BAB II Tinjauan Pustaka
-
Upload
mohamad-hafiz -
Category
Documents
-
view
141 -
download
1
Transcript of BAB II Tinjauan Pustaka
-
2
h
n
M
p
d
p
j
k
k
s
f
t
k
a
(
2.1. Kayu
Kayu
hemiselulosa
nitrogen, pe
Mg, Mn, d
polifenol, da
dan karbohi
pemantapan
juga bahan
kebutuhan.
komponen y
sulfonat, gu
fisik, sifat m
tanpa meng
komponen p
adalah poho
(Gigantochl
(
Gambar
terutama
a dan lignin
ektin, pati, g
dan lain-lain
an lain-lain)
idrat dengan
mikroorgan
mentah yan
Berbagai j
yang terdap
ula, etil alkoh
mekanik dan
getahui seny
pembentukny
on jati (Tecto
oa apus) dap
a)
2 Beberapagrandis Ltali ( Gig
II. TIN
disusun ole
n. Substansi
gula dengan
n). Keaneka
) ditemukan
n berat mol
nisme di da
ng mudah di
jenis bahan
pat dalam la
hol, protein
n sifat kimia
yawa-senyaw
ya. Beberap
ona grandis
pat dilihat pa
a bahan asaL.f.), (b) Po
gantochloa ap
NJAUAN PU
eh tiga ba
i lain adalah
n berat mole
aragaman ba
n dalam jum
ekul rendah
alam kayu. K
iproses untu
n kimia da
arutan hasil
, asam aseta
kayu tidak
wa kimia ya
pa jenis kayu
L.f.), pinus
ada Gambar
(b)
al kayu dan ohon pinus (pus).
USTAKA
ahan polim
h bahan-bah
ekul rendah
ahan-bahan
mlah yang b
h merupakan
Kayu merup
uk dijadikan
apat dihasi
l ekstrak ka
at, butanol
akan dapat
ang terdapat
u dan bamb
(Pinus mer
2.
bambu: (a)Pinus merk
merik, yaitu
han yang m
, mineral-m
lain (lignin
bervariasi. P
n sumber ka
pakan hasil
barang sesu
lkan dari
ayu antara
dan asam la
sepenuhnya
t di dalamny
bu dalam pen
rkusii), dan
(c)
) Pohon jatkusii), dan (
u selulosa,
mengandung
mineral (Fe,
n, terpena,
ektin, pati,
arbon bagi
hutan dan
uai dengan
pemisahan
lain lignin
aktat. Sifat
a dipahami,
ya sebagai
nelitian ini
bambu tali
ti (Tectona (c) Bambu
-
10
2.1.1. Komposisi Kimia Kayu
Struktur kayu bervariasi di antara spesies dan sampai taraf tertentu di dalam
spesies dan individu pohon. Ciri khas dan penyebaran sel bervariasi menurut
musim ketika sel itu terbentuk dan juga bervariasi dengan perubahan kegiatan
pohon. Kayu tersusun dari beberapa jenis sel yang berbeda. Struktur kayu daun
lebar lebih sederhana daripada kayu daun jarum, yang mempunyai lebih banyak
tipe sel. Trakeid menyusun mayoritas unsur longitodinal kayu daun jarum.
Umumnya kayu mengandung selulosa 40-60%, hemiselulosa 20-30%, dan lignin
20-30% (Zaitsev et al. 1969).
Tiga komponen kimia utama penyusun kayu adalah sebagai berikut :
a. Selulosa
Selulosa merupakan salah satu komponen utama penyusun dinding sel yang
kandungannya berkisar antara 40-45% dari bahan kering kayu. Struktur kimia
selulosa adalah rantai lurus, memanjang dan tidak bercabang. Struktur seperti itu
merupakan polimer linier dari unit-unit anhidro-D-glukopiranosa yang diikat oleh
-(14) glikosidik. Derajat polimerisasi (DP) selulosa berkisar 7.00010.000
glukosa. Kandungan dan struktur kimia selolusa antara kayu daun lebar dan kayu
daun jarum relatif tidak berbeda (Seperti terlihat pada Gambar 3). Satu-satunya
yang membedakan hanya DP, dimana DP selulosa kayu daun jarum lebih tinggi
dibandingkan kayu daun lebar (Syafii 2001).
Gambar 3 Struktur kimia selulosa kayu.
-
b
b
x
p
k
d
c
p
b
d
f
a
t
p
b. Hemisel
Hemisel
bercabang d
xilosa, ramn
perbedaan a
kuantitatif m
dicirikan ole
c. Lignin
Kadar
polimer alam
banyak, dan
disusun ole
fenilpropena
alkohol (gu
tersebut sela
polimer lign
Gamb
lulosa
lulosa utam
dan disusun o
nosa, manos
antara hemi
maupun kua
eh adanya ka
lignin di d
mi yang san
n tiga dimen
eh unit-unit
a yang men
uaiasil) dan
anjutnya ber
nin (Gambar
bar 4 Proses
ma dari ka
oleh berbaga
sa, arabinosa
iselulosa ka
alitatif (struk
andungan glu
dalam kayu
ngat komple
nsional yang
t monomer
nyusun struk
sinapil alk
rikatan satu s
4).
pembentuka
ayu merupa
ai jenis mon
a dan asam
ayu daun ja
ktur). Struktu
ukoronoxilan
berkisar an
eks. Lignin a
g struktur ki
yang dise
ktur lignin y
kohol (sirin
sama lain de
an polimer l
akan polime
nomer misaln
glukoronat.
arum dan d
ur kimia he
n (Syafii 20
ntara 15-35%
adalah polim
imianya kom
ebut fenilpr
yaitu p-kum
ngil). Keti
engan ikatan
ignin (Laure
er yang m
nya glukosa,
Secara kha
daun lebar,
emiselulosa
001).
%. Lignin m
mer amorf,
mpleks. Poli
ropena. Ad
maril alkohol
ga jenis fe
n hidrogen m
ence et al. 19
11
memanjang,
, galaktosa,
as terdapat
dari segi
daun lebar
merupakan
bercabang
imer lignin
da 3 jenis
l, koniferil
enilpropena
membentuk
992).
-
12
Secara khas ada perbedaan antara lignin kayu daun jarum dengan lignin
kayu daun lebar baik dari segi kuantitatif maupun kualitatif. Kandungan lignin
pada kayu daun jarum relatif lebih tinggi dibanding pada kayu daun lebar. Dari
segi struktur, lignin kayu daun jarum hanya disusun oleh koniferil alkohol saja,
sedangkan lignin kayu daun lebar disusun oleh koniferil alkohol dan sinapil
alkohol dengan perbandingan tertentu (Safii 2001). Sedangkan kandungan lignin
pada bambu memiliki lignin sisa dalam pulp yang relatif lebih rendah, sehingga
memiliki pengaruh yang relatif baik terhadap warna maupun sifat fisis pulp
(Wardoyo 2001).
2.1.2. Potensi Limbah Kayu
Limbah kayu dapat menghasilkan arang dan cuka kayu yang dapat
digunakan maupun dijual untuk menambah pendapatan masyarakat. Beberapa
sumber selulosa, hemiselulosa dan lignin yang telah banyak dikenal antara lain
serat kapas, batang kayu daun jarum, batang kayu daun lebar, bagase dan jerami
gandum dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Kandungan selulosa. hemiselulosa dan lignin untuk beberapa jenis limbah biomassa (% b/b)
Jenis limbah biomassa Kandungan (% b/b)
Selolusa Hemiselulosa Lignin
Serat kapas 90 - - Batang kayu daun jarum 40 -50 20 -40 18 -25 Batang kayu daun lebar 45 -50 25 -35 25 -35 Bagase 25 -40 25 -50 13 -30 Jerami gandum 40 29.2 19.8
Sumber : Bintoro (1996)
Penelitian yang dilakukan oleh tim CIFOR di Malinau, Kalimantan Timur
(Iskandar et al. 2005) menunjukkan potensi limbah kayu sangat tinggi dari
kegiatan pembalakan, yaitu sebesar 781 m3/km panjang jalan logging baru,
dengan 340 m3/km (51%) merupakan limbah kayu dari kategori batang tinggal
serta 141 m3 (18%) merupakan kategori pohon mati tegak. Selain itu, untuk setiap
TPn (Tempat penumpukan kayu sementara) yang dibuka rata-rata menghasilkan
limbah kayu sebesar 207 m3/ha, meliputi sebesar 101 m3 (49%) merupakan
-
13
limbah kayu dari kategori batang tinggal dan 43 m3 (21%) dari kategori pohon
mati tegak. Total potensi limbah kayu di kedua lokasi tersebut sebesar 99%.
Pengolahan kayu jati (Tectona grandis) di Pulau Jawa menjadi produk
kayu gergajian, kayu konstruksi, mebel dan olahan lainnya oleh sebagian industri
cukup banyak menyisakan limbah. Penggunaan limbah kayu jati sampai saat ini
masih terbatas untuk bahan bakar sehingga perlu dicari kemungkinan penggunaan
lainnya. Peningkatan nilai ekonomis pemanfaatan limbah kayu jati dapat
dilakukan dengan mengolahnya menjadi arang aktif. Industri arang aktif sangat
diperlukan karena dapat mengabsorbsi bau, warna, gas dan logam. Pada umumnya
arang aktif digunakan sebagai bahan penyerap dan penjernih. Disamping itu
kebutuhan Indonesia akan arang aktif untuk bidang industri masih relatif tinggi
disebabkan semakin meluasnya pemakaian arang aktif pada sektor industri. Pada
tahun 2000, impor arang aktif sebesar 2.770.573 kg berasal dari negara Jepang,
Hongkong, Korea, Taiwan, Cina, Singapura, Philipina, Sri Lanka, Malaysia,
Australia, Amerika Serikat, Kanada, Inggris, Jerman, Denmark, dan Italia
(Anonim 2001b). Salah satu alternatif yang dapat dimanfaatkan untuk mengurangi
ketergantungan terhadap impor arang aktif dan meningkatkan produksi arang
aktif di Indonesia dengan memproses limbah pengolahan kayu menjadi arang aktif
yang dapat memberikan nilai tambah lebih tinggi (Hendra 1992).
Kayu pinus terdapat lebih dari 20 jenis dengan nama spesies yang berbeda.
Pertumbuhan kayu pinus terdapat di Asia Tenggara meliputi Kamboja, Vietnam,
Malaysia, Philipina, Myanmar dan Laos. Di Indonesia, pohon pinus terdapat di
Pulau Sumatera antara Gunung Kerinci dan Gunung Talang. Pohon pinus bisa
mencapai ketinggian 25-45 m dengan diameter hingga 3 meter. Kayu pinus ini
berwarna coklat kemerahan dan densitas 565-750 kg/m3. Menurut Komarayati et
al. (2004), limbah kayu pinus yang berupa serasah dan kulit kayu pinus tidak
dapat dimanfaatkan secara maksimal. Serasah pinus dibiarkan di dasar hutan dan
kulit kayu pinus hanya digunakan sebagai bahan bakar.
2.2. Potensi Limbah Bambu
Indonesia memiliki 125 spesies bambu, 39 spesies diantaranya sudah
terindentifikasi dan 11 species tergolong komersial (Supriadi 2001). Penggunaan
-
14
bambu di Indonesia dapat digolongkan pada pengguna tradisional, yaitu petani,
masyarakat pedesaan, pengerajin pada upacara keagamaan/kebudayaan. Pada
industri digunakan di industri kertas, supit (chop-stick), penyangga bunga (flower
stick), papan semen bambu (askaboard) dan pengalengan bambu. Pada masa
mendatang tidak tertutup kemungkinan berdiri industri bambu lapis (ply bamboo).
lantai bambu (flooring). papan partikel bambu (bamboo particle board) dan arang
aktif (Supriadi 2001).
Pemanfaatan bambu menjadi bahan baku pulp dan kertas di Indonesia telah
diterapkan pada industri kertas di Daerah Gowa dan Banyuwangi. Namun karena
kendala bahan baku, maka industri kertas tersebut lebih banyak menggunakan
bahan baku lain (Krisdianto et al. 2000). Bambu lapis dapat digunakan sebagai
bahan bangunan, antara lain untuk plafon, daun pintu dan dinding penyekat
(Anonim 2001a).
Sifat tumbuh bambu yang cepat memberi peluang untuk menggeser
penggunaan bahan baku industri arang aktif yang menggunakan kayu. Selain itu
banyaknya jenis bambu akan lebih memudahkan pemilihan jenis bambu yang
sesuai dengan bahan baku untuk industri tersebut. Diperkirakan terdapat 1200
jenis bambu di dunia dan 10% diantaranya diketahui tumbuh di Indonesia. Jenis
bambu yang sering ditanam di Pulau Jawa adalah bambu andong, bambu betung,
bambu tali dan bambu ater. Bambu dapat tumbuh mulai dari dataran rendah
sampai ke daerah pengunungan pada ketinggian 900 m dpl. Umur tumbuh bambu
berkisar sekitar 5 -12 tahun, akan tetapi penebangan bambu pada umumnya pada
umur sekitar 3 tahun.
Produksi bambu yang dikelola dengan baik menghasilkan bambu sebanyak
9000 kg per ha/thn. Jumlah produksi bambu ini jauh lebih cepat dan lebih banyak
apabila dibandingkan dengan produksi kayu dari hutan alam atau hutan tanaman
industri. Sebagai gambaran produksi kayu bakau dan karet setelah umur pohon 30
tahun berjumlah rata-rata 10.27 m3 atau 8.300 kg dari areal tanah 1 ha (Nurhayati
1990).
-
15
2.2.1. Komponen Kimia Bambu
Sifat komponen kimia jenis bambu dan kayu sebagaimana disajikan pada
Tabel 2 menunjukkan bahwa kadar selulosa, lignin dan hemiselulosa berada
dalam kisaran komponen kimia kelompok kayu berdaun jarum dan kayu berdaun
lebar. Komponen kimia ini merupakan komponen yang berperan pada proses
pembuatan asap cair berkadar rendah.
Tabel 2 Komponen kimia lima jenis bambu dan kayu (%) Jenis Bambu dan Kayu Lignin Selulosa Pentosan Abu
Tali (Gigantochloa apus) 25.8 54.7 19.1 2.9
Ulet (Gigantochloa.Sp) 26.8 54.9 - 2.0
Andong(Gigantochloa pseudoarundinaceae) 28.0 53.8 - 3.2
Betung (Dendrocalamus asper) 25.6 55.4 - 3.8
Ampel (Bambusa vulgaris) 28.2 50.8 - 4.3
Kayu daun jarum x) 26-39 38-40 7-14 0.89-1
Kayu daun lebar x) 23-30 40-45 19-26 1-6 x) Sumber : Syahri (1988)
Seperti halnya kayu, berat jenis bambu menunjukkan variasi mulai dari
rendah, sedang sampai tinggi. Diameter bambu bervariasi antara 4-13 cm,
sedangkan tebal bambu berkisar antara 1-3 cm (Tabel 3). Berdasarkan diameter
dan tebal diantara jenis-jenis bambu yang tumbuh di Pulau Jawa berprospek baik
digunakan untuk pembuatan asap cair adalah bambu tali, andong dan betung.
Tabel 3 Sifat fisik empat jenis bambu
Jenis Bambu Berat Jenis (g/ml)
Diameter (cm)
Tebal (cm)
Andong (Gigantochloa pseudoarundinaceae) 0.42 -0.51 10 -13 1.5-3.6
Ater ( Gigantochloa atter) 0.61 -0.74 4 -6 1 -2
Betung (Dendrocalamus asper) 0.67 -0.72 5.5 -12 1.5 2
Tali ( Gigantochloa apus) 0.37 -0.45 5 -7 1 -1.5
Sumber : Nurhayati (2000a)
2.3. Mekanisme Proses Pirolisis
Pirolisis merupakan proses dekomposisi bahan-bahan yang mengandung
karbon (C), baik yang berasal dari tumbuhan, hewan maupun tambang
-
16
menghasilkan arang dan asap yang dapat dikondensasi menjadi destilat (asap cair)
(Paris et al. 2005). Proses pirolisis terdiri dua tingkat yaitu pirolisis primer dan
sekunder. Pirolisis primer adalah proses prolisis yang terjadi pada suhu 150-300C
(proses lambat), dan pada suhu 300-400C (proses cepat). Hasil dari proses
lambat adalah arang, H2O, CO,dan CO2. Sedangkan hasil pirolisis cepat adalah
arang, berbagai gas, dan H2. Sedangkan pirolisis sekunder adalah proses pirolisis
yang terjadi pada gas hasil dan terjadi pada suhu lebih dari 600C dan hasil
pirolisis CO, H2, dan hidrokarbon. Umumnya proses sekunder ini digunakan
untuk gasifikasi. Proses pirolisis adalah proses pembakaran yang dilakukan
dengan penambahan bahan biomassa dengan sedikit oksigen, agar dihasilkan
produk asap cair, arang, ter dan bahan kimia. Dekomposisi pirolisis kayu dengan
adanya udara dalam suhu akhir menghasilkan tiga kelompok (Fengel 1983), yaitu
komponen padat (arang), senyawa-senyawa yang mudah menguap dan gas yang
mudah menguap. Cairan pirolisis merupakan campuran kompleks senyawa alifatik
dan aromatik. Proses pirolisis melibatkan berbagai proses reaksi yaitu
dekomposisi, oksidasi, polimerisasi. dan kondensasi. Reaksi-reaksi yang terjadi
selama pirolisis kayu adalah penghilangan air dari kayu pada suhu 120-150C,
pirolisis hemiselulosa pada suhu 200-250C, pirolisis selulosa pada suhu 280-
320C dan pirolisis lignin pada suhu 400C (Girard 1992). Pirolisis pada suhu
400C ini menghasilkan senyawa yang mempunyai kualitas asap cair yang tinggi
dan pada suhu lebih tinggi lagi akan terjadi reaksi kondensasi pembentukan
senyawa baru dan oksidasi produk kondensasi diikuti kenaikan jumlah ter dan
hidrokarbon polisiklis aromatis (Girrard 1992; Maga 1988)
Penggunaan teknologi pirolisis untuk menghasilkan sumber energi
hidrokarbon alternatif telah dikembangkan (Fatimah & Nugraha 2005). Dari hasil
pirolisis ini kemudian dapat dilakukan konversi produk salah satunya untuk
kepentingan sintesis bahan pengganti minyak bumi atau bahan obat-obatan.
Secara bertahap, pirolisis kayu akan mengalami penguraian yaitu (i) hemiselulosa
terdegradasi pada 200-260oC, (ii) selulosa pada 240-350oC, dan (iii) lignin pada
280-500oC. Degradasi termal dapat dilakukan dengan adanya pelarut dalam
jumlah rendah sehingga reaksi berjalan lebih cepat (Sjostrom 1995).
-
17
Proses pirolisis untuk pembentukan asap cair dan arang (Jannsen et al. 2004),
dimulai saat kayu yang dibakar mengalami penguraian yang sangat kompleks
(daerah 1), dimana senyawa kimia kayu yang di identifikasi sifat fisik dan kimia
akibat perpindahan massa dan panas kemudian terjadi penguapan (evaporation)
(daerah 2), yang menyebabkan titik didih air menguap pada suhu dekomposisi
antara 200-250C (daerah 3), mengalami pirolisis (daerah 4 ), lapisan arang
(daerah 5), lapisan awal permukaan (daerah 6) dan nyala api (daerah 7).
Perpindahan panas dan massa dalam proses pirolisis serbuk kayu dapat dilihat
pada Gambar 5.
Gambar 5 Perpindahan panas dan massa dalam pirolisis serbuk kayu
(Jannsen et al. 2004).
2.3. Asap Cair
Asap cair pertama kali diproduksi pada tahun 1980 oleh sebuah pabrik
farmasi di Kansas City, yang dikembangkan dengan metode kasar destilasi kering
dari bahan kayu (Pszczola 1995). Asap cair merupakan campuran larutan dan
dispersi koloid dari uap asap kayu dalam air yang diperoleh dari hasil pirolisis
kayu atau dibuat dari campuran senyawa murni (Maga 1988). Asap diproduksi
dengan cara pembakaran yang tidak sempurna yang melibatkan reaksi
dekomposisi konstituen polimer menjadi senyawa organik dengan berat molekul
rendah yang diakibatkan oleh panas. Reaksi yang terjadi adalah oksidasi,
polimerisasi dan kondensasi (Girrard 1992). Proporsi partikel padatan dan cairan
dalam medium gas menentukan kepadatan gas. Selain itu asap juga memberikan
atribut warna dan flavor pada medium pendispersi gas.
-
18
2.4.1. Komposisi Asap cair
Senyawa kimia yang terdapat dalam asap jumlahnya lebih dari 1000 jenis,
300 senyawa kimia diantaranya dapat diisolasi dan yang sudah berhasil dideteksi.
Berbagai jenis senyawa dijumpai pada kondensat asap cair antara lain fenol (85),
karbonil, keton dan aldehid (45), asam (35), furan (4), alkohol dan ester (15),
lakton (13), hidrokarbon alifatik (1) dan seterusnya (Girard 1992). Komposisi
kimia asap cair seperti fenol, asam, karbonil dan ter, dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4 Komposisi kimia asap cair
Komposisi kimia Kandungan (%) Air 11-92 Fenol 0.2 -2.9 Asam 2.8 -4.5 Karbonil 2.6 -4.6 Ter 1 -17
Sumber : Maga (1988)
Menurut Zaitsev et al. (1969), asap mengandung beberapa zat antimikroba,
antara lain :
a. Asam dan turunannya : format, asetat, butirat, propionat, dan metil ester.
b. Alkohol : metil, etil, propil, alkil, dan isobutil alkohol
c. Aldehid : formaldehid, asetaldehid, furfural, dan metil furfural.
d. Hidrokarbon : xylene, cumene, dan simene.
e. Keton : aseton, metil etil keton, metil propil keton, dan etil propil keton.
f. Fenol.
g. Piridin dan metil piridin.
Menurut Harris & Kannas (1989), komponen asap dibagi menjadi 4
kelompok berdasarkan pengaruhnya terhadap nilai gizi produk yang diasap. antara
lain :
a. Zat yang melindungi penyusun kandungan gizi bahan yang diasap.
b. Komponen yang tidak menunjukkan aktivitas dari segi nilai gizi.
c. Senyawa yang berinteraksi dengan komponen bahan pangan dan menurunkan
nilai gizi produk yang diasap.
d. Komponen yang beracun.
-
19
Asap memiliki kemampuan untuk mengawetkan bahan makanan karena
adanya senyawa asam, fenolat dan karbonil. Darmadji et al. (1996) menyatakan
bahwa pirolisis tempurung kelapa menghasilkan asap cair dengan kandungan
senyawa fenol sebesar 4.13%, karbonil 11.3%, dan asam 10.2%. Amerika
Serikat merupakan salah satu negara pengolah daging menggunakan asap cair
yang telah mengalami pengendapan dan penyaringan untuk memisahkan senyawa
ter. Asap cair memiliki aroma dan rasa spesifik. juga memiliki daya bunuh
terhadap mikroba serta sifat antioksidan yang berpengaruh terhadap keawetan
produk.
Tranggono et al. (1997) mendapatkan tujuh jenis komponen kimia utama
dalam asap cair tempurung kelapa, yaitu senyawaan fenolik, 2 metoksifenol, 2-
metoksi-4-metilfenol, 4-etil-2-metoksifenol, 2.6 dimetoksifenol, 2.5-
dimetoksifenol, dan 3-metil-1.2-siklopentadion yang larut dalam eter. Sementara
Yulistiani (1997) mendapatkan kandungan senyawa fenolik dalam asap cair
tempurung kelapa sebesar 1.28%. Menurut Nurhayati (2000a), hasil destilasi
kering 4 jenis kayu (karet, bakau, tusam dan jati) menunjukkan kadar asap cair
tertinggi terdapat pada kayu karet sebesar 98.60%, sedangkan yang terendah pada
kayu bakau sebesar 59.33%. Komponen fenol tertinggi (3.24%) diperoleh dari
kayu tusam, kadar asam asetat tertinggi (6.33%) dari kayu bakau, dan kadar
alkohol tertinggi (2.94%) dari kayu jati.
Destilasi kering kayu adalah proses perlakuan panas terhadap kayu pada
suhu tinggi tanpa udara atau dengan udara terbatas, sehingga kayu tersebut akan
terurai menjadi komponen kimia yang mempunyai nilai komersial. Dalam proses
destilasi kering dapat dihasilkan cairan piroligneous, ter, gas dan sisanya adalah
arang. Cairan piroligneous mengandung asam-asam kayu, metanol dan ter
(Griffoen 1950). Cairan piroligneous dapat digunakan sebagai bahan pengawet
dan untuk menghilangkan bau pada ikan dan daging. Rendemen ter yang terendah
adalah 5.37% diperoleh dari kayu blahui (Bichoffia javanica ) dan tertinggi
11.74% pada kayu garu (Dysoxylum densiflorum). Faktor utama yang dapat
mempengaruhi tinggi rendahnya rendemen ter antara lain zat ekstraktif kayu,
lignin dan kecepatan proses (Komarayati et al. 1997).
-
20
Asap cair dari akar kayu Erythrina latissima mengandung beberapa senyawa
alkaloid, stilbenoid, lignan, dan flavonoid. Asap cair dari kayu Erythrina latissima
mengandung beberapa flavonoid yang bersifat antimikrobial (Chacha et al. 2005).
Kandungan fraksi cair dari partikel pohon kayu Beech (0.425 nm) melalui proses
pirolisis dengan larutan alkali (30% Na2CO3) dan non alkali tertera pada Tabel 5.
Tabel 5 Hasil analisis senyawa kimia fraksi cair dari partikel pohon kayu
Beech (0.425 nm) melalui pirolisis larutan alkali (30% Na2CO3) dan non alkali
Senyawa Larutan non alkali
(suhu 735 K) Larutan alkali (suhu 800 K)
Asetaldehida Metanol Aseton Metil asetat Guaiakol 4-Metil-guaiakol 2-Butanon Asam asetat 1-Hidroksi-2-propanon 1-Hidroksi-2-butanon Furfural Furfuralik alkohol 2,6 Dimetoksi fenol 3-Metil-2,6-dimetoksi fenol Tidak teridentifikasi
0.95 0.44 0.71 0.46 0.42 0.44 0.27
14.26 12.63
5.73 1.73 1.69 0.74 0.62
52.92
1.42 8.65 1.18 0.55 0.34 0.32 0.68
18.37 13.88 5.98 1.95 2.06 1.08 0.86
42.28 Sumber : Demirbas (2005)
Berdasarkan data Tabel 5, terlihat bahwa pada proses pirolisis kayu baik
dengan larutan alkali maupun non alkali diperoleh komponen kimia terbanyak,
yaitu asam asetat dan 1-hidroksi 2-propanon. Asap mengandung sejumlah besar
senyawa yang terbentuk oleh pirolisis konstituen dari kayu seperti selulosa,
hemiselulosa dan lignin, hasil olahan hewani seperti tulang, darah dan sebagainya
(Djatmiko et al. 1985). Senyawa yang sangat berperan sebagai antimikrobial
adalah senyawa fenol dan asam asetat dan peranannya semakin meningkat apabila
kedua senyawa tersebut ada bersama-sama (Darmadji 1995). Rasa dan aroma khas
produk pengasapan terutama karena adanya senyawa fenol (guaiakol, 4metil
guaiakol dan 2.6 dimetoksi fenol) dan senyawa karbonil. Pada asap cair yang
dihasilkan sampah organik (Gani 2007), selain diidentifikasi terdapat senyawa
-
21
asam organik. juga diketahui adanya senyawa golongan lakton. Oleh karena itu.
asap cair selain dapat digunakan sebagai pengawet juga mempunyai potensi
sebagai pestisida. Dalam rangka mengevaluasi standar kualitas asap cair kayu
(Tabel 6), dilakukan dengan menganalisis pH, berat jenis, keasaman, kadar asam
organik, kadar ter terlarut, warna, bau dan transparansi mengikuti Standar Jepang.
Tabel 6 Standar kualitas asap cair (cuka) kayu di Jepang (Japan Wood Vinegar Association 2001)
Parameter Cuka kayu
Destilat cuka kayu
pH 1.5 ~ 3.7 1.5 ~ 3.7 Berat jenis > 1.005 > 1.001 Kadar asam organik 1 ~ 18 % 1 ~ 18 % Warna Kuning
Merah muda Coklat Coklat kemerahan
Tanpa warna Kuning muda Merah muda Coklat
Transparansi Transparan Transparan Zat floating Bukan zat floating Bukan zat floating
Sumber : Nurhayati et al. (2005)
Menurut Nurhayati (2000b), asap cair dapat digunakan sebagai pestisida
karena umumnya mengandung senyawa toksik terutama golongan lakton.
Narasimham et al. (2005) telah menemukan dua senyawa turunan lakton, yaitu
Salanobutirolakton dan desasetilsalanobutirolakton yang aktif sebagai antifeedant.
Disamping, juga melaporkan senyawa turunan lakton, yaitu gamma butirolakton
yang berperan sebagai insektisida antifeedant.
Adapun komponen-komponen penyusun asap cair meliputi :
1. Senyawa-senyawa fenol
Senyawa fenol berperan sebagai antioksidan sehingga dapat memperpanjang
masa simpan produk asapan. Kandungan senyawa fenol dalam asap sangat
tergantung pada suhu pirolisis kayu. Menurut Girard (1992), kuantitas fenol pada
kayu sangat bervariasi yaitu antara 10-200 mg/kg. Beberapa jenis fenol yang
biasanya terdapat dalam produk asapan adalah guaiakol dan siringol. Senyawa-
senyawa fenol yang terdapat dalam asap kayu umumnya hidrokarbon aromatik
yang tersusun dari cincin benzena dengan sejumlah gugus hidroksil yang terikat.
-
22
Senyawa-senyawa fenol ini juga dapat mengikat gugus-gugus lain seperti aldehid,
keton, asam dan ester (Maga 1988).
2. Senyawa-senyawa karbonil
Senyawa-senyawa karbonil dalam asap memiliki peranan pada pewarnaan dan
citarasa produk asapan. Golongan senyawa ini mepunyai aroma seperti aroma
karamel yang unik. Jenis senyawa karbonil yang terdapat dalam asap cair antara
lain adalah vanilin dan siringaldehida.
3. Senyawa-senyawa asam
Senyawa-senyawa asam mempunyai peranan sebagai antibakteri dan
membentuk cita rasa produk asapan. Senyawa asam ini antara lain adalah asam
asetat, propionat, butirat dan valerat.
4. Senyawa hidrokarbon polisiklis aromatis
Senyawa hidrokarbon polisiklis aromatis (HPA) dapat terbentuk pada proses
pirolisis kayu. Senyawa hidrokarbon aromatik seperti benzo(a)pirena merupakan
senyawa yang memiliki pengaruh buruk karena bersifat karsinogen (Girard 1992).
Menurut Girard (1992), pembentukan berbagai senyawa HPA selama pembuatan
asap tergantung dari beberapa hal, seperti suhu pirolisis, waktu dan kelembaban
udara pada proses pembuatan asap serta kandungan udara dalam kayu. Semua
proses yang menyebabkan terpisahnya partikel-partikel besar dari asap akan
menurunkan kadar benzo(a)pirena. Proses tersebut antara lain dilakukan dengan
pengendapan dan penyaringan.
5. Senyawa benzo(a)pirena
Senyawa benzo(a)pirena mempunyai titik didih 310C dan dapat
menyebabkan kanker kulit jika dioleskan langsung pada permukaan kulit. Akan
tetapi proses yang terjadi memerlukan waktu yang lama.
2.4.2. Sifat Fisik Penyusun Asap Cair
Senyawa-senyawa penyusun asap cair mempunyai sifat fisik yang berbeda
misalnya titik didih, titik leleh dan densitas. Sifat fisik asap cair dengan berat
molekul dan strukur kimia tersebut dapat dilihat pada Tabel 7.
-
23
Tabel 7 Sifat fisika asap cair No Senyawa BM
(g/mol) Td ( C)
Tl ( C)
p (g/ml)
Struktur Kimia Pustaka
1. Fenol 154.26 202 201
38 - C10H8O Lou et al. 2010
2. Formaldehid atau Metanal
30.05 -21 -92 0.815 H-CHO Zaisev et al.1969
3. Asam asetat 60.5 117.9 16.6 1.0492 CH3COOH Lv et al. 2010 4. Metil asetat
atau metil asam glikolat
90.4 203.9 - 1.1768 CH3OCH2CO2H
Demirbas 2005
5 Furan 68.08 31.4 -85.6 0.9514 C4H40 Lou et al. 2010 6 Guaiakol 124.15 206 32 1.1287 2-
CH3OC6H4OH Lima et al.2010
7. Sinapil alkohol (4 metil guaiakol)
210.23 66.7 - 3.5-(CH3O)2-4-HC6H5-CH=CH -CH2OH
Demirbas 2005
8 Asetaldehid 44.05 20.8 -121 0.7834 CH3COH Demirbas 2005
9 Piridin 79.10 115.5 -42 0.9810 C5H5N Ratanapisit et al. 2010
10 2 Metil Piridin
93.13 128.8 -66.8 0.9443 2-CH3 (C5H4) Zaisev et al.1969
11 Furfural atau Furaldehida
96.09 161.7 -38.7 1.1594 (OC4H3) CHO Ratanapisit et al. 2010
12 5-Metil Furfural
110.11 187.8 - 1.1072 5-CH2 (C4H2O) Zaisev et al.1969
13 Metanol atau metil alkohol
32.04 65.2 -93.9 0.7914 CH3OH Ratanapisit et al. 2010
14 Aseton 58.08 56.2 -95.4 0.7899 CH3COCH3 Ratanapisit et al. 2010
15 Metil etil keton
72.12 79.6 -86.3 0.8054 CH3CH2COCH3
Zaisev et al.1969
16 Furfuril alkohol
98.10 171 - 1.1296 2-(C4H3O)CH2OH
Demirbas 2005
17 2-Etil Fenol 122.7 207.8 < -18 1.0371 2 C2H5C6H4OH Luditama 2007 18 3-Etil Fenol 122.7 207.8 < -18 1.0371 3 C2H5C6H4OH Luditama 2007
19 4-Etil Fenol 122.7 220 47-8 1.0371 4 C2H5C6H4OH Luditama 2007
20 Asam
Propanoat 74.08 141.4 -20.8 0.9930 CH3CH2COOH Ratanapisit et al.
2010 21 Asam
isovalerat 102.13 186.8 -33.8 0.9391 CH3(CH2)2CO2
H Imamura et al . 2005
22 2 Vanilin 152.15 285.2 77-9 1.056 4 HO-3CH3O-C6H3CHO
Imamura et al. 2005
23 Asam metanoat
46.03 100.7 8.4 1.220 HCO2H Imamura et al. 2005
24 3.4 Benzopirena
252.3 310-312 176.5 - C20H12 Imamura et al .2005
25 4 metil katekol
124.14 241.1 68 - 4 CH3C6H3(OH)2 Gani 2007
-
24
Tabel 7 Sifat fisika asap cair (Lanjutan no.26- 50). No Senyawa BM
(g/mol) Td
(C) Tl
(C) p
(g/ml) Struktur kimia Pustaka
26 3 Metoksi piridin
109.13 142.3 - - 3 CH3O(C5H4N)
Gani 2007
27 2 Furanon tetrahidro
86.09 206.9 -42 1.1286 C4H6O3 Gani 2007
28 9 Oktadekanoat 282.47 288 45 0.8734 CH3(CH2)7CH=CH(CH2)7CO2H
Gani 2007
29 2 metoksi-4 propfenil (cis) Fenol
164.21 134.5 - 1.0837 2 CH3O-4-(CH3CH=CH)C6H3OH
Steinbeis et al .2005
30 2.3 dimetoksi fenol
154.17 232-4 - 1.5392 2.3 (CH3O)2C5H3OH Gani 2007
31 3 Xylenol 123.17 218.9 75 1.5420 2.3 (CH3)2C5H3OH Gani 2007 32 1.1 dimetil
hidrazin 60.11 63 - 0.7914 (CH3)2NNH2 Gani 2007
33 2.3 dihidro benzopiren
120.16 188-9.8
-21.5 1.0576 C8H8O Gani 2007
34 Koumarin 146.15 301.7 71 0.935 C9H6O2 Gani 2007 35 2 Asam
Butanoat 84.08 204 78 0.964 CH3C=CHCO2H Gani 2007
36 Metil Butirat 102.13 102.3 -84.8 0.8984 C3H7CO2CH3 Gani 2007 37 Asam heptanoat 130.19 233.1
16-7.5 0.9200 CH3(CH2)5CO2H Gani 2007
38 -Butirolakton 86.09 206.9 -42 1.1286 CH3CH2CH2CO
Gani 2007
39 2 Metilena -butirolakton
98.10 85.6 - 1.1206 CH2CHC=CH2CO Gani 2007
40 o-Kresol 108.15 191.1 30.9 1.0273 2 CH3C6H4OH Lou et al. 2010
41 m-Kresol 108.15 202.2 11.6 1.0336 3 CH3C6H4OH Ratanapisit et al 2010
42 Isoamil butirat 128.17 133.5 - - (CH3)2CHCO2CH2CH=CH2
Gani 2007
43 Asam oleat 282.42 286 16.3 0.8935 CH3(CH2)7CH=CH(CH2)7CO2H
Gani 2007
44 Isobutil alkohol 74.12 108.1 - 0.8018 (CH3)2CHCH3OH Zaisev et al .1969
45 2 Furan karboksilat
112.09 230-2 133-4 - 2 (C4H3O)CO2H Gani 2007
46 Katekol 110.11 245 105 1.1493 2 HOC6H4OH Gani 2007 47 3 metil
sikloheksnon 112.17 169 - 0.9155 3 CH3 (C6H9O) Gani 2007
48 Siklodekanon 154.25 106.7 28 0.9654 C10H18O Gani 2007 49 Siringol 223.21 - 80.1 - C11H12O5 Lou et al. 2010 50. 2 Butanon 72.12 79.6 -86.3 0.8054 CH3CH2COCH3 Maga 1988
Sumber : Weast (1985)
-
25
2.4.3. Aplikasi Asap cair dan Ter
Secara umum asap cair digunakan untuk menggantikan pengasapan
tradisional dan sudah diproduksi secara komersial. Komponen asap terutama
berfungsi untuk memberi cita rasa dan warna yang diinginkan pada produk
asapan, dan berperan dalam pengawetan dengan bertindak sebagai antibakteri dan
antioksidan (Wulandari et al. 1999). Asap diketahui memiliki sifat antioksidan
dan antimikroba disamping sifat-sifat lain misalnya mengubah tekstur pada
produk olahan (daging, ikan) dan mengubah kualitas nutrisi pada produk olahan
(Maga 1988). Sifat antioksidan dan antimikroba terutama diperoleh dari senyawa-
senyawa fenol yang merupakan salah satu komponen aktif dalam asap selain
karbonil, keton, aldehid, asam-asam, lakton, alkohol, furan dan ester. Antioksidan
adalah zat yang dapat menunda atau memperlambat kecepatan oksidasi terhadap
zat-zat yang dapat mengalami autooksidasi (Daun 1979). Fenol juga memiliki
sifat sebagai pembentuk cita rasa pada produk pengasapan. Senyawa golongan
fenol yang terdapat pada asap merupakan hasil peruraian termal dari komponen
lignin dalam kayu (Girrard 1992).
Asap cair telah banyak diaplikasikan pada pengolahan diantaranya pada
daging dan hasil ternak, daging olahan, keju dan keju oles. Asap cair juga
digunakan untuk menambah cita rasa asap pada saus, sup, sayuran kaleng, bumbu
dan campuran rempah-rempah. Aplikasi baru asap cair adalah untuk menambah
cita rasa pada makanan rendah lemak (Pszczola 1995). Pada aplikasi tersebut
perlu diperhatikan warna produk yang dihasilkan, karena ada beberapa produk
yang menghendaki warna coklat, sementara beberapa produk lainnya tidak
menghendaki terbentuknya warna kecoklatan (Yuwanti et al. 1999). asap cair dari
tempurung kelapa sebagai desinfektan untuk memperpanjang umur simpan buah
pisang ambon (Wastomo 2006), asap cair dari tempurung kelapa untuk
mengawetkan mie (Gumanti 2006), untuk pembuatan tahu asap (Damayanti
2002), asap cairnya sebagai pestisida, herbisida dan fungisida yang diaplikasikan
untuk tanaman pertanian (Steiner 2007). Pengasapan secara pirolisis dapat
digunakan sebagai penghasil beberapa produk di antaranya sebagai pengawet
kayu, meat browning, pengharum makanan, adhesives, atau komponen kimia
spesifik (Czernik 2004).
-
26
Asap cair memiliki banyak manfaat dan telah digunakan pada berbagai
industri antara lain (Setiadji 2000) :
1. Industri Pangan
Asap cair ini mempunyai kegunaan yang sangat besar sebagai pemberi rasa
dan aroma yang spesifik juga sebagai bahan pengawet karena sifat antimikrobia
dan antioksidannya. Dengan tersedianya asap cair maka proses pengasapan
tradisional dengan menggunakan asap secara langsung yang mengandung banyak
kelemahan seperti pencemaran lingkungan, proses tidak dapat dikendalikan,
kualitas yang tidak konsisten serta timbulnya bahaya kebakaran, yang semuanya
tersebut dapat dihindari. Selain itu dapat pula digunakan untuk prosesing makanan
seperti tahu, mie basah, bakso dan lain-lain
Ikan asap adalah ikan yang diawetkan dengan panas dan asap yang dihasilkan
dari pembakaran kayu keras. Asap mengandung senyawa fenol dan formaldehida,
masing-masing bersifat bakterisida (membunuh bakteri). Kombinasi kedua
senyawa tersebut juga bersifat fungisida (membunuh kapang). Kedua senyawa
membentuk lapisan mengkilat pada permukaan ikan. Panas pembakaran juga
membunuh mikroba dan menurunkan kadar air ikan. Pada kadar air rendah bahan
lebih sulit dirusak oleh mikroba. Asap juga mengandung uap air, asam formiat,
asam asetat, keton, alkohol dan karbondioksida. Rasa dan aroma khas ikan asap
terutama disebabkan oleh senyawa fenol (Tarwiyah 2001). Formulasi antara asap
cair tongkol jagung dan kayu pinus pada beberapa ikan yang diolah menjadi ikan
asap seperti ikan pari, ikan mayung dan ikan tongkol dapat menghilang
benzopirena (Swastawati 2007).
2. Industri Perkebunan
Asap cair dapat digunakan sebagai koagulan lateks. Asap cair memiliki sifat
fungsional misalnya antijamur, antibakteri dan antioksidan. Sifat tersebut dapat
memperbaiki kualitas produk karet yang dihasilkan.
3. Industri Kayu
Kayu yang diolesi dengan asap cair mempunyai ketahanan terhadap serangan
rayap daripada kayu yang tanpa diolesi asap cair yang diperoleh dari hasil
pembakaran kayu.
-
27
Aplikasi ter kayu mempunyai peluang untuk dikembangkan sebagai bahan
pelunak (isoftener), campuran dalam pembuatan ban, desinfektan, bahan
pengawet kayu, dan bahan perekat (Hendra 1992). Jumlah minyak ter kayu (wood
tar oil ) yang di impor pada tahun 2008 sebanyak 2400 liter dengan nilai Rp.
60.3030.000,- Jumlah minyak ter kayu yang di impor pada tahun 2007 sebanyak
84 liter dengan nilai Rp. 3.360.000,-. Jumlah minyak ter kayu yang di impor pada
tahun 2005 sebanyak 3800 liter dengan nilai Rp. 165.457.000,-. Jumlah minyak
ter kayu yang diimpor pada tahun 2004 sebanyak 700 kg dengan nilai Rp
526.857.000,-. Jumlah minyak ter kayu yang diimpor pada tahun 2003 sebanyak
700 kg dengan nilai Rp. 2.058.000,- dan kayu jati sebanyak 502 m3 dengan nilai
Rp. 1.732.900,- (BPS 2003). Oleh karena itu maka kebutuhan jumlah minyak ter
kayu di Indonesia sangat tinggi, dengan manfaat ter sebagai bahan baku industri
penel kayu dan barang peledak (BPS 2008). Nilai ter kayu dalam banyaknya
impor di Indonesia antara tahun 2003-2008 dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6 Nilai ter kayu dalam banyaknya impor di Indonesia (BPS 2003-2008). Ter merupakan campuran kompleks senyawa organik yang dapat
dikategorikan ke dalam keton, furan, asam karboksilat dan alkohol. Senyawa
keton khususnya siklo pentanon dan siklo pentenon yang berasal dari dekomposisi
unit glukosa dan rekombinasi pada ikatan terbuka. Senyawa furan dihasilkan dari
mono, di dan polisakaraida (Sander & Goldsmith 2003). Komposisi ter yang
dihasilkan tergantung pada perbedaan suhu pirolisis dan jenis bahan baku.
Rp2,058.00
Rp526,857.00
Rp165,457.00
Rp3,360.00Rp60,303.00
2003 2004 2005 2007 2008
NilaiTerK
ayu
(Rpx10
00)
Tahun
-
28
2.4.4. Produksi Asap Cair
Asap cair merupakan hasil pembakaran yang tidak sempurna yang
melibatkan reaksi dekomposisi karena pengaruh panas, polimerisasi dan
kondensasi (Girard 1992). Menurut Tahir (1992), bahwa pirolisis menghasilkan
tiga macam senyawa yang dapat digolongkan sebagai berikut : 1) Gas-gas hasil
proses karbonisasi, sebagian besar berupa gas CO2 dan lainnya berupa gas-gas
yang mudah terbakar seperti CO, CH4, H2 dan hidrokarbon tingkat rendah, 2)
Destilat berupa asap cair dan ter. Komponen minor yaitu fenol, metil asetat, asam
format, asam butirat dan lain-lain, 3) Residu.
Kandungan selulosa, hemiselulosa dan lignin dalam kayu berbeda-beda
tergantung dari jenis kayu. Komponen dominan asap cair yang diproduksi
tergantung dari jenis bahan baku dan kondisi proses. Beberapa komponen hasil
asap cair dari berbagai bahan baku ditunjukkan pada Tabel 8.
Tabel 8 Produksi asap cair No Bahan
baku Metode / Skala
Kondisi proses Rendemen &
Komposisi
Referensi
1. Kayu karet Pirolisis / Lab
Suhu : 550 C Laju pemanasan 1.4C/menit. pH : 2.9-3.83
Rendemen 29.45% senyawa dominan : asam asetat
Ratanapisit et al. 2009.
2. Serbuk kayu pinus
Pirolisis / Lab
Suhu 600 C
Kadar H2 dan CO rendah. CH4 dan CO2 lebih rendah
Wang et al. 2009.
3. Kayu hibrida
Pirolisis/ Lab
Suhu:450-500 C Kadar C dan O2 sebesar 71% 21%.
Agblevor et al. 2010.
4. Bio-Oil Pirolisis / Lab
Suhu:100-200 C TGA, FTIR
CO dan H2 meningkat
Zhang et al. 2010.
5 Bambu Pirolisis Lab
Suhu 797 K Arang karbon, dan bahan bakar Fuel
Kantarelis et al. 2010.
6 Cairan hitam
Kertas Pirolisis / Lab
Suhu 800C. Laju pemanasan 20.30 dan 50C/menit
Ea turun dgn kenaikan dekomposisi
Zhao et al. 2010
7. Kayu Ampupu (Eucaliptus)
Pirolisis / Lab
Suhu:250-270 C Laju pemanasan 2-50 C/menit tekanan0.05 MPa
20 % kadar O2 biopitch. 2 % mineral
Rocha et al. 2002.
8 Kayu pinus
softwood Pirolisis / Lab
Suhu 460 C Laju pemanasan 5 C/menit
Produk asam asetat dan bio-Oil
Aho el al . 2008. .
-
29
2.5. Pemisahan Asap Cair
Proses pemisahan komponen asap cair bertujuan untuk menghasilkan
senyawa asam, karbonil, ester, fenol dan ter dengan kemurnian yang tinggi.
Suatu komponen kimia asap cair biasanya terdapat dalam bentuk cairan berupa
ekstrak dan destilat. Untuk itu perlu dilakukan pemisahan dengan metode
ekstraksi dan distilasi. Ada 2 metode pemisahan asap cair yang digunakan dalam
penelitian ini antara lain :
2.5.1. Ekstraksi
Ekstraksi merupakan salah satu proses pemisahan yang dilakukan untuk
memindahkan dan menghilangkan komponen terlarut dalam suatu cairan ke cairan
lainnya (Noor 2002). Pelarut merupakan cairan yang melarutkan zat padat, cairan
atau gas menghasilkan larutan. Pelarut tidak bereaksi secara kimia dengan
komponen terlarut. Pelarut dapat juga digunakan untuk mengektraksi komponen
terlarut dari campuran.
Heksana
Heksana merupakan hidrokarnbon alkanan dengan rumus kimia
CH3(CH2)4CH3 atau C6H14. Heksana mempunyai titik didih 69C, densitas 0.655
g/ml dan tetapan dielektrik 2.0. Nama lain dari heksana adalah n-heksana. Isomer
dari heksana pada umumnya tidak reaktif, sering digunakan sebagai pelarut lemah
pada reaksi organik karena heksana sangat non polar. Sifat beracun relatif rendah,
walaupun tergolong sebagai obat bius ringan (Achmadi 1994).
Etil Asetat
Etil asetat merupakan komponen organik dengan rumus CH3COOCH2CH3
atau C4H8O2. Etil asetat mempunyai nama lain diantaranya etil ester, asetat ester
dan ester etanol. Etil asetat berupa cairan bening yang mempunyai karakteristik
bau tidak sedap, mempunyai densitas 0.894 g/ml, titik didih 77C dan tetapan
dielektrik 6.0.
Etil asetat merupakan pelarut semi polar yang mempunyai sifat mudah
menguap, relatif tidak beracun, tidak higroskopis dan merupakan aseptor hidrogen
yang lemah. Etil asetat dapat dilarutkan lebih dari 3% solut dan mempunyai
-
30
solubilitas 8% dalam air pada temperatur ruang. Pada temperatur yang lebih tinggi
solubilitasnya pada air meningkat (Achmadi 1994).
Metanol
Metanol merupakan senyawa kimia dengan rumus kimia CH3OH dan alkohol
yang paling sederhana, ringan, mudah menguap, bening, mudah terbakar, cairan
dengan bau khusus yang sedang dan lebih manis daripada etanol. Metanol juga
dikenal sebagai metil alkohol, karbinol, alkohol kayu atau spiritus kayu. Metanol
mempunyai titik didih 65C, densitas 0.791 g/ml, bahan bakar dan pemecah untuk
etil alkohol (Achmadi 1994).
2.5.2 Distilasi
Distilasi merupakan metode yang digunakan untuk memisahkan komponen-
komponen yang ada di dalam suatu larutan yang tergantung pada distribusi
komponen tersebut antara fase uap dan fase cair. Semua komponen itu terdapat
dalam kedua fase tersebut. Fase uap terbentuk dari fase cair melalui penguapan
pada titik didihnya (Geankoplis 1983). Senyawa utama yang terkandung di dalam
ter yang merupakan hasil dari suatu proses distilasi adalah senyawa fenol yang
terdapat dalam jumlah yang sedikit terutama terdiri dari senyawa piridin dan
quinolin.
Lebih lanjut Gaenkoplis (1983) mengatakan bahwa syarat utama dalam
operasi pemisahan komponen-komponen dengan jalan distilasi yaitu komponen
uap haruslah berbeda dari komposisi cairan dengan terjadi kesetimbangan pada
titik didih cairan. Distilasi berhubungan dengan larutan-larutan dimana semua
komponen-komponen dapat menguap seperti pada larutan amonia-air atau etanol-
air yang keduanya berada dalam fase uap.
Menurut hasil penelitian Wang et al. (2009), senyawa asetol yang
ditambahkan pelarut organik dalam proses distilasi dapat meningkatkan
konsentrasi asam asetat 1-40%. Distilasi dari asap cair kayu karet (rubberwood)
dipisahkan dengan 3 fraksi dengan suhu di bawah 95C (DW1), 95-105C (DW2),
suhu sampai tidak ada destilat yang keluar (DW3) (Ratanapisit et al. 2009).
-
31
2.6. Kinetika Reaksi
Penggunaan kinetika dalam bidang pangan pada dasarnya merupakan
penerapan prinsip kinetika yang digunakan dalam reaksi kimia. Kinetika kimia
ialah suatu telaah mengenai laju reaksi kimia dan perubahannya pada berbagai
kondisi (Labuza 1983). Kinetika kimia juga berkaitan dengan perubahan suatu
sifat kimia dalam suatu waktu (Steinfeld et al. 1989). Kinetika dalam bidang
pangan telah meluas penggunaannya, bukan hanya mempelajari perubahan kimia
tetapi juga fenomena fisik dalam bahan pangan yang dapat dijelaskan dengan
kinetika seperti pendugaan waktu kadaluarsa (Labuza 1982), gelatinisasi pati dan
penyerapan air (Wirakartakusumah 1981), perubahan warna roti (Priyanto et al.
1990). Manfaat informasi kinetika terutama dalam perencanaan proses,
pengembangan produk dan penyimpanan bahan pangan (Lenz & Lund 1980).
2.6.1. Persamaan Kinetika Reaksi
Perubahan kimia dapat terjadi dalam bentuk sederhana hingga kompleks
yaitu terdiri atas beberapa tahap dan umumnya mencakup satu atau lebih senyawa
antara. Reaksi kimia yang hanya berlangsung satu tahap disebut reaksi elementer
yaitu reaksi dimana produk diperoleh langsung dari reaktan. Reaksi elementer
dapat dinyatakan dalam molekuritasnya, sehingga dikenal dengan reaksi
unimolekuler, bimolekuler dan seterusnya. Model kinetika dalam bentuk
sederhana diawali dengan model yang didasarkan reaksi elementer dengan
persamaan-persamaan berikut (Steinfeld et al. 1989). Reaktan A bereaksi
dengan reaktan B menghasilkan X dan Y, dan persamaan stoikiometri dapat
dituliskan sebagai berikut :
a A + b B x X + y Y (1)
Keterangan:
a. b. x dan y adalah jumlah mol A, B, X dan Y
Perubahan jumlah reaktan atau produk terhadap waktu disebut laju reaksi (R). dan
untuk persamaan (1) dapat dinyatakan sebagai :
R = ddCA = d
dCB = ddCX = d
dCY (2)
-
32
Keterangan:
d : perubahan waktu (detik, menit atau jam)
dCi : perubahan konsentrasi zat i ( mol/liter)
Dalam bentuk yang lebih umum laju reaksi dapat dinyatakan sebagai fungsi (f)
dari konsentrasi reaktan A dan B, sebagai berikut :
R = f ( CA. CB) (3)
Dengan pendekatan yang sama, R dapat pula dinyatakan sebagai produk X dan Y.
Selanjutnya hubungan R sebagai fungsi reaktan atau produk yang sering ditemui
adalah bahwa laju reaksi proporsional terhadap hasil kali perpangkatan aljabar
dari konsentrasi individual, sehingga dapat disusun kesetaraan sebagai berikut :
R = CA m CB n (4)
dengan m dan n adalah orde reaksi terhadap A dan B, orde reaksi secara
keseluruhan adalah m + n. Kesetaraan dalam persamaan (4) tersebut dapat
dijadikan persamaan (5) dengan penyisipan konstanta kinetika (k), sehingga
diperoleh persamaan berikut :
R = k CA m CB n (5)
Persamaan (5) disebut persamaan laju (rate equation), dan k dikenal sebagai
konstanta kinetika. Dengan pendekatan yang sama dapat dibuat model persamaan
laju berdasarkan produk, untuk reaksi unimolekuler, termolekuler dan sebagainya.
2.6.2. Model Kinetika Pirolisis
Model kinetika sangat penting untuk menggambarkan mekanisme reaksi
pirolisis (Koufopanos et al. 1991). Model kinetika mengindikasikan dekomposisi
biomassa menjadi senyawa volatil, asap cair dan arang. Rendemen hasil konversi
termokimia tergantung suhu, tekanan, waktu, kondisi reaksi dan penambahan
reaktan atau katalis (Paul 1982; Demirbas & Kucuk 1997). Model kinetika yang
sesuai apabila konstanta kinetika yang diperoleh memiliki kesalahan kuadrat
terkecil (r2) antara data percobaan dengan model simulasi (Koufopanos et al.
1991). Pada model kinetika pirolisis umumnya mencari energi aktivasi (Ea),
konstanta kinetika (k) dan faktor pra eksponensial (A).
Mekanisme reaksi pirolisis dari berbagai bahan baku dapat dijelaskan
dengan menggunakan model. Model ini diklasifikasikan ke dalam 2 tahap :
-
33
Tahap 1 model umum yaitu model reaksi dan model semi-umum. Tahap 2 yaitu
model semi pirolisis bahan (Sheth et al. 2006).
Reaksi paralel (tahap 1) :
Biomassa (Volatil + Gas)1 ( 6 )
Biomassa (Arang)1 ( 7 )
Interaksi Sekunder (tahap 2) : (Volatil + Gas)1 + (Arang)1 (Volatil + Gas)2 + (Arang)2 ( 8 )
Model ini mengindikasikan tentang biomassa mengalami dekomposisi
menghasilkan volatil, gas dan arang. Produk volatil dan gas bereaksi dengan arang
menghasilkan volatil, gas dan arang (reaksi 1 dan 2). Selanjutnya pirolisis produk
primer dalam interaksi sekunder (reaksi 3), menghasilkan modifikasi produk akhir
(Koufopanos et al. 1991). Didasarkan atas unit daerah permukaan (surface area)
dalam sistem padatan gas persamaan kinetika untuk mekanisme pirolisis dapat
ditulis sebagai berikut :
r1 = k1 Bn1
VSA
( 9 )
r2 = k2 Bn1
VSA
(10 )
r3 = k3 G1n2 C1n3
VSA
(11)
Keterangan: ri = Laju reaksi i V = Volume partikel
k1 = Konstanta kinetika reaksi 1 B = Konsentrasi biomassa
k2 = Konstanta kinetika reaksi 2 C1 = Konsentrasi arang
k3 = Konstanta kinetika reaksi 3 G1 = Konsentrasi komponen asap cair
n i = Orde reaksi ke i SA = Surface Area partikel
Model kinetika pirolisis yang akan ditelaah disini adalah model Arrhenius dan
Tsamba sebagai berikut :
a. Model Arrhenius
Model Arrhenius yang menghubungkan faktor suhu, energi aktivasi dan
konstanta kinetika. Persamaan Arrhenius dituliskan sebagai berikut :
-
34
k = A e Ea/RT (12)
Pada persamaan Arrhenius (12), Ea yang dikenal sebagai energi aktivasi
memainkan peranan yang sangat penting dalam kinetika kimia. Persamaan (12)
dapat diintegrasikan sebagai berikut (Gustaffson & Richards 2009) :
ln k = ln A RTEa (13)
b. Model Tsamba
Model Tsamba yang menjelaskan karakterisasi kinetika pirolisis untuk
determinasi energi aktivasi dan faktor pre eksponensial. Metode Coats dan
Redfern dapat dijelaskan dari persamaan dasar kinetika kimia sebagai berikut :
d
dx = k ( T ) (x) (14)
k = A exp
RTEa (15)
x = fww
ww
0
0 (16)
(x) = (1-x) n (17)
T = + T0 (18)
= ddT (19)
x xdx0 )( = A xRTEaExp
0 dT (20)
F(x) = x xdx0 )( = EaART2
EaRT21 exp
RTEa (21)
2)(ln
TxF = ln
EaART
2
EaRT21 -
RTEa (22)
(x) merupakan suatu fungsi yang tergantung pada mekanisme reaksi dan laju
konversi, adalah laju pemanasan, k adalah konstanta kinetika reaksi, yang
tergantung pada suhu (T), wo, wf dan wr adalah berat awal, berat akhir dan berat
sampel pada saat waktu t, A adalah faktor pre eksponensial Arrhenius, R adalah
-
35
tetapan gas, adalah waktu, T adalah suhu absolut yang merupakan fungsi laju
pemanasan dan suhu, n adalah orde reaksi. Persamaan (14)-(19) secara umum
menggambarkan teori reaksi kinetika kimia. Sedangkan persamaan (20)-(22)
tergantung perbedaan asumsi dari metode Coats dan Redfern, persamaan
diberikan di bawah ini :
F (x) = - ln (1-x) untuk n =1, F (x) = ln { }nx n
1)1(1ln
1
untuk n = 1 (23)
EaRT = 0 (24)
2)(ln
TxF = ln
EaAR -
RTEa (25)
Persamaan (25) ditranformasi ke dalam fungsi linear sehingga menjadi
FT (X) = B-cX (26)
dengan FT (X) = 2)(ln
TxF , B = ln
EaAR , c =
REa dan X =
T1
plotkan data termogravimetrik dari persamaan (26), maka faktor pre eksponensial
(A) dan energi aktivasi (Ea) yang dijelaskan dari persamaan Arrhenius dapat
diperoleh. Dari persamaan (15) konstanta kinetika dapat diplotkan terhadap suhu
menjadi :
ln k = ln A -
RTEa (27)
Persamaan (27) ini dapat digunakan untuk mempelajari akses kenaikan interval
suhu dan faktor laju pemanasan.
Persamaan (25) dijabarkan menjadi persamaan (32)
2)(ln
TxF = ln AR-ln Ea
RTEa (28)
2)(ln
TxF = ln A- ln R- ln Ea
RTEa (29)
2)(ln
TxF = ln A
RTEa + ln R- ln Ea (30)
2)(ln
TxF = ln k +
EaR
ln (31)
-
36
ln k = 2)(ln
TxF -
EaR
ln (32)
Persamaan (32) diperoleh nilai konstanta kinetika untuk model Tsamba
yang dihasilkan dari nilai energi aktivasi dan faktor pre eksponensial.
Peningkatan suhu sangat mempengaruhi laju reaksi dan juga konstanta kinetika.
Kenaikan suhu dapat mempercepat laju reaksi karena dengan naiknya suhu, energi
kinetika partikel zat-zat meningkat sehingga meningkatkan terjadinya tumbukan
yang efektif. Faktor suhu yang mempengaruhi laju reaksi ini sesuai dengan teori
Arrhenius.
Model Arrhenius dan Tsamba mempertimbangkan pengaruh suhu pirolisis
terhadap konstanta kinetika. Perbedaannya adalah model Arrhenius menfokuskan
nilai konstanta kinetika terhadap suhu pirolisis. Model Tsamba menfokuskan
pembahasan pada nilai konstanta kinetika terhadap suhu pirolisis, dengan
memperhatikan faktor pre eksponensial (A) dan laju pemanasan ().
Berdasarkan persamaan Arrhenius yang digunakan dalam pengembangan
model kinetika pirolisis model Tsamba adalah :
1. Suhu pirolisis konstan pada nilai maksimum.
2. Konstanta kinetika tidak tergantung pada waktu pirolisis.
c. Waktu paruh
Waktu paruh (t) adalah waktu yang diperlukan agar setengah dari jumlah
konsentrasi reaktan (R) bereaksi. Penentuan waktu paruh dapat diperoleh dari nilai
konstanta kinetika, sehingga waktu paruh yang diperoleh persamaan (13) :
tR = 21
oR (33)
Jika o
R adalah konsentrasi reaktan awal dan tR adalah konsentrasi reaktan
setelah waktu t. Untuk menghitung waktu paruh pada reaksi orde satu. maka
disubtitusikan t
R / o
R = dan t = t ke dalam persamaan (5 ) menjadi
ln o
t
RR
= - k t maka ln 21 = - k t1/2 (34)
t = k693,0 (35)
-
37
Pada reaksi orde satu, waktu paruh tidak tergantung pada jumlah reaktan
mula-mula o
R dan satuan konstanta kinetika (k) adalah persatuan waktu.
2.7. Termodinamika Kimia
Mekanisme reaksi pirolisis dapat diukur melalui besaran termodinamika
kimia. Syarat terjadinya reaksi kimia bila terjadi penurunan energi bebas ( G <
0). Hal ini berlawanan dari tinjauan termodinamika. dimana tidak dikenal
parameter waktu karena hanya tergantung dari keadaan awal dan akhir sistem.
Termodinamika adalah metode yang sangat penting untuk menjajaki keadaan
kesetimbangan kimia (Maczek 1998). Perubahan entropi (S) dapat ditulis
sebagai berikut ( Bangash & Alam 2007) :
S = R
+
RTH
TkkhB
ln (36)
dengan Kb adalah konstanta Bottzman (1.3806 x10-23 J/K) ; R adalah tetapan gas
(8.314 J/K mol), h adalah tetapan planck (6.626 x10-34 J.s). Perubahan entalpi
(H) dapat dihitung dengan mengetahui energi aktivasi (Ea) yang diperoleh dari
hasil perhitungan slope dari model kinetika pirolisis pada kenaikan suhu (T)
dengan persamaan sebagai berikut : H = Ea RT. (37)
Energi bebas Gibbs digunakan untuk menggambarkan perubahan energi pada
sistem, dalam reaksi kimia pada suhu dan tekanan tetap (Thenawijaya 1990).
G = H TS (38)
dimana G adalah perubahan energi bebas Gibbs pada sistem yang sedang
bereaksi, H adalah perubahan dalam keadaan panas sistem tersebut dan S
bernilai positif, maka reaksi kimia mengalami peningkatan (Bahnur 2008).
Beberapa model yang didasarkan atas pendekatan termodinamika yang
dikembangkan dalam beberapa tahun yang lalu adalah mensimulasi produksi
syngas antara hasil penelitian dan perhitungan (Jarungthammachote et al. 2007),
menghitung komposisi kimia dan suhu syngas yang dikembangkan dalam kerja
(De Fillipis et al. 2003). Beberapa penelitian tentang termodinamika pirolisis
pada Tabel 9.
-
38
Tabel 9 Beberapa termodinamika kimia dalam proses pirolisis
No Bahan baku Kondisi proses Hasil Termodinamika Referensi
1. Limbah kinyak kelapa sawit
2 kode sandi HSC untuk termodinamika dan PSR untuk simulasi kinetik
Produk gas : H2. CO2. CO. CH4 dan Hidrokarbon
Prediksi produk gas dengan simulasi reaksi pirolisis dan termodinamika
Dong et al. 2005.
2. Batu bara dan asetilena
Nilai ratio atom H/C = 2
Energi bebas Gibbs minimun pada kompoisis C-H-O-N-S yang setimbang
Studi termodinamika untuk pembentukan asetilena dalam pirolisis
Bao et al. 2009.
3 Serbuk kayu pinus
Nitrogen pada 371-871 C
Energi bebas Gibss minimun pada suhu tinggi
Analisis produk dan simulasi termodinamika bimassa
Zhang et al. 2007.
4. Sampah kota dan limbah industri.
Pirolisis (2 tahap) dan gasifikasi (3 tahap)
Rendemen metanol dan Syngas.
Kandungan H meningkat dalam Syngas dengan 3 tahap lebih tinggi daripada 2 tahap
Paulucci et al 2010.
2.8. Kesetimbangan Biomassa yang Ramah Lingkungan
Teknologi pembuatan arang kayu dengan kiln drum adalah suatu metoda
pembuatan arang yang murah dan ramah lingkungan serta sederhana tetapi dapat
menghasilkan rendemen dan kualitas arang kayu yang tinggi. Teknologi ini dapat
diterapkan pada industri rumah tangga di pedesaan karena bahan kontruksinya
drum bekas mudah diperoleh dengan harga relatif murah. Selain itu kontruksi
tungku dan operasi pengolahannya mudah dilakukan oleh siapa saja yang
berminat. Pada penelitian ini dengan menggunakan kiln drum dan bahan baku
campuran kayu dengan berat 60 kg diperoleh rendemen arang 18.54% dengan
lama pengarangan selama 6 jam dengan kecepatan 10 kg/jam (Gambar 7).
Rendemen arang ini lebih rendah bila dibandingkan dengan rendemen arang
tempurung kelapa hidrida 36.04% (Nurhayati et al. 1997).
-
39
(a) (b)
Gambar 7 Cara pembuatan arang dengan cara kiln drum (a) pembakaran dengan memakai sunkup agar supaya dapat menampung destilat (asap cair) (b). Arang yang dihasilkan, sedangkan asap cair terus naik ke atmosfer dalam bentuk gas CO, CO2,CH4 dan lain.
Selain itu arang yang dibuat masyarakat dan perusahaan menghasilkan
rendemen antara 20-25%, yang berarti sebanyak 75-80% terbuang dalam bentuk
gas seperti CO2, CO, dan CH4 yang dapat berperan pada pemanasan global.
Dalam rangka meminimalkan emisi tersebut telah dilakukan penelitian dengan
tujuan untuk meningkatkan rendemen arang dan mengkondensasi cairan destilat
yang bermanfaat (Pari 2010).
Teknologi tepat guna hasil penelitian yang ramah lingkungan yang dapat
dikembangkan adalah teknologi two in one yaitu teknologi produk arang yang
terpadu dengan produk destilat dalam satu proses. Model teknologi ini memadai
untuk dikembangkan dengan pertimbangan bahwa bahan baku dan peralatan dari
komponen lokal, tersedia dan mudah didapat dengan harga relatif terjangkau,
kapasitas produksi dapat beragam dan disesuaikan dengan kemampuan. Indonesia
telah lama diketahui sebagai produsen arang baik untuk keperluan domestik
maupun ekspor. Di pasar dunia, tercatat Indonesia termasuk satu dari lima negara
pengekspor arang terbesar di dunia yaitu China, Malaysia, Afrika Selatan dan
Argentina. Tercatat tahun 2000, Indonesia mengekspor arang sebanyak
29.867.000 Kg yang terdiri atas arang tempurung kelapa (15.96%), arang bakau
(22.31%) dan arang kayu (61.73%) (BPS 2002). Produksi arang kualitas ekspor di
Indonesia pada umumnya berupa usaha kecil dan menengah (UMKM) dengan
teknik dan proses yang beragam sehingga mutu arang yang dihasilkan juga
beragam. Arang sebagai sumber energi masih digunakan walau cakupannya
-
40
masih lebih terbatas. Arang sebagai pemanas alat seterika sudah tidak umum
dipakai tetapi untuk membuat makanan yang dipanggang masih digunakan.
Bahan dengan kandungan selulosa yang tinggi, menarik untuk dicermati. Serbuk
gergaji sengon memilki kadar holoselulosa 70% dan lignin 30%. Serbuk gergaji
sengon ini ketersediaannya berlimpah sehingga pasokannya terjamin,
berkesinambungan dan pengolahannya dapat meningkatkan program pemerintah
tanpa limbah (ramah lingkungan). Arang aktif dari serbuk sengon yang dibuat
secara sederhana (Pari 2010), ternyata memenuhi standar Amerika sehingga dapat
dipakai untuk menjernihkan air dan menarik logam, terutama besi (Fe). Dalam
proses penjernihan air, arang aktif selalu mengabsorpsi logam seperti besi,
tembaga, nikel, juga dapat menghilangkan bau, warna dan rasa yang terdapat
dalam larutan atau buangan air. Arang merupakan salah satu sumber energi
penting di beberapa negara berkembang. Selain itu, arang juga memiliki fungsi
yang efektif untuk fiksasi dan inaktivasi karbon di atmosfer serta konservasi
lingkungan, sebagai kondisioner tanah atau perangsang pertumbuhan tanaman.
Teknik aplikasi arang dapat dikembangkan untuk memperbaiki kondisi tanah pada
pembangunan hutan tanaman serta menjadi alternatif pada kegiatan perladangan
berpindah
Biomassa didefinisikan suatu bahan hidrokarbon yang terdiri atas karbon,
hidrokarbon, oksigen, nitrogen dan beberapa komponen lain dalam jumlah kecil
termasuk kayu dan limbah bahan organik (Tsamba et al. 2006). Pirolisis biomassa
menghasilkan 60% karbon organik dan 10% karbon aktif (Hasan 2002). Biomassa
umumnya dinyatakan dengan satuan berat kering (dry weight) yang terutama
tersusun dari senyawa karbohidrat yang terdiri atas unsur karbon (C), hidrogen
(H), dan oksigen (O) yang dihasilkan dari proses fotosintesis tanaman. Biomassa
dapat digunakan sebagai dasar dalam perhitungan kegiatan pengelolaan hutan,
karena hutan dapat dianggap sebagai sumber karbon. Potensi biomassa
dipengaruhi oleh faktor iklim seperti curah hujan, umur tegakan, sejarah
perkembangan vegetasi, komposisi dan struktur tegakan. Sedangkan karbon
merupakan suatu unsur yang diserap dari atmosfer melalui proses fotosintesis dan
dapat disimpan dalam bentuk biomassa. Tingkat penyerapan karbon terdapat dari
-
41
biomassanya (serbuk kayu dan bambu). Produk hasil kayu dan bambu yang
nantinya diemisikan untuk jangka panjang.
Pirolisis biomassa menghasilkan rendemen metanol, yang berasal dari
kelompok metoksil yaitu asam uranic dan metil ester dan dekomposisi lain dari
bahan tanaman. Senyawa asam asetat yang berasal dari kelompok asetil pada
hemiselulosa (Demirbas & Balat 2007). Pirolisis biomassa menghasilkan
kandungan karbon sebesar 50% dibanding jumlah hasil pembakaran sebesar 3%
dan dekomposisi biologis sebesar
-
42
Siklus karbon biomassa melalui proses fotosintesis dan energi untuk pertumbuhan
tanaman dapat dilihat pada Gambar 8.
Gambar 8 Siklus karbon biomassa melalui proses fotosintesis dan energi untuk
pertumbuhan tanaman (Tenembaum 2009). Salah satu aplikasi pirolisis biomassa menghasilkan arang sebagai
bioarang dapat menciptakan peluang kerja dan meningkatkan pendapatan
masyarakat di pedesaan. Penggunaan bioarang digunakan sebagai suplemen
tanah, serta mengurangi atau menghilangkan pembelian pupuk dan sequester CO2
atmosfer. Bioarang dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi dan pendapatan
rumah tangga petani. Ketersediaan bioarang mampu menurunkan ketergantungan
pertanian terhadap produk berbasis minyak dan gas alam melalui produksi energi
regional dengan harga bersaing (Lehmann et al. 2006).