat selama tahun-tahun sekolah anak. Sekolah adalah pekerjaan utama anak-anak dan remaja dan instrument sosial dan pendidikan mereka yang utama. Penyesuaian dan keberhasilan dalam lingkungan sekolah adalah tergantung pada penyesuaian fisik, kognitif, sosial dan emosional anak. Mekanisme menghadapi masalah yang sering pada anak-anak dalam berbagai tugas perkembangan biasanya dicerminkan dalam keberhasilan akademik dan sosial mereka disekolah. Anak laki-laki dan anak perempuan harus menghadapi proses perpisahan dari orangtua, penyesuaian dengan lingkungan yang baru, adaptasi dengan kontak sosial, kompetisi, tuntutan, keintiman, dan pemaparan dengan sikap yang tidak bersahabat. Hubungan yang langsung sering ditemukan antara prestasi sekolah dan bagaimana baiknya tugas tersebut dikuasai.Kecemasan mungkin memiliki peranan besar dalam menganggu prestasi akademik anak. Kecemasan dapat menghalangi kemampuan anak untuk melakukan tes dengan baik, untuk berbicara di masyarakat, dan untuk menanyakan pertanyaan jika mereka tidak mengerti suatu hal. Beberapa anak adalah sangat prihatin tentang cara orang lain memandang diri mereka bahwa mereka tidak mampu mencapai tugas akademik mereka. Pada beberapa anak, konflik tentang keberhasilan dan ketakutan tentang akibat yang mereka bayangkan menyertai keberhasilan dapat menghalangi keberhasilan akademik. Sigmund Freud menggambarkan orang dengan konflik tersebut sebagai mereka yang hancur karena keberhasilan. Suatu contoh adalah seorang remaja perempuan yang ketidakmampuannya untuk berhasil di sekolah adalah berhubungan dengan ketakutannya akan penolakan sosial atau kehilangan femininitas atau keduanya, karena ia menganggap keberhasilan adalah disertai dengan agresivitas dan kompetisi dengan anak laki-laki.Anak terdepresi mungkin juga mundur dari tujuan akademik; mereka memerlukan intervensi khusus untuk meningkatkan prestasi akademiknya dan untuk mengobati depresinya. Anak-anak yang tidak memiliki gangguan depresif berat tetapi yang memiliki masalah keluarga seperti kesulitan financial, perceraian orang tua, dan penyakit mental dalam keluarga mungkin teralihkan dan tidak mampu mencapai tugas akademik.Anak-anak yang mendapatkan pesan campuran dari orangtuanya tentang penerimaan kritik dan pengarahan kembali dari gurunya mungkin mengalami kebingungan dan tidak mampu bekerja baik di sekolah. Hilangnya orang tua sebagai guru utama dan menonjol dalam kehidupan anak mungkin menyebabkan konflik identitas bagi beberapa anak. Beberapa pelajar kehilangan rasa diri yang stabil dan tidak mampu untuk mengidentifikasi tujuan bagi diri mereka, yang menyebabkan rasa kebosanan dan kesia-siaan sebagai pelajar.Latar belakang kultural dan ekonomi dapat berperan dalam bagaimana baiknya yang dirasakan anak di sekolah dan dapat mempengaruhi pencapaian akademik anak. Tingkat sosiekonomi, keluarga, pendidikan orangtua, ras, agama, dan fungsi keluarga dapat mempengaruhi rasa penyesuaian anak dan dapat mempengaruhi persiapan anak untuk memenuhi tuntutan sekolah. Sekolah, guru, dan klinisi dapat berbagi tilikan tentang bagaimana mendorong lingkungan yang produktif dan bekerja sama bagi semua anak dalam suatu ruang kelas.Harapan guru tentang prestasi muridnya adalah mempengaruhi prestasi tersebut. Guru bertindak sebagai agen penyebab yang harapannya dapat membentuk perkembangan keterampilan dan kemampuan muridnya yang berbeda. Pembiasaan teretentu pada awal sekolah, terutama jika negatif dapat menganggu prestasi akademik. Jadi, respons afektif guru kepada seorang anak dapat cepat timbulnya masalah akademik. Hal yang terpenting adalah pendekatan yang penyanyang dari guru kepada muridnya dalam semua tingkat pendidikan, termasuk sekolah kedokteran.

2.2.2 Diagnosis BandingDalam DSM-IV ditemukan pernyataan berikut tentang masalah akademik:Kategori ini dapat dipergunakan jika pusat perhatian klinis adalah masalah akademik yang bukan karena gangguan mental, atau jika karena gangguan mental, adalah cukup parah untuk memerlukan perhatian klinis yang tersendiri. Suatu contoh adalah pola kegagalan naik kelas atau lebih rendahnya pencapaian secara bermakna pada orang dengan kapasitas intelektual yang adekuat tanpa adanya Gangguan Belajar atau Komunikasi atau adanya gangguan mental lain yang akan menyebabkan masalah.

2.2.3 TerapiWalaupun tidak dianggap suatu gangguan mental, masalah akademik seringkali dapat dihilangkan oleh cara psikologis. Teknik psikoterapik dapat berhasil digunakan bagi kesulitan sekolah yang berhubungan dengan motivasi buruk, konsep diri yang buruk, dan pencapaian yang kurang.Usaha awal untuk menghilangkan masalah adalah penting karena masalah dalam belajar dan prestasi sekolah adalah sering bercampur dan mencetuskan kesulitan yang berat. Perasaan marah, frustasi, rasa malu, hilangnya rasa hormat tehadap diri sendiri, dan keputusasaan (emosis yang sering menyertai kegagalan sekolah) secara emosional dan kognitif adalah merusak harga diri, menganggu prestasi di masa depan dan mengaburkan harapan untuk keberhasilan.Tutoring adalah teknik yang efektif dalam menghadapi masalah akademik dan harus dipertimbangkan dalam sebagian besar kasus. Tutoring adalah terbukti berguna dalam mempersiapkan menghadapi tes pilihan berganda objektif seperti Scholastic Aptitude Test (SAT), Medical College Aptitude Test (MCAT) dan ujian nasional. Mengerjakan pengujian tersebut secara berulang kali dan menggunakan keterampilan relaksasi adalah dua teknik perilaku yang memilki nilai besar dalam menghilangkan kecemasan.

2.3 Perilaku Antisosial Masa Anak-anak atau RemajaPerilaku antisocial pada anak-anak dan remaja meliputi banyak tindakan yang melanggar hak orang lain, termasuk tindakan agresi dan kekerasan yang jelas dan tindakan yang tersembunyi seperti menipu, mencuri, membolos, dan lari dari rumah. Definisi DSM-IV untuk gangguan konduksi adalah memerlukan pola berulang untuk sekurangnya tiga perilaku antisocial selama sekurangnya enam bulan, tetapi perilaku antisosial masa anak-anak dan remaja dapat terdiri dari peistiwa terisolasi yang tidak berperan untuk suatu gangguan mental tetapi menjadi pusat perhatian klinis. Timbulnya gejala antisocial yang kadang-kadang adalah sering terjadi pada anak-anak yang memiliki berbagai gangguan mental, termasuk gangguan psikotik, gangguan depresif, gangguan pengendalian impuls, dan perilaku mengacau dan defisit atensi seperti gangguan atensi/hiperaktivitas dan gangguan menentang oposisional.Usia dan tingkat perkembangan anak adalah berperan dalam manifestasi gangguan tingkah laku dan mempengaruhi kemungkinan anak untuk memenuhi kriteria diagnostik untuk suatu gangguan konduksi, berlawanan dengan perilaku antisocial masa anak-anak. Jadi seorang anak berusia 5 atau 6 tahun kemungkinan tidak memenuhi kriteria untuk tiga gejala antisocial sebagai conto, konfrontasi fisik, pemakaian senjata dan memaksa seseorang untuk aktivitas seksual tetapi, gejala tunggal seperti memulai perkelahian, adalah sering ditemukan pada kelompok usia tersebut.

2.3.1 EpidemiologiDiperkirakan perilaku antisocial terentang ari 5-15 persen dari populasi umum dan agak lebih sedikit pada anak-anak dan remaja. Laporan telah mencatat peningkatan frekuensi perilaku anti sosial dalam lingkungan perkotaan dibandingkan dengan daerah pedesaan. Dalam suatu laporan, risiko berhubungan dengan polisi karena perilaku antisocial adalah 20 persen untuk remaja laki-laki dan 4 persen untuk remaja perempuan.

2.3.2 EtiologiPerilaku antisosial mungkin terjadi dalam konteks gangguan mental. Perilaku antisosial adalah memiliki banyak penentu, terjadi paling sering pada anak-anak atau remaja dengan banyak faktor risiko. Di antara faktor risiko yang paling sering adalah pengasuhan dari orang tua yang kasar dan menyiksa secara fisik, kriminalitas orang tua, dan perilaku impulsive dan hiperaktif pada anak. Ciri penyerta tambahan pada anak-anak dan remaja dengan perilaku antisocial adalah IQ yang rendah, kegagalan akademik, dan tingkat pengawasan orang tua yang rendah.Faktor psikologis, jika pengalaman mengasuh anak adalah buruk, anak mengalami gangguan emosional, yang menyebabkan harga diri yang buruk dan kemarahan yang tidak disadari. Mereka tidak diberi batas dan pegangan mereka adalah sedikit karena mereka tidak menginternalisasikan larangan orang tua yang diperlukan untuk pembentukan superego. Dengan demikian, mereka memiliki apa yang dinamakan lakuna superego, yang memungkinkan mereka melakukan tindakan antisocial tanpa rasa bersalah. Kadang-kadang perilaku antisocial anak tersebut adalah suatu sumber kesenangan dan kepuasan orang tua yang memerankan harapan dan impuls mereka sendiri yang tidak dapat dimaafkan melalui anak-anaknya. Temuan konsisten pada orang dengan tindakan perilaku kekerasan yang berulang adalah riwayat penyiksaan anak.2.3.3 Diagnosis dan Gambaran KlinisDalam DSM-IV ditemukan pernyataan berikut ini tentang perilaku antisocial masa anak-anak atau remaja:Kategori ini dapat digunakan jika pusat perhatian klinis adalah perilaku antisosial pada seorang anak atau remaja yang bukan karena gangguan mental (missal gangguan konduksi atau suatu gangguanpengendalian impuls). Contohnya adalah tindakan antisocial terisolasi pada anak atau remaja (bukan suatu pola perilaku antisosial).Perilaku masa anak-anak yang paling sering berhubungan dengan perilaku antisocial adalah mencuri, tidak dapat diperbaiki, penahanan, masalah sekolah, impulsivitas, promiskuitas, perilaku oposisional, membohong, usaha bunuh diri, penyalahgunaan zat, membolos, melarikan diri, berhubungan dengan orang yang tidak baik, dan keluar larut malam. Semakin banyak jumlah gejala yang ada pada masa anak-anak, semakin besar kemungkinan perilaku antisocial dewasa tetapi adanya banyak gejala juga menyatakan perkembangan gangguan mental lain pada kehidupan dewasa.2.3.4 Diagnosis BandingGangguan berhubungan zat - termasuk gangguan pemakaian alcohol, kanabis dan kokain gangguan bipolar I, dan skizofrenia pada masa anak-anak sering memanifestasikan dirinya sebagai perilaku antisosial.

2.3.5 TerapiLangkah pertama dalam menentukan terapi yang sesuai untuk seorang anak atau remaja yang memanifestasikan perilaku antisosial adalah untuk menilai keperluan untuk mengobati gangguan mental yang terjadi bersamaan, seperti gangguan bipolar I, suatu gangguan psikotik, atau suatu gangguan depresif yang mungkin berperan dalam perilaku antisosial.Terapi perilaku antisocial adalah melibatkan penatalaksanaan perilaku, yang paling efektif jika pasien berada dalam lingkungan yang terkendali atau jika anggota keluarga anak berperan serta dalam mempertahankan program perilaku. Sekolah dapat membantu memodifikasi perilaku antisocial di dalam ruang kelas. Hadiah untuk perilaku prososial dan dorongan positif untuk mengendalikan perilaku yang tidak diinginkan adalah memiliki manfaat.Pada kasus perilaku agresif dan kekerasan, medikasi telah digunakan dengan suatu keberhasilan. Lithium (Eskalith), haloperidol (Haldol), dan methylphenidate (Ritalin) dapat menurunkan agresi pada beberapa kasus.Adalah lebih sulit untuk mengobati anak-anak dan remaja dengan perilaku antisocial jangka panjang terutama perilaku yang tersembunyi, seperti mencuri dan membohong. Terapi kelompok telah digunakan untuk mengobati perilaku tersebut, dan pendekatan memecahkan masalah kognitif dan cukup membantu.

2.4 Masalah IdentitasMasalah identitas adalah berhubungan dengan gangguan berat tentang rasa diri seseorang saat menyinggung tujuan jangka panjang, persahabatan, nilai moral, aspirasi karir, orientasi seksual, dan loyalitas kelompok. Ini bukan merupakan gangguan mental dalam DSM-IV. Dalam DSM edisi ketiga yang direvisi (DSM-III-R), gangguan dianggap sebagai gangguan mental, gangguan identitas. Masalah identitas kadang-kadang bermanifestasi dalam konteks gangguan mental tertentu seperti gangguan mood, gangguan psikotik, dan gangguan kepribadian ambang.

2.4.1 EpidemiologiTidak ada informasi yang dapat dipercaya tentang faktor predisposisi, pola keluarga, rasio jenis kelamin, atau prevalensi. Tetapi, masalah dengan pembentukan identitas tampaknya merupakan hasil dari kehidupan dalam masyarakat modern. Sekarang ini, anak-anak dan remaja mengalami banyak ketidakstabilan dalam kehidupan keluarga, peningkatan masalah pembentukan identitas, peningkatan konflik antara nilai remaja sebaya dan nilai orangtua dan masyarakat, dan peningkatan pemaparan terhadap berbagai kemungkinan moral, perilaku, dan gaya hidup melalui media dan pendidikan.

2.4.2 EtiologiPenyebab masalah identitas adalah sering multifaktorial dan termasuk tekanan dari keluarga yang sangat disfungsional dan pengaruh gangguan mental yang menyertai. Pada umumnya, remaja yang menderita gangguan depresif berat, gangguan psikotik, dan gangguan mental lainnya melaporkan perasaan diasingkan dari anggota keluarga dan mengalami suatu tingkat kekacauan.Anak-anak yang memiliki kesulitan dalam menguasai tugas perkembangan yang diharapkan adalah kemungkinan mengalami kesulitan dengan tekanan untuk menegakkan identitas yang baik selama masa remaja.Erik Erikson menggunakan istilah identitas lawan difusi peran untuk menggambarkan tugas perkembangan dan psikososial yang menantang remaja untuk menggabungkan pengalaman masa lalu dan tujuan sekarang menjadi rasa diri yang melekat.

2.4.3 Diagnosis dan Gambaran KlinisDalam DSM-IV ditemukan pertanyaan berikut ini tentang masalah identitas:Kategori ini dapat digunakan jika pusat perhatian klinis adalah ketidakpastian tentang berbagai masalah yang berhubungan dengan identitas seperti tujuan jangka panjang, pilihan karir, pola persahabatan, orientasi dan perilaku seksual, nilai moral, dan loyalitas kelompok.Ciri penting dari masalah identitas adalah timbul di sekitar pertanyaan Siapa saya? Konflik dialami sebagai aspek diri yang didamaikan yang tidak dapat diintegrasikan oleh remaja menjadi suatu identitas yang melekat. Jika gejala tidak dikenali dan diatasi, krisis identitas yang lengkap dapat terjadi. Seperti yang digambarkan oleh Erikson, remaja memanifestasikan keraguan yang berat dan ketidakmampuan untuk membuat keputusan (abulia), rasa isolasi dan kekosongan dalam diri, bertambahnya ketidakmampuan untuk berhubungan dengan orang lain, gangguan fungsi seksual, distorsi perspektif waktu, rasa mendesak dan penerimaan identitas negatif.Ciri penyerta yang sering adalah ketidaksesuaian yang jelas antara persepsi diri remaja dan pandangan yang dimiliki orang lain terhadap remaja tersebut; kecemasan dan depresi sedang yang biasanya berhubungan dengan preokupasi dalam diri, bukannya kenyataan luar; keraguan diri dan ketidakpastian tentang masadepan, dengan kesulitan mengambil pilihan atau pengalaman impulsive dalam usaha untuk menegakkkan identitas yang mandiri. Beberapa orang dengan masalah identitas adalah bergabung dengan kelompok mirip pemujaan.

2.4.4 Diagnosis BandingMasalah identitas harus dibedakan dari suatu gangguan mental (seperti gangguan kepribadian ambang, gangguan skizofreniform, skizofrenia, atau suatu gangguan mood). Sekali waktu, apa yang tampaknya merupakan masalah identitas dapat menjadi manifestasi prodromal dari salah satu gangguan-gangguan tersebut.Konflik yang kuat tetapi normal yang berhubungan dengan pematangan, seperti kekacauan remaja dan krisis kehidupan pertengahan, mungkin membingungkan, tetapi hal itu biasanya tidak disertai dengan perburukan yang nyata dalam fungsi sekolah, kejuruan, atau sosial atau dengan penderitaan subjektif yang jelas. Tetapi, cukup banyak bukti yang menyatakan bahwa kekacauan remaja adalah sering bukan merupakan fase yang menjadi lebih besar tetapi menyatakan psikopatologi yang sesungguhnya.

2.4.5 Perjalanan Penyakit dan PrognosisOnset masalah identitas adalah paling sering pada masa remaja akhir, saat remaja berpisah dari keluarga inti dan berusaha untuk menegakkan system identitas dan nilai yang mandiri. Onset biasanya dimanifestasikan oleh peningkatan bertahap kecemasan, depresi, fenomena regresif seperti kehilangan minat dalam bersahabat, sekolah dan aktivitas iritabilitas, kesulitan tidur, dan perubahan kebiasaan makan.Perjalanan penyakit biasanya adalah relative singkat, karena keterlambatan perkembangan adalah responsive terhadap dukungan, penerimaan, dan pemberian penundaaan psikososial. Suatu perpanjangan luas masa remaja dengan masalah identitas yang kontinu dapat menyebabkan keadaaan difusi peran yang kronik yang mungkin menyatakan suatu gangguan dalam stadium perkembangan awal dan adanya gangguan kepribadian ambang, suatu gangguan mood, atau skizofrenia. Masalah identitas biasanya selesai pada pertengahan usia 20-an. Jika masalah tersebut menetap, orang dengan masalah identitas mungkin tidak mampu mengambil komitmen karir atau kehilangan pencapaian.

2.4.6 TerapiPsikoterapi individual yang diarahkan untuk mendorong pertumbuhan dan perkembangan biasanya dianggap sebagai terapi yang terpilih. Remaja dengan masalah identitas sering bereaksi terhadap teknik psikoterapeutik seperti pasien gangguan kepribadian ambang di mana transferensi dimungkinkan untuk mengembangkan konteks regresi yang terkendali tanpa memuaskan atau menginfantilkan pasien. Perasaan dan harapan pasien dikenali, dan pasien didorong untuk memeriksa harapan dan perasaan mereka tentang pemutusan dan mencoba untuk mengerti, dengan bantuan empatik dari ahli terapi, apa yang terjadi pada diri mereka.

3