Bab III Pendekatan Dan Metodologi

24
Laporan Pendahuluan DED BENDUNG DAN JARINGAN IRIGASI D.I TEHORU, P. SERAM, KAB. MALUKU TENGAH BAB 3 Pendekatan dan Metodologi III - 1 BAB III PENDAKATAN DAN METODOLOGI A. Pendekatan Bangunan dan saluran irigasi sudah dikenal orang sejak zaman sebelum Masehi. Hal ini dapat dibuktikan oleh peninggalan sejarah, baik sejarah nasional maupun sejarah dunia. Keberadaan bangunan tersebut disebabkan oleh adanya kenyataan bahwa sumber makanan nabati yang disediakan oleh alam sudah tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan manusia. Segi teknis dari persoalan pertanian ini menimbulkan permasalahan dari yang paling sederhana sampai yang paling sulit. Air tunduk pada hukum gravitasi, sehingga air dapat mengalir melalui saluran- saluran secara alamiah ke tempat yang lebih rendah. Untuk keperluan air irigasi, dengan cara yang paling sederhanapun telah dapat dicapai hasil yang cukup memadai. Kemajuan ilmu dan teknologi senantiasa memperluas batas-batas yang dapat dicapai dalam bidang keirigasian. Manusia mengembangkan ilmualam, ilmu fisika dan juga hidrolika yang meliputi statika dan dinamika benda cair. Semua ini membuat pengetahuan tentang irigasi bertambah lengkap. 1. KUALITAS AIR IRIGASI Tidak semua air cocok untuk dipergunakan bagi kebutuhan air irigasi. Air yang dapat dinyatakan kurang baik untuk air irigasi biasanya mengandung : a. Bahan kimia yang beracun bagi tumbuhan atau orang yang makan tanaman itu, b. Bahan kimia yang bereaksi dengan tanah yang kurang baik, c. Tingkat keasaman air (ph), d. Tingkat kegaraman air,

description

ded irigasi

Transcript of Bab III Pendekatan Dan Metodologi

Laporan

Pendahuluan

DED BENDUNG DAN JARINGAN IRIGASI

D.I TEHORU, P. SERAM, KAB. MALUKU TENGAH

BAB 3 Pendekatan dan Metodologi III - 1

BAB III

PENDAKATAN DAN METODOLOGI

A. Pendekatan

Bangunan dan saluran irigasi sudah dikenal orang sejak zaman sebelum

Masehi. Hal ini dapat dibuktikan oleh peninggalan sejarah, baik sejarah nasional

maupun sejarah dunia. Keberadaan bangunan tersebut disebabkan oleh adanya

kenyataan bahwa sumber makanan nabati yang disediakan oleh alam sudah

tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan manusia. Segi teknis dari

persoalan pertanian ini menimbulkan permasalahan dari yang paling sederhana

sampai yang paling sulit.

Air tunduk pada hukum gravitasi, sehingga air dapat mengalir melalui saluran-

saluran secara alamiah ke tempat yang lebih rendah. Untuk keperluan air irigasi,

dengan cara yang paling sederhanapun telah dapat dicapai hasil yang cukup

memadai.

Kemajuan ilmu dan teknologi senantiasa memperluas batas-batas yang dapat

dicapai dalam bidang keirigasian. Manusia mengembangkan ilmualam, ilmu

fisika dan juga hidrolika yang meliputi statika dan dinamika benda cair. Semua

ini membuat pengetahuan tentang irigasi bertambah lengkap.

1. KUALITAS AIR IRIGASI

Tidak semua air cocok untuk dipergunakan bagi kebutuhan air irigasi. Air

yang dapat dinyatakan kurang baik untuk air irigasi biasanya mengandung :

a. Bahan kimia yang beracun bagi tumbuhan atau orang yang makan

tanaman itu,

b. Bahan kimia yang bereaksi dengan tanah yang kurang baik,

c. Tingkat keasaman air (ph),

d. Tingkat kegaraman air,

Laporan

Pendahuluan

DED BENDUNG DAN JARINGAN IRIGASI

D.I TEHORU, P. SERAM, KAB. MALUKU TENGAH

BAB 3 Pendekatan dan Metodologi III - 2

e. Bakteri yang membahayakan orang atau binatang yang makan tanaman

yang diairi dengan air tersebut.

Sebenarnya yang menentukan besarnya bahaya adalah konsentrasi senyawa

dalam larutan tanah. Dengan demikian, kriteria yang didasarkan pada

kegaraman air irigasi hanyalah merupakan suatu pendekatan saja. Pada awal

pemakaian air yang kurang baik dalam jaringan irigasi, bahaya tersebut tidak

akan terlihat. Namun dengan bergulirnya, konsentrasi garam di dalam tanah

akan meningkat. - Sejumlah unsur dapat merupakan racun bagi tanaman atau

binatang. Misalnya kandungan boron sangat penting untuk pertumbuhan

tanaman, namun konsentrasi lebih dari 0,05 mg/liter akan dapat menggangu

sitrus, kacang-kacangan dan buah musiman. Untuk kandungan boron yang

lebih dari 4 mg/liter, semua tanaman dianggap akan mendapatkan gangguan.

Boron terkandung dalam sabun sehingga dapat merupakan faktor yang kritis

dalam penggunaan limbah bagi irigasi.

Selenium, walaupun dalam konsentrasi rendah, sangat beracun bagi ternak

dan harns dihindari. Garam-garam yang berupa kalsium, magnesium dan

potassium dapat juga berbahaya bagi air irigasi. Dalam jumlah yang

berlebihan, garamgaram ini akan mengurangi kegiatan osmotik tanaman,

mencegah penyerapan zat gizi dari tanah. Di samping itu, garam-garam ini

dapat mempunyai pengaruh kimiawi tidak langsung terhadap metabolisme

tanaman dan mengurangi kelulusan air dari tanah yang bersangkutan dan

mencegah drainasi atau aerasi yang cukup.

Konsentrasi kritis di dalam air irigasi tergantung dari berbagai faktor, namun

jumlah yang melebihi 700 mg/liter akan berbahaya bagi beberapa jenis

tanaman dan konsentrasi yang melebihi 2000 mg/liter akan berbahaya bagi

hampir seluruh tanaman.

Laporan

Pendahuluan

DED BENDUNG DAN JARINGAN IRIGASI

D.I TEHORU, P. SERAM, KAB. MALUKU TENGAH

BAB 3 Pendekatan dan Metodologi III - 3

2. SISTEM IRIGASI DAN KLASIFIKASI JARINGAN IRIGASI

Dalam perkembangannya, irigasi dibagi menjadi 3 tipe, yaitu :

a. Irigasi Sistem Gravitasi

Irigasi gravitasi merupakan sistem irigasi yang telah lama. dikenal dan

diterapkan dalam kegiatan usaha tani. Dalam sistem irigasi ini, sumber

air diambil dari air yang ada di permukaan burni yaitu dari sungai, waduk

dan danau di dataran tinggi. Pengaturan dan pembagian air irigasi

menuju ke petak-petak yang membutuhkan, dilakukan secara gravitatif.

b. Irigasi Sistem Pompa

Sistem irigasi dengan pompa bisa dipertimbangkan, apabilapengambilan

secara gravitatif ternyata tidak layak dari segi ekonomi mauupn teknik.

Cara ini membutuhkan modal kecil, namun memerlukan biaya ekspoitasi

yang besar. Sumber air yang dapat dipompa untuk keperluan irigasi

dapat diambil dari sungai, misalnya Setasiun Pompa Gambarsari dan

Pesangrahan (sebelum ada Bendung Gerak Serayu), atau dari air tanah,

seperti pompa air suplesi di 01 simo, Kabupaten Gunung Kidul,

Yogyakarta.

c. irigasi Pasang-surut

Yang dimaksud dengan sistem irigasi pasang-surut adalah suatu tipe

irigasi yang memanfaatkan pengempangan air sungai akibat peristiwa

pasang-surut air laut. Areal yang direncanakan untuk tipe irigasi ini

adalah areal yang mendapat pengaruh langsung dari peristiwa pasang-

surut air laut. Untuk daerah Kalimantan misalnya, daerah ini bisa

mencapai panjang 30 - 50 km memanjang pantai dan 10 - 15 km masuk

ke darat. Air genangan yang berupa air tawar dari sungai akan menekan

dan mencuci kandungan tanah sulfat masam dan akan dibuang pada

saat air laut surut.

Adapun klasifikasi jaringan irigasi bila ditinjau dari cara pengaturan, cara

pengukuran aliran air dan fasilitasnya, dibedakan atas tiga tingkatan, yaitu :

Laporan

Pendahuluan

DED BENDUNG DAN JARINGAN IRIGASI

D.I TEHORU, P. SERAM, KAB. MALUKU TENGAH

BAB 3 Pendekatan dan Metodologi III - 4

a. Jaringan Irigasi Sederhana

Di dalam jaringan irigasi sederhana, pembagian air tidak diukur atai

diatur sehingga air lebih akan mengalir ke saluran pembuang.

Persediaan air biasanya berlimpah dan kemiringan berkisar antara

sedang dan curam. Oleh karena itu hampir-hampir tidak diperlukan

teknik yang sulit untuk pembagian air.

Jaringan irigasi ini walaupun mudah diorganisir namun memiliki

kelemahan-kelemahan serius yakni:

1) Ada pemborosan air dan karena pada umumnya jaringan ini terletak

di daerah yang tinggi, air yang terbuang tidak selalu dapat mencapai

daerah rendah yang subur.

2) Terdapat banyak pengendapan yang memerlukan lebih banyak

biaya dari penduduk karena tiap desa membuat jaringan dan

pengambilan sendiri-sendiri.

3) Karena bangunan penangkap air bukan bangunan tetap/permanen,

maka umumya pendek.

b. Jaringan Irigasi Semi Teknis

Pada jaringan irigasi semi teknis, bangunan bendungnya terletak di

sungai lengkap dengan pintu pengambilan tanpa bangunan pengukur di

bagian hilirnya. Beberapa bangunan permanen biasanya juga sudah

dibangun di jaringan saluran. Sistim pembagian air biasanya serupa

dengan jaringan sederhana . Bangunan pengambilan dipakai untuk

melayani/mengairi daerah yang lebih luas dari pada daerah layanan

jaringan sederhana.

c. Jaringan Irigasi Teknis

Salah satu prinsip pada jaringan irigasi teknis adalah pemisahan antara

saluran irigasi/pembawa dan saluran pembuang/pematus. Ini berarti

bahwa baik saluran pembawa maupun saluran pembuang bekerja

sesuai dengan fungsinya masing-masing. Saluran pembawa

Laporan

Pendahuluan

DED BENDUNG DAN JARINGAN IRIGASI

D.I TEHORU, P. SERAM, KAB. MALUKU TENGAH

BAB 3 Pendekatan dan Metodologi III - 5

mengalirkan air irigasi ke sawah-sawah dan saluran pembuang

mengalirkan kelebihan air dari sawahsawah ke saluran pembuang.

Petak tersier menduduki fungsi sentral dalam jaringan irigasi teknis.

Sebuah petak tersier terdiri dari sejumlah sawah dengan luas

keseluruhan yang umumnya berkisar antara 50 - 100 ha kadang-kadang

sampai 150 ha. Jaringan saluran tersier dan kuarter mengalirkan air ke

sawah. Kelebihan air ditampung didalam suatu jaringan saluran

pembuang tersier dan kuarter dan selanjutnya dialirkan ke jaringan

pembuang sekunder dan kuarter. Jaringan irigasi teknis yang didasarkan

pada prinsip-prinsi di atas adalah cara pembagian air yang paling efisien

dengan mempertimbangkan waktuwaktu merosotnya persediaan air

serta kebutuhan petani. Jaringan irigasi teknis memungkinkan

dilakukannya pengukuran aliran, pembagian air irigasi dan pembuangan

air lebih secara efisien. Jika petak tersier hanya memperoleh air apda

satu tempat saja dari jaringan utama, hal ini akan memerlukan jumlah

bangunan yang lebih sedikit di saluran primer, ekspoitasi yang lebih baik

dan pemeliharaan yang lebihmurah. Kesalahan dalam pengelolaan air di

petak-petak tersier juga tidak akan mempengaruhi pembagian air di

jaringan utama.

B. METODOLOGI

1. TAHAP PERSIAPAN

Rangkaian kegiatan yang dilakukan pada tahap persiapan meliputi :

Konsolidasi Tim Kerja Konsultan

Meliputi kegiatan penyiapan tenaga ahli dan kegiatan koordinasi / diskusi

antara tenaga ahli yang terlibat dalam tim kerja konsultan. Tenaga ahli

yang akan dilibatkan harus memenuhi kriteria yang sesuai dengan

kebutuhan dan tuntutan pekerjaan (bidang keahlian, kualifikasi personil,

dan pengalaman kerja). Penentuan personil yang akan dilibatkan dilakukan

dengan mempertimbangkan tingkat efesiensi dan efektifitas kerja yang

Laporan

Pendahuluan

DED BENDUNG DAN JARINGAN IRIGASI

D.I TEHORU, P. SERAM, KAB. MALUKU TENGAH

BAB 3 Pendekatan dan Metodologi III - 6

dapat diberikan, sehingga proses pelaksanaan pekerjaan dapat

berlangsung secara efektif dan efesien pula.

Pada tahap awal, kegiatan koordinasi tim kerja konsultan bertujuan untuk

mempersiapkan segala sesuatu yang berkaitan dengan pelaksanaan

pekerjaan secara matang dan rinci, berkaitan dengan proses pekerjaan

yang akan dilakukan, Kegiatan ini meliputi penyusunan organisasi kerja,

penyusunan rencana kerja, pembagian kerja, serta kebutuhan fasilitas

pendukung yang diperlukan bagi kelancaran pelaksanaan pekerjaan. Pada

tahap selanjutnya kegiatan koordinasi dan diskusi tim kerja konsultan akan

dilakukan secara berkelanjutan (selama proses pelaksanaan pekerjaan

berlangsung), untuk memperoleh kesepakatan-kesepakatan tertentu yang

diperlukan.

Koordinasi dan Diskusi Awal dengan Tim Teknis

Dilakukan antara tim konsultan dengan tim teknis dan pemberi tugas, yang

antara lain bertujuan untuk membahas tentang berbagai persiapan yang

harus dilakukan berkaitan dengan rencana pelaksanaan pekerjaan,

termasuk dalam hal ini adalah penyamaan persepsi dan pemahaman

antara Konsultan dan Tim Teknis / Pemberi Tugas mengenai prinsip-prinsip

pekerjaan serta lingkup materi / substansi pekerjaan.

a. Melakukan Kajian Awal

Mengkaji berbagai literatur terkait, melalui kegiatan :

Kajian terhadap peraturan / perundangan terkait.

Kajian terhadap kebijakan / arahan terkait.

Kajian terhadap teori-teori yang relevan (kajian teoritis).

Kajian terhadap hasil-hasil studi yang relevan dan terkait (kajian

empiris).

Tujuan utama dari kegiatan kajian awal ini adalah untuk memperoleh

pemahaman dan penguasaan awal terhadap lingkup materi yang akan

dikaji dalam studi ini.

Laporan

Pendahuluan

DED BENDUNG DAN JARINGAN IRIGASI

D.I TEHORU, P. SERAM, KAB. MALUKU TENGAH

BAB 3 Pendekatan dan Metodologi III - 7

b. Menyusun Rencana Kerja

Kegiatan ini bertujuan untuk merumuskan rencana/metodologi

penanganan pekerjaan, sebagai suatu pegangan yang harus ditaati

oleh pihak-pihak yang terlibat dalam proses pelaksanaan pekerjaan ini.

Rumusan rencana kerja ini secara garis besar meliputi detail kegiatan

dan jadwal pelaksanaan pekerjaan, pelibatan dan jadwal penugasan

tenaga ahli, serta keluaran pekerjaan yang harus dihasilkan.

c. Pembahasan dan Penyepakatan Rencana Kerja

Rencana kerja yang telah dirumuskan harus disepakati oleh seluruh tim

kerja, yang terdiri dari Tim Konsultan, Tim Teknis dan Pemberi Kerja,

karena akan menjadi pedoman bagi seluruh pihak yang terlibat dalam

proses pelaksanaan kegiatan studi secara keseluruhan.

d. Persiapan Pelaksanaan Sosialisasi dan Koordinasi di Daerah

Sosialisasi dan koordinasi awal di daerah akan dilakukan melalui

penyelenggaraan workshop. Untuk itu akan dipersiapkan terlebih

dahulu berbagai hal yang berkaitan dengan penyelenggaraan

sosialisasi tersebut, antara lain adalah merumuskan desain

penyelenggaraan sosialisasi, menentukan pihak-pihak yang akan

dilibatkan, menyusun materi sosialisasi, dsb. Pelaksanaan sosialisasi

ini akan dilaksanakan bersamaan dengan kegiatan survey lapangan.

e. Persiapan Pelaksanaan Survey Lapangan

Sebagai langkah awal pelaksanaan survey lapangan yang akan

dilakukan pada tahap berikutnya, terlebih dahulu dilakukan beberapa

persiapan yang diperlukan agar pelaksanaan survey dapat berjalan

dengan lancar. Persiapan yang dilakukan antara lain meliputi

perumusan materi survey, desain survey dan penyiapan personil

(surveyor).

Laporan

Pendahuluan

DED BENDUNG DAN JARINGAN IRIGASI

D.I TEHORU, P. SERAM, KAB. MALUKU TENGAH

BAB 3 Pendekatan dan Metodologi III - 8

Pekerjaan : SID irigasi Daratan Tehoru

BAGAN ALIR KEGIATAN SURVAI PENGUKURAN TOPOGRAFI

Pengukuran Titik Kontrol Pengukuran Profil

MULAI

Survai Pengukuran Topografi

Pemasangan BM

Pengukuran Situasi

Analisa Data &

Perhitungan

Toleransi

Ketelitian

Penggambaran

Data

Survai Topografi

SELESAI

Ya

Tidak

Revisi

2. Kegiatan Survey dan Investigasi

a. Pengukuran Topografi

Pelaksanaan pekerjaan pengukuran topografi dalam pelaksanaannya

melalui proses pengambilan data, pengolahan data lapangan,

perhitungan, penggambaran dan penyajian data pada laporan.

Secara garis besar pengambilan data topografi meliputi :

1) Pengukuran Kerangka Dasar Horisontal.

2) Pengukuran Kerangka Dasar Vertikal.

3) Pengukuran Detail Situasi.

4) Pengukuran melintang.

Gambar 3.1. Bagan Alir Kegiatan Survey Pengukuran Topografi

Laporan

Pendahuluan

DED BENDUNG DAN JARINGAN IRIGASI

D.I TEHORU, P. SERAM, KAB. MALUKU TENGAH

BAB 3 Pendekatan dan Metodologi III - 9

Prosedur kerja lapangan dan studio diuraikan di bawah ini.

1) Peralatan yang diperlukan

Peralatan yang akan di pakai telah memenuhi persyaratan

ketelitian (kalibrasi) dan sudah di periksa dan disetujui oleh

pemberi kerja.

GPS Garmin

Theodolite T1/Wild, dipergunakan untuk kegiatan pembuatan

kerangka horizontal utama, baik untuk pemetaan situasi maupun

pengukuran trase.

Waterpass (WP), dipergunakan untuk kegiatan pembuatan

kerangka vertical dan pengukuran trase.

Theodolite To/Wild, dipergunakan untuk kegiatan pemetaan situasi

rincikan.

EDM (Electronic Distance Measure), dipergunakan untuk

pengukuran jarak akurat poligon utama

2) Titik Referensi dan Pemasangan Benchmark (BM), Control Point (CP)

dan patok kayu

Dalam pelaksanaan pengukuran topografi, akan menggunakan titik

tetap yang sudah ada sebagai titik acuan (referensi) dan harus

diketahui dan disetujui oleh pemberi kerja.

Untuk menunjang hasil kegiatan proyek, dilakukan penambahan

benchmark baik berupa BM maupun CP di beberapa lokasi untuk

menjamin akurasi pengukuran pada saat pelaksanaan konstruksi.

Dimensi patok Benchmark (BM) berukuran 20 cm x 20 cm x 100 cm

terbuat dari beton dan Control Point (CP) berukuran 10 cm x 10 cm x

80 cm atau pipa paralon diameter 4“ diisi beton cor. Keduanya

dilengkapi paku/besi beton yang dipasang menonjol setinggi 1 cm pada

bagian atas BM dan CP.

Laporan

Pendahuluan

DED BENDUNG DAN JARINGAN IRIGASI

D.I TEHORU, P. SERAM, KAB. MALUKU TENGAH

BAB 3 Pendekatan dan Metodologi III - 10

Penempatan CP dan BM pada posisi yang memudahkan kontrol

pengukuran, aman dari gangguan manusia atau hewan, tidak

mengganggu transportasi dan kegiatan rutin penduduk sekitar, diluar

areal kerja/batas pembebasan tanah untuk bangunan air dan saluran,

tetapi cukup mudah dicari dan berada dicakupan lokasi kerja. Patok CP

dan BM dilengkapi dengan kode proyek, nama, nomor dan huruf yang

akan dikonsultasikan dengan direksi.

Sesuai KAK, spesifikasi rintisan dan pemasangan patok dan patok

permanen (BM dan CP) kerangka dasar pengukuran adalah sebagai

berikut :

Pemasangan patok, BM dan CP dilaksanakan pada jalur-jalur

pengukuran sehingga memudahkan pelaksanaan pengukuran.

BM, CP dan patok di pasang sebelum pengukuran situasi

sungai/pantai dilaksanakan.

BM di pasang pada setiap jarak 2.0 km dan CP di pasang pada

setiap jarak 2.0 km (berdampingan dengan BM). Pilar-pilar tersebut

di buat dari konstruksi beton.

BM dan CP tersebut di pasang pada tempat-tempat yang aman,

stabil serta mudah ditemukan.

Apabila tidak memungkinkan untuk mendapatkan tempat yang

stabil, misalnya tanah gembur atau rawa-rawa maka pemasangan

BM dan CP tersebut harus di sangga dengan bamboo/kayu.

Patok-patok di pasang maksimal setiap jarak 100 m pada bagian

sungai yang lurus dan < 50 m pada bagian sungai yang berkelok-

kelok (disesuaikan dengan keperluan).

Patok-patok di buat dari kayu (misal kayu gelam/dolken) dengan

diameter 3 – 5 cm. Pada bagian atas patok ditandai dengan paku

payung.

Laporan

Pendahuluan

DED BENDUNG DAN JARINGAN IRIGASI

D.I TEHORU, P. SERAM, KAB. MALUKU TENGAH

BAB 3 Pendekatan dan Metodologi III - 11

Jalur rintisan/pengukuran mengikuti alur sungai dan kaki bukit.

Didalam laporan topografi akan di buat buku Diskripsi BM yang

memuat, posisi BM dan CP dilengkapi dengan foto, denah lokasi,

dan nilai koordinat (x, y, z).

40

2015

6520

100

Beton 1:2:3

Pasir dipadatkan

Pen kuningan

Tulangan tiang Ø10

Sengkang Ø5-15

Pelat marmer 12 x 12

20

1020

10

Ø6 cm

Pipa pralon PVC Ø6 cm

Nomor titik

Dicor beton

Dicor beton

7525

Benchmark Control Point

Gambar 3.2. Bentuk BM dan CP

3) Pengukuran kerangka dasar pemetaan.

Sebelum melakukan pekerjaan pemetaan areal Rencana , baik

pengukuran kerangka dasar horizontal, kerangka dasar vertikal

maupun pengukuran detail situasi, terlebih dahulu dilakukan

pematokan yang mengcover seluruh areal yang akan dipetakan.

Azimut awal akan ditetapkan dari pengamatan matahari dan

dikoreksikan terhadap azimut magnetis.

Pengukuran Jarak

Pengukuran jarak dilakukan dengan menggunakan pita ukur 100

meter. Tingkat ketelitian hasil pengukuran jarak dengan menggunakan

pita ukur, sangat tergantung kepada cara pengukuran itu sendiri dan

keadaan permukaan tanah. Khusus untuk pengukuran jarak pada

daerah yang miring dilakukan dengan cara seperti di Gambar 3.3.

Laporan

Pendahuluan

DED BENDUNG DAN JARINGAN IRIGASI

D.I TEHORU, P. SERAM, KAB. MALUKU TENGAH

BAB 3 Pendekatan dan Metodologi III - 12

Jarak AB = d1 + d2 + d3

d1d2

d3

A

B2

1

Gambar 3.3. Pengukuran Jarak Pada Permukaan Miring

Untuk menjamin ketelitian pengukuran jarak, maka dilakukan juga

pengukuran jarak optis pada saat pembacaan rambu ukur sebagai

koreksi.

Pengukuran Sudut Jurusan

Sudut jurusan sisi-sisi poligon adalah besarnya bacaan lingkaran

horisontal alat ukur sudut pada waktu pembacaan ke suatu titik.

Besarnya sudut jurusan dihitung berdasarkan hasil pengukuran sudut

mendatar di masing-masing titik poligon. Penjelasan pengukuran sudut

jurusan sebagai berikut lihat Gambar 3.4.

= sudut mendatar

AB = bacaan skala horisontal ke target kiri

AC = bacaan skala horisontal ke target kanan

Pembacaan sudut jurusan poligon dilakukan dalam posisi teropong

biasa (B) dan luar biasa (LB) dengan spesifikasi teknis sebagai berikut:

Jarak antara titik-titik poligon adalah 50 m.

Alat ukur sudut yang digunakan Theodolite T2.

Alat ukur jarak yang digunakan pita ukur 100 meter.

Jumlah seri pengukuran sudut 4 seri (B1, B2, LB1, LB2).

Laporan

Pendahuluan

DED BENDUNG DAN JARINGAN IRIGASI

D.I TEHORU, P. SERAM, KAB. MALUKU TENGAH

BAB 3 Pendekatan dan Metodologi III - 13

Selisih sudut antara dua pembacaan 2” (dua detik).

Ketelitian jarak linier (KI) ditentukan dengan rumus berikut.

000.5:1

22

d

ffKI

yx

Bentuk geometris poligon adalah loop.

A

B

C

AB

AC

Gambar 3.4. Pengukuran Sudut Antar Dua Patok.

Pengamatan Azimuth Astronomis

Pengamatan matahari dilakukan untuk mengetahui arah/azimuth awal

yaitu:

Sebagai koreksi azimuth guna menghilangkan kesalahan

akumulatif pada sudut-sudut terukur dalam jaringan poligon.

Untuk menentukan azimuth/arah titik-titik kontrol/poligon yang tidak

terlihat satu dengan yang lainnya.

Penentuan sumbu X untuk koordinat bidang datar pada pekerjaan

pengukuran yang bersifat lokal/koordinat lokal.

Pengamatan azimuth astronomis dilakukan dengan:

Alat ukur yang digunakan Theodolite T1

Laporan

Pendahuluan

DED BENDUNG DAN JARINGAN IRIGASI

D.I TEHORU, P. SERAM, KAB. MALUKU TENGAH

BAB 3 Pendekatan dan Metodologi III - 14

Jumlah seri pengamatan 4 seri (pagi hari)

Tempat pengamatan, titik awal (BM.1)

Dengan melihat metoda pengamatan azimuth astronomis pada

Gambar 3.5., Azimuth Target (T) adalah:

T = M + atau T = M + ( T - M )

di mana:

T = azimuth ke target

M = azimuth pusat matahari

(T) = bacaan jurusan mendatar ke target

(M) = bacaan jurusan mendatar ke matahari

= sudut mendatar antara jurusan ke matahari dengan

jurusan ke target

Matahari

U (Geografi)

Target

A

MT

Gambar 3.5. Pengamatan Azimuth Astronomis.

Pengukuran kerangka dasar horizontal dilakukan dengan metoda

poligon dimaksudkan untuk mengetahui posisi horizontal, koordinat (X,

Y).

Laporan

Pendahuluan

DED BENDUNG DAN JARINGAN IRIGASI

D.I TEHORU, P. SERAM, KAB. MALUKU TENGAH

BAB 3 Pendekatan dan Metodologi III - 15

Adapun spesifikasi pengukuran kerangka dasar antara lain :

Pengukuran poligon adalah untuk menentukan koordinat titik-titik

poligon yang digunakan sebagai kerangka pemetaan.

Pengukuran polygon sebagai kerangka kontrol horisontal dan

pengukuran waterpass sebagai kerangka vertikal. Pengukuran

kerangka dasar pemetaan ini harus terikat dengan benchmark

referensi dan di bagi dalam beberapa loop/kring sesuai dengan

kebutuhan.

Pengukuran poligon diikatkan pada titik tetap geodetis (titik

trianggulasi) dan titik tersebut harus masih dalam keadaan baik

serta mendapatkan persetujuan dari Direksi Pekerjaan.

Pengontrolan sudut hasil pengukuran poligon dilakukan penelitian

azimuth satu sisi dengan pengamatan matahari pada setiap jarak

2.5 km.

Sudut polygon diusahakan tidak ada sudut lancip, alat ukur yang di

pakai adalah Theodolite T2 atau yang sederajat dengan ketelitian

20” dan Elektronik Distance Meter (EDM).

Kerangka cabang dilakukan dengan ketentuan panjang sisi poligon

maksimum 100 m. Jarak kerangka cabang diukur ketinggiannya

dengan waterpass.

Selisih sudut antara dua pembacaan < 2” (dua detik).

Persyaratan pengukuran poligon utama mempunyai kesalahan

sudut (toleransi) adalah 10”n detik pada loop tertutup dimana n

adalah jumlah titik poligon. Pada poligon cabang toleransi

kesalahan sudut adalah 20”n detik dengan n adalah jumlah titik

poligon.

Salah penutup utama jarak fd <1:7.500, dimana fd adalah jumlah

penutup jarak.

Laporan

Pendahuluan

DED BENDUNG DAN JARINGAN IRIGASI

D.I TEHORU, P. SERAM, KAB. MALUKU TENGAH

BAB 3 Pendekatan dan Metodologi III - 16

Pengukuran waterpass setiap seksi dilakukan pergi-pulang yang

harus dilakukan dalam satu hari.

Jalur pengukuran waterpass harus merupakan jalur yang tertutup

dengan toleransi kesalahan beda tinggi 10√D (mm) dimana D =

panjang jarak (km).

Pengukuran sudut dilakukan dua seri (biasa dan luar biasa) muka

belakang.

Jarak di ukur dengan pita ukur.

Jalur poligon di buat dalam bentuk geometris poligon kring tertutup

(loop) melalui BM dan patok kayu dan bagian sungai/pantai berada

dalam kring tersebut.

Gambar 3.6. Contoh Pengukuran Topografi

Pengukuran Waterpass

Pengukuran ini dimaksudkan untuk mengetahui posisi tinggi elevasi

(Z), pada masing-masing patok kerangka dasar vertikal. Metoda

pengukuran yang dilakukan ini metoda waterpas, yaitu dengan

melakukan pengukuran beda tinggi antara dua titik terhadap bidang

referensi yang di pilih (LWS), jalannya pengukuran setiap titik seperti

diilustrasikan pada gambar 3.7. di bawah ini.

Laporan

Pendahuluan

DED BENDUNG DAN JARINGAN IRIGASI

D.I TEHORU, P. SERAM, KAB. MALUKU TENGAH

BAB 3 Pendekatan dan Metodologi III - 17

Gambar 3.7. Pengukuran waterpass

Spesifikasi Teknis Pengukuran Waterpass adalah sebagai berikut :

1) Maksud pengukuran waterpass adalah untuk menentukan

ketinggian titik-titik (BM, CP dan patok-patok) terhadap bidang

referensi tertentu yang akan digunakan sebagai jaring sipat datar

pemetaan.

2) Alat ukur yang dipakai adalah Automatic Level NAK-2 atau yang

sederajat dan rambu ukur alumunium 3 m.

3) Jalur pengukuran di bagi menjadi beberapa seksi.

4) Tiap seksi di bagi menjadi slag yang genap.

5) Setiap pindah slag rambu muka menjadi rambu belakang dan

rambu belakang menjadi rambu muka.

6) Pengukuran waterpass dilakukan dengan cara double stand, ring.

Panjang seksi-seksi pengukuran waterpass antara 1,00 – 2,20

km.

7) Toleransi kesalahan pembacaan stand 1 dengan stand 2 < 2 mm.

8) Jalur pengukuran mengikuti jalur poligon dan meliwati (BM).

9) Toleransi salah penutup tinggi (Sp) < 10 mm D, Dimana :

a. n = Salah penutup tinggi.

b. D = Jarak dalam satuan km.

rambu

P1 P2

P3

LWS=0,00

Laporan

Pendahuluan

DED BENDUNG DAN JARINGAN IRIGASI

D.I TEHORU, P. SERAM, KAB. MALUKU TENGAH

BAB 3 Pendekatan dan Metodologi III - 18

10) Pengukuran waterpass diikatkan pada titik tetap ketinggian

geodetis yang ada di dekat daerah pengukuran atau titik referensi

lain yang ditetapkan oleh Direksi Pekerjaan.

11) Pembacaan rambu dengan tiga benang (benang atas, tengah dan

bawah).

12) Pengukuran sifat datar ini dilakukan melalui titik-titik poligon dan

patok lainnya yang digunakan untuk pengukuran situasi dan profil

melintang sungai/pantai.

Pengukuran Situasi Detail

Penentuan posisi (x,y,z) titik detail dilakukan pengukuran situasi

dengan metoda pengukuran Tachymetri. Adapun spesifikasi teknis

pengukuran situasi detail adalah sebagai berikut :

1) Alat yang digunakan theodolite T.2.

2) Titik detail terikat terhadap patok yang sudah punya nilai koordinat

dan elevasi.

3) Pengambilan data menyebar ke seluruh areal yang dipetakan

dengan kerapatan disesuaikan dengan kondisi lapangan dan skala

peta 1 : 1.000 dan 1 : 2.000.

4) Pengukuran penampang memanjang dan penampang melintang

sungai/pantai.

Maksud dari kegiatan ini adalah untuk mendapatkan informasi terukur

yang dapat dipergunakan dalam perencanaan bangunan serta

perkiraan volume galian dan timbunan.

Untuk mengetahui bentuk permukaan pantai dan bentuk sungai maka

dilakukan pengukuran profil (cross section).

Spesifikasi pengukuran penampang memanjang dan melintang

sebagai berikut :

Laporan

Pendahuluan

DED BENDUNG DAN JARINGAN IRIGASI

D.I TEHORU, P. SERAM, KAB. MALUKU TENGAH

BAB 3 Pendekatan dan Metodologi III - 19

Pengukuran dilakukan di sepanjang pantai dan sungai pada patok-

patok profil yang telah dipasang.

Interval profil 50 m dan 100 m.

Pengukuran profil tegak lurus pantai dan sungai.

Pengukuran terikat terhadap titik poligon.

Pengukuran situasi dan penampang dilakukan bersama-sama.

Alat ukur yang di pakai adalah Thedolite T0 atau yang sederajat.

Metode yang dipergunakan adalah metode tachimetri.

Pengukuran dilaksanakan dengan sitem raai.

Jalur raai merupakan panjang penampang melintang sungai.

Penampang melintang di buat dengan interval jarak 100 m pada

bagian sungai yang lurus dan < 50 m pada bagian sungai yang

berkelok-kelok atau disesuaikan dengan keperluan.

Penampang memanjang diambil pada dasar sungai yang terdalam

termasuk peil-peil muka air tanah terendah, normal dan tertinggi.

Detail yang ada di lapangan di ukur, terutama kampung, lembah,

bukit, jembatan dan lain-lain.

Setiap 50 m atau 25 m titik poligon diukur dengan meter ukur baja

dan harus diikatkan pada patok kerangka utama.

Pengamatan matahari harus dilakukan setiap 2,5 km.

Setiap titik poligon harus diukur ketinggiannya.

Profil memanjang dan melintang dilakukan dengan interval jarak

100 m dan pada belokan diukur setiap 50 m dengan koridor 100 m

kekiri dan kekanan dari tepi sungai.

Jika trase memotong anak sungai, maka alur sungai tersebut harus

di ukur profil melintangnya.

Laporan

Pendahuluan

DED BENDUNG DAN JARINGAN IRIGASI

D.I TEHORU, P. SERAM, KAB. MALUKU TENGAH

BAB 3 Pendekatan dan Metodologi III - 20

Titik detail trase di ambil dari data profil melintang, sedangkan

detail lainnya yang ada diantara profil melintang harus di ukur

dengan cara dirincikan sehingga kerapat titik detail 2 cm pada

petanya.

Pengukuran penampang melintang sungai untuk lebar B ≤ 100 m

dapat dilakukan dengan menggunakan waterpass atau To untuk

lebar > 100 m akan dilakukan beberapa titik di tepi sungai berjarak

25 – 50 m dari muka air sungai sedangkan profil sungai akan

diukur dengan sistim colokan jika kedalaman air h ≤ 3 m, jika h > 3

m dilakukan dengan echosounder.

Titik-titik pengukuran penampang melintang direncanakan seperti

gambar berikut :

Gambar 3.8. Profil Melintang Sungai

Gambar 3.9. Profil Melintang Sungai untuk Lebar Sungai B > 100 m

As Tepi kiri Tepi kanan

Bts Koridor Bts Koridor

As Tepi kiri Tepi kanan

Bts Koridor Bts Koridor 2,5 m 2,5 m Colok / Echosounder

Laporan

Pendahuluan

DED BENDUNG DAN JARINGAN IRIGASI

D.I TEHORU, P. SERAM, KAB. MALUKU TENGAH

BAB 3 Pendekatan dan Metodologi III - 21

Gambar 3.10. Profil Melintang Pantai

Perhitungan hasil ukur

Perhitungan harus dilaksanakan di lapangan, dengan kontrol

perhitungan oleh pengawas lapangan dan tiap selesai 1 hari

pengukuran data diserahkan untuk di cek dan dibubuhi paraf oleh

pengawas lapangan.

Perhitungan dilakukan 2 (dua) kali, yaitu perhitungan sementara

dan perhitungan definitif. Perhitungan data lapangan merupakan

perhitungan sementara untuk mengetahui ketelitian ukuran.

Perhitungan definitip adalah perhitungan yang sudah

menggunakan hitungan perataan oleh tenaga ahli geodesi. Hasil

perhitungan ini akan digunakan untuk proses penggambaran.

Setiap hasil perhitungan harus diasistensikan dan disetujui

supervisor lapangan.

Semua data azimuth hasil pengamatan matahari harus di pakai

dalam perhitungan, jika ada yang tidak di pakai harus ada

persetujuan dengan direksi.

Semua titik kerangka utama/cabang harus di hitung koordinat dan

ketinggiannya.

P1

rambu

Laporan

Pendahuluan

DED BENDUNG DAN JARINGAN IRIGASI

D.I TEHORU, P. SERAM, KAB. MALUKU TENGAH

BAB 3 Pendekatan dan Metodologi III - 22

Semua data ukur asli dan perhitungan perataannya diserahkan ke

direksi pekerjaan.

Penggambaran

Penggambaran hasil pengukuran mengacu kepada standard

penggambaran yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal

Pengairan.

Penggambaran draft dapat dilaksanakan dengan penggambaran

secara grafis, dengan menggunakan data ukur sudut dan jarak.

Penggambaran peta situasi definitif dilakukan, setelah hasil

perhitungan definitif selesai dilaksanakan sehingga koordinat

sebagai kerangka horizontal dan spot height sebagai kerangka

vertikal telah dilakukan hitungan perataannya.

Peta ikhtisar skala 1 : 10.000 s/d 1 : 25.000 dengan interval kontur

1,0 m di buat pada kertas kalkir ukuran A1.

Semua titik koordinat kerangka utama dan cabang di gambar

dengan sistem koordinat.

Indek kontur di tulis setiap garis kontur.

Kontur di kampung di gambar tidak boleh putus.

Sistem grid yang di pakai adalah sistem proyeksi UTM.

b. Survey Hidrologi

Kegiatan survai hidrologi meliputi :

1) Pengumpulan data curah hujan terbaru minimum selama 10 tahun

dari beberapa stasiun-stasiun terdekat

2) Pengumpulan data klimatologi lainnya terbaru minimum selama 5

tahun dari stasiun terdekat.

3) Pengumpulan data/informasi banjir (tinggi, lamanya perkiraan luas

genangan dan dampaknya).

Laporan

Pendahuluan

DED BENDUNG DAN JARINGAN IRIGASI

D.I TEHORU, P. SERAM, KAB. MALUKU TENGAH

BAB 3 Pendekatan dan Metodologi III - 23

4) Pengumpulan data yang berkaitan dengan karakteristik DPS antara

lain: keadaan vegetasi daerah pengaliran, sifat dan jenis tanah dan

debit rata-rata pada waktu keadaan normal, tahun kering dan tahun

basah.

Kegiatan survai hidrometri meliputi :

Pengukuran kecepatan aliran.

Pengukuran kecepatan aliran sungai dilakukan pada bagian aliran (di

sungai) yang tidak terpengaruh pasang surut, kegiatan pengukuran

dilakukan di 3 titik yang ditempatkan di hulu sungai, hilir sungai dan

sungai cabang dengan ketentuan sebagai berikut :

1) Jika kedalaman air > 0,50 m, di pakai alat Current Meter.

Untuk kedalaman aliran > 1,50 m, pengukuran kecepatan

dilakukan pada kedalaman 0,20, 0,60 dan 0,80 dari kedalaman

aliran untuk masing-masing lokasi (bagian tengah dan pinggir

aliran).

Untuk kedalaman aliran antara 0,50 – 1,50 m, pengukuran

kecepatan dilakukan pada kedalaman 0,50 m dari kedalaman

aliran pada bagian tengah aliran.

2) Jika kedalaman aliran < 0,50 m, di pakai alat metode pengukuran

kecepatan aliran dengan menggunakan pelampung.

3) Interval pias pengukuran terhadap lebar permukaan sungai adalah

: B < 50 m, jumlah 3 pias.

B = 50-100 m, jumlah 4 pias.

B = 100 – 200 m, jumlah 5 pias.

B = 200 – 400 m, jumlah 6 pias.

Laporan

Pendahuluan

DED BENDUNG DAN JARINGAN IRIGASI

D.I TEHORU, P. SERAM, KAB. MALUKU TENGAH

BAB 3 Pendekatan dan Metodologi III - 24

4) Kedalaman pengukuran (D) dan perhitungan kecepatan rata - rata

(Vm) :

D < 0.60 m, satu titik pengukuran, Vm = V0.6

D = 0.60 – 1.50 m, dua titik pengukuran, Vm = ½ (V0.2 + V0.8)

D > 1.50 m, tiga titik pengukuran, Vm = ¼ (V0.2 +2V0.6 + V0.8)

5) Pengukuran penampang sungai di titik pengukuran debit.

6) Pengikatan muka air sungai dan bak ukur muka air (peil schaal)

dengan patok topografi untuk mendapatkan kesatuan sistim elevasi

tanah dengan muka air.

c. Survey Sosial Ekonomi

Survey ini bertujuan untuk mendapatkan data tentang kondisi social

ekonomi penduduk setempat, survey ini dilakukan dengan cara :

Melakukan interview terhadap pihak-pihak maupun instansi terkait

dengan permasalahan banjir yaitu Masyarakat setempat, Pamong

Desa, Kecamatan, Pemda, Dinas Pertanian, Dinas Kehutanan, Dinas

Perikanan, BPS, Bappeda, Dinas Pertambangan, Dinas Kimpraswil,

dan sebagainya.

Menyebarkan quesioner.

Survey langsung ke lokasi di rencana irigasi akan dibangun.