BAB III KONSEKUENSI YURIDIS PUTUSAN MAHKAMAH …repository.unair.ac.id/13726/9/9. Bab 3.pdf · UUD...
Transcript of BAB III KONSEKUENSI YURIDIS PUTUSAN MAHKAMAH …repository.unair.ac.id/13726/9/9. Bab 3.pdf · UUD...
62
BAB III
KONSEKUENSI YURIDIS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI
Nomor 52/PUU-IX/2011 TERHADAP
PERATURAN DAERAH KOTA BATU
3.1. Kekuatan berlakunya Putusan Mahkamah Konstitusi terhadap
Peraturan Perundang-undangan
Negara Indonesia dikatakan sebagai negara hukum dalam Pasal 1 ayat (3)
UUD NRI 1945 (amandemen ketiga UUD 1945). Sebagai negara hukum, terdapat
adanya pembatasan bagi segala sikap, tingkah laku, dan perbuatan penguasa
maupun warga negara berdasarkan hukum. Hal ini ditujukan agar warga negara
terbebas dari tindakan sewenang-wenang dari para penguasa negara.1 selain itu,
unsur-unsur negara hukum yang dapat ditemukan di Indonesia adalah:
a. Adanya pengakuan terhadap jaminan hak-hak asasi manusia dan warga
negara.
b. Adanya pemisahan kekuasaan.
c. Dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya, pemerintah harus selalu
berdasar atas hukum yang berlaku, baik yang tertulis maupun yang tidak
tertulis.
d. Adanya kekuasaan kehakiman yang merdeka.2
Sebagai negara hukum, Indonesia meletakkan UUD NRI 1945 sebagai
aturan dasar negara dalam Pasal 3 UU No. 12 tahun 2011. Dalam pasal tersebut
dikatakan bahwa “Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia merupakan
hukum dasar dalam peraturan perundang-undangan”. Hal ini juga tercantum
dalam penjelasan pasal tersebut yang menyatakan bahwa,”Undang-undang Dasar
1 Fatkhurohman, Dian Aminudin, dan Sirajudin, Memahami Keberadaan Mahkamah
Konstitusi di Indonesia, Citra Aditya Bhakti, Bandung, 2004, h. 7 2 Ibid., h. 8
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi PENGHAPUSAN PAJAK HIBURAN GOLF DALAM UU NO. 28 TAHUN 2009 TENTANG PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH PASCA PUTUSAN MK RI NO. 52/PUU-IX/2011
TIEFFANI MEGA MARCIELA
63
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang memuat hukum dasar Negara
merupakan sumber hukum bagi Pembentukan Peraturan Perundang-undangan di
bawah Undang-Undang Dasar.
Hans Kelsen mengemukakan teori mengenai jenjang norma hukum
(stufentheorie). Hans Kelsen berpendapat bahwa hukum itu sah (valid) apabila
dibuat oleh lembaga atau otoritas yang berwenang membentuknya dan
berdasarkan norma yang lebih tinggi sehingga dalam hal ini norma yang lebih
rendah (inferior) dapat dibentuk oleh norma yang lebih tinggi (superior)3, dan
norma-norma hukum itu berjenjang-jenjang dan berlapis-lapis dalam suatu
hierarki (tata susunan), dalam arti, suatu norma yang lebih rendah berlaku,
bersumber dan berdasar pasa norma yang lebih tinggi berlaku, bersumber dan
berdasar lagi pada norma yang lebih tinggi lagi, demikian seterusnya sampai pada
suatu norma yang tidak dapat ditelusuri lebih lanjut dan bersifat hipotesis dan
fiktif yakni Norma Dasar (Grundnorm).4
Teori Hans Kelsen tersebut kemudian dikembangkan oleh muridnya, Hans
Nawiasky dalam teorinya Die Theorie van Stufenordnung der Rechtsnormen.
Hans Nawiasky berpendapat bahwa norma itu berlapis-lapis, berjenjang serta
berkelompok dalam empat kelompok besar, yakni Staatsfundamentalnorm
(Norma Fundamental Negara), Staatsgrundgesetz (Aturan Dasar Negara/Aturan
3Ni’matul Huda, Negara Hukum, Demokrasi dan Judicial Review, UII Press,
Yogyakarta, 2005, h. 50, dikutip dari Hans Kelsen, General Theory of Law and State, Translate by
AndersWedberg, Russell & Russel, New York, 1973, H. 112-113. 4 Maria Farida Indrati, Ilmu Perundang-Undangan (Jenis, Fungsi dan Muatan),
Kanisius, Yogyakarta, 2007, h. 41, dikutip dari Op. Cit., h. 113.
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi PENGHAPUSAN PAJAK HIBURAN GOLF DALAM UU NO. 28 TAHUN 2009 TENTANG PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH PASCA PUTUSAN MK RI NO. 52/PUU-IX/2011
TIEFFANI MEGA MARCIELA
64
Pokok Negara), Formell Gesetz (Undang-Undang), dan Verordnung & Autonome
Satzung (Aturan Pelaksana dan Aturan Otonom).5
Negara Indonesia nampaknya mengadopsi teori dari Hans Kelsen dan Hans
Nawiasky tersebut, hal ini tercermin dalam Pasal 7 UU No. 12 tahun 2011, yakni:
a. Undang-Undang Dasar Negara Republik IndonesiaTahun 1945;
b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;
c. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah PenggantiUndang-Undang;
d. Peraturan Pemerintah;
e. Peraturan Presiden;
f. Peraturan Daerah Provinsi; dan
g. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
Dari pasal tersebut tentunya dapat diketahui bahwa Negara Indonesia juga
menganut adanya hierarki dalam peraturan-perundang-undangan. UUD NRI 1945
memiliki kedudukan yang superior dibandingkan dengan peraturan perundang-
undangan lainnya. Manakala dihubungkan dengan teori Hans Nawiasky maka
dapat diketahui UUD NRI 1945, tepatnya pada batang tubuh UUD NRI 1945,
sebagai aturan dasar negara (Staatsgrundgesetz) merupakan landasan bagi
peraturan perundang-undangan di bawahnya (Formell Gesetz dan Verordnung &
Autonome Satzung Hal ini membawa konsekuensi bahwa peraturan perundang-
undangan di bawah UUD NRI 1945 tidak boleh bertentangan dengan UUD NRI
1945.
5 Ibid., h. 45
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi PENGHAPUSAN PAJAK HIBURAN GOLF DALAM UU NO. 28 TAHUN 2009 TENTANG PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH PASCA PUTUSAN MK RI NO. 52/PUU-IX/2011
TIEFFANI MEGA MARCIELA
65
Untuk menjaga agar kaidah-kaidah konstitusi yang terdapat dalam UUD
NRI 1945 tidak dilanggar atau disimpangi perlu adanya judicial review yakni
pengawasan kekuasaan kehakiman (judicial power) terhadap kekuasaan legislatif
dan eksekutif.6
Kewenangan untuk menguji (judicial review) terdapat 2 (dua)
macam, yakni pengujian formal (formele toetsingrecht) dan pengujian secara
materiil (materiele toetsingrecht). Pengujian secara formal adalah wewenang
untuk menilai suatu produk legislative telah dibuat sesuai dengan prosedur
ataukah tidak serta kewenangan yang dimiliki untuk membuat peraturan tertentu.
Sedangkan pengujian secara materiil adalah wewenang untuk menyelidiki dan
menilai adanya pertentangan dari suatu perundang-undangan dengan peraturan
yang lebih tinggi.7 Di Indonesia, pengujian materiil terhadap Undang-Undang
terhadap Undang-Undang Dasar dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi.
Sedangkan terhadap Peraturan Daerah, pengujian materiil tidak hanya
dilakukan melalui judicial review, melainkan juga melalui executive review.
Apabila terdapat Peraturan Daerah yang bertentangan dengan kepentingan umum
dan/atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, maka Peraturan Daerah
tersebut dapat dibatalkan oleh Pemerintah melalui mekanisme executive review8,
serta melalui judicial review ke Mahkamah Agung9. Pembatalan Peraturan Daerah
6 Ni’matul Huda, Dinamika Ketatanegaraan Indonesia dalam Putusan Mahkamah
Konstitusi, UII Press, Yogyakarta, 2012, h. 27.
7 Fatkurrohman, Dian Aminudin dan Sirajuddin, Op. Cit., h. 22
8 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, Pasal 145 ayat (2)
9 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman, Pasal 11 Ayat
(2), jo. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 2004, Pasal 31 Ayat (1).
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi PENGHAPUSAN PAJAK HIBURAN GOLF DALAM UU NO. 28 TAHUN 2009 TENTANG PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH PASCA PUTUSAN MK RI NO. 52/PUU-IX/2011
TIEFFANI MEGA MARCIELA
66
melalui mekanisme executive review ditetapkan melalui Peraturan Presiden
sebagaimana diatur dalam Pasal 145 ayat (4) UU Pemerintahan Daerah.
Sedangkan Pembatalan oleh Mahkamah Agung ditetapkan dalam bentuk Putusan.
Adapun kewenangan yang dimiliki oleh Mahkamah Agung dalam hal pembatalan
Peraturan Daerah diatur dalam:10
a. Pasal 24 ayat (1) UUD NRI 1945;
b. Pasal 11 ayat (2) huruf b dan Pasal 11 ayat (3) UU Kekuasaan
Kehakiman;
c. Pasal 31 dan Pasal 31 A UU No. 14 tahun 1985 tentang Mahkamah
Agung sebagaimana dirubah dua kali dengan Undang-Undang Nomor 3
tahun 2009;
d. Pasal 145 ayat (5) dan ayat (6) UU Pemerintahan Daerah.
Adanya kekuasaan kehakiman yang merdeka, bebas dari pengaruh
kekuasaan lainnya untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum
dan keadilan merupakan salah satu dari ciri negara hukum yang diterapkan di
Indonesia. Sebelum adanya Perubahan UUD 1945, kewenangan judicial review
terdapat pada Mahkamah Agung. Namun, hanya dibatasi pada peraturan
perundang-undangan di bawah Undang-Undang. Setelah adanya perubahan
Ketiga UUD 1945, muncul lembaga baru yang bernama Mahkamah Konstitusi
yang berwenang melakukan judicial review pada Undang-Undang terhadap
Undang-Undang Dasar, sedangkan Mahkamah Agung tetap pada kewenangan
semula. Hal ini tercantum dalam Pasal 24 ayat (2) UUD 1945 yang berbunyi,
10
Sukardi, “Pembatalan Peraturan Daerah dan Akibat Hukumnya”, Disertasi, Fakultas Hukum
Universitas Airlangga, Surabaya, 2009, h. 144
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi PENGHAPUSAN PAJAK HIBURAN GOLF DALAM UU NO. 28 TAHUN 2009 TENTANG PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH PASCA PUTUSAN MK RI NO. 52/PUU-IX/2011
TIEFFANI MEGA MARCIELA
67
“Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan
peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, peradilan
agama, peradilan militer, peradilan tata usaha negara serta sebuah Mahkamah
Konstitusi.”
Berdirinya Mahkamah Konstitusi sebagai sebuah tonggak sejarah baru
dalam perkembangan ketatanegaraan di Indonesia ketika MPR melakukan
Perubahan Ketiga UUD 1945 (9 November 2001). Hal ini menunjukkan bahwa
kekuasaan kehakiman menganut sistem bifurkasi (bifurcation system), dimana
kekuasaan kehakiman terbagi menjadi dua cabang, yakni cabang peradilan biasa
(ordinary court) yang berpuncak pada mahkamah Agung dan cabang peradilan
konstitusi yang memiliki wewenang untuk melakukan constitusional review atas
produk peraturan perundang-undangan yang dijalankan oleh Mahkamah
Konstitusi.11
Cabang kekuasaan kehakiman dikembangkan sebagai satu kesatuan
sistem yang berpuncak pada Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi yang
memiliki kedudukan setara.
Kewenangan Mahkamah Konstitusi untuk menguji Undang-Undang
terhadap Undang-Undang Dasar secara tegas tercantum dalam Pasal 24 C ayat (1)
UUD NRI 1945 jo Pasal 12 ayat (1) huruf a UU No. 4 tahun 2004 tentang
Kekuasaan Kehakiman jo Pasal 10 ayat (1) huruf a UU No. 24 tahun 2003 tentang
Mahkamah Konstitusi (selanjutnya disebut UU MK).
Berdasarkan Pasal 50 UU MK dapat diketahui bahwa undang-undang yang
dapat dimohonkan untuk diuji ialah undang-undang yang diundangkan setelah
11
Ni’matul Huda, Op. Cit, h. 46
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi PENGHAPUSAN PAJAK HIBURAN GOLF DALAM UU NO. 28 TAHUN 2009 TENTANG PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH PASCA PUTUSAN MK RI NO. 52/PUU-IX/2011
TIEFFANI MEGA MARCIELA
68
perubahan UUD NRI 1945. Para pemohon, sebagaimana telah diuraikan dalam
bab sebelumnya wajib menguraikan dengan jelas dalam permohonannya tentang
hak dan kewenangan konstisusionalnya yang dirugikan. Dalam hal ini adalah
permohonan berkaitan dengan uji materiil, yakni materi muatan dalam ayat, pasal
dan atau bagian undang-undang dianggap bertentangan dengan UUD NRI 1945.
Permohonan dapat dikabulkan atau ditolak oleh Mahkamah Konstitusi.
Permohonan dikabulkan oleh Mahkamah Konstitusi manakala permohonan
tersebut beralasan. Apabila mengabulkan maka dalam amar putusannya,
Mahkamah Konstitusi harus menyatakan dengan tegas bahwa materi muatan ayat,
pasal dan atau bagian dari undang-undang tersebut bertentangan dengan UUD
NRI dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sebagaimana diatur dalam
Pasal 56 jo Pasal 57 UU MK. Dan terhadap materi muatan ayat, pasal, dan atau
bagian dalam undang-undang yang telah diuji tersebut tidak dapat dimohonkan
pengujian kembali sebagaimana diatur dalam Pasal 60 UU MK karena Mahkamah
Konstitusi merupakan lembaga yang berwenang untuk mengadili pengujian UU
terhadap UUD NRI pada tingkat pertama dan terakhir serta putusan Mahkamah
Konstitusi bersifat final dan mengikat berdasarkan Pasal 10 UU MK.
Putusan Mahkamah Konstitusi tentang pengujian undang-undang memiliki
sifat declaratoir constitutief.12
Putusan hakim yang menyatakan bahwa undang-
undang tidak memiliki kekuatan hukum mengikat bersifat declaratoir dan yang
meniadakan suatu keadaan hukum dengan menyatakan tidak berlakunya undang-
undang merupakan sifat constitutief. Putusan Mahkamah Konstitusi mampu
12
Maruar Siahaan, Hukum Acara Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia,Sinar
Grafika, Jakarta, 2012, h. 206
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi PENGHAPUSAN PAJAK HIBURAN GOLF DALAM UU NO. 28 TAHUN 2009 TENTANG PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH PASCA PUTUSAN MK RI NO. 52/PUU-IX/2011
TIEFFANI MEGA MARCIELA
69
menciptakan atau meniadakan satu keadaan hukum baru atau membentuk hukum
baru sebagai negative-legislator, yang disebut Hans Kelsen adalah melalui suatu
pernyataan.
3.1.1. Implikasi Putusan Mahkamah Konstitusi terhadap Peraturan Daerah
Putusan Mahkamah Konstitusi yang diucapkan di hadapan sidang terbuka
untuk umum memiliki 3 (tiga) kekuatan, yakni kekuatan mengikat, kekuatan
pembuktian dan kekuatan eksekutorial.13
Adanya kewenangan Mahkamah
Konstitusi untuk mengadili perkara konstitusi dalam tingkat pertama dan terakhir
yang putusannya bersifat final menunjukkan bahwa Putusan Mahkamah
Konstitusi memiliki kekuatan mengikat yang tetap sejak saat diucapkan dan tidak
ada upaya hukum lagi yang dapat ditempuh atas lahirnya putusan tersebut.
Dengan adanya putusan yang telah menguji suatu undang-undang dapat
dipergunakan sebagai alat bukti yang telah memperoleh satu kekuatan pasti
(gezag van gewisje) dimana hakim tidak boleh memutus perkara permohonan
yang sebelumnya pernah diputus. Dan adanya kekuatan eksekutorial dari putusan
Mahkamah Konstitusi diwujudkan dengan adanya pengumuman putusan dalam
Berita Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (3) UU MK.
Akibat hukum yang timbul dari adanya putusan Mahkamah Konstitusi
tentang pengujian undang-undang terhadap UUD NRI diatur dalam Pasal 58 UU
MK, yaitu “Undang-undang yang diuji oleh Mahkamah Konstitusi tetap berlaku
sebelum ada putusan yang menyatakan bahwa undang-undang tersebut
13
Maruar Siahaan, Op.Cit., h. 214
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi PENGHAPUSAN PAJAK HIBURAN GOLF DALAM UU NO. 28 TAHUN 2009 TENTANG PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH PASCA PUTUSAN MK RI NO. 52/PUU-IX/2011
TIEFFANI MEGA MARCIELA
70
bertentangan dengan UUD NRI 1945.” Hal ini menunjukkan bahwa putusan
Mahkamah Konstitusi yang menyatakan bahwa undang-undang bertentangan
dengan UUD NRI 1945 dan tidak memiliki kekuatan mengikat itu tidak berlaku
surut. Akibat hukum dari putusan baru timbul setelah putusan tersebut dibacakan
dalam sidang yang terbuka untuk umum. Sedangkan sebelum putusan diucapkan,
undang-undang yang dimohonkan judicial review masih memiliki kekuatan
mengikat.
Dengan adanya Putusan Mahkamah Konstitusi, suatu Undang-undang
dinyatakan Batal Demi Hukum seluruh atau sebagian. Putusan Mahkamah
Konstitusi yang menyatakan suatu pasal tidak mempunyai kekuatan hukum
mengikat wajib dimuat dalam Berita Negara dalam jangka waktu paling lambat 30
(tiga puluh) hari kerja sejak putusan diucapkan sebagaimana diatur dalam pasal 57
ayat (3) UU MK. Dan dengan adanya pemuatan dalam Berita Negara maka setiap
warga negara Indonesia diharapkan telah mengetahui adanya pencabutan
keberlakuan dari Undang-Undang tersebut.
Tiap-tiap daerah memiliki kewenangan untuk mengatur daerahnya sendiri
berdasarkan sifat dan karakteristik yang khas dari daerah tersebut berdasarkan
asas otonomi daerah sebagaimana diterangkan dalam bab sebelumnya. Untuk
mengatur daerahnya, pemerintah daerah kabupaten/kota memiliki kewenangan
atribusi yang diberikan oleh Pasal 18 ayat (6) UUD NRI 1945 jo Pasal 136 UU
Pemerintahan Daerah untuk membuat Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
Menurut Pasal 1 angka 8 UU No. 12 tahun 2011, yang dimaksud dengan
Peraturan Daerah Kabupaten/Kota adalah Peraturan Perundang-undangan yang
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi PENGHAPUSAN PAJAK HIBURAN GOLF DALAM UU NO. 28 TAHUN 2009 TENTANG PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH PASCA PUTUSAN MK RI NO. 52/PUU-IX/2011
TIEFFANI MEGA MARCIELA
71
dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota dengan
persetujuan bersama Bupati/Walikota. Adapun materi muatan dalam Peraturan
Daerah Kabupaten/kota berdasarkan Pasal 14 UU No. 12 tahun 2011 adalah berisi
materi muatan dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas
pembantuan serta menampung kondisi khusus daerah dan/atau penjabaran lebih
lanjut Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi.
Peraturan Daerah memiliki beberapa fungsi sebagaimana diatur dalam Pasal
136 UU Pemerintahan Daerah, yakni:14
a. Menyelenggarakan pengaturan dalam rangka penyelenggaraan otonomi
daerah dan tugas pembantuan
b. Menyelenggarakan pengaturan sebagai penjabaran lebih lanjut dari
peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dengan memperhatikan
cirri khas masing-masing daerah
c. Menyelenggarakan pengaturan hal-hal yang tidak bertentangan dengan
kepentingan umum
d. Menyelenggarakan pengaturan hal-hal yang tidak bertentangan dengan
peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.
Sebagai penjabaran lebih lanjut dari peraturan perundang-undangan yang
lebih tinggi, peraturan daerah, yang dalam hal ini adalah Peraturan Daerah
Kabupaten/kota tentunya tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-
undangan yang lebih tinggi tersebut. Mengingat adanya asas Lex Superiori
derogate legi inferiori dimana ketentuan yang lebih rendah tidak boleh
bertentangan dengan yang lebih tinggi. Sebelum membuat suatu Peraturan
Daerah, Bupati/Walikota serta DPRD wajib memperhatikan ketentuan yang lebih
tinggi.
14
Maria Farida, Op. Cit, h. 232
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi PENGHAPUSAN PAJAK HIBURAN GOLF DALAM UU NO. 28 TAHUN 2009 TENTANG PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH PASCA PUTUSAN MK RI NO. 52/PUU-IX/2011
TIEFFANI MEGA MARCIELA
72
Adanya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 52/PUU-IX/2011 membawa
konsekuensi bagi keberlakuan Pasal tersebut dalam hal pengenaan pajak hiburan
golf. Pajak hiburan golf tidak lagi dapat dikenakan karena golf tidak lagi
digolongkan sebagai objek pajak hiburan telah dihapus keberlakuannya oleh
Putusan Mahkamah Konstitusi tersebut.
Dalam amar putusannya, hakim Konstitusi juga memerintahkan untuk
memuat putusan tersebut dalam Berita Negara. Adanya pemuatan pada Berita
Negara ditujukan sebagai sarana publikasi bagi warga negara dan pemerintah
yang akan membuat peraturan perundang-undangan di bawah Undang-Undang
Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah agar peraturan
yang akan mereka buat tidak lagi mengenakan pajak hiburan golf karena dasar
kewenangan yang sebelumnya diatur dalam Pasal 42 ayat (2) huruf g telah
dihapuskan.
3.2. Konsekuensi Yuridis Peraturan Daerah Kota Batu Nomor 2 Tahun 2012
tentang Perubahan Peraturan Daerah Nomor 6 tahun 2010 tentang
Pajak Hiburan setelah berlaknya Putusan Mahkamah Konstitusi No.
52/PUU-IX/2011
Peraturan daerah merupakan suatu penjabaran lebih lanjut dari peraturan
perundang-undangan yang lebih tinggi dengan memperhatikan ciri khas masing-
masing daerah dan perlu diperhatikan pula oleh pemerintah bahwa Peraturan
Daerah tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang
lebih tinggi sebagaimana tercantum dalam Pasal 136 ayat (2) UU No. 32 tahun
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi PENGHAPUSAN PAJAK HIBURAN GOLF DALAM UU NO. 28 TAHUN 2009 TENTANG PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH PASCA PUTUSAN MK RI NO. 52/PUU-IX/2011
TIEFFANI MEGA MARCIELA
73
2004. Pemerintahan Daerah kota Batu, dalam hal ini adalah Bupati dan DPRD
menindaklanjuti adanya ketentuan yang terdapat dalam Pasal 42 ayat (2) huruf g
UU PDRD dengan membuat Peraturan Daerah Nomor 6 tahun 2010 tentang Pajak
Hiburan.
Golf digolongkan sebagai objek pajak hiburan sebagaimana diatur dalam
Pasal 2 Peraturan Daerah Kota Batu Nomor 6 tahun 2010 tentang Pajak Hiburan
yang berbunyi:
Pasal 2
(1). Dengan Nama Pajak Hiburan dipungut pajak atas penyelenggaraan usaha
hiburan di Daerah.
(2). Objek Pajak Hiburan adalah jasa penyelenggaraan Hiburan dengan dipungut
bayaran.
(3). Hiburan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah: …
g. … golf …
Peraturan Daerah Kota Batu Nomor 6 tahun 2010 tentang Pajak Hiburan
tersebut ditetapkan dan diundangkan oleh Walikota Batu dan Sekretaris Daerah
Kota Batu Pada tanggal 23 Agustus tahun 2010. Pada tahun 2010, kata “golf”
dalam pasal 42 ayat (2) huruf g Undang-Undang Nomor 28 tahun 2009 masih
berlaku karena belum lahirnya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 52/PUU-
IX/2011 yang menghapuskan golf sebagai objek dari pajak hiburan yang
berdampak pada dilarangnya pemungutan pajak hiburan golf. Dengan eksistensi
Pasal 42 ayat (2) huruf g UU PDRD tersebut, maka aturan tersebut dapat
dijadikan pedoman bagi pemerintah daerah untuk memungut pajak hiburan golf di
kota Batu.
Pemungutan pajak hiburan golf tetap lahir kembali dalam Pasal 6 Peraturan
Daerah Kota Batu Nomor 2 tahun 2012 tentang Perubahan atas Peraturan Daerah
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi PENGHAPUSAN PAJAK HIBURAN GOLF DALAM UU NO. 28 TAHUN 2009 TENTANG PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH PASCA PUTUSAN MK RI NO. 52/PUU-IX/2011
TIEFFANI MEGA MARCIELA
74
Kota Batu Nomor 6 tahun 2010 tentang Pajak Hiburan sebagaimana dimaksud di
bawah ini.
Pasal 6
(1) Besarnya Tarif Pajak untuk setiap jenis hiburan adalah : …
n. Permainan golf dan bowling dikenakan pajak 25% (dua puluh lima
persen); …
Berdasarkan Pasal 6 ayat (1) huruf j Peraturan Daerah tersebut, dapat
diketahui bahwa Pemerintah Daerah Kota Batu masih tetap menggolongkan golf
sebagai objek dari pajak hiburan. Hal ini tentunya menyimpangi Putusan
Mahkamah Konstitusi Nomor 52/PUU-IX/2011 yang telah menghapuskan golf
sebagai objek pajak hiburan.
Perlu ditelisik kembali lahirnya Peraturan Daerah tersebut dan lahirnya
Putusan Mahkamah Konstitusi. Peraturan Daerah tersebut ditetapkan Pada tanggal
26 Januari 2012 dan diundangkan pada tanggal 1 Februari 2012. Sedangkan
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 52/PUU-IX/2011 disahkan pada tanggal 10
Juli 2012. Apabila dihubungkan, maka Peraturan Daerah ini lahir sebelum adanya
Putusan Mahkamah Konstitusi ini diputus, yakni pada saat Pasal 42 ayat (2) huruf
g Undang-Undang Nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah sedang dalam proses pengujian oleh Mahkamah Konstitusi. Manakala
Putusan judicial review belum ada, maka Pasal 42 ayat (2) huruf g tersebut masih
tetap berlaku dengan merujuk pada ketentuan yang terdapat dalam Pasal 58 UU
MK yang mengatakan bahwa Undang-undang yang diuji oleh Mahkamah
Konstitusi tetap berlaku, sebelum ada putusan yang menyatakan bahwa undang-
undang tersebut bertentangan dengan Undang-undang Dasar Negara Republik
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi PENGHAPUSAN PAJAK HIBURAN GOLF DALAM UU NO. 28 TAHUN 2009 TENTANG PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH PASCA PUTUSAN MK RI NO. 52/PUU-IX/2011
TIEFFANI MEGA MARCIELA
75
Indonesia tahun 1945. Dengan demikian maka Pemerintah Daerah tetap dapat
menggolongkan golf sebagai objek pajak hiburan.
Konsekuensi yuridis adanya Putusan MK No. 52/PUU-IX/2011 menjadikan
Peraturan Daerah Kota Batu Nomor 2 Tahun 2012 tentang Perubahan Peraturan
Daerah Nomor 6 tahun 2010 tentang Pajak Hiburan yang menyebutkan bahwa
golf sebagai pajak hiburan adalah Batal Demi Hukum. Hal ini menunjukkan
bahwa tanpa adanya pencabutan, aturan tersebut tidak secara otomatis berlaku
karena dari awal telah dianggap tidak terjadi perbuatan hukum.
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi PENGHAPUSAN PAJAK HIBURAN GOLF DALAM UU NO. 28 TAHUN 2009 TENTANG PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH PASCA PUTUSAN MK RI NO. 52/PUU-IX/2011
TIEFFANI MEGA MARCIELA