BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PROTOKOL KYOTO A. Latar...

30
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PROTOKOL KYOTO A. Latar Belakang Lahirnya Protokol Kyoto Sejak di deklarasikan Stockholm 1972 oleh masyarakat Internasional dimana persoalan lingkungan hidup menjadi pusat perhatian masyarakat Internasional sebagaimana tercantum di dalam prinsip 22 dari deklarasi tersebut menetapkan bahwa: State shall co-operate to develop further the international law regarding liability and compensation for the victims of pollution and other environmental damage caused by activities within the jurisdiction or control of such States to areas beyond their jurisdiction.” Konperensi Stockholm 1972 tersebut ternyata tidak mampu untuk mencegah rusaknya lingkungan hidup sehingga rusaknya lingkungan menjadi semakin parah. Satu dasawarsa setelah dilaksanakannya Konferensi Stockholm 1972, masyarakat Internasional berusaha untuk mengurangi rusaknya lingkungan. Untuk itu Komisi Sedunia untuk Lingkungan dan Pembangunan (World Commission on Environment and Development) menyelesaikan tugasnya pada tahun 1987 dan mengumumkan laporannya, dikenal dengan nama Laporan Brundtland, yang berjudul Hari Depan Kita Bersama (Our Common Future). Laporan tersebut bertemakan tentang Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development).

Transcript of BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PROTOKOL KYOTO A. Latar...

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG PROTOKOL KYOTO

A. Latar Belakang Lahirnya Protokol Kyoto

Sejak di deklarasikan Stockholm 1972 oleh masyarakat Internasional

dimana persoalan lingkungan hidup menjadi pusat perhatian masyarakat

Internasional sebagaimana tercantum di dalam prinsip 22 dari deklarasi tersebut

menetapkan bahwa:

“State shall co-operate to develop further the international law

regarding liability and compensation for the victims of pollution and

other environmental damage caused by activities within the jurisdiction

or control of such States to areas beyond their jurisdiction.”

Konperensi Stockholm 1972 tersebut ternyata tidak mampu untuk mencegah

rusaknya lingkungan hidup sehingga rusaknya lingkungan menjadi semakin parah.

Satu dasawarsa setelah dilaksanakannya Konferensi Stockholm 1972, masyarakat

Internasional berusaha untuk mengurangi rusaknya lingkungan.

Untuk itu Komisi Sedunia untuk Lingkungan dan Pembangunan (World

Commission on Environment and Development) menyelesaikan tugasnya pada

tahun 1987 dan mengumumkan laporannya, dikenal dengan nama Laporan

Brundtland, yang berjudul Hari Depan Kita Bersama (Our Common Future).

Laporan tersebut bertemakan tentang Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable

Development).

Pembangunan berkelanjutan tersebut dimaksudkan sebagai pembangunan

yang berwawasan jangka panjang yang meliputi jangka waktu antar generasi yang

tidak bersifat serakah untuk kepentingan diri sendiri, melainkan memperhatikan

juga kepentingan anak cucu dengan berusaha meninggalkan sumber daya yang

cukup dan lingkungan yang sehat serta mendukung kehidupan umat manusia

dengan sejahtera.16

Dalam waktu tidak kurang dari dua puluh tahun setelah dilaksanakannya

Konperensi Stockholm 1972, pada tanggal 3 sampai dengan 14 Juni 1992 di Rio

de Janeiro, Brasil, diadakan Konperensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang

Lingkungan dan Pembangunan (United Nations Conference on Environment and

Development), dikenal juga dengan nama KTT Bumi (Konperensi Tingkat Tinggi

Bumi) membicarakan masalah keselamatan bumi. KTT Bumi yang dihadiri oleh

lebih kurang 100 kepala negara dan kepala pemerintahan telah menghasilkan: (1)

Deklarasi Rio; (2)Agenda 21; (3) Konvensi tentang Perubahan Iklim; (4)

Konvensi tentang Keanekaragaman Hayati, dan (5) Prinsip-prinsip tentang

Hutan.

Konsep pembangunan berkelanjutan dalam hubungannya dengan

lingkungan hidup tidaklah menyebabkan semakin bertambah baiknya kualitas

lingkungan di dunia, sehingga masyarakat Internasional membutuhkan komitmen

baru untuk mengelola lingkungan dengan lebih baik lagi.

17

16 Anto Ismu Budianto, Hukum dan Lingkungan Hidup Di Indonesia, (Jakarta:

Perpustakaan Nasional, 2001), hal. 191. 17 Ibid, hal 192.

Salah satu yang dihasilkan dalam konperensi tingkat tinggi bumi (KTT

bumi) adalah konvensi tentang perubahan iklim, adapun yang melatar belakangi

lahirnya konvensi tersebut sebagaimana diuraikan dibawah ini.

Gagasan dan program untuk menurunkan emisi GRK secara internasional

telah dilakukan sejak tahun 1979. Program itu memunculkan sebuah gagasan

dalam bentuk perjanjian internasional, yaitu Konvensi Perubahan Iklim, yang

diadopsi pada tanggal 14 Mei 1992 dan berlaku sejak tanggal 21 Maret 1994.

Pemerintah Indonesia turut menandatangani perjanjian tersebut dan telah

mengesahkannya melalui Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1994.18

Protokol Kyoto bertujuan menjaga konsentrasi GRK di atmosfir agar

berada pada tingkat yang tidak membahayakan sistem iklim bumi. Untuk

mencapai tujuan itu, Protokol mengatur pelaksanaan penurunan emisi oleh negara

Agar Konvensi tersebut dapat dilaksanakan oleh Para Pihak, dipandang

penting adanya komitmen lanjutan, khususnya untuk negara pada Annex I (negara

industri atau negara penghasil GRK) untuk menurunkan GRK sebagai unsur

utama penyebab perubahan iklim. Namun, mengingat lemahnya komitmen Para

Pihak dalam Konvensi Perubahan Iklim, Conference of the Perties (COP) III yang

diselenggarakan di Kyoto pada bulan desember tahun 1997 menghasilkan

kesepakatan Protokol Kyoto yang mengatur dan mengikat Para Pihak negara

industri secara hukum untuk melaksanakan upaya penurunan emisi GRK yang

dapat dilakukan secara individu atau bersama-sama.

18 Undang-Undang Nomor 17 tahun 2004 tentang Pengesahan Kyoto Protocol To The

United Nations Framework Convention On Climate Change (Protokol Kyoto atas Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Perubahan Iklim), Kementrian Lingkungan Hidup, 2004, hal. 8.

industri sebesar 5% di bawah tingkat emisi tahun 1990 dalam periode 2008-2012

melalui mekanisme Implementasi Bersama (Joint Implementation), Perdagangan

Emisi (Emission Trading), dan Mekanisme Pembangunan Bersih (Clean

Development Mechanism).19

Protokol Kyoto terdiri atas 28 Pasal dan 2 Annex:

20

• Annex A: Gas Rumah Kaca dan kategori sektor/sumber.

• Annex B: Kewajiban penurunan emisi yang ditentukan untuk Para

Pihak.

Materi pokok yang terkandung dalam Protokol Kyoto, antara lain hal-hal

berikut.

a. Defenisi

Protokol Kyoto mendefinisikan beberapa kelembagaan Konvensi dan

Protokol, di antaranya Conference of the Parties (COP) dan Intergovernmental

Panel on Climate Change (IPCC) beserta fungsinya dalam pelaksanaan Konvensi

dan Protokol. Ditetapkan juga bahwa Para Pihak pada Annex I Konvensi (negara

industri, termasuk Rusia dan negara Eropa Timur lain yang ekonominya berada

dalam transisi menuju pasar bebas) wajib menurunkan emisi sesuai dengan Annex

B.21

19 Ibid, hal. 8-9. 20 Ibid, hal. 10. 21 Ibid, hal. 10-11.

b.Kebijakan dan Tata Cara

Pasal 2 Protokol Kyoto mengatur kebijakan dan tata cara dalam mencapai

komitmen pembatasan dan penurunan emisi oleh negara pada Annex I serta

kewajiban untuk mencapai batas waktu komitmen tersebut. Di samping itu,

Protokol juga mewajibkan negara industri untuk melaksanakan kebijakan dan

mengambil tindakan untuk meminimalkan dampak yang merugikan dari

perubahan iklim terhadap pihak lain, khususnya negara berkembang.22

Protokol juga mengatur tata cara penurunan emisi GRK secara bersama-

sama. Jumlah emisi GRK yang harus diturunkan tersebut dapat meringankan

negara yang emisinya tinggi, sedangkan negara yang emisinya rendah atau bahkan

karena kondisi tertentu tidak mengeluarkan emisi dapat meringankan beban

kelompok negara yang emisinya tinggi.

c.Target Penurunan Emisi

Target penurunan emisi yang dikenal dengan nama Quantified Emission

Limitation and Reduction Objectives (QELROs) yang dijelaskan dalam pasal 3

dan 4 Protokol Kyoto adalah ketentuan poko dalam Protokol Kyoto. Emisi GRK

menurut Annex A Protokol Kyoto meliputi: Carbon Dioxide (CO2), Methane

(CH4), Nitrous Oxide (N2O), Hydrofluorocarbon (HFC), Perfluorocarbon (PFC),

dan Sulfurhexafluoride (SF6). Target penurunan emisi GRK bagi negara pada

Annex I Konvensi diatur dalam Annex B Protokol Kyoto. Ketentuan ini

merupakan pasal yang mengikat bagi negara pada Annex I.

23

22 Ibid, hal. 11. 23 Ibid, hal. 11-12.

d. Implementasi Bersama

Implementasi Bersama adalah mekanisme penurunan emisi yang dapat

dilaksanakan antarnegara industri yang diuraikan dalam pasal 6 Protokol Kyoto.

Implementasi Bersama itu mengutamakan cara-cara yang paling murah atau yang

paling menguntungkan. Kegiatan Implementasi Bersama tersebut akan

menghasilkan unit penurunan emisi atau Emission Reduction Units (ERU).24

Kewajiban bersama antara negara industri yang termasuk pada Annex I

dengan negara berkembang disesuaikan dengan prinsip tanggung jawab bersama

yang dibedakan. Hal ini di jabarkan dalam Pasal 10 merupakan penekanan

kembali kewajiban tersebut tanpa komitmen baru bagi Para Pihak, baik negara

industri maupun negara berkembang seperti dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1)

Konvensi Perubahan Iklim. Pasal 11 menekankan kewajiban negara industri yang

menjadi Pihak dalam Protokol Kyoto serta termasuk pada Annex II Konvensi

untuk menyediakan dana baru dan dana tambahan, termasuk alih teknologi untuk

melaksanakan komitmen Pasal 10 Protokol Kyoto.

e. Tanggung Jawab Bersama yang Dibedakan

25

Mekanisme Pembangunan Bersih yang diuraikan dalam Pasal 12 Protokol

Kyoto merupakan prosedur penurunan emisi GRK dalam rangka kerja sama

negara industri dengan negara berkembang. Negara industri melakukan investasi

di negara berkembang untuk mencapai target penurunan emisinya. Sementara itu,

f. Mekanisme Pembangunan Bersih

24 Ibid, hal. 12. 25 Ibid.

negara berkembang berkepentingan dalam mencapai tujuan utama Konvensi dan

tujuan pembangunan berkelanjutan. Kegiatan penurunan emisi melalui MPB harus

disertifikasi oleh entitas operasional yang ditunjuk oleh Conference of the Perties

serving as the Meeting of the Parties (COP/MOP).26

Lembaga-lembaga yang berfungsi melaksanakan Protokol Kyoto adalah

COP/MOP sebagai lembaga tertinggi pengambil keputusan Protokol (Pasal 13);

Sekretariat Protokol juga berfungsi sebagai Sekretariat Konvensi melakukan

tugas-tugas administrasi Protokol (Pasal 14); dan Subsidiary Body for Scientific

and Technological Advice (SBSTA), sebagai Badan Pendukung yang memberi

masukan ilmiah kepada COP/MOP untuk membuat keputusan (Pasal 15).

g. Kelembagaan

27

Perdagangan Emisi sebagaimana diatur dalam Pasal 17 merupakan

mekanisme perdagangan emisi yang hanya dapat dilakukan antarnegara industri

untuk menghasilkan Assigned Amounts Unit (AAU). Negara industri yang emisi

GRK-nya di bawah batas yang diizinkan dapat memperdagangkan kelebihan jatah

emisinya dengan negara industri lain yang tidak dapat memenuhi kewajibannya.

Namun, jumlah emisi GRK yang diperdagangkan dibatasi agar negara pembeli

tetap memenuhi kewajibannya.

h. Perdagangan Emisi

28

26 Ibid, hal 12-13. 27 Ibid, hal. 13. 28 Ibid.

i. Prosedur Penataan dan Penyelesaian Sengketa

Ketidaktaatan (non compliance) atas kewajiban yang ditentukan dalam

Protokol diselesaikan sesuai dengan prosedur dan mekanisme penataan yang ada

dalam ketentuan Pasal 18 Protokol Kyoto. Sesuai dengan Pasal 19 Protokol

Kyoto, apabila terjadi perselisihan di antara Para Pihak, proses penyelesaian

sengketa (dispute settlement) mengacu Pasal 14 Konvensi.29

Protokol Kyoto adalah sebuah persetujuan sah di mana negara-negara

perindustrian akan mengurangi emisi gas rumah kaca mereka secara kolektif

sebesar 5,2% dibandingkan dengan tahun 1990 (namun yang perlu diperhatikan

adalah, jika dibandingkan dengan perkiraan jumlah emisi pada tahun 2010 tanpa

Protokol, target ini berarti pengurangan sebesar 29%). Tujuannya adalah untuk

mengurangi rata-rata emisi dari enam gas rumah kaca – karbon dioksida, metan,

nitrous oxida, sulfur heksafluorida, HFC, dan PFC – yang dihitung sebagai rata-

rata selama masa lima tahun antara 2008-2012. Target nasional berkisar dari

pengurangan 6% untuk Uni Eropa, 7% untuk AS, 6% untuk Jepang, 0% untuk

Rusia, dan penambahan yang diizinkan sebesar 8% untuk Australia dan 10%

untuk Islandia. Target penurunan emisi dikenal dengan nama quantified emission

limitation and reducation commitment (QELROs) merupakan pokok

permasalahan dalam seluruh urusan Protokol Kyoto dengan memiliki implikasi

serta mengikat secara hukum, adanya periode komitmen, digunakannya rosot

B. Ruang Lingkup Protokol Kyoto

29 Ibid, hal. 13-14.

(sink) untuk mencapai target, adanya jatah emisi setiap pihak di Annex I, dan

dimasukannya enam jenis gas rumah kaca seperti CO2, CH4, N2O, HFC, PFC dan

SF6 (basket of gases) dan disertakan dengan CO2. Protokol Kyoto adalah protokol

kepada Konvensi Rangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim atau yang dikenal

sebagai UNFCCC. UNFCCC ini diadopsi pada Pertemuan Bumi di Rio de Jenerio

pada 1992. Semua pihak dalam UNFCCC dapat menanda tangani atau

meratifikasi Protokol Kyoto, sementara pihak luar tidak diperbolehkan. Protokol

Kyoto diadopsi pada sesi ketiga Konferensi Pihak Konvensi UNFCCC pada 1997

di Kyoto, Jepang.30

Protokol kyoto terdiri dari 28 pasal dengan dua lampiran sebagai berikut:

31

1. Definisi

2. Kebijakan dan Tindakan

3. Komitmen Pembatasan dan Pengurangan Emisi

4. Pemenuhan Bersama atas Komitmen

5. Isu-isu Metodologi

6. Pengalihan dan Perolehan Unit Pengurangan Emisi (implementasi

bersama)

7. Komunikasi Informasi

8. Peninjauan Informasi

30 http://mcarmand.blogspot.com/2009/03/isi-protokol-kyoto.html, "Tujuan Protokol

Kyoto”, terakhir diakses pada tanggal 25 November 2010. 31 Daniel Murdiyarso, op.cit., hal. 5.

9. Peninjauan Protokol

10. Kelanjutan untuk mempercepat implementasi komitmen

11. Mekanisme Keuangan

12. Mekanisme Pembangunan Bersih

13. Konferensi Para Pihak yang merupakan Pertemuan Para Pihak Protokol

14. Sekretariat

15. Badan-badan Pembantu

16. Proses Konsultasi Miltilateral

17. Perdagangan Emisi

18. Ketidakpatuhan

19. Penyelesaian Sengketa

20. Amandemen

21. Adopsi dan Amandemen Lmpiran

22. Hak Suara

23. Depositori

24. Tandatangan dan Ratifikasi, Penerimaan, Persetujuan atau Aksesi

25. Efektivitas

26. Reservasi

27. Pengunduran Diri

28. Naskah Asli

Annex A : Gas-gas rumahkaca dan sektor-sektor dalam kategori sumber.

Annex B : Pembatasan emisi atau komitmen pengurangan oleh Para Pihak.

Substansi penting yang berkaitan dengan implementasi Protokol Kyoto

terdapat dalam pasal-pasal sebagai berikut :32

1. Isu utama dan yang bersifat mengikat adalah komitmen atau target

penurunan emisi negara-negara maju (Pasal 3 dan 4).

2. Untuk mencapai komitmen tersebut disediakan berbagai mekanisme yang

ditentukan dalam pasal-pasal 6, 12, dan 17.

3. Pasal-pasal 5, 7, dan 8 diuraikan untuk menggambarkan bagaimana

integritas Protokol Kyoto dipertaruhkan.

4. Pasal 18 akan menjadi pasal yang secara hukum mengikat. Dengan pasal

ini mekanisme penataan terhadap pencapaian target penurunan emisi akan

diatur dengan segala konsekuensi terhadap ketidaktaatannya.

Setelah Protokol Kyoto diadopsi di CoP3 pembicaraan mengenai

implementasi instrumen hukum ini telah melalui jalan yang cukup berliku mulai

dari Buenos Aires tahun 1998 (CoP4), Bonn tahun 1999 (CoP5), Den Haag tahun

2000 (CoP6), Bonn awal tahun 2001 (CoP6-Bagian II), Marrakesh, Maroko, akhir

tahun 2001 (CoP7), dan New Delhi (CoP8) akhir tahun 2002. Semangat

perundingan pun mengalami pasang-surut dan mencapai titik terendahnya pada

awal tahun 2001 ketika Amerika Serikat (AS) menentang dan menolak perjanjian

internasional ini tiga bulan setelah CoP6 bulan November 2000 di Den Haag.

Namun, pada CoP7 di Marrakesh, bulan November 2001 Para Pihak yang telah

terpolarisasi dalam kelompok negara maju dan negara berkembang telah saling

32 Ibid, hal. 6.

memberi dan menerima dan tidak mempertahankan posisi masing-masing yang

dipegang teguh pada CoP-CoP sebelumnya. Kesepakatan yang dicapai pada CoP7

tidak terlepas dari peranan CoP6-Bagian II yang diadakan 6 bulan sebelumnya di

Bonn. CoP6-Bagian II inilah yang telah melapangkan jalan bagi Para Pihak

terutama negara-negara industri untuk meratifikasi Protokol. Semangat

multilaterisme telah didemonstrasikan di Bonn dan Maroko. Harapan banyak

pihak adalah bahwa Protokol akan segera efektif dan operasional. Tanda-tanda ke

arah itu sudah ditunjukkan dalam CoP7 dimana banyak pimpinan delegasi

menyatakan bahwa negaranya telah memulai upaya ratifikasi seawal mungkin.33

Target penurunan emisi yang dikenal dengan nama quantified emission

limitation and reducation commitments (QELROs) adalah inti dari seluruh urusan

Protokol Kyoto. Sebagaimana diuraikan dalam Pasal 3, Target Kyoto memiliki

beberapa implikasi sebagai berikut :

34

• Dimasukkannya enam jenis GRK (basket of gases) dan disetarakan

dengan CO2.

• Mengikat secara hukum (legally binding)

• Adanya periode komitmen (commitment period)

• Digunakannya rosot (sink) untuk mencapai target

• Adanya jatah emisi (assigned amount) setiap Pihak Annex I

33 Ibid, hal. 7. 34 Ibid, hal. 36.

Sifat yang mengikat mengenai kewajiban atau target penurunan emisi

adalah aspek penting dari Protokol Kyoto (Pasal 3.1). Jika Para Pihak yang

termasuk dalam Annex I tidak memiliki ikatan, maka mereka dapat dengan mudah

mengubah tindakan-tindakannya sehingga tujuan Protokol tidak tercapai.

Ketentuan yang terdapat dalam Pasal 3.2 mengamanatkan agar negara-negara

Annex I dapat mendemonstrasikan penurunan emisi menjelang tahun 2005. Tahun

2005 menjadi penting untuk membuktikan komitmen negara-negara maju karena

sejak awal banyak Pihak (AOSIS, EU, dan ornop) telah mengusulkan agar

kesungguhan itu dapat didemonstrasikan kemajuannya sejak tahun awal 1990.

Manurut Pasal 3.5 dan 3.6 dan sesuai dengan keputusan CoP2 (Decision 9/CP.2)

untuk CEIT tahun awalnya dapat ditentukan secara luwes.35

Konsep mengenai periode komitmen (untuk yang pertama tahun 2008-

2012) adalah usulan AS yang memungkinkan Para Pihak melakukan penyesuaian

pencapaian targetnya dalam jangka suatu jangka waktu atau periode tertentu.

Alasannya adalah, pertama, jika karena sesuatu dan lain hal target suatu tahun

tidak tercapai, maka pada tahun-tahun berikutnya (dalam periode yang sama)

Pihak tersebut dapat mengejar ketinggalannya. Sebaliknya jika penurunan

emisinya melampaui target, maka kelebihannya dapat digunakan pada tahun-tahun

berikutnya asalkan dalam periode yang sama. Diterimanya prinsip ini tidak

membatalkan ketentuan yang lain bahwa pada tahun 2005 kemajuan sudah harus

dapat ditunjukkan. Kedua, terdapat keluwesan dalam hal waktu pencapaian target.

Ketiga, dengan periode yang relatif panjang akan memberikan waktu kepada

35 Ibid, hal. 37.

setiap Pihak yang termasuk dalam Annex I untuk mengakumulasikan perdagangan

emisi. Dengan konsep ini kemudian muncul masalah penyesuaian target

penurunan emisi sebelum penataannya dimonitor dan diverifikasi, sebab untuk

periode komitmen pertama (2008-2012) besar kemungkinan penilaiannya akan

dilakukan pada tahun 2014. Pergeseran dan penyesuaian ini akan menimbulkan

kerumitan negosiasi dalam periode komitmen berikutnya. 36

Aktivitas alih-guna lahan dan kehutanan melalui aforestasi, reforestasi dan

deforestasi yang menyebabkan meningkatnya penyerapan GRK oleh rosot dapat

digunakan oleh Para Pihak yang termasuk dalam Annex I untuk mencapai target

emisinya (Pasal 3.3). Tetapi, jika pada tahun 1990 kegiatan tersebut sebagai

sumber emisi, maka besarnya emisi harus diperhitungkan dalam penentuan garis

awal (baseline) sesuai dengan Pasal 3.7. Selanjutnya Pasal 3.4 menentukan bahwa

kegiatan tambahan di lahan pertanian dan kehutanan oleh Para Pihak yang

termasuk dalam Annex I juga dapat diperhitungkan sebagai emisi dari sumber

atau penyerapan oleh rosot. Perhitungan untuk kegiatan tambahan tersebut

menurut ketentuan Pasal 3.4 berlaku pada periode komitmen kedua dan

selajutnya. Jika suatu Pihak dapat memperhitungkannya dalam periode komitmen

pertama dengan catatan kegiatan tersebut telah berlangsung sejak 1990.

37

Pasal 3.7 menekankan besarnya jatah emisi yang artinya emisi yang boleh

dilakukan oleh Para Pihak yang termasuk dalam Annex I agar tetap mencapai

36 Ibid, hal. 37-38. 37 Ibid, hal. 38.

target pengurangan. Target tersebut dibedakan untuk setiap Pihak yang bervariasi

dari kewajiban menurunkan emisi sebesar 8 persen (EU) sampai izin

meningkatkan emisi hingga 10 persen (Islandia).38

Secara rata-rata kewajiban seluruh Annex B akan menurunkan emisi

paling sedikit sebesar 5 persen (Pasal 3.1). Dalam periode komitmen pertama

besarnya jatah ini akan sama dengan QELROs. Setiap periode pelaporan, jatah

tersebut dapat naik atau turun tergantung tingakat prestasi atau kegagalan Pihak

tersebut dalam mencapai targetnya. Perhitungan jatah emisi suatu Pihak dalam

Annex B dalam suatu periode komitmen dilakukan dengan menghitung jatah

emisi satu tahun dikalikan lima. Contoh, emisi seluruh GRK Jepang pada tahun

1990 adalah 1.173 juta ton setara CO2, maka dengan jatah emisi sesuai dengan

Annex B sebesar 94 persen (supaya dapat mengurangi emisi sebesar 6 persen),

Jepang memiliki jatah emisi tahunan dalam suatu periode komitmen pertama

sebesar 1.102 juta ton setara CO2, sehingga jatah emisi dalam periode komitmen

tersebut adalah 5.513 juta ton atau 5,5 giga ton setara CO2 bukan 5,9 giga ton

kalau tanpa Target Kyoto.

39

Penurunan emisi GRK yang ditargetkan meliputi CO2, CH4, N O, HFC,

PFC, dan SF . Pendekatan ini dikenal dengan nama basket approach. Meskipun

sulit karena ketidakpastian mengenai sumber dan rosot gas-gas tersebut, namun

dipastikan pendekatan ini merupakan target tunggal untuk enam macam gas

38 Ibid.

39 Ibid, hal. 39.

sekaligus. Besarnya penurunan emisi untuk gas-gas tersebut dinyatakan dalam

nilai yang setara CO2. Tahun awal perhitungan untuk tiga gas pertama adalah

1990, sedang untuk tiga gas terakhir adalah 1995 (Pasal 3.8). Dengan cara ini Para

Pihak akan mendapat kebebasan berdasarkan kesiapannya untuk menurunkan

emisi gas yang harus diprioritaskan. Tiga gas yang terkahir, yang tidak diusulkan

EU, tetapi diusulkan AS dan Kanada, meskipun jumlahnya sedikit kemampuannya

memanaskan atmosfir lebih-lebih besar dari tiga gas pertama dan pertumbuhannya

sangat cepat khususnya di AS dan Jepang.40

Bumi yang hanya satu ini terbungkus oleh gas yang secara keseluruhan

disebut “atmosfir”. Apabila dibandingkan dengan bumi, lapisan atmosfir

sangatlah tipis, karena tebalnya hanya sekitar 90 km, sedangkan jari-jari bumi

sekitar 6400 km. Atmosfir ini terdiri dari berbagai macam gas, antara lain

nitrogen, oksigen, karbon dioksida, uap air, dan lain sebagainya sebagaimana

tersebut di bawah ini:

C. Aspek Yuridis Perubahan Iklim

41

Tabel 1 : Komposisi Kimia Atmosfir.

42

Nama Unsur

Nitrogen Oksigen Argon Neon Helium Kripton

Lambang N2 O2 Ne Ne He Kr

Konsentrasi 78,01 20,946 9170 18,2 5,24 1,14

Satuan % (vol) Ppmv Ppmv Ppmv Ppmv

Keterangan Tetap % (vol) tetap Tetap Tetap Tetap Tetap

40 Ibid. 41 Anto Ismu Budianto, op.cit., hal. 193. 42 Ibid, hal. 194.

Xenon Uap air Ozon Hidrogen Karbondioksida Metan Nitrogenmonoksida Nitrogendioksida Hidrogensulfida Hidrogenklorida Amoniak Sulfurdioksida Brom Yodium Khlorida Sulfat Nitrat Amonium Natrium Potasium Kalsium Magnesium Quarz Mineral-mineral Zat-zat organik Potasium Kalsium Magnesium Quarz Mineral-mineral Zat-zat organik

Xe H2O O3 H2 CO2 CH4 N2O NO2 H2S HCl NH3 SO2 Br J Cl SO4 NO3 NH Na K Ca Mg SiO2 - - K Ca Mg SiO2 - -

0,086 2 2 50 317 1,5 30 0,1 1 1 0,3 1 - 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 5 1 1 1 1 1 5

Ppmv %(vol) Pphmv Pphmv Ppmv Ppmv Pphmv Pphmv Pphmv Pphmv Pphmv Pphmv - Pphmv ug/m3 ug/m3 ug/m3 ug/m3 ug/m3 ug/m3 ug/m3 ug/m3 ug/m3 ug/m3 ug/m3 ug/m3 ug/m3 ug/m3 ug/m3 ug/m3 ug/m3

Tetap Sangat berubah Berubah Berubah Berubah di dekat permukaan Berubah Berubah di dekat permukaan Sangat berubah Sangat berubah Sangat berubah Sangat berubah Sangat berubah Sangat berubah Sangat berubah Sangat berubah Sangat berubah Sangat berubah Sangat berubah Sangat berubah Sangat berubah Sangat berubah Sangat berubah Sangat berubah Sangat berubah Sangat berubah Sangat berubah Sangat berubah Sangat berubah Sangat berubah Sangat berubah Sangat berubah

Sumber: Moh. Soerjani, Rofiq Ahmad, Rozy Munir.

Keterangan:

% = persen volume

Ppmv = Perts per million by volume

Pphmv = Perts per hundred by volume

ug/m3 = mikrogram per meter kubik di dekat permukaan tanah

s = sangat

Ditinjau dari suhunya, atmosfir tersusun dari lapisan-lapisan yang disebut

troposfir, stratosfir, mesosofir, dan termosfir, sebagaimana tersebut di bawah ini.

Tabel 2 : Susunan lapisan atmosfir berdasarkan profil suhu.43

Nama Unsur

Tinggi (km) Suhu (ºC)

Troposfir ± 0 s/d 11 15 s/d -60 Stratosfir ± 11 s/d 49 -60 s/d -10 Mesosfir ± 49 s/d 80 -10 s/d -90 Termosfir ± 80 s/d diatas 110 -90 s/d diatas -30

Sumber: Moh. Soerjani, Rofiq Ahmad, Rozy Munir.

Pada dasarnya perubahan iklim dapat terjadi karena alam dan karena

campur tangan manusia, serta dapat berlangsung dalam skala luas maupun kecil.

Perubahan iklim alami adalah perubahan iklim yang ditimbulkan oleh

adanya proses-proses alam yang tidak karena campur tangan manusia. Perubahan

iklim alami umumnya terjadi dalam skala besar, sedangkan campur tangan

manusia umumnya menyebabkan perubahan iklim dalam skala kecil, namun tidak

tertutup kemungkinan terjadinya perubahan iklim dalam skala besar.44

Perubahan iklim global adalah peristiwa naiknya intensitas efek rumah

kaca (ERK) yang terjadi karena adanya gas dalam atmosfir yang menyerap sinar

panas, yaitu sinar infra merah, yang dipancarkan oleh bumi. Gas yang ada dalam

atmosfir disebut gas rumah kaca (GRK). Penyerapan sinar infra merah itu

menyebabkan sinar panas terperangkap sehingga naiklah suhu permukaan bumi.

Apabila tidak ada gas rumah kaca dan karena itu tidak ada pula efek rumah kaca,

suhu permukaan bumi rata-rata hanya -18°C. Keadaan tersebut masih terlalu

43 Ibid, hal. 195. 44 Ibid.

dingin bagi kehidupan makhluk hidup. Dengan adanya efek rumah kaca, maka

suhu bumi rata-rata adalah 15°C, seperti yang ada pada saat ini.45

Naiknya volume air laut maka permukaan laut akan naik. Dengan laju

kenaikan kadar gas rumah kaca seperti sekarang maka diperkirakan pada sekitar

tahun 2030 suhu kan naik dengan kisaran 1,5-4,5°C, dan akan meyebabkan

naiknya permukaan laut sebesar 25 sampai dengan 140 cm. Dampak naiknya

permukaan laut adalah tergenangnya daerah pantai yang rendah, seperti daerah

pantai Jakarta, Surabaya, dan Semarang. Masalah peresapan air laut di sungai dan

di bawah tanah akan semakin berat. Kenaikan permukaan laut juga akan

menyebabkan naiknya laju erosi pantai. Untuk setiap kenaikan permukaan laut

maka 1 cm garis pantai akan mundur 1 m, sehingga kenaikan permukaan laut 25

cm sampai dengan 140 cm akan menyebabnkan mundurnya garis pantai sejauh 25

sampai dengan 140 m.

46

Dalam persoalan pemanasan global, manusia harus bertindak sebelum ada

bukti, karena pada saat manusia memiliki bukti kuat tentang pengaruh pemanasan

global maka sudah terlambat untuk menghentikannya. Ada beberapa hal yang

sudah diketahui bahwa atmosfir bumi, seperti halnya kaca pada rumah kaca,

membiarkan sinar dan kehangatan matahari masuk tetapi mencegah panas keluar,

karena tanpa atmosfir maka bumi akan sedingin Bulan. Selain itu gas-gas tertentu,

seperi karbondioksida, uap air, dan klorofluorokarbon (CFC) buatan manusia

membuat atmosfir bekerja seperti rumah kaca. Disadari pula bahwa manusia telah

45 Ibid, hal. 195-196. 46 Ibid, hal. 196.

meningkatkan emisi rumah gas rumah kaca selama beberapa dasawarsa, sehingga

konsentrasi gas tersebut akan meningkatkan suhu bumi. Seberapa besar

peningkatannya, seberapa cepat, dan apa akibatnya bagi manusia merupakan

persoalan-persoalan yang mengemuka pada akhir-akhir ini. 47

Dampak dari perubahan iklim global diperkirakan akan memunculkan

ancaman baru. Diperkirakan pada abad ini jutaan orang diberbagai belahan bumi

akan menderita kelaparan sebgai akibat langsung dari perubahan iklim. Produksi

pertanian akan menurun cukup tajam di Asia. Kemudian persediaan air di

Australia dan Selandia Baru diperkirakan akan menyusut. Di Eropa risiko banjir

diperkirakan pula akan meningkat. Sementara itu didaerah pesisir timur Amerika

Serikat diperkirakan akan mengalami gelombang badai besar dan erosi di wilayah

pantai dan pesisir. Selanjutnya di Afrika diperkirakan semakin meluasnya padang

pasir gersang. Ancaman lingkungan di masa depan tersebut merupakan hasil

kesimpulan dari sekitar 700 saintis yang tergabung dalam IPPC

(Intergovernmental Panel on Climate Change), yang diminta Perserikatan

Bangsa-Bangsa untuk meneliti perubahan iklim yang akan terjadi di masa

depan.

48

Dalam laporan IPPC tentang perubhan iklim disebutkan bahwa pemanasan

Bumi akan berlangsung lebih cepat daripada yang pernah diprediksi sebelumnya.

Temperatur secara umum pada abad ini akan meningkat antara 1,4 sampai dengan

5,8 derajat Celcius. Akibatnya tingkat permukaan laut diperkirakan naik sampai

10 cm, yang tentu saja akan mengkhawatirkan bagi penduduk yang tinggal di

47 Ibid, hal. 196-197. 48 Ibid, hal. 197.

kawasan yantg rendah, terutama di pesisir pantai. Beberapa perubahan fisik yang

sudah terjadi pada saat ini diantaranya adalah lautan es di Kutub Utara akan

menyusut sampai 10-15% yang disebabkan mencairnya kutub es tersebut.

Sementara itu laut es Antartika mundur kesebelah selatan sebesar 2,8 derajat

lintang pada tahun 1950-an sampai awal tahun 1970-an. Perubahan tersebut terjadi

hingga sekarang. Lebih jauh IPPC menyatakan akan terjadi kerusakan di hampir

seluruh bagian Bumi sebagaimana disebutkan pada tabel 3 di bawah ini.49

Tabel 3 : Perkiraan Kerusakan Menurut Draft Geneva IPCC 2001.

50

WILAYAH

DAMPAK KERUSAKKAN

Afrika • Hasil tanaman pangan diperkirakan akan menurun : • Ketersediaan air bersih berkurang • Pembentukan padang pasir atau desertifikasi

diperburuk oleh kurangnya rata-rata curah hujan tahunan, khususnya dibagian selatan, utara, dan barat Afrika

• Daerah pesisir pantai di Negeria, Senegal, Zambia, Mesir dan sejumlah wilayah pesisir di bagian timur Afrika Selatan akan mengaklami peningkatan permukaan air laut dan erosi pesisir pantai;

Asia • Temperatur meningkat, musim kering panjang, banjir

dan degradasi lapisan tanah mengakibatkan berkurangnya Asia;

• Kawasan utara Asia, produktivitasnya mungkin meningkat. Namun terjadi peningkatan permukaan air laut dan badai tropis lebih sering terjadi;

• Penduduk di kawasan pesisir yang rendah dengan suhu tropis Asia perlu dipindahkan, jumlahnya diperkirakan mencapai 10 juta orang;

Eropa • Eropa bagian selatan cenderung mudah terkena musim kering dan di wilayah lain serangan banjir akan meningkat;

• Sebagian dari sungai atau gletser Alpina akan

49 Ibid. 50 Ibid, hal. 198.

menghilang pada akhir abad ke 21 • Gelombang panas mungkin akan mengubah tujuan

Turis yang akan menikmati salju musim dingin; • Produksi hasil pertanian akan meningkat di wilayah

utara Eropa namun akan menurun di daerah Selatan Eropa.

Amerika Latin • Banjir dan musim kering panjang akan lebih sering terjadi;

• Hasil panen tanaman penting akan menurun di berapa bagian Amerika Latin;

• Penghidupan para petani di bagian timur laut Brasil akan terpengaruh pada perubahan iklim;

• Terjadi peningkatan penyakit, seperti malaria dan kolera.

Amerika Utara • Produksi pangan dapat menguntungkan dari pemanasan yang rendah, namun akan terjadi efek regional yang cukup besar, seperti penurunan di Padang rumput Canada dan Great Plains Amerika Serikat;

• Peningkatan permukaan air laut akan meningkatkan erosi di wilayah pesisir; Banjir dan serangan badai akan lebih banyak dialami di daerah Florida dan pesisir Atlantik;

• Penyakit demam berdarah dan malaria akan meluas di wilayah Amerika Utara dan akan meningkatkan angka kematian pada kawasan tersebut.

Daerah Kutub • Perubahan iklim di kawasan kutub diperkirakan akan berpengaruh paling besar dibandingkan kawasan lainnya di muka bumi ini;

• Saat ini sudah terjadi penyusutan dan pengurangan ketebalan kutub es di Kutub Utara;

• Distribusi dan limpahan spesies akan terpengaruh; • Stabilisasi gas rumah kaca akan berpengaruh pada

sirkulasi global dan tingkat permukaan air laut. Pulau-pulau Kecil • Diperkirakan permukaan air laut akan meningkat

sekitar dua persepuluh inchi per tahunnya selama 100 tahun ke depan, yang akan mengakibatkan erosi pesisir pantai, kerusakan ekosistem; tenggelamnya pulau-pulau kecil, dan dislokasi penduduk;

• Terumbu karang akan rusak yang berpengaruh pada kehidupan ikan di laut.

Sumber: Republika, 20 Februari 2001.

Perkiraan kerusakan sebagaimana yang dibuat oleh IPPC tersebut di atas

diperkuat dengan bukti-bukti yang didapatkan melalui penelitian yang dilakukan

para peneliti dari Imperial College, London, Inggris dengan membandingkan data-

data satelit ADEOS milik Jepang dan satelit Nimbus 4 milik NASA. Salah satu

kesimpulan yang didapatkan adalah adanya peningkatan karbon dioksida (CO2)

sebagai akibat dari aktivitas manusia dari angka satuan 280 ppm menjadi 360

ppm.51

Upaya mencegah meningkatnya konsentrasi gas rumah kaca di atmosfir

dimulai oleh masyarakat internasional sejak tahun 1985 dengan dihasilkannya

Konvensi Wina tentang Perlindungan Lapisan Ozon. Selanjutnya pada tahun 1987

dihasilkan pula Protokol Montreal tentang Bahan-Bahan Yang Dapat Merusak

Lapisan Ozon, yang kemudian diamandemen pada tanggal 29 Juni 1990.

Selanjutnya pada tanggal 5 Juni 1992 ditandatangani United Nations Framework

Convention on Climate Change (untuk selanjutnya disebut Konvensi PBB tentang

Perubahan Iklim 1992) oleh sejumlah Negara besar, termasuk Indonesia.

52

Konvensi PBB tentang Perubahan Iklim 1992 terdiri atas batang tubuh,

yang berisi pembukaan dan 26 pasal mengenai : pengertian; tujuan; prinsip-

prinsip; komitmen; penelitian dan pengamatan sistematik; pendidikan, pelatihan,

dan kesadaran masyarakat; konperensi para pihak; sekretariat; badan pendukung

pelaksana; mekanisme pembiayaan; komunikasi informasi mengenai pelaksanaan;

penyelesaian masalah-masalah pelaksanaan; penyelesaian sengketa; perubahan-

51 Ibid, hal. 199-200. 52 Ibid, hal. 200.

perubahan terhadap konvensi; persetujuan dan perubahan lampiran-lampiran pada

konvensi; protokol; hak suara; depositari; penandatanganan; pengaturan

sementara; ratifikasi, penerimaan, persetujuan, atau aksesi; hal berlakunya;

keberatan-keberatan (reservasi); penarikan diri, dan teks asli. Selanjutnya

dicantumkan lampiran I tentang daftar negara maju dan negara ekonomi transisi

dan lampiran II tentang daftar negara industri maju yang berkewajiban

menyediakan pendanaan.53

Beberapa hal penting dalam konvensi dapat dijelaskan berikut ini,

misalnya yang dimaksud dengan perubahan iklim sebagaimana disebutkan pada

Pasal 1 (2), yaitu :

54

Hal yang menarik dari pengertian tersebut diatas adalah tidak

dimasukkannya unsure alam sebagai salah satu faktor berubahnya iklim.

Selanjutnya Pasal 2 menyebutkan tentang tujuan dari konvensi, yaitu :

“… a change of climate which is attributed directly or indirectly to human

activity that alters the composition of the global atmosphere and which is in

addition to natural climate variability observed over comparable time periods”

55

“….. tercapainya kestabilan konsentrasi gas rumah kaca di atmosfir pada tingkat

yang dapat mencegah perbuatan manusia yang membahayakan sistem iklim.

Tingkat yang demikian itu harus dicapai dalam jangka waktu yang cukup agar

ekosistem dapat menyesuaikan diri dengan perubahan iklim dan untuk menjamin

53 Ibid. 54 Ibid, hal. 200-201. 55 Ibid, hal. 201.

agar produksi pangan tidak terancam serta memungkinkan pembangunan ekonomi

dapat berlanjut terus”

Adapun prinsip-prinsip yang ditentukan untuk mencapai tujuan konvensi

disebutkan pada Pasal 3, yakni :56

1. Prinsip melindungi sistem iklim untuk kepentingan kehidupan generasi

kini dan mendatang atas dasar kesamarataan dan tanggung jawab bersama

yang berbeda, sesuai dengan kemampuan masing-masing;

2. Prinsip kebutuhan dan keadaan khusus negara berkembang, terutama

negara-negara yang rawan terhadap akibat yang merugikan dari perubahan

iklim, dan yang harus memikul beban yang tidak sepadan atau diluar

jangkauan;

3. Prinsip tindakan pencegahan untuk mengantisipasi, mencegah, atau

mengurangi penyebab perubahan iklim dan meringankan akibat yang

merugikan;

4. Prinsip mempunyai hak dan harus memprakarsai pembangunan yang

berkelanjutan;

5. Prinsip harus bekerja sama untuk mengembangkan suatu sistem ekonomi

internasional yang bersifat menunjang dan terbuka menuju pertumbuhan

ekonomi dan pembangunan yang berkelanjutan pada semua pihak,

khususnya negara berkembang yang memungkinkan untuk menghadapi

persoalan perubahan iklim.

56 Ibid.

Pasal 7 konvensi menyebutkan bahwa konperensi para pihak (Conference

of the Parties atau selanjutnya disebut CoP) ditentukan sebagai badan tertinggi

yang bertugas mengawasi dan memajukan pelaksanaan dari konvensi dan

perangkat-perangkat hukum terkait lainnya. Selanjutnya dalam Pasal 17 dikatakan

bahwa CoP boleh menyetujui dibuatnya protokol pada konvensi yang harus

disampaikan kepada para pihak.57

Protokol Kyoto meminta komitmen dari negara industri maju untuk

menurunkan tingkat emisinya secara keseluruhan sebesar 5% dari tingkatnya pada

tahun 1990. Diharapkan tujuan itu tercapai pada tahun 2008-2012. Negara-negara

Uni Eropa misalnya diminta menurunkan emisinya sebanyak 8% (delapan

persen), sedangkan Jepang 6% (enam persen), dan Amerika Serikat 7% (tujuh

Penjabaran lebih lanjut dari CoP menghasilkan Protokol Kyoto pada tahun

1997. Protokol Kyoto merupakan perjanjian internasional yang mengatur

pembatasan emisi gas-gas penyebab efek rumah kaca. Gas-gas itu antara lain

karbon dioksida (CO2), metana (CH4), dinitrogen oksida (N2O), dan

klorofluorokarbon (CFC). Gas-gas ini terkonsentrasi di atmosfir, semakin lama

semakin menumpuk, lalu membentuk apa yang disebut efek rumah kaca, dimana

panas matahari masuk ke atmosfir tetapi tidak dapat keluar kembali, ibarat panas

yang terkungkung dalam mobil yang tertutup rapat dan diparkir terjemur matahari.

Semakin menumpuk gas-gas berbahaya tadi, atmosfir makin sulit melepaskan

panas matahari. Bumi akan semakin panas dan perubahan iklim duniapun akan

terjadi.

57 Ibid, hal. 202.

persen). Amerika Serikat, yang menyumbangkan 25% (dua puluh lima persen)

emisi total dunia, menolak Protokol Kyoto. Padahal emisi negara-negara

berkembang besar seperti Korea, Meksiko, Afrika Selatan, Brasil, Argentina, dan

Indonesia apabila di jumlah tidaklah melebihi emisi yang dihasilkan Amerika

Serikat. Adapun alasan Amerika Serikat menolak Protokol Tokyo ini karena tidak

adanya kewajiban yang mengharuskan 80% (delapan puluh persen) penduduk

dunia yang berbeda di negara-negara berkembang untuk mentaati kesepakatan

dalam Protokol Kyoto. Selain itu Amerika Serikat juga menyangsikan

sempurnanya ilmu pengetahuan mengenai pemanasan Bumi dan solusinya,

sehingga dari sebab itu diusulkan untuk mengurangi emisi dengan cara jual beli

karbondioksida global.58

Menurut Amerika Serikat, perdagangan karbon adalah pemecahan terbaik

untuk mengurangi polusi udara. Prinsipnya, industri di negara maju dapat

membuang karbon sebanyak-banyaknya ke udara asalkan membayar kepada

negara yang masih punya hutan sebagai penyerap karbon. Jual beli karbon ini

diukur per ton karbon dioksida yang dapat diserap oleh sebuah kawasan hutan.

Hutan tropis di Asia dapat meyerap 135-250 ton karbon per hektar dengan harga

bervariasi dari US$6 hingga US$45 per ton. Tampaknya perdagangan karbon

tersebut tidak dapat menyelesaikan masalah polusi. Satu hal yang jelas,

perdagangan karbon diharapkan bisa menurunkan suhu bumi., meskipun tidak

berarti bisa menyerap CO2 secara signifikan. Tampaknya kesadaran untuk

mentaati apa yang sudah menjadi komitmen hukum dari masyarakat internasional

58 Ibid.

menjadi faktor yang sangat penting untuk mengurangi perubahan iklim global,

selain itu penanaman pohon secara besar-besaran merupakan salah satu bentuk

partisipasi publik yang bermanfaat untuk menurunkan suhu bumi.59

Secara hukum ratifikasi atau pengsahan suatu Konvensi tidak selalu

ditindaklanjuti dengan pengesahan Protokolnya. Jika ternyata ada negara yang

mengesahkan Konvensi, tetapi menolak Protokolnya, itu adalah hak negara

tersebut karena menurut pertimbangannya terdapat hal-hal yang merugikan.

Dengan kata lain, perlu tidaknya pengesahan adalah kedaulatan setiap negara yang

didasari berbagai pertimbangan, termasuk pertimbangan-pertimbangan politis,

hukum nasional, dan finansial serta peluang melakukan pengembangan bisnis.

Berikut ini adalah uraian tentang implikasi politis sehubungan dengan relasi kita

dengan negara berkembang lainnya, implikasi hukum nasional dan lokal

sehubungan dengan tatanan peraturan secara sektoral, dan keberadaan pemerintah

di daerah.

60

Sebagai bagian dari negara berkembang yang tergabung dalam kelompok

G77+Cina, sangatlah penting bagi Indonesia untuk menjaga solidaritas sejauh

tidak mengorbankan kepentingan nasional. Sebab, dalam negoisasi, dukungan dan

kekompakan tidak hanya diperlukan dalam satu hal saja (misalnya soal perubahan

iklim), tetapi juga hal-hal lain yang mungkin lebih kompleks dan rumit, sehingga

menjaga kesatuan dan kebersamaan politis adalah penting. Hingga saat ini,

sebagian besar negara yang telah menegesahkan Protokol Kyoto adalah negara

berkembang. Bahkan sebagian besar di antara mereka adalah negara-negara

59 Ibid, hal. 202-203. 60 Daniel Murdiyarso, op.cit, hal. 108.

kepulauan yang tergabung di dalam AOSIS yang secara geografis memiliki

kondisi dan tantangan yang sama dengan Indonesia.

Sebagian Negara-negara ASEAN seperti Vietnam, Malaysia, dan Thailand

juga telah mengesahkan Protokol Kyoto dengan alasan dan pertimbangan masing-

masing. Solidaritas kepada sesama anggota ASEAN juga perlu ditunjukkan,

meskipun isu perubahan iklim tidak pernah dibicarakan secara formal dalam

forum ASEAN. Adalah sangat strategis dan wajar bagi Indonesia yang telah

mengesahkan Konvensi Perubahan Iklim, sekali lagi menunjukkan kepeduliannya

akan masalah global tanpa harus mengorbankan kepentingan nasionalnya, melalui

pengesahan Protokol Kyoto. Secara umum langkah ini diperkirakan akan

membawa konsekuensi politik dalam hubungan internasional yang

menguntungkan bagi Indonesia.61

Seperti dicantumkan di dalam Annex A Protokol Kyoto, sektor diartikan

sebagai kategori sumber emisi yang terdiri dari energi (untuk industri, konstruksi,

dan transportasi), proses industri (mineral, kimia, logam, produksi, dan konsumsi

halokarbon dan SF6), pertanian (fermentasi hewan ruminansia, pengelolaan

limbah ternak, penanaman padi, pembakaran residu dan penglolaan tanah), limbah

(penimbunan dan pembakaran limbah padat dan penanganan limbah cair).

Didalam Komunikasi Nasional, penggunaan lahan, alih-guna lahan dan kegiatan

kehutanan (land-use, land-use change and forestry, LULUCF) juga dianggap

sebagai sektor penting. Dengan demikian, sektor-sektor tersebut juga

berhubungan dengan sektor-sektor pembangunan kita. Kita memang wajib lapor

61 Ibid, hal. 108-109.

(lihat Bab 9) tentang emisi kita di sektor-sektor tersebut, tetapi sekaligus juga

memiliki peluang untuk melakukan mitigasi bersama negara maju melalui

mekanisme Kyoto (lihat Bab 5). Dalam perspektif nasional, sektor energi sangat

terkait dengan upaya mitigasi perubahan iklim melalui pengurangan emisi GRK.

Sektor energi merupakan sektor yang strategis untuk ditangani karena proyek-

proyek energi diperkirakan akan memiliki integritas lingkungan yang tinggi,

kepastian yang lebih baik dan risiko yang lebih kecil. Di dalam keputusan CoP7

secara eksplisit dinyatakan bahwa energi terbarukan dan efisiensi energi mendapat

prioritas yang tinggi. Bahkan proyek energi terbarukan dengan kapasitas tidak

lebih dari 15 MW, efisiensi energi yang tidak lebih dari 15 GWh/tahun dan

proyek-proyek energi yang mengemisikan kurang dari 15 kt CO2/tahun akan

mendapat perlakuan khusus untuk di implementasikan dengan segera melalui

prosedur yang sederhana dan jalur yang cepat (fast track). Proyek-proyek skala

kecil tersebut tentu akan mendorong pengembangan kelistrikan di luar sistem

grid, misalnya daerah pegunungan (untuk microhydro power), daerah pedesaan

(untuk solar home system dan hybrid) dan daerah pantai (solar home system,

hybrid dan wind power).62

62 Ibid, hal. 109-110.