BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi dan Neurofisiologi Otak II.pdf · area premotorik, area motorik...

44
8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi dan Neurofisiologi Otak Otak adalah organ vital yang terdiri dari 100-200 milyar sel aktif yang saling berhubungan dan bertanggung jawab atas fungsi mental dan intelektual kita. Otak terdiri dari sel-sel otak yang disebut neuron (Leonard, 2008). Otak merupakan organ yang sangat mudah beradaptasi meskipun neuron- neuron di otak mati tidak mengalami regenerasi, kemampuan adaptif atau plastisitas pada otak dalam situasi tertentu bagian-bagian otak dapat mengambil alih fungsi dari bagian-bagian yang rusak. Otak sepertinya belajar kemampuan baru. Ini merupakan mekanisme paling penting yang berperan dalam pemulihan stroke (Feigin, 2006). Secara garis besar, sistem saraf dibagi menjadi 2, yaitu sistem saraf pusat dan sistem saraf tepi. Sistem saraf pusat (SSP) terbentuk oleh otak dan medulla spinalis. Sistem saraf disisi luar SSP disebut sistem saraf tepi (SST). Fungsi dari SST adalah menghantarkan informasi bolak balik antara SSP dengan bagian tubuh lainnya (Noback dkk, 2005). Otak merupakan bagian utama dari sistem saraf, dengan komponen bagiannya adalah: 2.1.1 Humunkulus Sistem motorik dan sensorik diatur oleh area otak tertentu. Pemetaannya disesuaikan dengan anggota gerak yang diinervasi. Pada anggota gerak yang

Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi dan Neurofisiologi Otak II.pdf · area premotorik, area motorik...

8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Neurofisiologi Otak

Otak adalah organ vital yang terdiri dari 100-200 milyar sel aktif yang

saling berhubungan dan bertanggung jawab atas fungsi mental dan intelektual

kita. Otak terdiri dari sel-sel otak yang disebut neuron (Leonard, 2008).

Otak merupakan organ yang sangat mudah beradaptasi meskipun neuron-

neuron di otak mati tidak mengalami regenerasi, kemampuan adaptif atau

plastisitas pada otak dalam situasi tertentu bagian-bagian otak dapat mengambil

alih fungsi dari bagian-bagian yang rusak. Otak sepertinya belajar kemampuan

baru. Ini merupakan mekanisme paling penting yang berperan dalam pemulihan

stroke (Feigin, 2006).

Secara garis besar, sistem saraf dibagi menjadi 2, yaitu sistem saraf pusat

dan sistem saraf tepi. Sistem saraf pusat (SSP) terbentuk oleh otak dan medulla

spinalis. Sistem saraf disisi luar SSP disebut sistem saraf tepi (SST). Fungsi dari

SST adalah menghantarkan informasi bolak balik antara SSP dengan bagian tubuh

lainnya (Noback dkk, 2005).

Otak merupakan bagian utama dari sistem saraf, dengan komponen

bagiannya adalah:

2.1.1 Humunkulus

Sistem motorik dan sensorik diatur oleh area otak tertentu. Pemetaannya

disesuaikan dengan anggota gerak yang diinervasi. Pada anggota gerak yang

9

memiliki tingkat sensitivitas yang peka dan memiliki gerak motorik yang halus,

maka memiliki area yang luas. Humunkulus dibagi menjadi 2 macam, yakni

humunkulus motorik dan humunkulus sensorik.

Humunkulus motorik merupakan area pergerakan tubuh yang

dipresentasikan dengan bentuk terbalik di girus presentalis. Mulai dari bawah

kearah superior adalah struktur yang berperan dalam proses menelan, lidah, dan

daerah wajah. Area berikutnya merupakan daerah luas untuk gerakan jari,

terutama ibu jari, tangan, bahu, badan (gambar 2.1). Gerakan pinggul, lutut,

pergelangan kaki dipresentasikan di area girus presentalis yang paling tinggi.

Humunkulus menggambarkan area otak yang berfungsi untuk menginervasi

bagian tubuh tertentu secara kontralateral. Humunkulus motorik berasal dari area

motorik primer (area 4 broadman) yang merupakan area otak yang berfungsi

untuk mengeksekusi gerakan. Area ini akan membentuk sebuah jalur desenden ke

medulla spinalis atau yang biasa disebut traktus piramidalis. Semakin luas area

humunkulus, maka semakin komplek pula fungsi area tubuh yang diinervasi

olehnya. Apabila area motorik ini mengalami kerusakan, maka akan menyebabkan

kelainan pada bagian tubuh yang diinervasi oleh area otak tersebut (Scivoletto,

2007)

10

Gambar 2.1 Humunkulus motorik (Scivoletto, 2007)

Selain humunkulus motorik, terdapat humunkulus sensorik (gambar 2.2).

Humunkulus ini terletak pada girus possentralis di lobus parietalis di area 1, 2,

dan 3 menurut topografi broadman. Area ini merupakan area somatosensorik yang

bennanfaat untuk menerima rangsang yang datang dari panca indra. Proses

penerimaan impuls oleh area somatosensorik dibagi menjadi 3 orde. Orde

pertama, stimulus atau rangsang yang diterima oleh reseptor-reseptor ditingkat

perifer dibawa menuju ke posterior horn cell (PHC) di medula spinalis. Orde

kedua, membawa impuls dari medulla spinalis menuju thalamus yang dibawa oleh

traktus spinotalamikus. Selanjutnya impuls dari thalamus akan dibawa menuju

kortek sensorik melalui traktus thalamokortikalis (Wade, 2013).

Kelainan yang muncul pada kondisi CP Spastik Diplegia mempunyai ciri

ekstremitas bawah dominan mengalami gangguan. Berdasarkan susunan

humunkulus pada gambar 2.1, dapat disimpuIkan bahwa CP Spastik Diplegia.

mengalami gangguan pada area otak yang mengurusi anggota gerak bawah yang

terletak pada sisi superior cerebri (Sherpherd, 2007).

11

Gambar 2.2 Humunkulus sensorik (Sherpherd, 2007)

2.1.2 Area Broadman

Otak memiliki banyak fungsi, salah satunya adalah fungsi motorik. Area

otak yang mengurusi motorik atau gerakan berasal dari area otak yang terletak di

girus presentralis lobus frontalis. Aktivitas tersebut dimediasi oleh tiga area

kortek yakni, area motorik primer (area 4 broadman), area premotor (area 6

broadman) dan area motorik tambaban (gambar 2.3). Pada area presentralis yang

terletak pada girus presentralis, dibagi menjadi daerah posterior dan anterior.

Daerah posterior disebut sebagai area motorik, area motorik primer atau area

broadman 4 menempati girus presentalis yang membentang melewati tepi

superior masuk ke dalam lobulus parasentalis. Daerah anterior dikenal sebagai

area premotorik, area motorik sekunder atau area broadman 6, serta sebagian area

8, 44 dan 45. Fungsi dari area motorik primer adalah untuk menimbulkan

gerakan-gerakan individual pada berbagai bagian tubuh. Sedangkan fungsi dari

area premotorik adalah untuk menyimpan program aktivitas motorik yang

12

dikumpulkan berdasarkan pengalaman yang lalu. Dengan demikian, area

premotorik membuat program aktivitas motorik pada area motorik primer. Area

ini terutama berperan untuk mengontrol gerakan postural kasar melalui

hubungannya dengan basal ganglia. Area motorik tambahan terletak di girus

frontalis medialis pada permukaan medial hemisferium dan di anterior lobulus

parasentralis. Area motorik tambahan mentransmisikan informasi dari area lain di

kortek dan basal ganglia ke kortrek motorik primer (Gordon,2005).

Dalam sistem gerak, beberapa area di otak saling bekerjasama untuk

menghasilkan gerakan yang halus terkoordinasi. Gerakan yang terampil dan

terkoordinasi dihasilkan dari kerja kortek motorik yang dibantu oleh basal

ganglia. Sebuah perencanaan motorik dibuat oleh area premotor yang nantinya

akan dieksekusi oleh area motorik primer. Gerakan yang dihasilkan oleh kortek

motorik primer masih kasar, sehingga perlu dikontrol oleh area premotor yang

berhubungan dengan basal ganglia. Dengan peran dari basal ganglia maka gerakan

yang dihasilkan akan lebih terkontrol (Gordon, 2005).

Gambar 2.3 Area broadman cerebral cortek (Gordon, 2005)

13

Keterangan gambar 2.31. Area gerakan mata dan perubahan

pupil2. Area premotor (bagian dari sirkuit

ekstrapiramidal)3. Area motorik primer4. Area somatosensorik5. Area asosiasi sensorik

6. Area asosiasi7. Area asosiasi visual8. Area visual primer9. Area asosiasi visual10. Kortek audio primer11. Area asosiasi audio12. Area bicara

2.1.3 Sirkuit kontrol

Terdapat dua jalur pararel yang mengontrol dan memodifikasi gerakan, jalur

tersebut adalah jalur cerebellar dan jalur basal ganglia. Serebellum dan basal

ganglia menerima input dari beberapa kortek sensorik dan motorik dan di

proyeksikan kembali ke kortek serebri melalui thalamus. Serebellum dan basal

ganglia mengirim informasi ke brain stem dan traktus ekstrapiramidalis.

Serebellum berperan dalam mengkoordinasikan aktivitas otot selama gerakan,

gerakan lembut yang terarah, dan berfungsi untuk memulai gerakan. Sedangkan

basal ganglia berperan dalam motor program dan melakukan respon motorik

otomatis (Campion, 2008).

Basal ganglia merupakan istilah yang digunakan untuk menyebut beberapa

area di subcortical gray matter yang meliputi nukleus kaudatus, putamen, globus

pallidus, nukleus subthalamikus dan substansia nigra. Nukleus kaudatus dan

putamen menyusun striatum. Striatum merupakan reseptor utama dari basal

ganglia yang menerima input dari kortek serebri. sistem limbik, thalamus dan

substansia nigra. Input yang berasal dari kortek serebri merupakan eksitasi dan

merupakan proyeksi dari sensorik dan kortek motorik menuju ke putamen, dari

prefrontal kortek menuju ke nukleus kaudatus dan dari kortek limbik dan

14

amigdala menuju ke ventral striatum. Basal ganglia memiliki sejumlah lintasan

yakni (1) dari striatum ke globus pallidus ke thalamus ke kortek dan ke striatum,

(2) dari striatum ke substansia nigra dan ke striatum, (3) dari globus pallidus ke

subthalamus dan berakhir ke globus pallidus (Campion, 2008).

Input kortikal dari basal ganglia kebanyakan menggunakan

neurostransmitter glutamate. Striatum merupakan area di otak yang paling kaya

mengandung dua neurotransmitter yang penting didanalam system saraf pusat

yakni achetylchline dan dopamine. Acetylcholine merupakan neurotransmitter

pada sinaps di kebanyakan saraf, sedangkan dopamine diproduksi di substansia

nigra dan disalurkan ke striatum melalui akson nigrostriatal. untuk bekerja pada

striatum. Apabila terjadi kerusakan pada substansia nigra, maka akan

menyebabkan penurunan level dopamine pada striatum. Aktivitas basal ganglia

dimodulasi oleh neuron dopaminergic di substansia nigra. Dopamine memiliki

efek eksitasi pada neuron striatal pada jalur langsung dan efek inhibisi pada jalur

tidak langsung. Jalur langsung terdiri dari putamen nukleus kaudatus, dan striatum

menghasilkan inhibisi pada globus pallidus dan sebagai konsekuensinya

disinhibisi dari thalamus, superior kullikulus dan target lainnya. Jalur tidak

langsung yang terdiri dari nukleus subtalamik menghasilkan eksitasi dari output

saraf dari globus pallidus yang akan meningkatkan inhibisi pada organ target

(Campion, 2008).

Basal ganglia berperan dalam motor kontrol dan tindakan' otomatis dari

ketrampilan motorik yang bertindak dengan memfasilitasi penggunaan

perencanaan motorik. Basal ganglia tidak berfungsi untuk memulai gerakan,

15

namun berfungsi memodulasi pola gerakan yang telah dimulai pada level kortikal

Perobaban aktivitas antara jaIur langsung dan jalur tidak langsung, fungsi eksitasi

dan inhibisi dari sirkuit basal ganglia mendasari berbagai macam permasalahan

gerak termasuk diantaranya hypo/dnetic dan hyperkinetic movement disorder

(Gordon, 2005).

Serebelum berfungsi untuk mengawali dan mengatur gerakan, khususnya

gerakan yang terampil. Serebelum berfungsi sebagai pembanding antara

perencanaan motorik dan basil dari motorik, selain itu serebelum juga berfungsi

untuk mendeteksi kesalahan sistem. Serebelum mengirim sinyal untuk koreksi ke

brain stem dan kortek motorik. Pada serebelum terdapat tiga divisi fungsional

yakni vestibuloserebellum, spinoserebellum, dan serebroserebellum (Dorlan,

2009)

Vestibuloserebellum berfungsi untuk mengontrol dan mengkoordinasi otot-

otot aksial dan gerakan kepala dan mata, spinoserebellum berfungsi untuk

memberikan informasi motorik dan eksitabilitas motor neuron, serebroserebelum

berfungsi untuk mengawali gerakan dan koordinasi otot (Hesse, 2008).

2.1.4 Sistem piramidal

Sistem piramidal atau biasa yang disebut traktus kortikospinalis merupakan

jalur neuron tunggal yang keluar dari kortek serebri menuju ke medula spinalis

tanpa membentuk sinaps. Fungsi utama dari sistem ini adalah untuk melakukan

gerakan volunter dan gerakan terampil dibawah kontrol kesadaran. Sistem

piramidal membawa input dari area motorik primer, area premotor, areamotorik

tambahan. Impuls yang dimunculkan oleh kortek motorik berasal dari impuls

16

yang diterima dari kortek sensorik yang menerima stimulus astu rangsang yang

diterima oleh sarafsensorik yang berada di perifer. Serabut saraf piramidalis

menyilang ke sisi yang berlawanan pada medula oblongata. Pada sistem piramidal

terdapat 2 macam neurotransmitter yang berperan penting, yakni

neurotransmitter glutamate yang berfungsi sebagai eksitasi dan neurotransmitter

gamma-aminobutyric acid (GABA) yang berfungsi sebagai inhibitor (Levitt,

2013).

Lesi traktus piramidal ditandai dengan (1) adanya tanda babinski yang

ditandai dengan dorsi fleksi ibu jari kaki dan jari lainnya bergerak keluar ketika

kulit telapak kaki sepanjang sisi lateral digores, (2) hilangnya reflek abdominalis

superfisial otot abdominal gagal berkontraksi otot-otot kremaster gagal

berkontraksi ketika kulit pada sisi medial paha digores, (3) hilangnya penampakan

gerakan-gerakan volunter terlatih yang halus terutama terjadi pada ujung-ujung

distal anggota gerak (Dorlan, 2009).

2.1.5 Sistem Ekstrapiramidal

Komponen dari sistem ekstrapiramidal adalah jalur desenden brain stem.

Jalur desenden brain stem dikelompokkan menjadi dua grup fungsional, yakni

jalur medial dan lateral. Jalur medial berfungsi untuk mengontrol postur, pola

sinergis ekstensor pada seluruh ekstermitas dan gerakan orientasi dari kepala dan

badan. Jalur mempunyai kapasitas untuk gerakan fleksor yang independen

khususnya pada lengan (Rosenbaum,2007).

Jalur desenden brain stem medial meliputi medullary retikulospinal,

vestibulospinal, dan tektospinal. Medullary retikulospinal berasal dari neuron di

17

formasio retikularis. Aktivitas pada bagian ini adalah inhibisi dari ekstensor motor

neuron, eksitasi fleksor motor neuron dan menginhibisi tendon reflek.

Vestibulospinal berasal dari nukleus vestibularis. Nukleus vestibularis merupakan

sumber dari kebanyakan proyeksi vestibular ke spinal motor neuron. Nukleus ini

menerima input aferen dari saraf vestibularis dan input lain dari serebelum.

Aktivitas pada nukleus ini memproduksi eksitasi ekstensor motor neuron. Traktus

vestibulospinal yang berasal dari nukleus vetibular lateralis tidak turun menyilang

di ventral funikulus medulla spinalis. Serabut saraf ini berakbir di bagian anterior

hom cell (AHC) pada. alpha motor neuron dan gamma motor neuron. Sedangkan

traktus tektospinal penting untuk mediasi gerakan retlek kepala terhadap stimulus

visual dan audio (Rosenbaum, 2007).

Jalur desenden brain stem sisi lateral meliputi traktus rubrospinal yang

berasal dari red nucleus, dan traktus pontin retikulospinal yang berasal dari

dorsolateral formasio pontin reticular. Aktivitas pada bagian formasio retikularis

memproduksi eksitasi ekstensor motor neuron dan menginhibisi fleksor motor

neuron (Rosenbaum, 2007).

Secara umum respon gamma motor neuron terhadap stimulus sama dengan

alpha motor neuron yang menginervasi otot-otot ekstensor yang dieksitasi oleh

traktus vestibulospinal dan traktus pontin retikulospinal. Gamma motor neuron

mempunyai threshold yang lebih rendah dibanding alpha motor neuron. Sehingga

stimulus yang tidak mampu mengeksitasi alpha motor neuron, mampu

mengeksitasi gamma motor neuron dan stimulus yang mampu mengeksitasi alpha

18

motor neuron mungkin akan membuat eksitasi gamma motor neuron yang

berlebihan (Rosenbaum, 2007).

Sel saraf mempunyai kemampuan khusus yaitu merambatkan impuls dengan

mekanisme mensintesis asetilkolin dan zat adrenergic sebagai neurotransmitter

untuk memindahkan impuls ke saraf lain. Kecepatan metabolism lebih tinggi

dibandingkan sel tubuh lainnya, sehingga membutuhkan Oksigen dan glukosa

yang tinggi. Sel saraf mempunyai tonjolan yang disebut dendrit sebagai penerima

rangsang. Komponen penerima rangsang adalah dendrit, badan sel dan pangkal

akson (Rosenbaum, 2007).

Membran sel ada 2 lapis yang melindungi sel dengan komposisi yang

berbeda di tiap selnya. Ketebalannya antara 90-100 A, di tiap bagian terdapat

lapisan lagi yang melindungi bagian penting sel misalnya, mitochondria dan inti

sel. Sedangkan inti sel mengandung banyak sekali DNA dan RNA serta sebagai

pembentuk protein dan asam nukleat di sel yang digunakan sebagai aktifitas

metabolism sel untuk menghasilkan enzim sebagai kebutuhan respirasi sel

diantaranya ATP, glukosa phospat, alkalin phospat, dan lain-lain. Ukurannya

bervariasi tergantung pada aktifitasnya (Rosenbaum, 2007).

Transmisi impuls saraf merupakan fungsi utama saraf yaitu membawa pesan

dari dan ke sistem saraf. Serabut saraf dilapisi dengan selubung myelin sehingga

perintah ke masing-masing bagian tubuh tidak saling mempengaruhi. Rangsangan

terpeka adalah rangsangan listrik, diketemukan oleh Galvanik melalui percobaan

2 lempeng listrikarus baterai kering (Rosenbaum, 2007).

19

Mekanisme transmisi saraf melalui kecepatan perambatan 100 m/detik dan

pada keadaan reflek 1/1000 detik. Na+ masuk ke sel dengan energi potensial,

disusul keluarnya ion K+ dari sel dengan proses metabolisme. Saat istirahat akan

terjadi perembesan ion dari konsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah di sel. Saat

rangsangan ion Na+ masuk dengan suatu energi, disusul keluarnya ion K+ , saat

istirahat terjadi perembesan ion sebaliknya (Gordon, 2005)

Kecepatan perambatan arus impuls saraf dipengaruhi oleh beberapa factor

diantaranya yaitu diameter akson, ada tidaknya selubung akson dan suhu akson.

Pada neuron yang tidak mempunyai selubung akson rambatan impuls akan terjadi

seltatory theory yaitu rambatan akan meloncat dari satu impuls ke impuls lainnya

melalui nodus ranvier yang ada (Gordon, 2005).

2.2 Kontrol Postural

2.2.1 Pengertian

Secara terminologi kontrol postural dapat diartikan mekanisme tubuh untuk

mempertahankan dirinya agar tetap seimbang dan tidak jatuh, sedangkan kontrol

antigravitasi adalah kemampuan tubuh untuk menjaga tubuh tetap tegak dalam

posisi tertentu. Kontrol postural mempunyai hubungan yang erat dengan kontrol

motor karena pada perkembangan motor, gerakan tubuh yang tidak bermakna

lebih dulu ada sebelum munculnya kestabilan gerak, baru kemudian muncul

mobilitas gerak yang terkontrol (Odunaiya, 2009).

Na+

Cl- Na+

K+K + Cl

20

Kontrol postural merupakan prasyarat performa motor yang efisien. Postur

tergantung pada kapabilitas daya tahan kontraksi otot, sedangkan gerakan sering

memerlukan kecepatan dan kekuatan otot. Selama tubuh berdiri tegak, subjek

normal mengontrol postur tegaknya dengan gerakan-gerakan yang kecil yang

terbentuk di bagian-bagian tubuh yang berbeda. Posisi yang optimal selama

berdiri dengan seimbang memerlukan pengaturan letak center of gravity (COG),

misalnya untuk mengatasi agar tidak terjadi goyahan tubuh kearah lateral, kaki

diposisikan sedikit membuka. Dalam berdiri dengan seimbang pun diperlukan

kemampuan untuk berpindah dari posisi berdiri seimbang tanpa menggunakan

bantuan lengan. Hal ini termasuk dalam kemampuan untuk menggeser berat

badan kearah lateral dan anterioposterior dan untuk membuat gerakan kearah

vertikal lebih fleksibel. Aktivitas postural spesifik untuk tugas-tugas

keseimbangan, dan selama berdiri tegak, tidak memerlukan aktivasi otot secara

volunter (Kejonen, 2009).

Stabilitas postural yang didapat setelah keseimbangan tubuh terganggu

dikontrol oleh tiga sistem motor yang secara skematis tersaji dalam tabel dibawah

ini :

21

TABEL 2.1VARIABEL SISTEM MOTOR DALAM KONTROL

GERAK YANG SEIMBANG

Sistem motorReflek Otomatis Volunter

Asal Spinal Batang otak Kortikal

Aktivasi Stimulus eksternal Stimulus eksternalStimulus eksternal

Self-generator

ResponLokal ke pusat stimulus dan stereotype

Terkoordinasi dan stereotype

Variasi tidak terbatas

Aturan dalam keseimbangan

Regulasi kekuatan otot

Adanya gangguanGerakan yang

bermaknaLamanya kaki menahan

35-45 menit 95-120 menit > 150 menit

(Sumber : Kejonen, 2009)

Respon motor yang pertama adalah reflek spinal. Peran dari Stretch reflek

adalah untuk mendapatkan kembali stabilitas postural dengan respon otot yang

cepat. Gerakan-gerakan yang mengancam keseimbangan badan dideteksi oleh

propioseptor pada tendon dan otot, yang mengawali aksi otot yang pertama

dengan mengkontraksikan otot-otot tertentu pada seluruh tubuh. Reflek tidak

berkontribusi secara langsung pada perbaikan keseimbangan. Respon yang

pertama untuk menahan agar tubuh tidak jatuh merupakan reaksi otomatis.

Reaksi-reaksi ini dikoordinir dan disampaikan melalui reflek-reflek

vestibulospinal dan mempengaruhi semua otot pada kedua tungkai, trunk, dan

leher (Kejonen, 2009).

Reaksi gerak refleksif dan gerak otomatis mempunyai mekanisme yang

kontras, sedangkan gerak volunter merupakan gerakan yang disadari dan geraknya

sangat bervariasi. Penyesuaian postur memindahkan posisi COG secara volunter.

Contohnya, abduksi lengan kanan menyebabkan COG bergeser kearah kanan.

22

Perintah dari SSP

Gerakan ekstremitas

Gangguan postur

Penyesuaian postur

Pada gerakan-gerakan yang disadari, pengaturan postur dan gerakan ekstrimitas

secara volunter muncul sebagai bagian dari motor program yang sama (Kejonen,

2009). Mekanisme pengaturan postural diilustrasikan pada gambar dibawah ini :

\

Feed-ForwardFeedback

(Untuk gangguan postur (Untuk gangguan yang diinginkan) postur yang tidak

diinginkan)

Gambar 2.4Feed-forward dan feedback pengaturan postur (Kejonen, 2009)

2.2.2 Faktor yang mempengaruhi kontrol postural

2.2.2.1 Sistem kontrol postural

Gerakan-gerakan yang terkoreksi diperlukan untuk menjaga letak COG

tetap terjaga. Untuk mendapatkan tujuan ini, koordinasi dari fungsi sensoris,

muskuloskeletal, dan susunan saraf pusat sangatlah diperlukan. Bagian-bagian

dari sistem kontrol postural disajikan dalam tabel:

Tabel 2.2SISTEM KONTROL POSTURAL

Sistem sensoris Sistem muskuloskeletal Sistem motoris

VestibularOtot-otot ekstrimitas atas dan bawah

Stretch reflek

Visual Otot-otot penegak tubuhReflek-reflek sepanjang hayat

Proprioseptif Otot-otot penegak leherReaksi preprogram(keterampilan yang telah dipelajari sebelumnya)

Reseptor kulit Reaksi sinergistik(Sumber : Kejonen, 2009)

23

2.3 Susunan saraf

2.3.1 Sistem sensoris

Gagasan dasar dari sistem sensoris adalah untuk menyediakan informasi ke

sistem mengenai statusnya dan begitu juga lingkungan sekitarnya. Informasi yang

didapatkan ditransfer dari reseptor menuju SSP melalui serabut aferen (Campbell,

2008).

2.3.1.1 Vestibular

Di telinga terdapat saluran yang berbentuk setengah lingkaran dengan

sensitif merespon perubahan percepatan gerak pada frekuensi antara 0,2-10 Hz,

maka dari itu sistem ini haruslah aktif pada waktu dimulainya gerakan hingga

gerakan berakhir, sedangkan otholiths beroperasi pada frekuensi rendah yakni

kurang dari 5 Hz dan menyediakan informasi yang mempunyai percepatan liniar,

contohnya gravitasi. Informasi dari otholit dan saluran setengah lingkaran tersebut

disampaikan ke nukleus vestibular di batang otak yang juga menerima informasi

dari sumber lain. Reflek vestibulo-ocular menstabilkan penglihatan dengan

menghasilkan gerakan mata pada arah yang berlawanan pada saat rotasi kepala,

dan tujuan utama reflek tersebut adalah untuk menstabilisasi kepala dan tubuh.

Mekipun sistem vestibular berkontribusi terhadap persepsi dari orientasi tubuh

dan berpengaruh pula terhadap kontrol postur, beberapa studi menunjukkan

bahwa sistem vestibular tidak memainkan peranan penting pada persepsi terhadap

goyahan selama dalam posisi berdiri statis yang normal (Kejonen, 2009).

24

2.3.1.2 Visual

Informasi visual dikirim dari retina setidaknya ke dua tempat yang berbeda

di otak dan dengan tujuan yang berbeda pula yakni, sistem fokal untuk identifikasi

obyek dan ambient-system untuk kontrol gerak. Pada kemudiannya juga

menunjukkan bahwa hal tersebut mempengaruhi kestabilan dan keseimbangan

tubuh. Penglihatan sangat penting untuk kontrol postur dan berpengaruh terhadap

keseimbangan dengan bereaksi untuk bergerak sejalan dengan pergeseran

gambaran relatif pada retina, dan juga memicu aktivasi otot yang diperlukan untuk

mengkoreksi postur. Efisiensi visual terhadap kontrol postural tergantung pada

ketajaman visual dan jarak benda, yang mana paling baik adalah benda dengan

jarak kurang dari 2m, dan kualitas penerangan. Hal ini telah dilaporkan bahwa

ketika horison dimanipulasi, maka isyarat visual dan vestibular saling

bertentangan, lansia lebih menaruh kepercayaannya pada isyarat penglihatan

daripada orang yang lebih muda (Kejonen, 2009).

2.3.1.3 Proprioseptif

Sistem somatosensoris memberikan informasi yang berhubungan dengan

posisi tubuh oleh proprioseptor dan reseptor eksteroseptif. Reseptor proprioseptif

terletak di otot, tendon, dan sendi, dan mereka memberikan informasi tentang

posisi ekstrimitas dan tubuh serta peningkatan tensi pada masing-masing otot.

Proprioseptor terdapat pada perut otot (tipe Ia dan II), golgi tendon (Ib), dan

reseptor sendi. Informasi eksteroreseptif diperoleh dari tipe reseptor tepi yang

berbeda di telapak kaki. Reseptor eksteroreseptif terletak di jaringan kutan dan

subkutan. Reseptor kulit yang paling utama adalah Meissner corpuscles dan

25

Merkel disks, yang terletak paling dekat dengan permukaan kulit, serta Ruffini-

ending dan Pacinian corpuscles, yang letaknya lebih dalam (Kejonen, 2009).

Reseptor pada kapsul sendi memberikan informasi tentang gerak dan

posisi relatif dari sendi tersebut. Sedangkan pada perut otot memberikan informasi

tentang perubahan panjang dan tensi otot (penguluran dinamis), serta dapat pula

diaktivasi dengan mengulur otot yang bersangkutan secara pasif. Sebagai

tambahan pada sistem aferen, serabut intrafusal di perut otot juga menerima input

eferen via γ-motoneuron. Reseptor tepi mendeteksi ayunan tubuh, sedangkan

mekanoreseptor dapat membedakan lokasi dan kecepatan perlekukkan kulit,

seperti halnya percepatan dan perubahan tekanan (Kejonen, 2009).

Ada beberapa input penting untuk kontrol postural selama berdiri yang

dihasilkan oleh proprioseptor. Pertama, informasi dari sendi pergelangan kaki

harus dikenali, sebagaimana hal tersebut diakibatkan oleh gerakan pusat gravitasi,

menghasilkan torsi disekitar sendi pergelangan kaki. Kedua, informasi dari otot

leher memberikan acuan penting mengenai gerakan kepala dalam hubungannya

dengan tubuh. Dan ketiga, otot-otot mata menggambarkan posisi mata dalam

hubungannya dengan kepala (Kejonen, 2009).

2.3.2 Sistem motoris

Beberapa bagian dari SSP yang terdiri dari medula spinalis dan otak turut

ambil bagian dalam mengontrol postur. Stimulus ke neuron kortikal sebagian

besar datang dari nuklei di thalamus yang mentransmisikan informasi dari medula

spinalis, bangsal ganglia, dan cerebellum, serta dari area korteks frontal dan

parietal. Respon yang paling pertama dan paling cepat untuk merubah posisi

26

ketika berdiri dipicu oleh reflek-reflek spinal. Gerak volunter yang diperlukan

untuk menyeimbangkan postur direncanakan oleh otak. Perintah dari otak dikirim

ke otot melalui sistem piramidal dan ekstrapiramidal. Stimulus yang keluar dari

area korteks motor juga diproyeksikan ke bangsal ganglia, cerebrum, dan nukleus

berwarna merah. Bangsal ganglia mengambil peran dalam fasilitasi dan

perencanaan gerak reflek dan volunter selama mengontrol postur. Cerebellum dan

koneksinya beranggung jawab terhadap koordinasi dan kehalusan gerak reflek,

dan regulasi dari gerakan volunter (Kejonen, 2009).

2.4 Sistem muskuloskeletal

Meskipun otot-otot betis lebih dahulu teraktivasi untuk memberikan kontrol

postural selama tubuh bergerak, ko-aktivasi dari otot postural yang paling utama

seperti otot leher, hamstring, soleus, dan otot-otot supraspinalis terdapat dalam

kebutuhan ini. Terlepas dari masalah ini, bagaimanapun beberapa otot lain juga

berpartisipasi dalam dihasilkannya gerakan-gerakan reflektif dengan waktu laten

yang berbeda dan gerakan-gerakan volunter untuk menyeimbangkan posisi tubuh.

Kapanpun otot terulur, reseptor proprioseptif dalam otot dan tendon memberikan

sinyal mengenai perubahan panjang otot ke mekanisme sentral dari sistem kontrol

postural (Kejonen, 2009).

Kontrol postural memerlukan koordinasi dari kontraksi otot. Sebagaimana

otot bekerja terhadap sendi dalam menyeimbangkan tubuh, khususnya peran sendi

pergelangan kaki, lutut, dan panggul sangatlah penting. Bagaimanapun, peneliti-

peneliti lain telah menunjukkan mekanisme aktif dari stabilisasi postural pada

27

waktu berdiri dengan seimbang, dimana otot dan reseptor kulit memainkan peran

yang penting (Kejonen, 2009).

2.5 Integrasi Komponen-Komponen Berbeda Pada Sistem Kontrol

Postural

Untuk lebih memastikan bahwa kontrol postural telah memadai, stimulus

sensoris harus diintegrasikan di SSP untuk menghasilkan output yang adekuat.

Informasi sensoris dari visual, vestibular, serta proprioseptif dan sistem

eksteroreseptif digunakan sebagai input.

Jean (2006) mendemonstrasikan bahwa meskipun tidak ada feedback dari

perifer, serabut aferen memicu stretch refleks, sedangkan pada level yang lebih

tinggi di SSP, hubungan antar neuron menjembatani respon gerak yang lebih

rumit. Pada efektor, prasyarat yang penting untuk menyeimbangkan tubuh adalah

kemampuan untuk memilih respon yang lebih tepat, untuk memodifikas respon-

respon tersebut pada basis dari input sensoris, dan akhirnya untuk menghasilkan

kebutuhan akan kontraksi otot untuk menjaga postur.

2.6 Cerebral Palsy (CP)

2.6.1 Definisi

Cerebral palsy (CP) adalah suatu kerusakan jaringan otak yang menetap

tidak progresif, meskipun gambaran klinis dapat berubah selama hidup, terjadi

pada usia dini dan menghalangi perkembangan otak normal dengan menunjukkan

kelainan postur dan pergerakan disertai kelainan neurologis berupa gangguan pada

cortex cerebri, ganglia basalis dan cerebellum (Yenita, 2010). Menurut Shepherd

(2005) CP didefinisikan sebagai sekumpulan kelainan otak non progresif yang

28

menyebabkan lesi atau perkembangan yang abnormal pada kehidupan janin atau

awal masa anak-anak. Miller dan Bachrach (2008) mendefinisikan CP sebagai

sekumpulan gangguan motorik yang diakibatkan dari kerusakan pada otak yang

terjadi sebelum, selama dan sesudah kelahiran. Kerusakan otak pada anak

mempengaruhi sistem motorik dan akibatnya anak tersebut mempunyai koordinasi

yang lemah, keseimbangan yang lemah, pola gerak yang abnormal atau gabungan

dari karakteristik tersebut.

Dalam kamus kedokteran Dorlan (2009) definisi CP yaitu setiap kelompok

gangguan motorik yang menetap, tidak progresif, yang terjadi pada anak kecil

yang disebabkan oleh kerusakan otak akibat trauma lahir atau patologi intra

uterine. Gangguan ini ditandai dengan perkembangan motorik yang abnormal atau

terlambat, seperti paraplegia spastik, hemiplegia atau tetraplegia, yang sering

disertai dengan retardasi mental, kejang atau ataksia.

Definisi spastik menurut kamus kedokteran Dorlan (2009) adalah bersifat

atau ditandai dengan spasme. Hipertonik, dengan demikian otot-otot kaku dan

gerakan kaku.

Diplegia adalah paralisis yang menyertai kedua sisi tubuh, paralisis

bilateral. Diplegia merupakan salah satu bentuk CP yang utamanya mengenai

kedua belah kaki (Dorlan, 2005).

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa CP Spastik Diplegia adalah

suatu gangguan tumbuh kembang motorik anak yang disebabkan karena adanya

kerusakan pada otak yang terjadi pada periode sebelum, selama dan sesudah

kelahiran yang ditandai dengan kelemahan pada anggota gerak bawah yang lebih

29

berat dari pada anggota gerak atas, dengan karakteristik tonus postural otot yang

tinggi terutama pada regio trunk bagian bawah menuju ekstremitas bawah. Pada

CP spastik diplegia kadang-kadang disertai dengan retardasi mental, kejang dan

gambaran ataksia (Niklasson, 2010).

2.6.2 Etiologi

Penyebab CP secara umum dapat terjadi pada tahap prenatal, perinatal,

pascanatal.

2.6.2.1 Prenatal

Infeksi terjadi dalam masa kandungan, menyebabkan kelainan pada janin,

misalnya oleh infeksi pada saat kehamilan (lues, toksoplasma, rubella dan

penyakit inklusi sitomegalik). Anoksia dalam kandungan (anemia, kerusakan pada

plasenta), terkena radiasi sinar-X dan keracunan kehamilan dapat menimbulkan

CP. Kelainan yang mencolok biasanya gangguan pergerakan dan retardasi mental.

2.6.2.2 Perinatal

2.6.2.2.1 Anoksia/hipoksia

Penyebab yang terbanyak ditemukan dalam masa perinatal ialah

braininjury. Keadaan inilah yang menyebabkan terjadinya anoksia. Hal ini

terdapat pada kelahiran bayi abnormal, disporposi sefalo pelvik, partus lama,

plasenta previa, infeksi plasenta, partus menggunakan bantuan instrumen tertentu

dan lahir dengan bedah caesar.

2.6.2.2.2 Perdarahan otak

Perdarahan dan anoksia dapat terjadi bersama-sama, sehingga sukar

membedakannya. Perdarahan dapat terjadi di ruang sub arachnoid yang akan

30

menyebabkan penyumbatan cairan cerebro spinalis sehingga mengakibatkan

hidrocephalus. Perdarahan di ruang subdural dapat menekan korteks serebri

sehingga timbul kelumpuhan spastik.

2.6.2.2.3 Ikterus

Ikterus pada masa neonatal dapat menyebabkan kerusakan jaringan otak

yang permanen akibat masuknya bilirubin ke ganglia basalis, misalnya pada

kelainan inkompatibilitas golongan darah.

2.6.2.2.4 Meningitis purulenta

Meningitis purulenta pada masa bayi bila terlambat atau tidak tepat

pengobatannya akan mengakibatkan gejala sisa berupa CP.

2.6.2.2.5 Prematuritas

Prematuritas dapat diartikan sebagai kelahiran kuarang bulan, lahir dengan

berat badan tidak sesuai dengan usia kelahiran atau terjadi dua hal tersebut. Bayi

kurang bulan mempunyai kemungkinan menderita perdarahan otak lebih banyak

dibandingkan bayi cukup bulan, karena pembuluh darah, enzim, faktorpembekuan

darah dan lain-lain masih belum sempurna. Pada pasien cerebral palsy spastik

diplegia biasanya terjadi pada kasus kelahiran prematur, berat badan lahir rendah

dan anoksia berat pada saat kelahiran (Nugroho, 2005).

2.6.2.3 Pascanatal

Kerusakan yang terjadi pada jaringan otak yang menganggu perkembangan

dapat menyebabkan CP. Misalnya pada trauma kapitis, meninngitis, ensepalitis,

dan luka parut pada otak pasca bedah. Bayi dengan berat badan lahir rendah juga

berpotensi mengalami CP.

31

2.6.2.4 Patologi

CP spastik diplegia dari beberapa literatur diasumsikan oleh karena adanya

haemorhage dan periventricular leukomalacia pada area subtansia alba atau

kortek motor. Haemorhage dan periventricular leukomalacia merupakan

gambaran klinis cerebral palsy. Periventricular leukomalacia adalah necrosis dari

white matter sekitar ventrikel akibat dari menurunnya kadar oksigen dan arus

darah pada otak yang biasanya terjadi pada spastik diplegi. Periventricular

leukomalacia sering terjadi bersamaan dengan lesi haemoragic dan potensi terjadi

selama apnoe pada bayi prematur. Baik periventricular leukomalacia maupun lesi

haemoragic dapat menyebabkan spastik diplegi. Hal ini sekaligus menguatkan arti

patogenesis adalah kejadian kerusakan pada white matter (Nugroho, 2005).

2.6.2.5 Tanda dan Gejala

Pada anak CP spastik diplegia biasanya ditandai dengan kelemahan anggota

gerak bawah. Adanya spastisitas pada tungkai bawah. Adanya gangguan

keseimbangan dan koordinasi pada gerakan ekstremitas bawah serta gangguan

pada pola jalan. Pemeriksaan spastisitas dapat dilakukan dengan menggunakan

skala Asworth dengan kriteria sebagai berikut:

32

SKALA ASWORTH

No Nilai Interpretasi penilaian1 0 Tidak ada peningkatan tonus2 1 Adanya peningkatan tonus otot ditandai dengan terasanya tahanan

minimal pada akhir ROM pada waktu sendi digerakkan fleksi dan ekstensi

3 2 Adanya sedikit peningkatan tonus yang ditandai dengan adanya pemberhentian gerak serta diikuti munculnya tahanan minimal disepanjang sisa ROM, tetapi secara umum sendi masih mudah digerakkan.

4 3 Ada peningkatan tonus otot lebih nyata sepanjang sebagian besar ROM, tetapi secara umum sendi masih mudah digerakkan

5 4 Peningkatan tonus sangat nyata, gerak pasif sulut untuk digerakkan6 5 Sendi dan ekstremitas kaku untuk digerakkan fleksi dan ekstensi

(Blackburn, 2009).

2.6.2.6 Prognosis

Prognosis pasien dengan manifestasi motor yang ringan adalah baik, makin

banyak manifestasi motornya, makin buruk prognosisnya. Selain itu pemberian

terapi dengan dosis yang tepat dan adekuat juga berpengaruh terhadap prognosis

pasien. Semakin tepat dan adekuat terapi yang diberikan semakin baik

prognosisnya. Dilihat dari quo ad vitam: baik, quo ad sanam: baik, quo ad

fungsional: baik dan quo ad cosmeticam: jelek (Odunaiya,2009).

Dalam penelitian ditemukan bahwa tipe dan beratnya CP berguna sebagai

petunjuk untuk memprediksi ambulasi. Kebanyakan anak CP spastik diplegia

lazimnya mempunyai keberhasilan yang berbeda yaitu 65 % dapat berjalan tanpa

alat bantu, 20% dapat berjalan dengan alat bantu dan sekitar 15% dapat

berambulasi dengan kursi roda dan tidak dapat berjalan (Odunaiya,2009).

2.7 Pola Jalan Normal

Gerakan berjalan merupakan gerakan dengan koordinasi tinggi yang

dikontrol oleh susunan saraf pusat yang melibatkan sistem yang sangat kompleks.

33

Gait dapat diartikan sebagai pola atau ragam berjalan dimana berjalan berpindah

tempat dan mengandung pertimbangan yang detail dan rinci yang terkait dengan

sendi dan otot (Borggrafe, 2008).

Berjalan merupakan cara untuk menempuh jarak tertentu. Berjalan adalah

hasil dari hilangnya keseimbangan pada sikap bersiri dari kedua kaki secara

berturut-turut. Setiap keseimbangan dari satu kaki hilang, diganti atau diikuti oleh

tumpuan baru kaki yang lain, sehingga terjadi keseimbangan kembali. Laju

kedepan pada peristiwa berjalan, disebabkan karena kombinasi dari tiga kekuatan

yang bekerja, yaitu:

1. Kekuatan otot yang menyebabkan tekanan pada kaki terhadap permukaan

tumpuan.

2. Gaya berat yang berusaha menarik tubuh ke depan dan ke bawah bila

terjadi ketidak seimbangan (imbalance).

3. Kekuatan momentum yang bermaksud mempertahankan tubuh yang

bergerak dalam arah yang sama dengan kecepatan yang tetap.

Kekuatan-kekuatan lain yang membantu adalah pemindahan momentum

ayunan lengan, yang semula dimaksudkan untuk membantu keseimbangan,

(Borggrafe, 2008).

2.7.1 Gait cycle

Siklus Berjalan (Gait Cycle) merupakan suatu rangkaian fungsional dengan

adanya gerakan pada satu anggota badan (Extremitas Inferior). Hal ini

berlangsung sejak kaki kanan menginjak lantai hingga kaki kanan mneginjak

lantai kembali (Meyer, 2007).

34

Dalam satu Siklus berjalan (Gait Cycle) terdiri dari 2 fase, yaitu fase

menapak (Stance phase) dan fase mengayun (Swing Phase). Menurut Christoper

(2009), fase stance 60% dan fase Swing 40% dimana setiap fase memiliki tahapan

masing-masing:

1. Stance Phase

a. Initial Contact (interval: 0-2%)

Fase ini merupakan moment ketika tumit menyentuh lantai. Initial contact

merupakan awal dari fase stance dengan posisi heel rocker. Posisi sendi pada

waktu mengakhiri gerakan ini, menentukan pola loading response.

Fase ini merupakan moment seluruh centre of gravity berada pada tingkat

terendah dan seseorang berada pada tingkat yang paling stabil. Pada periode ini

anggota bawah yang lain juga menyentuh lantai sehingga terjadi posisi double

stance.

Menyentuhnya tumit dengan lantai, memberikan bayangan yang

mengindikasikan bahwa tungkai akan bergerak, sedang tungkai yang lain berada

pada akhir terminal stance.

b. Loading Response (interval: 0-10%)

Fase ini merupakan periode initial double stance. Awal fase dilakukan

dengan menyentuh lantai dan dilanjutkan sampai kaki yang lain mengangkat

untuk mengayun.

Berat tubuh berpindah ke depan pada tungkai. Dengan tumit seperti rocker,

knee fleksi sebagai shock absorption. Saat heel rocker, ankle plantar fleksi

35

dengan kaki depan menyentuh lantai sedangkan tungkai yang berlawanan pada

posisi fase preswing

c. Midstance (interval: 10-30%)

Merupakan sebagian awal dari gerakan satu tungkai. Untuk awalan

gerakannya, kaki mengangkat dan dilanjutkan sampai berat tubuh berpindah pada

kaki yang lain dengan lurus. Saat ankle dorsal fleksi (ankle rocker) bayangan

tungkai mulai bergerak ke depan sementara knee dan hip ekstensi. Sedangkan

tungkai yang berlawanan mulai bergerak menuju fase mid-swing.

d. Terminal stance (interval: 30-50%)

Pada fase ini satu tungkai memberikan bantuan. Fase ini dimulai dengan

mengangkat tumit dan dilanjutkan sampai kaki memijak tanah. Keseluruhan pada fase

ini berat badan berpindah ke depan dari forefoot. Saat posisi ekstensi knee yang

meningkat dan akan diikuti sedikit fleksi. Dimana posisi tungkai yang lain berada

pada fase terminal swing.

Pada fase Terminal stance, centre of gravity berada di depan kaki yang

menapak jadi tekanan gravitasi akan meningkatkan lingkup dari ekstensi hip dan

dorsal fleksi ankle.

e. Preswing (interval: 50-60%)

Pada akhir fase stance adalah interval gerakan kedua double stance pada

siklus berjalan. Dimulai dari initial contact pada anggota gerak bawah

kontralateral dan diakhiri toe-off pada anggota gerak ipsilateral, dengan

meningkatnya ankle ke posisi plantar fleksi diikuti fleksi knee maka hip tidak lagi

pada posisi ekstensi. Disaat yang sama anggota gerak bawah yang lain pada fase

36

loading response. Menyentuhnya anggota gerak atau tungkai kontralateral

merupakan awal dari terminal double support.

2. Swing Phase

a. Initial swing (interval: 60-73%)

Pada fase pertama adalah perkiraan satu dari tiga fase mengayun. Diawali

dengan mengangkat kaki dari lantai dan diakhiri ketika mengayun kaki sisi

kontralateral dari kaki yang menumpu. Pada saat posisi initial swing hip bergerak

fleksi dan knee naik menjadi fleksi dan ankle pada setengah dorsalfleksi. Pada

saat yang sama, sisi kontralateral bersiap pada mid stance.

b. Mid swing (interval: 73-87%)

Pada fase kedua dari periode swing dimulai, saat mengayun anggota gerak

bawah yang berlawanan dari tungkai yang menumpu. Akhir dari fase ini ketika

tungkai mengayun ke depan dan tibia vertikal atau lurus. Saat mid-swing, hip

fleksi dengan knee bergerak ekstensi untuk merespon gravitasi, dan diikuti dengan

ankle dorsifleksi menuju posisi netral. Sedangkan tungkai yang lain berada pada

akhir dari fase midstance.

c. Terminal swing (interval: 87-100%)

Akhir dari fase swing dimulai dari tibia vertikal dan diakhiri saat kaki

memijakkan lantai. Kedudukan tungkai yang baik adalah dengan posisi ekstensi

knee dan hip mempertahankan fleksi sedangkan ankle bergerak dari dorsifleksi ke

netral. Anggota gerak bawah yang lain berada pasa fase terminal stance.

37

2.8 Gait Pada Cerebral Palsy

Pada gangguan pola jalan terdapat ciri khas yaitu pola jalan menggunting

(scissor gait) dengan fleksi hip dan knee, endorotasi dan adduksi hip, plantar

fleksi dan inversi kaki. Untuk menjaga posture pada hip fleksi kompensasi akan

terjadi berupa lordosis lumbal (Willoughby, 2010).

Penggunaan reaksi tegak dan keseimbangan pada pelvic akan berlebihan.

Terjadi reaksi kompensasi mulai dari kepala, trunk atas, lengan, dan kaki serta hip

kaku sewaktu melangkah. Problem keseimbangan dan kesulitan rotasi trunk serta

pelvic menyebabkan terganggunya aktifitas berjalan (Willoughby, 2010) .

Ada 2 prinsip pola jalan pada anak Cerebral Palsy Spastik Diplegi yaitu :

1. Anak dengan fleksi kuat pada punggung dan pelvic terangkat ke depan

serta bersandar pada trunk untuk mengangkat salah satu kaki untuk

melangkah ke depan untuk memindahkan berat badan.

2. Punggung tertarik ke belakang dengan lordosis lumbal akibat terjadi

spastisitas seputar fleksor hip khususnya iliopsoas sehingga akan terjadi

side fleksi pada trunk apabila mengayunkan kaki ke depan dan terjadi

mobilitas yang berlebihan pada trunk dan timbul kekakuan pada kedua

tungkainya.

2.9 Diskripsi Hidroterapi

Hidroterapi berasal dari kata Yunani yaitu “ Hunder “ berarti air dan “

therapia “ berarti pengobatan. Hidroterapi adalah salah satu modalitas fisioterapi

dengan menggunakan zat cair sebagai media pengobatan (Kesiktas, 2004).

38

Latihan hidroterapi merupakan program terapi di dalam air, dimana sifat-

sifat air memanfaatkan untuk mencapai tujuan terapeutik (sifat yang

menyembuhkan). Tujuan hidroterapi untuk meningkatkan kemampuan anak,

memperbaiki postural kontrol , melatih keseimbangan, mengontrol gerakan-

gerakan yang involunter dan mengurangi spastisitas (McManus, 2007).

1. Fisika Dasar Air

Air terdiri dari unsur hidrogen dan oksigen. Pada temperatur dan tekanan

yang normal, air tidak berwarna, tidak berasa/tawar dan tidak berbau. Air

membeku pada 0º C dan menguap/mendidih pada 100º C (212º F). Benda dalam

zat cair/air mendapatkan tekanan hidrostatis dari segala jurusan, besarnya

sebanding dengan jarak benda terhadap permukaan zat cair. Ada beberapa hukum

hidrostatistis :

Semua titik pada benda yang berada dalam bejana berisi zat cair, tanpa

memandang bentuk bejananya, akan mendapatkan tekanan hidrostatis yang sama

besar (Hukum utama hidrostatis). Karena efek tekanan hidrostatik memungkinkan

memfasilitasi secara distal, membuat pasien dapat bergerak aktif secara proksimal.

Tekanan hidrostatik menghasilkan tenaga yang tegak lurus dengan permukaan

tubuh pasien, tekanan ini membuat sendi tubuh menyadari di posisi mana ia

berada (body awareness), sehingga hasilnya terjadi peningkatan propioseptif/ rasa

gerak. Rasa gerak ini akan memudahkan pengaturan kontrol postural.

Tekanan yang dikenakan pada permukaan zat cair akan diteruskan ke segala

arah dengan sama rata (Hukum Pascal). Tekanan yang sama rata di seluruh

permukaan kulit memberi rasa nyaman pada input sensoris taktil. Taktil akan

39

memproses informasi tentang sentuhan terutama yang diterima oleh kulit dari

ujung kepala sampai ujung kaki tentang tekstur, bentuk dan ukuran suatu benda.

Input sensoris ini memberi informasi ke otak tentang apa yang menyentuh dan apa

yang kita sentuh, serta membantu kita menemukan sesuatu sentuhan tersebut

membahayakan kita atau tidak. Informasi taktil di air kolam memberikan

informasi ke otak bahwa minimnya resiko melukai diri sendiri karena di air tidak

mungkin jatuh di permukaan yang keras, sehingga pasien lebih percaya diri dan

bebas untuk bergerak, gerakan yang dihasilkan jadi lebih mudah.

Benda-benda (seluruh/sebagian) yang dimasukkan ke dalam zat cair,

mendapatkan gaya ke atas yang besarnya sama dengan berat zat cair didesaknya

(Hukum Archimedes). Hukum ini akan mempengaruhi penilaian apakah bentuk

tubuh pasien sesuai atau tidak dengan densitasnya (berat jenis). Pasien yang

pernah mengalami operasi yang memasukan metal ke dalam tulang atau tubuhnya,

biasanya akan menambah tingkat densitas. Densitas manusia yang normal adalah

0,974. Bila densitasnya lebih dari 1, manusia akan tenggelam.

Kecenderungan untuk membawa ke permukaan benda-benda yang

dimasukkan ke dalam air/zat cair disebabkan oleh karena tekanan ke atas dari

air.zat cair ke semua bagian benda tersebut (Hukum Bouyancy). Daya apung

dapat memberikan relaksasi karena ketinggian air dapat mengurangi berat badan.

Dengan gaya gravitasi tubuh akan tertarik ke bawah, sedangkan di dalam air,

akibat adanya daya apung tubuh akan terdorong ke atas. Jika kedalaman air

setinggi leher, maka berat badannya 10 % dari berat badan sesungguhnya bila

berada di darat. Jika setinggi ulu hati, berat badan yang disangga kira-kira 25 %,

40

bila sebatas pusar atau setinggi pinggang, berat badan yang disangga kira-kira 50

% dari berat badan sebenarnya. Semakin dalam air maka berat tubuh semakin

ringan dan mampu mengurangi spastisitas pula.

Tahap awal, biasanya anak CP akan dimasukkan ke dalam air yang paling

tinggi kedalamannya agar spastisitasnya berkurang, bila spastisitasnya sudah

turun dan anak mampu mengatur keseimbangannya, maka bisa dilanjutkan ke

tempat yang lebih dangkal.

Apabila sebuah benda dimasukkan ke dalam air akan terdapat beberapa

gaya seperti; (a) gaya gravitasi, gaya yang cenderung menarik benda vertikal ke

bawah, besarnya tekanan tergantung dari massa benda dan berat benda, (b)

Bouyancy/gaya ke atas/gaya apung, disebabkan oleh adanya gaya apung dan

cenderung memindahkan benda vertikal ke atas. Kebalikan dengan arah gaya

gravitasi (sesuai dengan hukum Archimedes).

Sifat kental yang dihasilkan air merupakan sumber tahanan yang terbaik

yang dapat memudahkan latihan di dalam air (sifat viscosity). Tahanan tersebut

dipakai untuk melatih penguatan otot-otot tanpa menggunakan beban. Adanya

double tahanan di dalam air memungkinkan terapis bisa memberikan sejumlah

poin perbaikan yang sulit dilakukan di darat atau di matras. Di dalam air, pasien

dapat mengembangkan stabilitas tanpa adanya bantuan dari luar, karena

pergerakan di dalam air sangat lamban, pasien cukup waktu untuk

mengembangkan kemampuan pengendalian stabilitas mereka tanpa banyak

bantuan intervensi terapis. Pembelajaran beberapa aktifitas dapat lebih mudah

41

dilakukan di dalam air dari pada di darat (seperti berdiri tegak, belajar meniup dan

laithan napas).

Pembiasan cahaya terjadi kalau cahaya merambat melalui zat antara

(medium) yang tidak sama kerapatannya (hukum refraksi). Pengaruh hukum ini

terhadap pelaksanaan hidroterapi secara visual, pasien merasa nyaman karena

dasar kolam yang airnya jernih menjadi tampak lebih dangkal dari pada

sesungguhnya. Demikian tubuh pasien merasa lebih pendek dari sebenarnya yang

secara hukum lever memudahkan kerja sistem musculoskeletal tubuh pasien

karena pengaruh gaya gravitasinya lebih kecil

2. Efek terapeutik dan fisiologis

a. Terhadap kulit

Efek yang pertama kali pada kulit adalah vasokonstriksi pembuluh darah

superficial, diikuti timbulnya warna kemerah-merahan (eritema) karena adanya

vasodilatasi (hiperemi). Bila dingin diberikan pada waktu yang lama, kulit akan

berwarna kebiru-biruan (sianosis) karena vasokonstriksi. Ujung saraf (nerve

ending) akan paralysis dan sensitifitas serabut syaraf sensoris akan berkurang.

b. Terhadap jantung dan pembuluh darah

Terjadi vasokonstriksi pembuluh darah kulit, segera diikuti vasokonstriksi

pembuluh darah perifer lainnya, menyebabkan penyempitan pembuluh darah

secara menyeluruh, kemudian akan diikuti oleh peningkatan tekanan darah dan

denyut nadi menjadi cepat. Setelah reaksi menghilang, pembuluh darah perifer

segera akan dilatasi kembali, tekanan darah menurun dan denyut nadi menjadi

lambat.

42

c. Terhadap respirasi

Pernafasan menjadi cepat dan dangkal, kemudian segera diikuti napas yang

dalam dan lambat sehingga meningkatkan pertukaran gas O2 dan CO2 di alveolus

paru.

d. Terhadap jaringan otot

Bila diberikan hanya sebentar, akan memberikan perbaikan pada sirkulasi

darah, sehingga kegiatan otot dan tonus otot bertambah. Bila waktunya

diperpanjang, maka tonus otot akan berkurang, terlihat timbulnya kekakuan pada

anggota tubuh dan akan menggigil sebagai usaha untuk menghasilkan panas.

e. Terhadap sirkulasi darah

Terjadi vasokonstriksi pembuluh darah kulit, sehingga memompa atau

mendorong darah ke jaringan lebih dalam. Disusul dengan adanya vasodilatasi

pembuluh darah superficial sehingga peredaran darah menjadi lancar.

f. Terhadap sistem saraf

Dingin menyebabkan paralis saraf pada kulit. Bila diberikan pada waktu

yang cukup lama akan menyebabkan penurunan fungsi saraf. Tapi bila diberikan

pada dosis yang cukup memperbaiki sistem saraf simpatik pada tubuh,

memperbaiki hormonal dan metabolisme yang dibutuhkan untuk memperkuat

daya tahan tubuh. Bila daya tahan tubuh semakin kuat, secara psikologis anak

akan senang melakukan kegiatan terapi di dalam air (hidroterapi). Rasa senang

atau relaksasi tersebut membantu anak meningkatkan atensi dan partisipasi aktif

selama kegiatan terapi berlangsung dan hasilnya lebih efektis (Yenita, 2011).

43

Seluruh sistem sensoris harus dapat berfungsi dengan tepat dan berintergrasi

satu sama lain untuk dapat menginterpretasikan seluruh stimulus yang terdapat di

sekitarnya secara akurat dan memberi respon terhadap stimulus tersebut dengan

akurat juga, (Noh, 2008).

3. Mekanisme hidoterapi pada cerebral palsy

Permasalahan pada cerebral palsy adanya abnormalitas tonus (spastisitas)

sehingga mengalami kesulitan mengontrol gerakan dan ketidakmampuan

melakukan aktifitas fungsional secara independen (Hutzler, 2008).

Latihan hidroterapi menguntungkan pergerakan motorik karena melibatkan

multi stimulasi input sensoris. Hal ini terjadi melalui serangkaian proses yang

terorganisasi melalui sistem saraf pusat. Sistem ini menerima input sensori dari

reseptor-reseptor ekteroseptif (yaitu reseptor penglihatan, pendengaran,

pengecapan, bau dan suhu), dari propioseptif (reseptor yang terdapat pada otot,

tendon, ligamen, sendi dan selaput otot), serta dari sistem vestibular (informasi

diterima melalui telinga bagian dalam mengenai keseimbangan, pergerakan dan

gravitasi) (Real, 2005).

Latihan hidroterapi dapat mengurangi spastisitas dengan mekanisme reflek

inhibiting posture. Temperature air berpengaruh terhadap spastisitas dan efek

rileksasi. Latihan hidroterapi memanfaatkan tekanan hidrostatik meningkatkan

posisi kesadaran sendi atau propioseptif. Tekanan hidrostatik menghasilkan

tekanan yang tegak lurus dengan permukaan tubuh pasien. Tekanan ini membuat

sendi lebih menyadari di posisi mana dia berada, sehingga hasilnya terjadi

peningkatan propioseptif (rasa gerak sendi) (Broach, 2007).

44

Daya apung pada hidroterapi berfungsi mengurangi jumlah berat badan

dengan cara menurunkan kekuatan yang dihasilkan oleh tekanan pada sendi.

Viscosity atau sifat kental yang dihasilkan air merupakan sumber tahanan terbaik

yang dapat memudahkan program latihan.Tahanan tersebut digunakan untuk

penguatan otot tanpa membutuhkan beban. Menggunakan double tahanan yang

dimiliki air (buoyancy dan viscosity) untuk menguatkan grup otot yang apabila

dilaksanakan diluar air tidak bisa atau bahkan tidak mungkin tetapi ketika

dilaksanakan di air penguatan grup otot ini dapat dilaksanakan (Broach, 1997).

4. Teknik Hidroterapi

Intervensi fisioterapi yang dapat digunakan untuk menangani anak dengan

kondisi cerebral palsy spastic diplegia adalah Hidroterapi dengan metode

Halliwick dan Bad Ragaz.

a. Metode Halliwick

Dikembangkan oleh James McMillan pada tahun 1950, yang dimulai di

Halliwick School for Crippled Girls di London dengan menerapkan 10 Point

Program. Dasar filosofi Halliwick adalah untuk mencapai kemandirian yang

maksimal di air dan darat melalui kepercayaan diri yang baik. Terdapat 10

tahapan teknik dalam metode Halliwick, yang kesemuanya mencakup adaptasi

mental (mental adaptation/adjustment), kontrol keseimbangan (balance control)

dan gerakan (movement).

45

b. Mental Adjustment

Bertujuan untuk menghilangkan rasa takut terhadap air serta untuk melatih

pernafasan dalam air meliputi menahan nafas dalam air dan mengontrol hembusan

nafas agar tidak menghirup atau menelan air.

c. Disengagement

Merupakan instruksi gerakan menjadi bebas secara fisik dan mental di

dalam air selama proses,berdiri, berjalan, melompat dan berhenti.

d. Transversal Rotation Control

Latihan aktivitas yang disusun untuk membantu anak mengontrol dan

menyusun semua gerakan rotasi yang ada pada aksis fronto transversal.

e. Sagittal Rotation Control

Prinsip dasar latihan adalah melatih kemampuan anak untuk menata dan

mengontrol gerakan berputar yang berpusat pada axis sagitto transversal.

f. Longitudinal Rotation Control

Prinisip dasar latihan adalah melatih kemampuan anak untuk menata dan

mengontrol gerakan berputar yang berpusat pada axis sagitto frontal.

g. Combined Rotation

Merupakan kemampuan untuk mengontrol semua kombinasi rotasi.

h. Up Trust

Latihan dengan prinsip mengapung dan tenggelam didalam air. Dan untuk

mengontrol tubuh didalam air.

46

i. Balance in stillness

Kemampuan untuk memelihara atau mengganti posisi di dalam air dengan

mandiri.

j. Turbulent gliding

Rileksasi yang dilakukan didalam air dengan posisi mengapung terlentang

dengan support terapis dengan arah gerak berputar (turbulence).

k. Simple Progression and Basic Progression

Latihan berpindah tempat secara mandiri dengan mengapung di dalam air,

tergantung pada kemampuan individu.

b. Metode Bad Ragaz

Bad Ragaz dikembangkan di Jerman, tetapi asal mula bad Ragaz dari

Switzerland. Tujuan utama metode ini adalah: memperbaiki dan memelihara

fungsi, perbaikan control kepala dan trunk, muscle balance, equilibrium serta

menambah range of motion.

2.10 Diskripsi Terapi Bobath

Dengan perkembangan zaman, ilmu, dan teknologi yang terus

menerus,maka terapi latihan dengan metode Bobath mengalami perkembangan.

a. Konsep Awal (Original Concept)

Metode Bobath pada awalnya memiliki konsep perlakuan yang didasarkan

atasinhibisi aktivitas abnormal refleks (Inhibition of abnormal refleks activity) dan

pembelajaran kembali gerak normal (The relearning of normal movement),

melalui penanganan manual dan fasilitasi.

47

b. Konsep Bobath Terkini

Dalam kurun waktu dekade terakhir ini memaparkan para terapis dengan

peningkatan evidance di bidang neuroscience, biomechanics dan motor learning

(Royal College of Physicians, 2004). Perkembangan ini memperdalam

pemahaman tentang human movement dan efek dari patologi, membantu untuk

membimbing para terapis dalam melakukan intervensi klinis mereka untuk

memaksimalkan fungsional outcome pasien. Terdapat evidance yang kuat efek

dari rehabilitasi dalam hal peningkatan kemandirian fungsional dan mengurangi

kematian (Royal College of Physicians, 2004).

Konsep Bobath terkini adalah suatu problem solving approach untuk

melakukan suatu assessment dan treatment kepada individu dengan gangguan

fungsi, gerak dan postural control karena adanya suatu lesi pada Sistem Saraf

Pusat (SSP) dan dapat diterapkan pada individu-individu dari segala usia dan

semua derajat cacat fisik dan fungsional (Raine, 2006; IBITA, 2007)

Gambar 2.5. Motor Control (Sumber:Raine, 2007)

INDIVIDUAL

ENVIRONMENT

TASK

48

Systems approach teori motor control adalah dasar yang mendasari prinsip-

prinsip dari assesment dan treatment yang terdapat dalam konsep Bobath terkini

(Raine, 2007). Konsep ini menganggap motor control adalah dasar dari

bekerjanya sistem saraf baik secara hierarchical dan distribusi paralel, multilevel

processing diantara banyak sistem dan subsistem melibatkan beberapa input, dan

dengan modulasi pada level tertentu dalam suatu proses. Sehingga memungkinkan

terjadinya potensi plastisitas sebagai dasar pembangunan, belajar dan pemulihan

dalam sistem saraf dan sistem otot.

Plastisitas merupakan istilah umum yang digunakan untuk menggambarkan

kemampuan untuk melakukan suatu perubahan. Kemampuan otak untuk

memodifikasi dan mereorganisasi fungsi dan fungsi yang mengalami cidera atau

kerusakan disebut neuroplastisitas. Neuroplastisitas merupakan suatu perubahan

yang terjadi pada lokasi pengorganisasian sistem saraf terutama perubahan yang

terjadi pada lokasi tempat fungsi processing informasi sebagai akibat

pembelajaran dan pengalaman (Shumway-Cook & Woollacott, 2007).

Neuroplastisitas ini sendiri adalah merupakan perubahan dalam prilaku,

indera dan pengalaman kognitif. Dalam penelitian neuroscience, terdapat 2

kategori penting dalam pendekatan untuk memperbaiki fungsi otak setelah

mengalami cidera, yaitu :

1. Usaha untuk membatasi tingkat keparahan cidera awal untuk

meminimalkan hilangnya fungsi

2. Usaha untuk pengorganisasian kembali otak untuk mengembalikan

fungsi yang telah hilang

49

Pendekatan yang pertama merupakan hal yang sangat penting, karena

perawatan pada saat awal cidera akan berpengaruh terhadap tingkat keparahan

kecacatan jangka panjang. Ini merupakan suatu hal yang harus dipahami

bagaimana struktur otak dan fungsi dapat berubah dari hari-kehari, bulan dan

tahun setelah adanya kerusakan otak (Kisner & Colby, 2002).

Perubahan plastisitas berdasarkan atau berlandaskan dari pembelajaran,

memori, dan pemulihan dari saraf yang rusak pada dan dibawah dari tingkat

kerusakan (White, 2008). Pembelajaran mengorganisasi ulang otak yang cidera

walaupun tanpa adanya rehabilitasi. Konsekuensi behaviour kerusakan otak yang

kehilangan fungsi adalah perkembangan pengganti strategi behaviour setiap

individu dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Otak yang cidera merubah cara

otak dalam merespon pembelajaran. Pembelajaran ini meliputi perubahan dalam

gen, sinaps dan jaringan saraf sesuai dengan daerah otaknya (Schretzman, 2001).

Tujuan intervesi dengan metode Bobath adalah optimalisasi fungsi dengan

peningkatan control postural dan gerakan selektif melalui fasilitasi, sebagaimana

yang dinyatakan oleh International Bobath Instructor Training Association

(IBITA,1998).

Tujuan yang akan dicapai dengan metode Bobath :

1. Melakukan identifikasi pada area-area spesifik otot-otot antigravitasi

yang mengalami penurunan tonus

2. Meningkatkan kemampuan input proprioseptif

3. Melakukan identifikasi tentang gangguan fungsi setiap individu dan

mampu melakukan aktivitas fungsi yang efisien “Normal”

50

4. Fasilitasi specific motor activity

5. Minimalisasi gerakan kompensasi sebagai reaksi dari gangguan gerak

6. Mengidentifikasi kapan dan bagaimana gerakan menjadi lebih efektif

(Irfan, 2010).

Analisa tentang gerak normal (normal movement) menjadi dasar utama

penerapan aplikasi metode ini. Dengan pemahaman gerak normal, maka setiap

fisioterapis akan mampu melakukan identifikasi problematik gerak akibat

gangguan sistem saraf pusat (Schretzman,2001).

Akibat adanya gangguan sistem saraf pusat (SSP) akan mengakibatkan

abnormal tonus postural, dari abnormal tonus postural tersebut kemudian

berdampak terhadap menurunnya kualitas gerak yang mengakibatkan terjadinya

abnormalitas pada umpan balik sensoris. Pada tahap ini aktivitas dilakukan

dengan kerja yang lebih berat. Akibat adanya abnormalitas pada umpan balik

sensoris maka akan berakibat menurunnya kualitas gerak dan pada akhirnya

memunculkan kembali abnormalitas tonus postural. Pada tahap ini akan terjadi

kompensasi gerak.

Adanya abnormalitas gerak memberikan dampak terhadap komponen-

komponen gerak lainnya yang saling berhubungan satu sama lain. Untuk itu,

diperlukan metode yang dapat menghentikan abnormalitas gerak akibat lesi pada

CNS.

Metode Bobath adalah salah satu metode yang berorientasi pada aktivitas

pola gerak normal dengan meningkatkan kemampuan control postural dan

gerakan-gerakan selektif.

51

2.1.1 Indikasi dan Kontra indikasi Metode Bobath

a. Indikasi Metode Bobath

1) Adanya cidera atau injury Sistem Saraf Pusat

2) Adanya gangguan proprioseptif

3) Adanya masalah motor control

4) Adanya masalah human motor behaviour

b. Kontra Indikasi Metode Bobath

1) Treatment dihentikan apabila nadi melebihi HRmax

2) Adanya pucat

3) Adanya sesak nafas