BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Keselamatan dan...
Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Keselamatan dan...
23
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Keselamatan kerja merupakan keselamatan yang bertalian dengan mesin,
pesawat, alat kerja, bahan dan pengolahannya, landasan tempat kerja dan
lingkungannya serta cara-cara melakukan pekerjaan (Suma’mur, 1989). Undang-
Undang No. 1 Tahun 1970 dalam (Budiono, 2003) menerangkan bahwa keselamatan
kerja yang mempunyai ruang lingkup yang berhubungan dengan mesin, landasan
tempat kerja dan lingkungan kerja, serta cara mencegah terjadinya kecelakaan dan
penyakit akibat kerja, memberikan perlindungan sumber-sumber produksi sehingga
dapat meningkatkan efisiensi dan produktifitas.
Menurut Suma’mur, (1996), keselamatan kerja merupakan spesialisasi ilmu
kesehatan beserta prakteknya yang bertujuan agar para pekerja atau masyarakat
pekerja memperoleh derajat kesehatan setinggi-tingginya baik fisik, mental maupun
sosial dengan usaha preventif dan kuratif terhadap penyakit/gangguan kesehatan yang
diakibatkan oleh faktor pekerjaan dan lingkungan serta terhadap penyakit umum.
Menurut Felton (1990) dalam (Budiono dkk, 2003) mengemukakan
pengertian tentang kesehatan kerja adalah
“Occupational Health is the extension of the principles and practice of occupational
medicine, to include the conjoint preventive or constructive activities of all members
of the occupational health team.”
Universitas Sumatera Utara
24
Pengembangan prinsip-prinsip dan praktik dari kedokteran kerja, untuk memadukan
kegiatan-kegiatan yang bersifat mencegah atau membangun dari seluruh anggota tim
kesehatan kerja.
Melihat beberapa uraian di atas mengenai pengertian keselamatan dan
pengertian kesehatan kerja di atas, maka dapat disimpulkan mengenai pengertian
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah suatu bentuk usaha atau upaya bagi
para pekerja untuk memperoleh jaminan atas Keselamatan dan kesehatan Kerja (K3)
dalam melakukan pekerjaan yang mana pekerjaan tersebut dapat mengancam dirinya
yang berasal dari individu sendiri dan lingkungan kerjanya.
Pada hakekatnya Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) merupakan suatu
keilmuwan multidisiplin yang menerapkan upaya pemeliharaan dan peningkatan
kondisi lingkungan kerja, keamanan kerja, keselamatan dan kesehatan tenaga kerja,
serta melindungi tenaga kerja terhadap resiko bahaya dalam melakukan pekerjaan
serta mencegah terjadinya kerugian akibat kecelakaan kerja, penyakit akibat kerja,
kebakaran, peledakan atau pencemaran lingkungan kerja.
Menurut Mangkunegara (2002) bahwa tujuan dari keselamatan dan kesehatan
kerja adalah sebagai berikut:
a. Agar setiap pegawai/tenaga kerja mendapat jaminan keselamatan dan kesehatan
kerja baik secara fisik, sosial, dan psikologis.
b. Agar setiap perlengkapan dan peralatan kerja digunakan sebaik-baiknya, selektif
mungkin.
c. Agar semua hasil produksi dipelihara keamanannya.
Universitas Sumatera Utara
25
d. Agar adanya jaminan atas pemeliharaan dan peningkatan kesehatan gizi
pegawai/tenaga kerja.
e. Agar meningkatkan kegairahan, keserasian kerja, dan partisipasi kerja.
f. Agar tehindar dari gangguan kesehatan yang disebabkan oleh lingkungan atau
kondisi kerja.
g. Agar setiap pegawai/tenaga kerja merasa aman dan terlindungi dalam bekerja.
2.1.1. Keselamatan Kerja
Keselamatan kerja adalah kondisi keselamatan yang bebas dari resiko
kecelakaan dan kerusakan dimana kita bekerja yang mencakup tentang kondisi
bangunan, kondisi mesin, peralatan keselamatan, dan kondisi pekerja (Simajuntak,
1994).
Kondisi bangunan adalah tempat atau bangunan yang digunakan untuk tempat
bekerja apakah telah memenuhi kriteria keselamatan bagi penghuni bangunan
tersebut. Kondisi mesin yang ada di perusahaan juga harus baik sehingga harus ada
penjadwalan perawatan mesin-mesin untuk proses produksi. Hal ini bertujuan untuk
mencegah kerusakan mesin yang dapat membahayakan operator.
Kondisi pekerja sangat menentukan terjadinya kecelakaan kerja. Faktor-faktor
yang menentukan kondisi pekerja yaitu (Simajuntak, 1994):
a) Kondisi mental dan fisik
Kondisi tersebut sangat berpengaruh dalam menjalaankan proses produksi karena
dengan kondisi mental dan fisik yang buruk dapat mengakibatkan kecelakaan
kerja.
Universitas Sumatera Utara
26
b) Kebiasaan kerja yang baik dan aman
Pada saat melakukan pekerjaan, pekerja harus dapat dituntut untuk bekerja secara
disiplin agar tidak lalai yang dapat mengakibatkan kecelakaan kerja.
c) Pemakaian alat-alat pelindung diri
Kurangnya kesadaran dalam pemakaian alat-alat pelindung karena dirasa tidak
nyaman oleh pekerja dapat mengakibatkan kecelakaan kerja.
2.1.2. Kesehatan Kerja
Pengertian sehat senantiasa digambarkan sebagai suatu kondisi fisik, mental
dan sosial seseorang yang tidak saja bebas dari penyakit atau gangguan kesehatan
melainkan juga menunjukkan kemampuan untuk berinteraksi dengan lingkungan dan
pekerjaannya (Budiono, 2003).
Sejak beberapa abad yang lalu, Burlinhame menyatakan bahwa melakukan
suatu pekerjaan atau bekerja hakikatnya merupakan sumber kepuasan manusia yang
paling mendasar, katalis sosial dan sekaligus juga pelengkap status serta martabat
manusia.
Bila konsep tersebut dikaitkan dengan perubahan global pada berbagai sektor
dan perkembangan teknologi dewasa ini, maka semakin jelaslah bahwa upaya untuk
meningkatkan kesejahteraan manusia harus dilakukan melalui pekerjaan yang
diselaraskan dengan lingkungaan yang aman, nyaman dan higienis sehingga
kesehatan, keselamatan dan produktivitas tenaga kerja senantiasa terjamin.
Paradigma baru dalam aspek kesehatan mengupayakan agar yang sehat tetap
sehat dan bukan sekedar mengobati, merawat atau menyembuhkan gangguan
kesehatan atau penyakit. Oleh karenanya, perhatian utama dibidang kesehatan lebih
Universitas Sumatera Utara
27
ditujukan ke arah pencegahan terhadap kemungkinan timbulnya penyakit serta
pemeliharaan kesehatan seoptimal mungkin.
Status kesehatan seseorang, menurut Blum (1981) ditentukan oleh empat
faktor yakni:
1. Lingkungan, berupa lingkungan fisik (alami, buatan) kimia (organik/anorganik,
logam berat, debu), biologik (virus, bakteri, mikroorganisme) dan ssosial budaya
(ekonomi, pendidikan, pekerjaan).
2. Perilaku yang meliputi sikap, kebiasaan dan tingkah laku.
3. Pelayanan kesehatan: promotif, preventif, perawatan, pengobatan, pencegahan
kecacatan, rehabilitasi, dan;
4. Genetik, yang merupakan faktor bawaan setiap manusia.
Interaksi dari berbagai faktor tersebut sangat mempengaruhi tingkat kesehatan
seseorang baik dalam kehidupan sehari-hari maupun di tempat kerja. Dengan
demikian, dalam pengelolaan kesehatan keempat faktor tersebut perlu diperhatikan,
khususnya dalam aspek lingkungaan dan pelayanan kesehatan.
Hubungan antara pekerjaan dan kesehatan seseorang mulai dikenal sejak
beberapa abad yang lalu, antara lain dengan didapatkannya penyakit akibat cacing
atau gejala sesak napas akibat timbunan debu dalam paru pada pekerja pertambangan.
Kaitan timbal balik pekerjaan yang dilakukan dan kesehatan pekerja semakin
banyak dipelajari dan terus berkembang sejak terjadinya revolusi industri. Pekerjaan
mungkin berdampak negatif bagi kesehatan akan tetapi sebaliknya pekerjaan dapat
pula memperbaiki tingkat kesehatan dan kesejahteraan pekerja bila dikelola dengan
baik. Demikian pula status kesehatan pekerja sangat mempengaruhi produktivitas
Universitas Sumatera Utara
28
kerjanya. Pekerjaan yang sehat memungkinkan tercapainya hasil kerja yang lebih
baik bila dibandingkan dengan pekerja yang terganggu kesehatannya.
Menurut Suma’mur (1976), kesehatan kerja merupakan spesialisasi ilmu
kesehatan/kedokteran beserta prakteknya yang bertujuan agar pekerja/masyarakat
pekerja memperoleh derajat kesehatan setinggi-tingginya baik fisik, mental maupun
sosial dengan usaha preventif atau kuratif terhadap penyakit/gangguan kesehatan
yang diakibatkan oleh faktor pekerjaan dan lingkungan kerja serta terhadap penyakit
umum.
Konsep kesehatan kerja dewasa ini semakin banyak berubah, bukan sekedar
“kesehatan pada sektor industri” saja melainkan juga mengarah pada upaya kesehatan
untuk semua orang dalam melakukan pekerjaannya (Total health of all at work).
Dan ilmu ini tidak hanya hubungan antara efek lingkungan kerja dengan
kesehatan, tetapi juga hubungan antara status kesehatan pekerja dengan
kemampuannya untuk melakukan tugas yang harus dikerjakannya, dan tujuan dari
kesehatan kerja adalah mencegah timbulnya gangguan kesehatan daripada
mengobatinya (Harrington, 2003).
Sebagai bagian spesifik keilmuwan dalam kesehatan masyarakat, kesehatan
kerja lebih memfokuskan lingkup kegiatannya pada peningkatan kualitas hidup
tenaga kerja melalui penerapan upaya kesehatan yang bertujuan untuk:
1. Meningkatkan dan memelihara derajat kesehatan pekerja
2. Melindungi dan mencegah pekerja dari semua gangguan kesehatan akibat
lingkungan kerja atau pekerjaannya.
Universitas Sumatera Utara
29
3. Menempatkan pekerja sesuai dengan kemampuan fisik, mental dan pendidikan
atau keterampilannya.
4. Meningkatkan efisiensi dan produktivitas pekerja.
Sedangkan rekomendasi sidang bersama ILO/WHO pada tahun 1995,
menekankan upaya pemeliharaan, peningkatan kesehatan dan kapasitas kerja,
perbaikan lingkungan dan pekerjaan yang mendukung keselamatan dan kesehatan
pekerja serta mengembangkan organisasi dan budaya kerja agar tercapai iklim sosial
yang positif, kelancaran produksi dan peningkatan produktivitas.
Kesehatan kerja mencakup kegiatan yang bersifat komprehensif berupa upaya
promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Upaya promotif berupa penyuluhan,
pelatihan dan peningkatan pengetahuan tentang upaya hidup sehat dalam bekerja,
disamping kegiatan pencegahan (preventif) terhadap risiko gangguan kesehatan, lebih
mengemuka dalam disiplin kesehatan kerja.
Kesehatan kerja diartikan sebagai spesialis ilmu kesehatan yang menganalisa
akibat praktek dan cara kerja terhadap derajat kesehatan pekerja yang bersangkutan,
baik kesehatan fisik maupun kesehatan mental, serta menganalisa alternatif usaha
preventif dan kuratif terhadap penyakit atau gangguan kesehatan akibat kerja dan
lingkungan kerja. Kesehatan kerja bersifat medis dan sasarannya adalah manusia atau
pekerja. Kesehatan kerja adalah kondisi yang dapat mempengaruhi kesehatan para
pekerja seperti (Simajuntak, 1994):
1. Kurangnya pencahayaan yang mengakibatkan sakit mata.
2. Tidak adanya sistem sirkulasi udara sehingga debu-debu atau partikel-partikel
kecil akan mengganggu sistem pernapasan pekerja.
Universitas Sumatera Utara
30
3. Pekerja yang bekerja dengan menggunakan bahan-bahan kimia berbahaya.
4. Tingkat kebisingan yang melebihi batas ambang pendengar yang dapat
mengakibatkan ketulian pada pekerja.
Kondisi di atas memerlukan pencegahan dengan melakukan tindakan-tindakan
sebagai berikut:
1) Pemeriksaan pekerja secara berkala.
2) Memberikan keterangan prosedur kerja sebelum bekerja.
3) Pembuatan ventilasi yang baik.
4) Mengubah cara-cara kerja yang dapat menyebabkan penyakit kerja.
5) Pemakaian alat-alat pelindung diri secara teratur dan disiplin untuk menghindari
resiko kecelakaan kerja.
2.1.3. Indikator-indikator dalam Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Budiono dkk (2003) mengemukakan indikator Keselamatan dan Kesehatan
Kerja (K3), meliputi:
a) Faktor manusia/pribadi (personal factor)
Faktor manusia disini meliputi, antara lain kurangnya kemampuan fisik, mental
dan psikologi, kurangnya pengetahuan dan keterampilan/keahlian, dan stress
serta motivasi yang tidak cukup.
b) Faktor kerja/lingkungan
Meliputi, tidak cukup kepemimpinan dan pengawasan, rekayasa,
pembelian/pengadaan barang, perawatan, standar-standar kerja dan
penyalahgunaan.
Universitas Sumatera Utara
31
Dari beberapa uraian di atas dapat ditarik kesimpulan mengenai indikator
tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) meliputi: faktor lingkungan dan
faktor manusia.
2.1.4. Aspek-aspek dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (K3)
Menurut Anoraga (2005) mengemukakan aspek-aspek Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (K3) meliputi:
a) Lingkungan kerja
Lingkungan kerja merupakan tempat dimana seseorang atau karyawan dalam
beraktifitas bekerja. Lingkungan kerja dalam hal ini menyangkut kondisi kerja,
seperti ventilasi, suhu, penerangan dan situasinya.
b) Alat kerja dan bahan
Alat kerja dan bahan merupakan suatu hal yang pokok dibutuhkan oleh
perusahaan untuk memproduksi barang. Dalam memproduksi barang, alat-alat
kerja sangatlah vital yang digunakan oleh para pekerja dalam melakukan
kegiatan proses produksi dan disamping itu adalah bahan-bahan utama yang akan
dijadikan barang.
c) Cara melakukan pekerjaan
Setiap bagian-bagian produksi memiliki cara-cara melakukan pekerjaan yang
berbeda-beda yang dimiliki oleh karyawan. Cara-cara yang biasanya dilakukan
oleh karyawan dalam melakukan semua aktifitas pekerjaan, misalnya
menggunakan peralatan yang sudah tersedia dan pelindung diri secara tepat dan
Universitas Sumatera Utara
32
mematuhi peraturan penggunaan peralatan tersebut dan memahami cara
mengoperasionalkan mesin.
Menurut Budiono dkk (2003), faktor-faktor yang mempengaruhi Keselamatan
dan Kesehatan Kerja (K3) antara lain:
a) Beban kerja
Beban kerja berupa beban fisik, mental dan sosial, sehingga upaya penempatan
pekerja yang sesuai dengan kemampuannya perlu diperhatikan.
b) Kapasitas kerja
Kapasitas kerja yang banyak tergantung pada pendidikan, keterampilan,
kesegaran jasmani, ukuran tubuh, keadaan gizi dan sebagainya.
c) Lingkungan kerja
Lingkungan kerja yang berupa faktor fisik, kimia, biologik, ergonomik, maupun
psikososial.
Dari beberapa uraian di atas dapat disimpulkan bahwa Aspek dan Faktor yang
mempengaruhi Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) antara lain lingkungan kerja,
alat kerja dan bahan, cara melakukan pekerjaan, beban kerja, kapasitas kerja, dan
lingkungan kerja.
2.2. Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Manajemen sebagai satu ilmu perilaku yang mencakup aspek sosial dan eksak
tidak terlepas dari tanggung jawab keselamatan dan kesehatan kerja, baik dari segi
perencanaan maupun pengambilan keputusan dan organisasi. Manajemen seharusnya
menyadari (Silalahi, 1995):
1. Adanya biaya pencegahan
Universitas Sumatera Utara
33
2. Kerugian akibat kecelakaan menimpa karyawan dan peralatan
3. Antara biaya pencegahan dan kerugian akibat kecelakaan terdapat selisih yang
sukar ditetapkan
4. Kecelakaan kerja selalu menyangkut manusia, peralatan, dan proses.
5. Manusia merupakan faktor dominan dalam setiap kecelakaan.
Keselamatan dan kesehatan kerja merupakan suatu masalah penting dalam
setiap masalah operasional, baik di sektor tradisional maupun sektor modern.
Masalah yang terjadi khususnya dalam masyarakat yang sedang beralih dari satu
kebiasaan kepada kebiasaan lain, perubahan-perubahan pada umumnya menimbulkan
beberapa permasalahan yang jika tidak ditanggulangi secara cermat dapat membawa
berbagai akibat buruk bahkan fatal.
Permasalahan yang dapat menimbulkan kecelakaan kerja memerlukan
manajemen keselamatan dan kesehatan kerja komprehensif antara lain dengan
(Simajuntak, 1994):
a) Menghimpun informasi dan data kasus kecelakaan secara periodik
b) Mengidentifikasi sebab-sebab kasus kecelakaan kerja
c) Menganalisa dampak kecelakaan kerja bagi pekerja sendiri, bagi pengusaha dan
bagi masyarakat pada umumnya.
d) Merumuskan saran-saran bagi pemerintah, pengusaha dan pekerja untuk
menghindari kecelakaan kerja.
e) Memberikan saran mengenai sistem kompensasi atau santunan bagi mereka yang
menderita kecelakaan kerja.
Universitas Sumatera Utara
34
f) Merumuskan sistem dan sarana pengawasan, pengaman lingkungan kerja,
pengukuran tingkat bahaya, serta kampanye menumbuhkan kesadaran dan
penyuluhan keselamatan dan kesehatan kerja.
Pemerintah mengajak pengusaha dan serikat pekerja untuk menyusun
kebijaksanaan dan program yang melindungi pekerja, masyarakat dan lingkungan
dari kecelakaan kerja. Pengusaha diwajibkan menyusun sistem pencegahan
kecelakaan kerja termasuk identifikasi dan analisis sumber kecelakaan, cara
mengurangi akibat kecelakaan, perencanaan dan pemasangan instalasi pengaman,
penugasan tenaga khusus dan ahli di bidang keselamatan kerja, melaksanakan
inspeksi secara regular, serta menyusun program penyelamatan darurat bila terjadi
bencana atau kecelakaan kerja. Oleh karena itu, pemerintah mengeluarkan Undang-
Undang No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.
Berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja: PER. 05/MEN/1996, penerapan
keselamatan dan kesehatan kerja (K3) dibagi menjadi tiga tingkatan yang kemudian
akan digunakan sebagai dasar audit internal perusahaan yaitu:
a. Tingkat awal adalah perusahaan kecil atau perusahaan dengan tingkat resiko
rendah harus menetapkan sebanyak 64 kriteria.
b. Tingkat transisi adalah perusahaan sedang atau perusahaan dengan tingkat resiko
menengah harus menetapkan sebanyak 122 kriteria
c. Tingkat lanjutan adalah perusahaan besar atau perusahaan dengan tingkat resiko
tinggi harus menetapkan sebanyak 166 kriteria.
Dalam penentuan kriteria perusahaan juga dapat ditentukan melalui kriteria
kebakaran suatu perusahaan, sebagai contoh apabila perusahaan tersebut berhubungan
Universitas Sumatera Utara
35
dengan logam maka perusahaan tersebut dapat dikategorikan sebagai perusahaan
dengan kategori sedang dua, dan disimpulkaan bahwa perusahaan tersebut
perusahaan menengah
2.2.1. Kecelakaan Kerja
Kecelakaan kerja adalah kecelakaan atau penyakit yang diderita oleh
seseorang akibat melakukan suatu pekerjaan atau ditimbulkan oleh lingkungan kerja
(Simajuntak, 1994).
Terdapat banyak faktor yang menimbulkan kecelakaan dan penyakit kerja.
Kecelakaan dan penyakit kerja dapat terjadi pada saat seseorang mengoperasikan alat
kerja atau produksi, antara lain karena:
1) Pekerja yang bersangkutan tidak terampil atau tidak mengetahui cara
mengoperasikan alat-alat tersebut.
2) Pekerja tidak hati-hati, lalai, terlalu lelah atau dalam keadaan sakit.
3) Tidak tersedia alat-alat pengaman.
4) Alat kerja atau produksi yang digunakan dalam kesedaan tidak baik atau tidak
layak pakai lagi.
Kecelakaan dan penyakit akibat kerja dapat pula terjadi karena kondisi dan
lingkungan kerja yang tidak aman, misalnya dalam bentuk ledakan, kebakaran, dan
kebocoran atau perembesan unsur-unsur kimia berbahaya. Bencana kecelakaan kerja
tersebut dapat menimbulkan korban dan kerugian dalam bentuk:
1. Pekerja dan atau orang lain meninggal atau luka
2. Alat-alat produksi rusak
3. Bahan baku dan bahan produksi lainnya rusak
Universitas Sumatera Utara
36
4. Bangunan terbakar atau roboh
5. Proses produksi terhenti atau terganggu
Kecelakaan kerja dapat dikategorikan dalam beberapa akibat yang
ditimbulkannya seperti (Simajuntak, 1994):
a) Meninggal dunia, termasuk kecelakaan yang paling fatal yang menyebabkan
penderita meninggal dunia walaupun telah mendapatkan pertolongan dan
perawatan sebelumnya.
b) Cacat permanen total adalah cacat yang mengakibatkan penderita secara
permanen tidak mampu lagi melakukan pekerjaan produktif karena kehilangan
atau tidak berfungsinya lagi bagian-bagian tubuh, seperti: kedua mata, satu mata
dan satu tangan atau satu lengan atau satu kaki. Dua bagian tubuh yang tidak
terletak pada satu ruas tubuh.
c) Cacat permanen sebagian adalah cacat yang mengakibatkan satu bagian tubuh
hilang atau terpaksa dipotong atau sama sekali tidak berfungsi.
d) Tidak mampu bekerja sementara, dimaksudkan baik ketika dalam masa
pengobatan maupun karena harus beristirahat menunggu kesembuhan, sehingga
ada hari-hari kerja hilang dalam arti yang bersangkutan tidak melakukan kerja
produktif.
Penyakit akibat kerja disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain (Silalahi,
1995):
1) Faktor biologis
2) Faktor kimia termasuk debu dan uap logam
Universitas Sumatera Utara
37
3) Faktor fisik termasuk kebisingan/getaran, radiasi, penerangan, suhu, dan
kelembaban.
4) Faktor fisiologis
5) Faktor tekanan mental/stress.
2.2.2. Penyakit Akibat Kerja (PAK)
2.2.2.1. Definisi Penyakit Akibat Kerja (PAK)
Penyakit akibat kerja adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan, alat
kerja, bahan, proses maupun lingkungan kerja. Dengan demikian penyakit akibat
kerja merupakan penyakit yang artificial atau man made disease.
WHO membedakan empat kategori penyakit akibat kerja (Depkes RI, 2006):
a. Penyakit yang hanya disebabkan oleh pekerjaan, misalnya pneumoconiosis.
b. Penyakit yang salah satu penyebabnya adalah pekerjaan, misalnya karsinoma
bronkhogenik.
c. Penyakit dengan pekerjaan merupakan salah satu penyebab di antara faktor-
faktor penyebab lainnya, misalnya bronchitis kronis.
d. Penyakit dimana pekerjaan memperberat suatu kondisi yang sudah ada
sebelumnya, misalnya asma.
Menurut Keputusan Presiden RI No. 22 Tahun 1993 Tentang Penyakit yang
Timbul karena Hubungan kerja, terdapat 31 jenis penyakit yang timbul karena
hubungan kerja, antara lain:
1. Pneumoconiosis yang disebabkan oleh debu mineral pembentuk jaringan parut
(silikosis, antrakosilikosis, asbestosis) dan silikotuberculosis yang silikosisnya
merupakan factor utama penyebab cacat atau kematian.
Universitas Sumatera Utara
38
2. Penyakit paru dan saluran pernafasan (bronkopulmoner) yang disebabkan oleh
debu logam keras.
3. Penyakit paru dan saluran pernafasan (bronkopulmoner) yang disebabkan oleh
debu kapas, vlas, henep dan sisal (bissinosis).
4. Asma akibat kerja yang disebabkan oleh penyebab sensitisasi dan zat perangsang
yang dikenal yang berada dalam proses pekerjaan.
5. Alveolitis alergika yang disebabkan oleh faktor dari luar sebagai akibat
penghirupan debu organik.
6. Penyakit yang disebabkan oleh berilium atau persenyawaan yang beracun.
7. Penyakit yang disebabkan oleh kadmium atau persenyawaan yang beracun.
8. Penyakit yang disebabkan oleh fosfor atau persenyawaan yang beracun.
9. Penyakit yang disebabkan oleh krom atau persenyawaan yang beracun.
10. Penyakit yang disebabkan oleh mangan atau persenyawaan yang beracun.
11. Penyakit yang disebabkan oleh arsen atau persenyawaan yang beracun.
12. Penyakit yang disebabkan oleh raksa atau persenyawaan yang beracun.
13. Penyakit yang disebabkan oleh timbale atau persenyawaan yang beracun.
14. Penyakit yang disebabkan oleh fluor atau persenyawaan yang beracun.
15. Penyakit yang disebabkan oleh karbon disulfida.
16. Penyakit yang disebabkan oleh derivat halogen dari persenyawaan hidrokarbon
alifatik atau aromatik yang beracun.
17. Penyakit yang disebabkan oleh benzena atau homolognya yang beracun.
18. Penyakit yang disebabkan oleh derivat nitro dan amina dari benzena atau
homolognya yang beracun.
Universitas Sumatera Utara
39
19. Penyakit yang disebabkan oleh nitrogliserin atau ester asam nitrat lainnya.
20. Penyakit yang disebabkan oleh alkohol, glikol atau keton.
21. Penyakit yang disebabkan oleh gas tau uap penyebab asfiksia atau keracunan
seperti karbon monoksida hidrogensianida, hidrogensulfida atau derivatnya yang
beracun, amoniak seng, braso dan nikel.
22. Kelainan pendengaran yang disebabkan oleh kebisingan.
23. Kelainan pendengaran yang disebabkan oleh getaran mekanik (kelainan otot-otot,
urat, tulang persendian, pembuluh darah tepi atau saraf tepi).
24. Penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan dalam udara yang bertekanan lebih.
25. Penyakit yang disebabkan oleh radiasi elektromagnetik dan radiasi yang
mengion.
26. Penyakit kulit (dermatosis) yang disebabkan oleh penyebab fisik, kimiawi, atau
biologik.
27. Penyakit kulit epitelioma primer yang disebabkan oleh pic, bitumen, minyak
mineral, antrasena atau persenyawaan, produk atau residu zat tersebut.
28. Kanker paru atau mesotelioma yang disebabkan oleh asbes.
29. Penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus, bakteri atau parasit yang didapatkan
dalam suatu pekerjaan yang memiliki resiko kontaminasi khusus.
30. Penyakit yang disebabkan oleh suhu tinggi atau rendah atau panas radiasi atau
kelembaban udara tinggi.
31. Penyakit yang disebabkan oleh bahan kimia lainnya termasuk obat.
Universitas Sumatera Utara
40
2.2.2.2. Faktor penyebab penyakit akibat kerja
Dalam ruang atau ditempat kerja biasanya terdapat faktor-faktor yang menjadi
sebab penyakit akibat kerja, antara lain (Notoatmodjo, 2007):
1. Golongan fisik, seperti:
a. Suara, yang bisa menyebabkan pekak/tuli.
b. Radiasi sinar-sinar radioaktif dapat menyebabkan penyakit susunan darah dan
kelainan kulit.
c. Suhu, apabila terlalu tinggi dapat menyebabkan heat stroke, heat cramps, atau
hyperpyrexia. Sedangkan suhu-suhu yang rendah dapat menimbulkan
frostbite, trenchfoot, dan hypothermia.
d. Tekanan tinggi dapat menyebabkan caisson disease.
e. Penerangan lampu yang kurang baik misalnya dapat menyebabkan kelainan
pada indera penglihatan atau kesilauan yang memudahkan terjadinya
kecelakaan.
2. Golongan kimia (chemis), yaitu:
1) Debu yang menyebabkan pneumoconioses, diantaranya silicosis, asbestosis,
dan lainnya.
2) Uap yang diantaranya menyebabkan metal fume fever, dermatitis atau
keracunan.
3) Gas, misalnya keracunan oleh CO dan H2S.
4) Larutan yang dapat menyebabkan dermatitis.
5) Awan atau kabut, misalnya racun serangga, racun jamur dan lainnya yang
dapat menimbulkan keracunan.
Universitas Sumatera Utara
41
3. Golongan infeksi, misalnya oleh bibit penyakit anthrax, brucella, AIDS, dan
lainnya.
4. Golongan fisiologis, yang disebabkan oleh keselahan-kesalahan konstruksi
mesin, sikap badan yang kurang baik, salah cara melakukan suatu pekerjaan dan
lain-lain yang kesemuanya menimbulkan kelelahan fisik, bahkan lambat laun
dapat menyebabkan perubahan fisik pada tubuh pekerja.
5. Golongan mental-psikologis, yang terlihat misalnya pada hubungan kerja yang
tidak baik, atau keadaan pekerjaan yang monoton yang menyebabkan kebosanan.
Sedangkan upaya untuk mencegah penyakit akibat kerja ada bermacam-
macam, yakni: (a) substitusi, (b) ventilasi umum, (c) ventilasi keluar setempat, (d)
isolasi, (e) pakaian pelindung, (f) pemeriksaan kesehatan, (g) penerangan, dan (h)
pendidikan kesehatan.
2.2.3. Penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja
2.2.3.1. Pedoman Penerapan
Kecelakaan kerja tidak dapat dielakkan secara menyeluruh. Namun demikian
setiap perencanaan, keputusan, organisasi harus mempertimbangkan aspek
keselamatan dan kesehatan kerja dalam perusahaan. Berikut merupakan beberapa
pedoman penerapan keselamatan dan kesehatan kerja.
1. Komitmen dan kebijaksanaan
Penerapan keselamatan dan kesehatan kerja haris memiliki komitmen dan
kebijaksanaan. Komitmen keselamatan dan kesehatan kerja dapat membantu
perusahaan dalam bekerja sama dengan pekerja. Tinjauan awal keselamatan dan
kesehatan kerja merupakan kerja sama yang dilakukan yaitu yang berkaitaan dengan:
Universitas Sumatera Utara
42
a. Identifikasi kondisi dan sumber daya
b. Pengetahuan dan peraturan perundangan K3
c. Membandingkan penerapan
d. Meninjau sebab-akibat
e. Efisiensi dan efektifitas
Perusahaan harus menunjukkan komitmen terhadap keselamatan dan
kesehatan kerja yang diwujudkan dalam (PER. 05/MEN/1996):
a) Menempatkan organisasi keselamatan dan kesehatan kerja K3 pada posisi yang
dapat menentukan keputusan perusahaan.
b) Menyediakan anggaran, tenaga kerjaa yang berkualitas dan sarana-sarana lain
yang diperlukan di bidang keselamatan dan kesehatan kerja.
c) Menetapkan personel yang mempunyai tanggung jawab, wewenang, dan
kewajiban yang jelas dalam penanganan keselamatan dan kesehatan kerja.
d) Perencanaan keselamatan dan kesehatan kerja yang terkoordinasi
e) Melakukan penilaian kinerja dan tindak lanjut pelaksanaan keselamatan dan
kesehatan kerja.
Kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja adalah suatu pernyataan tertulis
yang ditandatangani oleh pengusaha dan atau pengurus yang memuat keseluruhan
visi dan tujuan perusahaan, komitmen dan tekad melaksanakan keselamataan dan
kesehatan kerja, kerangka dan program kerja yang mencakup kegiatan perusahaan
secara menyeluruh yang bersifat umum dan atau operasional.
Universitas Sumatera Utara
43
2. Perencanaan
Dalam perencanaan keselamatan dan kesehatan kerja diperlukan susunan
system keselamatan dan kesehatan kerja yang terkoordinasi dengan baik.
Perencanaan K3 meliputi beberapa komponen yaitu:
a. Menentukan tingkat resiko untuk setiap bagian tertentu yang mempunyai potensi
kecelakaan atau gangguan kesehatan.
b. Meneliti setiap peraturan pemerintah dan standar industri yang dapat
dilaksanakan.
c. Menetapkan tujuan yang hendak dicapai dan sasaran K3 secara jelas.
Perusahaan yang memiliki perencanaan yang efektif maka akan mencapai
keberhasilan dalam penerapan K3. Tujuan dari pencegahan kecelakaan kerja adalah
untuk melindungi para pekerja, masyarakat dan lingkungaan dari bencana kecelakaan
yaitu dengan (Simajuntak, 1994):
a) Mempersiapkan, menyediakan dan memasang sarana pencegahan kecelakaan dan
alat-alat pelindung diri.
b) Mengadakan pemeriksaan dan inspeksi dini untuk mengetahui potensi atau
kemungkinan terjadinya kecelakaan kerja sehingga dapat dicegah.
c) Menyusun organisasi sistem pencegahan bencana kecelakaan, termasuk
menyediakan tenaga ahli keselamatan kerja.
d) Meminimumkan dampak bencana kecelakaan terhadap masyarakat, antara lain
dengan menempatkan instalasi berisiko tinggi terpisah dengan perumahan dan
tempat-tempat konsentrasi penduduk seperti rumah sakit, sekolah-sekolah, dan
pasar.
Universitas Sumatera Utara
44
e) Menyusun rencana penyelamatan darurat.
3. Penerapan
Kegiatan yang dilakukan dalam menerapkan keselamatan dan kesehatan kerja
adalah mengaudit sistem keselamatan dan kesehatan kerja pada perusahaan sesuai
Peraturan Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia Nomor 05/1996. Dalam
menerapkan terdapat kegiatan yang mendukung yaitu komunikasi, pelaporan,
pendokumentasian, dan pengendalian dokumentasi. Penerapan yang dilakukan tidak
hanya meliputi pengauditan melainkan juga mengidentifikasi bahaya, penilaian, dan
pengendalian resiko.
Penerapan K3 memiliki 5 komponen yang perlu dibentuk yaitu:
a. Struktur organisasi dan pembagian tanggung jawab. Struktur organisasi harus
ditetapkan secara jelas dengan setiap posisi di dalam organisasi.
b. Pemberian pelatihan K3 yaitu pelatihan secara umum yang diberikan kepada
seluruh karyawan dan pelatihan keahlian secara khusus yang diberikan kepada
karyawan yang bekerja di lokasi kerja yang memiliki potensi bahaya yang tinggi
atau karyawan yang memiliki tugas khusus di bidang K3.
c. Komunikasi K3 yang dilakukan dalam kelompok besar maupun kelompok kecil
ditujukan untuk meningkatkan kesadaran K3 pada seluruh karyawan dan
memotivasi penerapan K3.
d. Sistem dokumentasi dan pengontrolan dokumen
e. Tenaga ahli K3
Universitas Sumatera Utara
45
4. Pengukuran dan evaluasi penerapan K3
Pemantauan merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mendukung kegiatan
selanjutnya yaitu evaluasi. Pemantauan dapat berupa memantau apakah terjadi
pertimpangan dalam melaksanakan prosedur kerja. Setelah dilakukan pemantauan,
dievaluasi dengan mengukur hasil yang telah dicapai dari pelaksanaan prosedur kerja.
Hasil pemantauan dan evaluasi menghasilkan catatan dan penyimpanan data
yang merupakan tindakan untuk perbaikan dan pencegahan. Pencatatan dan
penyimpanan data berguna sebagai bahan untuk membuat perencanaan selanjutnya.
5. Tinjauan ulang terhadap penerapan K3
Kegiatan untuk meninjau ulang penerapan K3 biasanya dilakukan untuk
menilai kesesuaian dan keefektifitasan penerapan K3 secara keseluruhan. Peninjauan
yang dilakukan berdasarkan hasil akhir evaluasi penerapan K3. Apabila hasil akhir
tidak sesuai dengan target K3 maka perlu dilakukan tinjauan ulang K3.
Tinjauan ulang Sistem Manajemen K3 meliputi (PER. 05/MEN/1996):
a) Evaluasi terhadap penerapan kebijakan Keselamatan dan kesehatan kerja
b) Tujuan, sasaran, dan kinerja keselamatan dan kesehatan kerja
c) Hasil temuan audit Sistem Manajemen K3
d) Evaluasi efektivitas penerapan Ssistem Manajemen K3 dan kebutuhan untuk
mengubah Sistem Manajemen K3 sesuai dengan:
1. Perubahan peraturan perundangan
2. Tuntutan dari pihak yang terkait dan pasar
3. Perubahan produk dan kegiatan perusahaan
4. Perubahan struktur organisasi perusahaan
Universitas Sumatera Utara
46
5. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, termasuk epidemiologi.
6. Pengalaman yang didapat dari insiden keselamatan dan kesehatan kerja
7. Pelaporan
8. Umpan balik khususnya dari tenaga kerja.
2.2.3.2. Tujuan Penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Keselamatan dan kesehatan kerja pada dasarnya mencari dan
mengungkapkan kelemahan yang memungkinkan terjadinya kecelakaan. Fungsi ini
dapat dilakukan dengan dua cara yaitu mengungkapkan sebab-akibat suatu
kecelakaan dan meneliti apakah pengendalian secara cermat dilakukan atau tidak.
Tujuan dari penerapan keselamatan dan kesehatan kerja adalah (Direktorat
Pengawasan Norma K3, 2006):
1) Menempatkan tenaga kerja sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai
manusia
2) Meningkatkan komitmen pimpinan perusahaan dalam melindungi tenaga kerja
3) Meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja untuk menghadapi kompetisi
perdagangan global
4) Proteksi terhadap industri dalam negeri
5) Perlunya upaya pencegahan terhadap masalah sosial dan ekonomi yang terkait
dengan penerapan keselamatan dan kesehatan kerja.
2.3. Minyak dan Gas Bumi (Migas)
2.3.1. Minyak Bumi
Minyak bumi merupakan campuran kompleks senyawa organik yang terdiri
atas senyawa hidrokarbon dan nonhidrokarbon yang berasal dari sisa-sisa
Universitas Sumatera Utara
47
mikroorganisme, tumbuhan, dan binatang yang tertimbun selama berjuta-juta tahun.
Kandungan senyawa hidrokarbon dalam minyak bumi lebih dari 90% dan sisanya
merupakan senyawa nonhidrokarbon (Speight 1991 dalam Kussuryani 2003).
Senyawa hidrokarbon dalam minyak bumi dapat dibagi menjadi empat golongan,
yaitu senyawa parafin, naftena, aromatik, dan olefin. Senyawa parafin merupakan
penyusun utama minyak bumi yang kandungannya mencapai 30-60 %. Menurut Hadi
(2004), minyak bumi mengandung senyawa nitrogen 0-0.5%, belerang 0-6%, dan
oksigen 0-3.5%. Senyawa belerang yang ada dapat menimbulkan korosi dan
pencemaran udara (Hadi, 2004).
Senyawa hidrokarbon merupakan senyawa organik yang terdiri atas karbon
dan hidrogen. Hidrokarbon merupakan salah satu kontaminan yang dapat berdampak
buruk baik bagi manusia maupun lingkungan. Minyak bumi dan turunannya
merupakan salah satu contoh dari hirdokarbon yang banyak digunakan oleh manusia
dan berpotensi mencemari lingkungan (Notodarmojo, 2005).
Limbah minyak terdiri atas bermacam-macam senyawa, di antaranya berupa
hidrokarbon ringan, hidrokarbon berat, pelumas, dan bahan ikutan dalam hidrokarbon
(Shaheen 1992). Kegiatan industri perminyakan dapat menimbulkan limbah yang
mencemari lingkungan. Selain itu, proses pengeboran dan pengilangan minyak bumi
juga menghasilkan lumpur minyak dalam jumlah besar. Lumpur minyak merupakan
polutan yang sangat berbahaya, UU No. 23 tahun 1997 dan PP No. 18 tahun 1999
mengkategorikan lumpur minyak sebagai limbah B3 (Bahan Kimia Berbahaya dan
Beracun) (Shaheen, 1992).
Universitas Sumatera Utara
48
Berdasarkan sifat biodegradabelnya, minyak bumi dibagi menjadi 2, yaitu
komponen minyak bumi yang mudah diurai dan yang sukar diurai. Komponen
minyak bumi yang mudah diurai terdiri atas senyawaan alkana yang mudah larut
dalam air dan terdifusi ke dalam membran sel bakteri (Hadi, 2004).
2.3.2. Gas Bumi
Gas alam sering juga disebut sebagai gas bumi atau gas rawa, adalah bahan
bakar fosil berbentuk gas yang terutama terdiri dari metana CH4). Ia dapat ditemukan
di ladang minyak, ladang gas bumi dan juga tambang batu bara. Ketika gas yang kaya
dengan metana diproduksi melalui pembusukan oleh bakteri anaerobik dari bahan-
bahan organik selain dari fosil, maka ia disebut biogas. Sumber biogas dapat
ditemukan di rawa-rawa, tempat pembuangan akhir sampah, serta penampungan
kotoran manusia dan hewan.
Komponen utama dalam gas alam adalah metana (CH4), yang merupakan
molekul hidrokarbon rantai terpendek dan teringan. Gas alam juga mengandung
molekul-molekul hidrokarbon yang lebih berat seperti etana (C2H6), propana (C3H8)
dan butana (C4H10), selain juga gas-gas yang mengandung sulfur (belerang). Gas
alam juga merupakan sumber utama untuk sumber gas helium.
Metana adalah gas rumah kaca yang dapat menciptakan pemanasan global
ketika terlepas ke atmosfer, dan umumnya dianggap sebagai polutan ketimbang
sumber energi yang berguna. Meskipun begitu, metana di atmosfer bereaksi dengan
ozon, memproduksi karbon dioksida dan air, sehingga efek rumah kaca dari metana
yang terlepas ke udara relatif hanya berlangsung sesaat. Sumber metana yang berasal
dari makhluk hidup kebanyakan berasal dari rayap, ternak (mamalia) dan pertanian
Universitas Sumatera Utara
49
(diperkirakan kadar emisinya sekitar 15, 75 dan 100 juta ton per tahun secara
berturut-turut).
Komponen yang terkandung pada gas bumi dalam %, antara lain:
a. Metana (CH4), 80-95
b. Etana (C2H6), 5-15
c. Propana (C3H8) and Butane (C4H10)
Nitrogen, helium, karbon dioksida (CO2), hidrogen sulfida (H2S), dan air
dapat juga terkandung di dalam gas alam. Merkuri dapat juga terkandung dalam
jumlah kecil. Komposisi gas alam bervariasi sesuai dengan sumber ladang gasnya.
Campuran organosulfur dan hidrogen sulfida adalah kontaminan (pengotor)
utama dari gas yang harus dipisahkan . Gas dengan jumlah pengotor sulfur yang
signifikan dinamakan sour gas dan sering disebut juga sebagai "acid gas (gas asam)".
Gas alam yang telah diproses dan akan dijual bersifat tidak berasa dan tidak berbau.
Akan tetapi, sebelum gas tersebut didistribusikan ke pengguna akhir, biasanya gas
tersebut diberi bau dengan menambahkan thiol, agar dapat terdeteksi bila terjadi
kebocoran gas. Gas alam yang telah diproses itu sendiri sebenarnya tidak berbahaya,
akan tetapi gas alam tanpa proses dapat menyebabkan tercekiknya pernafasan karena
ia dapat mengurangi kandungan oksigen di udara pada level yang dapat
membahayakan.
Gas alam dapat berbahaya karena sifatnya yang sangat mudah terbakar dan
menimbulkan ledakan. Gas alam lebih ringan dari udara, sehingga cenderung mudah
tersebar di atmosfer. Akan tetapi bila ia berada dalam ruang tertutup, seperti dalam
rumah, konsentrasi gas dapat mencapai titik campuran yang mudah meledak, yang
Universitas Sumatera Utara
50
jika tersulut api, dapat menyebabkan ledakan yang dapat menghancurkan bangunan.
Kandungan metana yang berbahaya di udara adalah antara 5% hingga 15%.
Ledakan untuk gas alam terkompresi di kendaraan, umumnya tidak mengkhawatirkan
karena sifatnya yang lebih ringan, dan konsentrasi yang diluar rentang 5 - 15% yang
dapat menimbulkan ledakan. Energi yang terkandung dalam pembakaran satu meter
kubik gas alam komersial dapat menghasilkan 38 MJ (10.6 kWh).
Universitas Sumatera Utara
51
2.4. Kerangka Konsep
Berdasarkan teori yang telah diuraikan sebelumnya, maka kerangka konsep
dalam penelitian ini adalah:
Berdasarkan gambar di atas, maka dapat dirumuskan definisi kerangka konsep
diatas adalah sebagai berikut:
1. Penerapan aspek K3 adalah usaha-usaha yang dilakukan oleh PT. Pertamina
(Persero) Terminal BBM Medan Group untuk mencegah kebakaran, kecelakaan
dan penyakit akibat kerja serta pencemaran lingkungan, yang difokuskan pada:
a. Penerimaan (supply)
b. Penyimpanan (storage)
c. Penyaluran (distribution)
d. LK3 (Lindungan Lingkungan dan Keselamatan dan Kesehatan Kerja)
Penerapan Aspek K3
LK3 Bagian PPP:
• Penerimaan (suplay)
• Penimbunan (storage)
• Penyaluran (distribution)
Universitas Sumatera Utara