BAB II TINJAUAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id II.pdf · disebabkan oleh peluang dan situasi yang ......

28
6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Berikut teori-teori yang mendukung penelitian ini, yaitu konsep dasar peramalan, konsep dasar deret waktu, proses stokastik, proses stasioner, fungsi autokovarians (ACVF) dan fungsi autokorelasi (ACF), fungsi autokorelasi parsial (PACF), proses white noise, differencing, operator backshift, transformasi Box- Cox, model stasioner deret waktu (AR, MA, dan ARMA), model non-stasioner deret waktu (ARIMA), pemrograman linear, dan goal programming. 2.1 Konsep Dasar Peramalan Peramalan (forecasting) adalah suatu seni dan ilmu untuk memperkirakan kejadian pada masa depan. Peramalan dilakukan dengan melibatkan pengambilan data masa lalu dan menempatkannya ke masa yang akan datang dengan suatu bentuk model matematis (Heizer dan Render, 2006). Pada dasarnya terdapat dua metode peramalan (Hakim, 2004), yaitu: 1. Metode Peramalan Kualitatif Metode peramalan kualitatif digunakan ketika data historis tidak tersedia, dengan kata lain peramalan kualitatif merupakan peramalan yang tidak berbentuk angka. Metode peramalan kualitatif disebut juga dengan metode subjektif. Misalnya jika rumah sakit ingin mengetahui kualitas pelayanan yang diberikan maka rumah sakit tersebut perlu membuat suatu kuesioner pertanyaan tentang pelayanan yang diberikan oleh rumah sakit tersebut kepada pasien.

Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id II.pdf · disebabkan oleh peluang dan situasi yang ......

6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Berikut teori-teori yang mendukung penelitian ini, yaitu konsep dasar

peramalan, konsep dasar deret waktu, proses stokastik, proses stasioner, fungsi

autokovarians (ACVF) dan fungsi autokorelasi (ACF), fungsi autokorelasi parsial

(PACF), proses white noise, differencing, operator backshift, transformasi Box-

Cox, model stasioner deret waktu (AR, MA, dan ARMA), model non-stasioner

deret waktu (ARIMA), pemrograman linear, dan goal programming.

2.1 Konsep Dasar Peramalan

Peramalan (forecasting) adalah suatu seni dan ilmu untuk memperkirakan

kejadian pada masa depan. Peramalan dilakukan dengan melibatkan pengambilan

data masa lalu dan menempatkannya ke masa yang akan datang dengan suatu

bentuk model matematis (Heizer dan Render, 2006). Pada dasarnya terdapat dua

metode peramalan (Hakim, 2004), yaitu:

1. Metode Peramalan Kualitatif

Metode peramalan kualitatif digunakan ketika data historis tidak tersedia,

dengan kata lain peramalan kualitatif merupakan peramalan yang tidak

berbentuk angka. Metode peramalan kualitatif disebut juga dengan

metode subjektif. Misalnya jika rumah sakit ingin mengetahui kualitas

pelayanan yang diberikan maka rumah sakit tersebut perlu membuat

suatu kuesioner pertanyaan tentang pelayanan yang diberikan oleh rumah

sakit tersebut kepada pasien.

7

2. Metode Peramalan Kuantitatif

Metode peramalan kuantitatif menggunakan data historis atau data masa

lampau. Tujuannya adalah mempelajari kejadian pada masa lalu,

sehingga bisa memahami struktur dan sifat-sifat yang penting dari data.

Metode peramalan kuantitatif dapat dibagi menjadi dua tipe yaitu:

a. Metode peramalan kausal meliputi penentuan faktor-faktor yang

berhubungan dengan variabel yang diprediksi. Contoh tipe

peramalan ini adalah peramalan analisis regresi berganda

dengan variabel lag ataupun model ekonometrika.

b. Metode peramalan deret waktu meliputi proyeksi dari nilai-nilai

yang akan datang dari variabel yang sepenuhnya didasarkan

pada observasi masa lalu dan masa kini variabel tersebut.

2.2 Konsep Dasar Deret Waktu

Data deret waktu adalah data yang disusun berdasarkan urutan terjadinya

waktu. Data tersebut menggambarkan perkembangan suatu kejadian atau suatu

kegiatan. Analisis deret waktu adalah suatu metode kuantitatif yang mempelajari

pola gerakan data masa lampau yang teratur (Wirawan, 2001).

Deret waktu mempunyai empat komponen (Heizer dan Render, 2006), yaitu:

1. Komponen Tren

Komponen tren merupakan pergerakan data sedikit demi sedikit

meningkat atau menurun, seperti perubahan pendapatan dan penyebaran

umur.

8

2. Komponen Musiman

Komponen musiman adalah pola data yang berulang pada kurun waktu

tertentu, seperti harian, mingguan, bulanan, atau kuartalan.

3. Komponen Siklis

Komponen siklis adalah pola dalam data yang terjadi setiap beberapa

tahun. Contoh komponen siklis ini biasanya terkait pada siklus bisnis dan

merupakan satu hal penting dalam analisis serta perencanaan bisnis

jangka pendek.

4. Komponen Variasi Acak (Random Variation)

Komponen variasi acak merupakan satu titik khusus dalam data, yang

disebabkan oleh peluang dan situasi yang tidak biasa. Variasi acak tidak

mempunyai pola khusus, jadi tidak dapat diprediksi.

9

Berikut adalah grafik dari keempat komponen deret waktu:

(a) (b)

(c) (d)

Gambar 2.1 Grafik Keempat Komponen, (a) Tren, (b) Musiman, (c) Siklis, (d)

Variasi Acak (Herjanto, 2008).

2.3 Proses Stokastik

Proses stokastik adalah suatu proses yang dapat dinyatakan ke dalam

peubah acak dengan menyatakan ruang sampel dan menyatakan

indeks waktu. Peubah acak merupakan suatu fungsi bernilai real yang

harganya ditentukan oleh tiap anggota dalam ruang sampel ( ) dalam indeks

waktu ke- . Sebuah himpunan berhingga pada variabel random ( )

dari sebuah proses stokastik dapat dinyatakan ke dalam bentuk

{ }, sehingga fungsi distribusi dapat didefinisikan sebagai

10

( ) { }; adalah dimensi

dari fungsi distribusi tersebut (Wei, 1990).

2.4 Proses Stasioner

Menurut Bowerman et al. (2005), proses stasioner adalah suatu proses

statistika dengan tidak adanya perubahan yang sistematik dalam rata-rata (mean)

dan varians data. Secara umum, proses stasioner dapat dibedakan menjadi dua

bagian yaitu stasioner kuat dan stasioner lemah. Suatu data dikatakan stasioner

kuat apabila distribusi bersama dari adalah sama dengan distribusi

bersama dari untuk setiap pilihan dari waktu ke

dan setiap pilihan lag waktu k, sedangkan dikatakan stasioner lemah apabila fungsi

rata-rata (mean) adalah konstan sepanjang waktu dan fungsi autokovarians

untuk setiap waktu dan lag (Cryer, 1986).

2.5 Fungsi Autokovarians (ACVF) dan Fungsi Autokorelasi (ACF)

Sebuah proses stasioner { } dengan mean , varians

yang konstan, dan kovarians yang

berfungsi hanya pada perbedaan waktu | |. Sehingga dalam hal ini , kovarians

di antara dan dapat ditulis sebagai:

dan korelasi di antara dan dapat ditulis sebagai:

√ √

√ √

11

dengan ; adalah rata-rata (mean); menyatakan

fungsi autokovarians pada lag untuk 1, 2, 3, ...; menyatakan fungsi

autokorelasi pada lag ; adalah waktu pengamatan ( 1, 2, 3, ...), adalah

pengamatan pada waktu ke-t (Wei, 1990).

Pada keadaan stasioner fungsi autokovarians pada lag dan fungsi

autokorelasi pada lag harus memenuhi (Wei, 1990):

1. untuk 1, 2, 3, ...

2. | |

|

| untuk 1, 2, 3, ...

3. dan untuk semua .

2.6 Fungsi Autokorelasi Parsial (PACF)

Autokorelasi parsial di antara dan dapat diturunkan dari model regresi

linear, dengan variabel dependent dan variabel independen

, yaitu :

dengan adalah parameter regresi pada lag untuk 1, 2, 3, ..., dan

adalah kesalahan normal berkorelasi dengan untuk . Dengan

mengalikan pada kedua ruas persamaan dan menghitung nilai

harapannya, diperoleh:

( ) ( ) ( )

( ) ( )

dengan menggunakan algoritma Yule-Walker sehingga diperoleh persamaan

sebagai berikut (Cryer and Chan, 2010):

12

untuk 1, 2, 3, ..., , diperoleh sistem persamaan berikut:

.

.

karena merupakan fungsi pada lag , maka disebut fungsi autokorelasi

parsial pada sebagai berikut:

dengan untuk 1, 2, 3, ..., .

2.7 Proses White Noise

Suatu proses { } disebut dengan white noise, jika merupakan urutan variabel

random berkorelasi dari distribusi tetap dengan mean konstan yang

selalu diasumsikan bernilai 0, varians konstan dan

untuk semua . Dengan definisi tersebut, suatu proses

white noise { } disebut stasioner dengan (Wei, 1990):

Fungsi autokovarians:

{

13

Fungsi autokorelasi:

{

Fungsi autokorelasi parsial:

{

2.8 Differencing

Differencing dilakukan untuk menstasionerkan data non-stasioner. Operator

differencing dapat didefinisikan sebagai:

dan dapat dikembangkan ke tingkat yang lebih tinggi. Sebagai contoh:

apabila data belum stasioner, maka dilakukan proses differencing sampai data

menunjukkan kestasionerannya yang dapat dilihat pada plot ACF dan plot PACF

(Reinert, 2010).

14

Berikut adalah gambar plot ACF dan PACF yang menunjukkan data sudah

stasioner atau belum:

(a) (b)

(c) (d)

Gambar 2.2 fungsi ACF dan PACF, (a) ACF tidak stasioner, (b) ACF stasioner, (c) PACF

tidak stasioner, (d) PACF stasioner.

2.9 Operator Backshift

Operator backshift dapat didefinisikan sebagai:

dengan menyatakan operator backshift (Reinert, 2010).

15

2.10 Transformasi Box-Cox

Transformasi Box-Cox merupakan sebuah transformasi berparameter tunggal

yang ditransformasi menjadi sebuah transformasi berpangkat pada respon .

Secara matematis dapat ditulis sebagai berikut:

{

dengan menyatakan variabel respon ke- untuk dan menyatakan

parameter yang perlu diduga (Sclove, 2005).

Tabel 2.1 beberapa nilai dengan transformasinya

Transformasi

2

0,5 √

1 (tidak ada transformasi)

0

-0,6 √

-1

Sumber: (Kutner, et al., 2005)

2.11 Model Stasioner Deret Waktu

Suatu kelas proses stasioner deret waktu adalah proses ARMA

(Autoregressive Moving Average). Proses ARMA ini meliputi proses AR

(Autoregressive) dan proses MA (Moving Average).

16

2.11.1 Proses AR (Autoregressive)

Proses autoregresif dengan order dinotasikan , memenuhi persamaan

(Wei, 1990):

dengan adalah koefisien autoregresif untuk ; adalah indeks

dengan rata-rata nol dan varian ; dan adalah order AR. Persamaan

dapat ditulis menggunakan operator backshift :

(

)

dapat dinyatakan dalam operator backshift ( ) sebagai:

dengan

.

2.11.2 Proses MA (Moving Average)

Model moving average dengan order dinotasikan , adalah (Wei,

1990):

dengan adalah parameter model MA untuk , dan adalah order

MA. Persamaan dapat ditulis menggunakan operator backshift :

(

)

17

dapat dinyatakan dalam operator backshift ( ) sebagai:

dengan

2.11.3 Proses ARMA (Autoregressive Moving Average)

Model autoregressive moving average dengan order dan dinotasikan

, adalah (Wei, 1990):

atau

dengan

dan

dengan adalah koefisien autoregresif unuk ; adalah order AR;

adalah parameter MA ke- untuk ; dan adalah order MA.

2.12 Model Non-Stasioner Deret Waktu ARIMA

Menurut Wei (1990), model rerata bergerak terintergrasi autoregresif dengan

order dan dinotasikan ARIMA , memenuhi persamaan:

dengan

adalah koefisien AR

(Autoregressive) dengan order ,

adalah

koefisiean MA (Moving Average) dengan order , menyatakan proses

differencing dengan order , adalah koefisien AR (Autoregressive) dengan

order , dan adalah koefisien MA (Moving Average) dengan order , dan

menyatakan rata-rata (mean) pada proses ARIMA .

Seperti yang dituliskan dalam buku (Rosadi, 2012), secara umum langkah-

langkah yang dilakukan dalam analisis deret waktu adalah sebagai berikut:

18

1. Langkah pertama, identifikasi model

Identifikasi secara sederhana dilakukan dengan cara melihat plot

dari data dengan tujuan untuk mengetahui apakah data sudah stasioner

atau belum. Kestasioneran data dapat dilihat dari bentuk fungsi

autokorelasi (ACF/Autocorrelation Function) dan fungsi autokorelasi

parsial (PACF/Partial Autocorrelation Function). Apabila data belum

stasioner dalam varians maka dilakukan transformasi data yang disebut

dengan transformasi Box-Cox dan apabila data deret waktu belum

stasioner dalam rata-rata (mean) maka dilakukan proses differencing. Jika

data sudah stasioner maka langkah selanjutnya adalah menduga dan

menentukan bentuk model ARMA sesuai dengan proses differencing

sehingga bentuk model ARMA yang diduga tersebut dapat

menggambarkan sifat-sifat data dengan membandingkan plot ACF/PACF

dengan sifat-sifat fungsi ACF/PACF dari model ARMA.

Tabel 2.2 Sifat-sifat ACF/PACF dari Model ARMA

Proses Sampel ACF Sampel PACF

White

Noise

Tidak ada yang melewati batas

minimal pada lag

Tidak ada yang melewati batas

minimal pada lag

AR Meluruh menuju nol secara

eksponensial

Di atas batas interval maksimum

sampai lag ke- dan di bawah batas

pada lag

MA Di atas batas interval

maksimum sampai lag ke- dan

di bawah batas pada lag

Meluruh menuju nol secara

eksponensial

ARMA

Meluruh menuju nol secara

eksponensial

Meluruh menuju nol secara

eksponensial

Sumber: Rosadi (2012)

19

2. Langkah kedua, mengestimasi parameter dalam model

Setelah menduga dan menentukan bentuk model ARIMA maka,

langkah selanjutnya adalah mengestimasi parameter dalam model. Untuk

mengetahui apakah koefisien hasil estimasi signifikan atau tidak dapat

digunakan pengujian statistik uji- yang akan berdistribusi student-

dengan derajat bebas , adalah banyaknya sampel.

3. Langkah ketiga, pemeriksaan diagnostik

Langkah selanjutnya adalah melakukan pemeriksaan diagnostik dari

model yang telah diestimasi. Untuk mengetahui apakah residual yang

dihitung berdasarkan model yang telah diestimasi mengikuti asumsi error

dari model sifat white noise atau tidak, maka dilakukan pengujian sisaan

white noise melalui nilai autokorelasinya dengan langkah sebagai

berikut:

i. Hipotesis:

(residual memenuhi white noise)

minimal ada satu (residual tidak memenuhi white noise)

untuk ; dengan menyatakan nilai autokorelasi pada

.

ii. Statistik Uji:

Stastistik uji yang digunakan adalah statistik uji Ljung-Box:

∑ ̂

20

dengan menyatakan statistik uji Ljung-Box, ̂ menyatakan nilai

sampel ACF pada , menyatakan banyaknya sisaan, serta

menyatakan banyaknya parameter dalam model.

iii. Daerah Penolakan: Tolak jika

Setelah uji sisaan white noise dilakukan maka langkah selanjutnya

adalah menguji kenormalan residual yang dapat dilakukan dengan

menggunakan uji kenormalan Anderson –Darling (Wei, 1990):

i. Hipotesis

data mengikuti sebaran normal

data tidak mengikuti sebaran normal

ii. Statistik Uji

(

)∑ [ ( )]

dengan adalah fungsi sebaran kumulatif dari distribusi

normal standar atau normal baku, menyatakan data terurut ke-

untuk 1, 2, 3, ..., .

iii. Daerah Penolakan: Tolak jika P-value dengan .

4. Langkah keempat, memilih model terbaik

Parameter yang dipergunakan dalam peramalan haruslah optimal

untuk mendapatkan suatu model terbaik. Metode yang digunakan untuk

mengetahui kualitas dari model adalah Akaike’s Information Criterion

(AIC). Nilai AIC terkecil dapat mewakili model tersebut merupakan

model terbaik. Persamaan untuk menghitung nilai AIC adalah sebagai

berikut (Wei, 1990) :

21

(

)

dengan adalah banyaknya parameter dalam model, adalah jumlah

kuadrat residual dan adalah banyaknya data residual.

5. Langkah kelima, membuat model peramalan

Setelah mendapatkan model terbaik dari kandidat model yang

diduga maka langkah selanjutnya adalah membuat model peramalan

berdasarkan model ARIMA yang terpilih.

6. Langkah keenam, menentukan peramalan

Setelah model peramalan ditentukan sesuai dengan model ARIMA

yang terpilih, selanjutnya adalah melakukan peramalan dengan

menggunakan bantuan program R.

2.13 Pemrograman Linear

Pemrograman linear adalah suatu teknik perencanaan yang bersifat analitis

yang analisisnya menggunakan model matematis dengan tujuan menemukan

beberapa kombinasi alternatif pemecahan optimum terhadap persoalan

(Aminudin, 2005).

2.13.1 Bentuk Umum Model

Bentuk umum dari model dan tabel simpleks awal pemrograman linear

(Aminudin, 2005) yaitu:

Maks

dengan batasan:

22

dan

dengan menyatakan fungsi tujuan yang dicari nilai optimalnya (maksimal/

minimal), menyatakan kenaikan nilai apabila ada pertambahan tingkat

kegiatan dengan satu satuan unit atau sumbangan setiap satuan keluaran

kegiatan terhadap , menyatakan banyaknya data, menyatakan batasan

sumber atau fasilitas yang tersedia, menyatakan variabel keputusan,

menyatakan koefisien dari variabel keputusan untuk dan

, serta menyatakan besar target ke- .

2.13.2 Langkah-langkah Metode Simpleks

Langkah-langkah yang dipergunakan dalam pemecahan program linear

dengan metode simpleks (Aminudin, 2005), yaitu:

1. Formulasikan dan standarisasikan modelnya.

2. Membentuk tabel awal simpleks berdasarkan informasi model pada

langkah 1.

3. Menentukan kolom kunci di antara kolom-kolom variabel yang ada, yaitu

kolom yang mengandung nilai paling positif untuk kasus

memaksimumkan dan kolom yang mengandung nilai paling

negatif untuk kasus meminimumkan.

4. Menentukan baris kunci di antara baris-baris variabel yang ada, yaitu

baris yang memiliki rasio kuantitas ( ) dengan nilai positif terkecil.

Dalam bentuk matematis dapat ditulis:

23

5. Membentuk tabel berikutnya dengan memasukan variabel pendatang ke

kolom variabel dasar dan mengeluarkan variabel perantau dari kolom

tersebut serta lakukan transformasi baris-baris variabel. Dengan

menggunakan rumus transformasi sebagai berikut:

i. Baris baru selain baris kunci:

ii. Baris kunci baru:

iii. Rasio kunci:

6. Lakukanlah uji optimalitas. Dengan kriteria jika semua koefisien pada baris

sudah tidak ada lagi yang bernilai positif (untuk kasus

memaksimumkan) atau sudah tidak ada lagi bernilai negatif (untuk kasus

meminimumkan) berarti tabel sudah optimal. Jika kriteria tersebut belum

terpenuhi maka diulangi mulai dari langkah ke-3 sampai ke-6, hingga

terpenuhi kriteria tersebut.

24

2.13.3 Bentuk Tabel Simpleks Model Pemrograman Linear

Tabel 2.3 Model Simpleks Awal

0 0 0

Variabel

Dasar

Tujuan

0 1 0 0

0 0 1 0

0 0 0 1

0 0 0 0 0 0

0 0 0

Sumber : Aminudin (2005)

2.14 Goal Programming

Model goal programming merupakan perluasan dari pemrograman linear.

Model pemprograman linear merupakan salah satu teknik penyelesaian dalam

riset operasi dalam menyelesaikan masalah-masalah optimasi baik

memaksimumkan atau meminimumkan, tetapi tidak mampu menyelesaikan

masalah-masalah manajemen yang menghendaki sasaran-sasaran tertentu dicapai

secara simultan. Oleh karena itu dalam Siswanto (2007), A. Charmes dan W.M

Cooper pada tahun 1961 mulai mempopulerkan model goal programming. Model

goal programming merupakan suatu model yang mampu menyelesaikan

masalah-masalah pemrograman linear yang memiliki lebih dari satu sasaran yang

hendak dicapai.

25

Perbedaan antara model pemrograman linear dengan model goal

programming terletak pada kehadiran variabel yang berfungsi untuk menampung

kelebihan dan kekurangan nilai ruas kiri suatu fungsi kendala agar sama dengan

nilai ruas kanannya. Jika dalam model pemrograman linear menghadirkan

variabel slack dan surplus maka pada goal programming menghadirkan variabel

deviasional di atas sasaran dan variabel deviasional di bawah sasaran. Di samping

itu, perbedaan juga terletak pada kendala fungsional. Jika dalam model

pemrograman linear kendala-kendala fungsional menjadi pembatas bagi usaha

pemaksimuman atau peminimuman fungsi tujuan maka pada model goal

programming kendala-kendala fungsional itu merupakan sarana untuk

mewujudkan sasaran yang hendak dicapai (Siswanto, 2007).

2.14.1 Variabel Deviasional

Variabel deviasional merupakan suatu variabel yang berfungsi untuk

menampung penyimpangan atau deviasi hasil yang akan terjadi pada nilai ruas

kiri suatu persamaan kendala terhadap nilai ruas kanannya. Variabel deviasional

harus diminimumkan di dalam fungsi tujuan agar nilai ruas kiri suatu persamaan

kendala sebisa mungkin mendekati nilai ruas kanannya. Variabel deviasional

dibedakan menjadi dua (Siswanto, 2007) yaitu:

a. Variabel deviasional berada di bawah sasaran

Variabel deviasional ini berfungsi untuk menampung deviasi negatif, karena

variabel deviasional berfungsi untuk menampung deviasi negatif,

maka :

26

∑∑

atau

∑∑

dengan merupakan variabel keputusan untuk produk ke- ( = 1,2,3,..., )

dengan periode ke- ( = 1,2,3,..., ); merupakan koefisien dari variabel

keputusan untuk produk ke- dengan periode ke- , merupakan besar target

ke- yang diinginkan, merupakan besarnya penyimpangan negatif ke-

untuk . Sehingga variabel deviasional akan selalu

mempunyai koefisien pada setiap kendala sasaran.

b. Variabel deviasional berada di atas sasaran

Variabel deviasional ini berfungsi untuk menampung deviasi positif. Karena

variabel deviasional berfungsi untuk menampung deviasi positif, maka:

∑∑

atau

∑∑

dengan merupakan besarnya penyimpangan positif ke- , sehingga

variabel deviasional akan selalu mempunyai koefisien 1 pada setiap

kendala sasaran.

27

Berdasarkan persamaan di atas dapat dilihat bahwa nilai penyimpangan

minimum di bawah ataupun di atas sasaran adalah nol dan tidak mungkin negatif,

atau

dan untuk dan

Secara matematis, bentuk umum kendala sasaran adalah:

∑∑

atau

∑∑

2.14.2 Fungsi Tujuan

Menurut Siswanto (2007), fungsi tujuan di dalam model goal programming

ditandai dengan kehadiran variabel deviasional yang harus diminimumkan.

Berdasarkan persamaan , dapat diketahui bahwa sasaran yang telah

ditetapkan akan tercapai bila variabel deviasional dan minimum

dalam fungsi tujuan, sehingga fungsi tujuan model goal programming adalah:

2.14.3 Empat Macam Kendala Sasaran

Menurut Siswanto (2007), penggunaan variabel deviasional dapat

dikelompokan ke dalam empat cara yaitu:

a. Mewujudkan suatu sasaran dengan nilai tertentu

Sasaran yang dikehendaki dituangkan ke dalam nilai ruas kanan kendala

( . Agar sasaran ini tercapai, maka penyimpangan di bawah dan di atas

28

nilai harus diminimumkan. Oleh karena itu dibutuhkan kehadiran variabel

deviasional dan akibatnya fungsi persamaan kendala sasaran

menjadi:

∑∑

dan persamaan fungsi tujuan:

Penyelesaian optimal, apabila maka ini berarti terjadi

penyimpangan di atas nilai (sasaran terlampaui), sedangkan jika

maka ini berarti terjadi penyimpangan di bawah nilai (sasaran

tidak terlampaui).

b. Mewujudkan suatu sasaran di bawah nilai tertentu

Sasaran yang hendak dicapai dituangkan ke dalam parameter (nilai ruas

kanan kendala). Agar sasaran tersebut tidak terlampaui maka dibutuhkan

kehadiran variabel deviasional sehingga fungsi persamaan kendala

sasaran:

∑∑

dan persamaan fungsi tujuan:

29

Penyelesaian optimal, bila maka sasaran tercapai akan tetapi bila

maka terjadi penyimpangan di atas dan hal ini menunjukkan

bahwa sasaran yang dikehendaki telah terlampaui.

c. Mewujudkan suatu sasaran di atas nilai tertentu

Sasaran yang hendak dicapai dituangkan ke dalam parameter (nilai ruas

kanan kendala). Agar sasaran tersebut terlampaui, maka dibutuhkan

kehadiran variabel deviasional sehingga fungsi persamaan kendala

sasaran:

∑∑

dan persamaan fungsi tujuan:

Penyelesaian optimal, jika bernilai nol berarti sasaran tercapai

sedangkan jika bernilai positif berarti sasaran yang dikehendaki tidak

terlampaui.

d. Mewujudkan suatu sasaran pada nilai interval tertentu

Bila interval itu dibatasi oleh dan maka penyelesaian yang

diharapkan akan berada di antara interval tersebut atau,

∑∑

Penyimpangan-penyimpangan pada persamaan harus diminimumkan.

Oleh karena itu, perlu menghadirkan untuk membatasi penyimpangan

30

di bawah dan perlu juga untuk menghadirkan untuk membatasi

penyimpangan di atas

Dengan demikian persamaan menjadi:

∑∑

Dalam hal ini, persamaan setara dengan:

∑∑

atau

∑∑

Agar dan minimum, maka persamaan fungsi tujuan minimumkan

∑ ; Pertidaksamaan dan adalah fungsi kendala

sasaran di mana sasaran itu berada pada interval dan . Agar peranan

kendala sasaran dan variabel deviasional itu menjadi semakin jelas, maka

bisa saja mengubah kedua bentuk fungsi pertidaksamaan tersebut menjadi

fungsi-fungsi persamaan dengan cara menambahkan variabel baru yaitu

dan yang berfungsi sebagai variabel slack dan surplus, yaitu:

∑∑

atau

∑∑

31

Variabel dan pada persamaan dan bukan

merupakan variabel deviasional dan kehadirannya tidak diperhitungkan di

dalam fungsi tujuan. Oleh karena itu, fungsinya benar-benar seperti variabel

slack dan surplus di mana nilainya sangat tergantung kepada hasil

penyelesaian optimal. Dengan demikian, peminimuman dan akan

menggiring penyelesaian optimal berada di antara interval dan

2.14.4 Bentuk Umum Model

Secara umum model goal programming (Siswanto, 2007), dapat dirumuskan

sebagai berikut:

dengan kendala:

dan , untuk;

2.14.5 Kasus Goal Programming

Pada dasarnya terdapat dua kasus goal programming yang perlu

diperhatikan (Lasmanah, 2003), yaitu:

1. Preemptive Goal Programming

Preemtive goal programming merupakan suatu permasalahan muncul ketika

permasalahan yang dihadapi memiliki satu tujuan atau lebih penting dari

32

tujuan yang lain. Jadi dalam menyelesaikan permasalahan tersebut, maka

perhatian pertama dipusatkan pada tujuan yang menjadi prioritas pertama,

selanjutnya tujuan yang menjadi prioritas kedua, sampai pada banyaknya

tujuan yang akan menjadi prioritas selanjutnya (Lasmanah, 2003).

2. Program Tujuan Non-Preemptive Goal Programming

Program tujuan non- preemptive yaitu suatu program tujuan dengan tujuan

yang sama pentingnya sehingga tidak perlu adanya urutan tingkat prioritas.

Dengan kata lain, prioritas satu dengan prioritas lainnya mempunyai tingkat

kepentingan yang sama.

Permasalahan preemptive goal programming diselesaikan dengan cara

penyelesaian prosedur sekuensi dengan tahapan-tahapan sebagai berikut

(Lasmanah, 2003):

i. Tujuan-tujuan yang pertama dicakup adalah tujuan-tujuan prioritas

pertama yang diselesaikan dengan metode simpleks.

ii. Jika hasil perhitungan tahap pertama diperoleh penyelesaian optimal

yang sama dengan , maka harus menambahkan tujuan-tujuan

prioritas kedua ke dalam model, dengan ketentuan:

a. Jika , variabel-variabel pembantu yang mencerminkan

penyimpangan-penyimpangan dari tujuan-tujuan prioritas pertama

sekarang dapat dikeluarkan dari model, di mana kendala-kendala

persamaan yang mencakup variabel-variabel ini diganti oleh

persamaan atau pertidaksamaan untuk tujuan-tujuan ini.

33

b. Jika , maka model tahap kedua adalah menambahkan tujuan-

tujuan prioritas kedua ke dalam model tahap pertama, tetapi hal ini

juga menambahkan kendala bahwa fungsi tujuan tahap pertama harus

sama dengan (yang memungkinkan untuk menghilangkan unsur-

unsur yang mencakup tujuan-tujuan prioritas pertama dari fungsi

tujuan tahap kedua). Selanjutnya, mengulangi proses yang satu untuk

tujuan-tujuan prioritas yang lebih rendah.

2.14.6 Bentuk Model Preemptive Goal Programming

Model umum suatu persoalan preemptive goal programming dapat

dirumuskan sebagai berikut (Lasmanah, 2003):

dengan kendala:

∑∑

dengan , untuk ; ; ; dan

Dengan menyatakan prioritas dengan urutan kepentingan ke-

dan periode ke- untuk . menyatakan urutan prioritas pertama

untuk periode ke- , menyatakan urutan prioritas kedua untuk periode ke- ,

sampai dengan menyatakan urutan prioritas ke- untuk periode ke- .