BAB III Pendekatan Teori
-
Upload
fajar-rizky -
Category
Documents
-
view
221 -
download
0
Transcript of BAB III Pendekatan Teori
-
8/19/2019 BAB III Pendekatan Teori
1/8
9
PENDEKATAN TEORI
A. Perpindahan Panas
Perpindahan panas didefinisikan sebagai ilmu umtuk meramalkan
perpindahan energi yang terjadi karena adanya perbedaan suhu diantara benda
atau material (Holman,1986). Perpindahan panas berhubungan dengan laju
perpindahan panas dan penyebaran suhu dalam sistem.
Pada alat penukar panas, perpindahan panas berlangsung dengan cara:
1. Konduksi
Konduksi adalah perpindahan panas melalui kontak langsung antara
molekul zat yang berbeda suhu. Besaran perpindahan panas secara konduksi
tergantung pada nilai konduktivitas panas bahan.
2. Konveksi
Konveksi merupakan perpindahan panas yang dihubungkan dengan
pergerakan fluida. Jika fluida bergerak karena adanya gaya gerak dari luar
maka disebut konveksi paksa, sedangkan jika pergerakan fluida terjadi karena
perbedaan masa jenis yang disebabkan oleh perbedaan suhu disebut konveksi
alami.
2.1. Konveksi Alami
Konveksi alami dipengaruhi oleh perbandingan antara gaya apung dan
kekentalan fluida atau disebut dengan bilangan Grashof. Semakin besar
bilangan Grashof maka perpindahan panasnya semakin efektif. Konveksi
bebas dapat diselesaikan dengan menggunakan persamaan (Holman,1986)
berikut:
….................................................... (1)
........................................................... (2)
…................................................................ (3)
2
3)(
ν
β ϖ xT T g Gr −
= ∞
mGr C Nu Pr)(=
x
k Nuh =
-
8/19/2019 BAB III Pendekatan Teori
2/8
10
Dimana :
g = gravitasi (9.8m/s)
β = koefisien muai panas udara (1/K)
ν = viskositas kinematik (m3 /s)
Pr = bilangan Prandtl
Nud = bilangan Nusselt
Gr = bilangan Grashof
Tw = suhu dinding (oC )
T = suhu antara dua dinding(oC )
x = tinggi bidang tegak (m)
C,m = konstanta berdasar nilai GrPr pada geometri tertentu.
2.2. Konveksi Paksa
Untuk aliran yang terjadi karena adanya gaya tambahan dari luar, maka
koefisien pindah panas pada penukar panas yang disusun berupa pipa, dapat
dicari dengan menggunakan persamaan (Holman, 1986) berikut.
14.031
3
1
Pr)(Re86.1
=
w
d L
d Nu
µ
µ ..................................... (4)
Persamaan diatas berlaku untuk perpindahan kalor aliran laminer (Re <
5 x105 ). Sedangkan untuk aliran turbulen (Re > 5 x105 ) digunakan persaman:
14.0
3
1
8.0 Pr Re027.0
=
w
d Nuµ
µ ......................................... (5)
Dimana :
µ
ρν d m=Re .................................................................. (6)
-
8/19/2019 BAB III Pendekatan Teori
3/8
11
B. Kolektor Surya
Jumlah panas yang terkumpul pada suatu kolektor merupakan
keseimbangan antara jumlah panas terserap dan panas yang hilang dari sistem
kolektor tersebut. Untuk menghitung jumlah panas yang terkumpul digunakan
persamaan Kamaruddin (1998) sebagai berikut :
Qb = Qc – Ql ..................................................................... (7)
Dimana :
Qb = jumlah panas terkumpul (W/ m2 )
Qc = jumlah panas terserap (W/ m2 )
Ql = jumlah panas hilang dari kolektor (W/ m2 )
Jumlah panas yang masuk ditentukan dengan menggunakan persamaan
berikut :
)(τα pc IAQ = .................................................................... (8)
Dimana :
(τ α ) = hasil perkalian koefisien tembus cahaya penutup
transparan dan koefisien penyerap panas energi surya oleh
plat penyerap.
I = laju radiasi surya yang ditangkap oleh permukaan kolektor
(W/ m2 )
A p = luas plat kolektor (m2)
Sedangkan jumlah panas yang hilang dari kolektor dapat ditentukan
dengan menggunakan persaman berikut :
( )acc
s
sbt l T T A
AU U U Q −
++= ................................ (9)
Dimana :
U t = kehilangan panas bagian atas kolektor (W/ m2 oC )
U b = kehilangan panas dari bagian bawah kolektor (W/ m2 oC )
U s = kehilangan panas dari bagian samping kolektor (W/ m2 oC )
A s = luas sisi kolektor (m2)
Ac = luas permukaan kolektor (m2)
T c = suhu permukaan absorber (oC)
T a = suhu udara sekeliling ( oC)
-
8/19/2019 BAB III Pendekatan Teori
4/8
12
Kehilangan panas pada bagian atas kolektor dicari dengan
menggunakan persamaan :
∆+
=
tk k
x
h
U tk
t 1
1 …….................................................... (10)
Dimana :
U t = kehilangan panas pada bagian atas kolektor ( W/m2 oC)
h = koefisien pindah panas konveksi pada fluida yang mengalir
di bagian dalam polikarbonat atau konveksi secara alami
(W/ m2 oC )
∆xtk = tebal tutup kolektor (m)
k tk = konduktivitas panas tutup kolektor (W/ m2 oC )
Kehilangan panas pada bagian bawah kolektor dicari dengan
menggunakan persamaan :
∆+
=
g
g b
k
x
h
U 1
1 ................................................... (11)
Dimana :
U b = kehilangan panas pada bagian bawah kolektor ( W/m2 oC)
h = koefisien pindah panas konveksi pada fluida yang mengalir
di bagian dalam glas wool atau konveksi secara alami
(W/ m2 oC)
∆x xp = tebal glas wool (m)
k p = konduktivitas panas glas wool (W/ m2 oC)
Karena biasanya luas bagian samping kolektor sangat kecil
dibandingkan dengan permukaan atas atau permukaan bawah dari kolektor,
maka biasanya panas yang hilang dari bagian samping tadi diabaikan.
-
8/19/2019 BAB III Pendekatan Teori
5/8
13
Dengan demikian maka keseimbangan energi pada kolektor datar
dinyatakan dengan menggunakan persamaan berikut :
( ) ( )ac p L pb T T AU IAQ −−= τα ................................. (12)
Dimana :
bt L U U U += ............................................................ (13)
Efisiensi kolektor datar (ηc) merupakan perbandingan antara jumlah
panas yang terkumpul dan panas yang datang Kamaruddin (1998) atau :
ηc =
−−
I
T T U ac Lτα .............................................. (14)
C. Tungku Pembakaran
Pada pembakaran sempurna, bahan bakar akan menghasilkan sejumlah
energi panas yang umumnya disebut sebagai nilai kalor panas. Nilai kalor
panas bahan bakar yang umumnya digunakan sebagai patokan adalah nilai
kalor panas pada tingkat rendah ( Low Heating Value = LHV ) yang biasa
diperoleh antara lain dengan cara pengukuran menggunakan alat Bomb
Calorimeter.
Pada pembakaran secara aktual energi panas yang dihasilkan
umumnya lebih kecil dari nilai kalor panas bahan bakar yang bersangkutan
karena pembakaran berlangsung tidak habis atau tidak sempurna.
Perbandingan antara jumlah energi panas yang dihasilkan dengan nilai kalor
panas bahan bakar disebut sebagai effisiensi pembakaran.
Efisiensi sistem tungku merupakan perbandingan antara jumlah energi
yang digunakan untuk meningkatkan suhu ruangan dengan energi yang
diberikan oleh tungku pemanas, dinyatakan dalam persamaan Kamaruddin
(1998) berikut :
ηt=Cvm
T T Cpm
b
auinuu )( − .................................................. (15)
-
8/19/2019 BAB III Pendekatan Teori
6/8
14
Dimana :
um = massa udara (kg)
uCp = panas jenis udara (kJ/kgoC)
uinT = suhu ruang pengering (oC )
aT = suhu lingkungan (oC )
bm = masa bahan bakar (kg)
Cv = nilai kalor bahan bakar (kJ/kg)
D. Sistem Penukar Panas
Analisis unjuk kerja dari penukar panas akan dipengaruhi oleh
deskripsi fisik dari parameter-parameter yang terlibat. Hal pertama yang perlu
diketahui adalah bentuk aliran dari fluida seperti Crossflow, parallelflow atau
counterflow maupun penukar panas dengan model sheel and tube serta berapa
kali fluida akan melewati masing-masing pipa dalam penukar panas. Kedua
adalah dimensi fisik dari penukar panas seperti ukuran pipa, bahan dari pipa
serta jumlah total permukaan pindah panas yang terlibat.
Perhitungan unjuk kerja dari penukar panas didasarkan pada konsep
keseimbangan energi yang terjadi sepanjang penukar panas dan efektifitas dari
penukar panas.
Laju perpindahan panas untuk berbagai tipe penukar panas dapat
ditentukan dengan menggunakan persaman berikut (Kreith,1973) :
TLog UAQ ∆= ................................................................. (16)
Dimana :
U = koefisien pindah panas keseluruhan (W/ m2 o
C
)
A = total luas pindah panas ( m2 )
∆T Log = beda suhu keseluruhan logaritmik (oC)
Koefisien pindah panas keseluruhan untuk penukar panas yang
berbentuk pipa dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan berikut
(Holman,1986) :
-
8/19/2019 BAB III Pendekatan Teori
7/8
15
U =
+
+
ho Ao
Ai
KL
r
r AiLn
hi
i
o
1
2
1
1
π
.......................................... (17)
Dimana :
k = konduktivitas panas bahan penukar panas (W/m oC )
hi = koefisien pindah panas konveksi pada fluida yang mengalir
dibagian dalam pipa atau konveksi secara alami (W/ m2 oC )
ho= koefisien pindah panas konveksi pada fluida yang mengalir
dibagian luar pipa atau konveksi secara paksa (W/ m2 o
C )r o = jari - jari luar pipa (m)
r i = jari - jari dalam pipa (m)
Ai= luas dalam tabung (m2)
L = panjang pipa (m)
Sedangkan beda suhu keseluruhan logaritmik didapat dengan
menggunakan persamaan:
∆T Log =
2
1
21
T
T Ln
T T
∆
∆
∆−∆ ...................................................... (18)
Dimana :
∆T 1 = Thi – Tco ............................................................... (19)
∆T 2 = Tho – Tci .............................................................. (20)
Dengan :
Thi = suhu udara pembakaran masuk penukar panas (oC)
Tho = suhu udara pembakaran ke luar dari penukar panas (oC )
Tci = suhu udara pengering masuk penukar panas (oC )
Tco = suhu udara pengering yang keluar dari penukar panas (oC )
-
8/19/2019 BAB III Pendekatan Teori
8/8
16
Keefektifan penukar panas merupakan perbandingan laju perpindahan
panas yang sebenarnya dalam penukar panas terhadap laju pertukaran panas
maksimum yang mungkin. Keefektifan penukar panas dihitung dengan
menggunakan persamaan (Holman,1986) :
( )[ ]{ } N eC C
−−−−
= 1exp1
1ε ....................................... (21)
Dimana :
minC
UA NTU N == ........................................................... (22)
( )
( )maksmaks mCp
mCp
C
C C minmin == ................................................. (23)
Dimana :
ε = efektifitas penukar panas
NTU = satuan perpindahan panas
C = laju kapasitas udara (W/ oC)
m = laju aliran massa udara (kg/dt)
Cp = panas jenis udara (kJ/kg.oC)
Cmin = laju kapasitas udara yang lebih kecil (kW/ o
C)
Cmax = laju kapasitas udara yang lebih besar (kW/ oC)