BAB II TINJAUAN PUSTAKA P. 1. Tinjauan Umum tentang ... fileBAB II TINJAUAN PUSTAKA P. Kerangka...
Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA P. 1. Tinjauan Umum tentang ... fileBAB II TINJAUAN PUSTAKA P. Kerangka...
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
P. Kerangka Teori
1. Tinjauan Umum tentang Ketenagakerjaan
a. Pihak – Pihak yang Terlibat dalam Ketenagakerjaan
1) Pekerja/buruh
Sebelum Undang – Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
ketenagakerjaan berlaku, istilah yang sangat dikenal dalam
hukum ketenagakerjaan adalah buruh, istilah tersebut sering
digunakan sejak jaman penjajahan Belanda. Pada jaman
dahulu, yang dimaksud dengan buruh adalah orang – orang
pekerja kasar seperti kuli, mandor, tukang dan orang – orang
yang melakukan pekerjaan kasar sejenisnya, sedangkan orang –
orang yang melakukan pekerjaan halus disebut dengan istilah
pegawai atau karyawan.
Dalam perkembangannya, sekarang tidak dibedakan antara
buruh halus dan buruh kasar yang mempunyai hak dan
kewajiban yang sama tidak mempunyai perbedaan apapun,
sebagaimana diusulkan oleh pemerintah, pada saat Kongres
FBSI II tahun 1985, istilah buruh diupayakan diganti dengan
istilah pekerja, karena istilah buruh kurang sesuai dengan
kepribadian bangsa ( Lalu Husni, 2006:44).
Dalam pasal 1 ayat (3) Undang – Undang Nomor 13 Tahun
2003 tentang Ketenagakerjaan disebutkan bahwa :
“pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan
menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain”. Pengertian
tersebut memiliki makna yang lebih luas karena dapat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
mencakup semua orang yang bekerja pada siapa saja baik
perorangan, persekutuan, badan hukum atau badan lainnya
dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk apapun.
Libertus Jehani dalam bukunya Hak – hak Pekerja bila di PHK
mengemukakan bahwa unsur – unsur dalam pengertian pekerja
adalah bekerja pada orang lain, dibawah perintah orang lain,
dan mendapat upah (Libertus Jehani, 2006 : 1).
Maka pekerja dapat diartikan sebagai siapapun yang
bekerja pada orang lain, dibawah perintah pemilik perusahaan
dan mendapatkan upah dari hasil kerjanya.
2) Pengusaha
Sebelum diberlakukan Undang- Undang Nomor 13 Tahun
2003tentang Ketenagakerjaan, istilah majikan sangat dikenal
seperti halnya istilah buruh, namun sekarang istilah majikan
tersebut tidak digunakan lagi dan diganti dengan istilah
pengusaha karena konotasi majikan sebagai pihak yang selalu
berada di atas sebagai lawan atau kelompok penekan buruh.
Dalam Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 Pasal 1 ayat
(5) disebutkan secara jelas bahwa pengusaha adalah:
a). orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum
yang menjalankan suatu perusahaan milik sendiri;
b). orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum
yang secara berdiri sendiri menjalankan perusahaan bukan
miliknya;
c). orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum
yang berada di Indonesia mewakili perusahaan
sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b yang
berkedudukan di luar wilayah Indonesia.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
Sedangkan perusahaan adalah setiap bentuk usaha yang
berbadan hukum atau tidak yang mempekerjakan pekerja
dengan tujuan mencari keuntungan. Pengertian pengusaha
merujuk pada orangnya, sedangkan perusahaan merujuk pada
bentuk usahanya.
3) Organisasi Pekerja
dalam pasal 1 ayat (17) Undang – Undang Nomor 13 Tahun
2003 d isebutkan bahwa “Serikat buruh/ pekerja adalah organisasi
yang dibentuk dari, oleh, dan untuk buruh/ pekerja baik di
perusahaan maupun di luar perusahaan yang bersifat bebas,
terbuka, mandiri, demokratis, dan bertanggung jawab guna
memperjuangkan, membela serta melindungi hak dan kepentingan
pekerja/ buruh serta meningkatkan kesejahteraan buruh/ pekerja
dan keluarganya”.
Menurut RG. Kartasapoetra, yang dimaksud dengan
organisasi buruh/pekerja ditanah air kita adalah organisasi yang
didirikan oleh dan untuk kaum buruh/pekerja secara sukarela yang
berbentuk :
g) Serikat Buruh, adalah organisasi yang didirikan oleh
dan untuk buruh secara sukarela, berbentuk kesatuan
dan mencakup lapangan pekerjaan, serta disusun secara
vertikal dari pusat sampai unit – unit kerja (basis).
h) Gabungan Serikat Buruh, adalah suatu organisasi buruh
yang anggota – anggotanya terdiri dari serikat buruh
seperti diatas (Zainal Asikin, 1993:50)
Berdasarkan pengertian serikat pekerja/buruh tersebut,
maka dapat disimpulkan bahwa tujuan dari serikat pekerja/buruh
adalah memberikan perlindungan, pembelaan hak dan kepentingan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
serta meningkatkan kesejahteraan yang layak bagi pekerja/buruh
dan keluarganya.
4) Organisasi Pengusaha
Organisasi pengusaha merupakan mitra serikat pekerja dan
pemerintah dalam penanganan masalah-masalah ketenagakerjaan
dan hubungan industrial. Organisasi pengusaha dapat dibentuk
menurut sektor industri atau jenis usaha, mulai dari tingkat lokal
sampai tingkat kabupaten, propinsi hingga tingkat pusat atau
tingkat nasional (Payaman J. Simanjuntak, 2003 : 21). Organisasi
pengusaha diperlukan sebagai wadah untuk mempersatukan para
pengusaha dalam upaya turut serta memelihara ketenangan kerja
dan berusaha, atau lebih pada hal-hal yang teknis menyangkut
pekerjaan/ kepentingannya.
Jadi yang dimaksud dengan organisasi pengusaha adalah
wadah bagi para pengusaha untuk bergerak di bidang
perekonomian dan ketenagakerjaan. Organisasi pengusaha yang
ada di Indonesia adalah KADIN (Kamar Dagang dan Industri) dan
APINDO (Asosiasi Pengusaha Indonesia).
Pasal 105 Undang – Undang Nomor 13 Tahun 2003
menyebutkan bahwa mengenai organisasi pengusaha menentukan
sebagai berikut :
a) Setiap pengusaha berhak membentuk dan menjadi
anggota organisasi pengusaha.
b) Ketentuan mengenai organisasi pengusaha diatur sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang – undangan
yang berlaku.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
5) Pemerintah
Pemerintah berperan melalui penetapan peraturan
perundang-undangan untuk memberikan jaminan kepastian hak
dan kewajiban para pihak.Bentuk campur tangan pemerintah bisa
juga terlihat dari adanya instansi-instansi yang berwenang dan
mengurus soal bekerjanya tenaga kerja.Instansi yang dimaksud
salah satunya adalah Dinas Tenaga Kerja.
Pengawasan terhadap pelaksanaan ketentuan hukum di
bidang ketenagakerjaan akan menjamin pelaksanaan hak – hak
normatif bagi pekerja, selain itu pengawasan ketenagakerjaan juga
akan dapat membidik pengusaha dan pekerja untuk selalu taat
menjalankan ketentuan perundang – undangan yang berlaku
sehingga akan tercipta suasana kerja yang harmonis.
b. Hak dan Kewajiban Pekerja
4) Hak dan Kewajiban Pekerja
(a) Hak Pekerja
Beberapa hak yang dimiliki oleh pekerja diantaranya adalah
(F.X Djumialdji, 2008: 26-41) :
(1) Mendapatkan Upah
Menurut Pasal 1 Angka 30 Undang – Undang
Ketenagakerjaan 2003, upah adalah hak pekerja/buruh yang
diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan
dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/buruh dan
keluarganya atas suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah atau
akan dilakukan.
Dengan demikian, yang dimaksud dengan upah adalah
imbalan yang berupa uang dan termasuk tunjangan. Setiap
pekerja/buruh berhak memperoleh penghasilan yang memenuhi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
penghidupan yang layak bagi kemanusiaan, yaitu jumlah
penerimaan atau pendapatan pekerja/buruh dari hasil
pekerjaannya sehingga memenuhi kebutuhan hidup
pekerja/buruh dan keluarganya secara wajar yang meliputi
makanan dan minuman, sandang, pangan, pendidikan,
kesehatan, rekreasi dan jaminan hari tua.
Oleh karena itu, pengusaha dilarang membayar upah
lebih rendah dari upah minimum. Bagi pengusaha yang tidak
membayar upah minimum dapat dilakukan penangguhan.
Penangguhan pelaksanaan upah minimum bagi perusahaan
yang tidak mampu dimaksudkan untuk membebaskan
perusahaan yang bersangkutan dari pelaksanaan upah minimum
yang berlaku dalam kurun waktu tertentu. Apabila
penangguhan berakhir, perusahaan wajib melaksanakan upah
minimum yang berlaku saat itu, tetapi tidak wajib membayar
pemenuhan ketentuan upah minimum yang berlaku pada waktu
diberikan penangguhan.
(2) Mendapatkan Waktu Istirahat dan Hari Libur Resmi
Mengenai hal ini diatur dalam Paragraf 4 Bagian Kesatu
Bab X Undang – Undang Ketenagakerjaan 2003. Di situ
diatur mengenai waktu istirahat dan cuti serta hari libur
resmi.
(3) Mendapatkan Pengaturan mengenai Tempat dan Alat Kerja
Dalam pasal 86 Undang – Undang Ketenagakerjaan
2003 disebutkan bahwa setiap pekerja/buruh mempunyai
hak untuk memperoleh perlindungan atas kesehatan dan
keselamatan kerja, moral dan kesusilaan dan perlakuan
yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilai
– nilai agama.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
Untuk melaksanakan hal tersebut diselenggarakan
upaya keselamatan dan kesehatan kerja yang dimaksudkan
untuk memberikan jaminan keselamatan dan meningkatkan
derajat kesehatan para pekerja/buruh dengan cara
pencegahan kecelakaan dan penyakit akibat kerja,
pengendalian bahaya di tempat kerja, promosi kesehatan
dan rehabilitasi.
Di samping itu, setiap perusahaan wajib menerapkan
sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja yang
terintergrasi dengan sistem manajemen perusahaan. Adapun
yang dimaksud dengan sistem manajemen keselamatan dan
kesehatan kerja adalah bagian dari sistem manajemen
perusahaan secara keseluruhan yang meliputi struktur
organisasi, perencanaan, pelaksanaan, tanggung jawab
prosedur, proses dan sumber daya yang dibutuhkan bagi
pengembangan, penerapan, pencapaian, pengkajian dan
pemeliharaan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja
dalam rangka pengendalian resiko yang berkaitan dengan
kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja yang aman,
efisien dan produktif.
Selanjutnya mengenai alat – alat kerja diatur dalam
Undang – Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang
Keselamatan Kerja. Dalam Undang – Undang Tersebut,
pekerja/buruh dilindungi dari bahaya dipakainya alat – alat
kerja maupun bahan – bahan yang dipakai perusahaan.
(4) Diperlakukan oleh Pengusaha dengan Baik
Meskipun kewajiban ini tidak tertulis dalam
perjanjian kerja, namun menurut kepatutan atau kebiasaan
serta peraturan perundang – undangan, seharusnya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
pengusaha wajib untuk melakukan atau tidak melakukan
sesuatu.
Hal diatas sesuai dengan ketentuan tentang akibat
dari perjanjian yang diatur dalam pasal 1339 KUHPerdata
yang berbunyi : Perjanjian – perjanjian tidak hanya
mengikat untuk hal – hal yang dengan tegas dinyatakan di
dalamnya, tetapi juga untuk segala sesuatu yang menurut
sifatnya perjanjian diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan
atau undang – undang.
(5) Mendapatkan Surat Keterangan
Didalam praktik, biasanya pengusaha memberi surat
keterangan (referensi) tentang pekerjaan pekerja/buruh
sewaktu hubungan kerja antara pekerja/buruh dengan
pengusaha telah berakhir.
Surat keterangan/surat pengalaman kerja biasanya
berisi mengenai macam pekerjaan, cara melakukan
pekerjaan, cara berakhirnya hubungan kerja dan lama
melakukan pekerjaan. Biasanya, cara berakhirnya
hubungan kerja oleh pengusaha dinyatakan dengan baik
atau dengan hormat meskipun tidak baik.
(b) Kewajiban Pekerja
Sebaliknya karyawan juga mempunyai kewajiban terhadap
perusahaan, yang berupa (F.X Djumialdji, 2008:42-43) :
(1) Melakukan Pekerjaan
Kewajiban untuk melakukan pekerjaan karena adanya
perjanjian kerja. Perlu dketahui bahwa perjanjian kerja
menurut Pasal 1 Angka 14 Undang – Undang Nomor 13
Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan adalah perjanjian
antara pekerja/buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
yang memuat syarat – syarat kerja, hak dan kewajiban para
pihak.
Pekerjaan yang dilakukan oleh pekerja/buruh adalah
pekerjaan yang dijanjikan dalam perjanjian kerja. Mengenai
ruang lingkup pekerjaan dapat diketahui dalam perjanjian
kerja atau menurut kebiasaan. Ruang lingkup pekerjaan
sewaktu mulai melakukan pekerjaan sudah harus diketahui
oleh pekerja/buruh sehingga pengusaha tidak memperluas
ruang lingkup pekerjaan.
Pekerjaan harus dikerjakan sendiri karena melakukan
pekerjaan itu bersifat kepribadian artinya kerja itu melekat
pada diri pribadi, sehingga apabila pekerja/buruh
meninggal dunia hubungan kerja berakhir demi hukum.
Oleh karena itu, pekerjaan itu tidak boleh diwakilkan atau
diwariskan.
(2) Menaati Tata Tertib Perusahaan
Tata tertib ini merupakan disiplin dalam rangka
melaksanakan pekerjaan di perusahaan. Peraturan tata tertib
ini ditetapkan oleh pengusaha sebagai akibat kepemimpinan
dari pengusaha. Mengenai hal ini dapat disimpulkan dari
apa yang dinamakan Perjanjian Kerja.
Dahulu, peraturan tata tertib perusahaan terpisah dari
Peraturan Perusahaan. Sekarang, jadi satu dengan Peraturan
Perusahaan. Menurut Pasal 1 Angka 20 Undang – Undang
Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, peraturan
perusahaan adalah peraturan yang dibuat secara tertulis
oleh pengusaha yang memuat syarat – syarat kerja dan tata
tertib perusahaan. Dengan demikian, kewajiban
pekerja/buruh adalah menaati Peraturan Perusahaan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
(3) Bertindak sebagai pekerja/buruh yang baik
Kewajiban ini merupakan kewajiban timbal balik dari
pengusaha yang wajib bertindak sebagai pengusaha yang
baik. Dengan demikian, pekerja/buruh wajib melaksanakan
kewajibannya dengan baik seperti apa yang tercantum
dalam perjanjian kerja, Peraturan Perusahaan maupun
dalam Perjanjian Kerja Bersama. Di samping itu,
pekerja/buruh juga wajib melaksanakan apa yang
seharusnya dilakukan atau tidak dilakukan menurut
peraturan perundang – undangan, kepatutan maupun
kebiasaan.
2. Tinjauan Umum tentang Hubungan Kerja
a. Perjanjian Kerja
3) Pengertian Perjanjian Secara Umum
Perjanjian menurut pasal 1313 Kitab Undang – Undang
Hukum Perdata adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang
atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang atau lebih.
Menurut Subekti perjanjian adalah suatu peristiwa dimana
seorang berjanji kepada seorang lain atau dimana dua orang itu
saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal. Dengan adanya
pengertian perjanjian seperti ditentukan diatas, bisa diambil
kesimpulan bahwa kedudukan antara para pihak yang mengadakan
perjanjian adalah sama dan seimbang. Hal ini akan berlainan jika
pengertian perjanjian tersebut dibandingkan dengan kedudukan
perjanjian kerja (M. Yahya Harahap, 1986:6).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
4) Pengertian Perjanjian Kerja
Menurut pasal 1601a KUHPerdata, perjanjian kerja adalah
perjanjian dengan mana pihak yang satu, si buruh, mengikatkan
dirinya untuk dibawah perintah pihak yang lain, si majikan, untuk
sesuatu waktu tertentu, melakukan pekerjaan dengan menerima
upah. Dari pengertian perjanjian kerja menurut KUHPerdata, jelas
bahwa hubungan antara pekerja dengan pengusaha adalah
hubungan bawahan dan atasan (subordinasi), yaitu pengusaha
sebagai pihak yang lebih tinggi secara sosial ekonomi yang
memberikan perintah kepada pihak pekerja yang secara sosial
ekonomi mempunyai kedudukan yang lebih rendah untuk
melakukan pekerjaan tertentu.
Sedangkan menurut pasal 1 ayat (14) Undang - Undang
Nomor 13 Tahun 2003 adalah perjanjian antara pekerja/ buruh
dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat-syarat
kerja, hak dan kewajiban para pihak. Dari pengertian tersebut dapat
disimpulkan bahwa menurut Undang – Undang Ketenagakerjaan,
perjanjian kerja bersifat umum karena menunjuk pada hubungan
antara pekerja dan pengusaha yang memuat syarat-syarat kerja,
hak, dan kewajiban para pihak.
Selain pengertian normatif di atas, Imam Soepomo
berpendapat bahwa pada dasarnya hubungan kerja yaitu hubungan
buruh dan majikan terjadi setelah diadakan perjanjian oleh buruh
dengan majikan dimana buruh menyatakan kesanggupannya untuk
mempekerjakan buruh dengan membayar upah., perjanjian yang
demikian itu disebut perjanjian kerja. Istilah perjanjian kerja
menyatakan bahwa perjanjian ini mengenai kerja, yakni dengan
adanya perjanjian kerja timbul salah satu pihak untuk bekerja. Jadi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
berlainan dengan perjanjian perburuhan yang tidak menimbulkan
hak atas dan kewajiban untuk melakukan pekerjaan tetapi memuat
syarat – syarat tentang perburuhan ( Imam Soepomo, 2003:70).
Dari pengertian tersebut menunjukkan bahwa posisi yang
satu (pekerja/buruh) adalah tidak sama dan seimbang yaitu di
bawah. Apabila dibandingkan dengan posisi dari pihak majikan
dengan demikian dalam melaksanakan hubungan hukum atau kerja
maka posisi hukum antara kedua belah pihak jelas tidak dalam
posisi yang sama dan seimbang.
Jika menggunakan pasal 1313 KUHperdata, batasan
pengertian perjanjian adalah suatu perbuatan dimana seseorang
atau lebih mengikatkan diri pada orang lain untuk melakukan
sesuatu hal. Bekerja pada pihak lainnya menunjukkan bahwa pada
hubungan itu sifatnya adalah bekerja di bawah pihak lain. Sifat ini
perlu dikemukakan untuk membedakan dari hubungan antara
dokter misalnya dengan seseorang yang berobat dimana dokter itu
melakukan pekerjaan untuk orang yang berobat namun tidak
berada dibawah pimpinannya. Karena itu perjanjian antara dokter
dengan orang berobat bukanlah merupakan perjanjian kerja
melainkan perjanjian melakukan pekerjaan tertentu. Jadi dokter
bukanlah buruh dan orang yang berobat bukanlah majikan dan
hubungan antara mereka bukanlah hubungan kerja.
Adanya buruh ialah hanya jika ia bekerja d i bawah
pimpinan pihak lainnya serta menerima upah dan adanya majikan
jika ia memimpin pekerjaan yang dilakukan pihak kesatu.
Hubungan buruh dan majikan tidak juga terdapat pada
pemborongan pekerjaan yang ditujukan kepada hasil pekerjaan.
Bedanya perjanjian pemborongan pekerjaan dengan perjanjian
melakukan pekerjaan tertentu adalah bahwa pekerjaan ini tidak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
melihat hasil yang dicapai. Jika orang yang berobat itu tidak
menjadi sembuh bahkan akhirnya meninggal dunia, dokter itu telah
memenuhi kewajibannya menurut perjanjian.
Menyimak perjanjian kerja menurut KUHPerdata seperti
tersebut diatas tampak bahwa ciri khas perjanjian kerja adalah “ di
bawah perintah pihak lain”. Di bawah perintah ini menunjukkan
bahwa hubungan antara pekerja dengan pengusaha adalah
hubungan antara bawahan dengan atasan. Pengusaha sebagai pihak
yang lebih tinggi secara sosial ekonomi memberikan perintah
kepada pihak pekerja/buruh yang secara sosial ekonomi
memberikan perintah kepada pihak pekerja/buruh yang secara
sosial ekonomi mempunyai kedudukan yang lebih rendah untuk
melakukan pekerjaan tertentu. Adanya wewenang perintah inilah
yang membedakan antara perjanjian kerja dengan perjanjian
lainnya.
Sedangkan pengertian perjanjian kerja menurut Undang –
Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan sifatnya
lebih umum. Dikatakan lebih umum karena hanya menunjuk pada
hubungan antara pekerja dengan pengusaha yang memuat syarat –
syarat kerja, hak dan kewajiban pihak. Syarat kerja berkaitan
dengan pengakuan terhadap serikat pekerja sedangkan hak dan
kewajiban para pihak salah satunya adalah upah. Pengertian
perjanjian kerja berdasarkan Undang – Undang Nomor 13 Tahun
2003 Tentang Ketenagakerjaan ini tidak menyebutkan bentuk
perjanjian kerja itu lisan atau tulisan, demikian juga mengenai
jangka waktunya ditentukan atau tidak.
5) Unsur Perjanjian Kerja
Terdapat beberapa unsur perjanjian kerja, diantaranya yaitu :
a) Adanya unsur pekerjaan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
Dalam pasal 1603a KUHPerdata, dicantumkan
bahwa pekerjaan adalah segala perbuatan yang harus
dikerjakan oleh pekerja untuk kepentingan pengusaha
sesuai dengan perjanjian kerja. Pekerjaan harus dikerjakan
sendiri oleh pekerja, dan hanya dengan seizin majikan
dapat menyuruh orang lain.
b) Adanya unsur perintah
Pekerja harus tunduk pada perintah pengusaha untuk
melakukan pekerjaan sesuai dengan yang diperjanjikan.
Hubungan kerja dalam ketenagakerjaan berbeda dengan
hubungan antara dokter dengan pasien atau pengacara dengan
kliennya.
c) Adanya waktu
Dalam melakukan pekerjaan harus ditentukan jangka
waktunya agar pengusaha tidak semena-mena dalam
mempekerjakan pekerjanya.Adanya jangka waktu biasanya
terdapat dalam perjanjian kerja untuk pekerja kontrak.
d) Adanya upah
Upah harus ada dalam setiap hubungan kerja, karena
upah memegang peranan penting dalam suatu hubungan kerja,
bahkan dapat dikatakan bahwa upah merupakan tujuan utama
orang bekerja. Upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima
dan dinyatakan dalam bentuk uang atau bentuk lain sebagai
imbalan dari pengusaha kepada pekerja/buruh yang ditetapkan
dan dibayarkan menurut suatu perjanjian, kesepakatan atau
peraturan perundang – undangan.
6) Syarat Sahnya Perjanjian Kerja
Menurut KUHPerdata, dalam pasal 1320, syarat sahnya
perjanjian secara umum adalah (Asri Wijayanti, 2009:43-45) :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
a) Adanya sepakat
Sepakat yang dimaksudkan adanya kesepakatan antara
pihak – pihak yang melakukan perjanjian. Di dalam hubungan
kerja yang dijadikan dasar adalah perjanjian kerja, maka pihak
– pihaknya adalah pekerja dan majikan. Kesepakatan yang
terjadi antara pekerja dan majikan secara yuridis haruslah
bebas. Dalam arti tidak terdapat cacat kehendak yang meliputi
adanya dwang, dwaling dan bedrog (penipuan, paksaan dan
kekhilafan). Kenyataanya dalam hubungan kerja pekerja
terutama yang unskillabour tidak secara mutlak menentukan
kehendaknya. Hal ini terjadi karena pekerja hanya mempunyai
tenaga yang melekat pada dirinya untuk kompensasi di dalam
melakukan hubungan kerja. Pekerja tidak mempunyai
kebebasan untuk memilih pekerjaan yang sesuai dengan
kehendaknya apabila ia tidak mempunyai skills yang memadai.
Subekti menyebutkan sepakat sebagai perizinan, yaitu
kedua subjek hukum yang mengadakan perjanjian itu harus
sepakat, setuju atau seia sekata mengenai hal – hal pokok dari
perjanjian yang diadakan itu. Apa yang dikehendaki oleh pihak
yang satu juga dikehendaki oleh pihak yang lain. Mereka
menghendaki sesuatu yang sama secara timbal balik (Subekti,
1987:17)
b) Kecakapan berbuat hukum
Ketentuan pasal 1320 ayat (2) KUHPerdata, yaitu
adanya kecakapan untuk membuat perikatan. Orang yang
membuat suatu perjanjian harus cakap menurut hukum. Pada
asasnya setiap orang yang sudah dewasa atau akil balig dan
sehat pikirannya adalah cakap menurut hukum.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
Onbekwaamheid dapat dianggap sebagai suatu cacat
kehendak (wilsgebrek), tetapi dasarnya bukan suatu keadaan
yang abnormal seperti pada paksaan, kesesatan dan penipuan
(dwang, dwaling, debrog), akan tetapi berdasarkan undang –
undang sendiri yang karena beberapa hal tidak memberikan
kekuatan yang normal kepada kehendak beberapa orang
tertentu (Soetojo Prawirohamidjojo, 1984:146).
Batasan yang diberikan undang – undang terdapat
dalam ketentuan Pasal 1330 KUHPerdata, yaitu tidak cakap
untuk membuat persetujuan - persetujuan adalah :
(1) Orang yang belum dewasa;
(2) Mereka yang ditaruh di bawah pengampuan;
(3) Orang – orang perempuan.
Ketentuan Pasal 1330 KUHPerdata tersebut untuk sekarang
tidak berlaku semuanya karena sejak adanya Undang – Undang
Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Berdasarkan ketentuan
Pasal 31 ayat (1) yaitu hak dan kewajiban istri adalah seimbang
dengan hak dan kewajiban suami dalam kehidupan rumah tangga
dan pergaulan hidup bersama dalam masyarakat. Selanjutnya
ketentuan Pasal 31 ayat (2) UUP, yaitu masing – masing pihak
berhak untuk melakukan perbuatan hukum. Dengan demikian
apabila seorang wanita dewasa yang kemudian kawin, tidak akan
berakibat ia akan kehilangan status kedewasaannya.
Di bidang hukum ketenagakerjaan, seseorang dikatakan
dewasa apabila ia telah berusia 18 tahun. Berdasarkan ketentuan
Pasal 2 ayat (3) Undang – Undang Nomor 20 Tahun 1999 tentang
Pengesahan Konvensi ILO No.138 mengenai usia minimum untuk
diperbolehkan bekerja, yaitu usia minimum yang telah ditetapkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
ialah tidak boleh kurang dari usia tamat sekolah wajib, dan paling
tidak boleh kurang dari 15 tahun. Selanjutnya berdasarkan
ketentuan Pasal 3 ayat (1), yaitu usia minimum untuk
diperbolehkan masuk kerja setiap jenis pekerjaan atau kerja yang
karena sifatnya atau karena keadaan lingkungan di mana pekerjaan
itu harus dilakukan mungkin membahayakan kesehatan,
keselamatan atau moral orang muda tidak boleh kurang dari 18
tahun. Berdasarkan ketentuan diatas maka seseorang dapat bekerja
apabila usianya telah 18 tahun dan apabila terpaksa maka usianya
minimum adalah 15 tahun.
c) Suatu hal tertentu
Semua orang bebas melakukan hubungan kerja, asalkan
objek pekerjaanya jelas ada, yaitu melakukan pekerjaan.
d) Suatu sebab yang halal
Hal ini merujuk pada objek hubungan kerja boleh
melakukan pekerjaan apa saja, asalkan tidak bertentangan
dengan peraturan perundang – undangan, kesusilaan dan
ketertiban umum.
Keempat syarat tersebut bersifat kumulatif, artinya harus
dipenuhi semuanya baru dapat dikatakan bahwa perjanjian tersebut
sah. Syarat kemampuan kecakapan dan kemauan bebas kedua
belah pihak dalam membuat perjanjian pada hukum perdata disebut
syarat subjektif karena menyangkut mengenai orang yang
membuat perjanjian, sedangkan syarat adanya pekerjaan yang
diperjanjikan dan suatu sebab yang halal disebut syarat objektif
karena menyangkut objek perjanjian. Kalau syarat objektif tidak
dipenuhi oleh syarat subjektif, maka akibat dari perjanjian tersebut
adalah dapat dibatalkan, pihak – pihak yang tidak memberikan
persetujuan secara tidak bebas, demikian juga orang tua/wali atau
pengampu bagi orang yang tidak cakap membuat perjanjian dapat
meminta pembatalan perjanjian itu kepada hakim. Dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
demikian, perjanjian tersebut mempunyai ketentuan hukum belum
dibatalkan oleh hakim (Lalu Husni, 2003:43)
Menurut pasal 52 ayat (1) Undang-undang Nomor 13
Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, perjanjian kerja harus dibuat
berdasar atas :
a) Kesepakatan kedua belah pihak
Di dalam perjanjian kerja, suatu kesepakatan terjadi
kalau pihak pengusaha setuju untuk mempekerjakan tenaga
kerja tersebut dengan pekerjaan tertentu yang sudah
diberitahukan kepada tenaga kerja itu dan juga pekerja itu
setuju untuk menerima pekerjaan itu dengan jumlah
pembayaran tertentu yang telah disepakati. Mengenai hal – hal
lain, seperti jam kerja (kecuali untuk jam kerja malam atau di
luar kebiasaan), yang sudah diatur dengan peraturan perundang
– undangan kiranya tidak mencakup sebagai hal yang harus
disepakati dahulu agar terjadi kesepakatan (Hardijan Rusli,
2011:51).
b) Kemampuan atau kecakapan melakukan perbuatan hukum
Penjelasan pasal 52 Undang – Undang Nomor 13 Tahun
2003 tentang kemampuan atau kecakapan melakukan perbuatan
hukum adalah para pihak yang mampu atau cakap menurut
hukum untuk membuat perjanjian. Pasal 1329 KUHPErdata
menyatakan bahwa setiap orang adalah cakap untuk membuat
perikatan – perikatan, jika ia oleh undang – undang tidak
dinyatakan tak cakap (Hardijan Rusli, 2011:53).
c) Adanya pekerjaan yang diperjanjikan
Pengertian perjanjian kerja menurut Undang – Undang
Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan adalah sebagai
perjanjian antara pekerja/buruh dengan pengusaha atau pemberi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
kerja yang memuat syarat – syarat kerja, hak dan kewajiban
para pihak. Mengerjakan ‘pekerjaan’ hanya merupakan
kewajiban dari pekerja/buruh dan ini merupakan hak bagi
pengusaha untuk menerima ‘pekerjaan’. Sedangkan hak bagi
pekerja/buruh adalah menerima pembayaran uang dan ini
merupakan kewajiban bagi pengusaha untuk melakukan
pembayaran uang.
Jadi jelas bahwa hal yang tertentu mencakup
perjanjiannya harus tertentu sebagai perjanjian apa dan pokok
perjanjian atau objeknya harus tertentu pula. Hal yang tertentu
dalam perjanjian kerja bukanlah hanya perlu ada pekerjaan
saja, tetapi ada yang lainnya, yaitu pembayaran, karena itu
sungguh salah kalau menetapkan bahwa syarat sahnya
perjanjian kerja hanya memerlukan pekerjaan saja (Hardijan
Rusli, 2011:57)
d) Pekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan
ketertiban umum, kesusilaan, dan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
Pasal 52 ayat (2) Undang – Undang Nomor 13 Tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan menyatakan bahwa perjanjian kerja
yang dibuat oleh para pihak yang bertentangan dengan
ketentuan pasal 52 ayat (1) tentang kesepakatan dan
kemampuan atau kecakapan, menjadi perjanjian yang dapat
dibatalkan.
Perjanjian yang dapat dibatalkan adalah suatu perjanjian
yang dari semula sah atau mengikat, tetapi perjanjian tersebut
dapat dimintakan pembatalannya. Sedangkan perjanjian yang
batal demi hukum adalah suatu perjanjian yang dari semula
tidak sah, artinya tidak pernah terjadi perikatan dari awal.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
Pengertian tentang “bertentangan dengan ketentuan
kesepakatan dan kemampuan atau kecakapan” tidak dijelaskan
dalam Undang – Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan maupun dalam penjelasannya. Kalau dilihat
dari pasal 52 ayat (1) undang – undang tersebut, dimana
mensyaratkan suatu perjanjian untuk menjadi sah haruslah ada
kesepakatan dan kemampuan atau kecakapan, maka kata
‘bertentangan’ dengan ketentuan pasal 52 ayat (1) itu dapat
diartikan sebagai ‘tidak ada’ kesepakatan dan
kemampuan/kecakapan.
Perjanjian yang bertentangan atau tidak ada
kesepakatan, atau kemampuan/kecakapan adalah perjanjian
yang dapat dibatalkan. Perjanjian yang dapat dibatalkan adalah
perjanjian yang sah, tetapi perjanjian itu dapat dibatalkan,
artinya sepanjang perjanjian itu tidak dibatalkan , maka
perjanjian itu tetap perjanjian yang sah (Hardijan Rusli,
2011:64-65).
Apabila perjanjian kerja yang dibuat itu bertentangan dengan
ketentuan huruf a dan b maka akibat hukumnya perjanjian kerja itu
dapat dibatalkan. Apabila bertentangan dengan ketentuan huruf c
dan d maka akibat hukumnya perjanjian kerja itu adalah batal demi
hukum (Asri Wijayanti, 2009:42)
7) Macam Perjanjian Kerja
a) Menurut Bentuknya
Perjanjian kerja dapat dibuat baik secara lisan maupun
tertulis, namun dewasa ini perjanjian kerja umumnya dibuat
secara tertulis, walaupun kadang-kadang masih ada yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
disampaikan secara lisan. Dalam Pasal 63 Undang-undang
Nomor 13 Tahun 2003, hal tersebut diperbolehkan dengan
syarat perjanjian kerja yang dibuat secara lisan, pengusaha wajib
membuat surat pengangkatan bagi pekerja yang bersangkutan
yang berisi antara lain :
(1) Nama dan alamat pekerja
(2) Tanggal mulai bekerja
(3) Jenis pekerjaan
(4) Besarnya upah
Dalam perjanjian kerja tertulis harus memuat tentang
jenis pekerjaan yang akan dilakukan, besarnya upah yang akan
diterima dan hak serta kewajiban bagi masing-masing pihak.
Secara normatif, bentuk tertulis menjamin kepastian hak dan
kewajiban para pihak sehingga jika terjadi perselisihan akan
sangat membantu dalam proses pembuktian (Lalu Husni, 2006 :
59).
Pasal 54 Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003
menyebutkan bahwa perjanjian kerja tertulis memuat :
(1) Nama, alamat perusahaan dan jenis usahanya
(2) Nama, jenis kelamin, umur dan alamat pekerja/ buruh
(3) Jabatan atau jenis pekerjaan
(4) Tempat pekerjaan
(5) Besarnya upah dan cara pembayarannya
(6) Syarat-syarat kerja yang memuat hak dan kewajiban
pengusaha dan pekerja/ buruh
(7) Mulai dan jangka waktu berlakunya perjanjian kerja
(8) Tempat dan tanggal perjanjian kerja dibuat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
(9) Tanda tangan para pihak dalam perjanjian kerja
b) Perjanjian Kerja menurut jenisnya terbagi menjadi :
(1) Perjanjian kerja waktu tertentu
Pengertian perjanjian kerja waktu tertentu atau lebih
lazim disebut dengan kesepakatan kerja tertentu ada
ditemukan dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor
05/Men/1986 yang berbunyi Kesepakatan Kerja Tertentu
adalah kesepakatan kerja antara pekerja dengan pengusaha
yang diadakan untuk waktu tertentu atau untuk pekerjaan
tertentu. Dalam keputusan Menteri Tenaga Kerja dan
Transmigrasi Nomor KEP.100/Men/VI/2004 Tentang
Ketentuan Pelaksanaan Perjanjian Kerja Tertentu
disebutkan PKWT adalah perjanjian kerja antara
pekerja/buruh dengan pengusaha untuk mengadakan
hubungan kerja dalam waktu tertentu atau untuk pekerja
tertentu, berdasarkan ketentuan tersebut maka jelaslah
bahwa PKWT tidak dapat diadakan untuk pekerjaan yang
bersifat tetap.
Perjanjian kerja yang dibuat untuk waktu tertentu
lazimnya disebut sebagai perjanjian kontrak atau perjanjian
kerja tidak tetap. Status pekerjanya adalah pekerja tidak
tetap atau kontrak.
Alasan pemerintah melegalkan sistem kerja dengan
PKWT adalah untuk menuntaskan masalah pengangguran.
Hal ini dapat dilihat bahwa sistem PKWT baru ditemukan
dalam Undang – Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang
Ketenagakerjaan, walaupun dengan batasan – batasan yang
tidak terlalu ketat. Pada Undang – Undang sebelumnya
yaitu pada Undang – Undang Nomor 12 Tahun 1948
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
Tentang Kerja dan Undang – Undang Nomor 14 Tahun
1969 Tentang Ketentuan Pokok Mengenai Tenaga Kerja,
hubungan kerja tidak tetap tersebut tidak ada diatur,
sebaliknya juga tidak dilarang sehingga kalau terjadi
hubungan kontrak kerja dikarenakan masyarakat
menggunakannya sebagai suatu kebiasaan. Undang –
Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan
memberikan landasan yuridis yang lebih kuat dibandingkan
dengan undang – undang sebelumnya. Hal ini dapat terlihat
bahwa PKWT terdapat pengaturan tersendiri dalam sub bab
tentang hubungan kerja, kemudian dibuatlah peraturan
pelaksananya yaitu Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan
Transmigrasi Nomor KEP.100/MEN/VI/2004.
Perjanjian kerja waktu tertentu diadakan paling lama
dua tahun dan hanya boleh diperpanjang satu kali untuk
jangka waktu paling lama satu tahun. Pembaruan perjanjian
kerja waktu tertentu hanya dapat diadakan satu kali dan
paling lama dua tahun.
Pekerjaan dapat dikategorikan sebagai perjanjian kerja
waktu tertentu apabila :
(a) pekerjaan yang sekali selesai atau yang sementara
sifatnya
(b) pekerjaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam
waktu yang tidak terlalu lama dan paling lama tiga
tahun
(c) pekerjaan yang bersifat musiman
(d) pekerjaan yang berkaitan dengan produk baru, kegiatan
baru atau produk tambahan yang masih dalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
percobaan atau penjajakan (Pasal 59 Undang-undang
Nomor 13 Tahun 2003).
Perjanjian kerja waktu tertentu diadakan paling
lama dua tahun dan hanya boleh diperpanjang satu kali
untuk jangka waktu paling lama satu tahun. Pembaruan
perjanjian kerja waktu tertentu hanya dapat diadakan satu
kali dan paling lama dua tahun.
(2) Perjanjian kerja waktu tidak tertentu
Perjanjian kerja waktu tidak tertentu adalah perjanjian
dimana waktu berlakunya tidak ditentukan baik dalam
perjanjian, undang-undang maupun dalam kebiasaan.
Dalam perjanjian kerja waktu tidak tertentu dapat
memberlakukan masa percobaan kepada pekerjanya asal
hal tersebut dituangkan dalam perjanjian kerja tertulis atau
bila perjanjian kerjanya bersifat lisan masa percobaan harus
dicantumkan dalam surat pengangkatan.
8) Berakhirnya Perjanjian Kerja
Perjanjian kerja waktu tidak tertentu berakhir apabila :
a) Pekerja meninggal dunia
b) Berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja
c) Adanya putusan pengadilan dan/atau putusan/ penetapan
lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial
yang mempunyai kekuatan hukum tetap
d) Adanya keadaan atau kejadian tertentu yang dicantumkan
dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, perjanjian
kerja bersama yang dapat menyebabkan berakhirnya
hubungan kerja (Pasal 61 Undang-undang Nomor 13 Tahun
2003).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
b. Peraturan Perusahaan
Selain perjanjian kerja, ada juga peraturan yang berhubungan erat
dengan hubungan kerja, yaitu peraturan perusahaan. Menurut Undang-
undang Nomor 13 Tahun 2003, peraturan perusahaan adalah peraturan
yang dibuat secara tertulis oleh pengusaha yang memuat syarat-syarat
kerja dan tata tertib perusahaan.
Peraturan perusahaan merupakan petunjuk teknis dari perjanjian
kerja bersama maupun perjanjian kerja yang d ibuat oleh pekerja/
serikat pekerja dengan pengusaha (Lalu Husni, 2006 : 79). Tetapi
kewajiban membuat peraturan perusahaan tidak berlaku bagi
perusahaan yang telah memiliki perjanjian kerja bersama (Pasal 108
ayat (2) Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003). Masa berlaku
peraturan perusahaan paling lama 2 (dua) tahun dan wajib diperbaharui
setelah habis masa berlakunya (Pasal 111 ayat (3) Undang-undang
Nomor 13 Tahun 2003). Hal ini dapat dilihat bahwa ketentuan-
ketentuan yang tercantum dalam peraturan perusahaan yang telah
berakhir masa berlakunya, tetap berlaku sampai ditandatanganinya
perjanjian kerja bersama atau disahkannya peraturan perusahaan baru
(Darwan Prinst, 2000 : 80).
3. Tinjauan Umum tentang Perlindungan Pekerja
Sebenarnya perlindungan hukum secara umum dibedakan menjadi
dua yaitu (Abdul Khakim, 2007:107) :
a. Perlindungan Hukum Pasif
Berupa tindakan-tindakan dari luar (selain buruh/pekerja) yang
memberikan pengakuan dan jaminan dalam bentuk pengaturan dan
kebijaksanaan berkaitan dengan hak pekerja.
b. Perlindungan Hukum Aktif
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
Berupa tindakan dari pekerja yang berkaitan dengan upaya
pemenuhan hak-haknya. Perlindungan hukum aktif ini dibagi menjadi
dua yaitu:
1) Perlindungan hukum aktif –preventif
yaitu berupa hak-hak yang diberikan oleh pekerja berkaitan
dengan penerapan aturan ataupun kebijaksanaan pemerintah
ataupun pengusaha yang akan diambil sekiranya mempengaruhi
atau merugikan hak -hak pekerja.
2) Perlindungan hukum aktif –represif
yaitu berupa tuntutan kepada pemerintah atau pengusaha
terhadap pengaturan maupun kebijaksanaan yang telah diterapkan
kepada pekerja yang dipandang menimbulkan kerugian
Menurut Soepomo dalam Asikin (1993:76) perlindungan
pekerja dibagi menjadi 3 (tiga) macam, yaitu :
a. Perlindungan Ekonomis
Yaitu suatu jenis perlindungan yang berkaitan dengan usaha-
usaha untuk memberikan kepada pekerja/buruh suatu penghasilan yang
cukup memenuhi keperluan sehari-hari baginya beserta keluarganya,
termasuk dalam hal pekerja/buruh tersebut tidak mampu bekerja
karena sesuatu di luar kehendaknya. Perlindungan ini disebut juga
dengan jaminan sosial, termasuk didalamnya adalah :
1) Upah
Peraturan ketenagakerjaan melarang pengusaha
melakukan diskriminasi pemberian upah terhadap para pekerja
karena jenis kelamin, suku, ras, agama juga status pekerja,
misalnya sebagai pekerja kontrak. Hal – hal mengenai upah
bisa kita lihat dalam UU No.13 Tahun 2003 mulai dari pasal 88
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
s/d 98. Ketentuan – ketentuan soal pengupahan tersebut
kemudian diatur secara terperinci dalam Keputusan Menteri
Tenaga Kerja yaitu KEP.49/MEN/IV/2004.
Aspek yang tercakup dalam kebijakan pengupahan
diantaranya meliputi upah minimum, upah kerja lembur, upah
tidak masuk kerja karena melakukan kegiatan lain di luar
pekerjaannya, upah karena menjalankan hak waktu istirahat
kerja, bentuk dan cara pembayaran upah, denda dan
pemotongan upah, hal – hal yang dapat diperhitungkan dengan
upah, struktur dan skala pengupahan yang proporsional, upah
untuk pembayaran perseorangan dan upah untuk penghitungan
pajak penghasilan (Libertus Jehani, 2008:15,17).
2) Tunjangan Hari Raya (THR)
THR adalah hak setiap pekerja tanpa memandang
statusnya apakah sebagai pekerja kontrak atau bukan. THR
wajib diberikan oleh pengusaha kepada setiap pekerjanya.
Pengaturan mengenai THR ini secara rinci terdapat dalam
Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI no. Per.104./MEN/1994
tentang Tunjangan Hari Raya keagamaan bagi Pekerja di
Perusahaan. Dalam peraturan tersebut dikatakan bahwa THR
adalah pendapatan pekerja yang wajib dibayarkan pengusaha
kepada pekerja atau keluarganya menjelang hari raya
keagamaan yang berupa uang atau bentuk lain (Libertus Jehani,
2008:24).
3) Jamsostek
Jaminan sosial tenaga kerja (jamsostek) adalah hak setiap
tenaga kerja baik pekerja tetap maupun pekerja kontrak. Jika ada
pengusaha yang oleh undang – undang menetapkan wajib untuk
menyertakan para pekerjanya dalam program jamsostek namun
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
pengusaha tersebut tidak mengikutsertakan pekerjanya maka hal
tersebut oleh undang – undang dianggap sebagai kejahatan. Perlu
diketahui bahwa jamsostek adalah suatu perlindungan bagi tenaga
kerja dalam bentuk santunan berupa uang sebagai pengganti
sebagian dari penghasilan yang hilang atau berkurang dan
pelayanan sebagai akibat peristiwa atau keadaan yang dialami oleh
tenaga kerja berupa kecelakaan kerja, sakit, hamil, bersalin, hari
tua dan meninggal dunia. Kebijakan memberlakukan jamsostek
tersebut diatur dalam UU No 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial
Tenaga Kerja (Libertus Jehani, 2008:31).
b. Perlindungan Sosial
Yaitu suatu perlindungan yang berkaitan dengan usaha
kemasyarakatan, yang tujuannya memungkinkan pekerja/buruh itu
mengenyam dan mengembangkan peri kehidupannya sebagai
manusia pada umumnya dan khususnya sebagai anggota masyarakat
dan anggota keluarga. Perlindungan ini dapat berupa :
1) pengaturan waktu kerja
Setiap pengusaha wajib melaksanakan ketentuan waktu
kerja yang diatur dalam UU No. 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan, kecuali bagi sektor usaha atau pekerjaan tertentu
(misalnya pengeboran minyak lepas pantai, sopir angkutan jarak
jauh, penerbangan jarak jauh, pekerjaan di kapal (laut) atau
penebangan hutan (Pasal 77 UU No. 13 Tahun 2003). Ketentuan
mengenai waktu kerja pada sektor usaha atau pekerjaan tertentu
diatur dalam keputusan Menaker.
Penjelasan lebih lanjut mengenai ketentuan jam kerja
tersebut telah termuat dalam pasal 77 ayat (2) undang – undang
yang sama, yaitu :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
a) 7 (tujuh) jam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu)
minggu untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu; atau
b) 8 (delapan) jan 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu)
minggu untuk 5(lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu.
Mempekerjakan lebih dari waktu kerja sedapat
mungkin harus dihindarkan karena pekerja/buruh harus
mempunyai waktu yang cukup untuk istirahat untuk
memulihkan kebugarannya (Hardijan Rusli, 2011:83).
2) pengaturan mengenai pemberian waktu cuti
Pengaturan mengenai cuti diatur dalam Undang – Undang
Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan diantaranya
dalam Pasal 76, Pasal 80, Pasal 81, Pasal 82 dan Pasal 84.
Selain dari waktu istirahat dan cuti yang ditetapkan oleh
undang – undang, maka pekerja/buruh tidak wajib bekerja pada
hari – hari libur resmi. Pengusaha dapat mempekerjakan
pekerja/buruh untuk bekerja pada hari – hari libur resmi bila jenis
dan sifat pekerjaan tersebut harus dilaksanakan atau dijalankan
secara terus menerus atau pada keadaan lain berdasarkan
kesepakatan antara pekerja/buruh dengan pengusaha dan dengan
kewajiban bagi pengusaha untuk membayar upah kerja lembur
(Hardijan Rusli, 2011:85).
3) perlindungan terhadap pekerja anak
UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
(HAM), dalam pasal 64 menyatakan bahwa setiap anak berhak
untuk memperoleh perlindungan dari kegiatan eksploitasi ekonomi
dan setiap pekerjaan yang membahayakan dirinya, sehingga dapat
mengganggu pendidikan, kesehatan fisik, moral, kehidupan sosial
dan mental sosialnya (Hardijan Rusli, 2011:77).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
Pengusaha dilarang mempekerjakan anak, kecuali bagi
anak yang berumur antara 13 (tiga belas) sampai 15 (lima belas)
tahun untuk :
a) melakukan pekerjaan ringan sepanjang tidak mengganggu
perkembangan dan kesehatan fisik, mental dan sosial (pasal 68
dan 69 ayat (1) UU No.13 Tahun 2003);
b) untuk mengembangkan bakat dan minat;
c) khusus bagi anak yang berusia minimum 14 tahun, untuk
pekerjaan yang merupakan bagian dari kurikulum pendidikan
atau pelatihan yang disahkan oleh pejabat yang berwenang.
4) perlindungan terhadap pekerja perempuan
Pengaturan pekerja wanita dalam Undang-Undang Nomor
13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan telah banyak mengalami
perubahan dari ketentuan yang semula melarang wanita
dipekerjakan pada malam hari, kecuali sifat pekerjaan tersebut
harus dikerjakan oleh wanita dengan meminta izin instansi yang
bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan.
Dengan perkembangan zaman dan tuntutan hidup seperti
sekarang ini sudah waktunya laki -laki dan wanita diberikan
kesempatan yang sama untuk melakukan pekerjaan, hanya saja
kerena sifat dan kodrat kewanitaanya, maka bagi pengusaha yang
mempekerjakan wanita pada malam hari harus memenuhi
ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 76 ayat (1), (2), (3), dan
(4) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan.
c. Perlindungan Teknis
Yaitu suatu jenis perlindungan yang berkaitan dengan
usaha-usaha untuk menjaga pekerja/buruh terhindar dari bahaya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
58
kecelakaan yang dapat ditimbulkan o leh alat-alat kerja atau bahan
yang diolah atau dikerjakan perusahaan. Perlindungan ini disebut
juga dengan keamanan, kesehatan dan keselamatan kerja.
keselamatan kerja merupakan rangkaian usaha untuk
menciptakan suasana kerja yang aman dan tentram bagi para
karyawan yang bekerja di perusahaan yang bersangkutan
(Suma’mur, 2005 :104).
Sadjun H. Manulang berpendapat bahwa kesehatan kerja
adalah bagian dari ilmu kesehatan yang bertujuan agar tenaga kerja
meperoleh keadaan kesehatan yang sempurna baik fisik, mental
maupun social sehingga memungkinkan dapat bekerja secara
optimal (Sadjun H. Manulang, 2001:89)
Menurut Suma’mur, Kesehatan kerja adalah :
“ spesialisasi dalam ilmu kesehatan / kedokteran beserta
prakteknya yang bertujuan, agar pekerja / masyarakat pekerja
memperoleh derajat kesehatan setinggi-tingginya, baik fisik atau
mental, maupun social, dengan usaha-usaha preventif dan kuratif,
terhadap penyakit-penyakit / gangguan-gangguan kesehatan yang
diakibatkan factor-faktor pekerjaan dan lingkungan keja, serta
terhadap penyakit-penyakit umum” (Suma’mur, 2005:1).
Keselamatan dan Kesehatan Kerja merupakan satu upaya
pelindungan yang diajukan kepada semua potensi yang dapat
menimbulkan bahaya. Hal tersebut bertujuan agar tenaga kerja dan
orang lain yang ada di tempat kerja selalu dalam keadaan selamat
dan sehat serta semua sumber produksi dapat digunakan secara
aman dan efisien (Suma’mur, 2005:2).
Kecelakaan kerja maksudnya adalah kecelakaan yang
berhubungan dengan hubungan kerja pada suatu perusahaan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
59
Berhubungan dengan hubungan kerja adalah kecelakaan tersebut
bersumber dari perusahaan yang umumnya disebabkan oleh faktor
manusia, faktor material/bahan, faktor sumber bahaya dan faktor
yang dihadapi. Dengan faktor – faktor diatas merupakan
kewajiban pengusaha untuk menjelaskan kepada pekerja/ buruhnya
mengenai:
b) kondisi dan bahaya yang dapat timbul di dalam tempat
kerjanya;
c) tentang semua alat pengaman dan pelindung yang ada
di tiap ruang kerjanya juga cara penggunaannya;
d) tentang semua alat pelindung diri bagi tenaga kerja
dalam hal terjadinya bahaya;
e) tentang cara dan sikap serta perlakuan yang aman dalam
pelaksanaan kerja (Zaeni Asyhadie, 2008:127-129).
Hak dan kewajiban pekerja berkaitan dengan keselamatan
dan kesehatan kerja diantaranya yaitu :
a) Hak pekerja
(1) Meminta kepada pimpinan atau pengurus
perusahaan agar dilaksanakan semua syarat
keselamatan dan kesehatan kerja yang diwajibkan di
tempat kerja/perusahaan yang bersangkutan.
(2) menyatakan keberatan melakukan pekerjaan bila
syarat keselamatan dan kesehatan kerja serta alat
perlindungan diri yang diwajibkan tidak memenuhi
persyaratan, kecuali dalam batas – batas yang masih
dapat dipertanggungjawabkan (Sendjun H.
Manulang, 1990:86).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
60
Beberapa ketentuan dalam Undang – Undang Nomor 13
Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan mengatur tentang kesehatan
dan keselamatan kerja diantaranya adalah:
(1) Pasal 86 ayat (1) yang menyatakan bahwa setiap
pekerja mempunyai hak untuk memperoleh
perlindungan atas :
c) Keselamatan dan kesehatan kerja
d) Moral dan kesusilaan
e) perlakuan yang sesuai dengan harkat dan
martabat manusia serta nilai – nilai agama.
(2) Pasal 86 ayat (2) yang menyatakan bahwa untuk
melindungi keselamatan pekerja guna mewujudkan
produktivitas kerja yang optimal diselenggarakan
upaya keselamatan dan kesehatan kerja.
(3) Pasal 87 ayat (1) yang menyatakan bahwa setiap
perusahaan wajib menerapkan system manajemen
keselamatan dan kesehatan kerja yang terintegrasi
dengan system manajemen perusahaan.
b) Kewajiban pekerja
(1) Memberikan keterangan yang bernar bila dimintai
oleh pegawai pengawas atau ahli keselamatan dan
kesehatan kerja
(2) Memakai alat perlindungan diri yang diwajibkan
(3) Memenuhi dan mentaati persyaratan keselamatan
dan kesehatan kerja yang berlaku ditempat kerja/
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
61
perusahaan yang bersangkutan (Sendjun H.
Manulang, 1990:86)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
62
B. Kerangka Pemikiran
Peristiwa Hukum
Penerapan Hukum
Peristiwa Hukum
1. Tindakan yang
dilakukan PT Jogja
Tugu Trans dengan
merumahkan
pekerja perempuan
yang hamil ditinjau
dari Undang –
Undang Nomor 13
Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan.
2. Implikasi keputusan
PT Jogja Tugu
Trans dalam
tindakan
merumahkan
pekerja perempuan
yang hamil tersebut
ditinjau dari
Undang – Undang
Nomor 13 Tahun
2003 tentang
Ketenagakerjaan.
Premis Mayor
1. Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945
2. Undang – Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.
3. KUHPerdata.
4. Kepmenakertrans RI. No Kep.224/Men/ 2003, tentang Kewajiban Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/ buruh perempuan antara pukul 23.00 s/d 070.00 WIB
Premis Minor (Fakta Hukum)
1. Tindakan yang dilakukan PT Jogja Tugu Trans
dengan merumahkan pekerja perempuan yang
hamil ditinjau dari Undang – Undang Nomor 13
Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
2. Implikasi keputusan PT Jogja Tugu Trans dalam
tindakan merumahkan pekerja perempuan yang
hamil tersebut ditinjau dari Undang – Undang
Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Konklusi :
Kesesuaian tindakan PT Jogja Tugu Trans merumahkan pekerja perempuan yang hamil
dan implikasinya ditinjau dari Undang – Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
63
Keterangan :
Dalam penelitian ini, norma – norma hukum in abstracto yang
berfungsi sebagai premis mayor adalah Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia 1945, Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan serta KUHPerdata. Sedangkan fakta – fakta yang relevan
dalam perkara (legal facts) yang dipakai sebagai premis minor adalah
Tindakan yang dilakukan PT Jogja Tugu Trans dengan merumahkan
pekerja perempuan yang hamil ditinjau dari Undang – Undang Nomor 13
Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan serta implikasi keputusan PT Jogja
Tugu Trans dalam tindakan merumahkan pekerja perempuan yang hamil
tersebut ditinjau dari Undang – Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan. Melalui proses silogisme akan diperolehlah sebuah
konklusi atau kesimpulan, yaitu mengenai kesesuaian tindakan PT Jogja
Tugu Trans merumahkan pekerja perempuan yang hamil dan implikasinya
ditinjau dari Undang – Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan.