BAB II TINJAUAN UMUM OUTSOURCING, HUBUNGAN … II.pdf“Perjanjian dengan mana pihak yang satu, si...

21
BAB II TINJAUAN UMUM OUTSOURCING, HUBUNGAN KERJA, DAN PENGUPAHAN 2.1 Pengertian Outsourcing Dan Dasar Hukum Outsourcing Dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan UUK istilah outsourcing terdapat dalam pasal 64 yang menyatakan bahwa “Perusahaan dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lainnya melalui perjanjian pemborongan pekerjaan atau penyediaan jasa pekerja/buruh yang dibuat secara tertulis”. Dalam bidang ketenagakerjaan, outsourcing diartikan sebagai pemanfaatan tenaga kerja untuk memproduksi atau melaksanakan suatu pekerjaan oleh suatu perusahaan, melalui perushaan penyedia jasa pekerja/buruh. 23 Outsourcing adalah penyerahaan penerima pemborongan pekerjaan atau perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh melalui perjanjian pemborong pekerjaan secara tertulis. 24 Pekerjaan yang dapat diserahkan kepada perusahaan penerima pekerjaan harus memenuhi syarat-syarat yang diatur dalam ketentuan Pasal 65 ayat 920 Undang-Undang Ketenagakerjaan UUK, sebagai berikut: a. Dilakukan terpisah dari kegiatan utama, baik manajemen maupun kegiatan pelaksanaan pekerjaan; 23 Lalu Husni II Ibid, h.187. 24 Maimun, 2007, Hukum Ketenagakerjaan Suatu Pengantar, PT. Pradnya Paramita, Jakarta, h.147. 23

Transcript of BAB II TINJAUAN UMUM OUTSOURCING, HUBUNGAN … II.pdf“Perjanjian dengan mana pihak yang satu, si...

BAB II

TINJAUAN UMUM OUTSOURCING, HUBUNGAN KERJA, DAN

PENGUPAHAN

2.1 Pengertian Outsourcing Dan Dasar Hukum Outsourcing

Dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan UUK istilah outsourcing

terdapat dalam pasal 64 yang menyatakan bahwa “Perusahaan dapat menyerahkan

sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lainnya melalui perjanjian

pemborongan pekerjaan atau penyediaan jasa pekerja/buruh yang dibuat secara

tertulis”.

Dalam bidang ketenagakerjaan, outsourcing diartikan sebagai pemanfaatan

tenaga kerja untuk memproduksi atau melaksanakan suatu pekerjaan oleh suatu

perusahaan, melalui perushaan penyedia jasa pekerja/buruh.23 Outsourcing adalah

penyerahaan penerima pemborongan pekerjaan atau perusahaan penyedia jasa

pekerja/buruh melalui perjanjian pemborong pekerjaan secara tertulis.24

Pekerjaan yang dapat diserahkan kepada perusahaan penerima pekerjaan

harus memenuhi syarat-syarat yang diatur dalam ketentuan Pasal 65 ayat 920

Undang-Undang Ketenagakerjaan UUK, sebagai berikut:

a. Dilakukan terpisah dari kegiatan utama, baik manajemen maupun

kegiatan pelaksanaan pekerjaan;

23 Lalu Husni II Ibid, h.187.

24 Maimun, 2007, Hukum Ketenagakerjaan Suatu Pengantar, PT. Pradnya Paramita,

Jakarta, h.147.

23

24

b. Dilakukan dengan perintah langsung dan tidak langsung dari pemberi

kerja, hal ini dimaksudkan untuk memberi penjelasan tentang cara

melakukan pekerjaan agar sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh

perusahaan pemberi pekerjaan;

c. Merupakan kegiatan yang mendukung dan mempelancar pelaksanaan

pekerja sesuai alur kegiatan kerja diperusahaan pemberi pekerjaan; dan

d. Tidak menghambat proses produksi secara langsung.

Penentuan sifat dan jenis pekerjaan tertentu yang dapat di outsource

merupakan hal yang prinsip dalam praktik outsourcing, karena hanya sifat dan

jenis atau kegiatan penunjang perusahaan saja yang boleh di outsource.

Outsourcing tidak boleh dilakukan untuk sifat dan jenis kegiatan pokok atau

kegiatan yang berhubungan dengan proses produksi.

Perusahaan penerima pekerjaan tersebut harus perusahaan yang berbadan

hukum.25 Agar perusahaan penerima pekerjaan tidak bisa menghindar dari

tanggung jawab dalam memenuhi kewajiban terhadap hak-hak pekerja/buruh

sebagaimana mestinya dan untuk menjamin perlindungan hukum bagi

pekerja/buruh yang dipekerjakan.

Dasar hukum outsourcing di Indonesia adalah UUK, UUK memberikan

peluang kepada perusahaan untuk dapat menyerahkan sebagaian pelaksanaan

pekerjaan di dalam perusahaan kepada perusahaan lain melalui pemborong

pekerjaan atau perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh. Dalam UUK kedua

bentuk kegiatan tersebut dapat dilakukan dengan syarat-syarat tertentu. Syarat

25 Ibid.

25

yang dimaksudkan antara lain, wajib dilaksanakan melalui perjanjian yang dibuat

secara tertulis. Sedangkan perusahaan penerima pekerjaan harus berbadan hukum

juga terdaftar pada instansi ketenagakerjaan.

Di dalam KUHPerdata, pengaturan outsourcing mengenai perjanjian

pemborongan pekerjaan dimuat di dalam ketentuan Pasal 1601 b yakni

“Perjanjian dengan mana pihak yang satu, si pemborong mengikatkan diri utnuk

menyelenggarakan suatu pekerjaan bagi pihak lain, pihak yang memborongkan

dengan menerima suatu harga yang telah ditentukan”.

Ketentuan pemborongan pekerjaan pekerjaan dalam KUHPerdata sedikit

berbeda dengan yang ditemukan dalam UUK. Perbedaannya terlihat pada pasal-

pasal yang diatur dalam KUHPerdata tidak dibatasi pekerjaan-pekerjaan mana

saja yang dapat di outsource, sedangkan dalam UUK dibatasi, yakni hanya

terhadap produk/bagian-bagian yang tidak berhubungan langsung dengan bisnis

uatam perusahaan.26

2.2 Perjanjian Kerja

Perjanian kerja (Arbeidsoverenkoms), menurut Pasal 1601 a KUHPerdata

bahwa: “Perjanjian Kerja adalah suatu perjanjian dimana pihak yang satu (buruh),

mengikatkan diri untuk bekerja pada pihak yang lain (majikan), selama suatu

waktu tertentu dengan menerima upah”. Pasal 1 angka 14 UUK memberikan

pengertian “Perjanjian kerja adalah suatu perjanjian antara pekerja/buruh dengan

pengusahan atau pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak, dan

kewajiban para pihak”.

26 Lalu Husni I, op.cit, h.192.

26

Perjanjian menurut Subekti (dikutip dari bukunya Djumadi) adalah

perjanjian antara seorang buruh dengan seorang majikan, perjanjian mana ditandai

oleh ciri-ciri adanya suatu upah atau gaji tertentu yang diperjanjikan dan adanya

suatu hubungan diperatas yang dalam bahasa Belanda disebut dierstverhandling,

yaitu suatu yang berdasarkan mana pihak yang satu (majikan) berhak memberikan

perintah-perintah yang harus ditaati oleh pihak lain.27

Berdasarkan ketentuan Pasal 51 ayat (1) UUK, “Perjanian kerja dibuat

secara tertulis atau lisan”. Adapun bentuk-bentuk perjanjian kerja antara lain :

1. Perjanjian kerja lisan

UUK membolehkan perjanjian kerja dilakukan secara lisan, dengan

syarat pengusaha wajib, membuat surat pengangkatan bagi pekerja.

2. Perjanjian kerja tulis

Perjanjian kerja tertulis sekurang-kurangnya harus memuat tentang

jenis pekerjaan yang akan dilakukan, besarnya upah yang akan

diterima dan berbagai hak dan kewajiban lainnya bagi masing-masing

pihak sesuai dengan ketentuan Pasal 54 UUK.

Namun demikian, sekalipun Undang-Undang memberikan kebebasan

kepada pihak-pihak untuk menentukan isi perjajian pemborongan pekerjaan,

syarat dan ketentuan perjanjian tidak boleh bertentangan dengan Undang-Undang,

kesusilaan dan norma keadilan.

Suatu perjanjian yang telah memenuhi syarat-syarat yang ada pada

ketentuan pasal 1320 KUHPerdata bisa dikatakan sebagai suatu perjanjian yang

27 Djumadi, op.cit, h.63.

27

sah dan sebagai akibatnya perjanjian akan mengikat sebagai Undang-Undang bagi

mereka yang membuatnya. Dalam hukum ketenagakerjaan secara khusus diatur

dalam UUK Pasal 52 bahwa kesahan suatu perjanjian kerja harus memenuhi 4

syarat sebagai berikut :

Untuk sahnya suatu perjanjian kerja diperlukan sempat syarat :

a. Kesepakatan kedua belah pihak;

b. Kemampuan atau kecakapan melakukan perbuatan hukum;

c. Adanya pekerjaan yang diperjanjikan; dan

d. Pekerjaan yang diperjanjiakm tidak bertentangan dengan ketertiban

umum, kesusilaan, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Apabila perjanjian kerja yang dibuat itu bertentangan dengan ketentuan

huruf a dan b maka akibat hukumnya perjanjian kerja dapat dibatalkan, sedangkan

apabila bertentangan dengan ketentuan huruf c dan d maka akibat hukumnya

perjanjian batal demi hukum.28

Dalam rangka memberi kepastian hukum kepada pekerja dan pemberi

pekerja, perjanjian kerja yang dikaitkan dengan jangka waktunya dibagi menjadi 2

jenis perjanjian kerja. Kedua jenis perjanjian kerja yang diperbolehkan oleh UUK

adalah Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT), dan Perjanjian Kerja Waktu

Tidak Tertentu (PKWTT).

1. Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT)

Perjajian kerja waktu tertentu di dalam Keputusan Menteri Tenaga

Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor Kep.

28 Maimun, op.cit, h.42.

28

100/Men/VI/2004 Tahun 2004 tentang Ketentuan Pelaksanaan

Perjanjian Kerja Waktu Tertentu Pasal 1 angka 1 (Selanjutnya disebut

Kep.100/Men/VI/2004) adalah “Perjanjian kerja antara pekerja/buruh

dan pengusaha untuk mengadakan hubungan kerja dalam waktu

tertentu dan untuk pekerjaan tertentu”.

Perjanjian kerja waktu tertentu sebagaimana dimaksud didasarkan

pada:

a. Jangka waktu tertentu, misalnya satu tahun atau dua tahun

b. Selesainya suatu pekerjaan tertentu, dapat didasarkan pada

tercapainya tujuan diadakan suatu pekerjaan. Arttinya, setelah

pekerjaan selesai maka berakhirlah perjanjian kerja. Perjanjian

kerja waktu tertentu tidak dapat diadakan untuk pekerjaan yang

bersifat tetap.29

Dalam ketentuan Pasal 58 disebutkan bahwa “Perjanjian kera waktu

tertentu tidak dapat mensyaratkan adanya masa percobaan kerja dan

jika diisyaratkan maka perjanjian kerja tersebut menjadi batal demi

hukum”. Perjanjian kerja untuk waktu tertentu hanya dapat dibuat

untuk pekerjaan tertentu yang menurut jenis dan sifat atau kegiatan

pekerjaanya akan selesai dalam waktu tertentu yang tertuang dalam

ketentuan Pasal 59 ayat (1) yaitu :

a. Pekerjaan yang sekali selesai atau yang sementara sifatnya;

29 Zaeni Asyhadie, 2013, Hukum Kerja: Hukum Ketenagakerjaan Bidang Hubungan

Kerja, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, h.61.

29

b. Pekerjaan yang diperkirakan dapat diselesaikan dalam waktu yang

tidak terlalu lama dan paling lama tiga (3) tahun;

c. Pekerjaan yang bersifat musiman; atau

d. Pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru,

atau produk tambahan yang masih dalam percobaan atau

penjajakan.

Dalam perjanjian kerja waktu tertentu ini telah ditentukan jangka

waktu berlakunya pekerjaan tersebut jika jangka waktunya berakhir

maka pengusaha dapat memperbaharui atau memperpanjang perjanjian

tersebut dengan pekerja/buruh. Di dalam Pasal 59 UUK disebutkan

ketentuan mengenai perpanjangan dan pembaharuan perjanjian kerja

waktu tertentu. Berdasarkan ketentuan Pasal 62 UUK disebutkan

bahwa:

“Apabila salah satu pihak mengakhiri hubungan kerja selai

alasan-alasan tersebut diatas atau sebelum berakhirnya jangka

waktu yang ditetapkan dalam perjanjian kerja waktu tertentu

maka pihak yang mengakhiri hubungan kerja diwajibkan

membayar ganti rugi kepada pihak lainnya sebesar upah

pekerja/buruh sampai batas waktu berakhirnya jangka waktu

perjanjian kerja.”

2. Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT)

Perjanjian Kerja waktu tidak tertentu menurut Kep.100/Men/VI/2004

Pasal 1 angka 2 adalah “Perjanjian kerja antara pekerja/buruh dan

pengusaha untuk mengadakan hubungan kerja yang bersifat tetap”.

30

Perjanjian kerja waktu tidak tertentu ini dapat mensyaratkan masa

percobaan kepada pekerja asal hal itu dituangkan dalam perjanjian

tertulis atau bila perjanjian kerjanya secara lisan masa percobaan harus

dicatumkan dalam surat pengangkatan.30

Perjanjian kerja waktu tidak tertentu jika dibuat secara lisan dan

pekerja telah selesai masa percobaan maka sesuai dengan Pasal 63 ayat

(1) UUK maka pengusahan wajib membuat surat pengangkatan untuk

pekerja/buruh tersebut.

Adapun dalam surat pengangkatan itu memuat:

a. Nama dan alamat pekerjaan;

b. Tanggal mulai bekerja;

c. Jenis pekerjaan; dan

d. Besarnya upah.

Dalam perjanjian waktu tidak tertentu dapat mensyaratkan masa

percobaan kerja paling paling lama 3 bulan dan pengusaha dilarang

membayar dibawah upah minimum yang berlaku sebagaimana diatur

dalam ketentuan Pasal 60 UUK.

2.3 Hubungan Kerja

Hubungan kerja adalah suatu hubungan hukum yang dilakukan oleh

minimal dua subjek hukum mengenai suatu pekerjaan. Subyek hukum yang

30 Rukiyah L. dan Darda Syahrizal, 2013, Undang-Undang Ketenagakerjaan dan

Aplikasinya, Dunia Cerdas, Jakarta, h.178.

31

melakukan hubungan kerja adalah pengusaha atau pemberi kerja dengan

pekerja/buruh.31

Imam Soepomo berpendapat bahwa hubungan kerja yaitu hubungan antara

buruh dengan majiakn, dimana buruh menyatakan kesanggupan untuk bekerja

pada majikan, dimana buruh menyatakan kesanggupan untuk bekerja pada

majikan dengan menerima upah, dan dimana majikan menyatakan kesanggupan

untuk memperkerjakan buruh dengan membayar upah.

Dalam ketentuan Pasal 1 angka 15 UUK disebutkan bahwa “Hubungan

kerja adalah hubungan antara perusahaan dengan pekerja/buruh berdasarkan

perjanjian kerja yang mempunyai unsur pekerjaan, upah, dan perintah”. Unsur-

Unsur perjanjian kerja yang menjadi dasar hubungan kerja dengan ketentuan Pasal

1 angka 15 UUK adalah:

1. Adanya pekerjaan (arbeid);

Pekerjaan yang diberikan bebas sesuai dengan kesepakatan antara

pekerja/buruh dengan majikan tanpa adanya bertentangan dengan peraturan

perundang-undangan, kesusilaan dan ketertiban umum.

2. Dibawah perintah/gezag ver houlding;

Dimana pekerja/ buruh melakukan pekerjaan atas perintah dari majikan,

hubungan ini adalah hubungan antara atasan dan bawahan sehingga bersifat

subordinasi;

3. Adanya upah tertentu/loan;

31 Asri Wijayanti, 2010, Hukum Ketenagakerjaan Pasca Reformasi, Sinar Grafika,

Jakarta, h.36.

32

Imbalan yang diberikan oleh majikan atas pekerjaan yang telah dilakukan oleh

pekerja/buruh

4. Dalam waktu yang ditentukan.

Berakhirnya hubungan kerja berdasarkan waktu tertentu atau sesuai dengan

kesepakatan yang diperjanjikan. Untuk waktu tertentu dikenal dengan istilah

kontrak kerja atau pekerja harian lepas.

Dalam praktik outsourcing, terdapat tiga pihak yang melakukan hubungan

hukum, yaitu pihak principal (perusahaan pemberi kerja), pihak vendor

(perusahaan penerima pekerjaan atau penyedia jasa tenaga kerja) dan pihak

pekerja/buruh, dimana hubungan hukum pekerja/buruh bukan dengan perusahaan

principal melainkan dengan perusahaan vendor.

Hubungan hukum yang terbentuk dengan pekerja dalam perjanjian

pemborongan pekerjaan adalah antara perusahaan penerima pekerjaan dengan

pekerja/buruh. Sedangkan perusahaan pemberi pekerjaan hanya mempunyai

kewajiban yang terbatas, yakni pemenuhan kewajiban yang telah disepakati

dengan perusahaan penerima pekerjaan.32

2.4 Pengertian Upah

Pengertian upah adalah pengertian sebagaimana tertuang dalam Pasal 1

angka 30 UUK yang menyebutkan upah adalah:

“Hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang

sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja atau

buruh yang ditetapkan atau dibayar menurut suatu perjanjian kerja,

32 Sehat Damanik, 2006, Outsourcing Dan Perjanjian Kerja, DSS Publishing, Jakarta,

h.99.

33

kesepakatan, atau peraturan perundang-undangan termasuk tunjangan bagi

pekerja/buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan atau jasa yang

telah atau akan dilakukan”.

Menurut Edwin B. Filippo dalam karya tulisan berjudul “Principles of

Personal Management” menyatakan bahwa yang dimaksud dengan upah adalah

harga untuk jasa yang telah diterima atau diberikan oleh orang lain bagi

kepentingan seseorang atau badan hukum.33

Secara umum upah adalah pembayaran yang diterima pekerja/buruh

selama ia melakukan pekerjaan. Upah merupakan unsur penting dalam perjanjian

kerja, karena apabila tidak terpenuhinya upah maka hubungan kerja yang telah

dibuat tersebut belum mencerminkan terlaksananya perjanjian kerja, meskipun

telah memenuhi ketiga unsur dalam pembuatan perjanjian kerja.

Di dalam Pasal 94 UUK menyebutkan bahwa “Komponen upah terdiri dari

upah pokok dan tunjangan tetap, maka besarnya upah pokok sedikit-dikitnya 75%

(tujuh puluh lima perseratus) dari jumlah pokok dan tunjangan tetap”. Berkaitan

dengan tunjangan yang diberikan perusahaan pada pekerja/buruh dibagi menjadi

2, yaitu:

1. Tunjangan tetap

Tunjangan tetap ialah tunjangan yang diberikan oleh perusahaan secara rutin

kepada pekerja/burh per bulan yang besarnya relatif tetap.34 Contoh: tunjangan

jabatan, tunjangan keluarga, tunjangan keahlian/profesi dan lain lain

33 I Wayan Nedeng, 2003, Lokakarya Dua Hari: Outsourcing dan PKWT, Lembangtek,

Jakarta, h.2.

34 Rukiyah L. dan Darda Syahrizal, op.cit, h.210.

34

2. Tunjangan tidak tetap

Tunjangan tidak tetap adalah tunjangan yang diberikan oleh perusahaan

kepada pekerja/buruh dimana penghitungannya berdasarkan kehadiran kerja.35

Contoh: tunjangan transportasi, tunjangan makan, biaya operasional dan lain-

lain.

2.5 Jenis-Jenis Upah

Jenis-jenis upah yang terdapat dalam berbagai kepustakaan hukum

perburuhan dapat dikemukakan sebagai berikut:

a. Upah Norminal

Upah Nominal merupakan sejumlah uamh yang dibayarkan kepada para

pekerja/burh yang berhak secara tunai sebagai imbalan pengerahan jasa-jasa

atau pelayanannya sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam

perjanjian kerja.36

b. Upah Nyata (Real Wages)

Upah nyata merupakan upah uang yang nyata yang benar-benar harus diterima

oleh seseorang pekerja/buruh yang berhak.37 Upah nyata ini ditentukan oleh

daya beli upah tersebut yang akan banyak tergantung dari :

1) Besar atau kecilnya jumlah uang yang diterima;

2) Besar atau kecilnya biaya hidup yang diperlukan.

35 Rukiyah L, dan Darda Syahrizal, loc.cit.

36 G. Kertasapoetra, 1992, Hukum Perburuhan Di Indonesia Berlandaskan Pancasila,

Sinar Grafika, Jakarta, h.100.

37 Ibid.

35

c. Upah Hidup

Upah hidup ini merupakan upah yang diterima pekerja/buruh relatif cukup

untuk membiayai keperluan hidup yang lebih luas yang tidak hanya kebutuhan

pokoknya saja yang dapat dipenuhi melainkan juga sebagian dari kebutuhan

sosial keluarganya, seperti pendidikan, asuranis, rekreasi, bahan pangan dan

lain-lain.38

d. Upah Minimum (Minimum wages)

Upah minimum ini adalah upah yang akan dijadikan standar oleh majikan

dalam menentukan upah yang sebenarnya. Upah minimum ditentukan oleh

pemerintah dan upah minimum dapat berubah sesuai dengan tujuan

ditetapakannya upah minimum tersebut.39

e. Upah Wajar (Fair wages)

Upah wajar maksudnya ialah sebagai upah yang secara relative diniali cukup

wajar oleh pengusaha dan para pekerja/buruh sebagai uang imbalan atau jasa-

jasa yang diberikan pekerja/buruh kepada pengusaha atau perusahaan sesuai

dengan perjanjian kerja yang telah disepakati oleh mereka.40

Dari jenis-jenis upah diatas, upah wajarlah yang diharapkan oleh para

pekerja/buruh bukan upah hidup. Upah hidup bukan lah harapan karena kondisi

perusahaan-perusahaan belum berkembang baik dan belum besar permodalannya.

38 Lalu Husni I, op.cit, h.89.

39 Lalu Husni I, loc.cit.

40 Lalu Husni I, op.cit, h.91.

36

Pengertian Sistem adalah suatu kesatuan yang terdiri komponen atau

elemen yang dihubungkan bersama untuk memudahkan aliran informasi, materi

atau energi untuk mencapai suatu tujuan. Sistem juga merupakan kesatuan bagian-

bagian yang saling berhubungan yang berada dalam suatu wilayah serta memiliki

item-item penggerak, contoh umum misalnya seperti negara. Negara merupakan

suatu kumpulan dari beberapa elemen kesatuan lain seperti provinsi yang saling

berhubungan sehingga membentuk suatu negara dimana yang berperan sebagai

penggeraknya yaitu rakyat yang berada dinegara tersebut.

Ada beberapa elemen-elemen yang membentuk sebuah sistem yaitu :

a. Tujuan

Setiap sistem memiliki tujuan (Goal), entah hanya satu atau mungkin

banyak. Tujuan inilah yang menjadi pemotivasi yang mengarahkan sistem.

Tanpa tujuan, sistem menjadi tak terarah dan tak terkendali. Tentu saja,

tujuan antara satu sistem dengan sistem yang lain berbeda.

b. Masukan

Masukan (input) sistem adalah segala sesuatu yang masuk ke dalam sistem

dan selanjutnya menjadi bahan yang diproses. Masukan dapat berupa hal-

hal yang berwujud (tampak secara fisik) maupun yang tidak tampak.

Contoh masukan yang berwujud adalah bahan mentah, sedangkan contoh

yang tidak berwujud adalah informasi (misalnya permintaan jasa

pelanggan).

37

c. Proses

Proses merupakan bagian yang melakukan perubahan atau transformasi

dari masukan menjadi keluaran yang berguna dan lebih bernilai, misalnya

berupa informasi dan produk, tetapi juga bisa berupa hal-hal yang tidak

berguna, misalnya saja sisa pembuangan atau limbah. Pada pabrik kimia,

proses dapat berupa bahan mentah. Pada rumah sakit, proses dapat berupa

aktivitas pembedahan pasien.

d. Keluaran

Keluaran (output) merupakan hasil dari pemrosesan. Pada sistem

informasi, keluaran bisa berupa suatu informasi, saran, cetakan laporan,

dan sebagainya.

e. Batas

Yang disebut batas (boundary) sistem adalah pemisah antara sistem dan

daerah di luar sistem (lingkungan). Batas sistem menentukan konfigurasi,

ruang lingkup, atau kemampuan sistem. Sebagai contoh, tim sepakbola

mempunyai aturan permainan dan keterbatasan kemampuan pemain.

Pertumbuhan sebuah toko kelontong dipengaruhi oleh pembelian

pelanggan, gerakan pesaing dan keterbatasan dana dari bank. Tentu saja

batas sebuah sistem dapat dikurangi atau dimodifikasi sehingga akan

mengubah perilaku sistem. Sebagai contoh, dengan menjual saham ke

publik, sebuah perusahaan dapat mengurangi keterbatasan dana.

38

f. Mekanisme Pengendalian dan Umpan Balik

Mekanisme pengendalian (control mechanism) diwujudkan dengan

menggunakan umpan balik (feedback), yang mencuplik keluaran. Umpan

balik ini digunakan untuk mengendalikan baik masukan maupun proses.

Tujuannya adalah untuk mengatur agar sistem berjalan sesuai dengan

tujuan.

g. Lingkungan

Lingkungan adalah segala sesuatu yang berada di luar sistem. Lingkungan

bisa berpengaruh terhadap operasi sistem dalam arti bisa merugikan atau

menguntungkan sistem itu sendiri. Lingkungan yang merugikan tentu saja

harus ditahan dan dikendalikan supaya tidak mengganggu kelangsungan

operasi sistem, sedangkan yang menguntungkan tetap harus terus dijaga,

karena akan memacu terhadap kelangsungan hidup sistem.

Ada beberapa tipe sistem berdasarkan kategori yaitu :

(1) Atas dasar keterbukaan:

a. Sistem terbuka, dimana pihak luar dapat mempengaruhinya.

b. Sistem tertutup.

(2) Atas dasar komponen:

a. Sistem fisik, dengan komponen materi dan energi.

b. Sistem non-fisik atau konsep, berisikan ide-ide.

39

Ada beberapa Teori Pengupahan yaitu sebagai berikut :

1. Teori Upah

Teori tentang pembentukan harga (pricing) dan pendayagunaan input

(employment) disebut teori produktivitas marginal (marginal productivity

theory), lazim juga disebut teori upah (wage theory). Produktivitas

marginal tidak terpaku semata-mata pada sisi permintaan (demand side)

dari pasar tenaga kerja saja. Suatu perusahaan kompetitif yang membeli

tenaga kerja di suatu pasat kompetitif sempurna akan menyerap tenaga

kerja sampai ke suatu titik dimana tingkat upah sama dengan nilai produk

marginal (VMP). Dengan demikian VMP merupakan kurva permintaan

suatu perusahaan akan tenaga kerja.

2. Teori Upah Tenaga Kerja

Untuk mendapatkan gambaran yang jelas dalam hal upah dan

pembentukan harga upah tenaga kerja, berikut akan dikemukakan

beberapa teori yang menerangkan tentang latar belakang terbentuknya

harga upah tenaga kerja.

3. Teori Upah Wajar (alami) dari David Ricardo

Teori ini menerangkan:

- Upah menurut kodrat adalah upah yang cukup untuk pemeliharaan hidup

pekerja dengan keluarganya.

- Di pasar akan terdapat upah menurut harga pasar adalah upah yang

terjadi di pasar dan ditentukan oleh permintaan dan penawaran. Upah

40

harga pasar akan berubah di sekitar upah menurut kodrat. Oleh ahli-ahli

ekonomi modern, upah kodrat dijadikan batas minimum dari upah kerja.

4. Teori Upah Besi

Teori upah ini dikemukakan oleh Ferdinand Lassalle. Penerapan sistem

upah kodrat menimbulkan tekanan terhadap kaum buruh, karena kita

ketahui posisi kaum buruh dalam posisi yang sulit untuk menembus

kebijakan upah yang telah ditetapkan oleh para produsen. Berhubungan

dengan kondisi tersebut maka teori ini dikenal dengan istilah “Teori Upah

Besi”. Untuk itulah Lassalle menganjurkan untuk menghadapi kebijakan

para produsen terhadap upah agar dibentuk serikat pekerja.

5. Teori Dana Upah

Teori upah ini dikemukakan oleh John Stuart Mill, Menurut teori ini

tinggi upah tergantung kepada permintaan dan penawaran tenaga kerja.

Sedangkan penawaran tenaga kerja tergantung pada jumlah dana upah

yaitu jumlah modal yang disediakan perusahaan untuk pembayaran upah.

Peningkatan jumlah penduduk akan mendorong tingkat upah yang

cenderung turun, karena tidak sebanding antara jumlah tenaga kerja

dengan penawaran tenaga kerja.

6. Teori Upah Etika

Menurut kaum Utopis (kaum yang memiliki idealis masyarakat yang

ideal) tindakan para pengusaha yang memberikan upah hanya cukup untuk

memenuhi kebutuhan minimum, merupakan suatu tindakan yang tidak

41

“etis”. Oleh karena itu sebaiknya para pengusaha selain dapat memberikan

upah yang layak kepada pekerja dan keluarganya, juga harus memberikan

tunjangan keluarga. Pendapatan adalah nilai maksimal yang dapat

dikonsumsi oleh seseorang dalam suatu periode dengan mengharapkan

keadaan yang sama pada akhir periode seperti keadaan semula, pendapatan

merupakanbalas jasa yang diberikan kepada pekerja atau buruh yang

punya majikan tapi tidak tetap.

2.6 Penetapan Upah Minimum

Upah minimum adalah suatu standar minimum yang digunakan oleh para

pengusaha atau pelaku industri untuk memberikan upah kepada pekerja di dalam

lingkungan usaha atau kerjanya.41 Pembahasan mengenai upah minimum diatur

dalam Pasal 89 UUK, adapun isinya seperti yang tertera di bawah ini :

(1) Upah minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88 ayat (3) huruf a dapat

terdiri atas:

a. Upah minimum berdasarkan wilayah provinsi atau kabupaten/kota;

b. Upah minimum berdasarkan sektor pada wilayah provinsi atau

kabupaten/kota;

(2) Upah minimum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diarahkan kepada

pencapaian kebutuhan hidup layak.

41 Rukiyah L. dan Darda Syahrizal, op.cit, h.211.

42

(3) Upah minimum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan oleh

Gubernur dengan memperhatikan rekomendasi dari Dewan Pengupahan

Provinsi dan/atau Bupati/Walikota.

(4) Komponen serta pelaksanaan tahapan pencapaian kebutuhan hidup layak

sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur dengan Keputusan Menteri.

Di dalam Pasal 89 ayat (2) UUK bahwa penentuan upah minimum harus

tetap memperhatikan kebutuhan hidup pekerja/buruh dimana merekapun harus

mendapatkan kehidupan yang layak. Upah minimum dibuat sebagai implikasi dari

Pasal 88 ayat (2), ayat (3) dan ayat (4) UUK, untuk mengarah kepada pencapaian

kebutuhan hidup yang layak. Pasal 88 ayat (2) memuat bahwa “Untuk

mewujudkan penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi

kemanusiaan, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pemerintah menetapkan

kebijakan pengupahan yang melindungi pekerja/buruh sebagaimana dimaksud

pada ayat (2) yang meliputi:

a. Upah minimum;

b. Upah kerja lembur;

c. Upah tidak masuk kerja;

d. Upah tidak masuk kerja karena berhalangan;

e. Upah tidak masuk kerja karena melakukan kegiatan lain di luar pekerjaannya;

f. Upah karena menjalankan hak waktu istirahat kerjanya;

g. Bentuk dan cara pembayaran upah;

h. Denda dan potongan upah;

i. Hal-hal yang dapat diperhitungkan dengan upah;

43

j. Struktur dan skala pengupahan yang proposional;

k. Upah untuk pembayaran pesangon;

l. Upah untuk perhitungan pajak penghasilan.

Selanjutnya Pasal 88 ayat (4) “Pemerintah menetapkan upah minimum

sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a berdasarkan kebutuhan hidup layak

dan dengan memperhatikan produktivitas dan pertumbuhan ekonomi”.

Dalam hal pengusaha memberikan upah harus mengingat upah minimum

yaitu upah pokok ditambah dengan tunjangan tetap, dengan ketentuan upah pokok

serendah rendahnya 75% (tujuh puluh lima persen) dari upah minimum.

Ketetapan upah minimum berlaku bagi buruh harian, bulanan dan borongan.

Dalam Peraturan Gubernur Bali Nomor 51 Tahun 2013 tentang Penetapan

Upah Minimum Provinsi (UMP), dimana Penetapan Upah Minimum di Bali Pada

Tahun 2014 sebesar Rp. 1.500.000 dan Tahun 2015 sebesar 1.742.000. Sedangkan

pada Peraturan Gubernur Bali Nomor 65 Tahun 2013 tentang Upah Minimum

Kabupaten/Kota (UMK), Penetapan Upah Minimum di Kabupaten Denpasar yaitu

tahun 2014 sebesar Rp. 1.656.900 dan tahun 2015 sebesar Rp. 1.758.000.

Peningkatan upah minimum ini melalui pertimbangan-pertimbangan dan sesuai

dengan kebutuhan hidup pekerja/buruh, agar dapat memenuhi kebutuhan hidup

yang layak bagi pekerja/buruh.