BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. NAPZArepository.ump.ac.id/2258/3/ZICO ARFIAN BAB...
Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. NAPZArepository.ump.ac.id/2258/3/ZICO ARFIAN BAB...
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teori
1. NAPZA
a. Pengertian NAPZA
NAPZA adalah singkatan dari narkotika, psikotropika, dan bahan
adiktif lainnya, meliputi zat alami atau sintetis yang bila dikonsumsi
menimbulkan perubahan fungsi fisik dan psikis, serta menimbulkan
ketergantungan (BNN, 2009). NAPZA (Narkotika, psikotropika, dan zat
adiktif) adalah zat yang apabila masuk ke dalam tubuh manusia akan
mempengaruhi system saraf pusat (SPP) sehingga menimbulkan
perubahan aktivitas mental, emosional, dan perilaku penggunanya dan
sering menyebabkan ketagihan dan ketergantungan terhadap zat tersebut
(Hidayat, 2005).
NAPZA adalah zat yang memengaruhi struktur atau fungsi
beberapa bagian tubuh orang yang mengonsumsinya. Manfaat maupun
risiko penggunaan NAPZA bergantung pada seberapa banyak, seberapa
sering, cara menggunakannya, dan bersamaan dengan obat atau NAPZA
lain yang dikonsumsi (Kemenkes RI, 2010).
b. Jenis–Jenis NAPZA
Menurut Partodiharjo (2008), NAPZA dibagi dalam 3 jenis, yaitu
narkotika, psikotropika, dan bahan adiktif lainnya. Tiap jenis dibagi-bagi
lagi ke dalam beberapa kelompok.
Gambaran Pelaksanaan Therapeutic..., ZICO ARFIAN, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2016
1) Narkotika
Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau
bukan tanaman, baik sintetis maupun bukan sintetis, yang dapat
menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran dan hilangnya
rasa. Zat ini dapat mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri dan
dapat menimbulkan ketergantungan. Narkotika memiliki daya adiksi
(ketagihan) yang sangat berat. Narkotika juga memiliki daya toleran
(penyesuaian) dan daya habitual (kebiasaan) yang sangat tinggi.
Ketiga sifat narkotika inilah yang menyebabkan pemakai narkotika
tidak dapat lepas dari “cengkraman”-nya.
Berdasarkan Undang-Undang No.35 Tahun 2009, jenis
narkotika dibagi ke dalam 3 kelompok, yaitu narkotika golongan I,
golongan II, dan golongan III.
a) Narkotika golongan I adalah: narkotika yang paling berbahaya.
Daya adiktifnya sangat tinggi. Golongan ini tidak boleh digunakan
untuk kepentingan apapun, kecuali untuk penelitian atau ilmu
pengetahuan. Contohnya ganja, heroin, kokain, morfin, opium, dan
lain-lain.
b) Narkotika golongan II adalah: narkotika yang memiliki daya adiktif
kuat, tetapi bermanfaat untuk pengobatan dan penelitian.
Contohnya adalah petidin dan turunannya, benzetidin, betametadol,
dan lain-lain.
Gambaran Pelaksanaan Therapeutic..., ZICO ARFIAN, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2016
c) Narkotika golongan III adalah: narkotika yang memiliki daya
adiktif ringan, tetapi bermanfaat untuk pengobatan dan penelitian.
Contohnya adalah kodein dan turunannya.
2) Psikotropika
Psikotropika adalah zat atau obat bukan narkotika, baik alamiah
maupun sintetis, yang memiliki khasiat psikoaktif melalui pengaruh
selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas
pada aktivitas normal dan perilaku. Psikotropika adalah obat yang
digunakan oleh dokter untuk mengobati gangguan jiwa (psyche).
Berdasarkan Undang-Undang No.5 tahun 1997, psikotropika
dapat dikelompokkan ke dalam 4 golongan, yaitu:
a) Golongan I adalah: psikotropika dengan daya adiktif yang sangat
kuat, belum diketahui manfaatnya untuk pengobatan, dan sedang
diteliti khasiatnya. Contohnya adalah MDMA, ekstasi, LSD, dan
STP.
b) Golongan II adalah: psikotropika dengan daya adiktif kuat serta
berguna untuk pengobatan dan penelitian. Contohnya adalah
amfetamin, metamfetamin, metakualon, dan sebagainya.
c) Golongan III adalah: psikotropika dengan daya adiksi sedang serta
berguna untuk pengobatan dan penelitian. Contohnya adalah
lumibal, buprenorsina, fleenitrazepam, dan sebagainya.
d) Golongan IV adalah: psikotropika yang memiliki daya adiktif
ringan serta berguna untuk pengobatan dan penelitian. Contohnya
Gambaran Pelaksanaan Therapeutic..., ZICO ARFIAN, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2016
adalah nitrazepam (BK, mogadon, dumolid), diazepam, dan lain-
lain.
3) Bahan Adiktif Lainnya
Golongan adiktif lainnya adalah zat-zat selain narkotika dan
psikotropika yang dapat menimbulkan ketergantungan. Contohnya:
rokok, kelompok alkohol dan minuman lain yang memabukkan dan
menimbulkan ketagihan dan thinner dan zat-zat lain, seperti lem kayu,
penghapus cair, aseton, cat, bensin, yang bila dihisap, dihirup, dan
dicium, dapat memabukkan. Jadi, alkohol, rokok, serta zat-zat lain
yang memabukkan dan menimbulkan ketagihan juga tergolong
NAPZA.
c. Penyalahgunaan NAPZA
Penyalahgunaan NAPZA adalah penggunaan NAPZA yang bersifat
patologis, paling sedikit telah berlangsung satu bulan lamanya sehingga
menimbulkan gangguan dalam pekerjaan dan fungsi sosial. Sebetulnya
NAPZA banyak dipakai untuk kepentingan pengobatan, misalnya
menenangkan klien atau mengurangi rasa sakit. Tetapi karena efeknya
“enak” bagi pemakai, maka NAPZA kemudian dipakai secara salah,
yaitu bukan untuk pengobatan tetapi untuk mendapatkan rasa nikmat.
Penyalahgunaan NAPZA secara tetap ini menyebabkan pengguna merasa
ketergantungan pada obat tersebut sehingga menyebabkan kerusakan
fisik (Sumiati, 2009).
Gambaran Pelaksanaan Therapeutic..., ZICO ARFIAN, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2016
Menurut Pasal 1 UU RI No.35 Tahun 2009 Ketergantungan adalah
kondisi yang ditandai oleh dorongan untuk menggunakan Narkotika
secara terus-menerus dengan takaran yang meningkat agar menghasilkan
efek yang sama dan apabila penggunaannya dikurangi dan/atau
dihentikan secara tiba-tiba, menimbulkan gejala fisik dan psikis yang
khas.
Ketergantungan terhadap NAPZA dibagi menjadi 2, yaitu (Sumiati,
2009):
1) Ketergantungan fisik adalah keadaan bila seseorang mengurangi atau
menghentikan penggunaan NAPZA tertentu yang biasa ia gunakan, ia
akan mengalami gejala putus zat. Selain ditandai dengan gejala putus
zat, ketergantungan fisik juga dapat ditandai dengan adanya toleransi.
2) Ketergantungan psikologis adalah suatu keadaan bila berhenti
menggunakan NAPZA tertentu, seseorang akan mengalami kerinduan
yang sangat kuat untuk menggunakan NAPZA tersebut walaupun ia
tidak mengalami gejala fisik.
d. NAPZA yang sering disalahgunakan beserta efek yang ditimbulkan
Menurut Martono & Joewana (2008), jenis NAPZA yang sering
disalah gunakan oleh orang antara lain:
1) Opioida (morfin, heroin, putaw, dan lain-lain)
Segolongan zat dengan daya kerja serupa, ada yang alami,
sintetik, dan semi sintetik. Opioida alami berasal dari getah opium
poppy (opiat), seperti mortin, opium, dan kodein .Contoh opioida semi
Gambaran Pelaksanaan Therapeutic..., ZICO ARFIAN, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2016
sintetik adalah heroin/putauw dan metadon fentanyl (china white).
Potensi menghasilkan nyeri dan menyebabkan ketergantungan heroin
adalah sepuluh kali lipat dibanding morfin dan kekuatan opoida
sintetik 400 kali lipat dan kekuatan morfin.
Cara pemakaiannya adalah disuntikan ke dalam pembuluh darah
atau di hisap melalui hidung setelah dibakar. Pengaruh jangka pendek:
hilangnya rasa nyeri, ketegangan berkurang, munculnya rasa nyaman
(eforik) diikuti perasan seperti mimpi dan rasa mengantuk ,dan
pemakai dapat meninggal karena overdosis. Pengaruh jangka panjang:
ketergantungan (gejala putus zat, toleransi). Dapat timbul komplikasi,
seperti sembelit, gangguan menstruasi, dan impotensi karena
pemakaian jarum suntik yang tidak steril timbul abses, hepatitis B/C
yang merusak hati dan penyakit HIV/AIDS yang merusak kekebalan
tubuh, sehingga mudah terserang infeksi dan akhirnya menyebabkan
kematian.
2) Ganja (marijuana, cimeng, gelek, hasis)
Ganja mengandung THC (tetrahydro-cannabinol) yang besifat
psikoaktif. Ganja yang dipakai berupa tanaman kering yang dirajang
,dilinting, dan disulut seperti rokok. Menurut Undang-Undang ,ganja
tergolong narkotik golongan I. Segera setelah pemakain muncul
cemas, rasa gembira, banyak bicara, tertawa cekikikan halusinasi dan
berubahnya perasaan waktu (lama dikira sebentar) dan ruang (jauh
dikira dekat), peningkatan denyut jantung, mata merah, mulut dan
Gambaran Pelaksanaan Therapeutic..., ZICO ARFIAN, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2016
tenggorokan kering, dan selera makan meningkat. Pengaruh jangka
panjang: daya pikir berkurang, motivasi belajar turun, perhatian
kesekitarnya berkurang, daya tahan tubuh terhadap infeksi menurun
mengurangi kesuburan, peradangan jalan nafas, aliran darah ke
jantung berkurang dan terjadi perubahan pada sel-sel otak.
3) Kokain (kokain, crack, daun koka, pasta koka)
Kokain berasal dari tanaman koka, tergolong stimulansia
(meningkatkan aktivitas otak dan fungsi organ tubuh lain). Menurut
Undang-Undang, kokain termasuk narkotika golongan I. Kokain
berbentuk Kristal putih. Nama jalanannya adalah koka, happy dust,
Charlie, srepet, snow/salju putih. Digunakan dengan cara disedot
melaluin hidung, dirokok, atau disuntikkan. Kokain dengan cepat
menyebabkan ketergantungan.
Segera setelah pemakaian :rasa percaya diri meningkat, banyak
bicara, rasa lelah hilang, kebutuhan tidur berkurang, minat seksual
meningkat, halusinasi visual dan taktil (seperti ada serangga merayap),
waham/curiga (paranoid). Pengaruh jangka panjang: kurang gizi,
anemia, sekat hidung rusak, dan terjadi gangguan jiwa (psikotik).
4) Golongan Amfetamin (amfetamin, ekstasi, sabu)
Golongan amfetamin termasuk stimulansia susunan saraf pusat.
Disebut juga upper, amfetamin sering digunakan untuk menurunkan
berat badan karena dapat mengurangi rasa lapar, atau mengurangin
Gambaran Pelaksanaan Therapeutic..., ZICO ARFIAN, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2016
rasa kantuk harus begadang. Amfetamin cepat menyebabkan
ketergantungan .
Termasuk golongan amfetamin adalah MDM (ekstasi, XTC,
ineks) dan metamfetamin (sabu), yang banyak disalahgunakan.
Berbentuk pil warna-warni (ekstasi) atau kristal putih (sabu)
amfetamin disebut disainer drug karena dibuat dalam laboratorium
gelap yang kandunganya adalah campuran berbagai jenis zat. Remaja
dan orang dewasa muda dari bebagai kalangan mengunakan ekstasi
dan sabu untuk bersenang –senang.
Cara pemakaian : diminum (ekstasi), dihisap melalui hidung
(sabu), atau disuntikkan atau dihisap memakai sedotan. Pengaruh
jangka pendek: tidak tidur (terjaga), rasa riang, perasaan melambung
(fly), rasa nyaman, dan meningkatkan keakraban. Akan tetapi, setelah
itu, muncul rasa tidak enak, murung, nafsu makan hilang, berkeringat,
haus, rahang kaku dan bergerak-gerak dan badan gemetar serta dapat
terjadi gangguan jiwa). Pengaruh jangka panjang: kurang gizi, anemia,
penyakit jantung dan gangguan jiwa psikotik.
5) Golongan Halusinogen: Lysergic Acid (LSD)
LSD menyebabkan halusinasi (khayalan) dan termasuk
psikotropika golongan I. Nama yang sering digunakan adalah acid, red
dragon, blue heaven, sugar cubes, trips, tabs. Bentuknya seperti kertas
beukuran kotak kecil sebesar seperempat perangko dalam banyak
Gambaran Pelaksanaan Therapeutic..., ZICO ARFIAN, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2016
warna dan gambar atau berbentuk pil dan kapsul. Cara pemakainnya
adalah dengan meletakkan LSD pada lidah.
Pengaruh LSD tak dapat diduga. Sensasi dan perasaan berubah
secara dramatis, dengan mengalami flashback atau bad trips
(halusinansi/penglihatan semu) berulang tanpa peringatan
sebelumnya. Pupil melebar, tidak bias tidur, selera makan hilang, suhu
tubuh meningkat, berkeringat, denyut nadi dan tekanan darah naik,
koordinasi otot terganggu dan tremor dapat merusak sel otak,
gangguan daya ingat dan pemusatan perhatian yang diikuti
meningkatnya resiko kejang, serta kegagalan pernafasan dan jantung.
6) Sedativa dan Hipnotika (obat penenang, obat tidur)
Contoh Sedativa dan hipnotik adalah Lexo, nipam, pil BK, MG,
DUM dan Rohyp yang termasuk psikotropika golongan III dan IV dan
digunakan dalam pengobatan dengan pengawasan. Tidak boleh
diperjualbelikan tanpa resep dokter.
Orang minum obat tidur atau pil penenang untuk menghilangkan
stres atau gangguan tidur. Memang stres berkurang atau hilang
sementara tetapi persoalan tetap saja ada. Pengaruhnya sama dengan
alkohol, yaitu menekan kerja otak dan aktifitas organ tubuh lain
(depresan). Jika diminum bersama alkohol akan meningkatkan
pengaruhnya, sehingga dapat terjadi kematian. Segera setelah
pemakaian : Muncul perasaan tenang dan otak-otak mengendur. Pada
Gambaran Pelaksanaan Therapeutic..., ZICO ARFIAN, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2016
dosis lebih tinggi : tertekannya pernapasan, koma, dan kematian. Pada
pemakaian jangka panjang: gejala ketergantungan.
e. Tahapan Pemakaian NAPZA
Ada beberapa tahapan pemakaian NAPZA menurut Harlina (2008),
yaitu sebagai berikut:
1) Tahap pemakaian coba-coba (eksperimental)
Karena pengaruh kelompok sebaya sangat besar, remaja ingin
tahu atau coba-coba. Biasanya mencoba mengisap rokok, ganja, atau
minum-minuman beralkohol. Jarang yang langsung mencoba
memakai putaw atau minum pil ekstasi.
2) Tahap pemakaian sosial
Tahap pemakaian NAPZA untuk pergaulan (saat berkumpul
atau pada acara tertentu), ingin diakui/diterima kelompoknya. Mula-
mula NAPZA diperoleh secara gratis atau dibeli dengan murah. Ia
belum secara aktif mencari NAPZA.
3) Tahap pemakaian situasional
Tahap pemakaian karena situasi tertentu, misalnya kesepian atau
stres. Pemakaian NAPZA sebagai cara mengatasi masalah. Pada tahap
ini pemakai berusaha memperoleh NAPZA secara aktif.
4) Tahap habituasi (kebiasaan)
Tahap ini untuk yang telah mencapai tahap pemakaian teratur
(sering), disebut juga penyalahgunaan NAPZA, terjadi perubahan
pada faal tubuh dan gaya hidup. Teman lama berganti dengan teman
Gambaran Pelaksanaan Therapeutic..., ZICO ARFIAN, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2016
pecandu. Ia menjadi sensitif, mudah tersinggung, pemarah, dan sulit
tidur atau berkonsentrasi, sebab narkoba mulai menjadi bagian dari
kehidupannya. Minat dan cita-citanya semula hilang. Ia sering
membolos dan prestasi sekolahnya merosot. Ia lebih suka menyendiri
daripada berkumpul bersama keluarga.
5) Tahap ketergantungan
Ia berusaha agar selalu memperoleh NAPZA dengan berbagai
cara. Berbohong, menipu, atau mencuri menjadi kebiasaannya. Ia
sudah tidak dapat mengendalikan penggunaannya. NAPZA telah
menjadi pusat kehidupannya. Hubungan dengan keluarga dan teman-
teman rusak.
Pada ketergantungan, tubuh memerlukan sejumlah takaran zat
yang dipakai, agar ia dapat berfungsi normal. Selama pasokan
NAPZA cukup, ia tampak sehat, meskipun sebenarnya sakit. Akan
tetapi, jika pemakaiannya dikurangi atau dihentikan, timbul gejala
sakit. Hal ini disebut gejala putus zat (sakaw). Gejalanya bergantung
pada jenis zat yang digunakan.
Orang pun mencoba mencampur berbagai jenis NAPZA agar
dapat merasakan pengaruh zat yang diinginkan, dengan risiko
meningkatnya kerusakan organ-organ tubuh. Gejala lain
ketergantungan adalah toleransi, suatu keadaan di mana jumlah
NAPZA yang dikonsumsi tidak lagi cukup untuk menghasilkan
pengaruh yang sama seperti yang dialami sebelumnya. Oleh karena
Gambaran Pelaksanaan Therapeutic..., ZICO ARFIAN, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2016
itu, jumlah yang diperlukan meningkat. Jika jumlah NAPZA yang
dipakai berlebihan (overdosis), dapat terjadi kematian.
f. Faktor Risiko Penyalahgunaan NAPZA
Menurut Soetjiningsih (2010), faktor risiko yang menyebabkan
penyalahgunaan NAPZA antara lain faktor genetik, lingkungan keluarga,
pergaulan (teman sebaya), dan karakteristik individu.
1) Faktor Genetik
Risiko faktor genetik didukung oleh hasil penelitian bahwa
remaja dari orang tua kandung alkoholik mempunyai risiko 3-4 kali
sebagai peminum alkohol dibandingkan remaja dari orang tua angkat
alkoholik. Penelitian lain membuktikan remaja kembar monozigot
mempunyai risiko alkoholik lebih besar dibandingkan remaja kembar
dizigot.
2) Lingkungan Keluarga
Pola asuh dalam keluarga sangat besar pengaruhnya terhadap
penyalahgunaan NAPZA. Pola asuh orang tua yang demokratis dan
terbuka mempunyai risiko penyalahgunaan NAPZA lebih rendah
dibandingkan dengan pola asuh orang tua dengan disiplin yang ketat.
Fakta berbicara bahwa tidak semua keluarga mampu menciptakan
kebahagiaan bagi semua anggotanya. Banyak keluarga mengalami
problem-problem tertentu. Salah satunya ketidakharmonisan
hubungan keluarga. Banyak keluarga berantakan yang ditandai oleh
Gambaran Pelaksanaan Therapeutic..., ZICO ARFIAN, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2016
relasi orangtua yang tidak harmonis dan matinya komunikasi antara
mereka.
Ketidakharmonisan yang terus berlanjut sering berakibat
perceraian. Kalau pun keluarga ini tetap dipertahankan, maka yang
ada sebetulnya adalah sebuah rumah tangga yang tidak akrab dimana
anggota keluarga tidak merasa betah. Orangtua sering minggat dari
rumah atau pergi pagi dan pulang hingga larut malam. Kebanyakan
diantara penyalahguna NAPZA mempunyai hubungan yang biasa-
biasa saja dengan orang tuanya. Mereka jarang menghabiskan waktu
luang dan bercanda dengan orang tuanya (Jehani, dkk, 2006).
3) Pergaulan (Teman Sebaya)
Di dalam mekanisme terjadinya penyalahgunaan NAPZA,
teman kelompok sebaya (peer group) mempunyai pengaruh yang
dapat mendorong atau mencetuskan penyalahgunaan NAPZA pada
diri seseorang. Menurut Hawari (2010) perkenalan pertama dengan
NAPZA justru datangnya dari teman kelompok. Pengaruh teman
kelompok ini dapat menciptakan keterikatan dan kebersamaan,
sehingga yang bersangkutan sukar melepaskan diri. Pengaruh teman
kelompok ini tidak hanya pada saat perkenalan pertama dengan
NAPZA, melainkan juga menyebabkan seseorang tetap
menyalahgunakan NAPZA, dan yang menyebabkan kekambuhan
(relapse).
Gambaran Pelaksanaan Therapeutic..., ZICO ARFIAN, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2016
Bila hubungan orangtua dan anak tidak baik, maka anak akan
terlepas ikatan psikologisnya dengan orangtua dan anak akan mudah
jatuh dalam pengaruh teman kelompok. Berbagai cara teman
kelompok ini memengaruhi si anak, misalnya dengan cara membujuk,
ditawari bahkan sampai dijebak dan seterusnya sehingga anak turut
menyalahgunakan NAPZA dan sukar melepaskan diri dari teman
kelompoknya.
Marlatt dan Gordon (1980) dalam penelitiannya terhadap para
penyalahguna NAPZA yang kambuh, menyatakan bahwa mereka
kembali kambuh karena ditawari oleh teman-temannya yang masih
menggunakan NAPZA (mereka kembali bertemu dan bergaul).
Kondisi pergaulan sosial dalam lingkungan yang seperti ini
merupakan kondisi yang dapat menimbulkan kekambuhan. Proporsi
pengaruh teman kelompok sebagai penyebab kekambuhan dalam
penelitian tersebut mencapai 34%.
4) Karakteristik Individu
a) Umur
Berdasarkan penelitian, kebanyakan penyalahguna NAPZA
adalah mereka yang termasuk kelompok remaja. Pada umur ini
secara kejiwaan masih sangat labil, mudah terpengaruh oleh
lingkungan, dan sedang mencari identitas diri serta senang
memasuki kehidupan kelompok. Hasil temuan Tim Kelompok
Kerja Pemberantasan Penyalahgunaan Narkoba Departemen
Gambaran Pelaksanaan Therapeutic..., ZICO ARFIAN, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2016
Pendidikan Nasional menyatakan sebanyak 70% penyalahguna
NAPZA di Indonesia adalah anak usia sekolah (Jehani, dkk, 2006).
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Siregar (2004) proporsi
penyalahguna NAPZA tertinggi pada kelompok umur 17-19 tahun
(54%).
b) Pendidikan
Menurut Friedman (2005) belum ada hasil penelitian yang
menyatakan apakah pendidikan mempunyai risiko penyalahgunaan
NAPZA. Akan tetapi, pendidikan ada kaitannya dengan cara
berfikir, kepemimpinan, pola asuh, komunikasi, serta pengambilan
keputusan dalam keluarga.
Hasil penelitian Prasetyaningsih (2009) menunjukkan bahwa
pendidikan penyalahguna NAPZA sebagian besar termasuk
kategori tingkat pendidikan dasar (50,7%). Asumsi umum bahwa
semakin tinggi pendidikan, semakin mempunyai
wawasan/pengalaman yang luas dan cara berpikir serta bertindak
yang lebih baik. Pendidikan yang rendah memengaruhi tingkat
pemahaman terhadap informasi yang sangat penting tentang
NAPZA dan segala dampak negatif yang dapat ditimbulkannya,
karena pendidikan rendah berakibat sulit untuk berkembang
menerima informasi baru serta mempunyai pola pikir yang sempit.
Gambaran Pelaksanaan Therapeutic..., ZICO ARFIAN, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2016
c) Pekerjaan
Hasil studi BNN dan Pusat Penelitian Kesehatan Universitas
Indonesia tahun 2009 di kalangan pekerja di Indonesia diperoleh
data bahwa penyalahguna NAPZA tertinggi pada karyawan swasta
dengan prevalensi 68%, PNS/TNI/POLRI dengan prevalensi 13%,
dan karyawan BUMN dengan prevalensi 11% (BNN, 2010).
g. Dampak Penyalahgunaan NAPZA
Menurut Alatas (2010), penyalahgunaan NAPZA akan berdampak
sebagai berikut:
1) Terhadap kondisi fisik
a) Akibat zat itu sendiri
Termasuk di sini gangguan mental organik akibat zat,
misalnya intoksikasi yaitu suatu perubahan mental yang terjadi
karena dosis berlebih yang memang diharapkan oleh
pemakaiannya. Sebaliknya bila pemakaiannya terputus akan terjadi
kondisi putus zat.
(1) Ganja: pemakaian lama menurunkan daya tahan sehingga
mudah terserang infeksi. Ganja juga memperburuk aliran darah
koroner.
(2) Kokain: bisa terjadi aritmia jantung, ulkus atau perforasi sekat
hidung, jangka panjang terjadi anemia dan turunnya berat
badan.
Gambaran Pelaksanaan Therapeutic..., ZICO ARFIAN, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2016
(3) Alkohol: menimbulkan banyak komplikasi misalnya gangguan
lambung, kanker usus, gangguan hati, gangguan pada otot
jantung dan saraf, gangguan metabolisme, cacat janin dan
gangguan seksual.
b) Akibat bahan campuran/pelarut: bahaya yang mungkin timbul
antara lain infeksi, emboli
c) Akibat cara pakai atau alat yang tidak steril. Akan terjadi infeksi,
berjangkitnya AIDS atau hepatitis.
d) Akibat pertolongan yang keliru misalnya dalam keadaan tidak
sadar diberi minum.
e) Akibat tidak langsung misalnya terjadi stroke pada pemakaian
alkohol atau malnutrisi karena gangguan absorbsi pada pemakaian
alkohol.
f) Akibat cara hidup pasien. Terjadi kurang gizi, penyakit kulit,
kerusakan gigi dan penyakit kelamin.
2) Terhadap kehidupan mental emosional
Intoksikasi alkohol atau sedatif-hipnotik menimbulkan
perubahan pada kehidupan mental emosional yang bermanifestasi
pada gangguan perilaku tidak wajar. Pemakaian ganja yang berat dan
lama menimbulkan sindrom amotivasional. Putus obat golongan
amfetamin dapat menimbulkan depresi sampai bunuh diri.
Gambaran Pelaksanaan Therapeutic..., ZICO ARFIAN, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2016
3) Terhadap kehidupan sosial
Gangguan mental emosional pada penyalahgunaan obat akan
mengganggu fungsinya sebagai anggota masyarakat, bekerja atau
sekolah. Pada umumnya prestasi akan menurun, lalu
dipecat/dikeluarkan yang berakibat makin kuatnya dorongan untuk
menyalahgunakan obat.
Dalam posisi demikian hubungan anggota keluarga dan kawan
dekat pada umumnya terganggu. Pemakaian yang lama akan
menimbulkan toleransi, kebutuhan akan zat bertambah. Akibat
selanjutnya akan memungkinkan terjadinya tindak kriminal, keretakan
rumah tangga sampai perceraian. Semua pelanggaran, baik norma
sosial maupun hukumnya terjadi karena kebutuhan akan zat yang
mendesak dan pada keadaan intoksikasi yang bersangkutan bersifat
agresif dan impulsif
h. Pencegahan Penyalahgunaan NAPZA
Pencegahan penyalahgunaan NAPZA menurut BNN (2009), meliputi:
1) Pencegahan primer
Pencegahan primer atau pencegahan dini yang ditujukan kepada
mereka, individu, keluarga, kelompok atau komunitas yang memiliki
risiko tinggi terhadap penyalahgunaan NAPZA, untuk melakukan
intervensi agar individu, kelompok, dan masyarakat waspada serta
memiliki ketahanan agar tidak menggunakan NAPZA. Upaya
pencegahan ini dilakukan sejak anak berusia dini, agar faktor yang
Gambaran Pelaksanaan Therapeutic..., ZICO ARFIAN, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2016
dapat menghabat proses tumbuh kembang anak dapat diatasi dengan
baik.
2) Pencegahan sekunder
Pencegahan sekunder ditujukan pada kelompok atau komunitas
yang sudah menyalahgunakan NAPZA. Dilakukan pengobatan agar
mereka tidak menggunakan NAPZA lagi.
3) Pencegahan tersier
Pencegahan tersier ditujukan kepada mereka yang sudah pernah
menjadi penyalahguna NAPZA dan telah mengikuti program terapi
dan rehabilitasi untuk menjaga agar tidak kambuh lagi. Sedangkan
pencegahan terhadap penyalahguna NAPZA yang kambuh kembali
adalah dengan melakukan pendampingan yang dapat membantunya
untuk mengatasi masalah perilaku adiksinya, detoksifikasi, maupun
dengan melakukan rehabilitasi kembali.
i. Terapi dan Rehabilitasi
1) Terapi
Terapi pengobatan bagi klien NAPZA misalnya dengan
detoksifikasi. Detoksifikasi adalah upaya untuk mengurangi atau
menghentikan gejala putus zat, dengan dua cara yaitu:
a) Detoksifikasi Tanpa Subsitusi
Klien ketergantungan putau (heroin) yang berhenti
menggunakan zat yang mengalami gajala putus zat tidak diberi
Gambaran Pelaksanaan Therapeutic..., ZICO ARFIAN, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2016
obat untuk menghilangkan gejala putus zat tersebut. Klien hanya
dibiarkan saja sampai gejala putus zat tersebut berhenti sendiri.
b) Detoksifikasi dengan Substitusi
Putau atau heroin dapat disubstitusi dengan memberikan jenis
opiat misalnya kodein, bufremorfin, dan metadon. Substitusi bagi
pengguna sedatif-hipnotik dan alkohol dapat dari jenis anti
ansietas, misalnya diazepam. Pemberian substitusi adalah dengan
cara penurunan dosis secara bertahap sampai berhenti sama sekali.
Selama pemberian substitusi dapat juga diberikan obat yang
menghilangkan gejala simptomatik, misalnya obat penghilang rasa
nyeri, rasa mual, dan obat tidur atau sesuai dengan gejala yang
ditimbulkan akibat putus zat tersebut (Purba, 2008).
2) Rehabilitasi
Yang dimaksud dengan rehabilitasi adalah upaya memulihkan
dan mengembalikan kondisi para mantan penyalahguna NAPZA
kembali sehat dalam arti sehat fisik, psikologik, sosial, dan spiritual.
Dengan kondisi sehat tersebut diharapkan mereka akan mampu
kembali berfungsi secara wajar dalam kehidupannya sehari-hari.
Menurut Hawari (2008) jenis-jenis rehabilitasi antara lain :
a) Rehabilitasi Medik
Dengan rehabilitasi medik ini dimaksudkan agar mantan
penyalahguna NAPZA benar-benar sehat secara fisik. Termasuk
dalam program rehabilitasi medik ini ialah memulihkan kondisi
Gambaran Pelaksanaan Therapeutic..., ZICO ARFIAN, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2016
fisik yang lemah, tidak cukup diberikan gizi makanan yang bernilai
tinggi, tetapi juga kegiatan olahraga yang teratur disesuaikan
dengan kemampuan masing-masing yang bersangkutan.
b) Rehabilitasi Psikiatrik
Rehabilitasi psikiatrik ini dimaksudkan agar peserta
rehabilitasi yang semula bersikap dan bertindak antisosial dapat
dihilangkan, sehingga mereka dapat bersosialisasi dengan baik
dengan sesama rekannya maupun personil yang membimbing atau
mengasuhnya. Termasuk rehabilitasi psikiatrik ini adalah
psikoterapi/konsultasi keluarga yang dapat dianggap sebagai
“rehabilitasi” keluarga terutama bagi keluarga-keluarga broken
home. Konsultasi keluarga ini penting dilakukan agar keluarga
dapat memahami aspek-aspek kepribadian anaknya yang terlibat
penyalahgunaan NAPZA, bagaimana cara menyikapinya bila kelak
ia telah kembali ke rumah dan upaya pencegahan agar tidak
kambuh.
c) Rehabilitasi Psikososial
Dengan rehabilitasi psikososial ini dimaksudkan agar peserta
rehabilitasi dapat kembali adaptif bersosialisasi dalam lingkungan
sosialnya, yaitu di rumah, di sekolah/kampus dan di tempat kerja.
Program ini merupakan persiapan untuk kembali ke masyarakat.
Oleh karena itu, mereka perlu dibekali dengan pendidikan dan
keterampilan misalnya berbagai kursus ataupun balai latihan kerja
Gambaran Pelaksanaan Therapeutic..., ZICO ARFIAN, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2016
yang dapat diadakan di pusat rehabilitasi. Dengan demikian
diharapkan bila mereka telah selesai menjalani program rehabilitasi
dapat melanjutkan kembali ke sekolah/kuliah atau bekerja.
d) Rehabilitasi Psikoreligius
Rehabilitasi psikoreligius memegang peranan penting. Unsur
agama dalam rehabilitasi bagi para pasien penyalahguna NAPZA
mempunyai arti penting dalam mencapai penyembuhan. Unsur
agama yang mereka terima akan memulihkan dam memperkuat
rasa percaya diri, harapan dan keimanan. Pendalaman, penghayatan
dan pengamalan keagamaan atau keimanan ini akan menumbuhkan
kekuatan kerohanian pada diri seseorang sehingga mampu
menekan risiko seminimal mungkin terlibat kembali dalam
penyalahgunaan NAPZA.
e) Forum Silaturahmi
Forum silaturahmi merupakan program lanjutan (pasca
rehabilitasi) yaitu program atau kegiatan yang dapat diikuti oleh
mantan penyalahguna NAPZA (yang telah selesai menjalani
tahapan rehabilitasi) dan keluarganya. Tujuan yang hendak dicapai
dalam forum silaturahmi ini adalah untuk memantapkan
terwujudnya rumah tangga/keluarga sakinah yaitu keluarga yang
harmonis dan religius, sehingga dapat memperkecil kekambuhan
penyalahgunaan NAPZA.
Gambaran Pelaksanaan Therapeutic..., ZICO ARFIAN, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2016
f) Program Terminal
Pengalaman menunjukkan bahwa banyak dari mereka
sesudah menjalani program rehabilitasi dan kemudian mengikuti
forum silaturahmi, mengalami kebingungan untuk program
selanjutnya. Khususnya bagi pelajar dan mahasiswa yang karena
keterlibatannya pada penyalahgunaan NAPZA di masa lalu
terpaksa putus sekolah menjadi pengangguran; perlu menjalani
program khusus yang dinamakan program terminal (re-entry
program), yaitu program persiapan untuk kembali melanjutkan
sekolah/kuliah atau bekerja.
2. Rehabiliasi Pengguna NAPZA
a. Pengertian
Rehabilitasi NAPZA adalah rehabilitasi yang meliputi pembinaan fisik,
mental, sosial, pelatihan keterampilan dan resosialisasi serta pembinaan
lanjut bagi para mantan pengguna NAPZA agar mampu berperan aktif
dalam kehidupan bermasyarakat. Rehabilitasi NAPZA adalah suatu
bentuk terapi dimana klien dengan ketergantungan NAPZA ditempatkan
dalam suatu institusi tertutup selama beberapa waktu untuk mengedukasi
pengguna yang berusaha untuk mengubah perilakunya, mampu
mengantisipasi dan mengatasi masalah relaps (kambuh) (Sutarti, 2008).
b. Model-model Pelayanan Rehabilitasi NAPZA
Berdasarkan KEPMENKES No.996/MENKES/SK/VIII/2002, pelayanan
rehabilitasi meliputi:
Gambaran Pelaksanaan Therapeutic..., ZICO ARFIAN, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2016
1) Pelayanan Medik
a) Detoksifikasi
Detoksifikasi adalah suatu proses dimana seorang individu yang
ketergantungan fisik terhadap zat psikoaktif (khususnya Opioida),
dilakukan pelepasan zat psikoaktif (opioida) tersebut secara tiba-
tiba (abrupt) atau secara sedikit demi sedikit (gradual).
b) Terapi Maintenance
Terapi maintenance (rumatan) adalah pelayanan pasca detoksifikasi
dengan tanpa komplikasi medik.
2) Terapi Psikososial
Dapat dilakukan melalui pendekatan Non Medis, misalnya Sosial,
Agama, Spiritual, Therapeutic Community, Twelve Steps, dan
alternatif lain. Metode ini diperlukan tindak lanjut dari sektor terkait
seperti Departemen Sosial, Departemen Agama atau pusat-pusat yang
mengembangkan metode tersebut. Pelaksanaan metode apapun, harus
tetap berkoordinasi bersama dokter puskesmas kecamatan setempat
atau dokter rumah sakit terdekat untuk menanggulangi masalah
kesehatan fisik dan mental yang mungkin dan atau dapat terjadi
selama proses rehabilitasi.
3) Rujukan
Pasien penyalahguna dan ketergantungan NAPZA dengan komplikasi
medis fisik dirujuk ke Rumah Sakit Umum Kabupaten / Kota atau
Rumah Sakit Umum Provinsi. Pasien penyalahguna dan
Gambaran Pelaksanaan Therapeutic..., ZICO ARFIAN, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2016
ketergantungan NAPZA dengan komplikasi medis psikiatris dirujuk
ke Rumah Sakit Jiwa atau bagian psikiatri Rumah Sakit Umum
terdekat.
Model-model pelayanan rehabilitasi NAPZA adalah sebagai berikut :
1) Model pelayanan dan rehabilitasi medis
a) Metadon
Metadon adalah zat opioid sintetik berbentuk cair yang
diberikan lewat mulut. Metadon merupakan obat yang paling sering
digunakan untuk terapi substitusi bagi ketergantungan opioid.
Bentuk terapi ini telah diteliti secara luas sebagai terapi modalitas.
Terapi substitusi Metadon dari penelitian dan monitoring
pelayanan, secara kuat terbukti efektif menurunkan penggunaan
NAPZA jalur gelap, mortalitas, resiko penyebaran HIV,
memperbaiki kesehatan mental dan fisik, memperbaiki fungsi
sosial serta menurunkan kriminalitas.
Pada klien dengan pengguna heroin yang memakai
rehabilitasi dengan Metadon, maka dosis Metadon dosis tinggi
dinilai lebih efektif daripada dosisnya rendah atau menengah. Dosis
Metadon yang tinggi akan diturunkan secara bertahap. Terapi
rumatan Metadon diikuti perbaikan kesehatan secara substansial
dan insiden efek samping rendah. Hampir ¾ klien yang mengikuti
terapi Metadon berespon baik (RSKO, 2005). Meski demikian,
tidak semua pengguna dengan ketergantungn opioid dapat diberi
Gambaran Pelaksanaan Therapeutic..., ZICO ARFIAN, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2016
terapi substitusi Metadon. Bagi mereka yang tidak dapat
menggunakan metode ini, tersedia banyak pendekatan lainnya dan
menggugah mereka tetap berada dalam terapi.
b) Burprenorfin
Burprenorfin adalah obat yang diberikan oleh dokter mellui resep.
Aktifitas agonis opioid Burprenorfin lebih rendah dari Metadon.
Burprenorfin tidak diabsorbsi dengan baik jika ditelan, karena itu
cara penggunaannya adalah sublingual (diletakkan di bawah lidah).
2) Model pelayanan dan rehabilitasi dengan pendekatan bimbingan
individu dan kelompok
Terapi ini merupakan terapi konvensional untuk klien
ketergantungan NAPZA yang tidak menjalani rawat inap dan dapat
dilakukan secara individual maupun kelompok. Program ini didesain
dengan kegiatan yang bervariasi seperti edukasi keterampilan,
meningkatkan sosialisasi, pertemuan yang bersifat vokasional, edukasi
moral dan spiritual, serta terapi 12 langkah (the 12 steps recopvery
program).
3) Model pelayanan dan rehabilitasi dengan pendekatan Therapeutic
Community
Therapeutic Community (TC) adalah sebuah kelompok yang
terdiri dari individu dengan masalah yang sama, tinggal di tempat
yang sama, memiliki seperangkat peraturan, filosofi, norma dan nilai,
Gambaran Pelaksanaan Therapeutic..., ZICO ARFIAN, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2016
serta kultural yang disetujui, dipahami dan dianut bersama.
Kesemuanya dijalankan demi pemulihan diri masing-masing.
Program TC berlandaskan pada filosofi dan slogan-slogan
tertentu, baik yang tertulis maupun tidak tertulis.
a) Filosofi TC tertulis:
“Saya berada di sini karena tiada lagi tempat berlindung, baik dari
diri sendiri, hingga saya melihat diri saya di mata dan hati insan
yang lain. Saya masih berlari, sehingga saya masih belum sanggup
merasakan kepedihan dan menceritakan segala rahasia diri saya ini,
saya tidak dapat mengenal diri saya sendiri dan yang lain, saya
akan senantiasa sendiri. Dimana lagi kalau bukan di sini, dapatkah
saya melihat cermin diri sendiri? Bukan kebesaran semu dalam
mimpi atau si kerdil di dalam ketakutannya, tetapi seorang insan,
bagian dari masyarakat yang penuh kepedulian. Di sini saya dapat
tumbuh dan berakar, bukan lagi seseorang seperti dalam kematian
tetapi dalam kehidupan yang nyata dan berharga baik untuk diri
sendiri maupun orang lain.”
b) Filosofi tidak tertulis:
(1) Honesty (kejujuran) adalah nilai hakiki yang harus dijalankan
para residen, setelah sekian lama mereka hidup dalam
kebohongan.
Gambaran Pelaksanaan Therapeutic..., ZICO ARFIAN, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2016
(2) No free lunch (di dunia ini tidak ada yang gratis). Tidak ada
sesuatupun di dunia ini yang didapatkan tanpa usaha terlebih
dahulu.
(3) Trust your environment (percaya pada lingkunganmu). Percaya
pada lingkungan rehabilitasi dan yakin bahwa lingkungan ini
mampu membawa klien pada kehidupan yang positif.
(4) Understand is rather than to be Understood (pahami lebih
dulu orang lain sebelum kita minta dipahami)
(5) Blind faith (keyakinan total pada lingkungan)
(6) To be aware is to be alive (waspada adlah inti kehidupan)
(7) Do your things right, everything else will follow (pekerjaan
yang dilakukan dengan benar-benar akan memberikan hasil
yang positif)
(8) Be careful what ask to you, you might just get it (mulutmu
harimaumu)
(9) You can’t keep it unless you give it away (sebarkanlah ilmumu
pada banyak orang)
(10) What goes around, comes around (perbuatan baik akan
berbuah baik)
(11) Compensation is valid (selalu ada ganjaran bagi perilaku yang
kita buat)
(12) Act as if (bertindak sebagaimana mestinya)
Gambaran Pelaksanaan Therapeutic..., ZICO ARFIAN, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2016
(13) Personal growth before vested status (kembangkanlah dirimu
seoptimal mungkin)
4) Model pelayanan dan rehabilitasi dengan pendekatan agama
Ada berbagai macam pusat rehabilitasi dengan pendekatan
agama, misalnya Pondok Pesantren dengan pendekatan nilai-nilai
agama Islam dimana kegiatan utamanya adalah berdzikir. Beda halnya
di Thailand dimana para biksu Budha merawat klien yang mengalami
ketergantungan opioida di kuil, antara lain kuil Budha Tan Kraborg.
Di dalam kuil, setiap pagi klien diberi ramuan daun yang
menyebabkan klien muntah dan sore harinya mendapat pelajaran
agama Budha dalam lima hari pertama. Setelah lima hari tidak ada
lagi kegiatan terstruktur dan klien diberi kesempatan untuk
memulihkan kesehatannya dari kelelahan. Para pendeta ini juga telah
dilatih dalam memberi konseling kepada klien.
5) Model pelayanan dan rehabilitasi dengan pendekatan Narcotic
Anonymus
Suatu program recovery yang dijalankan seorang pecandu
berdasarkan prinsip 12 langkah. Langkah-langkah ini harus dijalankan
lebih dari satu kali. Setelah selesai mengerjakan seluruh langkah yang
ada, seorang pecandu harus menjalankan kembali langkah pertama.
Karena banyak hal baru yang terjadi dan timbul sehingga seorang
pecandu harus menjalankan recorvery-nya seumur hidup. 12 langkah
tersebut antara lain:
Gambaran Pelaksanaan Therapeutic..., ZICO ARFIAN, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2016
a) Step 1: Kami mengakui bahwa kami tidak punya kekuatan untuk
mengatasi kebiasaan menggunakan alkohol sehingga hidup kami
menjadi tidak terkendali.
b) Step 2: Kami berkesimpulan bahwa suatu kekuatan yang lebih
besar dari diri kami sendiri dapat memulihkan kami kepada hidup
yang lebih sehat.
c) Step 3: Kami memutuskan untuk memalingkan kemauan dan hidup
kami di bawah bimbingan Tuhan, sebagaimana kami
memahaminya.
d) Step 4: Mencari dan tidak takut akan menemukan moral kami
sendiri.
e) Step 5: Mengakui kepada Tuhan, kepada diri kami sendiri dan
kepada orang lain, kesalahankesalahan kami yang bersifat alamiah.
f) Step 6: Siap secara bulat menerima Tuhan yang akan mengubah
semua cacat watak.
g) Step 7: Dengan rendah hati memohon kepada-Nya untuk
menghilangkan kekurangan kami.
h) Step 8: Membuat daftar-daftar orang yang telah kami rugikan, dan
ingin berubah terhadap mereka.
i) Step 9: Berubah secara langsung kepada orang tersebut dimana
mungkin, kecuali bila dengan berbuat demikian akan mencederai
mereka atau orang lain.
Gambaran Pelaksanaan Therapeutic..., ZICO ARFIAN, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2016
j) Step 10: Terus menemukan diri kami sendiri dan bila terdapat
kesalahan, segera mengakuinya.
k) Step 11: Melalui doa dan meditasi meningkatkan hubungan secara
sadar dengan Tuhan, sebagaimana kami memahami-Nya, berdoa
hanya untuk mengetahui akan kehendak-Nya atas diri kami dan
kekuatan melaksanakannya.
l) Step 12: Dengan memiliki kesadaran spiritual sebagai hasil dari
langkah ini, kami akan mencoba untuk menyampaikan kabar ini
kepada pecandu alkohol, dan menerapkan prinsip ini dalam semua
kehidupan kami.
6) Model pelayanan dan rehabilitasi dengan pendekatan terpadu
Suatu pelayanan rehabilitasi dengan memadukan konsep dari
berbagai pendekatan dan bidang ilmu yang mendukung sehingga
dapat memfasilitasi korban NAPZA dalam mengatasi masalahnya dari
aspek bio, psiko, sosial, dan spiritual. Tahapan kegiatan pelayanan dan
rehabilitasi sosial bagi korban penyalahguna Narkoba dilaksanakan
sesuai.
3. Therapeutic Community
a. Pengertian
Therapeutic community adalah grup atau sekelompok orang yang
memiliki prinsip interpersonal yang cukup tinggi, sehingga mampu
mendorong orang lain untuk belajar berinteraksi di suatu komunitas.
Therapeutic community terdiri dari staf yang pernah mengalami rasa sakit
Gambaran Pelaksanaan Therapeutic..., ZICO ARFIAN, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2016
dan memiliki perilaku yang timbul akibat ketergantungan narkoba,
namun telah mampu dan mengetahui cara mengatasinya serta telah
melalui pendidikan dan pelatihan khusus yang memenuhi syarat dan
konselor (Leon, 2007).
Teori yang mendasari metode therapeutic community adalah
pendekatan behavioral dimana berlaku sistem reward (penghargaan /
penguatan) dan punishment (hukuman) dalam mengubah suatu perilaku.
Selain itu digunakan juga pendekatan kelompok, dimana sebuah
kelompok dijadikan suatu media untuk mengubah suatu perilaku.
Therapeutic community adalah salah satu model terapi dimana
sekelompok individu hidup dalam satu lingkungan yang sebelumnya
hidup terasing dari masyarakat umum, berupaya mengenal diri sendiri
serta belajar menjalani kehidupan berdasarkan prinsip-prinsip yang
utama dalam hubungan antar individu, sehingga mampu merubah
perilaku yang dapat diterima oleh masyarakat. (Direktorat Jenderal
Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial, 2003).
Pengertian lain menyebutkan bahwa Therapeutic Community
merupakan suatu treatment yang menggunakan pendekatan psikososial,
yaitu bersama-sama dengan mantan pengguna narkoba lainnya hidup
dalam satu lingkungan dan saling membantu untuk mencapai
kesembuhan (Syarifuddin, 2013).
Menurut pengertian diatas, maka yang dimaksud therapeutic
community adalah salah satu program untuk merehabilitasi dalam hal ini
Gambaran Pelaksanaan Therapeutic..., ZICO ARFIAN, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2016
para pecandu narkoba agar bisa mempertahankan proses pemulihannya.
Dalam program ini, para pecandu narkoba berupaya untuk mengenal diri
dan sesamanya serta saling mendukung dalam mempersiapkan diri untuk
pada peningkatan kemampuan dan keterampilan residen yang dapat
diterapkan untuk menyelesaikan tugas-tugas sehari-hari maupun masalah
dalam kehidupannya
Konsep therapeutic community yaitu menolong diri sendiri, dapat
dilakukan dengan adanya keyakinan bahwa:
1) Setiap orang bisa berubah
2) Kelompok bisa mendukung untuk berubah
3) Setiap individu harus bertanggung jawab
4) Program terstruktur dapat menyediakan lingkungan aman dan
kondusif bagi perubahan
5) Adanya partisipasi aktif (Winanti, 2008).
b. Program Therapeutic Community
Pelaksanaan program disusun untuk membuat residen terlibat
secara penuh dalam setiap kegiatan, sesuai dengan job function-nya
masing – masing. Kedudukan petugas hanya sebagai pengawas, yang
mengawasi program. Kategori struktur program utama dari Therapeutic
Community, terdiri dari 4 (empat), yaitu:
Gambaran Pelaksanaan Therapeutic..., ZICO ARFIAN, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2016
1) Behaviour management shaping (Pembentukan tingkah laku)
Perubahan perilaku yang diarahkan pada kemampuan untuk
mengelola kehidupannya sehingga terbentuk perilaku yang sesuai
dengan nilai-nilai, norma – norma kehidupan masyarakat.
2) Emotional and psychological (Pengendalian emosi dan psikologi)
Perubahan perilaku yang diarahkan pada peningkatan kemampuan
penyesuaian diri secara emosional dan psikologis.
3) Intellectual and spiritual (Pengembangan pemikiran dan kerohanian)
Perubahan perilaku yang diarahkan pada peningkatan aspek
pengetahuan, nilai – nilai spiritual, moral dan etika, sehingga mampu
menghadapi dan mengatasi tugas – tugas kehidupannya maupun
permasalahan yang belum terselesaikan
4) Vocational and survival (Keterampilan kerja dan keterampilan
bersosial serta bertahan hidup)
Perubahan perilaku yang diarahkan pada peningkatan kemampuan dan
keterampilan residen yang dapat diterapkan untuk menyelesaikan
tugas-tugas sehari – hari maupun masalah dalam kehidupannya
(Winarti, 2008).
Fase penanganan progam Therapeutic Community (TC) menurut
Perfas (2009) terdiri atas 5 tahap, yaitu :
1) Entry / Orientation Phase
Perkiraan waktu 2 sampai 4 minggu. Tahap awal berupa orientasi
terhadap aturan, norma, ritual dan tugas di TC. Pengenalan terhadap
Gambaran Pelaksanaan Therapeutic..., ZICO ARFIAN, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2016
komunitas dan staf pegawai. Kegiatan yang dilakukan berupa
pekerjaan sederhana dan mudah sehingga tidak perlu mengambil
keputusan penting, tetapi perlu pengawasan tingkat tinggi.
2) Core Treatment Phase
Perkiraan waktu antara 3 – 6 bulan. Belajar untuk mengidentifikasi
isu-isu klinis atau pengobatan misalnya psikologis, sosial atau
keluarga, kesehatan, pendidikan, pelatihan, dll. Pengelolaan emosi dan
belajar ekspresi perasaan yang tepat dalam kelompok dan bentuk lain
dari konseling. Selain itu praktek dalam mengartikulasikan dan
mengungkapkan masalah kritis kehidupan atau masalah pribadi yang
belum terselesaikan dalam sesi kelompok atau sesi pribadi.
3) Pre – Reentry Phase
Perkiraan waktu antara 2 – 3 bulan. Pada tahap ini fokus terhadap
pengejaran karier, pendidikan dan kegiatan produktif lainnya yang
meningkatkan kemandirian, sebagai wujud resosialisasi secara
bertahap untuk persiapan kegiatan di luar TC. Proses Internalisasi
yang baru untuk memperoleh norma, nilai-nilai pribadi dan gaya
hidup bebas narkoba. Keberhasilan dari proses ini perlu melibatkan
peran manajerial dan pengawasan
4) Reentry Phase
Perkiraan waktu antara 2 – 6 bulan. Dalam usaha pengembalian diri ke
masyarakat di luar kehidupan komunitas, maka perlu belajar untuk
menangani isu-isi jika terjadi kekambuhan dan menemukan gaya
Gambaran Pelaksanaan Therapeutic..., ZICO ARFIAN, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2016
hidup yang stabil. Oleh karena itu perlu dukungan dari keluarga,
teman, komunitas, dll. Melatih kemampuan dengan gaya hidup baru
seperti mengelola uang, manajemen waktu, manajemen stress,
kesehatan dan praktek seks yang aman.
5) Aftercare Phase
Perkiraan waktu antara 6 - 12 bulan. Melakukan kunjungan ke
komunitas TC untuk berhubungan kembali dengan komunitas atau
memberi waktu pribadi sebagai pembicara atau fasilitator dari
kelompok-kelompok khusus dalam upaya mempertahankan gaya
hidup bebas dari narkoba.
c. Kegiatan Therapeutic Community
Menurut Leon (2007), prinsip terapi yang dilakukan dengan
metode therapeutic community berupa kegiatan – kegiatan yang
dilaksanakan secara rutin dan teratur. Adapun kegiatan yang rutin
dilakukan,yaitu:
1) Perbaikan Perilaku Sehari-hari (Behavior Management)
Setiap hari, residen diharuskan beraktivitas mengikuti jadwal yang
telah ditentukan, kecuali ada kendala seperti residen dalam keadaan
sakit. Setiap kegiatan sudah dijadwal secara padat dan teratur.
Tujuannya agar pasien diberi kesibukan sehingga tidak memiliki
waktu untuk berdiam diri dan berkhayal. Semua aktivitas dilakukan
secara bersama – sama, antara para residen dan staf yang bertugas.
Gambaran Pelaksanaan Therapeutic..., ZICO ARFIAN, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2016
Tujuannya untuk meningkatkan kedisiplinan dan rasa kebersamaan
dalam suatu komunitas.
2) Pertemuan
Pada terapi komunitas pertemuan berdasarkan tujuannya, dibedakan
menjadi 4 (empat) macam, yaitu :
a) Morning Meeting
Kegiatan yang bersifat formal dilakukan pada pagi hari, sesudah
makan, selama 30-45 menit. Kegiatan ini diikuti oleh staf dan
residen dengan mengenakan pakaian formal dan bersepatu,
kemudian mengucapkan moto hidup dari terapi komunitas agar
memberi semangat dan bebas dari ketergantungan narkoba. Tujuan
kegiatan ini yaitu mempengaruhi aspek psikologi, dengan
mengawali hari dengan baik, meningkatkan rasa keakraban dan
persaudaraan dalam komunitas dan yang terutama adalah
memotivasi agar aktivitas sepanjang hari dapat berlangsung dengan
baik (Leon, 2007).
b) Seminar
Pertemuan formal yang dilakukan setiap sore selama 60-90 menit.
Kegiatan seminar dilakukan untuk mengasah kemampuan
mendengarkan, berbicara dan memperhatikan. Pada kegiatan ini
pasien diberi kesempatan untuk mengungkapkan pendapat secara
bebas sehingga merangsang kemampuan berkomunikasi. Tujuan
seminar adalah sebagai stimulasi intelektual, yaitu merangsang
Gambaran Pelaksanaan Therapeutic..., ZICO ARFIAN, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2016
kreatifitas untuk memberi ide dan tanggapan terhadap hal-hal yang
baru, dan membentuk pola berpikir yang benar dan sarana
berinteraksi sosial serta merupakan pastisipasi aktif dalam kegiatan
berkomunikasi. Penataan ruang biasanya disusun seperti susunan
ruang kelas agar terkesan formal (Leon, 2007).
c) House Meeting
Pertemuan informal yang dilakukan setiap malam hari, setelah
makan malam. Sifat pertemuan lebih akrab. Lama pertemuan
sekitar 45-60 menit. Situasi pada saat pertemuan adalah pasien
dalam keadaan santai, duduk tenang, pasif atau cenderung
mendengarkan. Tujuan house meeting adalah mengevaluasi semua
kegiatan yang telah dilakukan sepanjang hari, baik yang positif
maupun yang negatif (Leon, 2007)
d) General Meeting
Pertemuan ini bersifat santai namun kekeluargaan. Lama
pertemuan tidak ditentukan. Tujuannya merayakan hal-hal yang
membanggakan atas prestasi residen sehingga memotivasi dan
meningkatkan kesadaran untuk berperilaku positif.. Hal ini akan
meningkatkan rasa percaya diri merupakan bagian yang sangat
berarti bagi proses kesembuhan (Leon, 2007)
3) Permainan
Berbagai permainan yang dapat meningkatkan kemampuan bekerja
sama dalam kelompok, mengasah kreativitas dan intelektual,
Gambaran Pelaksanaan Therapeutic..., ZICO ARFIAN, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2016
mengembangkan kemampuan untuk mengungapkan pendapat dan
lain-lain.
4) Ibadah
Perbaikan mental spiritual sangat dibutuhkan oleh pasien. Memiliki
hubungan yang dekat dengan Tuhan dapat membantu pasien dalam
mengendalikan perilaku dan pola berpikir. Beribadah secara rutin
akan dapat membantu proses penyembuhan. Kegiatan beribadah
dilakukan bersama-sama.
5) Ketrampilan untuk bertahan mandiri lepas dari ketergantungan dengan
narkoba (Vocational/Survival Skill)
Pelatihan yang diberikan untuk mampu bertahan mandiri lepas dari
ketergantungan narkoba dengan pemberian tugas secara bertahap
mulai dari yang mudah hingga kompleks dan menuntut tanggung
jawab dari setiap individu. Pelatihan kepemimpinan dan penerapannya
di lingkungan komunitas, meliputi evaluasi dan pengambilan
keputusan yang telah dibuat dalam komunitas.
d. Tahapan Program
Menurut Leon (2007), tahapan dalam pelaksanaan program
therapeutic community meliputi:
1) Induction
Tahap ini berlangsung pada sekitar 30 hari pertama saat residen mulai
masuk. Tahap ini merupakan masa persiapan bagi residen untuk
memasuki tahapan Primary.
Gambaran Pelaksanaan Therapeutic..., ZICO ARFIAN, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2016
2) Primary
Tahap ini ditujukan bagi perkembangan sosial dan psikologis residen.
Dalam tahap ini residen diharapkan melakukan sosialisasi, mengalami
pengembangan diri, serta meningkatkan kepekaan psikologis dengan
melakukan berbagai aktivitas dan sesi teraputik yang telah ditetapkan.
Dilaksanakan selama kurang lebih 3 sampai dengan 6 bulan. Primary
terbagi dalam beberapa tahap, yaitu:
a) Younger member
b) Middle Peer
c) Older member
3) Re-entry
Re-entry merupakan program lanjutan setelah Primary. Program Re-
entry memiliki tujuan untuk memfasilitasi residen agar dapat
bersosialisasi dengan kehidupan luar setelah menjalani perawatan di
Primary. Tahap ini dilaksanakan selama 3 sampai dengan 6 bulan.
4) Aftercare
Program yang ditujukan bagi eks-residen/alumni. Program ini
dilaksanakan di luar panti dan diikuti oleh semua angkatan di bawah
supervisi dari staf re-entry. Tempat pelaksanaan disepakati bersama.
Adapun kegiatan kelompok (group therapy) dalam therapeutic
community yang dapat dilaksanakan adalah :
a) Morning meeting, yaitu kegiatan rutin setiap pagi hari pada pukul
09.00 s.d 10.00 WIB yang berupa pertemuan seluruh residen untuk
Gambaran Pelaksanaan Therapeutic..., ZICO ARFIAN, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2016
menyampaikan hal-hal penting yang terjadi di lingkungan blok
mereka. Tata cara pelaksanaan morning meeting adalah :
(1) Seluruh family berkumpul di suatu tempat/ruangan.
(2) Family berdiri membentuk lingkaran dan bergandengan tangan
untuk membaca serenity prayer yang dipimpin oleh salah satu
residen yang diikuti oleh seluruh residen lainnya.
(3) Setelah selesai membaca serenity prayer, maka seluruh residen
berangkulan untuk membaca philosophy yang dipimpin oleh
salah satu residen dan diikuti oleh residen lainnya.
(4) Family duduk melingkar dengan membentuk huruf U dengan
susunan status older berada di ujung lingkaran.
(5) Di bagian tengah ujung lingkaran disediakan dua kursi untuk
seorang conduct (mayor on duty) dan seorang C.O.D. /On
Chair (C.O.D. yang bertugas).
(6) Morning meeting dimulai dengan sesi announcement,
dilanjutkan dengan awareness, pull ups, issue, dan diakhiri
dengan second half.
(7) Morning meeting ditutup dengan pembacaan doa yang
dipimpin oleh chief dengan seluruh residen berdiri dan saling
bergandeng tangan.
(8) Sebelum meninggalkan tempat, residen saling bersalaman dan
berpelukan (hug each other).
Gambaran Pelaksanaan Therapeutic..., ZICO ARFIAN, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2016
b) Open house, yaitu kegiatan pemeriksaan dan penggeledahan kamar
hunian (blok) residen therapeutic community untuk melihat kondisi
kamar baik dari sisi kebersihan, kerapihan maupun adanya
pelanggaran yang dilakukan residen. Kegiatan ini dilakukan secara
insidentil (sewaktu-waktu), dipimpin oleh konselor dan dibantu
oleh status older.
c) Encounter group, yaitu suatu kegiatan pengungkapan perasaan dan
emosi residen secara terarah kepada residen yang lain. Dalam
kegiatan ini difasilitasi oleh seorang konselor dan diawasi oleh
petugas lainnya. Tata cara pelaksanaan encounter group :
(1) Residen duduk membentuk lingkaran.
(2) Di tengah barisan lingkaran diposisikan dua kursi yang saling
berhadapan dengan jarak tertentu (± 1,5 m).
(3) Seorang conduct (fasilitator/salah satu mayor) memimpin doa
sebelum memulai kegiatan.
(4) Conduct memandu residen untuk menyebutkan rules of
encounter satu persatu secara bergantian.
(5) Family yang memasukkan drop slip/memiliki feeling duduk di
kursi yang disediakan secara bergantian.
(6) Family yang memiliki feeling tersebut melakukan running
feeling/menyalurkan kemarahannya kepada residen yang
dimaksudkan/di drop slip.
Gambaran Pelaksanaan Therapeutic..., ZICO ARFIAN, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2016
(7) Setelah semua family yang drop slip melakukan running
feeling, maka conduct memberikan feedback.
(8) Kegiatan ditutup dengan membaca doa yang dipimpin oleh
conduct.
(9) Setelah selesai semuanya maka diakhiri dengan saling
bersalaman.
d) Static group, yaitu kegiatan sharing feeling secara mendalam di
dalam suatu kelompok kecil yang dipandu oleh satu orang
konselor. Tata cara pelaksanaan static group, yaitu :
(1) Residen dibagi menjadi kelompok-kelompok kecil yang
dipimpin oleh seorang static (peer counsellor).
(2) Setiap kelompok duduk melingkar.
(3) Kegiatan dimulai dengan membaca doa yang dipimpin oleh
counsellor, dimana semua residen dalam setiap kelompok
saling bergandeng tangan.
(4) Kelompok mulai melakukan sharing permasalahan pribadi
mereka, dilanjutkan dengan confrontation (tanya jawab) dan
pemberian feedback oleh masing-masing anggota
kelompok/counsellor.
(5) Kegiatan ditutup dengan pembacaan doa dan diakhiri dengan
saling bersalaman dan berpelukan.
Gambaran Pelaksanaan Therapeutic..., ZICO ARFIAN, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2016
e) Seminar, yaitu kegiatan yang berupa pemberian materi yang
berkaitan dengan narkoba. Tujuannya adalah membuka wawasan
dan menumbuhkan kesadaran diri terhadap bahaya narkoba.
f) Learning experience, yaitu suatu kegiatan pembelajaran kepada
residen yang berupa sanksi dari pelanggaran yang dilakukannnya.
Bentuk dari sanksi tersebut diarahkan pada perubahan sikap, cara
berpikir, disiplin dan evaluasi diri terhadap kesalahannya. Hal ini
dapat dilihat apabila seorang residen yang telah melakukan suatu
pelanggaran aturan yang telah ditentukan haruslah terbuka dan
mengakui kesalahannya didepan rekan residen lainnya.
g) Sport and recreation, yaitu kegiatan bertujuan untuk mereduksi
tingkat stres yang dialami residen selama mengikuti kegiatan.
Kegiatan sport berupa kegiatan senam massal, sepak bola, bola voli
dan bola basket. Sementara kegiatan recreation berupa musik/band
dan video session, yaitu nonton film bersama.
h) Vocational group, yaitu kegiatan pengembangan kreatifitas residen
terdiri dari pembuatan pigura/bingkai foto, pembuatan asbak, pot
bunga dan kerajinan tangan lainnya.
i) Function, merupakan kegiatan yang dilakukan dalam rangka untuk
meningkatkan rasa tanggung jawab dan kepedulian terhadap
kebersihan lingkungan sekitar. Kegiatan ini dijadualkan setiap
harinya dan dilakukan sebelum dan sesudah kegiatan therapeutic
community.
Gambaran Pelaksanaan Therapeutic..., ZICO ARFIAN, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2016
j) Religious session, yaitu kegiatan yang diarahkan pada pendalaman
diri terhadap kehidupan spiritual dan keagamaan.
Dengan aturan-aturan TC seperti di atas, maka diharapkan
pelaksanaan program benar-benar dijalankan oleh residen (residen
merupakan sebutan untuk peserta program TC). Residen sebagai objek
dan subjek yang menjalankan treatment. Program disusun untuk
membuat residen terlibat secara penuh dalam setiap kegiatan, sesuai
dengan job function-nya masing-masing. Kedudukan petugas hanya
sebagai pengawas, yang mengawasi jalannya program. Dalam sebuah
program treatment tentu saja hasil yang diharapkan adalah terjadinya
perubahan sesuai dengan tujuan program. Program akan dikatakan
berhasil apabila program tersebut efektif dilaksanakan, dan
menghasilkan perubahan-perubahan yang bersifat lebih positif.
Gambaran Pelaksanaan Therapeutic..., ZICO ARFIAN, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2016
B. Kerangka Teori
Bagan 2.1. Kerangka Teori
Sumber: Partodiharjo (2008), Alatas (2009), BNN (2009), Hawari (2006), Winarti (2008).
Terapi dan Rehabilitasi Penyalahgunaan NAPZA: 1. Terapi 2. Rehabilitasi
a. Rehabilitasi Medik b. Rehabilitasi Psikiatrik c. Rehabilitasi Psikososial d. Rehabilitasi Psikoreligius e. Forum Silaturahmi f. Program Terminal
Efek Penyalahgunaan Napza: 1. Terhadap kondisi fisik 2. Terhadap kehidupan
mental emosional 3. Terhadap kehidupan sosial
Jenis-Jenis NAPZA: 1. Narkotika 2. Psikotropika 3. Zat Adiktif
NAPZA
Pencegahan Penyalahgunaan NAPZA: 1. Pencegahan primer 2. Pencegahan sekunder 3. Pencegahan tersier
Terapi Komunitas
Tahap Orientasi : 1. Bimbingan fisik 2. Bimbingan ketrampilan 3. Bimbingan sosial 4. Bimbingan kesenian 5. Bimbingan spiritual 6. Oun The spot Terapi
Tahap Terapi Komunitas: 1. Orientation Phase 2. Core Treatment Phase 3. Pre – Reentry Phase 4. Reentry Phase 5. Aftercare Phase
Gambaran Pelaksanaan Therapeutic..., ZICO ARFIAN, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2016
C. Kerangka Konsep
Kerangka konsep merupakan model konseptual yang berkaitan dengan
bagaimana peneliti menyusun teori/menghubungkan secara logis beberapa
faktor yang dianggap penting untuk masalah (Notoatmodjo, 2010). Kerangka
konsep dalam penelitian ini adalah:
Keterangan:
: Variabel yang diteliti
: Arah penelitian
Bagan 2.2 Kerangka Konsep
Orientation Phase
Therapeutic Community
Tahap Orientasi : 1. Bimbingan fisik 2. Bimbingan ketrampilan 3. Bimbingan sosial 4. Bimbingan kesenian 5. Bimbingan spiritual 6. Oun The spot Terapi
Gambaran Pelaksanaan Therapeutic..., ZICO ARFIAN, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2016