BAB II TINJAUAN PUSTAKA A....
Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA A....
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kecemasan
1. Pengertian
Banyak pengertian kecemasan yang dikemukakan oleh berbagai ahli
kesehatan antra lain; Kecemasan dapat didefininisikan suatu keadaan
perasaan keprihatinan, rasa gelisah, ketidak tentuan, atau takut dari
kenyataan atau persepsi ancaman sumber aktual yang tidak diketahui atau
dikenal (Stuart and Sundeens, 1998). Kecemasan adalah respon terhadap
suatu ancaman yang sumbernya tidak diketahui, internal, samar-samar atau
konfliktual (Kaplan & Sadock, 1997). Kecemasan merupakan suatu respon
terhadap situasi yang penuh dengan tekanan. Stres dapat didefinisikan
sebagai suatu persepsi ancaman terhadap suatu harapan yang mencetuskan
cemas. Hasilnya adalah bekerja untuk melegakan tingkah laku (Rawlins, at
al, 1993). Taylor (1953) dalam Tailor Manifest Anxiety Scale (TMAS)
mengemukakan bahwa kecemasan merupakan suatu perasaan subyektif
mengenai ketegangan mental yang menggelisahkan sebagai reaksi umum
dari ketidakmampuan mengatasi suatu masalah atau tidak adanya rasa
aman. Perasaan yang tidak menentu ini pada umumnya tidak
menyenangkan dan menimbulkan atau disertai disertasi perubahan
fisiologis (misal gemetar, berkeringat, detak jantung meningkat) dan
psikologis (misalnya panik, tegang, bingung, tidak bisa berkonsentrasi).
Kecemasan adalah ketegangan, rasa tidak aman dan kekawatiran yang
timbul karena dirasakan terjadi sesuatu yang tidak menyenangkan tetapi
sumbernya sebagian besar tidak diketahui dan berasal dari dalam (DepKes
RI, 1990). Dari beberapa uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa
kecemasan adalah suatu perasaan subyektif mengenai ketegangan mental
yang menggelisahkan sebagai reaksi umum dari ketidakmampuan
mengatasi suatu masalah atau tidak adanya rasa aman. Perasaan yang tidak
menentu tersebut pada umumnya tidak menyenangkan yang nantinya akan
10
menimbulkan atau disertai disertasi perubahan fisiologis (misal gemetar,
berkeringat, detak jantung meningkat) dan psikologis (misal panik, tegang,
bingung, tidak bisa berkonsentrasi).
2. Teori-Teori Psikologis Penyebab Kecemasan
a. Faktor presdisposisi
1) Teori psikoanalitik
Freud (1993) mengungkapkan bahwa kecemasan merupakan
hasil dari konflik psikis yang tidak disadari. Kecemasan menjadi
tanda terhadap ego untuk mengambil aksi penurunan cemas. Ketika
mekanisme diri berhasil, kecemasan menurun dan rasa aman
datang lagi. Namun bila konflik terus berkepanjangan, maka
kecemasan ada pada tingkat tinggi. Mekanisme pertahanan diri
dialami sebagai simptom, seperti phobia, regresi dan tingkah laku
ritualistik. Konsep psikoanalitik menurut Freud ini juga
menerangkan bahwa kecemasan timbul pertama dalam hidup
manusia saat lahir dan merasakan lapar yang pertama kali. Saat itu
dalam kondisi masih lemah, sehingga belum mampu memberikan
respon terhadap kedinginan dan kelaparan, maka lahirlah
kecemasan pertama. Kecemasan berikutnya muncul apabila ada
suatu keinginan dari Id untuk menuntut pelepasan dari ego, tetapi
tidak mendapat restu dari super ego, maka terjadilah konflik dalam
ego, antara keinginan Id yang ingin pelepasan dan sangsi dari super
ego lahirlah kecemasan yang kedua. Konflik-konflik tersebut
ditekan dalam alam bawah sadar, dengan potensi yang tetap tak
terpengaruh oleh waktu, sering tidak realistik dan dibesar-besarkan.
Tekanan ini akan muncul ke permukaan melalui tiga peristiwa,
yaitu: sensor super ego menurun, desakan Id meningkat dan adanya
stress psikososial, maka lahirlah kecemasan-kecemasan berikutnya
(Prawirohusodo, 1988).
11
2) Teori interpersonal
Menjelaskan bahwa kecemasan terjadi dari ketakutan akan
penolakan antar individu, sehingga menyebabkan individu
bersangkutan merasa tidak berharga. Dalam pandangan
interpersonal ansietas timbul dari perasaan takut tidakadanya
penerimaan dan penolakan saat berhubungan dengan orang lain.
Sullivan mengemukakan bahwa kecemasan timbul akibat
ketidakmampuan untuk berhubungan intrpersonal dan sebagai
akibat penolakan. Kecemasan bisa dirasakan bila individu
mempunyai kepekaan lingkungan.
3) Teori perilaku
Menurut teori perilaku, Kecemasan berasal dari suatu respon
terhadap stimulus khusus (fakta), waktu cukup lama, seseorang
mengembangkan respon kondisi untuk stimulus yang penting.
Kecemasan tersebut merupakan hasil frustasi, sehingga akan
mengganggu kemampuan individu untuk mencapai tujuan yang di
inginkan. Ketidakmampuan atau kegagalan dalam mencapai suatu
tujuan yang diinginkan akan menimbulkan frustasi atau
keputusasaan, keputusasaan inilah yang menyebabkan seorang
menjadi ansietas.
Kecemasan dapat juga muncul melalui konflik antra dua pilihan
yang saling berlwanan dan individu harus memilih salah satu.
Konflik akan menimbulkan kecemasan dan kecemasan akan
meningkatkan presepsi terhadap konflik dengan timbulnya rasa
ketidakberdayaan.
Konflik muncul dari dua kecenderungan yaitu “approach” dan
“avoidance”. Approach merupakan kecenderungan untuk
melakukan atau menggerakan sesuatu. Sedangkan avioance adalah
tidak melakukan atau menggerakan sesuatu melalui sesuatu.
12
4) Teori eksistensial
Teori eksistensi tentang kecemasan memberikan model untuk
gangguan kecemasan umum, dimana tidak terdapat stimulus yang
dapat diidentifikasikan secara spesifik untuk suatu perasaan
kecemasan kronik. Konsep inti dari teori ini dalah bahwa seseorang
menjadi menyadari adanya kehampaan yang menonjol dalam
dirinya, perasaan yang mungkin lebih mengganggu dari pada
penerimaan kematian mereka yang tidak dapat dihindari (Arita
Muwarni, 2008).
5) Teori Keluarga
Menjelaskan bahwa kecemasan dapat terjadi dan timbul
secara nyata akibat adanya konflik dalam keluarga. Studi pada
keluarga dalam bentuk dan sifatnya heterogen.
6) Teori Biologi
Teori biologis menunjukan bahwa otak memiliki reseptor
khusus terhadap benzoideazepin, teseptor tersebut membantu
regulasi kecemasan. Regulasi tersebut bergabung dengan aktifitas
neurontransmiter gamma amino butyric acid (GABA) yang
mengontrol aktifitas neuron di bagian otak yang mengatur
kecemasan. Billa GABA bersentuhan dengan sinaps dan berikatan
dengan reseptor GABA pada membran post sinaps akan membuka
saluran atau pintu reseptor sehingga terjadi perpindahan ion.
Perubahan ini akan mengakibatkan eksitasi sel dan memperlambat
aktivitas sel. Teori ini menjelaskan individu yang sering mengalami
kecemasan mempunyai masalah dengan proses neurontransmiter
ini, bukan oleh konflik emosional. Mekanisme koping juga dapat
terganggu karena pengaruh toksik, difisiensi nutrisi, menurunnya
suplai darah, perubahan hormon dan penyebab fisik lainya.
Kelelahan dapat meningkatkan iritabilitas dan perasaan cemas.
13
b. Faktor prepitasi
Stresor prepitasi menurut Stuart & Sundeen (1998) berasal dari
diri sendiri (faktor internal) maupun dari luar dirinya (faktor
eksternal). Stresor prespitasi kecemasan dikelopokan menjadi dua
kategori yaitu;
1) Ancaman terhadap integritas fisik terdiri dari;
a) Faktor internal yaitu meliputi kegagalan mekanisme fisiologis,
sistem imun, regulasi suhu tubuh, dan perubahan biologis
normal.
b) Faktor eksternal yaitu meliputi paparan terhadap infeksi virus
dan bakteri, polutan lingkungan, kecelakaan, kekurangn nutrisi
tidak adekuatnya tempat tinggal.
Ancaman terhadap integritas fisik merupakan suatu perasaan
yang mencemaskan muncul dari diri pasien terhadap kondisi
fisiknya meliputi ketidakmampuan fisiologis yang akan datang atau
menurunkan kapasitas untuk melakukan aktifitas hidup sehari-hari.
Dalam mengatasi atau mengurangi ancaman fisik pasien
dibutuhkan seorang perawat yang ahli dan profesional untuk
memenuhi kebutuhan dasar dan respon fisik yang merupakan suatu
ancaman terhadap integritas fisik pasien akibat penyakit.
Seorang perawat yang ahli dan profesional merupakan suatu
profesi memiliki kerangka pengetahuan teoritis yang mengarah
pada pada keterampilan, kemampuan dan norma tertentu. Dalam
menentukan bahwa perawat merupakan tenaga ahli dan profesional
yang dapat mengurangi ancaman fisik pasien maka pasien
membutuhkan kredibilitas dari seorang perawat yang terpercaya
dengan harapan dapat menunjukan bahwa perawat mampu
mengatasi masalahnya yang terbentuk dalam hubungan saling
percaya (trust). Terbentuknya hubungan saling percaya ini dapat
mengurangi kecemasan pasien terhadap kondisi fisiknya, karena
14
timbul rasa percaya pasien kepada perawat untuk mengatasi
masalah fisik yang muncul.
2) Ancaman terhadap harga diri terdiri dari;
a) Faktor internal yaitu meliputi kesulitan dalam berhubungan
interpersonal di lingkungan dan penyesuaian diri terhadap
peran baru.
Dalam teori Paplau dikutip dalam buku Alimul Aziz 2008,
menjelasakan tentang kemampuan dalam memahami diri
sendiri dan orang lain yang menggunakan dasar hubungan antar
manusia yang mencakup proses interpersonal perawat-klien
dengan masalah kecemasan yang terjadi akibat sakit.
Paplau membagi hubungan personal dengan beberapa fase,
yaitu fase orientasi, identifikasi, eksporasi, dan fase resolusi.
Pada tahap orientasi perawat dan klien melakukan kontrak awal
untuk membina hubungan saling percaya.
Terbentuknya hubungan saling percaya ini dapat mengurangi
kecemasan pasien terhadap ancaman harga dirinya, karena
timbul rasa percaya yang dibentuk oleh perawat pada tahap
orientasi.
b) Sumber eksternal yaitu meliputi kehilangan orang yang di
cintai, penceraian, perubahan status pekerjaan, tekanan
kelompok dan sosial budaya.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa hubungan saling
percaya merupakan salah satu faktor prepitasi yang dapat
mempengaruhi terjadinya tingkat kecemasan, yaitu merasa aman
dan nyaman secara fisik maupun secara psikologis.
3) Gabungan
Penyebab timbul ansietas gabungan dari genetik,
perkembangan, stressor, gabungan dari genetic, perkembangan,
stressor fisik, stresor psikososial.
15
3. Rentang Respon Kecemasan
Stuart dan Sundeen (1995) membagi kecemasan menjadi 4 tingkatan
yaitu :
a. Kecemasan Ringan
Kecemasan ringan berhubungan dengan ketegangan akan
peristiwa kehidupan sehari-hari. Pada tingkat ini lahan persepsi
melebar dan individu akan berhati-hati dan waspada. Individu
terdorong untuk belajar yang akan menghasilkan pertumbuhan dan
kreativitas.
1) Respon Fisiologis
Sesekali nafas pendek, nadi dan tekanan darah naik, gejala
ringan pada lambung, muka berkerut dan bibir bergetar.
2) Respon Kognitif
Lapang persegi meluas, mampu menerima rangsangan
kompleks, konsentrasi pada masalah dan menyelesaikan masalah
secara efektif.
3) Respon perilaku
Tidak dapat duduk tenang, tremor halus pada tangan dan
suara kadang-kadang meninggi.
b. Kecemasan sedang
Pada tingkat ini lahan persepsi terhadap lingkungan menurun,
sindividu lebih memfokuskan pada hal penting saat itu dan
mengesampingkan hal lain.
1) Respon Fisiologis
Sering nafas pendek, nadi ekstra sistolik dan tekanan darah naik,
mulut kering, anoreksia, diare atau konstipasi, gelisah.
2) Respon Kognitif
Lapang persepsi menyempit, rangsang luar tidak mampu
diterima, dan berfokus pada apa yang menjadi perhatiannya.
16
3) Respon Perilaku
Gerakan tersentak-sentak (meremas tangan), berbicara
banyak dan lebih cepat, dan perasaan tidak nyaman.
c. Kecemasan Berat
Pada kecemasan berat lahan persepsi menjadi sempit. Individu
cenderung memikirkan hal yang kecil saja dan mengabaikan hal-hal
yang lain. Individu tidak mampu berfikir berat lagi dan membutuhkan
banyak pengarahan/tuntutan.
1) Respon Fisiologis
Sering nafas pendek, nadi dan tekanan darah naik,
berkeringant dan sakit kepala, penglihatan kabur
2) Respon Kognitif
Lapang persepsi sangat menyempit dan tidak mampu
menyelesaikan masalah
3) Respon Prilaku
Perasaan ancaman meningkat, verbalisasi cepat dan blocking.
d. Panik
Pada tingkat ini persepsi sudah terganggu sehingga individu
sudah tidak dapat mengendalikan diri lagi dan tidak dapat melakukan
apa-apa walaupun sudah diberi pengarahan/tuntunan.
1) Respon Fisiologis
Nafas pendek, rasa tercekik, sakit dada, pucat, hipotensi,
pucat sakit dada dan rendahnya koordanasi motorik.
2) Respon Kognitif
Lapang persepsi terhadap lingkungan mengalami distorsi,
tidak dapat berfikir logis, dan ketidakmampuan mengalami distorsi.
3) Respon Prilaku
Agitasi, mengamuk dan marah, ketakutan, berteriak-teriak,
bocking, presepsi kacau, kecemasan yang ntimbul dapat
diidentifikasi melalui respon yang dapat berupa respon fisik,
emosional dan kognitif atau intelektual.
17
4. Proses Adaptasi Kecemasan.
a. Mekanisme koping
1) Strategi pemecahan masalah.
Strategi pemecahan masalah bertujuan untuk mengatasi atau
menanggulangi masalah atau ancaman yang ada dengan
kemampuan realistis. Strategi pemecahan masalah ini secarah
ringkas dpat digunakan dengan metode STOP yaitu Source, Trial
and Error, Others, serta Pray and Patient. Source berarti mencari
dan mengidentifikasi apa yang menjadi sumber masalah. Trial and
error mencoba berbagi rencana pemecahan masalah yang disusun.
Bila satu tidak berhasil maka mencoba lagi dengan metode yang
lain. Begitu selanjutnya. Others berarti meminta bantuan orang lain
bila diri sendiri tidak mampu. Sedangkan pray and patient yaitu
berdoa kepada Tuhan. Hal yang perlu dihindari adalah adanya rasa
keputusasaan yang terhadap kegagalan yang dialami.
2) Task oriented (berorentasi pada tugas)
a. Dipikirkan untuk memecahkan masalah, konflik, memenuhi
kebutuhan.
b. Realistis memenuhi tuntunan situasi stress
c. Disadari dan berorentasi pada tindakan
d. Berupa reaksi melawan (mengatasi rintangan untuk
memuaskan kebutuhan), menarik diri (mengindari sumber
ancaman fisik atau psikologis), kompromi (mengubah cara,
tujuan untuk memuaskan kebutuhan).
3) Ego oriented
Dalam teori ini, ego oriented berguna untuk melindungi diri
dengan perasaan yang tidak adekuat seperti inadequacy dan
perasaan buruk berupa pengguanan mekanismme pertahanan diri
(defens mechanism). Jenis mekanisme pertahan diri yaitu,
18
a) Denial
Menghindar atau menolak untuk melihat kenyataan yang
tidak diinginkan dengan cara mengabaikan dan menolak
kenyataan tersebut.
b) Proyeksi.
Menyalakan orang lain mengenai ketidakmampuan
pribadinya atas kesalahan yang diperbuatnya. Mekanisme ini
diguakan untuk mengindari celaan atau hukuman yang
mungkin akan ditimpakan pada dirinya.
c) Represi
Menekan kealam tidak sadar dan sengaja melupakan
terrhadap pikiran, perasaan, dan pengalaman yang
menyakitkan.
d) Regresi
Kemunduran dalam hal tingkah laku yang dilakukan
individu dalam menghadapi stress.
e) Rasionalisasi
Berusahah memberikan memberikan alasan yang masuk
akal teerhadap perbuatan yang dilakukanya.
f) Fantasi
Keinginan yang tidak tercapai dipuaskan dengan
imajinasi yang diciptakan sendiri dan merupakan situasi yang
berkhyal.
g) Displacement
Memindahkan perasaan yang tidak menyenangkan diri
atau objek ke orang atau objek lain yang biasannya lebih
kurang berbahaya dari pada semula.
h) Undoing
Tindakan atau komunikasi tertentu yang bertujuan
menghapuskan atau meniadakan tindakan sebelumnya.
19
i) Kompensasi
Menutupi kekurangan dengan meningkatkan keelebihan
yang ada pada dirinya.
Menurut Kalista Roy (1974) mengatakan manusia makluk yang unik
karenanya mempunyai respon yang berbeda-beda terhadap cemas
tergantung kemampuan adaptasi ini dipengaruhi oleh pengalaman
berubah dan kemampuan kopinh individu. Koping adalah mekanisme
mempertahankan keseimbangan dalam menghadapi stress.
Selanjutnya Roy (1974) menerangkan proses adaptasi dipengaruhi oleh
2 aspek yaitu masing-masing individu dan kemampuan adaptasi ini
dipengaruhi oleh pengalaman berubah dan kemampuan koping
individu. Koping adalah mekanisme mempertahankan keseimbangan
dalam menghadapi stress.
1) Stresor (stimulus lokal)
Yaitu semua rangsang yang dihadapi individu dan
memerlukan respon adaptasi. Mediator (proses adaptasi)
2) Stimulus Internal
yaitu faktor dari dalam yang dimiliki individu seperti
keyakinan, pengalaman masa lalu, sikap, dan kepribadian.
3) Stimulus eksternal (kontekstual)
Yaitu faktor dari luar yang berkontribusi atau melatar
belakangi dan mempengaruhi respon adaptasi individu terhadap
stresor yang dihadapi.
B. Kepercayaan (Trust)
1. Pengertian
Kata trust berasal dari bahasa Jerman yaitu Trost yang berarti
kenyamanan (comfort) (Shaw, 1997). Dalam beberapa kasus seorang
percaya kepada orang yang menunjukan bahwa dia layak untuk mendapat
kepercayaan, karena kepercayaan sangat penting sebagai jaminan dari
suatu hubungan dua orang atau lebih dalam menumbuhkan hubungan
20
interpersonal yang baik (Jalalluddin, 1992). Kepercayaan adalah keinginan
suatu pihak untuk menjadi pasrah atau menerima tindakan dari pihak lain
beerdasarkan pengharapan bahwa pihakmlain tersebut akan melakukan
suatu tindakan tertentu yang penting bagi pihak yang member kepercayaan
(Lendra, 2004). Menurut Giffin (Jalalluddin, 1992) secara ilmiah percaya
didefinisikan sebagai mengandalkan perilaku orang untuk mencapai tujuan
yang dikehendaki, yang pencapaiannya tidak pasti dan dalam situasi penuh
resiko. Dari definisi tersebut jalalluddin menyebutkan tiga unsur percaya
yaitu ada suatu yang menimbulkan resiko, ada orang menaruh kepecayaan
kepada orang lain, dan ada orang yang yakin bahwa perilaku akan
berakibat baik baginya
2. Faktor-faktor Karaktristik Kepercayaan (Wood dan Mc Dermott, 1999):
a) Kredibilitas (Credibility)
Kredibiilitas adalah alasan yang masuk akal untuk bisa
dipercayai. Seseorang yang memiliki kredibilitas berarti kita bias
mempercayai karakter dan kemampuanya, (Kusumawati, 2007).
Bagian-bagian kredibilitas menurut Gass dan Seiter (1999) yaitu,
1) Ahli (Expert)
Dalam keperawatan tenaga ahli merupakan tenaga
berprofesional. Dalam keprofesional terdapat bebrapa karakteristik
antara lain, suatu profesi memerlukan pendidikan lanjut dari
anggotanya, demikian juga landasan dasarnya. Suatu profesi
memiliki kerangka pengetahuan teoritis yang mengarah pada
keterampilan, kemampuan dan norma-norma tertentu. Suatu
profesi memberikan pelayanan tertentu. Profesi memiliki otonomi
untuk membuat keputusan dan melakukan tindakan. Dan profesi
sebagai suatu kesatuan memiliki kode etik untuk melakukan
praktik keperawatan.
2) Terpercaya (Trustworthy)
Terpercaya adalah tidak ada penolakan sehubungan dengan
ide-ide yang dikeluarkannya. Terpercaya timbul karena seseorang
21
mempercayai kepada orang lain. Mempercayai artinya rela
menghadapi resiko menerima akibat-akibat yang menguntungkan
atau merugikan dengan menjadikan dirinya rentan kepada orang
lain (Jalalludin, 1992). Munculnya suatu kepercayan ini dipengruhi
oleh pengalaman menguntungkan. Sedangkan orang yang
dipercayai berarti rela menanggapi orang lain yang ambil resiko
dengan cara menunjukan jaminan bahwa orang lain tersebut akan
menerimma akibat-akibat yang menguntungkan (Johnson, 1981).
Untuk menjadi terpercaya perawat harus menumbuhkan
kepercayaan klien dengan membina hubungan saling percaya
perawat pasien. Menurut Budi anna keliat 1992 membina
hubungan saling percaya perawaat terhadap pasien antara lain
meliputi,
a) Hubungan Traupetik
Hubungan traupetik adalah hubungan kerja sama yang
ditandai dengan tukar menukar perilaku, perasaan, dan
pengalaman dalam membina hubungan intim yang teraupetik
(Budi anna keliat, 1992). Hubungan taraupetik perawat pasien
merupakan pengalamamn belajar timbal balik dan pengalaman
emosional korektif bagi pasien. Dalam hubungan ini, perawat
menggunakan diri (self) dan teknik-teknik klinis tertentu dalam
mengani pasien untuk meningkatkan pemahaman dan
perubahan perilaku pasien (Stuart dan Sundeen, 1995).
Menurut Stuart dan Sundeen 1995 hubungan teraupetik
mempunyai dua dimensi yaitu,
1. Dimensi responsif mencakup kesejatian, hormat, empati,
respek dan kekongkritan. Dimensi ini penting dalam fase
orientasi hubungan untuk membina hubungan saling
percaya dan komunikasi terbuka.
22
a. Kesejatian
Pengiriman pesan kepada orang lain tentang
gambaran diri kita yang sebenarnya (Smith, 1992.
Dikutip Intansari Nurjana, 2005). Kesejatian dapat
ditunjukan dengan kesamaan antara verbal dan non
verbal (kongruen). Kongruen dapat menimbulkan
kepercayaan kepada perawat (Smith, 1992).
b. Hormat
Menunjkan bahwa pasien diperlakukan sebagai
individu yang berharga dan diterima tanpa syarat.
c. Empati
Empati adalah kemampuan memnempatkan diri
kita pada diri orang lain dan bahwa kita telah
memahami bagaimana perasaan orang lain tersebut dan
apa yang menyebabkan reaksi mereka tanpa emosi kita
terlarut dalam emosi orang lain (Smith, 1992).
Beberapa aspek dari empati adalah sebagai berikut
(Smith, 1992)
1) Aspek Mental
Kekmampuan melihat dunia dengan orang lain
dengan menggunakan paradigma orang lain
tersebut. Aspek mental juga berarti memahami
orang secara emosional dan intelektual
2) Aspek Verbal
Kemampuan memngungkakan secara verbal
pemahaman terhadap perasaan dan alasan reaksi
emosi klien. Aspek verbal memerlukan keakuratan
(ketepatan), kejelasan dan kealamiaan (naturalnes).
23
3) Aspek Non Verbal
Diperlukan dalam aspek non verbal adalah
kemampuan menunjukan empati dengan
kehangatan dan kesejatian.
d. Respek
Menurut Egan (1990), respek adalah mengahargai
orang hanya karena mereka adalah manusia, dan respek
tanpa syarat bukan berarti bahwa penolong sesalu
menyetujui perilaku klien tetapi ia tidak berada dalam
posisi untuk mengahakimi. Resprek merupakan
perilaku yang menunjukan perhatian, rasa suka dan
menghargai klien (Stuart dan Sundeen, 1995)
e. Kongkret
Perawat menggunakan terminologi yang spesifik
dan bukan abstrak pada saat mendiskusikan dengan
klien mengenai perasaan, pengalaman, dan tingkah
lakunya. Fungsi dari kongkret adalah dapat
mempertahankan resopon perawat terhadap perasaan
klien, penjelasan dengan akuarat tentang masalah dan
mendorong klien memikirkan masalah yang spesifik
(Stuat dan Sundeen, 1995).
2. Dimensi yang berorentasi pada tindakan mencakup
konfrontasi, kesegaran, pengungkapan diri perawat, katarsis
emosional, dan bermain peran. Dimensi ini harus
diimlementasikan dalam konteks kehangantan, penerimaan,
dan pengertian yang di hubungan teraupetik dengan
mengidentifikasi hambatan pertumbuhan pasien dan
perubahan perilaku.
a. Konfrontasi
Konfrontasi adalah proses interpersonal yang
digunakan oleh perawat untuk memfasilitasi,
24
memodifikasi dan perluasan dari gambaran orang lain
(Smith, 1992 dikutip Intansari Nurjana 2005). Tujuan
dari konfrontasi adalah agar orang lain sadar adanya
ketidaksesuanan pada dirinya dalam hal perasaan,
tingkah laku dan perasaan (Stuart dan Sundeen, 1995
dikutip Intansari Nurjana 2005)
b. Kesegaran
Kesegaran mempunyai konotasi sebagai
sensitifitas perawat pada perasaan klien dan kesediaan
untuk mengatasi perasaan dari pada mengacuhkannya
(Stuart dan Sundeen, 1995). Berespon dengan
kesegaran berarti berspon pada apa yang terjadi antara
perawat dan klien saat itu dan di tempat itu. Dimensi ini
melibatkan perasaan dari perawat dan pasien dan
kesegaran dapat menjadi suatu hal yang sulit untuk
dicapai (Wilson dan Kneisel, 1983 dikutip Intansari
Nurjana 2005).
c. Pengungkapan diri perawat
Pengungkapan diri perawat adalah membuat orang
lain mengetahui tentang pikiran, perasaan dan
pengalaman pribadi perawat (Smith, 1992).
d. Katarsis emosional
Katarsis emosional merupakan suatu dorongan
perawat kepada klien nuntuk membicarakan hal-hal
yang sangat menganggunya untuk mendapatkan efek
teraupetik (Stuart dan Sundeen, 1995).
e. Bermain peran
Bermain peran merupakan tindakan untuk
menbangkitkan situasi tertentu untuk meningkatkan
penghayatan klien ke dalam hubungan manusia dan
memperdalam kemampuanya untuk melihat situasi dari
25
sudut pandang lain dan juga memperkenankan klien
untuk mencoba situasi baru dalam lingkungan yang
aman (Stuart dan Sundeen, 1995).
b) Komunikasi Terupetik
Komunikasi teraupetik merupakan alat atau cara untuk
membangun hubungan terupetik. Dalam proses komunikasi
terjadi penyampaian informasi dan pertukaran perasaan dan
pikiran (Stuart dan Sandeen 1987, dikutip oleh Budi anna keliat
1992). Komunikasi teruputik juga sebagai alat untuk
mempengaruhi perilaku klien dan kemudian untuk
mendapatkan keberhasilan dalam intervensi (Stuart dan
Sandeen 1995, dikutip oleh Intansari Nurjana 2005).
Koizer dan Erb 1983, dikutip oleh Budi anna keliat 1992,
mengidentifikasi sikap untuk menghadirkan diri secara fisik
yaitu,
1. Posisi
Posisi berhadapan merupakan posisi yang paling ideal
untuk melakukan teknik komunikasi yang teraupertik. Arti
dari posisi berhadapan adalah bahwa perawat siap untuk
mendengarkan pasien.
2. Vocal
Nada keras atau lembut, kualitas, kecepatan dapat
menunjukan suasana emosi.
3. Jarak
Jarak dalam berkomunikasi terupetik dengan klien
menggambarkan keintiman.
4. Memperthankan kontak mata
Kontak mata pada level yang sama berarti menghargai
klien dan menyatakan keinginan untuk tetap
berkomunikasi.
26
5. Membungkuk kearah klien
Posisi membungkuk menunjukan keinginan untuk
mengatakann atau mendengar sasuatu.
6. Mempertahankan sikap terbuka
Tidak melipat tangan dan kaki menunjukan
keterbukaan untuk berkomunikasi.
7. Tetap rileks
Tetap dapt mengontrol keseimbangan antara
ketegangan dan relaksasi dalam memberi respon pada klien
8. Sentuhan
Sentuhan sangat penting dan mendasar sebagai alat
komunikasi memperlihatkan kehangatan dan kasih sayang
(Cluun, 1991 dikutip Budi anna keliat 1992).
c) Hubungan Saling Membantu (Helping Relationship)
Carl Rongers (1961) secara intensif melakukan penelitian
tentang komunikasi teraupetik. Rongers berpendapat bahwa
komunikasi teraupetik bukan bukan tentang apa yang dilakukan
seseorang, tetapi bagaimana seseorang itu melakukan
komunikasi dengan oaring lain.
Rongers mengidentifikasi tiga faktor dasar dalam
mengembangkan hubungan saling membantu (Helping
Relationship). Yaitu perawat harus benar-benar iklhas, harus
empati, dan individu yang dibantu harus merasa bebas untuk
mengeluarkan segala sesuatunya tentang dirinya dalam
menjalin hubungan. Dengan demikian ada tiga hal mendasar
dalam mengembangkan hubungan saling membantu (Helping
Relationship), yaitu:
1. Keiklasan (Genuineness)
Untuk membantu klien, perawat harus menyadari
tentang nilai, sikap, dan perasaan yang dimiliki klien. Apa
27
yang dipikirkan dan dirasakan perawat tentang individu dan
dengan siapa ia berinteraksi perlu selalu di komunikasikan
baik sacara verbal maupun non verbal. Perawat yang
mampu menujukan rasa iklhasnya mempunyai kesadaran
mengenai sikap yang dipunyai klien sehingga mampu
belajar unutuk mengkomunikasikanya secara tepat. Untuk
menjadi lebih percaya diri tentang perasaan dan nilai-nilai
yang dimiliki membutuhkan pengembangan diri yang dapat
dipertimbangkan unutk dilakukann setiap saat, sehingga
sekali perawat mampu apa yang dia inginkan untuk
membantu memulihkan kondisi pasien dengan cara yang
tidak mengancam, pada saat itu pula kapasitas yang
dimiliki untuk mencapai hubungan yang saling
menguntungkan akan meningkat secara bermakna.
(Mundakir, 2006). Menurut Egan 1990 ada 6 prinsip
ketulusan, yaitu;
a. Jangan terlalu menekan peran penolong.
b. Bersikap spontan tapi taktis
c. Hindari sikap mempertahankan diri
d. Konsisten
e. Terbuka
f. Bersikap nyaman.
2. Empati (Empathy)
Empati merupakan perasaan (pemahaman dan
penerimaan) perawat terhadap perasaan yang dialami klien,
dan kemampuan merasakan dunia pribadi klien (Kalish
1974 dikutip Mundakir, 2006). Empati merupakan sesuatu
yang jujur, sensitif, dan tidak dibuat-buat (obyektif) yang
didasarkan atas apa yang dialami orang lain. Sebagai
perawat yang empati, perawat harus berusaha keras untuk
mengertahui secara pasti apa yang sedang dipikirkan dan
28
dialami klien. Pada kondisi seperti ini, empati dapat di
ekspresikan, melalui berbagai cara yang dpat dipakai ketika
dibutuhkan, mengatakan sesuatu tentang apa yang
dipikirkan perawat tentang klien, dan memperlihatkan
kesadaran tentang apa yang saat ini sedang dialami klien.
Empati membolehkan perawat untuk berpartisipasi sejenak
terhadap sesuatu yang terkait dengan emosi klien. Perawat
yang berempati dengan orang lain dapat menghindarkan
penilaian bedasarkan kata hati (inpulsivejudgement) tentang
seseorang dan pada umumnya dengan empati dia akan
menjadi lebih sensitif dan ikhlas.
Secara garis besar orang empati dibagi dalam proses
deteksi keadaan afektif dan respon yang sesuai. Orang yang
berhasil menumbuhkan rasa empati dalam dirinya dapat
merasakan perasaan orang dan mampu memberiakn respon
yang sesuai (Mundakir, 2006)
3. Kehangatan (Warmth)
Dengan kehangatan, perawat akan mendorong klien
untuk mengekspresikan ide-ide dan menuangkannya dalam
bentuk perbuatan tanpa rasa cemas. Suasana yang hangat
permisif, dan tanpa ada ancaman menunjukan rasa
penerimaan perawat terhadap klien sehingga klien dapat
mengekspresikan perasaannya secara lebih bebas dan
mendalam. Kondisi ini akan membuat perawat mempunyai
kesempatan yang lebih luas untuk mengetahui kebutuhan
klien.
d) Eksplorasi Perasaan
Eksplorasi perasaan dilakukan terhadap hubungan
seseorang dengan lingkungan luar atau interaksinya dengan
orang lain.
29
Bagi perawat eksplorasi perasaan merupakan hal yang
perlu dilakukan agar perawat terbuka dan sadar terhadap
perasaanya sehingga dia dapat mengontrol perasaan agar
perawat dapat menggunakan dirinya secara teraupetik
(Stuart dan Sandeen, 1995)
Dalam tahap pra interaksi perawat dapat
mengeksplorasi fantasi, ketakutan, kemampuan dan
perasaanya sendiri sebelum bertemu dengan klien.
Keterbukaan perawat terhadap perasaanya yang dilakukan
pada tahap prainteraksi adalah merupakan suatu yang
penting karena dengan hal terrsebut maka perawat
mempunyai poin penting yaitu bagaimana responnya
kepada klien dan bagaimana penampilannya terhadap klien
sehingga klien percaya terhdap tindakan yang akan
dilakukan terhadapnya (Intansari Nurjana, 2005).
e) Memberi Nasehat
Dalam banyak situasi tidak hanya pantas tetapi
diharpakan perawat untuk memberikan nasehat kepada
klien. Untuk menjadi efektif dan dirasa sebagai empatik
bukan sebagai pengganggu, maka nasehat harus diberikan
hanya setelah pasien dibiarkan berbicara dengan bebas
mengenai apa masalahnya, sehingga perawat mempunyai
dasar informasi yang adekuat untuk membuat saran-saran
yang mampu menyelesaikan masalah yang dialami pasien
(Kaplan dan Sadock, 1997).
f) Jujur (honest)
Pada umunnya setiap orang ingin merasa tenang
dalam berhubungan dengan orang lain. Setiap orang ingin
merasa aman dengan orang lain yang ada di sekitarnya.
Perasaan aman dan tenang akan diperolehnya dan ia tidak
perlu curiga dengan orang lain. Ia merasa dirinya aman bila
30
ia tidak merasa dirinya terancam oleh orang lain. Dengan
kata lain setiap orang ingin kepastian akan sikap kejujuran
orang lain terhadap dirinya. Jadi dalam merintis
kepercayaan tentunya kejujuran dalam memberikan
informasi tanpa ada yang ditutup-tutupi dan memberikan
informasi sesuai dengan kenyatan real (apa adnya) adalah
sangat pennting.
g) Peduli (caring)
Dalam memberikan asuhan keperawatan, perawat
menggunakan keahlian, kata-kata yang lemah lembut,
sentuhan, memberikan harapan, selalu berada di samping
klien, dan bersifat caring sebagai media pemberi asuhan
(Cooper & Burroughs, 1999).
Marrner & Tomey (1994), menyatakan bahwa caring
merupakan pengetahuan kemanusiaan, inti dari praktek
keperawatan yang bersifat etik dan filosofikal. Caring
bukan semata-mata perilaku, tapi caring adalah cara yang
memiliki makna dan memotifasi tindakan. Caring juga
didefenisikan sebagai tindakan yang bertujuan memberikan
asuhan fisik dan memperhatikan emosi sambil
meningkatkan rasa aman dan keselamatan klien (Carruth,
1999).
h) Kerahasiaan
Kerahasiaan merupakan suatu kode etik perawat
dalam jabatannya. Dalam kerahasiaan tentang penyakit
pasien, perawat hendaknya berhati-hati untuk mengatakan
perihal penyakit klien meskipun kepada keluarga terdekat.
Kemungkinan akibat yang tidak baik akan terjadi jika
perawat menceritakan perihal penyakit klien kkepada orang
lain. Selain kejadian-kejadian dalam rumah sakit
hendaknya tidak diceritakan kepada orang lain yang tidak
31
berkepentingan. Terkecuali kerahasiaan itu dapat di
publikasikan jika ada persetujuan dari beberapa pihak yang
berkepentingan atas dasar keselamatan orang banyak.
C. Kepercayaan Terhadap Kecemasan Pasien
Florence Nigtingle salah satu pendiri yang meletakan dasar-dasar teori
keperawatan yang melalui filosofi keperawatan yaitu dengan mengidntifikasi
peran perawat dalam menemukan kebutuhan dasar manusia terhadap klien
serta pentingnya pengaruh lingkungan dengan perawatan orang sakit yang
dikenal dengan teori lingkungan (Aziz Alimul H, 2007).
Nigtingle percaya bahwa tubuh manusia memiliki daya penyembuhan
dan tugas perawat sebagai tim kesehatan hanya menciptakan kondisi
lingkungan yang mendukung pennyembuhan alami tersebut. Konsep ini
memfokuskan peran perawat dalam memodifikasi lingkungan fisik yang
berdampak pada biokimiawi tubuh yang normal serta berdampak pada
psikologis klien seperti perasaan aman (safety need) dan terbebas dari
kecemasan (anxiety) (Iyus Yosep, 2007).
Hasil penelitian menunjukan bahwa suasna lingkungan yang lebih
dikenal dan menyenangi bagi klien akan berpengaruh pada peningkatan
kemampuan adaptasi pasien di rumah sakit. Penelitian Hunsberg (1984)
menunjukan bahwa lingkungan yang dimodifiaksi dengan gabungan antara
terapi lingkungan yang teraupetik salah satunya dalam membina hubungan
saling percaya dan teknik relaksasi dapat menurunkan kecemasan dan stres
pasien (Iyus Yosep, 2007).
Untuk mengurangi kecemasan pasien, perawat harus mampu
menciptakan lingkungan psikologis yang teraupetik dengan mendapatkan
suatu hubungan (rapport) yang mendalam terhadap pasien karena dengan
hubungan yang mendalam antara perawat dan pasien akan terjalin hubungan
saling percaya yang tidak dibuat-buat (Budi anna keliat, 1992).
32
Menurut kapalan dan Sadock, 1997 untuk mengurangi kecemasan ada
beberapa tehknik-tehknik dalam membina hubungan kepercayaan antra lain
sebagai berikut,
1. Mendapatkan hubungan (rapport)
Mendapatkan hubungan merupakan langkah awal untuk memulai
interaksi dan wawancara terhadap pasien. Dengan menegakan suatu
hubungan yang sebenarnya juga tergantung pada suatu pengertian dasar
tentang faktor interpersonal yang kompleks seperti transferensi
(transference). Transferensi di definisikan sebagai sekumpulan harapan,
kepercyaan dan respon emosional yang dibawa oleh seorang pasien dalam
hubungan perawat dan pasien. Menurutnya tidak berhasilnya perawat
dalam mendapatkan hubungan yang baik terhadap pasien maka dapat
menyebabkan banyaknya ketidakefektifan dalam perawatan. Adanya
hubungan, menyatakan secara tidak langsung bahwa terdapat pengertian
dan kepercayaan antara perawat dan pasien. Dengan ketidakercayaan
pasien terhadap perawat maka kurang kooperatifnya pasien terhadap
tindakan yang dilakukan karena adanya peningkatan rasa cemas pasien
yang pengetahuannya kurang terhadap tindakan-tindakan tersebut. Perawat
harus dapat memberikan kesan pertama yang paling mendalam bagi
seeorang pasien karena pasien seringkali merasa cemas lemas dan
terintimidasi pada saat pertama kali bertemu perawat. Seorang perawat
harus dapat menegakan hubungan saling percaya dengan cepat
menempatkan pasien dengan perasaan tenang, dan menunjukan respek
adalah cara yang baik untuk melakukan pertukaran informasi yang
produktif khususnya terhadap pasien yang kurang pengetahuan. Pertukaran
inforamasi tersebut penting untuk menyusun diagnosis dan rencana
implementasi keperawatan dan pengobatan.
2. Wawancara
Perawat harus mampu untuk menyampaikan keprihatinan, empati,
rasa hormat, dan kkemampuan kepada pasien untuk menciptakan suatu
33
hubungan kepercayaan yang memungkinkan pasien berbicara jujur dan
akrab serta mengurangi rasa cemas.
Menurut Kapalan dan Sadock 1997 tiap wawancara mempunyai dua
tujuan teknik yang utama yaitu:
a. Wawancara dengan klasifikasi gejala dengan gaya wawancara yang
berorentasi gejala (symptom oriented).
b. Wawancara dengan pengenalan penentu (determinan) psikologis dari
perilaku dengan gaya wawancara yang berorentasi tilikan (insight
oriented) atau gaya psikodinamika. Wawancara yang berorentasi
tilikan ini cenderung untuk menekan perolehan dan interpretasi dari
kecemasan.
Kapalan dan Sadock 1997 menggambarkan tiga fungsi dari
wawancara yaitu:
a. Untuk menilai sifat masalah
b. Untuk mengembangkan dan mempertahankan hubungan saling
percaya yang teraupetik
c. Untuk mengkomunikasikan informasi dan mengimplementasikan
rencana keperawatan dan pengobatan.
Fungsi-fungsi tersebut merpakan fungsi untuk mempertahankan
mekanisme pertahanan (coping mechanisme) yang menonjol baik
adaptif maupun maladaptif. Mekanisme tersebut termasuk reaksi
tertentu seperti kecemasan.
3. Menentramkan hati (Reassurance)
Menentramkan hati secara jujur dapat menyebabkan meningkatnya
kepercayaan dan kepatuhan dan dapat dinilai sebagai respon empatik dari
perawat serta dapat mengurangi kecemasan pasien yang muncul. Tetapi
mementramkan hati yang palsu sebenarnya membohongi pasien dan dapat
merusak kepercayaan dan kepatuhan pasien. Memnentramkan hati yang
palsu seringkali diberikan dengan keinginan membuat perasaan pasien
lebih baik, tetapi jika pasien mengetahui bahwa perawat tidak mengatakan
34
yang sebenarnya pasien kemungkinan tidak menerima atau mempercayai
perawat dan dapat menimbulkan kecemasan pasien.
D. Kerangka Teori
Skema 1: Kerangka Teori Sumber: Stuart dan Sundeen Dan Budi Anna Keliat
Faktor Presdidsposisi: - Teori Psikoanalitik - Teori Interpersoal - Teori Perilaku - Teori Eksistensial - Teori Keluarga - Teori Biologis
Faktor Prepitasi: - Ancaman Terhadap
Integritas fisik: Hubungan Saling Percaya
- Ancaman Terhadap Harga Diri: Hubungan Saling Percaya
Kecemasan
Faktor Gabungan: - Genetik - Perkembangan - Stresor Psikososial - Gabuangan Antara
Genetik, Perkembangan dan Stresor Psikososial
35
D. Kerangka Konsep
Variabel independen Variable dependen
E. Variabel Penelitian
Dalam penelitian ini terdapat dua variable yaitu:
1. Variabel Independen (variable bebas)
Variabel independen ini merupakan variabel yang nilainya
menentukan variabel lain. Variabel bebas biasanya diamati dan diukur
untuk diketahui hubungannya atau pengaruhnya terhadap variabel lain.
variabel bebas dalam penelitian ini adalah kepercayaan terhadap perawat.
2. Variabel Dependen (variable terikat)
Variabel yang nilainya ditentukan oleh variabel lain. Variabel
dependen dalam penelitian ini adalah kecemasan pasien.
F. Hipotesis Penelitian
Ada hubungan antara kepercayaan (trust) pasien kepada perawat dengan
tingka kecemasan pasien dalam menjalankan perawatan di bangsal kelas 3
rumah sakit daerah kota semarang.
Kepercayaan Pasien Kepada Perawat
Kecemasan Pasien