BAB II TINJAUAN UMUM OUTSOURCING, HUBUNGAN … II.pdf“Perjanjian dengan mana pihak yang satu, si...
Transcript of BAB II TINJAUAN UMUM OUTSOURCING, HUBUNGAN … II.pdf“Perjanjian dengan mana pihak yang satu, si...
BAB II
TINJAUAN UMUM OUTSOURCING, HUBUNGAN KERJA, DAN
PENGUPAHAN
2.1 Pengertian Outsourcing Dan Dasar Hukum Outsourcing
Dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan UUK istilah outsourcing
terdapat dalam pasal 64 yang menyatakan bahwa “Perusahaan dapat menyerahkan
sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lainnya melalui perjanjian
pemborongan pekerjaan atau penyediaan jasa pekerja/buruh yang dibuat secara
tertulis”.
Dalam bidang ketenagakerjaan, outsourcing diartikan sebagai pemanfaatan
tenaga kerja untuk memproduksi atau melaksanakan suatu pekerjaan oleh suatu
perusahaan, melalui perushaan penyedia jasa pekerja/buruh.23 Outsourcing adalah
penyerahaan penerima pemborongan pekerjaan atau perusahaan penyedia jasa
pekerja/buruh melalui perjanjian pemborong pekerjaan secara tertulis.24
Pekerjaan yang dapat diserahkan kepada perusahaan penerima pekerjaan
harus memenuhi syarat-syarat yang diatur dalam ketentuan Pasal 65 ayat 920
Undang-Undang Ketenagakerjaan UUK, sebagai berikut:
a. Dilakukan terpisah dari kegiatan utama, baik manajemen maupun
kegiatan pelaksanaan pekerjaan;
23 Lalu Husni II Ibid, h.187.
24 Maimun, 2007, Hukum Ketenagakerjaan Suatu Pengantar, PT. Pradnya Paramita,
Jakarta, h.147.
23
24
b. Dilakukan dengan perintah langsung dan tidak langsung dari pemberi
kerja, hal ini dimaksudkan untuk memberi penjelasan tentang cara
melakukan pekerjaan agar sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh
perusahaan pemberi pekerjaan;
c. Merupakan kegiatan yang mendukung dan mempelancar pelaksanaan
pekerja sesuai alur kegiatan kerja diperusahaan pemberi pekerjaan; dan
d. Tidak menghambat proses produksi secara langsung.
Penentuan sifat dan jenis pekerjaan tertentu yang dapat di outsource
merupakan hal yang prinsip dalam praktik outsourcing, karena hanya sifat dan
jenis atau kegiatan penunjang perusahaan saja yang boleh di outsource.
Outsourcing tidak boleh dilakukan untuk sifat dan jenis kegiatan pokok atau
kegiatan yang berhubungan dengan proses produksi.
Perusahaan penerima pekerjaan tersebut harus perusahaan yang berbadan
hukum.25 Agar perusahaan penerima pekerjaan tidak bisa menghindar dari
tanggung jawab dalam memenuhi kewajiban terhadap hak-hak pekerja/buruh
sebagaimana mestinya dan untuk menjamin perlindungan hukum bagi
pekerja/buruh yang dipekerjakan.
Dasar hukum outsourcing di Indonesia adalah UUK, UUK memberikan
peluang kepada perusahaan untuk dapat menyerahkan sebagaian pelaksanaan
pekerjaan di dalam perusahaan kepada perusahaan lain melalui pemborong
pekerjaan atau perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh. Dalam UUK kedua
bentuk kegiatan tersebut dapat dilakukan dengan syarat-syarat tertentu. Syarat
25 Ibid.
25
yang dimaksudkan antara lain, wajib dilaksanakan melalui perjanjian yang dibuat
secara tertulis. Sedangkan perusahaan penerima pekerjaan harus berbadan hukum
juga terdaftar pada instansi ketenagakerjaan.
Di dalam KUHPerdata, pengaturan outsourcing mengenai perjanjian
pemborongan pekerjaan dimuat di dalam ketentuan Pasal 1601 b yakni
“Perjanjian dengan mana pihak yang satu, si pemborong mengikatkan diri utnuk
menyelenggarakan suatu pekerjaan bagi pihak lain, pihak yang memborongkan
dengan menerima suatu harga yang telah ditentukan”.
Ketentuan pemborongan pekerjaan pekerjaan dalam KUHPerdata sedikit
berbeda dengan yang ditemukan dalam UUK. Perbedaannya terlihat pada pasal-
pasal yang diatur dalam KUHPerdata tidak dibatasi pekerjaan-pekerjaan mana
saja yang dapat di outsource, sedangkan dalam UUK dibatasi, yakni hanya
terhadap produk/bagian-bagian yang tidak berhubungan langsung dengan bisnis
uatam perusahaan.26
2.2 Perjanjian Kerja
Perjanian kerja (Arbeidsoverenkoms), menurut Pasal 1601 a KUHPerdata
bahwa: “Perjanjian Kerja adalah suatu perjanjian dimana pihak yang satu (buruh),
mengikatkan diri untuk bekerja pada pihak yang lain (majikan), selama suatu
waktu tertentu dengan menerima upah”. Pasal 1 angka 14 UUK memberikan
pengertian “Perjanjian kerja adalah suatu perjanjian antara pekerja/buruh dengan
pengusahan atau pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak, dan
kewajiban para pihak”.
26 Lalu Husni I, op.cit, h.192.
26
Perjanjian menurut Subekti (dikutip dari bukunya Djumadi) adalah
perjanjian antara seorang buruh dengan seorang majikan, perjanjian mana ditandai
oleh ciri-ciri adanya suatu upah atau gaji tertentu yang diperjanjikan dan adanya
suatu hubungan diperatas yang dalam bahasa Belanda disebut dierstverhandling,
yaitu suatu yang berdasarkan mana pihak yang satu (majikan) berhak memberikan
perintah-perintah yang harus ditaati oleh pihak lain.27
Berdasarkan ketentuan Pasal 51 ayat (1) UUK, “Perjanian kerja dibuat
secara tertulis atau lisan”. Adapun bentuk-bentuk perjanjian kerja antara lain :
1. Perjanjian kerja lisan
UUK membolehkan perjanjian kerja dilakukan secara lisan, dengan
syarat pengusaha wajib, membuat surat pengangkatan bagi pekerja.
2. Perjanjian kerja tulis
Perjanjian kerja tertulis sekurang-kurangnya harus memuat tentang
jenis pekerjaan yang akan dilakukan, besarnya upah yang akan
diterima dan berbagai hak dan kewajiban lainnya bagi masing-masing
pihak sesuai dengan ketentuan Pasal 54 UUK.
Namun demikian, sekalipun Undang-Undang memberikan kebebasan
kepada pihak-pihak untuk menentukan isi perjajian pemborongan pekerjaan,
syarat dan ketentuan perjanjian tidak boleh bertentangan dengan Undang-Undang,
kesusilaan dan norma keadilan.
Suatu perjanjian yang telah memenuhi syarat-syarat yang ada pada
ketentuan pasal 1320 KUHPerdata bisa dikatakan sebagai suatu perjanjian yang
27 Djumadi, op.cit, h.63.
27
sah dan sebagai akibatnya perjanjian akan mengikat sebagai Undang-Undang bagi
mereka yang membuatnya. Dalam hukum ketenagakerjaan secara khusus diatur
dalam UUK Pasal 52 bahwa kesahan suatu perjanjian kerja harus memenuhi 4
syarat sebagai berikut :
Untuk sahnya suatu perjanjian kerja diperlukan sempat syarat :
a. Kesepakatan kedua belah pihak;
b. Kemampuan atau kecakapan melakukan perbuatan hukum;
c. Adanya pekerjaan yang diperjanjikan; dan
d. Pekerjaan yang diperjanjiakm tidak bertentangan dengan ketertiban
umum, kesusilaan, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Apabila perjanjian kerja yang dibuat itu bertentangan dengan ketentuan
huruf a dan b maka akibat hukumnya perjanjian kerja dapat dibatalkan, sedangkan
apabila bertentangan dengan ketentuan huruf c dan d maka akibat hukumnya
perjanjian batal demi hukum.28
Dalam rangka memberi kepastian hukum kepada pekerja dan pemberi
pekerja, perjanjian kerja yang dikaitkan dengan jangka waktunya dibagi menjadi 2
jenis perjanjian kerja. Kedua jenis perjanjian kerja yang diperbolehkan oleh UUK
adalah Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT), dan Perjanjian Kerja Waktu
Tidak Tertentu (PKWTT).
1. Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT)
Perjajian kerja waktu tertentu di dalam Keputusan Menteri Tenaga
Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor Kep.
28 Maimun, op.cit, h.42.
28
100/Men/VI/2004 Tahun 2004 tentang Ketentuan Pelaksanaan
Perjanjian Kerja Waktu Tertentu Pasal 1 angka 1 (Selanjutnya disebut
Kep.100/Men/VI/2004) adalah “Perjanjian kerja antara pekerja/buruh
dan pengusaha untuk mengadakan hubungan kerja dalam waktu
tertentu dan untuk pekerjaan tertentu”.
Perjanjian kerja waktu tertentu sebagaimana dimaksud didasarkan
pada:
a. Jangka waktu tertentu, misalnya satu tahun atau dua tahun
b. Selesainya suatu pekerjaan tertentu, dapat didasarkan pada
tercapainya tujuan diadakan suatu pekerjaan. Arttinya, setelah
pekerjaan selesai maka berakhirlah perjanjian kerja. Perjanjian
kerja waktu tertentu tidak dapat diadakan untuk pekerjaan yang
bersifat tetap.29
Dalam ketentuan Pasal 58 disebutkan bahwa “Perjanjian kera waktu
tertentu tidak dapat mensyaratkan adanya masa percobaan kerja dan
jika diisyaratkan maka perjanjian kerja tersebut menjadi batal demi
hukum”. Perjanjian kerja untuk waktu tertentu hanya dapat dibuat
untuk pekerjaan tertentu yang menurut jenis dan sifat atau kegiatan
pekerjaanya akan selesai dalam waktu tertentu yang tertuang dalam
ketentuan Pasal 59 ayat (1) yaitu :
a. Pekerjaan yang sekali selesai atau yang sementara sifatnya;
29 Zaeni Asyhadie, 2013, Hukum Kerja: Hukum Ketenagakerjaan Bidang Hubungan
Kerja, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, h.61.
29
b. Pekerjaan yang diperkirakan dapat diselesaikan dalam waktu yang
tidak terlalu lama dan paling lama tiga (3) tahun;
c. Pekerjaan yang bersifat musiman; atau
d. Pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru,
atau produk tambahan yang masih dalam percobaan atau
penjajakan.
Dalam perjanjian kerja waktu tertentu ini telah ditentukan jangka
waktu berlakunya pekerjaan tersebut jika jangka waktunya berakhir
maka pengusaha dapat memperbaharui atau memperpanjang perjanjian
tersebut dengan pekerja/buruh. Di dalam Pasal 59 UUK disebutkan
ketentuan mengenai perpanjangan dan pembaharuan perjanjian kerja
waktu tertentu. Berdasarkan ketentuan Pasal 62 UUK disebutkan
bahwa:
“Apabila salah satu pihak mengakhiri hubungan kerja selai
alasan-alasan tersebut diatas atau sebelum berakhirnya jangka
waktu yang ditetapkan dalam perjanjian kerja waktu tertentu
maka pihak yang mengakhiri hubungan kerja diwajibkan
membayar ganti rugi kepada pihak lainnya sebesar upah
pekerja/buruh sampai batas waktu berakhirnya jangka waktu
perjanjian kerja.”
2. Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT)
Perjanjian Kerja waktu tidak tertentu menurut Kep.100/Men/VI/2004
Pasal 1 angka 2 adalah “Perjanjian kerja antara pekerja/buruh dan
pengusaha untuk mengadakan hubungan kerja yang bersifat tetap”.
30
Perjanjian kerja waktu tidak tertentu ini dapat mensyaratkan masa
percobaan kepada pekerja asal hal itu dituangkan dalam perjanjian
tertulis atau bila perjanjian kerjanya secara lisan masa percobaan harus
dicatumkan dalam surat pengangkatan.30
Perjanjian kerja waktu tidak tertentu jika dibuat secara lisan dan
pekerja telah selesai masa percobaan maka sesuai dengan Pasal 63 ayat
(1) UUK maka pengusahan wajib membuat surat pengangkatan untuk
pekerja/buruh tersebut.
Adapun dalam surat pengangkatan itu memuat:
a. Nama dan alamat pekerjaan;
b. Tanggal mulai bekerja;
c. Jenis pekerjaan; dan
d. Besarnya upah.
Dalam perjanjian waktu tidak tertentu dapat mensyaratkan masa
percobaan kerja paling paling lama 3 bulan dan pengusaha dilarang
membayar dibawah upah minimum yang berlaku sebagaimana diatur
dalam ketentuan Pasal 60 UUK.
2.3 Hubungan Kerja
Hubungan kerja adalah suatu hubungan hukum yang dilakukan oleh
minimal dua subjek hukum mengenai suatu pekerjaan. Subyek hukum yang
30 Rukiyah L. dan Darda Syahrizal, 2013, Undang-Undang Ketenagakerjaan dan
Aplikasinya, Dunia Cerdas, Jakarta, h.178.
31
melakukan hubungan kerja adalah pengusaha atau pemberi kerja dengan
pekerja/buruh.31
Imam Soepomo berpendapat bahwa hubungan kerja yaitu hubungan antara
buruh dengan majiakn, dimana buruh menyatakan kesanggupan untuk bekerja
pada majikan, dimana buruh menyatakan kesanggupan untuk bekerja pada
majikan dengan menerima upah, dan dimana majikan menyatakan kesanggupan
untuk memperkerjakan buruh dengan membayar upah.
Dalam ketentuan Pasal 1 angka 15 UUK disebutkan bahwa “Hubungan
kerja adalah hubungan antara perusahaan dengan pekerja/buruh berdasarkan
perjanjian kerja yang mempunyai unsur pekerjaan, upah, dan perintah”. Unsur-
Unsur perjanjian kerja yang menjadi dasar hubungan kerja dengan ketentuan Pasal
1 angka 15 UUK adalah:
1. Adanya pekerjaan (arbeid);
Pekerjaan yang diberikan bebas sesuai dengan kesepakatan antara
pekerja/buruh dengan majikan tanpa adanya bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan, kesusilaan dan ketertiban umum.
2. Dibawah perintah/gezag ver houlding;
Dimana pekerja/ buruh melakukan pekerjaan atas perintah dari majikan,
hubungan ini adalah hubungan antara atasan dan bawahan sehingga bersifat
subordinasi;
3. Adanya upah tertentu/loan;
31 Asri Wijayanti, 2010, Hukum Ketenagakerjaan Pasca Reformasi, Sinar Grafika,
Jakarta, h.36.
32
Imbalan yang diberikan oleh majikan atas pekerjaan yang telah dilakukan oleh
pekerja/buruh
4. Dalam waktu yang ditentukan.
Berakhirnya hubungan kerja berdasarkan waktu tertentu atau sesuai dengan
kesepakatan yang diperjanjikan. Untuk waktu tertentu dikenal dengan istilah
kontrak kerja atau pekerja harian lepas.
Dalam praktik outsourcing, terdapat tiga pihak yang melakukan hubungan
hukum, yaitu pihak principal (perusahaan pemberi kerja), pihak vendor
(perusahaan penerima pekerjaan atau penyedia jasa tenaga kerja) dan pihak
pekerja/buruh, dimana hubungan hukum pekerja/buruh bukan dengan perusahaan
principal melainkan dengan perusahaan vendor.
Hubungan hukum yang terbentuk dengan pekerja dalam perjanjian
pemborongan pekerjaan adalah antara perusahaan penerima pekerjaan dengan
pekerja/buruh. Sedangkan perusahaan pemberi pekerjaan hanya mempunyai
kewajiban yang terbatas, yakni pemenuhan kewajiban yang telah disepakati
dengan perusahaan penerima pekerjaan.32
2.4 Pengertian Upah
Pengertian upah adalah pengertian sebagaimana tertuang dalam Pasal 1
angka 30 UUK yang menyebutkan upah adalah:
“Hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang
sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja atau
buruh yang ditetapkan atau dibayar menurut suatu perjanjian kerja,
32 Sehat Damanik, 2006, Outsourcing Dan Perjanjian Kerja, DSS Publishing, Jakarta,
h.99.
33
kesepakatan, atau peraturan perundang-undangan termasuk tunjangan bagi
pekerja/buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan atau jasa yang
telah atau akan dilakukan”.
Menurut Edwin B. Filippo dalam karya tulisan berjudul “Principles of
Personal Management” menyatakan bahwa yang dimaksud dengan upah adalah
harga untuk jasa yang telah diterima atau diberikan oleh orang lain bagi
kepentingan seseorang atau badan hukum.33
Secara umum upah adalah pembayaran yang diterima pekerja/buruh
selama ia melakukan pekerjaan. Upah merupakan unsur penting dalam perjanjian
kerja, karena apabila tidak terpenuhinya upah maka hubungan kerja yang telah
dibuat tersebut belum mencerminkan terlaksananya perjanjian kerja, meskipun
telah memenuhi ketiga unsur dalam pembuatan perjanjian kerja.
Di dalam Pasal 94 UUK menyebutkan bahwa “Komponen upah terdiri dari
upah pokok dan tunjangan tetap, maka besarnya upah pokok sedikit-dikitnya 75%
(tujuh puluh lima perseratus) dari jumlah pokok dan tunjangan tetap”. Berkaitan
dengan tunjangan yang diberikan perusahaan pada pekerja/buruh dibagi menjadi
2, yaitu:
1. Tunjangan tetap
Tunjangan tetap ialah tunjangan yang diberikan oleh perusahaan secara rutin
kepada pekerja/burh per bulan yang besarnya relatif tetap.34 Contoh: tunjangan
jabatan, tunjangan keluarga, tunjangan keahlian/profesi dan lain lain
33 I Wayan Nedeng, 2003, Lokakarya Dua Hari: Outsourcing dan PKWT, Lembangtek,
Jakarta, h.2.
34 Rukiyah L. dan Darda Syahrizal, op.cit, h.210.
34
2. Tunjangan tidak tetap
Tunjangan tidak tetap adalah tunjangan yang diberikan oleh perusahaan
kepada pekerja/buruh dimana penghitungannya berdasarkan kehadiran kerja.35
Contoh: tunjangan transportasi, tunjangan makan, biaya operasional dan lain-
lain.
2.5 Jenis-Jenis Upah
Jenis-jenis upah yang terdapat dalam berbagai kepustakaan hukum
perburuhan dapat dikemukakan sebagai berikut:
a. Upah Norminal
Upah Nominal merupakan sejumlah uamh yang dibayarkan kepada para
pekerja/burh yang berhak secara tunai sebagai imbalan pengerahan jasa-jasa
atau pelayanannya sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam
perjanjian kerja.36
b. Upah Nyata (Real Wages)
Upah nyata merupakan upah uang yang nyata yang benar-benar harus diterima
oleh seseorang pekerja/buruh yang berhak.37 Upah nyata ini ditentukan oleh
daya beli upah tersebut yang akan banyak tergantung dari :
1) Besar atau kecilnya jumlah uang yang diterima;
2) Besar atau kecilnya biaya hidup yang diperlukan.
35 Rukiyah L, dan Darda Syahrizal, loc.cit.
36 G. Kertasapoetra, 1992, Hukum Perburuhan Di Indonesia Berlandaskan Pancasila,
Sinar Grafika, Jakarta, h.100.
37 Ibid.
35
c. Upah Hidup
Upah hidup ini merupakan upah yang diterima pekerja/buruh relatif cukup
untuk membiayai keperluan hidup yang lebih luas yang tidak hanya kebutuhan
pokoknya saja yang dapat dipenuhi melainkan juga sebagian dari kebutuhan
sosial keluarganya, seperti pendidikan, asuranis, rekreasi, bahan pangan dan
lain-lain.38
d. Upah Minimum (Minimum wages)
Upah minimum ini adalah upah yang akan dijadikan standar oleh majikan
dalam menentukan upah yang sebenarnya. Upah minimum ditentukan oleh
pemerintah dan upah minimum dapat berubah sesuai dengan tujuan
ditetapakannya upah minimum tersebut.39
e. Upah Wajar (Fair wages)
Upah wajar maksudnya ialah sebagai upah yang secara relative diniali cukup
wajar oleh pengusaha dan para pekerja/buruh sebagai uang imbalan atau jasa-
jasa yang diberikan pekerja/buruh kepada pengusaha atau perusahaan sesuai
dengan perjanjian kerja yang telah disepakati oleh mereka.40
Dari jenis-jenis upah diatas, upah wajarlah yang diharapkan oleh para
pekerja/buruh bukan upah hidup. Upah hidup bukan lah harapan karena kondisi
perusahaan-perusahaan belum berkembang baik dan belum besar permodalannya.
38 Lalu Husni I, op.cit, h.89.
39 Lalu Husni I, loc.cit.
40 Lalu Husni I, op.cit, h.91.
36
Pengertian Sistem adalah suatu kesatuan yang terdiri komponen atau
elemen yang dihubungkan bersama untuk memudahkan aliran informasi, materi
atau energi untuk mencapai suatu tujuan. Sistem juga merupakan kesatuan bagian-
bagian yang saling berhubungan yang berada dalam suatu wilayah serta memiliki
item-item penggerak, contoh umum misalnya seperti negara. Negara merupakan
suatu kumpulan dari beberapa elemen kesatuan lain seperti provinsi yang saling
berhubungan sehingga membentuk suatu negara dimana yang berperan sebagai
penggeraknya yaitu rakyat yang berada dinegara tersebut.
Ada beberapa elemen-elemen yang membentuk sebuah sistem yaitu :
a. Tujuan
Setiap sistem memiliki tujuan (Goal), entah hanya satu atau mungkin
banyak. Tujuan inilah yang menjadi pemotivasi yang mengarahkan sistem.
Tanpa tujuan, sistem menjadi tak terarah dan tak terkendali. Tentu saja,
tujuan antara satu sistem dengan sistem yang lain berbeda.
b. Masukan
Masukan (input) sistem adalah segala sesuatu yang masuk ke dalam sistem
dan selanjutnya menjadi bahan yang diproses. Masukan dapat berupa hal-
hal yang berwujud (tampak secara fisik) maupun yang tidak tampak.
Contoh masukan yang berwujud adalah bahan mentah, sedangkan contoh
yang tidak berwujud adalah informasi (misalnya permintaan jasa
pelanggan).
37
c. Proses
Proses merupakan bagian yang melakukan perubahan atau transformasi
dari masukan menjadi keluaran yang berguna dan lebih bernilai, misalnya
berupa informasi dan produk, tetapi juga bisa berupa hal-hal yang tidak
berguna, misalnya saja sisa pembuangan atau limbah. Pada pabrik kimia,
proses dapat berupa bahan mentah. Pada rumah sakit, proses dapat berupa
aktivitas pembedahan pasien.
d. Keluaran
Keluaran (output) merupakan hasil dari pemrosesan. Pada sistem
informasi, keluaran bisa berupa suatu informasi, saran, cetakan laporan,
dan sebagainya.
e. Batas
Yang disebut batas (boundary) sistem adalah pemisah antara sistem dan
daerah di luar sistem (lingkungan). Batas sistem menentukan konfigurasi,
ruang lingkup, atau kemampuan sistem. Sebagai contoh, tim sepakbola
mempunyai aturan permainan dan keterbatasan kemampuan pemain.
Pertumbuhan sebuah toko kelontong dipengaruhi oleh pembelian
pelanggan, gerakan pesaing dan keterbatasan dana dari bank. Tentu saja
batas sebuah sistem dapat dikurangi atau dimodifikasi sehingga akan
mengubah perilaku sistem. Sebagai contoh, dengan menjual saham ke
publik, sebuah perusahaan dapat mengurangi keterbatasan dana.
38
f. Mekanisme Pengendalian dan Umpan Balik
Mekanisme pengendalian (control mechanism) diwujudkan dengan
menggunakan umpan balik (feedback), yang mencuplik keluaran. Umpan
balik ini digunakan untuk mengendalikan baik masukan maupun proses.
Tujuannya adalah untuk mengatur agar sistem berjalan sesuai dengan
tujuan.
g. Lingkungan
Lingkungan adalah segala sesuatu yang berada di luar sistem. Lingkungan
bisa berpengaruh terhadap operasi sistem dalam arti bisa merugikan atau
menguntungkan sistem itu sendiri. Lingkungan yang merugikan tentu saja
harus ditahan dan dikendalikan supaya tidak mengganggu kelangsungan
operasi sistem, sedangkan yang menguntungkan tetap harus terus dijaga,
karena akan memacu terhadap kelangsungan hidup sistem.
Ada beberapa tipe sistem berdasarkan kategori yaitu :
(1) Atas dasar keterbukaan:
a. Sistem terbuka, dimana pihak luar dapat mempengaruhinya.
b. Sistem tertutup.
(2) Atas dasar komponen:
a. Sistem fisik, dengan komponen materi dan energi.
b. Sistem non-fisik atau konsep, berisikan ide-ide.
39
Ada beberapa Teori Pengupahan yaitu sebagai berikut :
1. Teori Upah
Teori tentang pembentukan harga (pricing) dan pendayagunaan input
(employment) disebut teori produktivitas marginal (marginal productivity
theory), lazim juga disebut teori upah (wage theory). Produktivitas
marginal tidak terpaku semata-mata pada sisi permintaan (demand side)
dari pasar tenaga kerja saja. Suatu perusahaan kompetitif yang membeli
tenaga kerja di suatu pasat kompetitif sempurna akan menyerap tenaga
kerja sampai ke suatu titik dimana tingkat upah sama dengan nilai produk
marginal (VMP). Dengan demikian VMP merupakan kurva permintaan
suatu perusahaan akan tenaga kerja.
2. Teori Upah Tenaga Kerja
Untuk mendapatkan gambaran yang jelas dalam hal upah dan
pembentukan harga upah tenaga kerja, berikut akan dikemukakan
beberapa teori yang menerangkan tentang latar belakang terbentuknya
harga upah tenaga kerja.
3. Teori Upah Wajar (alami) dari David Ricardo
Teori ini menerangkan:
- Upah menurut kodrat adalah upah yang cukup untuk pemeliharaan hidup
pekerja dengan keluarganya.
- Di pasar akan terdapat upah menurut harga pasar adalah upah yang
terjadi di pasar dan ditentukan oleh permintaan dan penawaran. Upah
40
harga pasar akan berubah di sekitar upah menurut kodrat. Oleh ahli-ahli
ekonomi modern, upah kodrat dijadikan batas minimum dari upah kerja.
4. Teori Upah Besi
Teori upah ini dikemukakan oleh Ferdinand Lassalle. Penerapan sistem
upah kodrat menimbulkan tekanan terhadap kaum buruh, karena kita
ketahui posisi kaum buruh dalam posisi yang sulit untuk menembus
kebijakan upah yang telah ditetapkan oleh para produsen. Berhubungan
dengan kondisi tersebut maka teori ini dikenal dengan istilah “Teori Upah
Besi”. Untuk itulah Lassalle menganjurkan untuk menghadapi kebijakan
para produsen terhadap upah agar dibentuk serikat pekerja.
5. Teori Dana Upah
Teori upah ini dikemukakan oleh John Stuart Mill, Menurut teori ini
tinggi upah tergantung kepada permintaan dan penawaran tenaga kerja.
Sedangkan penawaran tenaga kerja tergantung pada jumlah dana upah
yaitu jumlah modal yang disediakan perusahaan untuk pembayaran upah.
Peningkatan jumlah penduduk akan mendorong tingkat upah yang
cenderung turun, karena tidak sebanding antara jumlah tenaga kerja
dengan penawaran tenaga kerja.
6. Teori Upah Etika
Menurut kaum Utopis (kaum yang memiliki idealis masyarakat yang
ideal) tindakan para pengusaha yang memberikan upah hanya cukup untuk
memenuhi kebutuhan minimum, merupakan suatu tindakan yang tidak
41
“etis”. Oleh karena itu sebaiknya para pengusaha selain dapat memberikan
upah yang layak kepada pekerja dan keluarganya, juga harus memberikan
tunjangan keluarga. Pendapatan adalah nilai maksimal yang dapat
dikonsumsi oleh seseorang dalam suatu periode dengan mengharapkan
keadaan yang sama pada akhir periode seperti keadaan semula, pendapatan
merupakanbalas jasa yang diberikan kepada pekerja atau buruh yang
punya majikan tapi tidak tetap.
2.6 Penetapan Upah Minimum
Upah minimum adalah suatu standar minimum yang digunakan oleh para
pengusaha atau pelaku industri untuk memberikan upah kepada pekerja di dalam
lingkungan usaha atau kerjanya.41 Pembahasan mengenai upah minimum diatur
dalam Pasal 89 UUK, adapun isinya seperti yang tertera di bawah ini :
(1) Upah minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88 ayat (3) huruf a dapat
terdiri atas:
a. Upah minimum berdasarkan wilayah provinsi atau kabupaten/kota;
b. Upah minimum berdasarkan sektor pada wilayah provinsi atau
kabupaten/kota;
(2) Upah minimum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diarahkan kepada
pencapaian kebutuhan hidup layak.
41 Rukiyah L. dan Darda Syahrizal, op.cit, h.211.
42
(3) Upah minimum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan oleh
Gubernur dengan memperhatikan rekomendasi dari Dewan Pengupahan
Provinsi dan/atau Bupati/Walikota.
(4) Komponen serta pelaksanaan tahapan pencapaian kebutuhan hidup layak
sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur dengan Keputusan Menteri.
Di dalam Pasal 89 ayat (2) UUK bahwa penentuan upah minimum harus
tetap memperhatikan kebutuhan hidup pekerja/buruh dimana merekapun harus
mendapatkan kehidupan yang layak. Upah minimum dibuat sebagai implikasi dari
Pasal 88 ayat (2), ayat (3) dan ayat (4) UUK, untuk mengarah kepada pencapaian
kebutuhan hidup yang layak. Pasal 88 ayat (2) memuat bahwa “Untuk
mewujudkan penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi
kemanusiaan, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pemerintah menetapkan
kebijakan pengupahan yang melindungi pekerja/buruh sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) yang meliputi:
a. Upah minimum;
b. Upah kerja lembur;
c. Upah tidak masuk kerja;
d. Upah tidak masuk kerja karena berhalangan;
e. Upah tidak masuk kerja karena melakukan kegiatan lain di luar pekerjaannya;
f. Upah karena menjalankan hak waktu istirahat kerjanya;
g. Bentuk dan cara pembayaran upah;
h. Denda dan potongan upah;
i. Hal-hal yang dapat diperhitungkan dengan upah;
43
j. Struktur dan skala pengupahan yang proposional;
k. Upah untuk pembayaran pesangon;
l. Upah untuk perhitungan pajak penghasilan.
Selanjutnya Pasal 88 ayat (4) “Pemerintah menetapkan upah minimum
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a berdasarkan kebutuhan hidup layak
dan dengan memperhatikan produktivitas dan pertumbuhan ekonomi”.
Dalam hal pengusaha memberikan upah harus mengingat upah minimum
yaitu upah pokok ditambah dengan tunjangan tetap, dengan ketentuan upah pokok
serendah rendahnya 75% (tujuh puluh lima persen) dari upah minimum.
Ketetapan upah minimum berlaku bagi buruh harian, bulanan dan borongan.
Dalam Peraturan Gubernur Bali Nomor 51 Tahun 2013 tentang Penetapan
Upah Minimum Provinsi (UMP), dimana Penetapan Upah Minimum di Bali Pada
Tahun 2014 sebesar Rp. 1.500.000 dan Tahun 2015 sebesar 1.742.000. Sedangkan
pada Peraturan Gubernur Bali Nomor 65 Tahun 2013 tentang Upah Minimum
Kabupaten/Kota (UMK), Penetapan Upah Minimum di Kabupaten Denpasar yaitu
tahun 2014 sebesar Rp. 1.656.900 dan tahun 2015 sebesar Rp. 1.758.000.
Peningkatan upah minimum ini melalui pertimbangan-pertimbangan dan sesuai
dengan kebutuhan hidup pekerja/buruh, agar dapat memenuhi kebutuhan hidup
yang layak bagi pekerja/buruh.