BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Remaja Mahasiswaeprints.umm.ac.id/49019/2/BAB II.pdf11 BAB II TINJAUAN...

20
11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Remaja Mahasiswa Masa remaja (Adolescents) merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak menuju dewasa, biasanya antara usia 13-20 tahun. Istilah adolescents merujuk pada kematangan psikologis individu, sedangkan pubertas merujuk pada saat telah ada kemampuan reproduksi. Adolescence dianggap dianggap masa yang penuh masalah, namun saat ini diketahui bahwa sebagian besar remaja mampu menghadapi tantangan pada masa adolescence dengan baik. Masa remaja memiliki tiga subfase : masa remaja awal (usia 11-14 tahun), masa remaja pertengahan (usia 15-17 tahun), dan masa remaja akhir (usia18-20 tahun). Banyak variasi antar-subfase dalam perkembangan fisik, kognitif dan psikososial. Demikian juga dengan kesempatan, tantangan, perubahan keterampilan dan tekanan (Potter & Perry, 2010). Sedangkan dalam Nisrima et al. (2016), dijelaskan bahwa remaja adalah masa transisi peralihan dari anak-anak untuk menjadi dewasa yang memiliki rasa ingin tahu yang tinggi, sehingga seringkali ingin mencoba-coba dan melakukan hal-hal yang sesungguhnya dilarang untuk dilakukan. Menurut Monks, masa remaja berlangsung antara usis 13-21 tahun, tahap perkembangan remaja terbagi menjadi 3 fase, yaitu : fase remaja awal (usia 12-15 tahun), fase remaja pertengahan (usia 15-18 tahun), dan fase remaja akhir (usia 18-21 tahun). Remaja akhir merupakan masa paling rawan dalam melakukan penyesuaian sosial, karena mendekati masa dewasa awal dengan segala tuntutannya. Steinberg mendefinisikan masa remaja sebagai suatu periode transisi yang terdiri dari perubahan biologis, psikologis, sosial dan ekonomi. Steinberg juga menjelaskan

Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Remaja Mahasiswaeprints.umm.ac.id/49019/2/BAB II.pdf11 BAB II TINJAUAN...

11

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Remaja Mahasiswa

Masa remaja (Adolescents) merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak menuju

dewasa, biasanya antara usia 13-20 tahun. Istilah adolescents merujuk pada kematangan

psikologis individu, sedangkan pubertas merujuk pada saat telah ada kemampuan

reproduksi. Adolescence dianggap dianggap masa yang penuh masalah, namun saat ini

diketahui bahwa sebagian besar remaja mampu menghadapi tantangan pada masa

adolescence dengan baik. Masa remaja memiliki tiga subfase : masa remaja awal (usia 11-14

tahun), masa remaja pertengahan (usia 15-17 tahun), dan masa remaja akhir (usia18-20

tahun). Banyak variasi antar-subfase dalam perkembangan fisik, kognitif dan psikososial.

Demikian juga dengan kesempatan, tantangan, perubahan keterampilan dan tekanan

(Potter & Perry, 2010).

Sedangkan dalam Nisrima et al. (2016), dijelaskan bahwa remaja adalah masa

transisi peralihan dari anak-anak untuk menjadi dewasa yang memiliki rasa ingin tahu

yang tinggi, sehingga seringkali ingin mencoba-coba dan melakukan hal-hal yang

sesungguhnya dilarang untuk dilakukan. Menurut Monks, masa remaja berlangsung

antara usis 13-21 tahun, tahap perkembangan remaja terbagi menjadi 3 fase, yaitu : fase

remaja awal (usia 12-15 tahun), fase remaja pertengahan (usia 15-18 tahun), dan fase

remaja akhir (usia 18-21 tahun). Remaja akhir merupakan masa paling rawan dalam

melakukan penyesuaian sosial, karena mendekati masa dewasa awal dengan segala

tuntutannya.

Steinberg mendefinisikan masa remaja sebagai suatu periode transisi yang terdiri

dari perubahan biologis, psikologis, sosial dan ekonomi. Steinberg juga menjelaskan

12

bahwa banyak para ahli menilai masa remaja terdiri atas beberapa fase, pada setiap fase

memiliki karakteristik yang berbeda. Para ahli membedakan antara fase remaja awal

pada usia 10-13 tahun, remaja madya pada usia 14-18 tahun, dan fase remaja akhir

pada usia 19-22 tahun. Selain itu, remaja merupakan golongan orang yang sedang

menempuh pendidikan dibangku akhir SD, SMP, SMA dan tidak terkecuali

Mahasiswa, hal ini sesuai dengan teori perkembangan Steinberg bahwa mahasiswa

tergolong pada fase remaja akhir, sehingga sudah harus bersiap-siap untuk memasuki

dewasa awal (Amalia, 2011).

Masa remaja adalah masa yang timbul banyak masalah hidup yang harus

dihadapi, karena jiwa yang belum stabil dalam mengambil suatu keputusan dan mudah

dipengaruhi oleh hal-hal negatif yang dapat mempengaruhi perilakunya, misalnya

keingintahuan mencoba rokok, narkoba, seks, dan lain sebagainya (Mardjan, 2010).

Remaja mengalami perubahan fisik, perubahan kognitif, perubahan psikososial dan

resiko kesehatan. Perubahan fisik memiliki empat fokus utama :

1. Peningkatan pertumbuhan tulang rangka, otot, dan organ dalam

2. Perubahan spesifik pada tiap jenis kelamin, seperti perubahan lebar bahu dan

pinggul

3. Perubahan distribusi otot dan lemak

4. Perkembangan system reproduktif dan karakteristik seks sekunder

Perubahan kognitif terjadi pada perubahan pikiran dan lingkungan sosial yang akan

menghasilkan tingkat perkembangan intelektual yang tinggi, serta dapat memperoleh

kemampuan memperkirakan suatu kemungkinan, mengutarakannya, memecahkan

masalah dan mengambil keputusan melalui pemikiran yang logis. Tahap perubahan atau

perkembangan psikososial, seseorang mulai melakukan pencarian jati diri yang menjadi

tugas utama seorang remaja, seseorang dapat membentuk hubungan kelompok yang

13

erat atau memilih untuk tetap terisolasi. Pada tahap ini remaja melakukan pencarian

identitas, mulai dari identitas sosial, identitas keluarga, identitas kelompok, identitas

moral, identitas pekerjaan, dan identitas kesehatan. Remaja juga sering mengalami resiko

kesehatan, mulai dari kekurangan nutrisi, hygiene oral, kecelakaan, pembunuhan, bunuh

diri, penyakit menular seksual, kekerasan dengan menggunakan senjata api, serta

penyalahgunaan obat-obat terlarang, alcohol dan megkonsumsi rokok (Potter & Perry,

2010).

2.1.1 Perilaku Merokok pada Remaja

Penyebab perilaku merokok digolongkan menjadi tiga faktor, yaitu faktor

predisposisi (Predisposing fctor), faktor pendukung (enabling factor), dan faktor penguat

(reinforcing factor). Alasan seseorang merokok mungkin tidak tahu bahwa merokok

merupakan faktor resiko terjadinya hipertensi maupun penyakit yang lain (predisposing

factor), mungkin karena rokok tersedia dan diperjual-belikan dengan harga yang relative

murah (enabling factor), selain itu mungkin juga karena teman-teman di lingkungan

sekitarnya merupakan perokok dan menganjurkan seseorang untuk merokok (reimforcing

factor (Nursalam & Efendy, 2009). Menurut sumber lain, sebuah teori menjelaskan

bahwa perilaku merokok masyarakat dipengaruhi oleh berbagai faktor, terutama faktor

lingkungan. Berawal dari lingkungan yang mayoritas penduduknya perokok aktif

sehingga orang disekitar menjadi terpengaruh dan sebagian besar yang lain menjadi

perokok pasif (Rahmasari, 2015).

14

2.2 Rokok

2.2.1 Pengertian Rokok

Rokok adalah benda berbentuk silinder yang terbuat dari kertas yang berukuran

panjang 70 – 120 mm (namun bervariasi tergantung merk dan negara yang

memproduksi) dengan diameter 10 mm (juga bervariasi) yang berisi daun-daun

tembakau yang telah dipotong-potong atau dicacah (Waruwu et al., 2017). Rokok

tembakau menyebabkan terjadinya paparan campuran yang mematikan yang terdiri lebih

dari 7000 bahan kimia beracun, termasuk setidaknya 70 zat karsinogen yang dikenal

dapat merusak hampir semua sistem organ dalam tubuh manusia (Drope & Schuluger,

2018).

Salah satu zat yang terkandung dalam rokok adalah nikotin, dan zat ini berasal

dari daun tembakau yang menjadi bahan baku utama dari rokok. Nikotin adalah zat

yang menjadikan perokok menjadi kecanduan karena memiliki rasa yang nikmat, dan

orang yang merokok akan mengatakan bahwa rokok dapat membuat tubuh menjadi

segar dan meningkatkan semangat. Selain rasa enak dari yang dihasilkan dari rokok,

namun hal tersebut dapat menimbulkan masalah kesehatan yang serius, bahkan dapat

terjadi komplikasi (Sukmana, 2009).

2.2.1 Komplikasi

1. Efek kesehatan bagi perokok (Drope & Schuluger, 2018)

1) Wanita hamil yang merokok dapat beresiko lebih tinggi mengalami

gangguan bawaan bayi baru lahir, kanker, penyakit paru-paru, dan kematian

mendadak

2) Efek kesehatan bagi tubuh secara keseluruhan meliputi :

a. Mata : katarak, kebutaan (degenerasi makula)

15

b. Otak dan psikis : stroke, ketergantungan, perubahan kimia otak,

kecemasan

c. Rambut : baud an mengalami perubahan warna

d. Hidung : kanker rongga hidung dan sinus paranasal, rinosinusitis kronis,

serta gangguan penciuman

e. Gigi : penyakit periodontal (penyakit gusi, gingivitis, periodontitis), gigi

terlepas, karies dan plak gigi, serta perubahan warna pada gigi

f. Mulut dan tenggorokan : kanker (mulut, tenggorokan, laring dan faring),

sakit tenggorokan, gangguan indera perasa, dan bau mulut

g. Telinga : gangguan pendengaran dan infeksi telinga

h. Paru-paru : kanker (paru, bronkus dan trakea), penyakit paru obstruksi

kronis (PPOK), emfisema, bronkitis kronis, infeksi pernapasan (influenza,

pneumonia, tuberkulosis), sesak napas, asma, serta batuk kronis dan

produksi sputum berlebih

i. Jantung : serangan jantung, aterosklerosis (kerusakan dan oklusi

pembulih darah)

j. Dada dan perut : kanker esophageal, kanker lambung, kanker colon, kanker

pancreas, abdominal aorti aneurysm, ulkus peptikum (kerongkongan, perut,

bagian atas usus kecil), serta peningkatan resiko kanker payudara

k. Liver : kanker hati

l. Reproduksi laki-laki : infertilitas (deformitas, hilangnya motilitas, dan

mengurangi jumlah sperma), impoten, kematian kanker prostat

m. Reproduksi wanita : kanker (servik dan ovarium), menopause dini,

mengurangi kesuburan, nyeri menstruasi

n. Sistem urin : kanker kandung kemih, ginjal dan saluran kencing

16

o. Tangan : peripheral vascular disease, sirkulasi buruk (jari tangan dingin)

p. Kulit : psoriasis, perubahan warna kulit, kerutan dan penuaan dini

q. Sistem skeletal : osteoporosis, hip fracture, susceptibility to back problems, kanker

sumsum tulang, radang sendi

r. Luka dan pembedahan : gangguan penyembuhan luka, kesulitan

pemulihan luka pasca-bedah, luka bakar dari rokok dan kebakaran yang

disebabkan oleh rokok

s. Kaki dan telapak kaki : penyakit pembuluh darah perifer, telapak kaki

dingin, nyeri kaki, gangrene, deep vein thrombosis

t. System peredaran darah : buerger’s disease (peradangan pada arteri, vena

dan saraf kaki), leukimia myeloid akut

u. Sistem imun : resisten terhadap infeksi, peningkatan resiko penyakit

alergi

v. Efek kesehatan lain : diabetes dan kematian mendadak

2. Komplikasi akibat paparan asap rokok (Drope & Schuluger, 2018)

1) Sindrom kematian mendadak pada bayi

2) Pada anak-anak terjadi asma, mengi, gangguan fungsi paru, pneumonia,

gejala ganggua pernapasan (batuk dan sesak napas), serta penyakit telinga

tengah (infeksi akut dan berulang)

3) Pada orang dewasa dengan bukti cukup, terjadi penyakit jantung koroner,

kanker aru-paru, iritasi hidung, stroke

4) Pada orang dewasa dengan bukti sugestif, terjadi penyakit paru obstruksi

kronis (PPOK), gejala pernapasan akut (mengi, dan kesulitan bernapas),

gejala pernapasan kronis, asma, gangguan fungsi paru, kanker payudara,

17

kelahiran premature, aterosklerosis, serta kanker hidung (sinus), faring dan

laring.

2.3 Motivasi

2.3.1 Pengertian Motivasi

Menurut Weiner dalam Nursalam & Efendi (2009), motivasi didefinisikan

sebagai kondisi internal yang membangkitkan untuk bertindak, mendorong untuk

mencapai tujuan tertentu dan membuat kita tetap tertarik dalam kegiatan tertentu.

Menurut Uno, motivasi dapat diartikan sebagai dorongan internal dan eksternal dalam

diri seseorang yang diindikasikan dengan adanya (1) hasrat dan minat untuk melakukan

kegiatan, (2) dorongan dan kebutuhan untuk melakukan kegiatan, (3) harapan dan cita-

cita, (4) Penghargaan dan penghormatan atas diri, (5) lingkungan yang baik, serta (6)

kegiatan yang menarik.

Menurut Amirullah et al. (2002), dalam Pianda (2018), motivasi adalah kondisi

yang berpengaruh dalam membangkitkan, mengarahkan dan memelihara perilaku yang

berhubungan dengan lingkungan sekitar. Sumber lain menjelaskan, motivasi adalah

suatu kekuatan potensial yang ada dalam diri seorang manusia, yang dapat

dikembangkan oleh sejumlah kekuatan luar atau dorongan dari lingkungan sekitar yang

pada intinya dapat mempengaruhi pemikiran seseorang. Menurut Winardi (2002) dalam

Pianda (2018), Motivasi juga dapat diartikan sebagai dorongan yang berasal dari diri

sendiri atau orang lain untuk mencapai suatu tujuan.

2.3.2 Faktor-faktor Motivasi

Timbulnya motivasi dapat dipengaruhi oleh beberapa factor (Nursalam &

Efendi, 2009).

18

1. Faktor internal atau motivasi intrinsik merupakan motivasi yang timbul dari diri

sendiri untuk bertindak tanpa adanya rangsangan dari luar.

2. Faktor eksternal atau motivasi ekstrinsik dijabarkan sebagai motivasi yang datang dari

luar individu dan tidak dapat dikendalikan oleh individu tersebut. Contohnya

dengan nilai, hadiah, atau penghargaan yang digunakan untuk merangsang motivasi

seseorang

Sedangkan menurut Wim de Jong Syamsu Hidayat dalam Muzakki (2014),

motivasi dipengaruhi oleh :

1. Energi

Sumber energi yang mendorong tingkah laku, sehingga seseorang mempunyai

kekuatan untuk melakukan suatu tindakan tertentu

2. Belajar

Dinyatakan bahwa ada interaksi antara belajar dan motivasi dalam tingkah laku.

Semakin banyak seseorang mempelajari sesuatu, maka akan lebih termotivasi untuk

bertingkah laku sesuai dengan yang pernah dipelajarinya

3. Interaksi sosial

Dinyatakan bahwa interaksi sosial dengan individu lain akan mempengaruhi

motivasi dalam bertindak. Semakin sering seseorang berinteraksi dengan orang lain,

maka akan semakin mempengaruhi motivasi seseorang untuk melakukan tindakan

sesuai dengan tujuan

4. Proses kognitif

Merupakan informasi yang masuk pada seseorang, kemudian diserap dan diproses

pengetahuan tersebut untuk mempengaruhi tingkah laku dalam melakukan tindakan

sesuai tujuan

19

2.3.3 Teori Motivasi

Berdasarkan beberapa pendekatan mengenai motivasi, menurut Swansburg

motivasi diklasifikasika dalam teori-terori isi motivasi dan proses motivasi..

1. Teori isi motivasi

Teori isi motivasi berfokus pada faktor-faktor atau kebutuhan dalam diri seseorang

untuk menimbulkan semangat, mengarahkan, mempertahankan, dan menghentikan

perilaku (Nursalam & Efendi, 2009)

1) Teori Motivasi Kebutuhan (Abraham A. Maslow)

Maslow menyusun suatu teori tentang kebutuhan manusia secara hierarki, yang

terdiri atas kelompok defisiensi dan kelompok pengembangan. Kelompok

defisiensi merupakan fisiologis, rasa aman, kasih sayang dan penerimaan, serta

kebutuhan akan harga diri. Kelompok pengembangan mecakup kebutuhan

aktualisasi diri.

Gambar 2.1 Bagan hierarki kebutuhan menurut Maslow (Nursalam & Efendi, 2009)

Aktualisasi Diri

Harga Diri

Kasih Sayang

Rasa Aman

Fisiologi

20

Berikut ini penjabaran hierarki kebutuhan menurut Abraham A. Maslow :

a. Kebutuhan fisiologis

Kebutuhan fisiologis merupakan kebutuhan pemenuhan unsur biologis

(hiraki kebutuhan manusia yang paling mendasar), yaitu berupa : kebutuhan

makan, minum, bernapas, seksual, dan sebagainya

b. Kebutuhan akn rasa aman

Apabila kebutuhan fisiologis relatif sudah terpenuhi, maka muncul

kebutuhan yang kedua yaitu kebutuhan rasa aman yang merupakan

kebutuhan pelindung dari ancaman dan bahaya dari lingkungan

c. Kebutuhan akan kasih sayang dan cinta

Kebutuhan akan kasih sayang dan cinta adalah kebutuhan untuk diterima

dalam kelompok, berafiliasi, berinteraksi, mencintai dan dicintai. Kebutuhan

ini muncul setelah kebutuhan fisiologis dan kebutuhan rasa aman relatif

sudah terpenuhi

d. Kebutuhan akan harga diri

Kebutuhan ini meliputi kebutuhan untuk dihormati dan dihargai atas

prestasi yang dicapai,serta pengakuan atak kemampuan dan keahlian

seseorang

e. Kebutuhan akan aktualisasi diri

Aktualisasi diri merupakan hirarki kebutuhan peling tinggi dari maslow, yaitu

kebutuhan untuk menggunakan kemampuan (skill) dan potensi, serta

berpendapat dengan mengemukakan penilaian dan kritik terhadap sesuatu.

2) Teori ERG (Alderfer’s ERG Theory)

Teori ERG (existence, relatedness, and growth), dikembangkan oleh Clayton Alderfer

yang mengemukakan tiga komponen kebutuhan (Nursalam & Efendi, 2009).

21

a. Eksistensi (existence)

Menurut teori ini, komponen existence adalah mempertahankan kebutuhan

dasar dan pokok manusia yang berarti kebutuhan dasar manusia untuk

menjadi terhormat. Komponen eksistensi hampir sama dengan teori

Maslow, yaitu kebutuhan dasar manusia selain kebutuhan fisiologis juga

terdapat kebutuhan akan rasa aman.

b. Relatedness (keterkaitan)

Komponen relatedness tercermin dari sifat manusia sebagai insan sosial yang

ingin berafiliasi, dihargai, dan diterima oleh lingkungan sosial.

c. Pertumbuhan (growth)

Komponen growth lebih menekankan kepada keinginan seseorang untuk

tumbuh dan berkembang, mengalami kemajuan dlam kehidupan, pekerjaan

dan kemampuan, serta mengaktualisasikan diri

3) Teori motivasi Dua Faktor (Frederick Herzbeg’s Two Factors Theory)

Seorang Psikolog yang bernama Herzberg berusaha mengembangkan kebenaran

teorinya, dengan melakukan penelitian kepada sejumlah pekerja untuk

menemukan jawaban dari : “Apa yang sebenarnya yang diinginkan seseorang

dari pekerjaan?”. Timbulnya keinginan Herzberg untuk meneliti adalah karena

adanya keyakinan bahwa terdapat hubungan yang mendasar antara seseorang

dengan pekerjaannya. Oleh karena itu, sikap seseorang terhadap pekerjaannya

akan sangat menentukan tingkat keberhasilan dan kegagalan.

Teori motivasi menurut Herzberg dalam Nursalam & Efendi (2009), terdapat

dua faktor yang mendasari motivasi pada kepuasan atau ketidakpuasan kerja.

a. Pertama faktor pemeliharaann (maintenance factors)

22

Faktor ini disebut dissatisffiers, hygiene factors, job context, dan extrinsic factors.

Faktor pemeliharaan meliputi administrasi dan kebijakan perusahaan,

hubungan dengan subordiat, kualitas pengawsan, upah, kondisi kerja, dan

status.

b. Faktor lainnya adalah faktor pemotivasi (motivational factors)

Faktor ini disebut pula satisfier, motivators, job content, atau intrinsic factors yang

meliputi dorongan berprestasi, pengenalan, kemajuan, work it self,

kesempatan berkembang, dan tanggung jawab

2. Teori Proses Motivasi

Terdiri atas teori pnguatan, teori pengharapan, teori keadilan, dan teori

penetapan tujuan (Nursalam & Efendi, 2009).

1) Teori Penguatan(Skinner’s Reinforcement Teory)

Teori proses motivasi yang disebut operant conditioning dikemukakan oleh Skinner.

Pembelajaran timbul sebagai akibat dari perilaku, yang juga disebut modifikasi

perilaku. Perilaku merupakan operant, yang dapat dikendalikan dan diubah melalui

penghargaan dan hukuman. Perilaku positif yang diinginkan harus dihargai atau

diperkuat, karena penguatan akan memberikan motivasi, meningkatkan kekuatan

dari suatu respons atau menyebabkan pengulangan (Nursalam & Efendi, 2009).

Porter dan Lawler memperluas teori harapan yang dikembangkan oleh Vroom. Inti

dari teori harapan terletak pada pendapat yang mengemukakan bahwa kuatnya

kecenderungan seseorang bertindak, bergantung pada harapan bahwa tindakan

tersebut akan diikuti oleh suatu hasil tertentu dan terdapat daya tarik pada hasil

tersebut bagi yang bersangkutan (Nursalam & Efendi, 2009).

2) Teori Keadilan (Adam’s Equity Theory)

23

Teori keadilan yang dikembangkan oleh Adam didasari pada asumsi bahwa puas

atau tidaknya seseorang terhadap apa yang dikerjakannyamerupakan hasil dari

membandingkan antara input usaha, pengalaman, skill, pendidikan, dan jam kerjanya

dengan output atau hasil yang didapatkan dari pekerjaan tersebut (Nursalam &

Efendi, 2009).

3) Teori Penetapan Tujuan (Edwin Locke’s Theory)

Edwin Locke mengemukakan kesimpulan bahwa penetapan suatu tujuan tidak

hanya berpengaruh terhadap pekerjaan saja, tetapi juga mempengaruhi orang

tersebut untuk mencari cara yang efektif dalam mengerjakannya. Kejelasan tujuan

yang hendak dicapai oleh seseorang dalam melaksanakan tugasnya akan

menumbuhkan motivasi yang tinggi. Tujuan yang sulit sekalipun apabila ditetapkan

sendiri oleh orang yang bersangkutan atau organisasi yang membawahinya akan

membuat prestasi yang meningkat, asalkan dapat diterima sebagai tujuan yang

pantas dan layak dicapai (Nursalam & Efendi, 2009).

2.3.4 Fungsi Motivasi

Menurut Sudirman dalam Muzakki (2014), fungsi motivasi ada tiga, yaitu :

1. Mendorong manusia utuk berbuat

Motivasi dalam hal ini adalah motor penggerak dari setiap kegiatan yang akan

dikerjakan untuk mencapai suatu tujuan. Sehingga, apabila tidak memiliki motivasi

dan tindakan untuk berhenti merokok maka tidak akan mencapai tujuan untuk

berhenti merokok

2. Menentukan arah perbuatan

Menentukan ke arah tujuan yang akan dicapai, sehingga motivasi dapat memberikan

arah dan kegiatan yang harus dikerjakan sesuai dengan tujuan yang akan dicapai.

Arah tujuan dalam hal berhenti merokok adalah untuk menjaga kesehatan agar

24

terhindar dari berbagai penyakit akibat dari rokok, maka hal tersebut dapat dijadikan

sebagai motivasi berhenti merokok

3. Menyeleksi perbuatan

Menentukan perbuatan-perbuatan yang harus dilakukan dan sesuai dengan tujuan,

dengan mengesampingkan perbuatan-perbuatan yang tidak bermanfaat. Perbuatan

dalam hal berhenti merokok yaitu tindakan yang dilakukan seperti mengurangi

konsumsi rokok dan mengesampingkan perbuatan yang tidak bermanfaat atau hal

yang dapat menghambat untuk mencapai suatu tujuan

2.3.5 Motivasi Berhenti Merokok

Remaja atau mahasiswa perokok berawal dari coba-coba atau menerima ajakan

teman dilingkungan sekitar, seseorang menjadi kecanduan karena perokok tersebut

merasakan kenikmatan rokok dan saat mencoba tidak mengetahui kerugian atau resiko

kesehatan apabila merokok, namun seseorang yang mengetahui kerugian atau resiko

kesehatan yang diakibatkan memilih untuk tidak merokok. Demikian juga tidak sedikit

seseorang yang sudah menjadi perokok sadar akan dampak yang ditimbulkan, baik pada

diri sendiri maupun pada orang lain yang bukan perokok disekitarnya, hal tersebut dapat

dijadikan motivasi untuk berhenti merokok

Motivasi berhenti merokok merupakan dorongan keinginan dari dalam diri

sendiri maupun dari orang sekitar untuk mencapai suatu tujuan yang dimiliki seorang

perokok. Tujuan yang dimaksud adalah untuk berhenti mengkonsumsi rokok agar

terhindar dari berbagai penyakit, hal ini dilakukan untuk menghindari resiko penyakit

yang ditimbulkan oleh kandungan zat-zat adiktif dalam rokok. Hal tersebut senada

dengan pernyataan Winardi (2002) dalam Pianda (2018), motivasi juga dapat diartikan

sebagai dorongan yang berasal dari diri sendiri atau orang lain untuk mencapai suatu

tujuan. Sehingga motivasi berhenti merokok adalah bentuk usaha atau dorongan

25

seseorang dalam proses menjalani hidup yang lebih sehat dengan cara mengurangi

jumlah konsumsi rokok, serta dukungan dari berbagai pihak untuk memperkuat

keinginan berhenti merokok. Pengambilan keputusan untuk berhenti merokok selain

dari keinginan, kemauan, dan niat dari dalam diri sendiri juga harus datang dari

dukungan sosial orang-orang di lingkungan sekitar perokok (Rahmasari, 2015).

2.4 Dukungan Sosial

2.4.1 Pengertian Dukungan Sosial

Dukungan adalah usaha-usaha yang dapat menyebabkan seseorang tergerak

melakukan sesuatu karena ingin mencapai tujuan yang dikehendakinya. Dukungan sosial

adalah dukungan dari orang lain yang dapat memberikan kenyamanan fisik maupun

psikis (Suparmi et al., 2016). Menurut Ganster, dkk, dukungan sosial adalah tersedianya

hubungan yang bersifat menolong dan mempunyai nilai khusus bagi individu yang

menerimanya. Menurut Cohen & Syme, dukungan sosial adalah sumber-sumber yang

disediakan orang lain terhadap individu yang dapat mempengaruhi kesejahteraan

individu yang bersangkutan. Sedangkan dukungan sosial menurut Cohen & Hoberman

mengacu pada berbagai sumber daya yang disediakan oleh hubungan antar pribadi

seseorang.

Dukungan sosial menurut DePanfillis dalam Robert & Greene (2009), adalah

suatu pemikiran terbaik sebagai suatu konstruk multidimensional yang terdiri dari

komponen fungsional dan struktural. Dukungan sosial merujuk pada tindakan yang

dilakukan orang lain ketika mereka menyampaikan suatu bantuan. Dukungan sosial

sebagai mediator untuk membantu menyelesaikan masalah seseorang yang memerlukan

bantuan keluarga, tetangga, teman sebaya dan kelompok atau organisasi, yang secara

spesifik direncanakan untuk mencapai suatu tujuan.

26

2.4.2 Jenis Dukungan Sosial

Menurut Cohen dan Hoberman dalam Maziyah (2015), dukungan sosial

dibedakan mejadi beberapa bentuk, yaitu :

1. Appraisal support

Dukungan dapat berupa bantuan nasihat yang berkaitan dengan pemecahan suatu

masalah dalam mengurangi stressor

2. Tangiable support

Bantuan yang berupa tindakan atau bantuan fisik untuk menyelesaikan suatu

masalah

3. Self Esteem support

Dukungan dari orang lain yang berkaitan dengan harga diri atau perasaan seseorang

sebagai bagian dari suatu kelompok

4. Belonging support

Berupa dukungan yang menunjukkan perasaan bahwa seseorang diterima pada

bagian suatu kelompok, serta menunjukkan rasa kebersamaan

Sumber lain menyebutkan terdapat tiga jenis dukungan sosial yang berbeda.

(Robert & Greene, 2009)

1. Dukungan emosional

Adanya seseorang yang mendengarkan perasaan individu, menyenangkan hati, atau

memberikan dorongan.

2. Dukungan informasional

Adanya seseorang yang mengajarkan sesuatu pada individu, memberikan informasi

atau nasihat, atau membantu membuat suatu keputusan.

27

3. Dukungan konkret

Adanya seseorang yang membantu dengan tindakan atau berbentuk fisik yang kasat

mata, meminjamkan sesuatu, memberikan informasi, membantu melakukan tugas

atau mengambilkan suatu barang.

Sedangkan House dalam Suparmi et al., (2016), membedakan 4 jenis dukungan

sosial yang lebih kompleks :

1. Dukungan emosional : ungkapan empati, kepedulian, dan perhatian terhadap orang

yang bersangkutan

2. Dukungan penghargaan : terjadi melalui ungkapan hormat atau penghargaan positif

untuk orang lain, suatu dorongan untuk maju atau persetujuan dengan gagasan atau

perasaan individu dan perbandingan positif orang itu dengan orang lain

3. Dukungan instrumental : meliputi bantuan secara langsung sesuai dengan yang

dibutuhkan oleh seseorang, seperti member pinjaman uang atau dengan menolong

dengan pekerjaan

4. Dukungan informatif : pemberian nasihat, saran, pengetahuan, informasi, serta

petunjuk

2.4.3 Sumber atau faktor yang mempengaruhi dukungan sosial

Menurut Reis Suparmi et al., (2016), ada 3 faktor yang mempengaruhi

penerimaan dukungan sosial pada individu, yaitu :

1. Keintimn atau Kedekatan

Dukungan sosial lebih banyak diperoleh dari kedekatan dalam interaksi sosial,

semakin dekat seseorang maka dukungan yang diperoleh akan semakin besar

2. Harga diri

28

Harga diri dalam memandang bantuan dari orang lain merupakan bentuk penurunan

harga diri, dengan menerima bantuan dari orang lain diartikan bahwa individu yang

bersangkutan tidak mampu dalam berusaha

3. Keterampilan sosial

Pergaulan yang luas merupakan keterampilan sosial yang tinggi, sehingga akan

memiliki jaringan sosial yang luas. Sedangkan keterampilan sosial yang rendah

adalah individu yang memiliki jaringan kurang luas. Sumber dukungan sosial adalah

orang lain yang akan berinteraksi dengan individu tersebut, serta dapat merasakan

kenyamanan fisik dan psikologis orang lain ini terdiri dari pasangan hidup, orang

tua, saudara, anak, kerabat, teman atau sahabat, serta anggota dalam suatu

kelompok.

Sedangkan sumber-sumber dukungan sosial menurut Goldberger dalam

Maziyah (2015), adalah orang tua, saudara kandung, anak-anak, kerabat, pasangan hidup,

sahabat dan tetangga. Sedangkan menurut Wentzel berasal dari orang-orang yang

memiliki hubungan yang berarti atau hubungan dekat dengan individu, seperti keluarga,

teman dekat, pasangan hidup, rekan kerja, saudara, teman-teman dan guru di sekolah,

serta tetangga.

2.5 Hubungan Dukungan Sosial dangan motivasi Berhenti Merokok pada

Mahasiswa Kesehatan

Remaja merupakan golongan orang yang sedang menempuh pendidikan

dibangku akhir SD, SMP, SMA dan tidak terkecuali Mahasiswa, hal ini sesuai dengan

teori perkembangan Steinberg, bahwa mahasiswa tergolong pada fase remaja akhir,

sehingga sudah harus bersiap-siap untuk memasuki dewasa awal (Amalia, 2011). Masa

remaja sebagai masa transisi untuk menjadi dewasa atau disebut juga masa pencarian jati

29

diri seseorang dapat menimbulakan perilaku-perilaku yang dapat mengancam masalah

kesehatan seseorang, seperti halnya kekurangan nutrisi, hygiene oral, kecelakaan,

pembunuhan, bunuh diri, penyakit menular seksual, kekerasan dengan menggunakan

senjata api, serta penyalahgunaan obat-obat terlarang, alcohol dan megkonsumsi rokok

(Potter & Perry, 2010).

Merokok adalah kegiatan yang sering dilakukan oleh seserorang yang gemar

mengkonsumsi rokok dengan dalih agar mulut terasa enak dan perasaan menjadi tenang.

Seseorang menjadi perokok berawal dari coba-coba dan ikut teman di lingkungan

sekitar yang merupakan seorang perokok, termasuk juga mahasiswa menjadi seorang

perokok karena terpengaruh lingkungan yang mayoritas seorang perokok aktif, sehingga

ikut mengkonsumsi rokok lebih dari tujuh batang dalam satu minggu. Mahasiswa

perokok mengakui dengan banyaknya tugas yang sering dikerjakan, rokok menjadi

teman untuk menenangkan dan menjadikan pikiran jernih kembali. Meskipun dalam

kemasan rokok sudah ada peringatan bahwa rokok itu berbahaya, banyak yang

mengabaikan hal tersebut. Selain itu, tidak sedikit yang menyadari dan mengetahui

bahwa rokok memiliki kandungan zat yang berbahaya, namun hal itu juga kurang

diperhatikan. Namun, sebagian mahasiswa yang menyadari peringatan bahaya rokok dan

mengetahui dampak yang mungkin terjadi, sehingga timbul keinginan atau motivasi

tersendiri untuk berhenti merokok.

Motivasi berhenti merokok merupakan bentuk usaha atau dorongan keinginan

dari dalam diri sendiri, selain keinginan dan niat dari dalam diri sendiri, motivasi dapat

berasal dari orang sekitar, hal ini berkesinambungan dengan respon orang sekitar yang

merasa terganggu apabila terkena asap rokok. Berhenti mengkonsumsi rokok agar

terhindar dari berbagai resiko penyakit dan dapat menjalani hidup yang lebih sehat dapat

dimulai dengan cara mengurangi jumlah konsumsi rokok, serta mendapat dukungan dari

30

berbagai pihak untuk memperkuat keinginan berhenti merokok. Pengambilan keputusan

untuk berhenti merokok selain dari keinginan, kemauan, dan niat dari dalam diri sendiri

juga harus datang dari dukungan sosial orang-orang di lingkungan sekitar perokok

(Rahmasari, 2015).

Dukungan sosial merupakan bantuan yang berasal dari teman, sahabat, keluarga,

orang terdekat, serta masyarakat di lungkungan sekitar. Tentunya dukungan tersebut

harus bersifat positif, bersifat menolong, memiliki nilai atau bermakna, memberikan

kenyamanan fisik dan psikis, tidak menjatuhkan, serta dapat menjadikan motivasi untuk

berhenti merokok lebih kuat, hingga berhasil mencapai tujuan atau berhasil berhenti

merokok. Dukungan sosial memiliki beberapa jenis yang dapat diberikan, yaitu

dukungan yang bersifat penghargaan atau menyangkut harga diri seseorang, dukungan

dengan bantuan fisik, serta dukungan yang bersifat informatif dan emosional (ungkapan

nasihat dan kepedulian).