BAB III PEMBALASAN AMAL PERBUATAN DALAM AGAMA...
-
Upload
nguyentuyen -
Category
Documents
-
view
232 -
download
0
Transcript of BAB III PEMBALASAN AMAL PERBUATAN DALAM AGAMA...
33
BAB III
PEMBALASAN AMAL PERBUATAN DALAM AGAMA ISLAM
A. Pengertian Pembalasan Amal Perbuatan
Pembalasan amal perbuatan terdiri dari tiga kata atau istilah, yaitu
pembalasan, amal dan perbuatan. Kata pembalasan adalah berasal dari kata
dasar “balas” dan mendapat awalan “pe” dan ahiran “an”. Balasan itu sendiri
mempunyai arti jawaban, sambutan (atas perbuatan yang dilakukan
kepadanya), apabila kata balasan dikaitkan dengan perbuatan, maka
pembalasan adalah hukuman untuk membalas sakit hati atau perbuatan jahat
dan diberikan untuk membalas kebaikan. 1 Apabila awalan “pe” dan ahiran
“an” dirangkaikan dengan balasan menjadi pembalasan yaitu suatu hal (cara,
perbuatan).
Sedangkan kata amal adalah sebuah perbuatan, pekerjaan. Sebuah
perbuatan baik dan buruk dan segala sesuatu yang dikerjakan dengan maksud
berbuat kebaikan.2 Kata perbuatan adalah sesuatu yang dilakukan (diperbuat),
tingkah laku manusia.3 Kata perbuatan juga sering dikatakan prilaku yang
mempunyai arti tindakan, cara berbuat atau perbuatan dari seseorang yang
kesehariannya tidak lepas dari aktivitas. 4
Kata prilaku seringkali kita ucapkan untuk menilai seseorang dalam
tingkah laku, dalam kehidupan sehari-hari dan biasanya istilah tersebut
berkaitan dengan perbuatan manusia dimana akan menghasilkan penilaian-
penilaian pada setiap tingkah laku manusia tersebut sebagai akibat dari
perbuatannya.
1 Tim Penyusun Kamus, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1986,
hlm. 80. 2 Ibid., hlm. 33. 3 Ibid., hlm. 81. 4 Oemar Bakry, Akhlak Muslim, Bandung: Angkasa, 1986, hlm. 10.
34
Dalam agama Islam, mengenai pembalasan amal perbuatan dikaitkan
dengan hari akhirat. Dimana menurut Teungku Muhammad Hasbi ash-
Shidiqqy, hari akhirat adalah pembalasan yang ada pada hari itulah Allah
menghitung (hisab) amal perbuatan setiap orang yang sudah dibebani
tanggung jawab dan memberikan putusan ganjaran sesuai dengan hasil
hitungan itu. 5
Menurut Murtadha Muthahhari bahwa pembalasan amal adalah
perhitungan atas perbuatan baik dan buruk, pemberian pahala kepada orang-
orang yang melakukan kejahatan. 6
Menurut Anwar Harahap bahwa pembalasan adalah setiap orang
setelah dihisab atau diadili, akan mendapat pembalasan dari apa saja yang
mereka perah lakukan dalam hidupnya di dunia. Perbuatan yang baik akan
dibalas Allah dengan kebaikan, sedangkan perbuatan jahat atau jelek dibalas
dengan kejahatan yang setimpal dengan perbuatan itu. 7
Berbicara mengenai amal perbuatan dan balasan, didalamnya maka
kita akan menemukan bahwa setiap prilaku, tingkah laku, perbuatan manusia
dalam kehidupan sehari-hari baik itu prilaku baik atau buruk, perbuatan itu
akan menghasilkan penilaian-penilaian pada tingkah laku manusia yang
nantinya akan diberi ganjaran atau balasan sebagai akibat dari perbuatannya.
Disini mengenai perbuatan manusia, manusia diberi kebebasan untuk memilih,
manusia dapat berbuat atau berkehendak apa saja tetapi harus bertanggung
jawab karena manusia adalah satu-satunya makhluk yang bertanggung jawab.8
Manusia diberi kebebasan untuk memilih perbuatan baik atau buruk,
perbuatan yang hendak dilakukan dan diperintahkan untuk memelihara
perbuatan tersebut. Firman Allah dalam al-Qur'an surat al-Baqarah ayat 281:
5 Teungku Muhammad Hasby ash-Shiddieqy, Al Islam 1, Semarang: Pustaka Rizki Putra,
1998, hlm. 334. 6 Murthadha Muthahhari, Keadilan Illahi (Asas Pandangan-Dunia Islam), Bandung:
Mizan, 1992, hlm. 181. 7 Anwar Harahap, Menuju Hari Abadi, Jakarta: Pustaka Widyasarana, 1993, hlm. 18. 8 Sarwito Wirawan, Pengantar Umum Psikologi, Jakarta: Bulan Bintang, 1976, hlm. 21
35
واتقوا يوما ترجعون فيه إلى الله ثم توفى كل نفس ما كسبت وهم ال )281: البقرة(. يظلمون
Artinya: “Dan peliharalah dirimu dari (azab yang terjadi pada) hari yang pada waktu itu kamu semua dikembalikan kepada Allah. Kemudian masing-masing diri diberi balasan yang sempurna terhadap apa yang telah dikerjakannya, sedang mereka sedikitpun tidak dianiaya (dirugikan)”. (QS. Al-Baqarah: 281)9
Ayat ini sangat luas pengertiannya hingga pengertian perbuatan yang
dimaksud adalah perbuatan yang baik maupun yang buruk. Allah menegaskan
bahwa setiap diri akan diberi balasan di hari kemudian sesuai dengan apa yang
diperbuatnya di dunia,sehingga perbuatan yang dilakukan manusia itu dengan
sendirinya akan diberi imbalan yang adil bahkan termasuk pula perbuatan baik
akan mendapatkan imbalan. surat Al Baqoroh ayat 286 :
تبسا اكتا مهليعو تبا كسا ما لههعسا إال وفسن الله كلفال ي . .. )286: البقرة(
Artinya: “Allah tidak memberi tugas kepada seseorang kecuali sesuai dengan kemampuannya: ia mendapatkan pahala bagi apa yang diperbuatnya dan mendapatkan siksa atas apa yang diperbuatanya juga…”. (QS. Al-Baqarah: 286) 10
Kekuasaan ayat ini ditandai dengan kata nafasa perbuatan
diungkapkan dengan dua bentuk pertama, kasaba yang berarti baik dan
perbuatan kedua dengan iktasaba yang dimaksudkan dengan perbuatan yang
tidak baik.
9 Yayasan Penyelengara dan Penterjemah al-Qur’an, Al-Qur’an dan Terjemahan ,
Jakarta: Departemen Agama RI, 1971, hlm.70. 10 Ibid, hlm.72.
36
Ditegaskan Allah, bahwa perbuatan baik menjadi pahala dan perbuatan
buruk menjadi beban, dikemukannya setelah kewajiban itu sesuai dengan
kemampuan manusia, sehingga perbuatan tersebut dapat dikaitkan dengan
kewajiban. Maroghi dalam kitab tafsir Al-Maroghi menyebutkan bahwa
kewajiban itu adalah ketaatan dan penerimaan atas apa yang diwahyukan
kepada Nabi Muhammad.11 Penafsiran ini nampaknya mengkaitkan perbuatan
itu dengan ayat sebelumnya yang menyebutkan bahwa rosul Muhammad
menerima baik apa yang diturunkan kepadanya dan orang-orang mukmin pun
demikian, menerima baik apa yang diturunkan, yakni ketaatan adalah
pemenuhan kewajiban. Berbuat demikian merupakan kebaikan dan berbuat
yang sebaliknya merupakan kejelekan keduanya merupakan termasuk
perbuatan manuisia.
Manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang diberi kebebasan dalam
melakukan perbuatan, maka manusia merupakan salah satu komponen yang
dikendalikan oleh Tuhan dalam hal perbuatan, karena Tuhan kuasa atas
manusia, sehingga apa yang dikerjakan oleh manusia itu merupakan kehendak
yang ditentukan oleh Tuhan hal ini bisa dikatakan Allah-lah yang menciptakan
segala perbuatan manusia.12
Perbuatan manusia diciptakan Tuhan sebagaimana gerak yang
diciptakan Tuhan dalam benda-benda mati. Oleh karena itu manusia dikatakan
“berbuat” bukan dalam arti yang semuanya, tetapi dalam arti kiasan.13
Perbuatan manusia itu terpaksa diluar kemampuannya. Hal ini sebagaimana
keadaan bulu ayam yang terbang kemana arah angin yang bertiup atau
sepotong kayu ditengah lautan yang mengikuti arah hempasan ombak dan
badai. 14
11 Ahmad Mustafa Al-Maroghi, Tasir Maroghi, Bairut: Dar al-Fikr, t. th., Jilid I. hlm. 85. 12 Taib Thahir Abd Mu’in, Ilmu Kalam, Jakarta: Widjaya. cet XII. 1997. hlm. 101. 13 Harun Nasution, Teologi Islam, Jakarta: UI, cet V, 1986, hlm. 34. 14 Sahilun A. Nasir, Pengantar Ilmu Kalam, Jakarta: CV. Rajawali Press, Cet I, 1991,
hlm. 1.
37
Hal ini bisa dikatakan bahwa perbuatan manusia itu juga Tuhan
adanya, karena Tuhan yang menciptakan dan memelihara segala kekuatan
alam ini, termasuk kehendak manusia. juga Tuhan-lah yang menciptakan
kekuatan yang menggerakan kehendak manusia, Dia mengetahui sebelumnya
apa yang akan dilakukan oleh kekuatan-kekuatan itu dan berbagai peristiwa
yang akan dihasilkannya.
Wacana diatas ini membuktikan, bahwa segala sesuatu yang ada
dimuka bumi ini adalah makhluk ciptaan Tuhan. Pada tingkatan ini,
kebebaasan semakin kecil bahkan manusia terpaksa atas perbuatan baik itu
yang disengaja atau pun tidak disengaja.
Dari uraian dan beberapa pendapat mengenai pembalasan amal
perbuatan,ditarik kesimpulan bahwa pembalasan amal ada kaitannya dengan
akhirat. Dimana pembalasan amal perbuatan adalah pemberian atau balasan
atas apa yang pernah dilakukan atau diperbuat di dunia, apabila perbuatan itu
baik akan diberi pahala dan apabila perbuatan itu jelek akan diberi siksa.
B. Dasar Pembalasan Amal Perbuatan dalam Al Qur'an dan Al Hadis
Mengenai dasar ajaran pembalasan dalam agama Islam ada kaitannya
dengan akhirat dan ini terkait pada rukun iman yakni iman kepada hari akhir.
Dengan meyakini dan mengimani hari akhir, maka akan memperkuat
kepercayaannya terhadap kehidupan akhirat dan percaya bahwa setelah orang
meninggal dunia tidak berhenti sampai disitu saja tapi masih menjalankan
kehidupan sesudah mati untuk mendapatkan balasan atas perbuatannya di
dunia.
Dalam agama Islam, hari akhirat disebut juga dengan eskatologi.
Kepercayaan terhadap akhirat mempunyai posisi yang penting sekali, sebab
ini merupakan rukun iman (6 rukun iman) yang harus diimani oleh setiap
pemeluk agama Islam.
38
Mengapa kepercayaan tentang kehidupan akhirat sangat penting?
Karena semakin besar kepercayaan orang bahwa perbuatan baik atau buruk
akan mendapat balasan, maka semakin besar pulalah kekuatan yang
mendorong manusia untuk menjauhi diri dari sebuah perbuatan.
Jadi beriman terhadap akhirat mengandung arti bahwa tiap-tiap
perbuatan, baik dilakukan secara terang maupun secara rahasia, pasti ada
akibatnya. Dengan demikian kepercayaan ini akan memberi dorongan yang
kuat untuk menjalankan perbuatan baik dan mulia, serta menjauhkan diri dari
perbuatan jahat dan sewenang-wenangan.15
Demikianlah terlihat bahwa keimanan kepada Allah berkaitan erat
dengan keimanan kepada hari akhir (hari kemudian). Memang keimanan
kepada Allah tidak akan sempurna kecuali dengan keimanan kepada hari
akhir. Hal ini disebabkan keimanan kepada Allah menuntut amal perbuatan,
sedangkan amal perbuatan baru sempurna motifasinya dengan keyakinan
tentang hari kemudian karena kesempurnaan ganjaran dan balasan hanya
ditentukan di hari kemudian.
Dasar ajaran atau sumber hukum yang pertama tentang hidup sesudah
mati dan pembalasan amal perbuatan serta semua hal yang dihadapinya di
akhirat ini merujuk dari Al Qur’an dan Al hadis sebagai hukum qath’i bagi
umat Islam.
1. Al Qur’an
Al Qur’an sebagai hukum qath’i seluruhnya bersifat pasti dari segi
kehadirannya, ketepatannya dan periwayatannya dari Rosulullah kepada
kita. Maksudnya, kita memastikan bahwa setiap Al Qur’an yang kita baca
itu adalah hakikat nash Al Qur’an yang diturunkan oleh Allah kepada
Rosul-Nya, kemudian Rasul-Nya menyampaikan kepada umatnya tanpa
15 Maulana Muhammad Ali, Islamologi (Dinnul Islam), Jakarta: Darul Kutubil Islamiyah,
1997, hlm.
39
ada perubahan dan tidak ada pula pergantian. 16 Sebagaimana firman Allah
dalam Al Qur’an surat Al Hijr ayat 9:
نحا نلحفظونإن ا لهإنو ا الذكرلنز9: احلجر(. ن(
Artinya: “Sesungguhnya Kami telah menurunkan al-Qur'an dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya”.17
Sebagai dasar ajaran yang pertama Al Qur’an memberikan
perhatian yang sangat istimewa terhadap permasalahan terhadap hari akhir
yang berkaitan erat dengan pembalasan dan peristiwa yang akan dihadapi
manusia setelah mati sehingga menambah kepercayaan kita dan
kemantapan keimanan kita pada hari akhir itu. .
Dari dasar ajaran mengenai pembalasan amal perbuatan yang
pertama adalah Al Qur’an yang dapat dilihat dalam surat Al Waqiah, surat
Al Haqqah, dan surat Ghaasyiyah. Dimana dalam surat Al Waqiah yang
menguraikan tentang hari kiamat serta penjelasan tentang apa yang akan
terjadi di bumi serta kenikmatan yang akan diperoleh orang-orang yang
bertakwa dan apa yang akan dialami oleh para pendurhaka.18 Dan dalam
surat Al Haqqah juga mengambarkan tentang kedahsyatan hari kiamat
serta ancaman kepada mereka yang meragukan keniscayaannya.19
Dari uraian surat di atas jelas bahwa Al Qur’an adalah sumber
pokok ajaran hari akhir dan itu semua yang dihadapinya benar-benar
sumber yang tidak dapat disangkal lagi oleh orang-orang yang beriman,
kecuali orang-orang yang mengingkari hari akhir. Dan ini bukti bahwa
keimanan mengambil tempat yang tidak sedikit dalam Al Qur’an, dimana
ayat yang pertama adalah uraian dan bukti tentang keesaan Tuhan dan
16 Abdul Wahhab Khallaf, Ilmu Ushul Fiqh, Semarang: Dina Utama, 1994, hlm. 36. 17 Yayasan Penyelenggara dan Penterjemah al-Qur’an, op.cit., hlm. 391. 18 Quraish Shihhab, Tafsir al Misbath (Pesan, Kesan dan Keserasian al Qur’an), Jakarta:
Lentera Hati, 2003, hlm. 51. 19 Ibid., hlm. 407.
40
kedua adalah uraian dan pembuktian tentang hari akhir. 20 Dimana
mengenai hari akhir Al Qur’an hampir tidak sesurat pun yang tidak
memuat pembahasan itu. Diuraikan pula hal-hal yang dapat mendekatkan
pemahamannya untuk jiwa dan kalbu, kadang-kadang dengan
menggunakan keterangan dan kupasan yang nyata dan kadang-kadang
dengan membuat perumpamaan.21 Dimana banyak redaksi yang digunakan
Al Qur’an untuk menguraikan hari akhir misalnya:
- Yaumul ba’ts yaitu hari kebangkitan, yakni hari dimana manusia
dibangkitkan dari kuburnya. 22
- Yaumul fashli yaitu hari dimana dipisahkan orang-orang yang benar dan
salah dan didapatkan amal kebaikan dan kejahatan. 23 Surat Al Dukhan
ayat 40.
عنيمأج مهل ميقتالفص مو40: الدخان(. إن ي(
Artinya: “Sesungguhnya hari keputusan (hari kiamat) itu adalah waktu yang di janjikan bagi mereka semua”. 24
- Yaumul Qiyamah atau hari kiamat disebut juga Yaummuddin yang
artinya hari pembalasan, karena pada hari itu setiap manusia menerima
balasannya yang baik dan buruk. 25 Firman Allah Al Infithor: 17-18.
)18: اإلنفطار(. ثم ما أدراك ما يوم الدين
Artinya: “Tahukah kamu apakah hari pembalasan itu? Sekali lagi tahukah kamu apakah hari pembalasan itu”. 26
20 Quraish Shihhab, Wawasan al Qur’an (Tafsir Maudhu’I atas Berbagai Persoalan
Umat), Bandung: Mizan, 1994, hlm. 80. 21 Sayyid Sabiq, Akidah Islam (Ilmu Tauhid), Bandung: Diponegoro, 1978, hlm. 431. 22 Ibid., hlm. 432. 23 Ibid. 24 Yayasan Penyelenggara dan Penterjemah al-Qur’an, op.cit., hlm. 811. 25 Sayyid Sabiq, loc. cit. 26 Yayasan Penyelenggara dan Penterjemah al-Qur’an, op.cit., hlm. 1033.
41
- Yaumul Jaza’ yakni hari pembalasan. 27 Firman Allah dalam surat Al
Mukmin ayat 17:
إن الله موالي ال ظلم تبا كسفس بمى كل نزجت موالي )17: املؤمن(. سريع الحساب
Artinya: “Pada hari itu tiap-tiap jiwa diberi balasan dengan apa yang di
usahakannya, tidak ada yang diragukan pada hari itu, sesungguhnya Allah amat cepat hisabnya.”28
Dan masih banyak lagi istiah-istilah hari akhir di dalam Al Qur’an. Al
Qur'an juga tidak jarang menyebutkan kedua hal itu saja untuk mewakili
rukun iman lainnya, Surat Al Maidah ayat: 69 sebagai berikut:
إن الذين أمنوا والذين هادوا والصابئون والنصارى من أمن بالله واليوم )69: املائدة(. األخر وعمل صالحا فال خوف عليهم وال هم يحزنون
Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang Yahudi,
sabiin dan orang-orang Nasrani, siapa saja diantara mereka yang beriman kepada Allah, hari kemudian dan beramal saleh, maka tidak ada kekhawatiran untuk mereka dan tidak pula mereka bersedih hati”.29
2. Al Hadits
Dasar ajaran mengenai pembalasan amal perbuatan yang kedua
adalah Al Hadits.
Hadis adalah sesuatu yang disandarkan pada Nabi Muhammad
saw baik berupa perkataan, pernyataan, perbuatan dan sifat-sifat dan
keadaan Nabi saw yang lain, yang semuanya hanya disandarkan kepada
Beliau saja tidak termasuk hal-hal yang disandarkan kepada sahabat,
27 Sayiyd Sabiq, loc. cit. 28 Yayasan Penyelenggara dan Penterjemah al-Qur’an, op.cit., hlm. 761. 29 Ibid., hlm. 172.
42
tidak pula kepada tabi’iy.30 Dan al hadis juga sebagai sumber yang qat’i
yaitu sunah yang pasti kedatangannya dari Rosulullah, yang tidak
diragukan.31
Diantara Hadits yang memperkuat bahwa perbuatan manusia pasti
akan mendapat balasan antara lain:
حدثنا حممد بن احلسن بن ايب يزيد اهلمداين عن . حدثنا امحد بن منيعقال رسول : ثور بن يزيد عن خالد بن معدان عن معاذبن جبل قال
من غير أخاه بذنب لم يمت حتى يعلمه، : اهللا صلى اهللا عليه وسلمدمقال أح :همن ابت ب قدذن لترمذىا( .من(
Artinya: “Telah menceritakan kepada saya Ahmad ibnu Mani’, telah menceritakan kepada saya Muhammad ibnu Hasan, Ibnu Abi Yazid al-Hamdani dari tsaur Ibnu Yazid dari Khalid ibn Ma’dan dari Mu’ad ibn jabal berkata: Rasulullah SAW bersabda: Barang siapa menjelek-jelekan saudaranya atas suatu perbuatan dosa maka dia tidak akan mati sebelum melakukan perbuatan tersebut.” (HR Tirmidzi)32
Dari uraian diatas,dapat ditarik kesimpulan bahwa pembalasan
amal perbuatan dan hari akhir, bukan semata-mata cerita yang tidak nyata
tapi peristiwa tersebut pasti ada dan hal itu di dasarkan pada Al Qur’an
dan Hadis.
C. Macam-macam Pembalasan Amal Perbuatan dalam Agama Islam
Macam-macam pembalasan amal perbuatan dalam agama islam dibagi
menjadi dua,yaitu: (1) Hukuman di dunia (2) Hukuman di akhirat.
30 Fatchur Rahman, Ikhtishar Mushthalahu’l Hadits, Bandung: Al Ma’arif, 1970, hlm. 6. 31 Abdul Wahhab Khallaf, op. cit., hlm. 40. 32 Sayid Ahmad al-Hasyim, Mukhtar al-Hadits al-Nabawiyah wa al-Hikam al-
Muhadiyah, Semarang: Dar Ihya, t.th, hlm. 164.
43
1. Hukuman di Dunia
Hukuman yang terjadi di dunia terbagi menjadi dua, yaitu
a. Hukuman yang bersifat peringatan dan pelajaran.
Jenis hukuman yang pertama adalah ketentuan-ketentuan
hukuman yang tersebar ditengah-tengah masyarakat yang dibentuk,
baik melalui undang-undang Illahi atau non-Illahi.
Mengenai hukuman yang bersifat peringatan dan pelajaran, itu
terjadi di dunia ini kadang kita tidak sadari bahwa derita yang kita
alami adalah peringatan dari Allah dan untuk dijadikan pelajaran dan
itu kadang kita menganggapnya sebagai musibah dan ujian yang selalu
menimpa dan itulah hukuman dibentuk melalui undang-undang Illahi.
Contoh saja seseorang yang selalu bertakwa dan beriman ia di timpa
musibah dan menderita sakit bagaimana ia akan menjalani masalah
tersebut apakah ia akan memetik musibah tersebut sebagai pelajaran
ataukah akan sebagai musibah belaka.
Mengenai hukuman yang dibentuk melalui undang-undang non
Illahi atau yang dibentuk oleh pemerintah yang berlaku di negara ini
yang harus dipatuhi dengan demikian, undang-undang mengenai
hukuman ini merupakan keharusan dalam mendidik pelaku kejahatan.
Orang-orang yang menyerukan agar hukuman diganti dengan
pendidikan dan menyarankan dibentuknya pusat-pusat rehabilitsi untuk
menggantikan penajara-penjara adalah orang yang melakukan
kekeliruan dalam memahami masalah ini. Oleh karena itu kita tidak
menolak urgensi pendididikan dan keharusan didirikan lembaga
rehabilitasi tersebut. Pendidikan dapat menekan laju kejahatan
sebagimana ketimpamngan sosial pun akan mendorong timbulnya
kejahatan. Dan tidak diragukan bahwa kokohnya sistem ekonomi dan
budaya akan dapat memperkecil jumlah kejahatan. Semuanya itu
benar, tetapi masing-masing tidak bisa berdiri sendiri-sendiri.
44
Pendidikan membutuhkan hukuman yang adil, dan sistem yang adil
juga membutuhkannya. Demikian pula halnya hukuman saja tidaklah
cukup tanpa adanya pendidikan yang mantap dan sistem sosial yang
adil.33
Betapapun manusia mendapatkan pendidikan yang tinggi dan
betapapun adil dan kokohnya suatu soistem sosial, toh akan tetap ada
orang yang melakukan kejahatan dan kesewenang-wenangan yang
tidak mungkin bisa kita cegah kecuali dengan hukuman yang kadang-
kadang harus berat dan keras.
Benar, dengan meningkatkan iman dan pendidikan yang benar,
dan dengan melakukan perbaikan sosial, kita dapat menghilangkan
sebab-sebab terjadinya kejahatan dan memperkacil jumlah kejahatan
dan tindak pidana sedemikian rupa, dan kita pun harus terus
menggunakan cara-cara tersebut. Namun kita pun tidak bisa
mengingkari peranan hukuman dan siksaan dalam proposisinya yang
tepat, dan kita tidak mungkin dapat menempatkan sesuatu yang lain
untuk menggantikan kedua media tersebut.
Misalnya, dulu pencurian hanya berkisar pada pencurian dan
pencopetan dari saku, tetapi sekarang para pencuri melakukan seribu
macam pencurian dengan cara terang-terangan atau dengan cara
sembunyi-sembunyi, dan yang dilakukan secara terang-terangan tidak
saja menyangkut barang-barang yang tidak berharga tetapi meliputi
barang-barang yang berharga.
Dari bukti-bukti diatas, jelas kita bisa menarik kesimpulan
bahwa hukuman-hukuman yang bisa mendidik adalah suatu keharusan
dan faedah bagi masyarakat manusia. Hanya saja, seperti telah
dikatakan, para peletak hukum harus memperhatikan aspek
keseimbangan antara kejahatan dan hukuman. 34
33 Murthadha Muthhari, op. cit.,hlm. 191. 34 Ibid.
45
b. Hukuman yang memiki kaitan takwiniyah (pembentukan) dan alamiah
dengan dosa.
Jenis hukuman yang kedua ialah hukuman yang memiliki
kaitan sebab akibat dengan dosa, artinya ia merupakan akibat dan hasil
wajar darinya. 35
Sebagian besar dari dosa memiliki dampak sektoral yang
diinginkan oleh pelakunya di dunia ini. Misalnya peminum khamer,
selain memiliki bahaya sosial yang akan menimpa dirinya juga akan
mengalami kesulitan-kesulitan psikologis dan psikis, seseorang
peminum khamer sarafnya akan terganggu, paru-parunya akan rusak,
dan detak jantungnya menjadi kacau. Begitu juga perbuatan zina, akan
menyebabkan pelakunya terkena penyakit dan di lingkungan
masyarakat dia akan di kucilkan.
Akibat-akibat diatas merupakan dampak subtansial dosa, bukan
sebagai hukuman yang berdasarkan undang-undang, sehingga orang
yang mengatakan bahwa disitu harus ada kesesuaian antara dosa dan
hukuman. Seandainya ada seorang yang meminum racun yang
mematikan dan tidak menghiraukan nasehat orang lain sehingga mati,
maka kematian tersebut adalah akibat alamiah, dan merupakan
konsekuensinya logis. Dari minum racun adalah suatu kesalahan besar
apabila dikatakan “jangan meloncat dari puncak gunung atau minum
racun adalah sebab, dan kematian adalah akibatnya. Pengaruh dari
sebab tersebut adalah akibat berupa kematian tersebut dan tidak bisa
lain dari itu.
Persoalan relefansinya antara dosa dan hukuman adalah
berkaitan dengan persoalan hukuman peringatan yang setimpal yang
hubungannya dengan dosa dan terjadi melalui kesejalanan dengannya,
dan bukan hubungan realistis maupun subtansial. Sedangkan hukuman
alamiah adalah hukuman yang merupakan akibat yang melekat pada
perbuatan tersebut. Seperti yang telah penulis jelaskan diatas bahwa
35 Ibid., hlm. 192.
46
dunia musim menanam, sedangkan akhirat adalah menuai, tetapi hasil
dan akibat sebagaian amal dapat dilihat di dunia ini. Dan jelas buah
dari amal seperti ini merupakan bagian hukuman, dan itu bukan
hukuman yang sempurna, sebab hukuman yang sempurna dan
perhitungan yang akurat hanya ada di akhirat.
Dunia adalah tempat beramal dan kadang-kadang didalamnya
dapat disaksikan sebagian dari balasan. Sedang akhirat adalah tempat
khusus untuk mendapatkan balasan dan perhitungan tanpa sedikitpun
berkesempatan untuk beramal.
Perbuatan-perbuatan yang berkaitan dengan penciptaan, baik
berupa pelayanan terhadap sesama mahluk atau sebaliknya. Maka
perbuatan-perbuatan tersebut akan diberi pahala atau siksa tanpa
mengurangi pahala dan hukuman yang akan diterimanya di akhirat
kelak.36
2. Hukuman di Akhirat
Masalah pembalasan amal pebuatan adalah sebuah persoalan yang
muncul dalam masalah keadilan Tuhan, perhitungan atas perbuatan baik
dan buruk, pemberian pahala kepada orang-orang yang melakukan
kebaikan dan hukuman kepada orang-orang yang melakukan kejahatan,
semuannya merupakan fenomena keadilan Tuhan.
Pendapat yang sering kita dengar dan kenal selama ini menyatakan
bahwa diantara dalil-dalil yang digunakan untuk menetapkan adanya hari
akhirat adalah bahwa sepanjang Allah disebut sebagai yang Maha Adil dan
Maha Bijaksana, maka Dia tidak mungkin membiarkan perbuatan manusia
tanpa diperhitungkan dan tidak diberi pahala, tidak diberi siksa. 37 Imam
Ali as, mengatakan sekalipun Allah menangguhkan (siksa bagi) orang
zalim, itu tidak berarti bahwa Dia tidak akan menyiksanya, Dia selalu
36 Murthadha Muthhari., op. cit., hlm. 192 37 Ibid., hlm. 181.
47
mengawasinya, menghalangi jalan larinya, dan selalu berada dekat
dengannya, lebih dekat dari urat lehernya.38
Sebelum kita menguraikan macam pembalasan amal perbuatan di
akhirat, kita lihat dulu fase-fase munuju alam akhirat sebagai tempat
pembalasan amal karena hal tersebut ada kaitannya dengan balasan Allah.
Kehidupan manusia di dunia ini melewati beberapa tahapan yang
tidak bisa dipungkiri lagi oleh siapa pun, dimana diawali dengan masa
bayi, masa anak-anak, masa remaja, masa tua dan masa meninggal dunia.39
Walaupun kadang-kadang kematian datang pada masa-masa yang tidak
bisa kita duga karena semua itu telah ditentukan oleh Tuhan. Tahapan
yang dilalui oleh manusia dalam dunia ini adalah tahapan dimana manusia
dapat bersosialisasi dengan sesama manusia, dan tempat dimana manusia
menebar benih perbuatan, baik itu perbuatan baik atau perbuatan buruk,
untuk dipanen nanti di alam akhirat.40 Satu-satunya yang memberikan
faedah adalah amal-salih yakni perbuatan-perbuatan kebajikan. Nasib dan
keadaan seseorang baik sewaktu di dunia ini maupun di akhirat nanti
ditentukan oleh amalnya 41
Pada masa meninggal dunia, manusia pun tetap melewati fase-fase
yang membawanya menuju ke alam akhirat dimana sebuah tempat bagi,
manusia untuk menuai benih yang telah ditanamnya di dunia dan sebagai
tempat manusia dimintai pertanggung jawaban atas semua perbuatan yang
dilakukan di dunia. 42
Fase pertama yang dilalui manusia untuk menuju ke alam akhirat
adalah sebuah kematian. Dimana kematian adalah terputusnya keterkaitan
antara jiwa dan raga, berikut terpisahnya hubungan antara keduanya,
38 Ibid., hlm. 182. 39 Zainal Abidin, Alam Kubur dan Seluk Beluknya, Jakarta: Reinika, 1993, hlm. 5. 40 Yunan Nasution, Pegangan Hidup 3, Jakarta: Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia,
1981, hlm.204 41 Ibid., hlm. 205. 42 Dalimi Lubis, Alam Barzah (Alam kubur), Jakarta: Ghalia Indonesia, 1981, hlm. 198.
48
perubahan keadaan, perpindahan dari satu dunia ke dunia lain. 43 Dan
dengan kematian seseorang beranjak untuk memasuki fase pertama dari
hari akhir.
Dimana dengan kematian itu nilai hidup ini semakin nampak,
seperti yang dikatakan oleh Abdurozak Naufal bahwa kehidupan ini tidak
akan diketahui nilai dan harganya yang selalu dipelihara oleh manusia,
kecuali dari adanya kematian yang ditakutinya. Rasa takunya kepada
kematian menjadikan manusia selalu memelihara hidupnya unuk mencapai
nilai yang baik. Mati disini bukan berarti musnah dengan tidak ada lagi
kehidupan sesudahnya, melainkan mati hanyalah merupakan peristiwa
yang mengantarkan manusia untuk pindah dari kehidupan duniawi menuju
kehidupan yang kekal yakni kehidupan akhirat untuk menerima balasan
amal yang pernah dilakukan.44
Setelah mengalami kematian, manusia akan menuju ke alam kubur,
dimana alam kubur adalah salah satu tempat peristirahatan manusia setelah
mati dan alam kubur adalah tempat yang sangat mengerikan dan suram.45
Disamping sebagai fase penting dalam kehidupan akhirat, alam
kubur berfungsi sebagai dinding pemisah kahidupan dunia dan kehidupan
akhirat, sehingga keberadaan disana memungkinkan seseorang untuk
kehidupan di dunia dan akhirat. Kehidupan disana bagaikan keberadaan
dalam ruangan yang terpisah yang terbuat dari kaca. Kedepan
penghuninya dapat melihat hari kemudian, kebelakang dapat melihat kita
yang hidup di pentas bumi ini.
Selama berada di alam kubur, si mayit telah ditunjukkan dimana
kelak tempatnya setelah datangnya hari kebangkitan itu, apabila orang itu
termasuk orang yang beriman, maka ditunjukkan kepadanya surga dan
43 Ali Muhammad Lagha, Tamasya Kematian (Kematian Perpisahan Abadi), Bandung:
Hikmah, 2004, hlm. 17. 44 Abdurrozak Naufal, terj. Ali Hasan Umar dan Ahmad Chusidi Umar, Yaumul Kiamat,
Semarang, Toha Putra, hlm. 63. 45 Allamah Abbas al Qummi, Menuju Akhiirat, Bogor: Cahaya, 2004, hlm. 23.
49
apabila termasuk orang kafir, maka akan ditunjukkan kepada neraka. 46
Dalam hal ini Rosulullah telah bersabda:
ثنا عبيداهللا بن , ثنا عبداهللا بن عمري, حدثنا ابو بكر بن شيبةإذا : عن النيب صلى اهللا عليه وسلم قال, عن ابن عمر, عمر نافع
ش إن كان منالعاة وده بالفدقعلى مع رضع كمدأح اتمن أهل النار فمن أهل فمن أهل اجلنة وإن كان م, أهل اجلنة
النار يقل هذا مقعدك حتى تبعث يوم القيامة
Artinya: “Abu Bakar Ibnu Abi Syaibah menceritakan kepada saya: aku diberitahu oleh Abdullah Ibnu Umar, Abdullah Ibnu Umar diberitahu dari Nafiq, dari Umar ra dari Nabi SAW bersabda apabila seseorang dari kamu telah meninggal, maka setiap pagi dan sore selalu ditunjukkan tempatnya apabila ia termasuk ahli surga, maka termasuk ahli surga dan apabila ia termasuk ahli neraka, maka termasuk ahli neraka. Dikatakan inilah tempat ku sampai engkau dibangkitkan di hari kiamat”. (HR. Ibnu Majah)47
Dari hadis diatas, dapat dipahami bahwa selama di alam barzah
seseorang telah mengalami beberapa pemeriksaan dan juga telah
merasakan sebagian pahala atau siksa sebagai balasan pendahuluan atas
amal-amal yang pernah ia lakukan. Pahala atau siksa di alam barzah itu
berlangsung terus sampai datangnya hari kiamat.
Waktu berada di alam kubur atau barzah yang diawali sejak
manusia meninggal dunia sampai datangnya hari kiamat, bagi orang-orang
kafir dirasakan sebagaimana telani panjang sehingga berjalan beratus-ratus
bahkan beribu-ribu tahun. Mereka merasakan itu karena tak henti-hentinya
mendapatkan siksa kubur dan pancaran api neraka, sudah barang tentu
46 Ali Muhammad Lagha, op. cit., hlm. 86. 47 Sunan Ibnu Majjah, Isa al Baby al Khalaby juz II, Mesir, Wassyuroksukhu, t. th., hlm.
1427.
50
dapat dibayangkan betapa lamanya menunggu mahkamah yaumal
akhirat.48
Berbeda halnya dengan orang mukmin, mereka akan merasakan
tinggal dialam barzah itu hanya sehari, karena selama di alam barzah
selalu mendapatkan kebagaiaan dan kegembiraan sampai menerima
balasan oleh Allah yang akan diberikan kepada mereka atas amal-amal
baik yang mereka lakukan selama ini. Firman Allah dalam Al Qur’an surat
Al Israa’ ayat 52:
)52: االسراء(. يوم يدعوكم فتستجيبون بحمده وتظنون إن لبثتم إال قليال
Artinya: “Yaitu pada hari dia memanggil kamu, lalu kamu mematuhinya sambil memujinya dan kamu mengira bahwa kamu tidak berdiam (di alam kubur) kecuali sebentar saja”.49
Keadaan dialam barzah ini merupakan sebuah tanda atau
pemberitahuan bagi seseorang apakah setelah nanti diadakan perhitungan
amal, mereka termasuk orang-orang yang beruntung atau justru
sebaliknya. Apabila di alam barzah ini seseorang telah merasakan
beberapa kesulitan, maka itu suatu pertanda bahwa untuk fase-fase
berikutnya ia akan merasakan kesulitan yang lebih hebat, sebaliknya
apabila di alam barzah ia merasakan kemudahan maka untuk fase-fase
berikutnya justru lebih mudah.
Fase-fase berikutnya untuk menuju alam akhirat adalah kiamat,
dimana kiamat adalah suatu yang menyeramkan kengerian yang sangat
luar biasa dan dahsyat. Ketakutan akan hari kiamat memang tiada
taranya,50 Allah telah menggambarkan hal itu dalam Al Qur’an surat Al
A’rof ayat 187:
48 Abdulah Sani, Mahkamah Yaumul Akhirat (digali dari al Qur’an), Jakarta: Bulan
Bintang, 1974, hlm. 26. 49 Yayasan Penyelenggara dan Penterjemah al-Qur’an, op.cit., hlm. 431. 50 Allamah Abbas al Qummi, op. cit., hlm. 79.
51
)187: االعراف(.. . ثقلت في السموات واألرض.. .
Artinya: “Hari kiamat itu sangat berat (hura-huranya bagi mahkluk) yang dilangit dan dibumi”.51
Kiamat selain peristiwa yang mengerikan juga merupakan
hancurnya bumi dan kematian total, yang boleh dikatakan merupakan
masa pergantian dunia dan akhirat, akhir kehidupan dunia dan awal
kehidupan akhirat. Dalam Al Qur’an maupun Hadis diterangkan bahwa
bumi bergoyang begitu hebatnya, gunung-gunung berloncatan seperti
belalang yang dikejar-kejar, manusia berlemparan bagai kapas yang
beterbangan. Demikian pula dengan matahari, bulan, bintang semuanya
pecah berguguran. Semua mahkluk hidup mati serentak, itulah kiamat
besar. Alam ini sunyi sepi selama 40 tahun tak ada bunyi, tak ada gerak,
tak ada angin berhembus, dan tak ada laut yang beriak, semua beku.52
Sebelum peristiwa itu terjadi terdengarlah suara tiupan sangkakala sebagai
tanda akan terjadinya peristiwa kehancuran total yang maha dahsyat dan
semua yang ada di bumi dan di langit mengalami kematian. Kemudian
Allah mengutus malaikat Isrofil untuk meniup sangkakala yang kedua
kalinya disaat itulah semua manusia bangkit, dan mulai dengan adanya
kebangkitan dari kubur dimulailah kehidupan baru di akhirat, maksudnya
adalah mengembalikan roh manusia dalam tubuhnya yang asli
sebagaimana ketika di dunia sekarang ini.53 Firman Allah dalam surat Al
Zalzalah ayat 6:
مالهما أعورا لياتتأش اسالن ردصئذ يمو6: الزلزلة(. ي(
51 Yayasan Penyelenggara dan Penterjemah al-Qur’an, op.cit., hlm. 253. 52 Anwar Harahap, op. cit., hlm. 117. 53 Sayyid Sabiq, op. cit., hlm. 442.
52
Artinya: “Pada hari itu manusia keluar dengan beraneka macam untuk diperlihatkan amal mereka”.54
Setelah manusia dibangkitkan dari kubur dengan rupanya masing-
masing manusia semuanya di giring ke Padang Masyar dalam keadaan
telanjang dan berkumpul menjadi satu antara laki-laki dan perempuan,
namun demikian mereka tidak sempat memperhatikan orang lain, karena
mereka sibuk dengan urusan mereka masing-masing.55
Pasa saat menusia berdiri menghadap Allah maka pada saat itu
pula berlangsungnya perhitungan yakni setiap manusia tanpa kecuali akan
dihitung semua perbuatan, perkataan dan gerak geriknya semasa hidupnya
di dunia dan dimintai pertanggung jawaban mulai dari yang sekecil-
kecilnya sampai yang sebesar-besarnya. Perhitungan atau pengadilan
akhirat ini hampir sama caranya dengan pengadilan-pengadilan didunia
zaman modern ini. Allah sendiri akan bertindak sebagai hakim tunggal,
perhitungan itu dimulai dengan tanya jawab, lalu membaca buku catatan
harian, melihat poto-poto, mendengarkan rekaman, nasib mereka pada
waktu itu ditentukan oleh amalnya masing-masing dan tidak ada saling
tolong menolong. Selanjutnya kepada mereka dibagikan buku catatan amal
perbuatan, apabila buku catatan amal yang diterima mereka dengan tangan
kanan, maka itu pertanda bahwa ia termasuk orang-orang yang beruntung
dan mengalami hisab yang mudah, sebaliknya kalau ia menerimanya
dengan tangan kiri, maka ia termasuk orang-orang yang celaka. Setelah
itu, untuk menunjukkan keadilannya maka Allah mendirikan al-Mizan
(timbangan amal) untuk menimbang amal manusia. Barang siapa yang
berat timbangan kebaikannya maka mereka itu orang-orang yang
beruntung dan barang siapa yang ringan timbanganya maka mereka
termasuk orang yang merugi.
54 Yayasan Penyelenggara dan Penterjemah al-Qur’an, op.cit., hlm. 1087. 55 Samsul Rizal Khamid, Jalan ke Khadirat Tuhan, Jakarta: Cahaya Salam, 1995,
hlm. 107.
53
Dari melihat hasil timbangannya, seseorang bisa mengetahui
bagaimana balasan amal yang akan mereka terima nanti. Apakah akan
masuk surga atau neraka sebagai balasan atas apa yang ia lakukan di dunia
dan terahir baru mereka diperintahkan untuk meniti sebuah jembatan yang
membentang diatas neraka menuju surga. Dan disitu akan berlalulah
semua orang yang dahulu dan yang datang belakangan, yakni
sekembalinya mereka di padang masyahar. 56 Disinilah mulai fase
pembalasan, dimana setiap orang setelah dihisab atau diadili akan
mendapat balasan atas apa yang pernah mereka lakukan. Perbuatan yang
baik akan dibalas dengan kebaikan, sedang perbuatan jahat akan dibalas
dengan kejahatan yang setimpal dengan perbuatannya itu dan Allah tidak
akan menganiaya hambanya sedikitpun. Allah akan bertindak dengan adil
sebagaimana firmannya dalam surat Al Zalzalah ayat 7-8:
هرا يرية خل مثقال ذرمعي نا . فمرة شل مثقال ذرمعي نموهر8-7: الزلزلة(. ي(
Artinya: “Barang siapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrah pun niscaya dia akan melihat (balasan)-Nya. Dan barang siapa yang mengerjakan kejahatan seberat dzarrah pun niscaya dia akan melihat balasan-Nya kelak”. (QS. Al-Zalzalah: 7-8)57
Dari ayat diatas jelas bahwa hisab yang dilakukan Allah adalah
hisab yang adil yang ditujukan kepada hamba-hambanya. Maka tiada
pengurangan dan tiada pula penganiayaan bagi amal seseorang, serta tiada
pilih kasih dan tiada pula perantara, keadaan pada saat itu tidaklah seperti
di dunia.58 Sebagai konsekuensinya dari keadilan Allah itu maka ada orang
yang masuk surga dan ada pula yang ditempatkan di neraka. Yang masuk
surga tentu saja merasa senang dan bahagia, dan yang masuk neraka akan
56 Sayyid Sabiq, op. cit., hlm. 474. 57 Yayasan Penyelenggara dan Penterjemah al-Qur’an, loc. cit. 58 Arif Abdul Fatah Thabaroh, Tafsir Juz Amma, Bandung: Sinar Baru, 1989, hlm. 83.
54
sengsara dan menderita terus menerus. Demikianlah hidup sesudah mati
dan fase-fase lainnya hingga akhirnya sampai ke alam akhirat dimana
tempat manusia mendapatkan balasan atas apa yang diperbuatnya. Dan itu
pasti akan ditempuh oleh setiap mahluk Allah tanpa kecualinya.
Dari uraian diatas penulis mencoba menyimpulkan bahwa
pembalasan amal sudah terjadi pada saat manusia berada di alam barzah
hingga manusia dibangkitkan, balasan manusia pada saat berada di alam
barzah adalah sebagai balasan pendahuluan atas semua perbuatan dan
apabila balasan yang diterima pada berada di alam barzah balasan yang
mereka terima berat, maka akan lebih sulit dan berat lagi balasan yang
diterimanya nanti dan sebaliknya apabila balasan yang diterima ringan,
maka balasan yang diterimanya nanti setelah dibangkitkan akan ringan.
Dan sebagai konsekuensinya dari perbuatan mereka maka akan ada yang
masuk neraka dan surga.
Di lihat dari jenis perbuatannya yakni perbuatan baik dan buruk,
maka akibatnya adalah surga dan neraka.
a. Surga
Surga adalah taman dan mata air. Firman Allah dalam surat
Adz Dzariyat ayat 15:
)15: الدارية(. إن المتقني في جنات وعيون
Artinya: “Sesungguhnya orang bertakwa berada di taman (surga) dan mata air”.59
Surga (janah atau jamaknya jannat) berarti taman. Taman yang
ada di dunia juga bisa disebut surga atau jannah.60
59 Yayasan Penyelenggara dan Penterjemah, op. cit., hlm. 859. 60 Aidh Ibn ‘Abd Allah Al Qarni, Drama Kematian (Persiapan Menyongsong Akhirat),
Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2003, hlm. 217.
55
Ali Hasan Umar mendefinisikan surga lewat bukunya yang
berjudul Calon-calon Ahlli Surga dan Ahli Neraka, yakni bahwa surga
yang dalam bahasa arabnya al jannah adalah suatu tempat di alam
akhirat yang penuh dengan segala macam kesengan dan kenikamatan
yang belum pernah dilihat oleh mata, belum pernah di dengar oleh
telinga, dan tergores dalam hati manusia yang disediakan oleh Allah
dan dijanjikan oleh-Nya untuk semua manusia yang sewaktu hidupnya
di dunia senantiasa bertakwa kepada Tuhan, menjalankan perintah-Nya
dan menjauhi larangan-Nya serta orang yang beriman dan beramal
saleh atau orang yang senantiasa berbakti dan taat kepada perintahnya
sebagai balasan atas pahala mereka untuk selama-lamanya.61
Makna jannah menurut penafsiran religius, jannah adalah suatu
tempa yang telah diciptakan Allah bagi kaumnya (mukmin) dan para
hambanya yang saleh dan mereka akan tinggal disana selamanya. 62
Dari definisi surga diatas adalah berdasarkan firman Allah
diantaranya:
Surat Ali Imran ayat 133:
ضاألرو اتوما السهضرة عنجو كمبر ة منفرغوا إلى مارعسوقنيتللم ت133: ال عمران(. أعد(
Artinya: “Dan bersegeralah kamu kepada ampunan di Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa”.63
61 Ali Hasan Umar, Calon-calon Ahli Syurga dan Ahli Neraka, Semarang: Toha Putra,
1983, hlm. 16. 62 Syaikh Abbas bin Muhammad Reza al Qummi, Menelusuri Alam Akhirat, Jakarta:
Lentera Basri Tama, 2003, hlm. 223. 63 Yayasan Penyelenggara dan Penterjemah al-Qur’an, op. cit., hlm. 98.
56
Surat Al Baqarah ayat 82:
ة هنالج ابحأص ات أولئكالحملوا الصعوا ونأم الذينا وفيه م )82: البقرة(. خالدون
Artinya: “Dan orang-orang yang beriman serta beramal saleh, mereka itu penghuni surga, mereka kekal didalmnya”.64
Nikmat yang diberikan Allah di surga itu merupakan nikmat
yang jauh lebih tinggi nilainya bila dibanding dengan nikmat dunia
sehingga dikata bahwa nikmat surga itu belum pernah terdengar oleh
telinga dan belum pernah terlintas oleh mata. Kalau kenikmatan dunia
itu kadang-kadang diselingi dengan kekhawatiran dan kesedihan serta
ada batas abadnya, maka kenikmatan surga itu bersifat abadi dan lebih
sempurna, mereka selalu nampak ceria dan tidak ada sedikitpun rasa
sedih tergores di wajahnya.
Mengenai penghuni surga, para musafir kehilangan kata dalam
menggambarkan keadaan penghuni surga. Mereka takjub terhadap
kenikmatan yang mereka peroleh para penghuni surga itu sangat
gembira tentang keadaan penghuni surga disebutkan dalam hadis
bahwa Rasulullah saw bersabda “Kelompok pertama dari umatku yang
masuk ahli surga adalah seperti cahaya bulan yang sangat terang di
langit setelah itu mereka berada dalam beberapa tingkatan. Mereka itu
tidak membuang hajat besar dan hajat kecil. Mereka tidak
mengeluarkan ingus dan tidak meludah, sisir mereka dari emas dan
sanggul mereka dari mutiara, keringat mereka kesturi dan akhlak
mereka semua sama, tubuh mereka tinggi setinggi bapak mereka,
Adam, tujuh puluh hasta”.65
64 Ibid., hlm. 23. 65 Ali Muhammad Lagha, Perjalanan Kematian, Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2002,
hlm. 118.
57
Kenikmatan itu adalah janji Allah swt kepada hamba-
hambanya untuk dijadikan pegangan bagi manusia dalam menjalani
kehidupannya agar manusia menjalani kehidupannya begitu rupa
sesuai dengan harapan yang ingin diraihnya. Jika setiap orang
mengetahui hakikat tempat kembali dengan benar dan mempersiapkan
dengan hati yang bersih, tentu ia akan memilih syurga keabadian dan
segala kenikmatannya, ia akan sekuat tenaga agar tidak termasuk
kedalam kelompok penghuni neraka sa’ir.66
Demikianlah beberapa kenikmatan yang akan diberikan oleh
Allah kepada penghuni surga sebagai balasan atas amal baiknya yang
dilakukan selama hidup di dunia. Dengan tegas Al Qur’an dan Hadis
menjelaskan bentu-bentuk kenikmatan itu, namun tidak berarti
bahwam kenikamatan surga itu hanya sekedar seperti itu saja.
Melainkan jauh lebih lengkap dan lebih tinggi tingkatannya. Semua
nash Al Qur’an dan Hadis hanya sekedar menggambarkan untuk
memudahkan didalam memahami nikmat-nikmat surga yang berbentuk
rohani yang justru lebih tinggi tingkatannya bila digambarkan dengan
semua gambaran yang ada.
Surga adalah sebagai balasan amal perbuatan manusia dan
perbuatan yang membawanya masuk surga berbeda beda sehingga
surga juga ada tingkatannya:
1) Surga Firdaus, menurut riwayatnya terbuat dari emas yang merah.
2) Surga Adn, menurut riwayatnya terbuat dari intan yang putih.
3) Surga Na’im (nikmat), menurut riwayatnya terbuat dari perak yang
putih.
4) Surga Na’wa, menurut riwayatnya terbuat dari jamrud hijau.
5) Surga Khuldi, menurut riwayatnya terbuat dari marjan yang merah
dan kuning.
6) Surga Darussalam, menurut riwayatnya terbuat dari yakut merah.
66 Ibid., hlm. 122.
58
7) Surga Darul Jalal, menurut riwayatnya terbuat dari permata putih.
8) Surga Darul Qaram, menurut riwayatnya terbuat dari emas.67
Sebagaimana bangunan gedung yang ada di dunia, dalam surga
juga terdapat pintu-pintu Ibnu Abbas ia mengatakan bahwa surga
memiliki delapan pintu dari emas yang bertaburan mutiara. Pada pintu
pertama tertulis kalimat syahadat tiada Tuhan selaian Allah dan Nabi
Muhammad utusan Allah. Kedelapan pintu surga tersebut, sebagai
berikut:
Pintu pertama adalah pintu para nabi, para rosul, para syuhada
dan para dermawan.
Pintu kedua adalah untuk orang-orang yang mengerjakan sholat
dengan menyempurnakan dan memperbaiki wudlu, serta
menyempurnakan syarat rukunya sholat.
Pintu ketiga buat orang yang sama mengeluarkan zakat dengan
kebaikan jiwanya.
Pintu keempat jalannya orang-orang yang sama-sama
menganjurkan kebaikan dan melarang kemungkaran (kerusakan).
Pintu kelima adalah pintu orang yang berhasil membunuh hawa
nafsunya.
Pintu keenam adalah pintu orang yang menunaikan ibadah haji
dan umrah.
Pintu ketujuh adalah jalan bagi orang yang ahli jihad (orang
yang berperang demi menegakkan agama Allah swt).
Pintu kedelapan adalah pintunya orang-orang yang bertakwa
yang memejamkan mata dari barang-barang yang haram, beramal
67 Samsul Rizal Khamid, op. cit., hlm. 178.
59
saleh, berbakti kepada kedua orang tua dan menyambung tali
persaudaraan.68
b. Neraka
Balasan amal di akhirat yang kedua adalah neraka, dimana
neraka merupakan tempat siksa yang akan ditempati oleh semua orang
kecuali oleh orang-orang yang bertakwa, sebagaimana firman Allah
dalam surat Maryam ayat 71-72:
قضيا ممتح كبلى را كان عهاردإال و كمإن مناو . ي الذينجنن ثم )72-71: مريام(. اتقوا ونذر الظالمني فيها جثيا
Artinya: “Dan tidak ada seorang pun dari padamu, melainkan mendatangi neraka itu, hal ini bagi Tuhanmu adalah suatu kepastian yang sudah ditetapkan. Kemudian kami akan menyelamatkan orang-orang yang bertakwa dan membiarkan orang-orang yang dzalim di dalam neraka dalam keadaan berlutut”.69
Jadi neraka (an Naar) adalah suatu tempat di akhirat berupa
telaga api yang bergejolak membara. Inilah tempat manusia yang
tergelincir dari shirat panas api neraka. Menurut Rosulullah saw dalam
sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah ra, tujuh puluh kali
panas yang ada di dunia. Allah swt ciptakan tempat ini sebagai
pelabuhan terakhir orang-orang musyrik dan orang-orang kafir mereka
kekal didalamnya.
Bagi orang-orang muslim yang banyak dosanya, neraka tak
ubahnya sebagai rumah tahanan untuk menebus segala kesalahan.
Mereka itu mau tidak mau harus singgah lebih dulu di neraka untuk
membersihkan segala cela yang pernah diperbuatnya semasa hidup di
dunia baru setelah semua dosa-dosanya musnah dan menjadi suci
68 Ibid., hlm. 180. 69 Yayasan Penyelenggara dan Penterjemah al-Qur’an, op.cit., hlm. 470.
60
kembali seperti baru dilahirkan ke dunia, Allah swt memindahkannya
ke surga.70
Keadaan neraka digambarkan dalam Al Qur’an dan Hadis,
antara lain tercantum dalam (surat Ali Imran aya 12): “Neraka adalah
tempat yang seburuk-buruknya”, dalam (surat Al Fath ayat 13):
“Penuh api yang menyala-nyala”, (QS Ash Shiffa): “Terdapat pohon
zaman zaqqam (yang tumbuh) dari dasar neraka yang berbuah kepala
setan”. Dan masih banyak lagi ayat-ayat Al Qur’an yang
menggambarkan keadaan dalam neraka.
Neraka digambarkan berbagai tujuh puluh bagian. Tak
seorangpun yang tahu daya hancurnya masing-masing bagian selain
Allah. Berombak dan bergolak dengan kemarahan yang meledak-
ledak, Membakar manusia tanpa ampun, setelah merasakan siksaan ini,
manusia baru sadar akan kekuatannya kita berlindung dari Allah dari
siksa api neraka.
Pintu-pintu neraka dipaparkan Rosulullah saw lewat sabdanya
“Syurga memiliki delapan pintu, neraka memiliki tujuh pintu”.
Para penjaganya adalah malaikat, penghuni nereka berkata
kepada mereka, “Mereka berseru, Hai Malik, biarlah Tuhanmu
membunuh kami saja, Dia menjawab, kamu akan tetap tinggal (di
neraka itu)”.
Dalam ayat diatas, dikatakan bahwa panasnya api neraka
adalah lebih panas lagi dari api dunia, dan bisa kita bayangkan, di
dunia saja apabila ada suatu barang terbakar maka barang tersebut
langsung gosong dan menjadi abu, padahal api dunia lebih rendah
panasnya api di neraka. Apalagi kalau terbakar di api neraka, mungkin
tidak ada lagi sisa dari barang tersebut dan kejadian ini berulang kali,
dimana apabila tubuh telah hancur terbakar panasnya api neraka, maka
70 Samsul Rizal Khamid, op. cit., hlm. 144.
61
terjadi atau terbentuk tubuh lagi dan akan terbakar lagi dan seterusnya
dan peristiwa ini akan terjadi berulang-ulang dan itulah sebagian
peristiwa yang bakal terjadi di dalam neraka, dan peristiwa itu bakal
terjadi kelak.71
Selain kengerian yang terjadi di neraka juga terdapat siksa
neraka dan ini juga tergambar dalam Al Qur’an, dimana para penghuni
neraka mengenakan pakaian dari api, tidur beralaskan dan
berselimutkan api, memperoleh makan berupa pohon berduri yang
tidak mengenyangkan, serta minuman yang sangat panas yakni nanah
dan darah dan mereka terus di cambuk dengan cambuk besi.
Siksa neraka yang diterima oleh para penghuninya tidak sama,
karena itu tergantung dari besar kecilnya dan berat ringannya dosa
yang mereka punya. Karena ada penghuni neraka yang menerima siksa
dalam kadar sedang-sedang saja ada pula yang menerima siksa yang
amat ringan, akan tetapi seringan-ringannya siksa neraka masih
menjadikan penghuninya merasakan penderitaan yang luar biasa
dasyatnya.
Demikian dahsyatnya siksa dalam neraka, sehingga orang yang
pernah merasakannya sesaat saja akan melupakan segala kenikmatan
yang pernah dirasakan sepanjang hidupnya di dunia dan merasakan
penderitaan yang berkepanjangan, dan sebaliknnya sedemikian luar
biasa kenikmataan dan kelezatan surga, sehingga orang yang pernah
merasakan surga sesaat saja akan lupa segala penderitaan sepanjang
hidupnya di dunia.72
Mengenai macam-macam siksa yang didapat oleh penghuni
neraka itu sesuai dengan dosa yang mereka lakukan di dunia, oleh
karena itu ada yang ringan dan ada yang seberat-beratnya.73 Dengan
71 Aidh Ibn Abd Allah Al Qarni,op. Cit., hlm. 424. 72 Samsul Rizal Khamid,op.cit., hlm. 152-154. 73 Ali Muhannad Lagha, op.cit., hlm.116.
62
adanya siksa yang bertingkat-tingkat maka tempat untuk mendapatkan
siksa pun bertingkat-tingkat. Dimana neraka memiliki tujuh tingkatan
dan setiap tingkatan memiliki satu pintu masuk. Tingkatan pertama
neraka diperuntukan bagi pendosa muslim yang masih mengakui para
Nabi. Enam tingkatan yang lainnya disediakan secara berturut-turut
bagi orang-orang musyrik, pemuja api, ateis, yahudi, Kristen, dan
orang munafik. Adapun tingkatan-tingkatan neraka adalah sebagai
berikut:
1) Neraka jahanam.
2) Neraka jahim
3) Neraka sa’ir
4) Neraka saqor
5) Neraka nata
6) Neraka hawiyah
7) Neraka hutomah
Masing-masing dari tingkatan itu memiliki rumah dan jenis
siksaan tak tergantungkan. Sehingga para pendosa itu akan memohon
kematian kepada penjaga neraka, karena penderitaan luar biasa yang
mereka alami.
Demikianlah macam-macam pembalasan amal dalam agama
Islam dimana ada balasan di dunia ada balasan di akhirat dimana
pembalasan di dunia adalah sebagai ujian dan peringatan bagi
hambanya yang mengingkari-Nya dan balasan di akhirat akan ada
kaitannya dengan surga dan neraka. Dimana apabila orang tersebut
timbangan amal baiknya berat maka ia termasuk ahli surga dan
sebaliknya apabila timbangan yang berat adalah amal buruknya maka
ia termasuk ahli neraka.