BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.uksw.edu/bitstream/123456789/14691/2/T1_312014086_BAB II... ·...

26
12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini penulis akan membahas perjanjian internasional secara umum untuk menjawab rumusan masalah yang akan dibahas didalam bab pembahasan nanti. Pembahasan kali ini penulis menggunakan metode konseptual di mana terdapat beberapa argumentasi yang disampaikan oleh beberapa ahli mengenai perjanjian internasional. Sehingga penulis akan membahas mengenai isu hukum berupa sikap negara non peserta perjanjian terhadap perjanjian yang bersifat universal. Adapun argumentasi penulis dari isu tersebut yaitu penulis berpendapat bahwa perjanjian yang bersifat universal dan mengandung prinsip-prinsip umum atau general principles merupakan perjanjian yang bersifat law making treaty di mana bila dilihat dari karakteristiknya perjanjian tersebut secara praktik akan mengikat bagi semua negara baik itu negara peserta maupun negara non peserta. Sehingga sebelum penulis memberikan pembahasan mengenai alasan argumentasi tersebut,penulis akan menjelaskan terlebih dahulu memberikan beberapa pembahasan yaitu pertama pandangan teoretik tentang eksistensi hubungan internasional, kedua sumber-sumber hukum internasional, ketiga hubungan antara hukum internasional dengan hukum nasional, keempat perjanjian internasional sebagai sumber hukum internasional , kelima treaty contract dan law making treaty kemudian

Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.uksw.edu/bitstream/123456789/14691/2/T1_312014086_BAB II... ·...

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.uksw.edu/bitstream/123456789/14691/2/T1_312014086_BAB II... · rasionalitas bagi pentingnya hidup berdampingan secara tertib dan damai ... mempersoalkan

12

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Dalam bab ini penulis akan membahas perjanjian internasional

secara umum untuk menjawab rumusan masalah yang akan dibahas

didalam bab pembahasan nanti. Pembahasan kali ini penulis menggunakan

metode konseptual di mana terdapat beberapa argumentasi yang

disampaikan oleh beberapa ahli mengenai perjanjian internasional.

Sehingga penulis akan membahas mengenai isu hukum berupa sikap

negara non peserta perjanjian terhadap perjanjian yang bersifat universal.

Adapun argumentasi penulis dari isu tersebut yaitu penulis berpendapat

bahwa perjanjian yang bersifat universal dan mengandung prinsip-prinsip

umum atau general principles merupakan perjanjian yang bersifat law

making treaty di mana bila dilihat dari karakteristiknya perjanjian tersebut

secara praktik akan mengikat bagi semua negara baik itu negara peserta

maupun negara non peserta.

Sehingga sebelum penulis memberikan pembahasan mengenai alasan

argumentasi tersebut,penulis akan menjelaskan terlebih dahulu

memberikan beberapa pembahasan yaitu pertama pandangan teoretik

tentang eksistensi hubungan internasional, kedua sumber-sumber hukum

internasional, ketiga hubungan antara hukum internasional dengan hukum

nasional, keempat perjanjian internasional sebagai sumber hukum

internasional , kelima treaty contract dan law making treaty kemudian

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.uksw.edu/bitstream/123456789/14691/2/T1_312014086_BAB II... · rasionalitas bagi pentingnya hidup berdampingan secara tertib dan damai ... mempersoalkan

13

yang keenam perjanjian internasional sebagai hasil kodifikasi hukum

kebiasaan internasional berikut pembahasan dari penulis.

A. Pandangan Teoretik tentang Eksistensi Hukum Internasional

1. Teori Hukum Alam/Naturalisme

Dalam hal ini teori hukum alam (natural law) merupakan hukum

yang diturunkan untuk bangsa-bangsa, dengan alasan bahwa hukum

yang tertinggi adalah hukum alam. Teori hukum alam ini berasaskan

kebenaran dan keadilan. Hukum alam merupakan hukum yang tidak

dapat diubah. Tokoh dalam teori hukum alam adalah Emmerich de

Vattel, Hugo Grotius (Hugo de Groot).

Pada dasarnya teori hukum alam adalah hukum yang berasal dari

Tuhan yang berbentuk asas kebenaran dan keadilan yang bersifat

mutlak yang dimiliki oleh setiap manusia contohnya human rights.

Socrates berpegang teguh bahwa keadilan yang sesungguhnya serta

hukum yang benar itu tidak akan ditemui dalam Undang-Undang yang

dibentuk penguasa-penguasa negara, ia bertempat tinggal di dalam diri

dan dalam kesadaran manusia itu sendiri.

Sumbangan yang diberikan kepada hukum internasional berupa

dasar-dasar pembentukkan hukum yang ideal konsep hidup

bermasyarakat internasional merupakan keharusan yang diperintahkan

oleh akal budi manusia, teori hukum alam setelah meletakkan dasar

rasionalitas bagi pentingnya hidup berdampingan secara tertib dan

damai antarbangsa-bangsa di dunia ini walaupun mereka memiliki

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.uksw.edu/bitstream/123456789/14691/2/T1_312014086_BAB II... · rasionalitas bagi pentingnya hidup berdampingan secara tertib dan damai ... mempersoalkan

14

asal-usul keturunan, pandangan hidup, dan nilai-nilai yang berbeda-

beda. Dalam perjanjian internasional dikenal dengan istilah customary

law

Kelemahan dari teori ini adalah tidak adanya kepastian hukum

yang dapat dibenarkan. Karena keadilan dan kebenaran sebuah hal

yang relatif bagi masing-masing individu.

2. Teori Hukum Positif/Positivisme

Teori hukum positif berbeda dengan teori hukum alam, sumber

hukum dalam teori hukum positif yaitu berasal dari perundang-undangan.

Dengan keadilan dan kebenaran yang dikodifikasi ini dapat memberikan

kepastian bagi pihak-pihak terikat.

Dalam hukum internasional sering dijumpai yaitu dalam bentuk

konvensi. Istilah konvensi ini sangat populer di kalangan masyarakat

internasional. Pembuatan konvensi ini dibuat oleh perwakilan negara

dengan berbagai pertimbangan berdasarkan suasana dalam negara-negara

pihak

Kelemahan dari teori ini adalah perundang-undangan dibentuk oleh

manusia. Setiap negara tidak dapat menerapkan dan rentan terjadinya

sebuah konflik.

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.uksw.edu/bitstream/123456789/14691/2/T1_312014086_BAB II... · rasionalitas bagi pentingnya hidup berdampingan secara tertib dan damai ... mempersoalkan

15

B. Sumber-Sumber Hukum Internasional

Secara material sumber hukum dapat diartikan sebagai sumber isu

hukum atas dasar berlakunya hukum dan kaidah-kaidah hukum itu

diciptakan. Dapat juga diartikan sebagai sumber hukum yang

mempersoalkan sebab apa hukum tersebut mengikat? dan sumber hukum

apakah yang menjadi dasar untuk mengikat.

Berdasarkan Pasal 38 ayat 1 Statuta Mahkamah Internasional

menyebutkan bahwa :

1. The Court, whose function is to decide in accordance with

international law such disputes as are submitted to it, shall

apply:

a. international conventions, whether general or particular,

establishing rules expressly recognized by the contesting

states

b. international custom, as evidence of a general practice

accepted as law

c. the general principles of law recognized by civilized

nations

d. subject to the provisions of Article 59, judicial decisions

and the teachings of the most highly qualified publicists of

the various nations, as subsidiary means for the

determination

of rules of law

Dalam terjemahan bahasa Indonesia maka hakim dalam mengadili

perkara-perkara yang diajukan Mahkamah Internasional akan

mempergunakan sumber hukum tersebut. Adapun urutan penyebutan

sumber hukum dalam Pasal 38 ayat 1 dibagi menjadi dua yaitu pertama

sumber hukum utama/primer yaitu perjanjian internasional, kebiasaan-

kebiasaan internasional, dan prinsip-prinsip hukum. Kedua Sumber hukum

subsidier keputusan yurisprudensi internasional dan ajaran para ahli.

Berikut pembahasan mengenai sumber hukum internasional

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.uksw.edu/bitstream/123456789/14691/2/T1_312014086_BAB II... · rasionalitas bagi pentingnya hidup berdampingan secara tertib dan damai ... mempersoalkan

16

1. Perjanjian Internasional

Perjanjian Internasional merupakan sumber hukum yang sudah

tidak asing lagi dikalangan masyarakat internasional. Selain itu

perjanjian internasional merupakan instrumen terpenting dalam

pelaksanaan hubungan internasional antarnegara. Dalam perjanjian

Internasional akan menimbulkan hak dan kewajiban bagi setiap pihak,

yang menjadi pesertanya. Selain itu perjnjian internasional juga

berperan sebagai sarana untuk meningkatkan kerjasama antarnegara.

Kelebihan dari perjanjian internasional dibandingkan dengan

kebiasaan internasional yaitu sifat dari perjanjian internasional bersifat

tertulis sehingga mudah digunakan pembuktian. Dengan demikian

perjanjian Internasional dapat memberikan kepastian hukum.

Istilah-istilah perjanjian internasional beragam yaitu convention,

final act, declaration, memorandum of understanding (MoU),

agreement,protocol dan lain-lain. Istilah tersebut hanya penyebutan

biasa tidak mengandung dampak yuridis. 1 Syarat penting untuk

dikatakan sebgai perjanjian internasional bahwa perjanjian tersebut

tunduk pada rezim hukum internasional walaupun para pihaknya

adalah negara. Diatur dalam Pasal 2 (1a) Konvensi Wina 1969 tentang

hukum perjanjian adalah persetujuan yang dilakukan oleh negara-

negara, bentuknya tertulis dan diatur oleh hukum internsional.

Berdasarkan jumlah pesertanya perjanjian Internasional terdapat

perjanjian bilateral dan multilateral. Kemudian berdasarkan luas

1 Sefriani, pengantar hukum internasional, Rajawali Pers, Jakarta, 2014, h.28

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.uksw.edu/bitstream/123456789/14691/2/T1_312014086_BAB II... · rasionalitas bagi pentingnya hidup berdampingan secara tertib dan damai ... mempersoalkan

17

wilyahnya regional dan universal. Berdasarkan kaidah hukumnya

terdapat perjanjian treaty contract dan law making treaty.

2. Kebiasaan Internasional

Menurut Dixon hukum kebiasaan internasional adalah hukum

yang berkembang dari praktik atau kebiasaan-kebiasaan negara.

Hukum kebiasaan merupakan sumber hukum tertua dalam hukum

internasional. Walaupun saat ini hukum kebiasaan internasional

semakin kecil karena bertambah banyaknya perjanjian-perjanjian yang

membentuk hukum namun secara substansial hukum kebiasaan

merupakan bagian dari perjanjian internasional. Hukum kebiasaan

internasional dikristalisir dari adat istiadat atau praktek-praktek negara

melalui hubungan diplomatik antar negara, praktek-praktek organisasi

internasional dan Undang-Undang nasional.2 Sehingga terdapat 2 unsur

kebiasaan diantaranya adalah unsur faktual dan unsur psikologis.

Unsur faktual memiliki karakter merupakan praktik dari negara-negara,

unsur praktik umum,unsur praktik yang berulang-ulang dan unsur

jangka waktu. Sedangkan unsur psikologis merupakan penilaian yang

bersifat abstrak dan subjektif.

Namun tidak dapat disangkal eksistensi dari new customary law

yang dapat menggantikan hukum kebiasaan yang sudah ada existing

2 J.G Starke,Pengantar Hukum Internasional jilid II, Penerbit C,V Alumni, Bandung ,

1968 h. 20

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.uksw.edu/bitstream/123456789/14691/2/T1_312014086_BAB II... · rasionalitas bagi pentingnya hidup berdampingan secara tertib dan damai ... mempersoalkan

18

rule yang didukung oleh opinio juris 3 contoh kasusnya adalah

Indonesia melanggar hukum kebiasaan internasional yaitu dalam kasus

Tobacco Case dimana Indonesia tidak memberikan ganti rugi sesuai

hukum kebiasaan Internasional yang berlaku ketika menasionalisasi

perusahaan dan perkebunan tembakau milik warga dan perusahaan

Belanda. Sehingga menurut hukum kebiasaan internasional Belanda

harus memenuhi unsure promp dan effective.

3. Prinsip – Prinsip Umum tentang Hukum

Prinsip-prinsip hukum umum diperkenalkan pertama kali oleh

Statuta PCIJ dengan maksud untuk menghindari masalah non liquet

dalam suatu perkara yang dihadapkan pada hakim karena pada

prinsipnya hakim tidak dapat menolak perkara yang dijauhkannya

dengan alasan tidak ad hukumnya.

Adapun beberapa prinsip-prinsip hukum secara umum mencakup

seluruh bidang hukum baik itu pidana,perdata,lingkungan dan lain-

lain. Beberapa prinsip-prinsip lain yaitu pacta sunt servanda,good

faith,nullum delictum nulla poena legenali,nebis in idem,good

governance dan lain-lain. Dalam kasus EASTERN Carelia Case 1923

PCIJ menyatakan bahwa kemerdekaan negara merupakan prinsip yang

fundamental dalam hukum internasional.4

3 Sefriani, Ibid, h.46

4 Ibid, h. 50

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.uksw.edu/bitstream/123456789/14691/2/T1_312014086_BAB II... · rasionalitas bagi pentingnya hidup berdampingan secara tertib dan damai ... mempersoalkan

19

4. Keputusan-Keputusan Hakim atau Yurisprudensi Internasional

Dalam Pasal 38 Statuta MI disebutkan sebagai sumber hukum

tambahan (subsidiary) bagi sumber hukum di atasnya. Bukan berarti

bahwa putusan pengadilan lebih rendah dibandingkan dengan sumber

hukum lainnya, karena putusan pengadilan ini tidak dapat berdiri

sendiri yang dasarnya dimambil oleh hakim. Serta putusan pengadilan

digunakan hakim untuk memperkuat argumentasi sumber hukum di

atasnya.

Walaupun putusn hakim tidak dapat mengikat namun putusan ini

dapat menimbulkan kebiasaan-kebiasaan Internasional yang kemudian

digunakan oleh hakim untuk dasar putusan dengan kasus-kasus yang

serupa. Contohnya adalah dalam kasus Anglo-Norwegian Fisheries

Case 1952 serta Reparation for Injuries Suffered in the Crevice of the

UN 1949 . Dalam kasus pertama hakim menciptakan ketentuan baru

dalam Hukum Internasional mengenai batas teritorial berdasarkan

geografis dan kepentingan ekonominya. Kemudian kasus yang kedua

hakim menciptakan kaidah baru UN sebagai organisasi baru

memberikan ganti rugi berdasarkan hukum internasional.

5. Ajaran dari Ahli

Doktrin sama halnya dengan putusan pengadilan yaitu hanya

subsider. Ajaran para ahli bukanlah hukum ysng mengikat meskipun

banyak ahli seperti Bynkershoek,Grotius, Vattel,Strake atau pakar

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.uksw.edu/bitstream/123456789/14691/2/T1_312014086_BAB II... · rasionalitas bagi pentingnya hidup berdampingan secara tertib dan damai ... mempersoalkan

20

hukum lain karena hanya berupa opini tidak mengikat dan bukan

hukum. Sehingga hakim tidak dapat memutus perkara berdasarkan

opini para pakar ahli.

Namun ajaran ahli meskipun bukan hukum banyak para ahli

memberikan pendapat seperti Gidel tentang zona laut tambahan yang

kemudian diikuti pakar lainnya sehingga menjadi hukum kebiasaan

internasional.

C. Hubungan Antara Hukum Internasional dengan Hukum Nasional

1. Teori Dualisme

Dalam teori ini hukum internasional dan hukum nasional

merupakan sistem hukum yang dipisahkan sehingga tidak memiliki

hubungan hierarki antara kedua sistem hukum ini. Adapun ciri-ciri dari

dualisme yaitu :5

1. Hukum internasional dan hukum nasional berlaku pada wilayah

yang berbeda

2. Aparat hukum menerapkan hukum internasional dalam

statusnya sebagai norma hukum nasional

3. Hukum internasional ditransformasikan kedalam hukum

nasional

4. Tidak mungkin terjadi konflik karena wilayahnya berbeda

5Damos Dumoli Agusman, Hukum Perjanjian Internasional Teori dan Praktik Indonesia.

Bandung: PT Refika Aditma, 2010,h.97

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.uksw.edu/bitstream/123456789/14691/2/T1_312014086_BAB II... · rasionalitas bagi pentingnya hidup berdampingan secara tertib dan damai ... mempersoalkan

21

Proses transformasi dimana norma hukum internasional berubah

karakter menjadi produk hukum nasional serta tunduk dan masuk pada tata

urutan perundang-undangan nasional. 6 maka konsekuensi yang diterima

negara harus adanya lembaga hukum untuk mengkonversikan hukum

internasional ke hukum nasional.

2. Teori Monisme

Aliran monisme menempatkan hukum internasional merupakan

satu kesatuan sistem hukum. Pemberlakuan hukum internasional

tidak harus melalui transformasi bila ada proses legalisasi hanya

merupakan implementasi dari norma hukum internasional.

Dengan demikian hukum internasional yang berada dalam sistem

hukum internasional berkarakter hukum Internasional .7 Karena aliran

satu sistem maka untuk menghindari adanya konflik antara hukum

nasional dan internasional aliran ini dibagi menjadi dua yaitu

mendahulukan hukum nasional (primat hukum nasional) dan

mendahulukan hukum internasional (primat hukum internasional.

berikut ciri-ciri dari monoisme yaitu8:

1. Hukum internasional dan hukum nasional merupakan satu

kesatuan sistem

2. Aparat hukum menerapkan norma hukum internasional dalam

statusnya sebagai norma hukum internasional

6 Ibid., h.97

7 Mochtar kusumaatmadja dan Etty R. Agoes, Pengantar Hukum Internasional, Penerbit

PT Alumni, Bandung, 2003, hlm.61-64. 8Damos Dumoli, Op.Cit., h.88

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.uksw.edu/bitstream/123456789/14691/2/T1_312014086_BAB II... · rasionalitas bagi pentingnya hidup berdampingan secara tertib dan damai ... mempersoalkan

22

3. Hukum internasional di inkorporasi dengan hukum nasional

4. Terbuka munculnya konflik antara hukum internasional dengan

hukum nasional. Melahirkan primat hukum nasional.

a. Teori Monisme dengan Primat Hukum Internasional

Menurut A Verdross, G.Scelle,Hans Kelsen, W.Kaufaman, teori

ini berpendapat bahwa terdapat suatu kesatuan sistem hukum dimana

hukum internasional berada ditingkatan teratas. Akibatnya hukum

nasional harus selalu sesuai dan mengikuti hukum internasional. Hal

ini disebabkan alasan bahwa subjek hukum internasional sebenarnya

tidak terlalu berbeda dengan subjek hukum nasional, dimana didalam

hukum internasional maupun hukum nasional individu adalah subjek

hukum yang utama , walaupun didalam hukum internasional yang

dimksud dengan individu merujuk pada statusnya sebagai pejabat

negara.

Selain itu sumber hukum internasional sebenarnya lebih superior

secara hierarki daripada hukum nasional sehingga dalam

pemberlakuannya hukum internasional tidak perlu ditransformasikan

lebih lanjut. Namun konstitusi nasional dapat memberikan

pengecualian lebih lanjut

b. Teori Monisme dengan Primat Hukum Nasional

Menurut J.J Moser, C.Bergobhm, A Zhorn, M.Wensel dalam

teori ini hukum nasional diutamakan dari pada hukum internasional

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.uksw.edu/bitstream/123456789/14691/2/T1_312014086_BAB II... · rasionalitas bagi pentingnya hidup berdampingan secara tertib dan damai ... mempersoalkan

23

dengan alasan bahwa hukum internasional bukanlah suatu bentuk

pedoman perilaku individu yang diutamakan adalah kepentingan

negara terkait. Dalam doktrin ini hanya mengenal satu sistem saja.

3. Doktrin Inkorporasi dan Transformasi

Doktrin pertama yaitu doktrin inkorporasi yang menyebutkan

bahwa Hukum Internasional akan berlaku otomatis menjadi bagian

dari Hukum Nasional tanpa adopsi sebelumnya. Sedangkan doktrin

transformasi Hukum Internasional tidak menjadi Hukum Internasional

kecuali sampai diimplementasikan dalam Hukum Nasional lebih dulu.

Menurut akademisi Ninon Melatyugra dalam jurnal menyebutkan

bahwa teori inkorporasi merupakan teknik dari monisme dimana

negara dapat menerapkan hukum internasional di wilayah nasional

tanpa mengubah dasar hukumnya. Teknik incorporation memberi

implikasi terciptanya jenis treaty yakni selfexecuting treaty yang

bersifat dapat diterapkan secara langsung dalam sistem hukum

nasional. 9

Sedangkan teori dualisme menggunakan teknik transformation

dimana penerapan hukum internasional harus diikuti dengan proses

legislasi untuk mengubah hukum internasional menjadi bagian dari

hukum nasional. Teknik transformasi ini menghasilkan jenis hukum

yang bersifat non-self-executing treaty dimana jenis tersebut tidak akan

9 Ninon Melatyugra,”Mendorong sikap lebih bersahabat terhadap hukum internasional :

penerapan hukum internasional oleh pengadilan indonesia”, jurnal refleksi Hukum Fakultas Hukum Univeristas Kristen Satya Wacana, 2016, hal 48.

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.uksw.edu/bitstream/123456789/14691/2/T1_312014086_BAB II... · rasionalitas bagi pentingnya hidup berdampingan secara tertib dan damai ... mempersoalkan

24

memiliki daya eksekusi tanpa aturan tambahan atauaturan pelaksana

nasional.

Adapun kelemahan dalam teori tersebut menurut Ninon memiliki

beberapa kelemahan diantaranya Pertama, teori tersebut bersifat expost

yang hanya melihat pada praktik-praktik negara saja. Kedua, teori

tersebut kurang mengandung normative content yang tidak dapat

digunakan sebagai argumen di pengadilan nasional. Ketiga, teori

tersebut tidak mampu menghadapi praktik overlapping terhadap teori

itu sendiri di suatu negara.

Walaupun dari uraian diatas Hukum Internasional dan Hukum

Nasional tidak mempunyai pengaruh sama sekali, justru dalam praktik

Hukum Internasional dan Hukum Nasional saling mempengaruhi dan

membutuhkan satu sama lain khususnya untuk Indonesia

Pertama, hukum internasional akan lebih efektif apabila

ditransformasikan kedalam hukum nasional. Sebelum meratifikasi

GATT/WATO Indonesia sempat tidak dapat menggunakan anti

dumping untuk melindungi perdagangan Internasional. Kedua, Hukum

Internsional akan menjembatani ketika Hukum Nasional tidak dapat

diterapkan di wilayah lain. Contohnya ketika indonesia menangkap

seorang buronan yang lari ke luar negeri maka diperlukan perjanjian

ekstradisi antar negara.

Ketiga, hukum internasional mengharmonisasikan perbedaan-

perbedaan dalam hukum nasional misalnya pencemaran air laut, setiap

negara memiliki peraturan yang berbeda-beda maka agar terjadi

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.uksw.edu/bitstream/123456789/14691/2/T1_312014086_BAB II... · rasionalitas bagi pentingnya hidup berdampingan secara tertib dan damai ... mempersoalkan

25

kesamaan dan kepastian hukum kelompok ASEAN membuat

perjanjian. Hukum internasional tumbuh dari praktik hukum nasional.

Kelima meskipun negara mempunyai prescription jurisdiction, dalam

pembuatan perundang-undangan nasional, negara tidak dapat membuat

seenaknya harus melihat hukum internasional yang sudah ada.

D. Perjanjian Internasional Sebagai Sumber Hukum Internasional

1. Pengertian Perjanjian Internasional

Perjanjian internasional merupakan bentuk kodifikasi dari kaidah

kaidah kebiasaan (custom). Kaidah-kaidah hukum ini semakin hari

semakin menyusut akibat dari “yang membentuk hukum”

(lawmaking)10

bentuk kodifikasi tersebut contohnya yaitu Vienna

Convention On The Law Of Treaties 1969. Namun praktik tentang

perjanjian internasional sudah berjalan lebih dahulu dan menjadi

kebiasaan internasional sehingga kebiasaan internasional tetap akan

berperan sebagai sumber dinamis bagi hukum internasional.

Maka menurut Vienna Convention On The Law Of Treaties 1969

perjanjian internasional adalah :

An international agreement concluded between states in written

form and governed by international law, whether embodied in a

single instrument or in two or more related instruments and

whatever its praticular designation

Sehingga unsur-unsur dari pengertian perjanjian internasional

adalah ; an international agreement yang berarti bahwa perjanjian ini

10

Strake, Pengantar Hukum Internasional (edisi kesepuluh), Penerbit Sinar Grafika, Jakarta, 2010, h.45

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.uksw.edu/bitstream/123456789/14691/2/T1_312014086_BAB II... · rasionalitas bagi pentingnya hidup berdampingan secara tertib dan damai ... mempersoalkan

26

berkarakter internasional yang mengatur aspek-aspek hukum

internasional dan permasalahan antar lintas negara ; subject of

international law pembuatan ini harus subjek-subjek hukum tertentu

yaitu negara, organisasi internasional, palang merah internasional,

tahta suci/vatican, belligerent ; In written form pembatasan ruang

lingkup perjanjian internasional hanya pada perjanjian tertulis ;

Governed by international law mengatakan bahwa setiap negara

melaksanakan kewajiban dan tunduk terhadap hukum internasional (

biasanya berbentuk kontrak antar negara ) ; Whatever forms definisi

perjanjian internasional lebih mengutamakan prosedur perjanjian

internasional.

Sejarah dibentuknya Vienna Convention On The Law Of Treaties

1969. Pada tahun 1935 komisi hukum internasional mengkodifikasi

kebiasaan-kebiasaan tersebut dalam bentuk rancangan konvensi

tentang hukum internasional. Sehingga pada tahun 1948 ILC yang

didirikan PBB ditugaskan untuk membuat konvensi perjanjian

internasional hingga sidang yang kesebelas baru terumuskan konvensi

Vienna Convention On The Law Of Treaties 1969 dan memenuhi

syarat berlaku (entry into force) sebagai hukum positif internasional

pada tanggal 27 Januari 1980.

Secara praktik perjanjian internasional tidak memiliki konsekuensi

namun perjanjian internasional tetap di klasifikasikan berdasarkan

ruang lingkupnya. Mengenai perjanjian internasional dilihat dari sudut

pandang formil sebagai berikut. Banyak negara-negara yang akan

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.uksw.edu/bitstream/123456789/14691/2/T1_312014086_BAB II... · rasionalitas bagi pentingnya hidup berdampingan secara tertib dan damai ... mempersoalkan

27

menuangkan hubungan internasional kedalam bentuk perjanjian

internasional dengan tujuan agar memperoleh jaminan kepastian

hukum bagi pihak-pihak yang bersangkutan maupun pihak ketiga.

Dalam sub bab ini penulis hanya memfokuskan mengenai sifat

perjanjian yaitu law making treaty dan treaty contract. Jenis perjanjian

lain yang dijabarkan hanya secara umum saja. Perjanjian internasional

di bagi menjadi beberapa bagian diantaranya :

a. Ditinjau dari segi jumlah negara yang menjadi pihak

pesertanya

Perjanjian Internasional bilateral, yaitu perjanjian

internasional yang para pihaknya atau negara peserta yang

terikat dalam perjanjian tersebut hanya dua negara saja

contohnya perjanjian antara Indonesia dan Malaysia

tentang kepulauan Sipadan dan Ligitan. Dengan demikian

negara diluar pihaknya tidak dapat ikut campur atas

perjanjian yang telah disepakati oleh kedua negara tersebut

Perjanjian internasional multilateral, yaitu perjanjian

internasionalnya yang pihak-pihak pesertanya lebih dari

dua negara. Contohnya konvensi wina 1969 tentang Hukum

Perjanjian. Perjanjian ini bersifat terbuka bagi negara

manapun yang akan menjadi pesertanya.

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.uksw.edu/bitstream/123456789/14691/2/T1_312014086_BAB II... · rasionalitas bagi pentingnya hidup berdampingan secara tertib dan damai ... mempersoalkan

28

b. Ditinjau dari segi ruang lingkup berlakunya

Perjanjian Internasional regional perjanjian ini bersifat

terbatas dan hanya pada satu kawasan tertentu saja

contohnya perjanjian internasional antara negara-negara

dikawasan Amerika Latin, Afrika, dan Timur tengah

Perjanjian Internasional universal merupakan perjanjian

internasional yang substansi dan ruang lingkup berlaku

diseluruh muka bumi perjanjian ini bersifat law making

treaty contohnya DUHAM 1948

2. Pengaturan Perjanjian Internasional

Selain perjanjian Vienna Convention On The Law Of Treaties 1969

yang mengandung norma kebiasaan internasional terdapat pula

perjanjian The Vienna Convention on The Law of Treaties between

States and International Organizations or between International

Organizations (yang kemudian disingkat menjadi konvensi wina

1986).

Ditetapkan dalam sidang umum PBB pada 18 Februari hingga 21

Maret 1986 di Wina Austria. Dalam perjanjian tersebut merupakan

salah satu sumber perjanjian internasional multilateral yang

diposisikan untuk melihat hak dan kewajiban dari subyek hukum

internasional. Adapun isi dan tujuan dari konvensi wina 1986 tidak

jauh berbeda dengan konvensi wina 1969 yang membedakan hanyalah

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.uksw.edu/bitstream/123456789/14691/2/T1_312014086_BAB II... · rasionalitas bagi pentingnya hidup berdampingan secara tertib dan damai ... mempersoalkan

29

subyek yang terikat berbeda. Dimana konvensi 1986 mengatur antar

organisasi internasional

3. Prinsip-Prinsip Perjanjian Internasional

Dalam perjanjian internasional terdapat prinsip-prinsip hukum

internasional seperti prinsip pacta sunt servanda menurut Schmitthoff

dan Goldstajn menganggap bahwa prinsip ini diakui secara

internasional dan merupakan prinsip penting. Prinsip ini menyebutkan

bahwa para pelaku harus melaksanakan kesepakatan-kesepakatan yang

telah disepakatinya dan dituangkan dalam bentuk kontrak. Prinsip ini

banyak ditemui dalam perjanjian kontrak.

Terdapat general principles of law berdasarkan Pasal 38 (1)

Statuta Mahkamah Internasional merupakan bentuk hukum

internasional mengenai prinsip-prinsip atau asas-asas hukum

umum (General principles of law). Secara historis dan empiris

(kenyataan) kebiasaan internasional dan perjanjian internasional

merupakan sumber hukum internasional primer yang terpenting

atau terutama. 11

Kemudian mengenai konsep jus cogens merupakan

serangkain prinsip atau norma yang tidak dapat diubah

(peremptory) yang tidak boleh diabaikan.12

Sehingga konsekuensi

11

Alma,. Loc.Cit hal.138 12

JG Strake., Loc.Cit hal.66

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.uksw.edu/bitstream/123456789/14691/2/T1_312014086_BAB II... · rasionalitas bagi pentingnya hidup berdampingan secara tertib dan damai ... mempersoalkan

30

negara harus menerima dan patuh karena jus cogens bersifat

memaksa.

McNair mendefinisikan jus cogens merupkan norma yang

memaksa yaitu dengan cara mengikat para pembentuk hukum

internasional. Jus cogens merupakan bahasa latin yang memiliki

arti “compelling law. A mandatory norm of genereal international

law from which no or two more nations may exempt themselves or

release one another” 13

Dengan demikian general principles of law merupakan

kebiasaan internasional yang sejak dulu terikat bagi setiap negara.

DUHAM merupakan bentuk dari general principles of laws karena

mengatur seluruh masyarakat internasional dan juga telah diakui

oleh masyarakat internasional. Karena sifatnya tersebut masih

mengatur secara umum maka banyak konvensi-konvensi yang

saling bermunculan mengadopsi dari DUHAM atau bisa disebut

sebut konvensi tersebut merupakan lex specialist.

Prinsip pacta teritiis nec nocent nec prosount prinsip ini

menyebutkan bahwa suatu perjanjian internasional hanya memberikan

hak dan kewajiban kepada pihak-pihak yang terikat pada perjanjian

tersebut. Pihak lain atau pihak ketiga tidak ada sangkut pautnya

terhadap perbuatan hukum yang ada dalam perjanjian internasional.

Prinsip jus cogens merupakan prinsip atau norma yang tidak dapat

13

Bryan a Garner, Black’s law dictionary st paul minn 1999 hlm 184

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.uksw.edu/bitstream/123456789/14691/2/T1_312014086_BAB II... · rasionalitas bagi pentingnya hidup berdampingan secara tertib dan damai ... mempersoalkan

31

diubah,tidak boleh diabaikan dan karenanya dapat untuk membatalkan

suatu perjanjian apabia tidak sesuai dengan salah satu norma atau

prinsip. Dalam perjanjian internasional dikenal dengan prinsip

clausula rebus sic stantibus dimana dalam prinsip ini menegaskan

bahwa negara peserta dapat mengambil langkah yang ditunjukan untuk

mengesampingkan kewajiban yang dikehendaki oleh traktat.14

Prinsip equality rights pihak yang berhubungan memiliki

kedudukan yang sama. Adapun negara memiliki prinsip free consent

yaitu negara bebas menyatakan kehendaknya. Jadi pihak ketiga tidak

memiliki peran apapun dan tidak memiliki hak serta melaksanakan

kewajiban yang diatur dalam perjanjian Reciprositas (Asas timbal-

balik), yaitu tindakan suatu negara terhadap negara lain dapat dibalas

setimpal, baik tindakan yang bersifat negatif atau pun posistif.

Courtesy, yaitu asas saling menghormati dan saling menjaga

kehormatan masing-masing negera. Rebus sic stantibus, yaitu asas

yang dapat digunakan untuk memutuskan perjanjian secara sepihak

apabila terdapat perubahan yang mendasar/fundamental dalam keadaan

yang bertalian dengan perjanjian internasional yang telah disepakati.

E. Treaty Contract dan Law Making Treaty

1. Treaty Contract

Treaty Contract perjanjian yang bersifat treaty contract lebih

condong kepada perjanjian bilateral. Perjanjian bilateral ini hanya

14

Janwahir Thontowi dan Pranoto Iskandar, hukum internasional kontemporer, Refika Aditama,Bandung, 2006. H. 57

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.uksw.edu/bitstream/123456789/14691/2/T1_312014086_BAB II... · rasionalitas bagi pentingnya hidup berdampingan secara tertib dan damai ... mempersoalkan

32

memiliki 2 subyek hukum. Perjanjian ini dapat ditemukan pada

perjanjian bilateral, trilateral, dan regional.15

Contoh perjanjian

bilateral adalah perjanjian mengenai Dwi kewarganegaraan antara

Indonesia dan Tiongkok. Pada tanggal 22 April 1955 telah tercapai

perjanjian antara pemerintah indonesia dan pemerintah Tiongkok

(Lembaran negara no.5 tahun 1958) oleh menteri luar negeri Sunario

dan Chou En Lai. Isi perjanjian tersebut dituangkan dalam Undang-

Undang No.2 Tahun 1958 pada 11 Januari 1958 yang

diimplementasikan dengan Peraturan Pemerintah No 20 Tahun 1959

adapun waktu pelaksanaan diberi batasan yaitu dua tahun pada 20

Januari 1960-1962 sesuai dengan perjanjian. Sehingga Ausralia tak

dapat turut serta dalam perjanjian dwi kewarganegaraan antara

Indonesia dan Tiongkok

Perjanjian bilateral merupakan perjanjian internasional bila dilihat

dari segi fungsinya dikatakan sebagai treaty contract biasannya

bersifat perdata.16

Karena hanya mengakibatkan hak dan kewajiban

bagi pihak-pihak yang terikat dalam perjanjian tersebut. Sehingga

pihak ketiga diluar perjanjian tersebut tidak dapat bergabung kecuali

pihak ketiga meratifikasi perjanjian. Hak dan kewajiban negara yang

terikat harus dilaksanakan.

Terkait dengan pelaksanaan hak dan kewajiban para pihak setelah

perjanjian tersebut maka timbulah perbuatan hukum. Treaty contract

tergolong perjanjian yang bersifat khusus dan tertutup. Karena

15

Sefriani, loc. it hal 29 16

Mochtar kusumaatdja. Loc. Cit. h.113

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.uksw.edu/bitstream/123456789/14691/2/T1_312014086_BAB II... · rasionalitas bagi pentingnya hidup berdampingan secara tertib dan damai ... mempersoalkan

33

kekhususan perjanjian tersebut konsekuensinya adalah perjanjian ini

tidak dapat bersifat universal atau berlaku bagi semua negara.17

Sehinggga perbuatan hukum tersebut hanya dapat dilakukan oleh para

pihak yang terikat.

2. Law Making Treaty

Law making treaty Perjanjian internasional yang bersifat Law

making-treaty merupakan perjanjian internasional yang meletakkan

ketentuan-ketentuan atau kaedah-kaedah hukum bagi masyrakat

internasional sebagai keseluruhan.18

Contoh perjanjian-perjanjiannya

adalah Konvensi 1949 tentang perlindungan korban perang, konvensi-

konvensi hukum laut tahun 1958, dan konvensi vienna tahun 1961

tentang hukum diplomatik.

Sifat dari perjanjian ini terbuka bagi pihak lain diluar perjanjian

dibandingkan dengan treaty contract. Karena perjanjian law making

treaty ini mengatur tentang masalah-masalah umum mengenai semua

anggota masyarakat internasional .19

karena sifatnya terbuka sehingga

pihak ketiga dapat tergabung dalam perjanjian tersebut dan perjanjian

ini merupakan kodifikasi dari hukum kebiasaan yang berlaku dari

17

Eddy Pratomo, Hukum Perjanjian Internasional, Kompas Gramedia, Jakarta, 2016. h. 98

18 Mochtar Kusumaatmadja, Pengantar Hukum Internasional, Binacipta, Bandung, 1976

h.114 19

Ibid

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.uksw.edu/bitstream/123456789/14691/2/T1_312014086_BAB II... · rasionalitas bagi pentingnya hidup berdampingan secara tertib dan damai ... mempersoalkan

34

sebelumnya yang berisikan progressive development 20

merupakan

kebiasaan baru atau prinsip hukum yang berlaku internasional.

Karakteristik progressive development dimana negara peserta

terikat pada seluruh pasal perjanjian, kemudian untuk negara bukan

peserta hanya terikat pada isi pasal (existing customary law) karena

hukum kebiasaan, maka karakteristik utama dalam progressive

development bersifat new customary 21

.

Contoh negara diluar pihak perjanjian adalah Tanzania,

Gahana, dan Guinea.22

Negara tersebut tidak turut dalam konversi

Jenewa 1949 tentang Perlindungan Korban Perang.

Sehingga perjanjian yang bersifat law-making treaty ini

memperbolehkan pihak-pihak diluarnya untuk mendukung perjanjian

tersebut. Ada beberapa jenis law-making treaty diantaranya adalah23

:

1. Masalah yang diatur adalah masalah yang menjadi

kepentingan beberapa negara saja. Contohnya

negara penghasil cengkeh yang diikuti oleh tiga atau

lima negara saja namun negara diluar perjanjian

tersebut dapat (negara penghasil cengkeh) menjadi

peserta.

2. Masalah yang diatur merupakan kepentingan

sebagian besar atau seluruh negara dunia.

20

Sefriani. Loc.cit. hal.30 21

Ibid hal. 31 22

Mochtar kusumaatmadja, loc.cit. hal.114 23

I wayan, Pengantar Hukum Internasional, Mandar maju, Bandung, hal.164

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.uksw.edu/bitstream/123456789/14691/2/T1_312014086_BAB II... · rasionalitas bagi pentingnya hidup berdampingan secara tertib dan damai ... mempersoalkan

35

Contohnya hukum laut internasional,perlindungan

korban perang dan sejenisnya. Perjanjian-perjanjian

tersebut memiliki sifat dan isi yang menyangkut

kepentingan seluruh negara didunia sehingga

melahirkan kaidah-kaidah hukum internasional

universal

Implikasi yang ditimbulkan bagi negara peserta yaitu berupa

kewajiban dalam ketentuan tersebut akan mengikat sedangkan

terhadap negara-negara yang non peserta maka ketentuan

perjanjian tersebut mengikat selama ketentuan tersebut

mencerminkan hukum kebiasaan.24

Kewajiban tersebut muncul

karena norma atau kewajiban berasal dari hukum yang sebelumnya

terdapat dalam kebiasaan. 25

Sehingga berdsarkan jenis law making treaty diatas ditegaskan

kembali bahwa yang dimaksudkan dengan “menjadi kaidah hukum

yang berlaku umum” tidak berlaku untuk semua perjanjian

multirateral. Harus disesuaikan dengan isi atau masalah dan daerah

/ kawasan itu sendiri. Jadi perjanjian internasional law making

treaty merupakan universal atau umum, ini merupakan “Ruang

Lingkup Konvensi” (Framework Convention).26

24

Janwahir. Loc.Cit.hal.60 25

Martin Dixton, Textbook on International Law, London: Blackstone Press, 1996, hlm.25.

26 Strake,Introduction to International Law, London, 1977 hal.37

Page 25: BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.uksw.edu/bitstream/123456789/14691/2/T1_312014086_BAB II... · rasionalitas bagi pentingnya hidup berdampingan secara tertib dan damai ... mempersoalkan

36

F. Perjanjian Internasional Sebagai Hasil Kodifikasi Hukum Kebiasaan

Internasional

Dari pembahasan dalam bab sebelumnya telah disebutkan bahwa

perjanjian internasional merupakan salah satu sumber hukum internasional

primer dan perjanjian internasional merupakan bentuk kodifikasi dari

hukum kebiasaan internasional yang dalam norma dan kaidahnya

mengadopsi unsur kebiasaan internasional. Prinsip dari perjanjian

internasional jus cogens dimana prinsip ini merupakan sebuah norma yang

memiliki keutamaan dibandingkan dengan norma-norma yang lainnya27

.

Perjanjian internasional terdapat dalam perjanjian yang bersifat

multilateral dimana dalam perjanjian ini mengandung kebiasaan-kebiasaan

negara yang kemudian dikodifikasikan dalam bentuk normatif contohnya

adalah tentang Konvensi Hukum laut. Dalam perjanjian multilateral

memiliki implikasi bahwa perjanjian ini menimbulkan kewajiban yang

dibebankan kepada negara-negara baik negara peserta dan negara bukan

peserta28

Sehingga perjanjian multilateral merupakan bentuk kodifikasi

dari hukum kebiasaan yang sudah berlaku sebelumnya.29

Perjanjian yang pengkodifikasiannya merupakan existing

customary law merupakan perjanjian multilateral yang bersifat progresive

development maka setiap negara bukan peserta perjanjian hanya terikat

pada isi pasal yang bersifat existing customary law merupakan perjanjian

campuran antara hukum kebiasaan yang sudah berlaku dengan

perkembangan baru. Contoh dari perjanjian yang bersifat new customary

27

Janwahir,LOC.Cit, h. 74 28

Ibid, h. 60 29

Sefriani,Ibid, h.29

Page 26: BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.uksw.edu/bitstream/123456789/14691/2/T1_312014086_BAB II... · rasionalitas bagi pentingnya hidup berdampingan secara tertib dan damai ... mempersoalkan

37

adalah perjanjian Space Treaty 1967. Dimana perjanjian ini belum ada

norma yang mengatur tentang luar angkasa sebelumnya sehingga karena

semakin berkembangnya teknologi modern, maka dibuatlah Space Treaty

1967.