BAB II TINJAUAN PUSTAKA -...
Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA -...
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tanah
Tanah memegang peranan penting bagi masyarakat. Banyak mineral –
mineral yang terkandung di dalam tanah dan sering dimanfaatkan oleh semua
makhluk hidup.
Tanah adalah bahan mineral yang padat (unconsolidated) terletak di
permukaan bumi, yang telah dan tetap akan mengalami perlakuan dan
dipengaruhi oleh faktor – faktor genetik dan lingkungan yang meliputi bahan
induk, iklim (termasuk kelembaban dan suhu), organisme (makro dan mikro)
dan topografi pada suatu periode waktu tertentu. (Abadi, K, 2005)
Kondisi tanah yang lembab dengan bertumpuknya banyak sampah
merupakan habitat yang tepat untuk nematoda hidup dan berkembang biak.
Tekstur tanah yang sangat bervariasi yang terdiri dari tanah pasir, debu dan
tanah liat sangat memungkinkan hidup dan berkembang biak telur – telur
cacing Soil Transmitted Helminths hingga menjadi cacing yang infektif
menularkan penyakit kecacingan. (Cahyo Wu, 2009)
Dampak infeksi cacing yang ditularkan melalui tanah pada
masyarakat perlu dipelajari untuk dapat menentukan cara – cara pencegahan.
Penyebaran infeksi Ascaris dan Trichuris mempunyai pola yang hampir sama,
demikian juga epidemiologi cacing tambang dan Strongyloides.
5
B. Infeksi Parasit Soil Transmitted Helminths
Infeksi cacing Soil Transmitted Helminths merupakan infeksi kronik
yang diakibatkan oleh cacing parasit dengan prevalensi tinggi dan paling
banyak menyerang anak balita dan anak usia sekolah dasar. Infeksi cacing ini
ditularkan melalui tanah yang tercemar telur cacing. Pencemaran telur cacing
itu terjadi karena pencemaran tanah oleh tinja, ini memudahkan transmisi
telur dari tanah kepada manusia melalui tangan yang tercemar oleh telur
cacing parasit, kemudian masuk ke mulut bersama makanan.
Soil Transmitted Helminths adalah cacing golongan nematoda yang
dalam siklus hidupnya untuk mencapai stadium infektif memerlukan tanah
dengan kondisi tertentu (Safar, R, 2010). Diantara golongan nematoda
tersebut terdapat sejumlah spesies yang ditularkan melalui tanah yaitu Ascaris
lumbricoides, Necator americanus, Ancylostoma duodenale, Trichuris
trichiura dan Strongyloides stercoralis. Cacing parasit tersebut menginfeksi
manusia dan menyebabkan penyakit kecacingan. Penyakit kecacingan ini
ditularkan terutama melalui tanah adalah cacing dalam usus yang daur
hidupnya memerlukan tanah untuk berkembang dan menjadi infektif pada
manusia.
Biasanya tanah yang cocok untuk perkembang biakan atau daur
hidup cacing Soil Transmitted Helminths adalah tanah yang lembab dengan
suhu lembab dan hangat, hal ini bertujuan untuk menetaskan telur (Gracia,
Lynne S. dan David A. Bruckner, 1996). Selain suhu, kondisi cuaca dan iklim
sangat mempengaruhi kondisi tanah untuk perkembang biakan cacing Soil
Transmitted Helminths.
C. Cacing Usus yang Siklus Hidupnya Melalui Tanah
Di Indonesia, nematoda usus lebih sering disebut sebagai cacing
perut. Sebagian besar penularannya melalui tanah maka digolongkan ke
dalam kelompok cacing yang ditularkan melalui tanah atau Soil Transmitted
Helminths. (Soedarto, 1991)
Yang termasuk dalam Soil Transmitted Helminths yaitu :
1. Ascaris lumbricoides
Merupakan nematoda usus terbesar. Parasit ini hampir tersebar di
seluruh dunia, terutama di daerah dengan sanitasi yang buruk.
(Poorwo,Soedarmo S, Herry G, Sri Rezeki S, Hindra I, 2008)
a. Klasifikasi
Sub kingdom : Metazoa
Filum : Nemathelminthes
Kelas : Nematoda
Ordo : Ascaridida
Famili : Ascaridoidea
Genus : Ascaris
Spesies : Ascaris lumbricoides (Jeffrey dan Leach, 1993)
b. Morfologi
Cacing dewasa Ascaris lumbricoides berbentuk silinder, berwarna
merah muda. Cacing betina menghasilkan berkisar 200.000 telur yang
telah dibuahi (fertilized) dan tidak dibuahi (unfertilized) per hari yang
diletakkannya di lumen usus. Telur ini berukuran 40 x 60 m yang
ditandai dengan adanya mamillated outer coat dan thick hyaline shell.
(Soedarmo et al, 2008)
Telur Ascaris lumbricoides dindingnya memiliki 3 lapisan yaitu :
1. Lapisan luar yang tebal, dari bahan albuminoid yang bersifat
impermiabel.
2. Lapisan tengah, dari bahan hialin bersifat impermiabel ( lapisan ini
yang membentuk telur ).
3. Lapisan paling dalam, dari bahan vitelline bersifat sangat impermiabel
sebagai pelapis sel telurnya.
Gambar 2.1.1 Telur Ascaris lumbricoides (Hadidjaja, P dan Srisasi Gandahusada, 2002)
Gambar 2.1.2 Cacing Ascaris lumbricoides (http://medicastore.com/rss.artikel.php, 2009)
c. Siklus hidup
Dalam lingkungan yang sesuai, telur yang dibuahi berkembang
menjadi bentuk infektif dalam waktu kurang lebih 3 minggu. Bentuk
infektif ini, bila tertelan oleh manusia, menetas di usus halus. Larvanya
menembus dinding usus halus menuju pembuluh darah atau saluran limfe,
lalu dialirkan ke jantung, kemudian mengikuti aliran darah ke paru. Larva
di paru menembus dinding pembuluh darah, lalu dinding alveolus, masuk
rongga alveolus, kemudian naik ke trakea melalui bronkiolus dan bronkus.
Dari trakea larva ini menuju ke faring, sehingga menimbulkan rangsangan
pada faring. Penderita batuk karena rangsangan ini dan larva akan tertelan
ke dalam esofagus, lalu menuju ke usus halus. Di dalam usus halus larva
berubah menjadi cacing dewasa. Sejak telur matang tertelan sampai cacing
dewasa bertelur diperlukan waktu kurang lebih 2 bulan. (Gandahusada, S,
1998)
Gambar 2.1.3 Siklus Hidup Ascaris lumbricoides (Gandahusada, S, 2006)
d. Diagnosis
Cara menegakkan diagnosis penyakit adalah dengan pemeriksaan
tinja secara langsung. Adanya telur dalam tinja memastikan diagnosis
askariasis. (Gandahusada, S, 1998)
2. Trichuris trichiura
Cacing ini tersebar di seluruh dunia, tetapi lebih banyak terdapat di
daerah panas dan lembab dan sering terlihat bersama – sama dengan infeksi
Ascaris. (Gandahusada, S, 1998)
a. Klasifikasi
Sub kingdom : Metazoa
Filum : Nemathelminthes
Kelas : Nematoda
Ordo : Enoplida
Famili : Trichinellidea
Genus : Trichuris
Spesies : Trichuris trichiura (Jeffry dan Leach, 1993)
b. Morfologi
Panjang cacing betina kira – kira 5 cm, sedangkan cacing jantan 4
cm. Seekor cacing betina diperkirakan menghasilkan telur setiap hari
antara 3000 – 20.000 butir. Telur berbentuk seperti tempayan dengan
semacam penonjolan yang jernih pada kedua kutub. Kulit telur bagian luar
berwarna kekuning – kuningan dan bagian dalam jernih. (Sutanto,Inge, Is
Suhariah I, Pudji K. S, Saleha S, 2008)
Gambar 2.2.1 Telur Trichuris trichuira (Hadidjaja, P dan Srisasi Gandahusada, 2002)
Gambar 2.2.2 Cacing Trichuris trichuira (Hadidjaja, P dan Srisasi Gandahusada, 2002)
c. Siklus hidup
Cara infeksi langsung bila secara kebetulan hospes menelan telur
matang. Larva keluar melalui dinding telur dan masuk ke dalam usus
halus. Sesudah menjadi dewasa cacing turun ke usus bagian distal dan
masuk ke daerah kolon, terutama sekum. Masa pertumbuhan mulai dari
telur tertelan sampai cacing dewasa betina bertelur 30 – 90 hari.
(Sutanto,Inge, Is Suhariah I, Pudji K. S, Saleha S, 2008)
Gambar 2.2.3 Siklus Hidup Trichuris trichuira (Srisasi Gandahusada, Ilahude, Wita Pribadi, 2006)
d. Diagnosis
Diagnosa dibuat dengan menemukan telur di dalam tinja.
(Sutanto,Inge, Is Suhariah I, Pudji K. S, Saleha S, 2008)
3. Strongyloides stercoralis
Nematoda ini tersebar luas di daerah tropik dan subtropik
sedangkan di daerah dingin jarang ditemukan. Parasit ini dapat menyebabkan
penyakit strongilodiasis.
a. Klasifikasi
Sub kingdom : Metazoa
Filum : Nemathelminthes
Kelas : Nematoda
Ordo : Rhabditida
Famili : Strongyloidea
Genus : Strongyloides
Spesies : Strongyloides stercoralis (Jeffry dan Leach, 1993)
b. Morfologi
Cacing betina berbentuk filiform, halus, tidak berwarna dan
panjangnya 2 mm. Bentuk bebas betina lebih kecil dari bentuk parasit.
Cacing jantan bebas lebih kecil dari betina dengan ekor melingkar.
Larva rabditiform bentuk halus pendek dan mulut lebar pendek.
Sedangkan larva filariform bentuk halus panjang dan ekor bertakik /
bercabang.
Telur bentuk parasitik, sebesar 54 x 32 mikron. Bentuk bulat oval
dengan selapis dinding yang transparan. Bentuknya mirip dengan telur
cacing tambang.
Gambar 2.3.1 Cacing Strongyloides stercoralis
(Hadidjaja, P dan Srisasi Gandahusada, 2002)
c. Siklus hidup
Parasit ini mempunyai 3 macam daur hidup :
1. Siklus langsung
Larva rabditiform setelah 2 – 3 hari di tanah akan berubah menjadi
larva filariform (bentuk infektif). Larva ini hidup di tanah dan dapat
menembus kulit manusia kemudian masuk ke vena menuju jantung
kanan dan paru – paru. Dalam paru – paru, cacing menjadi dewasa dan
menembus alveolus kemudian masuk ke trakea dan laring. Hal itu
menyebabkan batuk – batuk di laring sehingga cacing terasa tertelan
hingga ke usus halus bagian atas.
2. Siklus tidak langsung
Pada siklus ini, larva rabditiform berkembang menjadi cacing jantan
dan betina bentuk bebas. Telur betina setelah dibuahi selanjutnya
menetas menjadi larva rabditiform. Larva ini setelah beberapa hari
berkembang menjadi larva filariform (bentuk infektif) kemudian
masuk ke dalam hospes baru. Larva rabditiform dapat mengulangi
fase bebas.
3. Autoinfeksi
Larva rabditiform juga dapat berkembang menjadi larva filariform di
rongga usus atau di daerah perianal. Bila larva filariform menembus
mukosa usus atau kulit perianal maka terjadi daur perkembangan di
dalam hospes. (Onggowaluyo, Jangkung S., 2001)
Gambar 2.3.2 Siklus Hidup Cacing Strongyloides stercoralis (Gandahusada, S., Ilahude, Wita Pribadi, 2006 )
d. Diagnosis
Dengan menemukan larva rabditiform dalam tinja segar, dalam
biakan atau dalam aspirasi duodenum. (Sutanto,Inge, Is Suhariah I, Pudji
K. S, Saleha S, 2008)
4. Ancylostoma duodenale dan Necator americanus
Ancylostoma duodenale dan Necator americanus merupakan cacing
tambang (hookworm). Hospes parasit ini adalah manusia, cacing ini
menyebabkan nekatoriasis dan ankilostomiasis.
a. Klasifikasi
Sub kingdom : Metazoa
Filum : Nemathelminthes
Kelas : Nematoda
Ordo : Rhabditida
Famili : Ancylostomaidea dan Necator
Genus : Ancylostoma dan Necator
Spesies : A. duodenale dan N. americanus (Jeffrey dan Leach,
1993)
b. Morfologi
Cacing betina Necator americanus tiap hari mengeluarkan telur
kira– kira 9000 butir, sedangkan Ancylostoma duodenale kira – kira
10.000 butir. Cacing betina berukuran panjang kurang lebih 1 cm, cacing
jantan kurang lebih 0,8 cm. Bentuk badan Necator americanus biasanya
menyerupai huruf S, sedangkan Ancylostoma duodenale menyerupai
huruf C.
Telur cacing tambang yang besarnya kira – kira 60 x 40 mikron,
berbentuk bujur dan mempunyai dinding tipis. Di dalamnya terdapat
beberapa sel. Larva rabditiform panjangnya kira – kira 250 mikron,
sedangkan larva filariform panjangnya kira – kira 600 mikron.
(Gandahusada, S, 1998)
Gambar 2.4.1 Telur Cacing Tambang (Pinardi, 2002)
Gambar 2.4.2 Cacing A. duodenale
Gambar 2.4.3 Cacing N.americanus (Hadidjaja, P dan Srisasi Gandahusada, 2002)
c. Siklus hidup
Telur cacing tambang ini keluar bersama – sama dengan tinja. Di
dalam tubuh manusia, dengan waktu 1 – 1,5 hari telur telah menetas dan
mengeluarkan larva rabditiform. Selanjutnya dalam waktu kira – kira 3
hari, larva rabditiform berkembang menjadi larva filariform (bentuk
infektif). Larva filariform dapat tahan di dalam tanah selama 7 – 8 minggu.
Infeksi pada manusia terjadi apabila larva filariform menembus kulit atau
tertelan.
Daur hidup kedua cacing tambang ini dimulai dari larva filariform
menembus kulit manusia kemudian masuk ke kapiler darah dan berturut –
turut menuju jantung kanan, paru – paru, bronkus, trakea, laring, dan
terakhir dalam usus halus sampai menjadi dewasa. (Onggowaluyo,
Jangkung S, 2001)
Gambar 2.4.4 Siklus Hidup cacing tambang
(Gandahusada, S., Ilahude, Wita Pribadi, 2006)
d. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan dengan menemukan telur dalam tinja segar.
Dalam tinja yang lama mungkin ditemukan larva.
Untuk membedakan spesies Necator americanus dan Ancylostoma
duodenale dapat dilakukan biakan tinja misalnya dengan cara Harada–
Mori. (Gandahusada, S, 1998)
D. Kerangka Teori
Gambar 2.5 Kerangka Teori
E. Kerangka Konsep
Gambar 2.6 Kerangka Konsep
Paparan Soil Transmitted Helminths pada Tanah
Halaman Rumah
Kondisi Sanitasi Lingkungan
Perilaku Hidup
Kondisi Sosial
Tempat bermain anak
Perilaku bermain anak
Kondisi Sanitasi lingkungan
Paparan Soil Transmitted
Helminths pada Tanah