BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Gambaran Umum Penyakit...
Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Gambaran Umum Penyakit...
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Gambaran Umum Penyakit Kusta
1. Pengertian
Penyakit Kusta penyakit menular yang menahun ( kronis ) dan
disebabkan oleh kuman kusta ( mycobacterium leprae ) yang
menyerang syaraf tepi, kulit dan jaringan tubuh lainnya ( Departemen
Kesehatan RI, 2002a ).
Kusta adalah penyakit infeksi yang kronik, penyebabnya
adalah Mycobacterium leprae yang intraseluler olbligat. Syaraf perifer
sebagai afinitas pertama, lalu kulit dan mukosa traktus respiratorius
bagian atas, kemudian dapat ke organ lain kecuali susunan saraf
pusat.(Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin FKUI, 2002)
Perjalanan penyakit diawali dari syaraf perifer sebagai afinitas
pertama lalu ke kulit dan mukosa mulut, saluran nafas bagian atas,
sistem retikulo endotelia, mata, otot, tulang dan testis. Meskipun pada
sebagian orang yang terinfeksi kuman kusta bersifat klinis serta dapat
menimbulkan kecacatan terutama pada tangan dan kaki (Departemen
Kesehatan RI, 2002a )
2. Etiologi
Penyebab penyakit kusta adalah mycobacterium leprae atau
baksil Hansen yang menyerang kulit, saraf tepi dan jaringan tubuh
yang lain. Baksil ini ditemukan oleh sarjana Norwegia GH Armauner
Hansen pada tahun 1873. Baksil ini bersifat tahan asam (BTA),
berbentuk batang dengan ukuran 1 – 8 mikron, biasanya berkelompok
dan ada yang tersebar satu-satu, hidup dalam sel terutama jaringan
yang bersuhu dingin dan tidak dapat dikultur dalam media buatan
(Departemen kesehatan RI, 2002a).
7
3. Cara Penularan
Penyakit kusta dapat ditularkan dari penderita kusta tipe multy
basillary (MB) ke orang lain dengan cara penularan langsung, namun
demikian belum diketahui pasti bagaimana cara penularan penyakit
kusta.
Timbulnya penyakit kusta pada seseorang membutuhkan waktu
yang relatif lama, tergantung dari beberapa faktor antara lain :
a. Faktor penyebab
Kuman kusta dapat bertahan hidup di luar tubuh manusia sekitar
1-9 hari tergantung pada suhu atau cuaca hanya kuman yang
masih utuh atau solid yang dapat menimbulkan penularan, selain
itu kuman kusta juga mempunyai waktu pembelahan yang lama
yaitu 2-3 minggu;
b. Faktor sumber penularan
Penderita kusta tipe MB di anggap sebagai satu-satunya sumber
penularan penyakit kusta meskipun kuman kusta dapat hidup di
hewan armadillo, simpanse dan telapak kaki tikus putih.
Penderita tipe MB ini apabila sudah minum obat sesuai dengan
regimen WHO secara teratur tidak menjadi sumber penularan
lagi;
c. Faktor daya tahan tubuh
Sebagian besar manusia kebal terhadap penyakit kusta (95%).
Seseorang dalam lingkungan tertentu termasuk dalam salah satu
dari tiga kelompok berikut, yaitu :
1). Manusia (host) yang mempunyai kekebalan tubuh yang
tinggi merupakan kelompok terbesar yang telah atau
menjadi resisten terhadap kuman kusta;
2). Manusia (host) yang mempunyai kekebalan tubuh rendah
terhadap kuman kusta mungkin akan menderita penyakit
kusta yang ringan (PB);
8
3). Manusia (host) yang tidak mempunyai kekebalan terhadap
kuman kusta merupakan kelompok kecil dan mudah
menderita kusta yang stabil dan progresif.
B. Stigma Pada Penderita Kusta
Sejak zaman kuno kusta telah menjadi penyakit yang paling di
benci, kusta lazim ada di berbagai daerah untuk jangka waktu tertentu
sepanjang sejarah. Masyarakat merasa ketakutan terhadap efek yang
ditimbulkan dari penyakit kusta sejak ribuan tahun, akibatnya muncul
stigma telah tertanam terlalu dalam di jiwa masyarakat dan efeknya masih
terlihat di seluruh dunia. Dampak psikologi yang dikaitkan dengan stigma
sosial bahwa kusta adalah penyakit infeksi yang mematikan, stigma ini
sering menjadi pengaruh yang menakutkan sehingga penderita enggan
untuk melakukan pengobatan pada awal penyakit. Bahkan saat ini masih
ada yang melakukan pengobatan kusta secara terpisah oleh karena stigma
yang tertanam dari penyakitnya (Husain,2007)
Kusta sering disebut sebagai penyakit sosial, ada banyak faktor
sosial yang menyebabkan terjadinya penyakit kusta antara lain
kemiskinan, perumahan yang padat, kurang pengetahuan dan personal
hygiene yang buruk. Stigma sosial muncul karena kerusakan fisik yang
ditimbulkan. Walaupun saat ini informasi ilmiah tentang penyakit kusta
mudah di dapatkan stigma sosial masih tertanam di fikiran masyarakat,
hal ini membuat penderita cenderung menyembunyikan tanda-tanda awal
penyakit dan mendapat pengobatan yang terlambat padahal kusta dapat
segera lebih cepat disembuhkan (Kumar,2001)
Kusta dan kemiskinan adalah dua hal yang saling berhubungan dan
telah lama mempengaruhi satu sama lain, namun sulit untuk
didemonstrasikan pada tingkat individu bahkan nasional. Perbaikan sosial
ekonomi adalah hal penting dalam perawatan pasien, banyak penderita
yang tersingkirkan oleh lingkungannya setelah terdiagnosa kusta,
9
stigmasisasi berlanjut dan hal ini harus diperangi dengan menggunakan
metode pendekatan masyarakat(Diana N.Jlackwood,2005)
Stigma yang tertanam di masyarakat tidak dapat dihilangkan dalam
waktu yang singkat, legalisasi dibutuhkan untuk menghapusnya. Dalam
program penanganan penyakit kusta faktor kejiwaan yang sangat penting
sering terabaikan dan hanya fokus pada deteksi dan pengobatan saja
sehingga dapat menyebabkan program penanganan kusta tidak berjalan
dengan baik (Kumar,2001)
Perawatan kusta melibatkan berbagai aspek, setelah penderita
sembuh secara fisik pengobatan harus dilanjutkan untuk waktu yang lama
untuk merawat penderita secara emosional dan psikologis (Lawrene
Blume,2002)
C. Stigma
1. Pengertian
Menurut Erving Goffman (1968) Stigma adalah segala bentuk
atribut fisik dan social yang mengurangi identitas social seseorang,
mendiskualifikasikan orang itu dari penerimaan seseorang. Sedangkan
menurut kamus Bahasa Indonesia stigma adalah ciri negatif yang
menempel pada pribadi seseorang karena pengaruh lingkungannya.
2. Penyebab
Ada berbagai penyebab terjadinya stigma (Goffman,1986) antara lain:
a. Takut
Ketakutan merupakan penyebab umum, dalam kasus kusta
muncul takut akan konsekuensi yang di dapat jika tertular, bahkan
penderita cenderung takut terhadap konsekuensi social dari
pengungkapan kondisi sebenarnya. Takut dapat menyebabkan
stigma diantara anggota masyarakat atau di kalangan pekerja
kesehatan.
10
b. Tidak menarik
Beberapa kondisi dapat menyebabkan orang dianggap tidak
menarik, terutama dalam budaya dimana keindahan lahiriah
sangat dihargai. Dalam hal ini gangguan di wajah, alis hilang,
hidung runtuh seperti dapat terjadi dalam kasus-kasus lanjutan
dari kusta akan ditolak masyarakat karena terlihat berbeda.
c. Kegelisahan
Kecacatan karena kusta membuat penderita tidak nyaman,
mereka mungkin tidak tahu bagaimana berperilaku di hadapan
orang dengan kondisi yang di alaimnya sehingga cenderung
menghindar.
d. Asosiasi
Stigma oleh asosiasi juga dikenal sebagai stigma simbolik,
hal ini terjadi ketika kondisi kesehatan dikaitkan dengan kondisi
yang tidak menyenangkan seperti pekerja seks komersial,
pengguna narkoba, orientasi seksual tertentu, kemiskinan atau
kehilangan pekerjaan.
Nilai dan keyakinan
Nilai dan keyakinan dapat memainkan peran yang kuat
dalam menciptakan atau mempertahankan stigma, misalnya
keyakinan tentang penyebab kondisi seperti keyakinan bahwa
kusta adalah kutukan tuhan atau disebabkan oleh dosa dalam
kehidupan sebelumnya.
e. Kebijakan atau Undang-undang
Hal ini biasa terlihat ketika penderita dirawat di tempat
yang terpisah dan waktu yang khusus dari Rumah Sakit, seperti
klinik kusta, klinik untuk penyakit seksual menular.
f. Kurangnya kerahasiaan
Pengungkapan yang tidak diinginkan dari kondisi seseorang
dapat disebabkan cara penanganan hasil tes yang sengaja
dilakukan oleh tenaga kesehatan, ini mungkin benar-benar tidak
11
diinginkan seperti pengiriman dari pengingat surat atau
kunjungan pekerja kesehatan di kendaraan ditandai dengan pro
logo gram.
3. Karakteristik Stigma
Menurut Lawrene Blume (2002) karakteristik stigma antara lain :
1. Orang membedakan dengan label yang berbeda
2. Budaya mendominasi karakteristik yang tidak diinginkan
3. Orang-orang berlabel ditempatkan dalam kategori yang berbeda
untuk mencapai beberapa derajat pemisahan “kami” dari mereka
4. Label status yang dialami berkaitan dengan pengalaman
kehilangan dan diskriminasi banyak yang mengarah kehasil yang
tidak setara
4. Jenis Stigma
Stigma terbagi 3 (tiga) yaitu pertama stigma terhadap
kecacatan tubuh yang dikenankan karena adanya kecacatan fisik pada
tubuh, kedua stigma terhadap buruknya perilaku seseorang stigma ini
dikenakan kepada orang-orang yang di penjara, alkoholik dan orang
yang memiliki kesehatan mental yang buruk, ketiga tribal stigma
dikenakan berdasarkan ke dalam kelompok mana seseorang memiliki
afiliasi sebagai contoh seseorang berafiliasi kepada satu kelompok
berdasrkan ras, agama, orientasi seksual dan etnis (Hearton,2000).
5. Proses Stigma
Proses stigma menurut International Federation –Anti Leprocy
Association (ILEP,2011) : Orang-orang yang dianggap berbeda sering
diberi label misalnya penyandang kusta, masyarakat cenderung
berprasangaka dengan pandangan tertentu dengan apa yang orang
alami seperti sangat menular,mengutuk, berdosa, berbahaya, tidak
dapat diandalkan dan tidak mampu mengambil keputusan dalam kasus
mental.Masyarakat tidak lagi melihat penderita yang sebenarnya
12
tetapi hanya melihat label saja, kemudian memisahkan diri dengan
penderita dengan menggunakan istilah “kita” dan “mereka” sehingga
menyebabkan penderita terstigmatisasi dan mengalami diskriminasi.
Skema 2.1 Proses Stigma
Menurut Internasional Asosiasi –Anti Leprocy (ILEP) ada
beberapa faktor yang mempengaruhi seseorang menghadapi stigma :
a. Pemahaman masyarakat yang positif atau negative terhadap suatu
penyakit
b. Dukungan keluarga dan masyarakat
c. Sejauhmana stigma mempengaruhi kehidupan dan rutinitas sehari-
hari
d. Kepribadian dan kemampuan koping
Ketika seseorang menghadapi stigma, mereka mungkin rentan
sehingga memerlukan penerimaan dan dukungan emosional karena
sulit mengekspresikan keprihatinan yang dirasakan mereka berharap
dapat berbicara dengan seseorang yang mampu mengerti, sehingga
mereka perlu melakukan konseling. Konseling adalah proses
pemberian bantuan yang dilakukan oleh seorang ahli (konselor) kepada
individu yang mengalami masalah (konsele).
Label
stereotip
Memisahkan "kita" dari "mereka"
Status Kerugian
Diskriminasi
13
6. Dimensi Stigma
Enam dimensi stigma (Jones,2004) :
a. Concealability : Sampai sejauhmana suatu kondisi dapat
disembunyikan atau tidak tampak oleh orang lain
b. Course : menjelaskan bagaimana kondisi terstigmatisasi berubah
dari waktu ke waktu
c. Strains : menjelaskan bagaimana hubungan interpersonal
seseorang sangat dipengaruhi oleh kondisi stigmasisasi
d. Aesthetic Qualities : menjelaskan bagaimana penampilan
seseorang sangat dipengaruhi oleh kondisi stigmasisasi
e. Cause : menjelaskan apakah seseorang mengalami stigmatisasi
karena bawaan lahir atau di dapat
f. Peril : menjelaskan keberbahayaan pada orang lain terkait dengan
kondisi terstigmasisasi
Stigmatisasi adalah proses mengkaji karakteristik dan identitas negatif
kepada seseorang atau grup yang menyebabkan seseorang atau grup tersebut
merasa terkucil, tidak berguna, terisolasi dari masyarakat luas. Stigmatisasi
dapat terjadi karena adanya anggapan/prasangka, diskriminasi, dan
stereotyping (Jones et al,1984).
Dalam sejarah tampak bahwa stigma sangat dipengaruhi oleh tingkat
pengetahuan seseorang atau masyarakat. Pada masa prasejarah atau pada
masyarakat primitif, semua penyakit dipercaya disebabkan oleh kekuatan
supranatural (Willis, 1976; Kolb & Brodie, 1982). Pada mulanya, masyarakat
dengan dasar pengetahuan yang minim sekali, ditambah dengan dasar
kepercayaan dan keyakinan yang dimiliki, menganggap bahwa penyakit yang
menimpanya sebagai "murka dari Yang Maha Kuasa". Oleh sebab itu, tidak
jarang ditemukan masyarakat yang melaksanakan hajatan dengan berbagai
sajian untuk menyembuhkan orang sakit (Jafar et al, 1990).
14
Terdapat dua stigma pada penderita kusta yaitu stigma dari masyarakat
(publicstigma) yang berarti reaksi / penilaian masyarakat terhadap penderita
kusta dan stigma pada diri sendiri (self- stigma) yang berarti reaksi / penilaian
pada diri sendiri akibat adanya masalah kusta (Corrigan, 2008). Keduanya,
stigma masyarakat dan stigma pada diri sendiri diketahui berkaitan dengan
stereotype (label), prejudice (prasangka)dan discrimination (mengucilkan) .
Perbandingan dari ke dua stigma tersebut adalah: pertama; stigma masyarakat
mempunyai kepercayaan negatif terhadap kelompok, bereaksi dengan
emosional dan berperilaku diskriminasi. Sikap dan perilaku stigma masyarakat
seperti; menganggap klien itu membahayakan orang lain, tidak mampu dan
punya karakter lemah. Selanjutnya masyarakat bersifat emosional dengan
marah dan penuh ketakutan, serta berperilaku menghindar dari klien dan tidak
memberi kesempatan dalam kegiatan apapun pada klien. Kedua; stigma pada
diri sendiri mempunyai pandangan negatif pada diri sendiri, bereaksi dengan
emosional dan berperilaku menghindar. Sikap dan perilaku stigma pada diri
sendiri seperti merasa tidak mampu, lemah, harga diri rendah, menganggap
orang yang tidak beruntung, berbeda dari orang lain dan gagal mendapatkan
kesempatan kerja (Corrigan & Watson 2002).
Persamaan dari kedua stigma, stigma masyarakat dan stigma pada diri
sendiri, dapat dilihat pada penilaian yang berupa persepsi, keyakinan dan
respon perilaku yang salah terhadap penderita kusta. Sementara perbedaan
dari keduanya adalah terkait dengan sumber atau asal persepsi dan dampak
respon yang ditimbulkannya. Stigma masyarakat berasal dari sosial budaya
yang terbentuk cukup lama dan mempunyai dampak cukup luas dalam
menentukan sikap, perilaku, serta dalam mengambil keputusan untuk mencari
pertolongan. Stigma pada diri sendiri berasal dari penilaian terhadap dirinya
sendiri dan penilaian negatif dari lingkungan terhadap dirinya yang
berdampak pada sikap, perilaku, motivasi pada diri sendiri (Corrigan &
Watson, 2002).
15
Stigma akan memberikan pengaruh pada penderita kusta. Pengaruh tersebut
dapat berupa respon maupun dampaknya, seperti:
a. Respon terhadap Stigma
Respon adalah reaksi, tanggapan atau jawaban atas stimulus yang ada
(Purwodarminto, 2006). Respon stigma dapat didefinisikan sebagai reaksi,
tanggapan seseorang terhadap stigma yang dialami sebagai stimulus. Stigma
yang diartikan sebagai stimulus dapat memberikan respon berbagai macam
termasuk respon kehilangan. Respon kehilangan menurut Kuble-Ross terdiri
dari menyangkal, marah, menawar, depresi dan menerima (dalam Susan,
2001).
b. Dampak stigma
Dampak stigma terhadap penderita gangguan jiwa tidak saja pada individu,
namun juga bisa berdampak pada keluarga, masyarakat dan atau pemerintah :
1). Dampak pada individu
Pada individu, stigma berdampak pada individu penderita kusta seperti:
harga diri rendah, penilaian negatif pada diri sendiri (self-stigma), ketakutan,
diasingkan, kehilangan kesempatan kerja karena diskriminasi, menambah
depresi, dan meningkatnya kekambuhan (Goffmand,2004). Stigma juga
menyebabkan seseorang atau grup tersebut merasa terkucil, tidak berguna,
terisolasi dari masyarakat luas (Jones et. al,1984) Terdapat siklus dari sikap
stigma dan diskriminasi pada penderita kusta sebagai tenaga kerja yang tidak
layak (Kates et al, 1990).
16
Skema 2.2Stigma dan kesempatan kerja ( sumber: Kates, et al. 1990).
Klien penderita kusta dengan perilaku tidak wajar dan berada pada latar
belakang budaya primitifnya akan mudah sekali mendapatkan
stigma(Soewandi,1997). Stigma dengan berbagai identitas negatif dari
masyarakat akan mempengaruhi interaksi dan dukungan social terhadap
penderita, sehingga penderita kusta sering tidak mendapatkan kesempatan
untuk bekerja dan menjadi pengangguran.Diskriminasi dalam pekerjaan
terjadi ketika seseorang ditolak mendapatkan pekerjaan karena adanya
gangguan / masalah kejiwaan, tanpa melihat kualifikasi atau kemampuan
mereka (Wahl, 1999). Di samping itu status pengangguran akan mengikis rasa
percaya diri dan menjadikan isolasi pada diri sendiri dan putus asa (self-
stigma). Pengangguran dan kehilangan kesempatan mencapai karir merupakan
faktor kunci masalah kesehatan mental yang menimbulkan tekanan psikososial
yang ringan sampai ke depresi serius dan bunuh diri (Kates et al., 1990).
Interaksi dan dukungan sosial sekitar akan mempengaruhi seseorang
mendapatkan / melakukan pekerjaan. Jika kita mendapatkan identitas negatif
atau stigma di masyarakat akibat kusta, maka kesempatan untuk mendapatkan
Penderita Kusta
Stigma Masyarakat
Kesempatan Kerja
Pengangguran
Stigma Pada Diri Sendiri
17
karir atau pekerjaan akan berkurang, sehingga kesulitan dalam hal ekonomi,
pencapaian kwalitas hidup yang lebih baik, kematangan emosi dan partisipasi
untuk kembali di masyarakat (Wahl 1999).
2). Dampak Stigma pada Keluarga
Stigmatisasi juga berdampak terhadap keluarga dalam memberikan asuhan
pada klien. Pemberian asuhan dari keluarga umumnya berbentuk dukungan
fisik, emosional, finansial dan bantuan yang paling rendah dalam aktifitas
sehari-hari seperti memandikan atau memberi makan dan membantu memberi
obat oral. Dampak stigma dapat berupa beban finansial, kekerasan dalam
rumah tangga, penurunan kesehatan fisik dan mental pada keluarga pengasuh,
aktifitas rutin keluarga terganggu, kekhawatiran menghadapi masa depan,
stress, dan merasa tidak dapat menanggulangi masalah (Carol, et al, 2004).
Menurut Mohr & Regan (2000), keluarga akan mengalami pengalaman yang
penuh stress dengan perasaan berduka dan trauma sehingga membutuhkan
perhatian dan dukungan dari tenaga kesehatan yang profesional.
Dampak lain dari stigma pada anggota keluarga adalah harus
menyesuaikan kebiasaan klien seperti menurunnya motivasi, kesulitan
menyelesaikan tugas, menarik diri dari orang lain, ketidakmampuan mengatur
keuangan, defisit perawatan diri, makan dan kebiasaan tidur yang kesemuanya
dapat menguras konsentrasi dari keluarga (Karen Lee, 2003). Dengan
demikian stigma bagi keluarga adalah hal yang menakutkan, merugikan,
menurunkan harga diri keluarga, memalukan, sesuatu yang perlu dirahasiakan,
tidak rasional, kemarahan, sesuatu yang kotor, keputusasaan dan keadaan
tidak berdaya (Gullekson 1992).
3). Dampak Stigma pada Masyarakat
Stigma di masyarakat dapat berdampak pada bentuk penanganan dan
rehabilitasi pada seorang yang menderita kusta. Ketika masyarakat meyakini
benar terhadap stigma dan itu berlangsung lama, maka akan mempengaruhi
konsep diri dalam kelompok/ masyarakat. Masyarakat akan menampilkan
18
perilaku frustasi dan tidak nyaman di masyarakat akibat stigma (Herman &
Smith 1989).
4). Dampak Stigma pada Kebijakan Pemerintah
Stigma mempengaruhi pemberi kebijakan/ pemerintah dalam kepedulian
terhadap perbaikan nasib penderita kusta. Permasalahan kejiwaan bagi mereka
kurang menarik, tidak menghasilkan pendapatan domestik tapi justru
menghabiskan banyak biaya. Dari persepsi seperti itu berdampak pada alokasi
anggaran pemerintah daerah atau pusat. Proyek penelitian dan pengembangan
sumberdaya ke arah kesehatan jiwa juga sangat minim dibanding dengan isu-
isu yang menarik menurut mereka, seperti penyakit ; kangker, jantung,
penyakit yang mangancam pada anak dan lainnya (Stuart, 2001). Kebijakan
pemerintah Indonesia tidak berbeda jauh dengan kondisi di atas, bahwa
program terkait dengan penanganan stigma pada klien penderita kusta juga
sangat minim atau belum menjadi perhatian pemerintah Indonesia saat ini.
D. Fokus Penelitian
Skema 2.3 Fokus Penelitian
Penderita Kusta Stigma Sosial
Pengalaman Stigma pada penderita kusta :
Respon
Sikap masyarakat
Dampak Stigma
Makna Stigma
Harapan