BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum tentang ...eprints.umm.ac.id/46249/3/BAB II.pdfPR.07.10...

34
16 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum tentang Balai Pemasyarakatan 2.1.1 Pengertian Balai Pemasyarakatan Balai Pemasyarakatan yang selanjutnya disebut Bapas adalah unit pelaksana teknis pemasyarakatan yang melaksanakan tugas dan fungsi penelitian kemasyarakatan, pembimbingan, pengawasan, dan pendampingan. 19 Menurut Pasal 1 angka 4 Undang-undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan memberikan pengertian bahwa Balai Pemasyarakatan yang selanjutnya disebut BAPAS adalah pranata untuk melaksanakan bimbingan Klien Pemasyarakatan “. Pengertian Klien Pemasyarakatan sendiri menurut Pasal 1 ayat (9) Undang-undang Nomor 12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan adalah “Seseorang yang berada dalam bimbingan BAPAS” 20 Balai Pemasyarakatan menurut Keputusan Menteri Kehakiman RI No. M.02- PK.04.10 tahun 1990 tentang Pola Pembinaan Narapidana/Tahanan adalah : Unit kerja pelaksana teknis pemasyarakatan yang menangani pembinaan klien pemasyarakatan yang terdiri dari terpidana bersyarat, narapidana yang memperoleh pembebasan bersyarat dan cuti menjelang bebas serta anak Negara yang mendapat pembebasan bersyarat atau diserahkan kepada keluarga asuh, serta anak Negara yang oleh hakim diputus dikembalikan kepada orang tuanya.21 19 Pasal 1 angka 24 Undang-undang Sistem Peradilan Pidana Anak 20 Undang-undang Nomor 1995 tentang Pemasyarakatan pasal 1 angka 9 21 A.IHSANIAH. 2008.”Pengawasan dan Pembinaan Narapidana Yang Memperoleh Pembebasan Bersyarat dibalai pemasyarakatan Makassar”. Skripsi tidak diterbitkan. Malang. Skripsi Universitas Hasanuddin. Hal 14.

Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum tentang ...eprints.umm.ac.id/46249/3/BAB II.pdfPR.07.10...

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum tentang ...eprints.umm.ac.id/46249/3/BAB II.pdfPR.07.10 tahun 1989 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Kehakiman RI, menetapkan tugas,

16

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Umum tentang Balai Pemasyarakatan

2.1.1 Pengertian Balai Pemasyarakatan

Balai Pemasyarakatan yang selanjutnya disebut Bapas adalah unit

pelaksana teknis pemasyarakatan yang melaksanakan tugas dan fungsi

penelitian kemasyarakatan, pembimbingan, pengawasan, dan

pendampingan.19 Menurut Pasal 1 angka 4 Undang-undang Nomor 12

Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan memberikan pengertian bahwa

“Balai Pemasyarakatan yang selanjutnya disebut BAPAS adalah

pranata untuk melaksanakan bimbingan Klien Pemasyarakatan “.

Pengertian Klien Pemasyarakatan sendiri menurut Pasal 1 ayat (9)

Undang-undang Nomor 12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan adalah

“Seseorang yang berada dalam bimbingan BAPAS”20

Balai Pemasyarakatan menurut Keputusan Menteri Kehakiman RI No.

M.02- PK.04.10 tahun 1990 tentang Pola Pembinaan Narapidana/Tahanan

adalah :

“Unit kerja pelaksana teknis pemasyarakatan yang menangani

pembinaan klien pemasyarakatan yang terdiri dari terpidana bersyarat,

narapidana yang memperoleh pembebasan bersyarat dan cuti menjelang

bebas serta anak Negara yang mendapat pembebasan bersyarat atau

diserahkan kepada keluarga asuh, serta anak Negara yang oleh hakim

diputus dikembalikan kepada orang tuanya.”21

19Pasal 1 angka 24 Undang-undang Sistem Peradilan Pidana Anak

20Undang-undang Nomor 1995 tentang Pemasyarakatan pasal 1 angka 9

21A.IHSANIAH. 2008.”Pengawasan dan Pembinaan Narapidana Yang Memperoleh

Pembebasan Bersyarat dibalai pemasyarakatan Makassar”. Skripsi tidak diterbitkan. Malang.

Skripsi Universitas Hasanuddin. Hal 14.

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum tentang ...eprints.umm.ac.id/46249/3/BAB II.pdfPR.07.10 tahun 1989 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Kehakiman RI, menetapkan tugas,

17

Balai Pemasyarakatan yang disingkat BAPAS pada awalnya disebut

dengan Balai Bimbingan Kemasyarakatan dan pengentasan Anak ( Balai

BISPA) adalah

“Unit pelaksana teknis pemasyarakatan yang terdiri dari terpidana

bersyarat (dewasa dan anak), narapidana yang mendapat pembebasan

bersyarat dan cuti menjelang bebas, serta Anak Negara yang mendapat

pembebasan bersyarat atau diserahkan kepada keluarga asuh, anak Negara

yang oleh Hakim diputus dikembalikan kepada orang tuanya.”22

Dari beberapa pendapat diatas maka dapat disimpulkan bahwa Balai

Pemasyarakatan merupakan salah satu unit yang berada diluar lembaga

pemasyarakatan dimana tugas dan fungsinya ialah melakukan

pembimbingan, pengawasan, dan pendampingan terhadap klien

pemasyarakatan yang terdiri dari terpidana bersyarat (dewasa dan anak),

narapidana yang mendapat pembebasan bersyarat dan cuti menjelang bebas,

serta Anak Negara yang mendapat pembebasan bersyarat atau diserahkan

kepada keluarga asuh.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah No.31 Tahun 1999 tentang

Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan , terdapat

beberapa tahap yang harus dilakukan, yakni terdapat dalam:

Pasal 10:23

(1) Pembinaan Tahap Awal

(2) Pembinaan Tahap Lanjutan

(3) Pembinaan Tahap akhir sebagaimana dimaksud dalam Pasal.9 ayat

(3) yang meliputi :

a. Perencanaan program Integrasi

b. Pelaksanaan program Integrasi

c. Pengakhiran pelaksanaan pembinaan Tahap akhir

22Wagiati Soetodjo,2005. “Hukum Pidana Anak”. Bandung : Refika Aditama.. Hal.49

23Peraturan Pemerintah No.31 Tahun 1999 tentang Pembinaan dan Pembimbingan Warga

Binaan Pemasyarakatan,Pasal.10

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum tentang ...eprints.umm.ac.id/46249/3/BAB II.pdfPR.07.10 tahun 1989 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Kehakiman RI, menetapkan tugas,

18

Dilanjutkan dengan penjelasan yang terdapat dalam

Pasal 11 :24

(1) Pembinaan Tahap awal dan Tahap lanjutan dilaksanakan di Lapas

(2) Pembinaan Tahap akhir dilaksanakan di Luar Lapas oleh Bapas

Dapat diketahui bahwa Balai Pemasyarakatan memiliki peran dalam

Pembinaan Tahap akhir ,meliputi perencanaan program integrasi,

pelaksanaan program integrasi dan pengakhiran pelaksanaan pembinaan

tahap akhir.

2.1.2 Tugas pokok ,fungsi ,proses pelaksanaan bimbingan, dan Kedudukan Balai

Pemasyarakatan sebagai pembimbing kemasyarakatan

Setiap kegiatan tentu ada pelaku atau personil yang melaksanakan

aktivitas di dalam organisasi atau kelembagaan seperti halnya di Balai

Pemasyarakatan (Bapas). Bapas memiliki Pembimbing Kemasyarakatan

yang memiliki tugas khusus dalam proses penegakan hukum. Pembimbing

Kemasyarakatan merupakan salah satu bagian dari sistem tata peradilan

pidana, seperti halnya Polisi, Jaksa, Hakim, dan Pengacara.

Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehakiman RI Nomor: M.02-

PR.07.10 tahun 1989 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen

Kehakiman RI, menetapkan tugas, kewajiban dan syarat-syarat bagi

pembimbing kemasyarakatan, yaitu:

1. Pembimbing Kemasyarakatan bertugas:

a. Melakukan penelitian kemasyarakatan untuk; 1) membantu tugas

penyidik, penuntut umum, dan hakim dalam perkara anak nakal; 2)

menentukan program pembimbingan narapidana di LAPAS dan anak

didik pemasyarakatan di LAPAS anak; 3) menentukan program

perawatan tahanan di Rutan; dan 4) menentukan program

24Ibid, pasal.11

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum tentang ...eprints.umm.ac.id/46249/3/BAB II.pdfPR.07.10 tahun 1989 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Kehakiman RI, menetapkan tugas,

19

pembimbingan dan atau bimbingan tambahan bagi klien

pemasyarakatan.

b. Melaksanakan bimbingan kemasyarakatan dan bimbingan kerja bagi

klien pemasyarakatan.

c. Memberikan pelayanan bagi instansi lain dan masyarakat yang

meminta data atau hasil penelitian kemasyarakatan klien tertentu.

d. Mengkoordinasikan pekerja sosial dan pekerja sukarela yang

melaksanakan tugas pembimbingan.

e. Melaksanakan pengawasan terhadap narapidana anak yang dijatuhi

pidana pengawasan; anak didik pemasyarakatan yang diserahkan

kepada orangtua, wali, atau orangtua asuh yang diberi tugas

pembimbingan.

2. Pembimbing Kemasyarakatan berkewajiban:

a. menyusun laporan hasil penelitian kemasyarakatan yang telah

dilakukannya.

b. Mengikuti sidang tim pengamat pemasyarakatan guna memberikan

data, saran dan pertimbangan atas hasil penelitian dan pengamatan

yang telah dilakukannya.

c. Mengikuti sidang pengadilan yang memeriksa perkara anak nakal

guna memberikan penjelasan, saran dan pertimbangan kepada hakim

mengenai segala sesuatu yang berkaitan dengan anak nakal yang

kasusnya sedang diperiksa di pengadilan berdasarkan hasil penelitian

kemasyarakatan yang telah dilakukannya.

d. Melaporkan setiap pelaksanaan tugas kepada Kepala BAPAS.

Sedangkan dalam Keputusan Menteri Kehakiman Republik

Indonesia Nomor: M.01-PK.04.10 Tahun 1998, menetapkan tugas,

kewajiban dan syarat-syarat bagi pembimbing kemasyarakatan yaitu:

1. Melakukan penelitian kemasyarakatan untuk: a) membantu tugas

penyidik, penuntut umum, dan hakim dalam perkara anak nakal; b)

menentukan program pembinaan narapidana di LAPAS dan anak didik

pemasyarakatan di LAPAS anak; c) menentukan program perawatan

tahanan di RUTAN; dan d) menentukan program bimbingan dan atau

bimbingan kerja bagi klien pemasyarakatan.

2. Melakukan bimbingan kemasyarakatan dan bimbingan kerja bagi klien

pemasyarakatan.

3. Melakukan pengawasan terhadap terpidana anak yang dijatuhi pidana

pengawasan, anak didik pemasyarakatan yang diserahkan kepada

orangtua, wali atau orangtua asuh dan orangtua wali dan orangtua asuh

yang diberi tugas pembimbingan.

4. Kewajiban pembimbing kemasyarakatan meliputi: a) menyusun laporan

atas hasil Penelitian Kemasyarakatan (Litmas) yang telah dilakukannya;

b) mengikuti sidang tim Pengamat Kemasyarakatan (TPP) guna

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum tentang ...eprints.umm.ac.id/46249/3/BAB II.pdfPR.07.10 tahun 1989 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Kehakiman RI, menetapkan tugas,

20

memberikan data, saran dan pertimbangan atas hasil penelitian dan

pengamatan yang telah dilakukannya; c) mengikuti sidang pengadilan

yang memeriksa perkara anak nakal guna memberikan penjelasan, saran

dan pertimbangan kepada hakim mengenai segala sesuatu yang

berkaitan dengan anak nakal yang sedang diperiksa di pengadilan

berdasarkan hasil penelitian kemasyarakatan yang dilakukannya; serta

d) melaporkan setiap pelaksanaan tugas kepada Kepala BAPAS.

Adapun fungsi pembimbing kemasyarakatan diantaranya :

a. Penyajian Laporan Penelitian Kemasyarakatan

Setelah Balai Pemasyarakatan menerima Surat Permintaan

Pembuatan laporan penelitian baik dari Kepolisian, Kejaksaan,

Pengadilan Negeri, Lembaga Kemasyarakatan atau instansi yang lain,

ditunjuk Pembimbing Kemasyarakatan untuk melakukan penelitian

kemasyarakatan yang melakukan usaha-usaha :

1) Mengumpulkan data dengan cara memanggil atau mendatangi/

mengunjungi rumah klien dan tempat-tempat lain yang ada

hubungan dengan permasalahan klien.

2) Setelah memperoleh data, Pembimbing Kemasyarakatan

menganalisis, menyimpulkan, memberikan pertimbangan, saran,

sehubungan dengan permasalahan, selanjutnya dituangkan dalam

Laporan Penelitian Kemasyarakatan.

3) Keikutsertaan dalam persidangan, setelah membuat laporan

penelitian pemasyarakatan, Pembimbing Kemasyarakatan harus

dapat mempertanggung jawabkan isi Laporan Penelitian

Kemasyarakatan tersebut, baik dalam menentukan pidana, maupun

dalam sidang Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP) di Lembaga

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum tentang ...eprints.umm.ac.id/46249/3/BAB II.pdfPR.07.10 tahun 1989 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Kehakiman RI, menetapkan tugas,

21

Pemasyarakatan dan Balai Pemasyarakatan untuk menentukan

rencana pembinaan terhadap klien baik di Lembaga

Pemasyarakatan, dan Balai Pemasyarakatan.25

b. Pembimbingan Kemasyarakatan Sebagai Pekerja Sosial

Seiring berkembangnya zaman yang semakin pesat dan juga

kebutuhan hidup yang semakin meningkat, sedangkan sumber daya

yang ada terbatas maka manusia berlomba-lomba untuk memenuhi

kebutuhan hidupnya. Pemenuhan kebutuhan tersebut dapat

dilaksanakan sesuai dengan nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku

dalam masyarakat.. Dalam menjalankan tugasnya, Pembimbing

Kemasyarakatan langsung berhadapan dengan masyarakat yang

bermasalah atau pelanggar hukum.

c. Penelitian Kemasyarakatan

Pembimbing Kemasyarakatan identik dengan Pekerja Sosial,

yang dalam melaksanakan tugasnya menghadapi manusia dan

permasalahannya. Pembimbing Kemasyarakatan, harus bersikap dan

berperilaku tidak menyinggung perasaan orang lain, cakap dalam

mengadakan relationship, berkomunikasi dan dapat menerima

individu apa adanya. Dalam mengadakan penelitian kemasyarakatan

Pembimbingan Kemasyarakatan perlu menjaga dan memelihara

hubungan baik dengan klien. Terjadinya hubungan yang baik antara

Pembimbingan Kemasyarakatan dengan klien, diharapkan klien dapat

25 Maidin Gultom,2006 ,”Perlindungan Hukum Terhadap Anak”. Bandung: Refika Aditama.

Hal. 148-150.

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum tentang ...eprints.umm.ac.id/46249/3/BAB II.pdfPR.07.10 tahun 1989 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Kehakiman RI, menetapkan tugas,

22

mengemukakan masalahnya dengan terus terang tanpa curiga terhadap

Pembimbing Kemasyarakatan. Pembimbing Kemasyarakatan harus

dapat memahami dan menjunjung tinggi harkat dan martabat klien

sebagai manusia. Pembimbingan Kemasyarakatan tidak boleh

memojokkan atau memberi suatu putusan, artinya Pembimbing

Kemasyarakatan harus non judgemental mengenai baik atau buruk

tindakan maupun kejadian yang baru dialami oleh klien. Pembimbing

Kemasyarakatan setidak-tidaknya telah dididik sebagai pekerja sosial,

ditambah pengetahuan tentang hukum, sosial dan hal-hal yang

diperlukan dalam melakukan bimbingan kepada klien

pemasyarakatan.

Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 31 tahun 1999 pasal 40 tentang

Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan

menerangkan proses pelaksanaan bimbingan sebagai berikut:26

1) Pembimbingan tahap awal meliputi:

a. penerimaan dan pendaftaran Klien;

b. pembuatan penelitian kemasyarakatan untuk bahan pembimbingan;

c. penyusunan program pembimbingan;

d. pelaksanaan program pembimbingan; dan

e. pengendalian pelaksanaan program pembimbingan tahap awal.

2) Pembimbingan tahap lanjutan meliputi:

a. penyusunan program pembimbingan tahap lanjutan;

b. pelaksanaan program pembimbingan; dan

c. pengendalian pelaksanaan program pembinaan tahap lanjutan.

3) Pembimbingan tahap akhir meliputi:

a. penyusunan program pembimbingan tahap akhir;

b. pelaksanaan program pembimbingan tahap akhir;

c. pengendalian pelaksanaan program pembimbingan tahap lanjutan.

26Pasal 40 Peraturan Pemerintah Nomor 31 tahun 1999 tentang Pembinaan dan Pembimbingan

Warga Binaan Pemasyarakatan.

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum tentang ...eprints.umm.ac.id/46249/3/BAB II.pdfPR.07.10 tahun 1989 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Kehakiman RI, menetapkan tugas,

23

4) Pembimbingan tahap akhir meliputi:

a. penyusunan program pembimbingan tahap akhir;

b. pelaksanaan program pembimbingan tahap akhir;

c. pengendalian pelaksanaan program pembimbingan.

d. penyiapan Klien untuk menghadapi tahap akhir pembimbingan

dengan mempertimbangkan pemberian pelayanan bimbingan

tambahan; dan

e. pengakhiran tahap pembimbingan Klien dengan memberikan surat

keterangan akhir pembimbingan oleh Kepala BAPAS.

Sedangkan Pada Pasal 39 Peraturan Pemerintah Nomor 31 tahun 1999

tentang Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan

menjelaskan bahwa:

1) Pembimbingan tahap awal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat

(1) huruf a bagi Klien, dimulai sejak yang bersangkutan berstatus

sebagai Klien dengan 1/4 (satu per empat) masa pembimbingan.

2) Pembimbingan tahap lanjutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33

ayat (1) huruf b bagi Klien, dilaksanakan sejak berakhir pembimbingan

tahap awal sampai dengan 3/4 (tiga per empat) masa pembimbingan.

3) Pembimbingan tahap akhir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat

(1) huruf c bagi Klien, dilaksanakan sejak berakhirnya tahap

pembimbingan lanjutan sampai dengan berakhirnya masa

pembimbingan.

4) Tahapan dalam proses pembimbingan Klien Pemasyarakatan ditetapkan

melalui sidang Tim Pengamat Pemasyarakatan BAPAS.27

2.2 Tinjauan tentang Reintegrasi Sosial

2.2.1 Pengertian Reintegrasi Sosial

Integrasi yakni membuat unsur-unsur tertentu menjadi satu kesatuan

yang bulat dan utuh. Integrasi sosial berarti membuat masyarakat menjadi

satu keseluruhan yang bulat,28 sedangkan reintegrasi merupakan suatu

proses penyatuan kembali individu/kelompok ke dalam masyarakat luas

untuk melangsungkan kehidupannya secara umum agar sukses bergabung

27Peraturan Pemerintah Nomor 31 tahun 1999 tentang Pembinaan dan Pembimbingan Warga

Binaan Pemasyarakatan. Pasal 39.

28D.Hendropuspito OC,1989,”Sosiologi Sistematik”, Yogyakarta: Kanisius, hal.374

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum tentang ...eprints.umm.ac.id/46249/3/BAB II.pdfPR.07.10 tahun 1989 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Kehakiman RI, menetapkan tugas,

24

kembali kedalam masyarakat dan menghindari mereka terjerat kembali

dalam tindak kriminal.29

Proses Reintegrasi ini harus disetujui semua pihak yang bersangkutan

demi keberhasilan dilakukannya proses Reintegrasi ,untuk membuat semua

pihak setuju tidak semudah yang dibayangkan karena ini menyangkut pola

pikir individu, kenyamanan individu dan trauma atas apa yang pernah

dirasakan di masa lalu akibat perbuatan seseoarng yang akan di integrasika

kembali kepadanya.

Berdasarkan penjelasan Pasal 1 ayat (6) Peraturan Menteri Hak Asasi

Manusia No.3 tahun 2019 :30

“Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, dan Cuti Bersyarat

adalah program pembinaan untuk mengintegrasikan Narapidana dan Anak

ke dalam kehidupan masyarakat setelah memenuhi persyaratan yang telah

ditentukan.”

Reintegrasi adalah upaya yang bertujuan untuk membaurkan kembali

si- pelaku dalam lingkungan sosialnya baik pribadi, anggota keluarga

maupun anggota masyarakat.31.

Menurut Sakidjo , Reintegrasi sosial yaitu proses pembentukan norma-

norma dan nilai-nilai baru untuk menyesuaikan diri dengan lembaga

pemasyarakatan yang telah mengalami perubahan.32 Sebenarnya Reintegrasi

29United Nations,2012,” Introductory Handbook on the Prevention of Recidivism and The

Social Reintegration of Offenders”,(New York: United Nation Office on Drugs and Crime) hal.6

30Pasal 1 ayat (6) ,Peraturan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia No. 3 Tahun 2018

Tentang Syarat Dan Tata Cara Pemberian Remisi, Asimilasi, Cuti Mengunjungi Keluarga,

Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, Dan Cuti Bersyarat

31J.P. Chaplin, Kamus Lengkap Psikologi (Terjemahan Kartini Kartono), Jakarta: PT.

RajaGrafindo Persada, 2002, h. 101.

32Sakidjo,dkk,2002 “Uji Coba Pola Pemberdayaan Masyarakat dalam Peningkatan Integrasi

Sosial di Daerah Rawan Konflik”,Jakarta :Departemen Sosial RI,Badan Pelatihan dan

Pengembangan Sosial, hal8-9.

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum tentang ...eprints.umm.ac.id/46249/3/BAB II.pdfPR.07.10 tahun 1989 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Kehakiman RI, menetapkan tugas,

25

dan Resosialisasi hampir sama, yakni sama-sama menekankan

pengembalian seseorang yang pernah melanggar norma dan nilai sosial

untuk menyesuaikan diri dengan keinginan masyarakat.

Berdasarkan teori retributive yang memahami tujuan pidana adalah

pembalasan, dimana hukum yang dilihat sebagai cara untuk memuaskan

nafsu karena kerugian dan derita orang yang dirugikan. Demikian juga teori

utilitarian dengan pencegahan (yang memandang hukuman sarana

mencegah kejahatan). Rehabilitasi sebagai suatu teori yang cenderung tidak

menginginkan pembalasan dan terkesan “manusiawi” ternyata menimbulkan

masalah, karena munculnya sikap masyarakat yang dapat menerima proses

pembinaan narapidana, karena masyarakat merasa tidak cukup melihat

terpidana itu disengsarakan. Dari semua itu munculah teori integrative

.Falsafah pidana ini muncul seiring dengan tidak puasnya atas hasil yang

dicapai teori-teori sebelumnya. Teori integrative (teori gabungan)

sebagaimana dikatakan Muladi mengkategorikan tujuan pemidanaan ke

dalam empat tujuan, yaitu :33

a. Pencegahan (Umum dan Khusus)

Salah satu tujuan pemidanaan terhadap pelaku tindak pidana mencegah

atau menghalangi pelaku tindak pidana tersebut dan juga orang lain yang

mungkin punya maksud untuk melakukan kejahatan-kejahatan semacam

karenanya mencegah kejahatan lebih lanjut.

b. Perlindungan Masyarakat

33Pandjaitan ,2007,”Petrus dan Samuel Kikilaitely,”Pidana Penjara Mau

Kemana”,Jakarta:CV.Indhill Co, hal.27-28

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum tentang ...eprints.umm.ac.id/46249/3/BAB II.pdfPR.07.10 tahun 1989 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Kehakiman RI, menetapkan tugas,

26

Sebagai tujuan pemidanaan mempunyai dimensi yang bersifat luas,

karena secara fundamental ia merupakan tujuan pemidanaan. Secara

sempit hal ini digambarkan sebagai kebijaksanaan pengadilan untuk

mencari jalan melalui pemidanaan agar masyarakat terlindung dari

bahaya pengulangan tindak pidana.

c. Memelihara solidaritas masyarakat

Pemidanaan bertujuan untuk menegakkan adat istiadat masyarakat dan

mencegah balas dendam perorangan.

d. Pidana bersifat pengimbalan atau pengimbangan

Tujuan pemidanaan integrative sebagaimana dikemukakan di atas,

memberikan gambaran bahwasannya pidana itu seperti pedang bermata

dua, sisi yang satu menggambarkan keadilan, yaitu keadilan bagi pelaku

dan adil bagi masyarakat, sisi yang lain menunjukkan adanya

perlindungan, bagi pelaku dari tindakan balas dendam masyarakat begitu

pula masyarakat terlindung dari perbuatan yang tidak adil dimana pelaku

menerima pidana atas perbuatannya.34

Sebagai suatu teori yang mengedepankan baik buruknya suatu hukuman

yang diterima pelaku kejahatan, maka menurut Muladi35, Teori Integrative

tentang tujuan pemidanaan itu haruslah didasarkan atas alasan-alasan :

a. Yang bersifat sosiologis, bahwa pidana harus sesuai dengan masyarakat

dan kondisi bangsa Indonesia, yang mengutamakan keseimbangan,

34Ibid, hal.28-29

35Gregorius,Aryadi,1995 “Putusan Hukum dalam Perkara Pidana”,Jakarta :Universitas

Atmajaya,hal.25

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum tentang ...eprints.umm.ac.id/46249/3/BAB II.pdfPR.07.10 tahun 1989 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Kehakiman RI, menetapkan tugas,

27

keserasian, keharmonisan antara dunia lahir dan dunia gaib, antara

perorangan dengan manusia seluruhnya sebagai satu kesatuan.

b. Alasan secara ideologis, pemidanaan bertujuan memelihara ketertiban,

keamanan dan perdamaian berdasarkan Pancasila yang menempatkan

manusia kepada keluhuran harkat dan martabatnya sebagai makhluk

Tuhan, makhluk pribadi dan makhluk sosial.

c. Alasan secara yuridis filosofis, dua tujuan pemidanaan adalah pengenaan

penderitaan yang setimpal terhadap penjahat dan pencegahan kejahatan

Teori integrative menempatkan pidana itu bukan semata-mata sebagai

sarana dalam menanggulangi kejahatan, dalam hal ini fungsi pidana harus

disesuaikan dengan kebutuhan masyarakatnya antara lain pidana untuk

melindungi kepentingan hukum, masyarakat dan Negara. Dalam hal ini,

praktek penerapan hukum pidana tidak harus dengan pemanfaatan pidana

sebagai sarana efektif menjerakan pelaku.

Reintegrasi sosial menurut Sakidjo yaitu proses pembentukan norma-

norma dan nilai-nilai baru untuk menyesuaikan diri dengan lembaga

kemasyarakatan yang telah mengalami perubahan.36

Dalam pelaksanaan Reintegrasi sosial ini seringkali mengalami kendala

di masyarakat, seperti cap/label yang diberikan kepada para mantan

Narapidana disini. Ini berkaitan dengan Teori Labelling.Teori ini dipelopori

oleh Edwin M.Lemert. Menurut Lemert, seseorang menjadi penyimpang

karena proses labeling-pemberian julukan, cap,etika merek- yang diberikan

36Sakidjo,dkk,2002 “Uji Coba Pola Pemberdayaan Masyarakat dalam Peningkatan Integrasi

Sosial di Daerah Rawan Konflik”,Jakarta :Departemen Sosial RI, Badan Pelatihan dan

Pengembangan Sosial) hal.8-9.

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum tentang ...eprints.umm.ac.id/46249/3/BAB II.pdfPR.07.10 tahun 1989 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Kehakiman RI, menetapkan tugas,

28

kepadanya. Mula-mula seseorang melakukan suatu penyimpangan primer.

Akibat dilakukannya penyimpangan tersebut, misalnya pencurian, penipuan,

pelanggaran, asusila, perilaku aneh, si penyimpang lalu diberi cap pencuri,

penipu , pemerkosa, perempuan bakal, orang gila. Sebagai tanggapan

terhadap pemberian cap oleh orang lain, maka si pelaku penyimpangan

primer kemudian mendefinisikan dirinya sebagai penyimpang dan

mengulangi lagi perbuatan menyimpangnya melakukan penyimpangan

sekunder ,sehingga mulai menganut suatu gaya hidup yang menyimpang

yang menghasilkan suatu karir yang menyimpang .37

Pendekatan teori labeling dapat dibedakan dalam dua bagian :38

1. Persoalan tentang bagaimana dan mengapa seseorang memperoleh cap

atau label

2. Efek labeling terhadap penyimpangan tingkah laku berikutnya.

Persoalan labeling ini, memperlakukan labeling sebagai dependent

variable atau variable tidak bebas dan keberadaannya memerlukan

penjelasan. Labeling dalam arti ini adalah labeling sebagai akibat dari reaksi

masyarakat.

Persoalan labeling kedua (efek labeling) adalah bagaimana labeling

mempengaruhi seseorang yang terkena label atau cap. Persoalan ini

memperlakukan labeling sebagai variable yang independen atau variable

bebas/mempengaruhi. Dalam kaitan ini, terdapat dua proses bagaimana

37Sunarto,Kamanto,2004,”Pengantar Sosiologi”,Jakarta :Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi

Universitas Indonesia, hal.179

38Atmasasmita,Romli,2010,”Teori dan Kapita Selekta Kriminologi”,Bandung:PT.Refika

Aditama,hal.50

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum tentang ...eprints.umm.ac.id/46249/3/BAB II.pdfPR.07.10 tahun 1989 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Kehakiman RI, menetapkan tugas,

29

labeling mempengaruhi seseorang yang terkena cap/label untuk melakukan

penyimpangan tingkah lakunya.Pertama, cap/label tersebut menarik

perhatian pengamat dan mengakibatkan pengamat selalu memperhatikannya

dan kemudian seterusnya cap/label itu diberikan padanya oleh si pengamat.

Kedua ,label/cap tersebut sudah diadopsi oleh seseorang dan mempengaruhi

dirinya sehingga ia mengakui dengan sendirinya sebagaimana cap/label itu

diberikan padanya oleh si pengamat.

Salah satu dari kedua proses diatas dapat memperbesar penyimpangan

tingkah laku (kejahatan) dan membentuk karakter criminal seseorang.

Seorang yang telah memperoleh cap/label dengan sendirinya akan menjadi

perhatian orang-orang disekitarnya. Selanjutnya, kewaspadaan atau

perhatian orang-orang disekitarnya akan mempengaruhi orang dimaksud

sehingga kejahatan kedua dan selanjutnya akan mungkin terjadi lagi.39

2.2.2 Syarat berhasilnya Reintegrasi Sosial

Syarat berhasilnya reintegrasi sosial menurut Meyer Nimkoff dan

William F. Ogburn dalam buku karya Nniniek Seri Wahyuni dan Yusniati

yang berjudul Manusia dan Masyarakat adalah :40

1. Tiap warga masyarakat merasa saling dapat mengisi kebutuhan antara

satu dengan yang lainnya.

2. Tercapainya konsensus (kesepakatan) mengenai nilai dan norma-norma

sosial.

3. Norma-norma berlaku cukup lama dan konsisten.

39Ibid,hal.50

40Wahyuni,Niniek Sri dan Yusniati ,2007,”Manusia dan Masyarakat”,Jakarta: Ganeca Exact,

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum tentang ...eprints.umm.ac.id/46249/3/BAB II.pdfPR.07.10 tahun 1989 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Kehakiman RI, menetapkan tugas,

30

Dalam pelaksanaan Reintegrasi sosial terhadap narapidana ini harus

memenuhi beberapa persyaratan.Pemberian Asimilasi, Pembebasan

Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, dan Cuti Bersyarat, dapat dilaksanakan

apabila telah memenuhi persyaratan substantif dan administratif sebagai

berikut :

Pasal 6 :41

1. Syarat substantif

Persyaratan substantif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 yang harus

dipenuhi oleh Narapidana dan Anak Pidana adalah:

a) telah menunjukkan kesadaran dan penyesalan atas kesalahan yang

menyebabkan dijatuhi pidana;

b) telah menunjukkan perkembangan budi pekerti dan moral yang

positif;

c) berhasil mengikuti program kegiatan pembinaan dengan tekun dan

bersemangat;

d) masyarakat dapat menerima program kegiatan pembinaan Narapidana

dan Anak Pidana yang bersangkutan;

e) berkelakuan baik selama menjalani pidana dan tidak pernah mendapat

hukuman disiplin untuk:

1) Asimilasi sekurang-kurangnya dalam waktu 6 (enam) bulan

terakhir;

2) Pembebasan Bersyarat dan Cuti Menjelang Bebas sekurang-

kurangnya dalam waktu 9 (sembilan) bulan terakhir; dan

3) Cuti Bersyarat sekurang-kurangnya dalam waktu 6 (enam) bulan

terakhir;

f) masa pidana yang telah dijalani untuk:

1) Asimilasi, 1/2 (setengah) dari masa pidananya;

2) Pembebasan Bersyarat, 2/3 (dua pertiga) dari masa pidananya,

dengan ketentuan 2/3 (dua pertiga) masa pidana tersebut tidak

kurang dari 9 (sembilan) bulan;

3) Cuti Menjelang Bebas, 2/3 (dua pertiga) dari masa pidananya dan

jangka waktu cuti sama dengan remisi terakhir paling lama 6

(enam) bulan;

4) Cuti Bersyarat, 2/3 (dua pertiga) dari masa pidananya dan jangka

waktu cuti paling lama 3 (tiga) bulan dengan ketentuan apabila

selama menjalani cuti melakukan tindak pidana baru maka selama

di luar LAPAS tidak dihitung sebagai masa menjalani pidana;

41 Pasal 6, “Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

No.M.2.PK.04-10 Tahun 2007 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Asimilasi, Pembebasan

Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, dan Cuti Bersyarat”

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum tentang ...eprints.umm.ac.id/46249/3/BAB II.pdfPR.07.10 tahun 1989 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Kehakiman RI, menetapkan tugas,

31

2. Persyaratan administratif yang harus dipenuhi oleh Narapidana atau

Anak Didik Pemasyarakatan adalah:

Pasal 7 :42

a) kutipan putusan hakim (ekstrak vonis);

b) laporan penelitian kemasyarakatan yang dibuat oleh Pembimbing

Kemasyarakatan atau laporan perkembangan pembinaan Narapidana

dan Anak Didik Pemasyarakatan yang dibuat oleh Wali

Pemasyarakatan;

c) surat pemberitahuan ke Kejaksaan Negeri tentang rencana pemberian

Asimilasi, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, dan Cuti

Bersyarat terhadap Narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan yang

bersangkutan;

d) salinan register F (daftar yang memuat tentang pelanggaran tata tertib

yang dilakukan Narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan selama

menjalani masa pidana) dari Kepala LAPAS atau Kepala RUTAN;

e) salinan daftar perubahan atau pengurangan masa pidana, seperti grasi,

remisi, dan lain-lain dari Kepala LAPAS atau Kepala RUTAN;

f) surat pernyataan kesanggupan dari pihak yang akan menerima

Narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan, seperti pihak keluarga,

sekolah, instansi Pemerintah atau swasta dengan diketahui oleh

Pemerintah Daerah setempat serendah-rendahnya lurah atau kepala

desa;

g) bagi Narapidana atau Anak Pidana warga negara asing diperlukan

syarat tambahan:

1) surat jaminan dari Kedutaan Besar/Konsulat negara orang asing

yang bersangkutan bahwa Narapidana dan Anak Didik

Pemasyarakatan tidak melarikan diri atau mentaati syarat-syarat

selama menjalani Asimilasi, Pembebasan Bersyarat, Cuti

Menjelang Bebas, atau Cuti Bersyarat;

2) surat keterangan dari Kepala Kantor Imigrasi setempat mengenai

status keimigrasian yang bersangkutan.

2.3 Tinjauan Umum tentang Pidana dan Pemidanaan

2.3.1 Pengertian Pidana dan Jenis-jenis Pidana

Menurut Moeljatno, hukum pidana adalah bagian dari pada keseluruhan

hukum yang berlaku di suatu Negara, yang mengadakan dasar-dasar dan

aturan-aturan untuk :43

42Pasal 7, “Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

No.M.2.PK.04-10 Tahun 2007 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Asimilasi, Pembebasan

Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, dan Cuti Bersyarat”

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum tentang ...eprints.umm.ac.id/46249/3/BAB II.pdfPR.07.10 tahun 1989 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Kehakiman RI, menetapkan tugas,

32

a. Menentukan perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan, yang

dilarang dengan disertai ancaman atau sanksi yang berupa pidana

tertentubagi barang siapa melanggar larangan tersebut.

b. Menentukan kapan dan dalam hal-hal apa kepada mereka yang telah

melanggar larangan-larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana

sebagaimana yang telah diancamkan.

c. Menentukan dengan cara bagaimana pidana itu dapat dilaksanakan

apabila ada orang yang disangka telah melanggar larangan tersebut.

Sedangkan menurut Simons, hukum pidana adalah :44

a. Keseluruhan larangan atau perintah yang oleh Negara diancam dengan

nestapa, yaitu suatu “pidana” apabila tidak ditaati

b. Keseluruhan peraturan yang menetapkan syarat-syarat untuk penjatuhan

pidana, dan

c. Keseluruhan ketentuan yang memberikan dasar untuk penjatuhan dan

penerapan pidana.

Berdasarkan pasal 10 KUHP , jenis-jenis dari pidana terbagi menjadi

dua, yaitu pidana pokok dan tambahan. Tetapi berdasarkan undang-undang

tanggl 31 Oktober 1946 Nomor 20, Berita Republik Indonesia II Nomor 24,

hukum pidana Indonesia telah mendapatkan satu macam pidana pokok yang

baru yakni disebut dengan pidana tutupan.45

43Tongat, 2012,”Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia dalam Perspektif Pembaharuan”,

UMM Pressm;Malang. Hal.13

44Ibid,hal.15

45Prodjohamidjojo,Martiman,1997 “Memahami Dasar-Dasar Hukum Pidana

II,”Jakarta:Pradnya Paramita hal.60

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum tentang ...eprints.umm.ac.id/46249/3/BAB II.pdfPR.07.10 tahun 1989 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Kehakiman RI, menetapkan tugas,

33

a. Pidana Pokok

1. Pidana mati

Untuk pidana mati ini diatur dalam pasal 11 KUHP. Pidana mati

adalah pidana yang terberat, karena pidana ini berupa pidana terberat

yang pelaksanaannya berupa penyerangan terhadap hak hidup bagi

manusia yang sesungguhnya hak ini hanya berada di tangan Tuhan.

Pidana mati ini kana diberikan oleh hakim apabila kemanan Negara

memang benar-benar telah mengehendakinya dengan kata lain

kemanan Negara terancam

2. Pidana Penjara

Pidana penjara adalah suatu pidana berupa pembatasan keterbatasan

bergerak dari seorang terpidana, yang dilakukan dengan menutup

orang tersebut di dalam sebuah lembaga pemasyarakatan, dengan

mewajibkan orang tersebut untuk mentaati semua peraturan tata tertib

yang berlaku di dalam lembaga pemasyarakatan yang dikaitkan

dengan sesuatu tindakan tata tertib bagi mereka yang telah melanggar

peraturan tersebut.46

3. Pidana kurungan

Pidana kurungan merupakan jenis pidana pokok yang berupa

pembatasan kebebasan bergerak yang dijatuhkan oleh hakim bagi

orang-orang yang telah melakukan pelanggaran sebagaimana yang

46Ibid, hal.69

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum tentang ...eprints.umm.ac.id/46249/3/BAB II.pdfPR.07.10 tahun 1989 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Kehakiman RI, menetapkan tugas,

34

telah diatur dalam Buku ke III KUHP. Lamanya pidana kurungan ini

sekurang-kurangnya adalah satu hari dan selama-lamanya satu tahun.

4. Pidana denda

Pidana denda adalah kewajiban seseorang yang telah dijatuhi pidana

oleh pengadilan untuk membayar sejumlah uang dengan jumlah

tertentu akibat dari perbuatan pidana yang telah dilakukannya.47

5. Pidana tutupan

Dasar hukum dari pidana tutupan adalah pasal 5 UU No.20 tahun

1946 yang , menyatakan bahwa :

1) Tempat untuk menjalani pidana tutupan, cara melakukan pidana itu

dan segala sesuatu yang perlu menjalankan undang-undang ini

diatur di dalam peraturan pemerintah.

2) Peraturan tata usaha atau tata tertib untuk menjalankan pidana

tutpan diatur oleh Menteri Kehakiman dengan pesetujuan Menteri

Pertahanan.

Berlainan dengan pidana penjara, pada pidana tutupan hanya dapat

dijatuhkan apabila (Rancangan KUHP), yaitu :48

1. Orang yang melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana

penjara, mengingat keadaan pribadi dan perbuatannya dapat dijatuhi

pidana tutupan.

2. Terdakwa yang melakukan tindak pidana karena terdorong oleh

maksud yang patut dihormati.

47Adami Chazawi,1999,”Stelsel Pidana Indonesia”,BKBH Fakultas Hukum Universitas

Brawijaya,Malang,hal.49

48Bambang waloyo,2004,”Pidana dan Pemidanaan”, Sinar Grafika, Jakarta,hal.18

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum tentang ...eprints.umm.ac.id/46249/3/BAB II.pdfPR.07.10 tahun 1989 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Kehakiman RI, menetapkan tugas,

35

b. Pidana Tambahan ,terdiri dari :

1) Pidana Pencabutan hak-hak tertentu.

Menurut hukum, pencabutan seluruh hak yang dimiliki seseorang

yang dapat mengakibatkan kematian perdata (burgerlijk daad) tidak

diperkenakan (3 BW). UU hanya memberikan kepada wewenang

(melalui alat/lembaganya) melakukan pencabutan hak tertentu saja,

yang menurut pasal 35 ayat 1 KUHP.

Perlu diperhatikan bahwa hakim baru boleh menjatuhkan pidana

pencabutan hak-hak tertentu apabila secara tegas diberi wewenang

oleh Undang-undang yang diancamkan pada rumusan tindak pidana

yang bersangkutan.

2) Pidana perampasan Barang-barang tertentu

Perampasan barang sebagai suatu pidana hanya diperkenakan atas

barang-barang tertentu saja tidak diperkenakan untuk semua barang

.UU tidak mengenal perampasan untuk semua kekayaan. Menurut

pasal 39 KUHP, barang-barang yang dapat dirampas adalah barang-

barang yang merupakan barang-barang hasil kejahatan (corpor delicti)

dan barang-barang yang digunakan dalam melakukan tindak pidana

(instrumental delicti)

3) Pidana pengumuman keputusan hakim

Dalam hal ini diatur dalam pasal 10 huruf b angka 3 KUHP, yang

maksudnya agar putusan dari hakim yang berisi suatu penjatuhan

pidana bagi seseorang terpidana itu menjadi diketahui oleh orang

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum tentang ...eprints.umm.ac.id/46249/3/BAB II.pdfPR.07.10 tahun 1989 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Kehakiman RI, menetapkan tugas,

36

secara luas dengan tujuan-tujuan yang tertentu . Dalam pidana

pengumuman putusan hakim ini, dapat dilakukan dengan cara

diumumkan melalui surat kabar,melalui plakat yang ditempel pada

papan pengumuman, melalui media radio maupun televise, yang

pembiayaannya dibebankan kepada terpidana.

2.3.2 Tujuan Pemidanaan Terhadap Narapidana

Bagian penting dalam sistem pemidanaan adalah menerapkan suatu

sanksi. Keberadaannya akan memberikan arah dan pertimbangan mengenai

apa yang seharusnya dijadikan sanksi dalam suatu tindak pidana untuk

menegakkan berlakunya norma. Hal ini dimaksudkan supaya dalam

memberikan suatu sanksi terhadap suatu perbuatan pidana dapat diterapkan

secara adil, artinya tidak melebihi dengan yang seharusnya dijadikan sanksi

terhadap suatu perbuatan pidana tersebut.

Secara tradisional teori-teori pemidanaan pada umumnya dapat dibagi

ke dalam tiga kelompok dan berbagai teori tersebut dapat dijelaskan sebagai

berikut49:

1. Teori Absolut / Retribusi

Menurut Christiansen, pidana dijatuhkan semata-mata karena orang

telah melakukan suatu kejahatan atau tindak pidana (quia peccantum

est). Pidana merupakan akibat mutlak yang harus ada sebagai suatu

pembalasan kepada orang yang telah melakukan kejahatan. Jadi dasar

49Muladi,1998, “Teori-teori dan Kebijakan Pidana”, PT.Alumni Bandung, hal.10

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum tentang ...eprints.umm.ac.id/46249/3/BAB II.pdfPR.07.10 tahun 1989 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Kehakiman RI, menetapkan tugas,

37

pembenaran dari pidana terletak pada adanya atau terjadinya pidana itu

sendiri.50

Menurut Imamanuel Kant ,dasar pembenaran terletak

didalam“Kategorische Imperatif” yaitu yang menghendaki agar setiap

perbuatan melawan hukum itu harus dibalas. Keharusan menurut

keadilan dan menurut hukum tersebut merupakan keharusan mutlak,

sehingga setiap pengecualian atau setiap pembatasan yang semata-mata

didasarkan pad suatu tujuan itu harus dikesampingkan. 51

Mengenai teori pembalasan tersebut, Andi Hamzah juga

memberikan pendapat sebagai berikut :

“Teori pembalasan mengatakan bahwa pidana tidaklah bertujuan

untuk yang praktis, seperti memperbaiki penjahat. Kejahatan itu

sendirilah yang mengandung unsur-unsur dijatuhkan pidana. Pidana

secara mutlak, karena dilakukan suatu kejahatan. Tidaklah perlu

memikirkan manfaat penjatuhan pidana”.52

2. Teori Tujuan / Relatif

Pada penganut teori ini memandang sebagaimana sesuatu yang

dapat digunakan untuk mencapai pemanfaatan, baik yang berkaitan

dengan orang yang bersalah maupun yang berkaitan dengan dunia luar,

misalnya dengan mengisolasi dan memperbaiki penjahat atau mencegah

penjahat potensial, akan menjadikan dunia tempat yang lebih baik.53

Dasar pembenaran dari adanya pidana menurut teori ini terletak

pada tujuannya. Pidana dijatuhkan bukan quia peccatum est (karena

50Ibid, hal.10

51Ibid , .hal.10

52Samosir, Djisman. 1992. “Fungsi Pidana Penjara Dalam Sistem Pemidanaan di Indonesia”.

Bina Cipta. Bandung.

53Muladi. 2002 “Lembaga Pidana Bersyara”. Alumni. Bandung

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum tentang ...eprints.umm.ac.id/46249/3/BAB II.pdfPR.07.10 tahun 1989 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Kehakiman RI, menetapkan tugas,

38

orang membuat kesalahan) melakukan ne peccetur (supaya orang

jangan melakukan kejahatan), maka cukup jelas bahwa teori tujuan ini

berusaha mewujudkan ketertiban dalam masyarakat.54

Mengenai tujuan pidana untuk pencegahan kejahatan ini, biasa

dibedakan menjadi dua istilah, yaitu :

a. Prevensi special (speciale preventie) atau Pencegahan Khusus

Bahwa pengaruh pidana ditunjukan terhadap terpidana, dimana

prevensi khusus ini menekankan tujuan pidana agar terpidana tidak

mengulangi perbuatannya lagi. Pidana berfungsi untuk mendidik dan

memperbaiki terpidana untuk menjadi anggota masyarakat yang baik

dan berguna, sesuai dengan harkat dan martabatnya.

b. Prevensi General (Generale Prevenie) atau Pencegahan Umum

Prevensi General menekankan bahwa tujuan pidana adalaha untuk

mempertahankan ketertiban masyarakat dari gangguan penjahat.

Pengaruh pidana ditunjukan terhadap masyarakat pada umumnya

dengan maksud untuk menakut-nakuti. Artinya pencegahan

kejahatan yang ingin dicapai oleh pidana adalah dengan

mempengaruhi tingkah laku anggota masyarakat pada umumnya

untuk tidak melakukuan tindak pidana.

3. Teori Gabungan

Teori gabungan adalah kombinasi dari teori absolute dan teori

relatif. Menurut teori gabungan, tujuan pidana selalu membalas

54Muladi dan Barda Nawawi Arief. 2005.” Teori-Teori dan Kebijakan Pidana.” Alumni.

Bandung

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum tentang ...eprints.umm.ac.id/46249/3/BAB II.pdfPR.07.10 tahun 1989 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Kehakiman RI, menetapkan tugas,

39

kesalahan penjahat juga dimaksudkan untuk melindungi masyarakat

dengan mewujudkan ketertiban dengan ketentuan beratnya pidana tidak

boleh melampaui batas pembalasan yang adil.55

Terhadap teori gabungan ini terdapat tiga aliran yang

mempengaruh, yaitu :

a. Teori gabungan yang menitikberatkan unsur pembalasan, tetapi

sifatnya yang berguna bagi masyarakat. Pompe menyebutkan

dalam bukunya “Hand boek van het Ned.Strafrecht” bahwa pidana

adalah suatu sanksi yang memiliki ciri- ciri tersendiri dari sanksi

lain dan terikat dengan tujuan dengan sanksi-sanksi tersebut

karenanya akan diterapkan jika menguntungkan pemenuhan

kaidah- kaidah yang berguna bagi kepentingan umum.

b. Teori gabungan yang menitikberatkan pertahanan tata tertib

masyarakat. Pembalasan adalah sifat suatu pidana tetapi tujuannya

adalah melindungi kesejahteraan masyarakat.

c. Teori gabungan yang memandang sama pembalasan dan

pertahanan tata tertib masyarakat.56

2.3.3 Tujuan Pembinaan Terhadap Narapidana

Pidana berasal dari kata “straf” (Belanda), yang pada dasarnya dapat

dikatakan sebagai suatu penderitaan/nestapa yang sengaja dikenakan atau

dijatuhkan kepada seseorang yang melakukan perbuatan yang memenuhi

syarat-syarat tertentu sehingga dapat dikatakan melakukan tindak pidana.57

Menurut Hulsman dalam buku Sistem Pelaksanaan Pidana Penjara di

Indonesia karangan Dwi Priyatno, hakikatnya mempunyai dua tujuan utama,

yakni untuk mempengaruhi tingkah laku (gedragsbeinloeding) dan

penyelesaian konflik (conflictoplossing). Penyelesaian konflik dapat terdiri

55Ibid

56Hamzah, Andi. 1986. Sistem Pidana dan Pemidanaan Indonesia dari Retribusi ke Reformasi.

Pradya Paramita. Jakarta.

57Sudarto,1990,”Hukum Pidana I”. Semarang: FH Universitas Diponegoro ,hal.5

Page 25: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum tentang ...eprints.umm.ac.id/46249/3/BAB II.pdfPR.07.10 tahun 1989 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Kehakiman RI, menetapkan tugas,

40

dari perbaikan kerugian yang dialami atau perbaikan hubungan baik yang

dirusak atau pengembalian kepercayaan antar sesama manusia.58

Pada awalnya pembinaan narapidana di Indonesia menggunakan sistem

kepenjaraan.Model pembinaan seperti ini sebenarnya sudah dijalankan jauh

sebelum Indonesia merdeka. Dasar hukum atau Undang-undang yang

digunakan dalam sistem kepenjaraan adalah Reglemen penjara, aturan ini

telah digunakan sejak tahun 1917.59 Bisa dikatakan bahwa perlakuan

terhadap narapidana pada waktu itu adalah seperti perlakuan penjajah

Belanda terhadap pejuang tertawan. Mereka diperlakukan sebagai obyek

semata yang dihukum kemerdekaannya, tetapi tanaga mereka seringkali

dipergunakan untuk kegiatan-kegiatan fisik. Ini menjadikan sistem

kepenjaraan jauh dari nilai-nilai kemanusiaan dan hak asasi manusia.

Dengan demikian tujuan diadakannya penjara sebagai tempat

menampungnya para pelaku tindak pidana dimaksudkan untuk membuat

jera dan tidak lagi melakukan tindak pidana. Untuk itu peraturan-peraturan

dibuat keras, bahkan sering tidak manusiawi.60

Konsepsi sistem baru pembinaan narapidana menghendaki adanya

penggantian dalam undang-undang, menjadi undang-undang

pemasyarakatan. Undang-undang ini akan menghilangkan keseluruhan bau

liberal-kolonial.

58Pryatno,Dwi.2007,”Sistem Pelaksanaan Pidana Penjara di Indonesia” Bandung: Refika

Aditama,hal.8-9

59Harsono H.s,CI.1995,”Sistem Baru Pembinaan Narapidana”, Jakarta,Djambatan,hal.8

60Ibid, hal.9-10

Page 26: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum tentang ...eprints.umm.ac.id/46249/3/BAB II.pdfPR.07.10 tahun 1989 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Kehakiman RI, menetapkan tugas,

41

Sistem pemasyarakatan menurut pasal 1 ayat 2 Undang-undang no.12

tahun 1995 adalah ;

“Suatu tatanan mengenai arahan dan batasan serta cara pembinaan

warga binaan pemasyarakatan berdasarkan Pancasila yang dilaksanakan

secara terpadu antara pembinaan ,yang dibina, dan masyarakat untuk

meningkatkan kualitas warga binaan pemasyarakatan agar menyadari

kesalahan,memperbaiki diri dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga

dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dan aktif berperan

dalam pembangunan dan dapat hidup secara wajar sebagai warga Negara

yang baik dan bertanggung jawab.”

Undang-undang No.12 tahun 1995 tentang pemasyarakatan pada pasal

14 ayat (1), sangat jelas mengatur hak-hak seorang narapidana selama

menghuni Lembaga Pemasyarakatan yaitu :

a. Melakukan ibadah sesuai dengan agama atau kepercayaannya

b. Mendapat perawatan, baik perawatan rohani maupun jasmani

c. Mendapatkan pendidikan dan pengajaran

d. Mendapatkan pelayanan kesehatan dan makanan yang layak

e. Menyampaikan keluhan

f. Mendapatkan bahan bacaan dan mengikuti siaran media massa lainnya

yang tidak dilarang

g. Mendapatkan upah atau premi atas pekerjaan yang dilakukan

h. Menerima kunjungan keluarga, penasihat hukum, atau orang tertentu

lainnya

i. Mendapatkan pengurangan masa pidana (remisi)

j. Mendapatkan kesempatan berasimilasi termasuk cuti mengunjungi

keluarga

k. Mendapatkan pembebasan bersyarat

l. Mendapatkan cuti menjelang bebas, dan

m. Mendapatkan hak-hak lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan

yang berlaku.

Dalam membina narapidana tidak dapat disamakan dengan kebanyakan

orang dan harus menggunakan prinsip-prinsip pembinaan narapidana. Ada

empat komponen penting dalam membina narapidana, yaitu :61

61Ibid, hal.48-50

Page 27: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum tentang ...eprints.umm.ac.id/46249/3/BAB II.pdfPR.07.10 tahun 1989 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Kehakiman RI, menetapkan tugas,

42

a. Diri sendiri ,yaitu narapidana itu sendiri.

b. Keluarga, adalah anggota keluarga inti, atau keluarga dekat.

c. Masyarakat, adlah orang-orang yang berada disekeliling narapidana pada

saat masih diluar Lembaga Pemasyarakatan / Rutan, dapat masyarakat

biasa, pemuka masyarakat, atau pejabat setempat.

d. Petugas, dapat berupa petugas kepolisian, pengacara,petugas keagamaan,

petugas sosial, petugas Lembaga Pemasyarakatan, Rutan, BAPAS, hakim

dan lain sebagainya.

Berbeda dari sistem kepenjaraan maka, dalam sistem baru pembinaan

narapidana tujuannya adalah meningkatkan kesadaran narapidana akan

eksistensinya sebagai manusia. Menurut Harsono, kesadaran sebagai tujuan

pembinaan narapidana, cara pencapaiannya dilakukan dengan berbagai

tahapan sebagai berikut :62

a. Mengenal diri sendiri. Dalam tahap ini narapidana dibawa dalam suasana

dan situasi yang dapat merenungkan, menggali dan mengenali diri

sendiri.

b. Memiliki kesadaran beragama, kesadaran terhadap kepercayaan kepada

Tuhan Yang Maha Esa,sadar sebagai makhluk Tuhan yang mempunyai

keterbatasan dan sebagai makhlu yang mampu menentukan masa

depannya sendiri.

c. Mengenal potensi diri, dalam tahap ini narapidana dilatih untuk

mengenali hal yang positif dalam diri sendiri. Mampu mengembangkan

potensi diri, mengembangkan hal-hal yang positif dalam diri sendiri,

memperluas cakrawala pandang, selalu berusaha untuk maju dan selalu

berusaha untuk mengembangkan sumber daya manusia.

d. Mengenal cara memotivasi adalah mampu memotivasi diri sendiri kearah

yang positif

e. Mampu memiliki kesadaran yang tinggi, baik untuk diri sendiri, keluarga

dan kelompiknya

f. Memiliki kepercayaan diri yang kuat,narapidana yang telah mengenal

diri sendiri, diharapkan memiliki kepercayaan diri yang kuat.Percaya

akan Tuhan,percaya bahwa diri sendiri mapu merubah tingkah laku,

tindakan dan keadaan diri sendiri untuk lebih baik lagi.

62Ibid, hal.60

Page 28: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum tentang ...eprints.umm.ac.id/46249/3/BAB II.pdfPR.07.10 tahun 1989 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Kehakiman RI, menetapkan tugas,

43

Dalam melakukan pembinaan diperlukan prinsip-prinsip dan bimbingan

bagi para narapidana. Menurut Sahardjo ada sepuluh prinsip dana

bimbingan bagi narapidana antara lain sebagai berikut :63

a. Orang yang tersesat harus diayomi dengan memberikan kepadanya bekal

hidup sebagai warga Negara yang baik dan berguna dalam masyarakat.

b. Penjatuhan pidana bukan tindakan pembalasan dendam dari Negara.

c. Rasa tobat tidaklah dapat dicapai dengan menyiksa melainkan dengan

bimbingan.

d. Negara tidak berhak membuat seseorang lebih buruk darpda sebelum ia

masuk penjara.

e. Selama kehilangan kemerdekaan bergerak ,narapidana harus dikenal

kepada masyarakat dan tidak boleh diasingkan dari masyarakat.

f. Pekerjaan yang diberikan kepada narapidana tidak boleh bersifat mengisi

waktu atau hanya diperuntukkan bagi kepentingan lembaga atau Negara

saja. Pekerjaan yang diberikan harus ditujukan untuk pembangunan

Negara.

g. Bimbingan dan didikan harus berdasarkan asas Pancasila.

h. Tiap orang adalah manusia dan harus diperlakukan sebagai manusia

meskipun ia telah tersesat.

i. Narapidana itu hanya dijatuhi pidana hilang kemerdekaan

Secara formal, peran masyarakat dalam ikut serta membina narapidana

atau mantan narapidana tidak terdapat dalam Undang-undang.Namun secara

moral peran serta dalam membina narapidana atau bekas narapidana sangat

diharapkan.64

2.4 Tinjauan tentang Klien Pemasyarakatan

Penjelasan mengenai Klien Pemasyarakatan termuat di dalam Undang-

undang no.12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan dalam pasal 1 angka 9 yang

menyebutkan sebagai berikut “ Klien Pemasyarakatan yang selanjutnya disebut

Klien adalah seseorang yang berada dalam bimbingan BAPAS”.

63Ibid ,hal.71

64Ibid, hal 71-72

Page 29: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum tentang ...eprints.umm.ac.id/46249/3/BAB II.pdfPR.07.10 tahun 1989 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Kehakiman RI, menetapkan tugas,

44

Orang yang ada dalam bimbingan Bapas yang dimaksud adalah sebagai

berikut :65

a. Terpidana bersyarat ;

b. Narapidana ,Anak pidana dan Anak Negara yang mendapatkan pembebasan

bersyarat atau cuti menjelang bebas;

c. Anak Negara yang berdasarkan putusan pengadilan, pembinaannya diserahkan

kepada orang tua asuh atau badan sosial;

d. Anak Negara yang berdasarkan Keputusan Menteri atau pejabat di lingkungan

Direktorat Jenderal Pemasyarakatan yang ditunjuk, bimbingannya diserahkan

kepada orang tua asuh atau badan sosial ,dan

e. Anak yang berdasarkan penetapan pengadilan bimbingannya dikembalikan

kepada orang tua atau walinya.

Klien pemasyarakatan terdiri dari dua jenis yatu:

1. Klien Pemasyarakatan Dewasa, yaitu klien pemasyarakatan yang sudah dewasa

2. Klien Pemasyarakatan Anak, yaitu untuk klien yang masih anak-anak

berdasarkan Undang-undang No.3 tahun 2004 tentang Peradilan Anak.

Meskipun nama mereka berubah dari “narapidana” menjadi “klien

pemasyarakatan” pada dasarnya mereka juga tetap narapidana hanya saja mereka

menjalani pembinaan diluar tembok LAPAS dengan bimbingan BAPAS.

Klien yang dalam bimbingan Balai Pemasyarakatan disini ialah seseorang

yang telah melalui proses peradilan atau proses hukum dan telah diputus oleh

pengadilan yang memiliki kekuatan hukum tetap. Berdasarkan putusan pengadilan

itulah Balai Pemasyarakatan berwenang dan berkewajiban melaksanakan

bimbingan pada klien pemasyarakatan.

Kewajiban-kewajiban klien adalah sebagai berikut :

a. Mematuhi semua peraturan dan ketentuan yang berlaku dalam proses

pembimbingan

65Undang-undang no.12 tahun 1995 tentang pemasyarakatan pasal 42.

Page 30: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum tentang ...eprints.umm.ac.id/46249/3/BAB II.pdfPR.07.10 tahun 1989 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Kehakiman RI, menetapkan tugas,

45

b. Wajib mengikuti semua program pembimbingan, pengawasan, dan

pendampingan

Sedangkan yang menjadi Hak-hak Klien adalah sebagai berikut:

a. Perlakuan non-diskriminasi

b. Perlindungan HAM

c. Tidak dianiaya, disiksa, atau dihukum secara tidak manusiawi

d. Tidak dirampas kebebasannya secara melawan hokum

e. Diperlukan secara manusiawi dalam proses peradilan pidana

f. Hak atas bantuan hukum, untuk membela diri dan memperoleh keadilan yang

bebas dan tak memihak

g. Proposionalitas perlakuan terhadap klien dengan perbuatannya

h. Mendapatkan pembinaan diluar lembaga (non-institutional treatment)

2.5 Tinjauan tentang Efektifitas Hukum

2.5.1 Teori Efektifitas Hukum

Kata efektif berasal dari bahasa Inggris yaitu effective yang berarti

berhasil atau sesuatu yang dilakukan berhasil dengan baik. Kamus ilmiah

populer mendefinisikan efetivitas sebagai ketepatan penggunaan, hasil guna

atau menunjang tujuan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, efektif

adalah sesuatu yang ada efeknya (akibatnya, pengaruhnya, kesannya) sejak

dimulai berlakunya suatu Undang-Undang atau peraturan.66

66 Kamus Besar Bahasa Indonesia. 2002. Jakarta. Balai Pustaka. Hal. 284.

Page 31: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum tentang ...eprints.umm.ac.id/46249/3/BAB II.pdfPR.07.10 tahun 1989 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Kehakiman RI, menetapkan tugas,

46

Sedangkan efektivitas itu sendiri adalah keadaan dimana dia diperankan

untuk memantau.67 Jika dilihat dari sudut hukum, yang dimaksud dengan

“dia” disini adalah pihak yang berwenang yaitu polisi. Kata efektifitas

sendiri berasal dari kata efektif, yang berarti terjadi efek atau akibat yang

dikehendaki dalam suatu perbuatan. Setiap pekerjaan yang efisien berarti

efektif karena dilihat dari segi hasil tujuan yang hendak dicapai atau

dikehendaki dari perbuatan itu.

Pada dasarnya efektivitas merupakan tingkat keberhasilan dalam

pencapaian tujuan. Efektivitas adalah pengukuran dalam arti tercapainya

sasaran atau tujuan yang telah ditentukan sebelumnya. Dalam sosiologi

hukum, hukum memiliki fungsi sebagai a tool of social control yaitu upaya

untuk mewujudkan kondisi seimbang di dalam masyarakat, yang bertujuan

terciptanya suatu keadaan yang serasi antara stabilitas dan perubahan di

dalam masyarakat. Selain itu hukum juga memiliki fungsi lain yaitu sebagai

a tool of social engineering yang maksudnya adalah sebagai sarana

pembaharuan dalam masyarakat. Hukum dapat berperan dalam mengubah

pola pemikiran masyarakat dari pola pemikiran yang tradisional ke dalam

pola pemikiran yang rasional atau modern. Efektivikasi hukum merupakan

proses yang bertujuan agar supaya hukum berlaku efektif.

Ketika kita ingin mengetahui sejauh mana efektivitas dari hukum, maka

kita pertama-tama harus dapat mengukur sejauh mana hukum itu ditaati oleh

sebagian besar target yang menjadi sasaran ketaatannya, kita akan

67 Ibid

Page 32: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum tentang ...eprints.umm.ac.id/46249/3/BAB II.pdfPR.07.10 tahun 1989 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Kehakiman RI, menetapkan tugas,

47

mengatakan bahwa aturan hukum yang bersangkutan adalah efektif. Namun

demikian, sekalipun dikatakan aturan yang ditaati itu efektif, tetapi kita tetap

masih dapat mempertanyakan lebih jauh derajat efektivitasnya karena

seseorang menaati atau tidak suatu aturan hukum tergantung pada

kepentingannya.68

Faktor-faktor yang mengukur ketaatan terhadap hukum secara umum

antara lain:69

a. Relevansi aturan hukum secara umum, dengan kebutuhan hukum dari

orang-orang yang menjadi target aturan hukum secara umum itu.

b. Kejelasan rumusan dari substansi aturan hukum, sehingga mudah

dipahami oleh target diberlakukannya aturan hukum.

c. Sosialisasi yang optimal kepada seluruh target aturan hukum itu.

d. Jika hukum yang dimaksud adalah perundang-undangan, maka

seyogyanya aturannya bersifat melarang, dan jangan bersifat

mengharuskan, sebab hukum yang bersifat melarang (prohibitur) lebih

mudah dilaksanakan ketimbang hukum yang bersifat mengharuskan

(mandatur).

e. Sanksi yang diancam oleh aturan hukum itu harus dipadankan dengan

sifat aturan hukum yang dilanggar tersebut.

f. Berat ringannya sanksi yang diancam dalam aturan hukum harus

proporsional dan memungkinkan untuk dilaksanakan.

g. Kemungkinan bagi penegak hukum untuk memproses jika terjadi

pelanggaran terhadap aturan hukum tersebut, adalah memang

memungkinkan, karena tindakan yang diatur dan diancamkan sanksi,

memang tindakan yang konkret, dapat dilihat, diamati, oleh karenanya

memungkinkan untuk diproses dalam setiap tahapan (penyelidikan,

penyidikan, penuntutan, dan penghukuman).

h. Aturan hukum yang mengandung norma moral berwujud larangan, relatif

akan jauh lebih efektif ketimbang aturan hukum yang bertentangan

dengan nilai moral yang dianut oleh orang-orang yang menjadi target

diberlakukannya aturan tersebut.

i. Efektif atau tidak efektifnya suatu aturan hukum secara umum, juga

tergantung pada optimal dan profesional tidak aparat penegak hukum

untuk menegakkan aturan hukum tersebut.

68 Achmad Ali. 2009. “Menguak Teori Hukum (Legal Theory) dan Teori Peradilan

(Judicialprudence) Termasuk Interpretasi Undang-Undang (Legisprudence).” Jakarta. Penerbit

Kencana. Hal. 375.

69 Ibid,hal.376

Page 33: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum tentang ...eprints.umm.ac.id/46249/3/BAB II.pdfPR.07.10 tahun 1989 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Kehakiman RI, menetapkan tugas,

48

j. Efektif atau tidaknya suatu aturan hukum secara umum, juga

mensyaratkan adanya standar hidup sosio-ekonomi yang minimal di

dalam masyarakat.

Sedangkan Soerjono Soekanto menggunakan tolak ukur efektivitas

dalam penegakan hukum pada lima hal yakni :

1. Faktor Hukum

Hukum berfungsi untuk keadilan, kepastian dan kemanfaatan. Dalam

praktik penyelenggaraan hukum di lapangan ada kalanya terjadi

pertentangan antara kepastian hukum dan keadilan. Kepastian Hukum

sifatnya konkret berwujud nyata, sedangkan keadilan bersifat abstrak

sehingga ketika seseorang hakim memutuskan suatu perkara secara

penerapan undang-undang saja maka ada kalanya nilai keadilan itu tidak

tercapai. Maka ketika melihat suatu permasalahan mengenai hukum

setidaknya keadilan menjadi prioritas utama. Karena hukum tidaklah

semata-mata dilihat dari sudut hukum tertulis saja.70

2. Faktor Penegakan Hukum

Dalam berfungsinya hukum, mentalitas atau kepribadian petugas

penegak hukum memainkan peranan penting, kalau peraturan sudah baik,

tetapi kualitas petugas kurang baik, ada masalah. Selama ini ada

kecenderungan yang kuat di kalangan masyarakat untuk mengartikan

hukum sebagai petugas atau penegak hukum, artinya hukum diidentikkan

dengan tingkah laku nyata petugas atau penegak hukum. Sayangnya

dalam melaksanakan wewenangnya sering timbul persoalan karena sikap

atau perlakuan yang dipandang melampaui wewenang atau perbuatan

lainnya yang dianggap melunturkan citra dan wibawa penegak hukum.

Hal ini disebabkan oleh kualitas yang rendah dari aparat penegak hukum

tersebut71

3. Faktor Sarana atau Fasilitas Pendukung

Faktor sarana atau fasilitas pendukung mencakup perangkat lunak dan

perangkat keras, Menurut Soerjono Soekanto bahwa para penegak hukum

tidak dapat bekerja dengan baik, apabila tidak dilengkapi dengan

kendaraan dan alat-alat komunikasi yang proporsional. Oleh karena itu,

sarana atau fasilitas mempunyai peranan yang sangat penting di dalam

penegakan hukum. Tanpa adanya sarana atau fasilitas tersebut, tidak akan

mungkin penegak hukum menyerasikan peranan yang seharusnya dengan

peranan yang actual.72

4. Faktor Masyarakat

Penegak hukum berasal dari masyarakat dan bertujuan untuk mencapai

kedamaian di dalam masyarakat. Setiap warga masyarakat atau kelompok

sedikit banyaknya mempunyai kesadaran hukum. Persoalan yang timbul

70Ibid hal.8

71Ibid hal.21

72 Ibid hal.37

Page 34: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum tentang ...eprints.umm.ac.id/46249/3/BAB II.pdfPR.07.10 tahun 1989 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Kehakiman RI, menetapkan tugas,

49

adalah taraf kepatuhan hukum, yaitu kepatuhan hukum yang tinggi,

sedang, atau kurang.Adanya derajat kepatuhan hukum masyarakat

terhadap hukum, merupakan salah satu indikator berfungsinya hukum

yang bersangkutan.

5. Faktor Kebudayaan

Kebudayaan pada dasarnya mencakup nilai-nilai yang mendasari hukum

yang berlaku, nilai-nilai mana yang merupakan konsepsikonsepsi yang

abstrak mengenai apa yang dianggap baik (sehingga dituruti) dan apa

yang dianggap buruk (sehinga dihindari). Maka, kebudayaan Indonesia

merupakan dasar atau mendasari hukum adat yang berlaku. Disamping

itu berlaku pula hukum tertulis (perundangundangan), yang dibentuk oleh

golongan tertentu dalam masyarakat yang mempunyai kekuasaan dan

wewenang untuk itu. Hukum perundang-undangan tersebut harus dapat

mencerminkan nilai-nilai yang menjadi dasar dari hukum adat, agar

hukum perundangundangan tersebut dapat berlaku secara aktif.73

Kelima faktor di atas saling berkaitan dengan eratnya, karena menjadi

hal pokok dalam penegakan hukum, serta sebagai tolok ukur dari efektifitas

penegakan hukum. Dari lima faktor penegakan hukum tersebut faktor

penegakan hukumnya sendiri merupakan titik sentralnya. Hal ini disebabkan

oleh baik undang-undangnya disusun oleh penegak hukum, penerapannya

pun dilaksanakan oleh penegak hukum dan penegakan hukumnya sendiri

juga merupakan panutan oleh masyarakat luas.74

73Iffa Rohmah. 2016. Penegakkan Hukum. http://pustakakaryaifa.blogspot.com. Diakses :

Pukul 12.00 WIB, Tanggal 5 Desember 2018.

74Ibid.hal.53