BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Keselamatan dan...

29
23 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Keselamatan dan Kesehatan Kerja Keselamatan kerja merupakan keselamatan yang bertalian dengan mesin, pesawat, alat kerja, bahan dan pengolahannya, landasan tempat kerja dan lingkungannya serta cara-cara melakukan pekerjaan (Suma’mur, 1989). Undang- Undang No. 1 Tahun 1970 dalam (Budiono, 2003) menerangkan bahwa keselamatan kerja yang mempunyai ruang lingkup yang berhubungan dengan mesin, landasan tempat kerja dan lingkungan kerja, serta cara mencegah terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja, memberikan perlindungan sumber-sumber produksi sehingga dapat meningkatkan efisiensi dan produktifitas. Menurut Suma’mur, (1996), keselamatan kerja merupakan spesialisasi ilmu kesehatan beserta prakteknya yang bertujuan agar para pekerja atau masyarakat pekerja memperoleh derajat kesehatan setinggi-tingginya baik fisik, mental maupun sosial dengan usaha preventif dan kuratif terhadap penyakit/gangguan kesehatan yang diakibatkan oleh faktor pekerjaan dan lingkungan serta terhadap penyakit umum. Menurut Felton (1990) dalam (Budiono dkk, 2003) mengemukakan pengertian tentang kesehatan kerja adalah “Occupational Health is the extension of the principles and practice of occupational medicine, to include the conjoint preventive or constructive activities of all members of the occupational health team.” Universitas Sumatera Utara

Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Keselamatan dan...

23

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Keselamatan kerja merupakan keselamatan yang bertalian dengan mesin,

pesawat, alat kerja, bahan dan pengolahannya, landasan tempat kerja dan

lingkungannya serta cara-cara melakukan pekerjaan (Suma’mur, 1989). Undang-

Undang No. 1 Tahun 1970 dalam (Budiono, 2003) menerangkan bahwa keselamatan

kerja yang mempunyai ruang lingkup yang berhubungan dengan mesin, landasan

tempat kerja dan lingkungan kerja, serta cara mencegah terjadinya kecelakaan dan

penyakit akibat kerja, memberikan perlindungan sumber-sumber produksi sehingga

dapat meningkatkan efisiensi dan produktifitas.

Menurut Suma’mur, (1996), keselamatan kerja merupakan spesialisasi ilmu

kesehatan beserta prakteknya yang bertujuan agar para pekerja atau masyarakat

pekerja memperoleh derajat kesehatan setinggi-tingginya baik fisik, mental maupun

sosial dengan usaha preventif dan kuratif terhadap penyakit/gangguan kesehatan yang

diakibatkan oleh faktor pekerjaan dan lingkungan serta terhadap penyakit umum.

Menurut Felton (1990) dalam (Budiono dkk, 2003) mengemukakan

pengertian tentang kesehatan kerja adalah

“Occupational Health is the extension of the principles and practice of occupational

medicine, to include the conjoint preventive or constructive activities of all members

of the occupational health team.”

Universitas Sumatera Utara

24

Pengembangan prinsip-prinsip dan praktik dari kedokteran kerja, untuk memadukan

kegiatan-kegiatan yang bersifat mencegah atau membangun dari seluruh anggota tim

kesehatan kerja.

Melihat beberapa uraian di atas mengenai pengertian keselamatan dan

pengertian kesehatan kerja di atas, maka dapat disimpulkan mengenai pengertian

Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah suatu bentuk usaha atau upaya bagi

para pekerja untuk memperoleh jaminan atas Keselamatan dan kesehatan Kerja (K3)

dalam melakukan pekerjaan yang mana pekerjaan tersebut dapat mengancam dirinya

yang berasal dari individu sendiri dan lingkungan kerjanya.

Pada hakekatnya Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) merupakan suatu

keilmuwan multidisiplin yang menerapkan upaya pemeliharaan dan peningkatan

kondisi lingkungan kerja, keamanan kerja, keselamatan dan kesehatan tenaga kerja,

serta melindungi tenaga kerja terhadap resiko bahaya dalam melakukan pekerjaan

serta mencegah terjadinya kerugian akibat kecelakaan kerja, penyakit akibat kerja,

kebakaran, peledakan atau pencemaran lingkungan kerja.

Menurut Mangkunegara (2002) bahwa tujuan dari keselamatan dan kesehatan

kerja adalah sebagai berikut:

a. Agar setiap pegawai/tenaga kerja mendapat jaminan keselamatan dan kesehatan

kerja baik secara fisik, sosial, dan psikologis.

b. Agar setiap perlengkapan dan peralatan kerja digunakan sebaik-baiknya, selektif

mungkin.

c. Agar semua hasil produksi dipelihara keamanannya.

Universitas Sumatera Utara

25

d. Agar adanya jaminan atas pemeliharaan dan peningkatan kesehatan gizi

pegawai/tenaga kerja.

e. Agar meningkatkan kegairahan, keserasian kerja, dan partisipasi kerja.

f. Agar tehindar dari gangguan kesehatan yang disebabkan oleh lingkungan atau

kondisi kerja.

g. Agar setiap pegawai/tenaga kerja merasa aman dan terlindungi dalam bekerja.

2.1.1. Keselamatan Kerja

Keselamatan kerja adalah kondisi keselamatan yang bebas dari resiko

kecelakaan dan kerusakan dimana kita bekerja yang mencakup tentang kondisi

bangunan, kondisi mesin, peralatan keselamatan, dan kondisi pekerja (Simajuntak,

1994).

Kondisi bangunan adalah tempat atau bangunan yang digunakan untuk tempat

bekerja apakah telah memenuhi kriteria keselamatan bagi penghuni bangunan

tersebut. Kondisi mesin yang ada di perusahaan juga harus baik sehingga harus ada

penjadwalan perawatan mesin-mesin untuk proses produksi. Hal ini bertujuan untuk

mencegah kerusakan mesin yang dapat membahayakan operator.

Kondisi pekerja sangat menentukan terjadinya kecelakaan kerja. Faktor-faktor

yang menentukan kondisi pekerja yaitu (Simajuntak, 1994):

a) Kondisi mental dan fisik

Kondisi tersebut sangat berpengaruh dalam menjalaankan proses produksi karena

dengan kondisi mental dan fisik yang buruk dapat mengakibatkan kecelakaan

kerja.

Universitas Sumatera Utara

26

b) Kebiasaan kerja yang baik dan aman

Pada saat melakukan pekerjaan, pekerja harus dapat dituntut untuk bekerja secara

disiplin agar tidak lalai yang dapat mengakibatkan kecelakaan kerja.

c) Pemakaian alat-alat pelindung diri

Kurangnya kesadaran dalam pemakaian alat-alat pelindung karena dirasa tidak

nyaman oleh pekerja dapat mengakibatkan kecelakaan kerja.

2.1.2. Kesehatan Kerja

Pengertian sehat senantiasa digambarkan sebagai suatu kondisi fisik, mental

dan sosial seseorang yang tidak saja bebas dari penyakit atau gangguan kesehatan

melainkan juga menunjukkan kemampuan untuk berinteraksi dengan lingkungan dan

pekerjaannya (Budiono, 2003).

Sejak beberapa abad yang lalu, Burlinhame menyatakan bahwa melakukan

suatu pekerjaan atau bekerja hakikatnya merupakan sumber kepuasan manusia yang

paling mendasar, katalis sosial dan sekaligus juga pelengkap status serta martabat

manusia.

Bila konsep tersebut dikaitkan dengan perubahan global pada berbagai sektor

dan perkembangan teknologi dewasa ini, maka semakin jelaslah bahwa upaya untuk

meningkatkan kesejahteraan manusia harus dilakukan melalui pekerjaan yang

diselaraskan dengan lingkungaan yang aman, nyaman dan higienis sehingga

kesehatan, keselamatan dan produktivitas tenaga kerja senantiasa terjamin.

Paradigma baru dalam aspek kesehatan mengupayakan agar yang sehat tetap

sehat dan bukan sekedar mengobati, merawat atau menyembuhkan gangguan

kesehatan atau penyakit. Oleh karenanya, perhatian utama dibidang kesehatan lebih

Universitas Sumatera Utara

27

ditujukan ke arah pencegahan terhadap kemungkinan timbulnya penyakit serta

pemeliharaan kesehatan seoptimal mungkin.

Status kesehatan seseorang, menurut Blum (1981) ditentukan oleh empat

faktor yakni:

1. Lingkungan, berupa lingkungan fisik (alami, buatan) kimia (organik/anorganik,

logam berat, debu), biologik (virus, bakteri, mikroorganisme) dan ssosial budaya

(ekonomi, pendidikan, pekerjaan).

2. Perilaku yang meliputi sikap, kebiasaan dan tingkah laku.

3. Pelayanan kesehatan: promotif, preventif, perawatan, pengobatan, pencegahan

kecacatan, rehabilitasi, dan;

4. Genetik, yang merupakan faktor bawaan setiap manusia.

Interaksi dari berbagai faktor tersebut sangat mempengaruhi tingkat kesehatan

seseorang baik dalam kehidupan sehari-hari maupun di tempat kerja. Dengan

demikian, dalam pengelolaan kesehatan keempat faktor tersebut perlu diperhatikan,

khususnya dalam aspek lingkungaan dan pelayanan kesehatan.

Hubungan antara pekerjaan dan kesehatan seseorang mulai dikenal sejak

beberapa abad yang lalu, antara lain dengan didapatkannya penyakit akibat cacing

atau gejala sesak napas akibat timbunan debu dalam paru pada pekerja pertambangan.

Kaitan timbal balik pekerjaan yang dilakukan dan kesehatan pekerja semakin

banyak dipelajari dan terus berkembang sejak terjadinya revolusi industri. Pekerjaan

mungkin berdampak negatif bagi kesehatan akan tetapi sebaliknya pekerjaan dapat

pula memperbaiki tingkat kesehatan dan kesejahteraan pekerja bila dikelola dengan

baik. Demikian pula status kesehatan pekerja sangat mempengaruhi produktivitas

Universitas Sumatera Utara

28

kerjanya. Pekerjaan yang sehat memungkinkan tercapainya hasil kerja yang lebih

baik bila dibandingkan dengan pekerja yang terganggu kesehatannya.

Menurut Suma’mur (1976), kesehatan kerja merupakan spesialisasi ilmu

kesehatan/kedokteran beserta prakteknya yang bertujuan agar pekerja/masyarakat

pekerja memperoleh derajat kesehatan setinggi-tingginya baik fisik, mental maupun

sosial dengan usaha preventif atau kuratif terhadap penyakit/gangguan kesehatan

yang diakibatkan oleh faktor pekerjaan dan lingkungan kerja serta terhadap penyakit

umum.

Konsep kesehatan kerja dewasa ini semakin banyak berubah, bukan sekedar

“kesehatan pada sektor industri” saja melainkan juga mengarah pada upaya kesehatan

untuk semua orang dalam melakukan pekerjaannya (Total health of all at work).

Dan ilmu ini tidak hanya hubungan antara efek lingkungan kerja dengan

kesehatan, tetapi juga hubungan antara status kesehatan pekerja dengan

kemampuannya untuk melakukan tugas yang harus dikerjakannya, dan tujuan dari

kesehatan kerja adalah mencegah timbulnya gangguan kesehatan daripada

mengobatinya (Harrington, 2003).

Sebagai bagian spesifik keilmuwan dalam kesehatan masyarakat, kesehatan

kerja lebih memfokuskan lingkup kegiatannya pada peningkatan kualitas hidup

tenaga kerja melalui penerapan upaya kesehatan yang bertujuan untuk:

1. Meningkatkan dan memelihara derajat kesehatan pekerja

2. Melindungi dan mencegah pekerja dari semua gangguan kesehatan akibat

lingkungan kerja atau pekerjaannya.

Universitas Sumatera Utara

29

3. Menempatkan pekerja sesuai dengan kemampuan fisik, mental dan pendidikan

atau keterampilannya.

4. Meningkatkan efisiensi dan produktivitas pekerja.

Sedangkan rekomendasi sidang bersama ILO/WHO pada tahun 1995,

menekankan upaya pemeliharaan, peningkatan kesehatan dan kapasitas kerja,

perbaikan lingkungan dan pekerjaan yang mendukung keselamatan dan kesehatan

pekerja serta mengembangkan organisasi dan budaya kerja agar tercapai iklim sosial

yang positif, kelancaran produksi dan peningkatan produktivitas.

Kesehatan kerja mencakup kegiatan yang bersifat komprehensif berupa upaya

promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Upaya promotif berupa penyuluhan,

pelatihan dan peningkatan pengetahuan tentang upaya hidup sehat dalam bekerja,

disamping kegiatan pencegahan (preventif) terhadap risiko gangguan kesehatan, lebih

mengemuka dalam disiplin kesehatan kerja.

Kesehatan kerja diartikan sebagai spesialis ilmu kesehatan yang menganalisa

akibat praktek dan cara kerja terhadap derajat kesehatan pekerja yang bersangkutan,

baik kesehatan fisik maupun kesehatan mental, serta menganalisa alternatif usaha

preventif dan kuratif terhadap penyakit atau gangguan kesehatan akibat kerja dan

lingkungan kerja. Kesehatan kerja bersifat medis dan sasarannya adalah manusia atau

pekerja. Kesehatan kerja adalah kondisi yang dapat mempengaruhi kesehatan para

pekerja seperti (Simajuntak, 1994):

1. Kurangnya pencahayaan yang mengakibatkan sakit mata.

2. Tidak adanya sistem sirkulasi udara sehingga debu-debu atau partikel-partikel

kecil akan mengganggu sistem pernapasan pekerja.

Universitas Sumatera Utara

30

3. Pekerja yang bekerja dengan menggunakan bahan-bahan kimia berbahaya.

4. Tingkat kebisingan yang melebihi batas ambang pendengar yang dapat

mengakibatkan ketulian pada pekerja.

Kondisi di atas memerlukan pencegahan dengan melakukan tindakan-tindakan

sebagai berikut:

1) Pemeriksaan pekerja secara berkala.

2) Memberikan keterangan prosedur kerja sebelum bekerja.

3) Pembuatan ventilasi yang baik.

4) Mengubah cara-cara kerja yang dapat menyebabkan penyakit kerja.

5) Pemakaian alat-alat pelindung diri secara teratur dan disiplin untuk menghindari

resiko kecelakaan kerja.

2.1.3. Indikator-indikator dalam Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Budiono dkk (2003) mengemukakan indikator Keselamatan dan Kesehatan

Kerja (K3), meliputi:

a) Faktor manusia/pribadi (personal factor)

Faktor manusia disini meliputi, antara lain kurangnya kemampuan fisik, mental

dan psikologi, kurangnya pengetahuan dan keterampilan/keahlian, dan stress

serta motivasi yang tidak cukup.

b) Faktor kerja/lingkungan

Meliputi, tidak cukup kepemimpinan dan pengawasan, rekayasa,

pembelian/pengadaan barang, perawatan, standar-standar kerja dan

penyalahgunaan.

Universitas Sumatera Utara

31

Dari beberapa uraian di atas dapat ditarik kesimpulan mengenai indikator

tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) meliputi: faktor lingkungan dan

faktor manusia.

2.1.4. Aspek-aspek dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keselamatan dan

Kesehatan Kerja (K3)

Menurut Anoraga (2005) mengemukakan aspek-aspek Keselamatan dan

Kesehatan Kerja (K3) meliputi:

a) Lingkungan kerja

Lingkungan kerja merupakan tempat dimana seseorang atau karyawan dalam

beraktifitas bekerja. Lingkungan kerja dalam hal ini menyangkut kondisi kerja,

seperti ventilasi, suhu, penerangan dan situasinya.

b) Alat kerja dan bahan

Alat kerja dan bahan merupakan suatu hal yang pokok dibutuhkan oleh

perusahaan untuk memproduksi barang. Dalam memproduksi barang, alat-alat

kerja sangatlah vital yang digunakan oleh para pekerja dalam melakukan

kegiatan proses produksi dan disamping itu adalah bahan-bahan utama yang akan

dijadikan barang.

c) Cara melakukan pekerjaan

Setiap bagian-bagian produksi memiliki cara-cara melakukan pekerjaan yang

berbeda-beda yang dimiliki oleh karyawan. Cara-cara yang biasanya dilakukan

oleh karyawan dalam melakukan semua aktifitas pekerjaan, misalnya

menggunakan peralatan yang sudah tersedia dan pelindung diri secara tepat dan

Universitas Sumatera Utara

32

mematuhi peraturan penggunaan peralatan tersebut dan memahami cara

mengoperasionalkan mesin.

Menurut Budiono dkk (2003), faktor-faktor yang mempengaruhi Keselamatan

dan Kesehatan Kerja (K3) antara lain:

a) Beban kerja

Beban kerja berupa beban fisik, mental dan sosial, sehingga upaya penempatan

pekerja yang sesuai dengan kemampuannya perlu diperhatikan.

b) Kapasitas kerja

Kapasitas kerja yang banyak tergantung pada pendidikan, keterampilan,

kesegaran jasmani, ukuran tubuh, keadaan gizi dan sebagainya.

c) Lingkungan kerja

Lingkungan kerja yang berupa faktor fisik, kimia, biologik, ergonomik, maupun

psikososial.

Dari beberapa uraian di atas dapat disimpulkan bahwa Aspek dan Faktor yang

mempengaruhi Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) antara lain lingkungan kerja,

alat kerja dan bahan, cara melakukan pekerjaan, beban kerja, kapasitas kerja, dan

lingkungan kerja.

2.2. Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Manajemen sebagai satu ilmu perilaku yang mencakup aspek sosial dan eksak

tidak terlepas dari tanggung jawab keselamatan dan kesehatan kerja, baik dari segi

perencanaan maupun pengambilan keputusan dan organisasi. Manajemen seharusnya

menyadari (Silalahi, 1995):

1. Adanya biaya pencegahan

Universitas Sumatera Utara

33

2. Kerugian akibat kecelakaan menimpa karyawan dan peralatan

3. Antara biaya pencegahan dan kerugian akibat kecelakaan terdapat selisih yang

sukar ditetapkan

4. Kecelakaan kerja selalu menyangkut manusia, peralatan, dan proses.

5. Manusia merupakan faktor dominan dalam setiap kecelakaan.

Keselamatan dan kesehatan kerja merupakan suatu masalah penting dalam

setiap masalah operasional, baik di sektor tradisional maupun sektor modern.

Masalah yang terjadi khususnya dalam masyarakat yang sedang beralih dari satu

kebiasaan kepada kebiasaan lain, perubahan-perubahan pada umumnya menimbulkan

beberapa permasalahan yang jika tidak ditanggulangi secara cermat dapat membawa

berbagai akibat buruk bahkan fatal.

Permasalahan yang dapat menimbulkan kecelakaan kerja memerlukan

manajemen keselamatan dan kesehatan kerja komprehensif antara lain dengan

(Simajuntak, 1994):

a) Menghimpun informasi dan data kasus kecelakaan secara periodik

b) Mengidentifikasi sebab-sebab kasus kecelakaan kerja

c) Menganalisa dampak kecelakaan kerja bagi pekerja sendiri, bagi pengusaha dan

bagi masyarakat pada umumnya.

d) Merumuskan saran-saran bagi pemerintah, pengusaha dan pekerja untuk

menghindari kecelakaan kerja.

e) Memberikan saran mengenai sistem kompensasi atau santunan bagi mereka yang

menderita kecelakaan kerja.

Universitas Sumatera Utara

34

f) Merumuskan sistem dan sarana pengawasan, pengaman lingkungan kerja,

pengukuran tingkat bahaya, serta kampanye menumbuhkan kesadaran dan

penyuluhan keselamatan dan kesehatan kerja.

Pemerintah mengajak pengusaha dan serikat pekerja untuk menyusun

kebijaksanaan dan program yang melindungi pekerja, masyarakat dan lingkungan

dari kecelakaan kerja. Pengusaha diwajibkan menyusun sistem pencegahan

kecelakaan kerja termasuk identifikasi dan analisis sumber kecelakaan, cara

mengurangi akibat kecelakaan, perencanaan dan pemasangan instalasi pengaman,

penugasan tenaga khusus dan ahli di bidang keselamatan kerja, melaksanakan

inspeksi secara regular, serta menyusun program penyelamatan darurat bila terjadi

bencana atau kecelakaan kerja. Oleh karena itu, pemerintah mengeluarkan Undang-

Undang No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.

Berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja: PER. 05/MEN/1996, penerapan

keselamatan dan kesehatan kerja (K3) dibagi menjadi tiga tingkatan yang kemudian

akan digunakan sebagai dasar audit internal perusahaan yaitu:

a. Tingkat awal adalah perusahaan kecil atau perusahaan dengan tingkat resiko

rendah harus menetapkan sebanyak 64 kriteria.

b. Tingkat transisi adalah perusahaan sedang atau perusahaan dengan tingkat resiko

menengah harus menetapkan sebanyak 122 kriteria

c. Tingkat lanjutan adalah perusahaan besar atau perusahaan dengan tingkat resiko

tinggi harus menetapkan sebanyak 166 kriteria.

Dalam penentuan kriteria perusahaan juga dapat ditentukan melalui kriteria

kebakaran suatu perusahaan, sebagai contoh apabila perusahaan tersebut berhubungan

Universitas Sumatera Utara

35

dengan logam maka perusahaan tersebut dapat dikategorikan sebagai perusahaan

dengan kategori sedang dua, dan disimpulkaan bahwa perusahaan tersebut

perusahaan menengah

2.2.1. Kecelakaan Kerja

Kecelakaan kerja adalah kecelakaan atau penyakit yang diderita oleh

seseorang akibat melakukan suatu pekerjaan atau ditimbulkan oleh lingkungan kerja

(Simajuntak, 1994).

Terdapat banyak faktor yang menimbulkan kecelakaan dan penyakit kerja.

Kecelakaan dan penyakit kerja dapat terjadi pada saat seseorang mengoperasikan alat

kerja atau produksi, antara lain karena:

1) Pekerja yang bersangkutan tidak terampil atau tidak mengetahui cara

mengoperasikan alat-alat tersebut.

2) Pekerja tidak hati-hati, lalai, terlalu lelah atau dalam keadaan sakit.

3) Tidak tersedia alat-alat pengaman.

4) Alat kerja atau produksi yang digunakan dalam kesedaan tidak baik atau tidak

layak pakai lagi.

Kecelakaan dan penyakit akibat kerja dapat pula terjadi karena kondisi dan

lingkungan kerja yang tidak aman, misalnya dalam bentuk ledakan, kebakaran, dan

kebocoran atau perembesan unsur-unsur kimia berbahaya. Bencana kecelakaan kerja

tersebut dapat menimbulkan korban dan kerugian dalam bentuk:

1. Pekerja dan atau orang lain meninggal atau luka

2. Alat-alat produksi rusak

3. Bahan baku dan bahan produksi lainnya rusak

Universitas Sumatera Utara

36

4. Bangunan terbakar atau roboh

5. Proses produksi terhenti atau terganggu

Kecelakaan kerja dapat dikategorikan dalam beberapa akibat yang

ditimbulkannya seperti (Simajuntak, 1994):

a) Meninggal dunia, termasuk kecelakaan yang paling fatal yang menyebabkan

penderita meninggal dunia walaupun telah mendapatkan pertolongan dan

perawatan sebelumnya.

b) Cacat permanen total adalah cacat yang mengakibatkan penderita secara

permanen tidak mampu lagi melakukan pekerjaan produktif karena kehilangan

atau tidak berfungsinya lagi bagian-bagian tubuh, seperti: kedua mata, satu mata

dan satu tangan atau satu lengan atau satu kaki. Dua bagian tubuh yang tidak

terletak pada satu ruas tubuh.

c) Cacat permanen sebagian adalah cacat yang mengakibatkan satu bagian tubuh

hilang atau terpaksa dipotong atau sama sekali tidak berfungsi.

d) Tidak mampu bekerja sementara, dimaksudkan baik ketika dalam masa

pengobatan maupun karena harus beristirahat menunggu kesembuhan, sehingga

ada hari-hari kerja hilang dalam arti yang bersangkutan tidak melakukan kerja

produktif.

Penyakit akibat kerja disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain (Silalahi,

1995):

1) Faktor biologis

2) Faktor kimia termasuk debu dan uap logam

Universitas Sumatera Utara

37

3) Faktor fisik termasuk kebisingan/getaran, radiasi, penerangan, suhu, dan

kelembaban.

4) Faktor fisiologis

5) Faktor tekanan mental/stress.

2.2.2. Penyakit Akibat Kerja (PAK)

2.2.2.1. Definisi Penyakit Akibat Kerja (PAK)

Penyakit akibat kerja adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan, alat

kerja, bahan, proses maupun lingkungan kerja. Dengan demikian penyakit akibat

kerja merupakan penyakit yang artificial atau man made disease.

WHO membedakan empat kategori penyakit akibat kerja (Depkes RI, 2006):

a. Penyakit yang hanya disebabkan oleh pekerjaan, misalnya pneumoconiosis.

b. Penyakit yang salah satu penyebabnya adalah pekerjaan, misalnya karsinoma

bronkhogenik.

c. Penyakit dengan pekerjaan merupakan salah satu penyebab di antara faktor-

faktor penyebab lainnya, misalnya bronchitis kronis.

d. Penyakit dimana pekerjaan memperberat suatu kondisi yang sudah ada

sebelumnya, misalnya asma.

Menurut Keputusan Presiden RI No. 22 Tahun 1993 Tentang Penyakit yang

Timbul karena Hubungan kerja, terdapat 31 jenis penyakit yang timbul karena

hubungan kerja, antara lain:

1. Pneumoconiosis yang disebabkan oleh debu mineral pembentuk jaringan parut

(silikosis, antrakosilikosis, asbestosis) dan silikotuberculosis yang silikosisnya

merupakan factor utama penyebab cacat atau kematian.

Universitas Sumatera Utara

38

2. Penyakit paru dan saluran pernafasan (bronkopulmoner) yang disebabkan oleh

debu logam keras.

3. Penyakit paru dan saluran pernafasan (bronkopulmoner) yang disebabkan oleh

debu kapas, vlas, henep dan sisal (bissinosis).

4. Asma akibat kerja yang disebabkan oleh penyebab sensitisasi dan zat perangsang

yang dikenal yang berada dalam proses pekerjaan.

5. Alveolitis alergika yang disebabkan oleh faktor dari luar sebagai akibat

penghirupan debu organik.

6. Penyakit yang disebabkan oleh berilium atau persenyawaan yang beracun.

7. Penyakit yang disebabkan oleh kadmium atau persenyawaan yang beracun.

8. Penyakit yang disebabkan oleh fosfor atau persenyawaan yang beracun.

9. Penyakit yang disebabkan oleh krom atau persenyawaan yang beracun.

10. Penyakit yang disebabkan oleh mangan atau persenyawaan yang beracun.

11. Penyakit yang disebabkan oleh arsen atau persenyawaan yang beracun.

12. Penyakit yang disebabkan oleh raksa atau persenyawaan yang beracun.

13. Penyakit yang disebabkan oleh timbale atau persenyawaan yang beracun.

14. Penyakit yang disebabkan oleh fluor atau persenyawaan yang beracun.

15. Penyakit yang disebabkan oleh karbon disulfida.

16. Penyakit yang disebabkan oleh derivat halogen dari persenyawaan hidrokarbon

alifatik atau aromatik yang beracun.

17. Penyakit yang disebabkan oleh benzena atau homolognya yang beracun.

18. Penyakit yang disebabkan oleh derivat nitro dan amina dari benzena atau

homolognya yang beracun.

Universitas Sumatera Utara

39

19. Penyakit yang disebabkan oleh nitrogliserin atau ester asam nitrat lainnya.

20. Penyakit yang disebabkan oleh alkohol, glikol atau keton.

21. Penyakit yang disebabkan oleh gas tau uap penyebab asfiksia atau keracunan

seperti karbon monoksida hidrogensianida, hidrogensulfida atau derivatnya yang

beracun, amoniak seng, braso dan nikel.

22. Kelainan pendengaran yang disebabkan oleh kebisingan.

23. Kelainan pendengaran yang disebabkan oleh getaran mekanik (kelainan otot-otot,

urat, tulang persendian, pembuluh darah tepi atau saraf tepi).

24. Penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan dalam udara yang bertekanan lebih.

25. Penyakit yang disebabkan oleh radiasi elektromagnetik dan radiasi yang

mengion.

26. Penyakit kulit (dermatosis) yang disebabkan oleh penyebab fisik, kimiawi, atau

biologik.

27. Penyakit kulit epitelioma primer yang disebabkan oleh pic, bitumen, minyak

mineral, antrasena atau persenyawaan, produk atau residu zat tersebut.

28. Kanker paru atau mesotelioma yang disebabkan oleh asbes.

29. Penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus, bakteri atau parasit yang didapatkan

dalam suatu pekerjaan yang memiliki resiko kontaminasi khusus.

30. Penyakit yang disebabkan oleh suhu tinggi atau rendah atau panas radiasi atau

kelembaban udara tinggi.

31. Penyakit yang disebabkan oleh bahan kimia lainnya termasuk obat.

Universitas Sumatera Utara

40

2.2.2.2. Faktor penyebab penyakit akibat kerja

Dalam ruang atau ditempat kerja biasanya terdapat faktor-faktor yang menjadi

sebab penyakit akibat kerja, antara lain (Notoatmodjo, 2007):

1. Golongan fisik, seperti:

a. Suara, yang bisa menyebabkan pekak/tuli.

b. Radiasi sinar-sinar radioaktif dapat menyebabkan penyakit susunan darah dan

kelainan kulit.

c. Suhu, apabila terlalu tinggi dapat menyebabkan heat stroke, heat cramps, atau

hyperpyrexia. Sedangkan suhu-suhu yang rendah dapat menimbulkan

frostbite, trenchfoot, dan hypothermia.

d. Tekanan tinggi dapat menyebabkan caisson disease.

e. Penerangan lampu yang kurang baik misalnya dapat menyebabkan kelainan

pada indera penglihatan atau kesilauan yang memudahkan terjadinya

kecelakaan.

2. Golongan kimia (chemis), yaitu:

1) Debu yang menyebabkan pneumoconioses, diantaranya silicosis, asbestosis,

dan lainnya.

2) Uap yang diantaranya menyebabkan metal fume fever, dermatitis atau

keracunan.

3) Gas, misalnya keracunan oleh CO dan H2S.

4) Larutan yang dapat menyebabkan dermatitis.

5) Awan atau kabut, misalnya racun serangga, racun jamur dan lainnya yang

dapat menimbulkan keracunan.

Universitas Sumatera Utara

41

3. Golongan infeksi, misalnya oleh bibit penyakit anthrax, brucella, AIDS, dan

lainnya.

4. Golongan fisiologis, yang disebabkan oleh keselahan-kesalahan konstruksi

mesin, sikap badan yang kurang baik, salah cara melakukan suatu pekerjaan dan

lain-lain yang kesemuanya menimbulkan kelelahan fisik, bahkan lambat laun

dapat menyebabkan perubahan fisik pada tubuh pekerja.

5. Golongan mental-psikologis, yang terlihat misalnya pada hubungan kerja yang

tidak baik, atau keadaan pekerjaan yang monoton yang menyebabkan kebosanan.

Sedangkan upaya untuk mencegah penyakit akibat kerja ada bermacam-

macam, yakni: (a) substitusi, (b) ventilasi umum, (c) ventilasi keluar setempat, (d)

isolasi, (e) pakaian pelindung, (f) pemeriksaan kesehatan, (g) penerangan, dan (h)

pendidikan kesehatan.

2.2.3. Penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja

2.2.3.1. Pedoman Penerapan

Kecelakaan kerja tidak dapat dielakkan secara menyeluruh. Namun demikian

setiap perencanaan, keputusan, organisasi harus mempertimbangkan aspek

keselamatan dan kesehatan kerja dalam perusahaan. Berikut merupakan beberapa

pedoman penerapan keselamatan dan kesehatan kerja.

1. Komitmen dan kebijaksanaan

Penerapan keselamatan dan kesehatan kerja haris memiliki komitmen dan

kebijaksanaan. Komitmen keselamatan dan kesehatan kerja dapat membantu

perusahaan dalam bekerja sama dengan pekerja. Tinjauan awal keselamatan dan

kesehatan kerja merupakan kerja sama yang dilakukan yaitu yang berkaitaan dengan:

Universitas Sumatera Utara

42

a. Identifikasi kondisi dan sumber daya

b. Pengetahuan dan peraturan perundangan K3

c. Membandingkan penerapan

d. Meninjau sebab-akibat

e. Efisiensi dan efektifitas

Perusahaan harus menunjukkan komitmen terhadap keselamatan dan

kesehatan kerja yang diwujudkan dalam (PER. 05/MEN/1996):

a) Menempatkan organisasi keselamatan dan kesehatan kerja K3 pada posisi yang

dapat menentukan keputusan perusahaan.

b) Menyediakan anggaran, tenaga kerjaa yang berkualitas dan sarana-sarana lain

yang diperlukan di bidang keselamatan dan kesehatan kerja.

c) Menetapkan personel yang mempunyai tanggung jawab, wewenang, dan

kewajiban yang jelas dalam penanganan keselamatan dan kesehatan kerja.

d) Perencanaan keselamatan dan kesehatan kerja yang terkoordinasi

e) Melakukan penilaian kinerja dan tindak lanjut pelaksanaan keselamatan dan

kesehatan kerja.

Kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja adalah suatu pernyataan tertulis

yang ditandatangani oleh pengusaha dan atau pengurus yang memuat keseluruhan

visi dan tujuan perusahaan, komitmen dan tekad melaksanakan keselamataan dan

kesehatan kerja, kerangka dan program kerja yang mencakup kegiatan perusahaan

secara menyeluruh yang bersifat umum dan atau operasional.

Universitas Sumatera Utara

43

2. Perencanaan

Dalam perencanaan keselamatan dan kesehatan kerja diperlukan susunan

system keselamatan dan kesehatan kerja yang terkoordinasi dengan baik.

Perencanaan K3 meliputi beberapa komponen yaitu:

a. Menentukan tingkat resiko untuk setiap bagian tertentu yang mempunyai potensi

kecelakaan atau gangguan kesehatan.

b. Meneliti setiap peraturan pemerintah dan standar industri yang dapat

dilaksanakan.

c. Menetapkan tujuan yang hendak dicapai dan sasaran K3 secara jelas.

Perusahaan yang memiliki perencanaan yang efektif maka akan mencapai

keberhasilan dalam penerapan K3. Tujuan dari pencegahan kecelakaan kerja adalah

untuk melindungi para pekerja, masyarakat dan lingkungaan dari bencana kecelakaan

yaitu dengan (Simajuntak, 1994):

a) Mempersiapkan, menyediakan dan memasang sarana pencegahan kecelakaan dan

alat-alat pelindung diri.

b) Mengadakan pemeriksaan dan inspeksi dini untuk mengetahui potensi atau

kemungkinan terjadinya kecelakaan kerja sehingga dapat dicegah.

c) Menyusun organisasi sistem pencegahan bencana kecelakaan, termasuk

menyediakan tenaga ahli keselamatan kerja.

d) Meminimumkan dampak bencana kecelakaan terhadap masyarakat, antara lain

dengan menempatkan instalasi berisiko tinggi terpisah dengan perumahan dan

tempat-tempat konsentrasi penduduk seperti rumah sakit, sekolah-sekolah, dan

pasar.

Universitas Sumatera Utara

44

e) Menyusun rencana penyelamatan darurat.

3. Penerapan

Kegiatan yang dilakukan dalam menerapkan keselamatan dan kesehatan kerja

adalah mengaudit sistem keselamatan dan kesehatan kerja pada perusahaan sesuai

Peraturan Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia Nomor 05/1996. Dalam

menerapkan terdapat kegiatan yang mendukung yaitu komunikasi, pelaporan,

pendokumentasian, dan pengendalian dokumentasi. Penerapan yang dilakukan tidak

hanya meliputi pengauditan melainkan juga mengidentifikasi bahaya, penilaian, dan

pengendalian resiko.

Penerapan K3 memiliki 5 komponen yang perlu dibentuk yaitu:

a. Struktur organisasi dan pembagian tanggung jawab. Struktur organisasi harus

ditetapkan secara jelas dengan setiap posisi di dalam organisasi.

b. Pemberian pelatihan K3 yaitu pelatihan secara umum yang diberikan kepada

seluruh karyawan dan pelatihan keahlian secara khusus yang diberikan kepada

karyawan yang bekerja di lokasi kerja yang memiliki potensi bahaya yang tinggi

atau karyawan yang memiliki tugas khusus di bidang K3.

c. Komunikasi K3 yang dilakukan dalam kelompok besar maupun kelompok kecil

ditujukan untuk meningkatkan kesadaran K3 pada seluruh karyawan dan

memotivasi penerapan K3.

d. Sistem dokumentasi dan pengontrolan dokumen

e. Tenaga ahli K3

Universitas Sumatera Utara

45

4. Pengukuran dan evaluasi penerapan K3

Pemantauan merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mendukung kegiatan

selanjutnya yaitu evaluasi. Pemantauan dapat berupa memantau apakah terjadi

pertimpangan dalam melaksanakan prosedur kerja. Setelah dilakukan pemantauan,

dievaluasi dengan mengukur hasil yang telah dicapai dari pelaksanaan prosedur kerja.

Hasil pemantauan dan evaluasi menghasilkan catatan dan penyimpanan data

yang merupakan tindakan untuk perbaikan dan pencegahan. Pencatatan dan

penyimpanan data berguna sebagai bahan untuk membuat perencanaan selanjutnya.

5. Tinjauan ulang terhadap penerapan K3

Kegiatan untuk meninjau ulang penerapan K3 biasanya dilakukan untuk

menilai kesesuaian dan keefektifitasan penerapan K3 secara keseluruhan. Peninjauan

yang dilakukan berdasarkan hasil akhir evaluasi penerapan K3. Apabila hasil akhir

tidak sesuai dengan target K3 maka perlu dilakukan tinjauan ulang K3.

Tinjauan ulang Sistem Manajemen K3 meliputi (PER. 05/MEN/1996):

a) Evaluasi terhadap penerapan kebijakan Keselamatan dan kesehatan kerja

b) Tujuan, sasaran, dan kinerja keselamatan dan kesehatan kerja

c) Hasil temuan audit Sistem Manajemen K3

d) Evaluasi efektivitas penerapan Ssistem Manajemen K3 dan kebutuhan untuk

mengubah Sistem Manajemen K3 sesuai dengan:

1. Perubahan peraturan perundangan

2. Tuntutan dari pihak yang terkait dan pasar

3. Perubahan produk dan kegiatan perusahaan

4. Perubahan struktur organisasi perusahaan

Universitas Sumatera Utara

46

5. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, termasuk epidemiologi.

6. Pengalaman yang didapat dari insiden keselamatan dan kesehatan kerja

7. Pelaporan

8. Umpan balik khususnya dari tenaga kerja.

2.2.3.2. Tujuan Penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Keselamatan dan kesehatan kerja pada dasarnya mencari dan

mengungkapkan kelemahan yang memungkinkan terjadinya kecelakaan. Fungsi ini

dapat dilakukan dengan dua cara yaitu mengungkapkan sebab-akibat suatu

kecelakaan dan meneliti apakah pengendalian secara cermat dilakukan atau tidak.

Tujuan dari penerapan keselamatan dan kesehatan kerja adalah (Direktorat

Pengawasan Norma K3, 2006):

1) Menempatkan tenaga kerja sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai

manusia

2) Meningkatkan komitmen pimpinan perusahaan dalam melindungi tenaga kerja

3) Meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja untuk menghadapi kompetisi

perdagangan global

4) Proteksi terhadap industri dalam negeri

5) Perlunya upaya pencegahan terhadap masalah sosial dan ekonomi yang terkait

dengan penerapan keselamatan dan kesehatan kerja.

2.3. Minyak dan Gas Bumi (Migas)

2.3.1. Minyak Bumi

Minyak bumi merupakan campuran kompleks senyawa organik yang terdiri

atas senyawa hidrokarbon dan nonhidrokarbon yang berasal dari sisa-sisa

Universitas Sumatera Utara

47

mikroorganisme, tumbuhan, dan binatang yang tertimbun selama berjuta-juta tahun.

Kandungan senyawa hidrokarbon dalam minyak bumi lebih dari 90% dan sisanya

merupakan senyawa nonhidrokarbon (Speight 1991 dalam Kussuryani 2003).

Senyawa hidrokarbon dalam minyak bumi dapat dibagi menjadi empat golongan,

yaitu senyawa parafin, naftena, aromatik, dan olefin. Senyawa parafin merupakan

penyusun utama minyak bumi yang kandungannya mencapai 30-60 %. Menurut Hadi

(2004), minyak bumi mengandung senyawa nitrogen 0-0.5%, belerang 0-6%, dan

oksigen 0-3.5%. Senyawa belerang yang ada dapat menimbulkan korosi dan

pencemaran udara (Hadi, 2004).

Senyawa hidrokarbon merupakan senyawa organik yang terdiri atas karbon

dan hidrogen. Hidrokarbon merupakan salah satu kontaminan yang dapat berdampak

buruk baik bagi manusia maupun lingkungan. Minyak bumi dan turunannya

merupakan salah satu contoh dari hirdokarbon yang banyak digunakan oleh manusia

dan berpotensi mencemari lingkungan (Notodarmojo, 2005).

Limbah minyak terdiri atas bermacam-macam senyawa, di antaranya berupa

hidrokarbon ringan, hidrokarbon berat, pelumas, dan bahan ikutan dalam hidrokarbon

(Shaheen 1992). Kegiatan industri perminyakan dapat menimbulkan limbah yang

mencemari lingkungan. Selain itu, proses pengeboran dan pengilangan minyak bumi

juga menghasilkan lumpur minyak dalam jumlah besar. Lumpur minyak merupakan

polutan yang sangat berbahaya, UU No. 23 tahun 1997 dan PP No. 18 tahun 1999

mengkategorikan lumpur minyak sebagai limbah B3 (Bahan Kimia Berbahaya dan

Beracun) (Shaheen, 1992).

Universitas Sumatera Utara

48

Berdasarkan sifat biodegradabelnya, minyak bumi dibagi menjadi 2, yaitu

komponen minyak bumi yang mudah diurai dan yang sukar diurai. Komponen

minyak bumi yang mudah diurai terdiri atas senyawaan alkana yang mudah larut

dalam air dan terdifusi ke dalam membran sel bakteri (Hadi, 2004).

2.3.2. Gas Bumi

Gas alam sering juga disebut sebagai gas bumi atau gas rawa, adalah bahan

bakar fosil berbentuk gas yang terutama terdiri dari metana CH4). Ia dapat ditemukan

di ladang minyak, ladang gas bumi dan juga tambang batu bara. Ketika gas yang kaya

dengan metana diproduksi melalui pembusukan oleh bakteri anaerobik dari bahan-

bahan organik selain dari fosil, maka ia disebut biogas. Sumber biogas dapat

ditemukan di rawa-rawa, tempat pembuangan akhir sampah, serta penampungan

kotoran manusia dan hewan.

Komponen utama dalam gas alam adalah metana (CH4), yang merupakan

molekul hidrokarbon rantai terpendek dan teringan. Gas alam juga mengandung

molekul-molekul hidrokarbon yang lebih berat seperti etana (C2H6), propana (C3H8)

dan butana (C4H10), selain juga gas-gas yang mengandung sulfur (belerang). Gas

alam juga merupakan sumber utama untuk sumber gas helium.

Metana adalah gas rumah kaca yang dapat menciptakan pemanasan global

ketika terlepas ke atmosfer, dan umumnya dianggap sebagai polutan ketimbang

sumber energi yang berguna. Meskipun begitu, metana di atmosfer bereaksi dengan

ozon, memproduksi karbon dioksida dan air, sehingga efek rumah kaca dari metana

yang terlepas ke udara relatif hanya berlangsung sesaat. Sumber metana yang berasal

dari makhluk hidup kebanyakan berasal dari rayap, ternak (mamalia) dan pertanian

Universitas Sumatera Utara

49

(diperkirakan kadar emisinya sekitar 15, 75 dan 100 juta ton per tahun secara

berturut-turut).

Komponen yang terkandung pada gas bumi dalam %, antara lain:

a. Metana (CH4), 80-95

b. Etana (C2H6), 5-15

c. Propana (C3H8) and Butane (C4H10)

Nitrogen, helium, karbon dioksida (CO2), hidrogen sulfida (H2S), dan air

dapat juga terkandung di dalam gas alam. Merkuri dapat juga terkandung dalam

jumlah kecil. Komposisi gas alam bervariasi sesuai dengan sumber ladang gasnya.

Campuran organosulfur dan hidrogen sulfida adalah kontaminan (pengotor)

utama dari gas yang harus dipisahkan . Gas dengan jumlah pengotor sulfur yang

signifikan dinamakan sour gas dan sering disebut juga sebagai "acid gas (gas asam)".

Gas alam yang telah diproses dan akan dijual bersifat tidak berasa dan tidak berbau.

Akan tetapi, sebelum gas tersebut didistribusikan ke pengguna akhir, biasanya gas

tersebut diberi bau dengan menambahkan thiol, agar dapat terdeteksi bila terjadi

kebocoran gas. Gas alam yang telah diproses itu sendiri sebenarnya tidak berbahaya,

akan tetapi gas alam tanpa proses dapat menyebabkan tercekiknya pernafasan karena

ia dapat mengurangi kandungan oksigen di udara pada level yang dapat

membahayakan.

Gas alam dapat berbahaya karena sifatnya yang sangat mudah terbakar dan

menimbulkan ledakan. Gas alam lebih ringan dari udara, sehingga cenderung mudah

tersebar di atmosfer. Akan tetapi bila ia berada dalam ruang tertutup, seperti dalam

rumah, konsentrasi gas dapat mencapai titik campuran yang mudah meledak, yang

Universitas Sumatera Utara

50

jika tersulut api, dapat menyebabkan ledakan yang dapat menghancurkan bangunan.

Kandungan metana yang berbahaya di udara adalah antara 5% hingga 15%.

Ledakan untuk gas alam terkompresi di kendaraan, umumnya tidak mengkhawatirkan

karena sifatnya yang lebih ringan, dan konsentrasi yang diluar rentang 5 - 15% yang

dapat menimbulkan ledakan. Energi yang terkandung dalam pembakaran satu meter

kubik gas alam komersial dapat menghasilkan 38 MJ (10.6 kWh).

Universitas Sumatera Utara

51

2.4. Kerangka Konsep

Berdasarkan teori yang telah diuraikan sebelumnya, maka kerangka konsep

dalam penelitian ini adalah:

Berdasarkan gambar di atas, maka dapat dirumuskan definisi kerangka konsep

diatas adalah sebagai berikut:

1. Penerapan aspek K3 adalah usaha-usaha yang dilakukan oleh PT. Pertamina

(Persero) Terminal BBM Medan Group untuk mencegah kebakaran, kecelakaan

dan penyakit akibat kerja serta pencemaran lingkungan, yang difokuskan pada:

a. Penerimaan (supply)

b. Penyimpanan (storage)

c. Penyaluran (distribution)

d. LK3 (Lindungan Lingkungan dan Keselamatan dan Kesehatan Kerja)

Penerapan Aspek K3

LK3 Bagian PPP:

• Penerimaan (suplay)

• Penimbunan (storage)

• Penyaluran (distribution)

Universitas Sumatera Utara