Bab IV Penanganan Lumpur

44
129 PERENCANAAN BANGUNAN PENGOLAHAN AIR BUANGAN BAB IV PENANGANAN DAN PEMBUANGAN LUMPUR 4.1 Pendahuluan Penanganan dan pembuangan lumpur yang dihasilkan dari setiap unit pengolahan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) perlu direncanakan secara serius. Pada umumnya, zat padat yang berasal dari hasil penyaringan (screening) dan pasir dari kolam pasir (grit chamber) dibuang dengan metoda landfill. Sementara itu, zat padat yang berasal dari unit lain perlu ditangani secara lebih kompleks, mengingat kandungan zat padat itu hanya sekitar 0,5 5 % dari lumpur yang dihasilkan. Disamping menimbulkan bau, kandungan air lumpurnya juga sangat besar. Secara umum, sistem penanganan dan pembuangan lumpur terdiri dari ; pemadatan (thickening), stabilisasi (stabilization), pengeringan (dewatering), dan pembuangan (disposal). Untuk menghasilkan sistem penanganan dan pembuangan lumpur yang ekonomis bagi lumpur dengan karakteristik tertentu, perlu dilakukan kombinasi dari beberapa proses di atas. Gambar berikut memperlihatkan jenis-jenis unit operasi dan unit proses dari tahapan penanganan dan pembuangan lumpur yang lazim digunakan. Gambar 4.1 Unit Operasi dan Unit proses yang Dipergunakan Proses yang dipilih bergantung sumber dan karakteristik lumpur serta metoda disposal yang akan digunakan. Misalnya; lumpur aktif lebih tepat dipadatkan dengan sistem flotasi daripada menggunakan sistem gravitasi, pembakaran lumpur sangat tepat untuk jenis lumpur yang mempunyai kalor bakar tinggi, dan sebagainya. Unit pengolahan yang paling banyak menghasilkan lumpur berasal dari proses biologis atau proses kimiawi. Dalam kaitan Thickening 1. Gravity 2. Flotation 3. Centrifu- gation Stabilization 1. Chlorine Oxidation 2. Lime Stabilization 3. Heat treatment 4. Aerobic Digestion 5. Anaerobic Digestion Conditioning 1. Chemical 2. Elutriation 3. Heat treatment Dewatering 1. Vacum Filter 2. Filter press 3. Horizontal Belt Filter 4. Centrifuga tion 5. Drying beds Disposal 1. Land application 2. Composting 3. Land Filling 4. Incineration 5. Recalcination Lumpur dari proses pengolahan

description

Pengolahan lumpur

Transcript of Bab IV Penanganan Lumpur

Page 1: Bab IV Penanganan Lumpur

129

PERENCANAAN BANGUNAN PENGOLAHAN AIR BUANGAN

BAB IV

PENANGANAN DAN PEMBUANGAN LUMPUR

4.1 Pendahuluan

Penanganan dan pembuangan lumpur yang dihasilkan dari setiap unit pengolahan

Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) perlu direncanakan secara serius. Pada umumnya,

zat padat yang berasal dari hasil penyaringan (screening) dan pasir dari kolam pasir (grit

chamber) dibuang dengan metoda landfill. Sementara itu, zat padat yang berasal dari unit

lain perlu ditangani secara lebih kompleks, mengingat kandungan zat padat itu hanya sekitar

0,5 – 5 % dari lumpur yang dihasilkan. Disamping menimbulkan bau, kandungan air

lumpurnya juga sangat besar.

Secara umum, sistem penanganan dan pembuangan lumpur terdiri dari ; pemadatan

(thickening), stabilisasi (stabilization), pengeringan (dewatering), dan pembuangan

(disposal). Untuk menghasilkan sistem penanganan dan pembuangan lumpur yang

ekonomis bagi lumpur dengan karakteristik tertentu, perlu dilakukan kombinasi dari

beberapa proses di atas. Gambar berikut memperlihatkan jenis-jenis unit operasi dan unit

proses dari tahapan penanganan dan pembuangan lumpur yang lazim digunakan.

Gambar 4.1 Unit Operasi dan Unit proses yang Dipergunakan

Proses yang dipilih bergantung sumber dan karakteristik lumpur serta metoda

disposal yang akan digunakan. Misalnya; lumpur aktif lebih tepat dipadatkan dengan sistem

flotasi daripada menggunakan sistem gravitasi, pembakaran lumpur sangat tepat untuk jenis

lumpur yang mempunyai kalor bakar tinggi, dan sebagainya. Unit pengolahan yang paling

banyak menghasilkan lumpur berasal dari proses biologis atau proses kimiawi. Dalam kaitan

Thickening

1. Gravity

2. Flotation

3. Centrifu-

gation

Stabilization

1. Chlorine

Oxidation

2. Lime

Stabilization

3. Heat

treatment

4. Aerobic

Digestion

5. Anaerobic

Digestion

Conditioning

1. Chemical

2. Elutriation

3. Heat

treatment

Dewatering

1. Vacum

Filter

2. Filter press

3. Horizontal

Belt Filter

4. Centrifuga tion

5. Drying beds

Disposal

1. Land

application

2. Composting

3. Land Filling

4. Incineration

5. Recalcination

Lumpur

dari proses

pengolahan

Page 2: Bab IV Penanganan Lumpur

130

PERENCANAAN BANGUNAN PENGOLAHAN AIR BUANGAN

dengan proses pengolahan air limbah oleh IPAL secara keseluruhan, diagram alir proses

dewatering dan disposal dapat lebih rinci dilihat pada Gambar 4.2.

Page 3: Bab IV Penanganan Lumpur

131

PERENCANAAN BANGUNAN PENGOLAHAN AIR BUANGAN

PRIMARY TREATMENT

RAW WASTEWATER

SPILL POND

EQUALIZATION

NEUTRALIZATION

CHEMICAL

COAGULATION

FLOTATION

SEDIMENTATION

FILTRATION

TRICKLING

FILTER

ANAEROBIC

BIOLOGICAL

AERATED

LAGOON

RBC

ACT.SLUDGE

FILTRATION

OZONATION

ADSORPTION

DISCHARGE

TO WATER

FILTRATION

TO

DISCHARGE /

POTW

GAC

ADSORPSI

AIR

STRIPPING

SLUDGE

DEWATERING

LAND

DISPOSAL

PAC

T

NITRIFICATION /

DENITRIFICATION

COAGULANT

SECONDARY TERTIARY

TREATMENT

PRECIPITATION

REDOX OXIDATION

ORGANIC

AMMONIA

ORGANIC

CHEMICAL

HEAVY

METAL

IN PLANT

TREATMENT

GRAVITY

THICKENING DAF

CENTRIFUGATION

DRYING FILTRATION

SLUDGE DIGESTION

LAGOONING

INCINERATION

SLUDGE DISPOSAL

Gambar 4.2 Diagram Alir Proses

Dewatering dan Disposal Lumpur

Page 4: Bab IV Penanganan Lumpur

132

PERENCANAAN BANGUNAN PENGOLAHAN AIR BUANGAN

4.2 Pemadatan Lumpur

A. Gravity Thickener

Proses pemadatan lumpur dengan sistem gravitasi ini bertujuan untuk

mengkonsentrasikan zat padat di dasar bak (solids underflow) dan mengurangi volume

lumpurnya. Proses ini digunakan untuk lumpur primer (lumpur yang berasal dari proses

pengolahan air limbah tahap pertama), lumpur sekunder (lumpur yang berasal dari proses

pengolahan tahap kedua), atau kombinasi di antara keduanya.

Proses ini dijalankan dalam tanki yang dilengkapi dengan mekanisme penyapu zat

padat yang terendap dengan berotasi secara perlahan sehingga meningkatkan pengendapan

dan pemadatan (Gambar 4.3).

Gambar 4.3 Gravity Thickener

Sesuai dengan tujuannya di atas, untuk mendapatkan konsentrasi underflow tertentu

yang diharapkan, luas areal thickener dihitung berdasarkan pembebanan massa (mass

loading atau solids loading, kg / m2.hari atau unit area (m2 / kg.hari). Mass loading dapat

ditetapkan berdasarkan percobaan di laboratorium yang mempergunakan test silinder.

Untuk air limbah kota, pembebanannnya berkisar antara 19,5 kg/m2.hari (untuk lumpur

aktif) sampai dengan 107 kg/m2.hari untuk lumpur primer.

Prosedur perencanaan gravity thickener telah dikemukakan oleh Dick. Kriteria yang

paling penting adalah mass loading atau juga solids flux yang dinyatakan dalam kg/m2.d.

Flux limit yang dapat menghasilkan undeflow yang diinginkan didefinisikan sebagai berikut:

GL = A

Qo.Co . M / A ............................................................................(4.1)

Page 5: Bab IV Penanganan Lumpur

133

PERENCANAAN BANGUNAN PENGOLAHAN AIR BUANGAN

Di mana:

Q0 = debit influen (m3 / hari)

C0 = konsentrasi solids influen ( kg/m3)

M = Solids loading (kg /hari)

GL = Solids flux limit (kg/m2.hari)

A = Luas area (m2)

Solids flux limit, dapat diperoleh dari hubungan berikut ini:

Kapasitas thickener untuk menghilangkan solids pada kondisi batch, adalah:

GB = Ci . Vi ..............................................................................................(4.2)

di mana:

GB = flux pada kondisi batch (kg/m2.hari)

Ci = konsentrasi solids (kg/m3)

Vi = Kecepatan pengendapan pada konsentrasi Ci (m/hari)

Hubungan antara Vi dan Ci secara grafis adalah linier untuk rentang konsentrasi tertentu,

seperti yang dapat dilihat pada Gambar 4.4 untuk lumpur aktif.

Gambar 4.4 Karakteristik Pengendapan Lumpur

Page 6: Bab IV Penanganan Lumpur

134

PERENCANAAN BANGUNAN PENGOLAHAN AIR BUANGAN

Pada thickener kontinyu, removal solids dipengaruhi oleh gravitasi dan oleh

kecepatan akibat adanya pembuangan lumpur di dasar tanki, sehingga:

GU = Ci . Vi + Ci. U. ................................................................................(4.3)

Di mana:

GU = flux pada kondisi kontinyu (kg/m2.hari)

U = kecepatan lumpur akibat pembuangan lumpur dari dasar tanki (m/hari)

Oleh karena itu, nilai G dapat divariasikan dengan mengontrol nilai U karena

besarnya U ditentukan oleh kecepatan pemompaan pada dasar tanki.

Misalkan removal solids dari dasar tanki adalah :

U = u

L

u

uuu

C

G

CA

M

A

QC

A

Q

.

. .......................................................(4.4)

Di mana:

Qu = debit underflow (m3/hari)

Cu = konsentrasi underflow (kg / m3)

Dari persamaan 4.4 terlihat bahwa dengan menaikkan U, berarti akan menurunkan

konsentrasi underflow Cu.

Gambar 4.5 Kurva untuk menetapkan flux limit pada thickener

Page 7: Bab IV Penanganan Lumpur

135

PERENCANAAN BANGUNAN PENGOLAHAN AIR BUANGAN

Gambar 4.5 dapat dipergunakan untuk menetapkan flux limit (GL) untuk konsentrasi

underflow tertentu (Cu) karena slope setiap garis yang menghubungkan GL pada sumbu-y

dengan Cu pada sumbu-x, pada kurva flux kondisi 4.5 diperoleh dengan memplot GB versus Ci

dalam persamaan 4.2.

Luas area thickener yang diharapkan, yaitu A, kemudian dihitung dengan persamaan

4.1. Perlu dicatat bahwa besarnya Cu harus lebih kecil daripada konsentrasi maksimum yang

masih dapat teratasi, C ∞. Besarnya C ∞ ditentukan dari percobaan, di mana:

Co = konsentrasi awal

Ho = Ketinggian awal

C∞ = Konsentrasi akhir

H∞ = Ketinggian akhir.

Contoh Soal Gravity Thickener:

Lumpur yang berasal dari proses pengolahan air limbah secara kimia akan dipadatkan

dengan proses gravity thickening, dari 0,5 - 4 %. Konsentrasi lumpur rata-rata adalah

550.000 gal/hari (2802 m3/hari) dengan variasi antara 450.000 sampai 700.000

gal/hari (1703-2650 m2/hari). Tentukan luas area thickener yang diperlukan dan

konsentrasi underflow pada aliran minimum.

Hubungan antara kecepatan pengendapan dengan konsentrasi suspended solids (SS)

diperlihatkan pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1 Data Pengendapan dalam Kondisi Batch

Konsentrasi

Solids, %

Kecepatan Pengendapan,

ft/jam

0,50

0,75

1,00

1,25

1,50

2,00

4,00

6,00

7,5

5,5

4,2

3,1

1,5

0,50

0,075

0,030

Page 8: Bab IV Penanganan Lumpur

136

PERENCANAAN BANGUNAN PENGOLAHAN AIR BUANGAN

Kurva flux batch diperoleh dengan memplotkan flux G versus konsentrasinya.

Sebagai contoh, untuk solids 2%, maka :

G = 0,02 X 62,4 lb / ft3 X 0,50 ft / jam X 24 jam/hari

= 15,0 lb / ft2.hari ≈ 73,3 kg/m2.hari

Kurva flux pada kondisi batch dapat dilihat pada Gambar 4.6.

Untuk konsentrasi underflow yang diinginkan, yaitu 4 %, flux limit diperoleh dari

perpotongan garis tangensial yang ditarik dari konsentrasi solids 4% terhadap

sumbu-y, yaitu GL = 26 lb / ft2.hari ( atau = 73,3 kg/m2.hari). Luas area thickener

yang diperlukan (A) yaitu :

A = Co . Qo/ G = )hari.ft/(lb26

)L/mg()mal/lb()34,8()L/mg5000()hari/mgal7,0(2

Gambar 4.6 Kurva Flux Lumpur dalam Kondisi Batch

Jika debit lumpur ke thickener adalah 0,45 mgal / hari, flux solids menjadi:

G = 2ft1123

)L/mg()mgal/lb()34,8()L/mg5000()hari/mgal45,0(

= 16,7 lb / ft2.hari ≈ 81,6 kg/m2.hari

Dari Gambar 4.6. diperoleh bahwa konsentrasi underflow pada pembebanan masa ini

adalah 4,9 %.

Page 9: Bab IV Penanganan Lumpur

137

PERENCANAAN BANGUNAN PENGOLAHAN AIR BUANGAN

B. Flotation Thickening

Proses pemadatan dengan flotasi ini menjadi kian popular terutama untuk

pemadatan lumpur aktif atau lumpur kimiawi. Dalam proses ini, gelembung-gelembung

udara dilarutkan dengan tekanan yang tinggi. Pada saat tekanan dibebaskan, gelembung-

gelembung udara tersebut naik dan menempel pada gumpalan lumpur. Campuran antara

udara dan solids ini kemudian naik ke atas permukaan bak, sehingga lumpur tersebut

terkonsentrasi dan pada akhirnya dapat dihilangkan.

Gambar 4.7 Gambar Tipikal Unit Flotasi

Variabel utama dalam proses ini adalah ratio resirkulasi, konsentrasi solids influen,

rasio A/S (udara/solids), kecepatan pembebanan solids dan kecepatan pembebanan hidrolis.

Tekanan yang biasa digunakan adalah antara 50 – 70 lb2 / in2 (345 – 483 kPa, atau 3,4 – 4,8

atm). Rasio resirkulasi bergantung pada rasio A/S dan konsentrasi solids influen. Solids yang

mengapung versus rasio A/S dapat dilihat pada Gambar 4.9.

Gambar 4.8 Reaktor Dissolved Air Flotation

Page 10: Bab IV Penanganan Lumpur

138

PERENCANAAN BANGUNAN PENGOLAHAN AIR BUANGAN

Gambar 4.9 Pengaruh Rasio A /S vs Solids yang Mengapung

Berdasarkan pengalaman, dalam beberapa kasus, pengenceran terhadap lumpur

influen dapat meningkatkan konsentrasi solids terapung. Kriteria desain untuk thickening

lumpur oleh Dissolved Air Flotation pada Tabel 4.2. Penggunaan polyelectrolite biasanya

dapat pula meningkatkan penghilangan solids dan konsentrasi lumpur yang dipadatkan.

Tabel 4.2 Kriteria Desain DAF

Jenis Lumpur Rasio

Udara/Solid

Solid Loading

Rate (Kg/m2.hari)

Hydraulic Loading

Rate

(m3/m2.hari)

Polimer

yang ditambahkan

(mm / kg)

Solids captured

(%)

TSS dalam Side

Stream (mg/L)

Primer

Buangan

Actv.Sludge

Trickling Filter

Primer+Act.Sldge

0.04-0.07

0.03-0.05

0.02-0.05

0.02-0.05

90-200

50-90

50-120

60-150

90-250

60-180

90-250

90-250

1000-4000

1000-3000

1000-3000

1000-4000

80 – 95

80 – 95

90 – 98

90 – 95

100 – 600

100 – 600

100 – 600

100 - 600

Perlu dicatat bahwa kualitas lumpur mempunyai pengaruh yang besar terhadap

kemampuan pemadatan oleh metoda flotasi ini. Misalnya, lumpur aktif yang banyak

mengandung serat tidak akan mencapai pemadatan hingga 2% solids, bila dibandingkan

Page 11: Bab IV Penanganan Lumpur

139

PERENCANAAN BANGUNAN PENGOLAHAN AIR BUANGAN

dengan pemadatan antara 4% - 5% solids untuk lumpur aktif yang baik. Hal ini dapat

mempersulit pengoperasian penanganan lumpur pada tahap berikutnya.

C. Centrifugation

Proses sentrifugasi ini digunakan baik untuk thickening maupun untuk dewatering

lumpur. Prinsip proses ini merupakan percepatan dari proses sedimentasi akibat adanya

gaya sentrifugal. Pemadatan dengan centrifuge ini memerlukan energi dan biaya

pemeliharaan yang tinggi. Karena itu, penggunaannya perlu dibatasi pada instalasi yang

mempunyai lahan terbatas, terdapat operator ahli dan untuk jenis lumpur yang sulit diolah

dengan metoda lainnya. Model yang digunakan ada 3 jenis, yaitu; solid bowl decanter,

basket type, dan disk nozzle separator.

Perbedaan mendasar antara ketiga jenis sentrifugasi tersebut terletak pada cara

pengumpulan dan pembuangan lumpur dari bowl. Basket centrifuge beroperasi dengan

sistem aliran batch. Disk-nozzle separator merupakan tipe yang kontinyu tetapi memerlukan

penyaringan pendahuluan yang teliti dan removal pasir dari lumpur. Sementara jenis solid

bowl yang mengolah secara kontinyu, merupakan jenis centrifuge yang paling banyak

digunakan sampai saat ini.

Gambar 4.10 Basket Centrifuge

Page 12: Bab IV Penanganan Lumpur

140

PERENCANAAN BANGUNAN PENGOLAHAN AIR BUANGAN

Gambar 4.11 Disc Nozzle Separator

Gambar 4.12 Solids Bowl Decanter

Bernard dan Englande menghubungkan data kinerja centrifuge yang mempergunakan

polyelectrolite untuk meningkatkan kekuatan struktur solids serta penggumpalan partikel

yang kecil, sebagai berikut :

R = n

m

21

Q

)PC(C .......................................................................(4.5)

Di mana:

R = Recovery ( prosentase perolehan solids ), %

P = Dosis polymer, lb/ton (kg/ton)

Q = Debit influen, gal/menit. ft2 (m3/menit. m2)

C1, C2 = Konstanta

m, n = eksponen

Page 13: Bab IV Penanganan Lumpur

141

PERENCANAAN BANGUNAN PENGOLAHAN AIR BUANGAN

Gambar 4.13 Perolehan Solids Lumpur Aktif dengan Polymer Kation

Contoh Soal Centrifugation:

Tetapkan banyaknya polymer yang diperlukan serta dimensi centrifuge (dalam hal ini

luas area) untuk dewatering 10.000 lb/hari (4536 kg/hari) lumpur yang sebelumnya

telah dipadatkan sampai 4%. Centrifuge ini akan beroperasi selama 8 jam dengan

recovery 95% solids. Hasil dari data pilot plant menunjukkan korelasi:

R = 52,0

37,0

Q

)P47,0(48 ....................................................................(4.6)

Jawab:

Untuk solids dengan konsentrasi 4 %, debit lumpur adalah :

Q’ = 34,8

1.

04,0

1.000.10 = 30.000 gal/hari (114 m3/hari)

Jika centrifuge beroperasi 8 jam sehari, debit total lumpur menjadi:

Q’ = 30.000 X 24 / 8 = 90.000 gal/hari atau 62,5 gal/menit.

= (341 m3/hari atau 0,237 m3 / menit)

Page 14: Bab IV Penanganan Lumpur

142

PERENCANAAN BANGUNAN PENGOLAHAN AIR BUANGAN

Gambar 4.14 Luas Centrifuge yang Diperlukan serta Dosis Polymer Untuk

Beragam Pembebanan Hidrolis

Pada recovery 95 % solids, hubungan antara kebutuhan polymer dengan beban hidrolis

dapat dihitung sebagai berikut:

95 = 52,0

37,0

Q

)P47,0(48 (Plot P vs Q)

Dimensi centrifuge dapat dihitung dengan rumus :

A = Q

f5,622

t (Plot A vs Q)

Sehingga diperoleh:

A = 46 ft2 (4,3 m2)

P = 46 lb / hari (21 kg /hari)

4.3. Proses Stabilisasi Lumpur

A. Pengolahan Aerobik

Pengolahan lumpur secara aerobik pada prinsipnya adalah mengoksidasi bahan

organik seluler dalam lumpur melalui metabolisma endogenous. Oksidasi bahan seluler

organik ini mengikuti kinetika reaksi orde I apabila digunakan pada VSS (Volatile Suspended

Solid) yang dapat diolah (degradable).

Page 15: Bab IV Penanganan Lumpur

143

PERENCANAAN BANGUNAN PENGOLAHAN AIR BUANGAN

Dalam kondisi batch atau plug-flow :

o

d

e

d

)X(

)X( = e-k d. t ...................................................................(4.6)

Di mana:

(Xd)e = VSS setelah waktu t

(Xd)o = VSS pada saat awal

Kd = Koefisien kecepatan reaksi, hari-1

t = Waktu aerasi, hari

Gambar 4.15 Anaerobic Digester

Jika VSS total diperhitungkan, maka persaman 4.6 menjadi :

)X()X(

)X()X(

no

ne

= e-k d. t ......................................................................(4.7)

Apabila yang dipergunakan adalah reaktor teraduk sempurna (completely mixed

reactor), maka persamaannya menjadi :

)X()X(

)X()X(

no

ne

=

t.K1

1

d ...............................................................(4.8)

dan waktu tinggal yang diperlukan adalah :

t = dne

eo

K.)X()X(

)X()X(

......................................................................(4.9)

Untuk n- buah reaktor mixed seri,

)X()X(

)X()X(

no

ne

=

n

nd )t.K1(

1

.....................................................(4.10)

Page 16: Bab IV Penanganan Lumpur

144

PERENCANAAN BANGUNAN PENGOLAHAN AIR BUANGAN

Secara kinetik, beberapa reaktor yang dirangkai seri akan lebih efisien dibandingkan

dengan satu buah reaktor mixed. Kebutuhan oksigen untuk pengolahan lumpur ini adalah

sekitar 1,4 lb O2 untuk 1 lb VSS yang dihilangkan (1,4 kg O2 / kg VSS removed).

Gambar 4.16 Residu VSS versus waktu

Dalam proses oksidasi ini nitrogen dan phosphor akan dibebaskan. Karena itu, dalam

kondisi pengolahan yang mesophilic, terjadi proses nitrifikasi akibat umur sel yang panjang,

sehingga diperlukan sejumlah oksigen dan alkalinitas yang mencukupi. Namun dalam

kondisi yang termophilic, tidak terjadi nitrifikasi. Disamping itu, suhu sangat berpengaruh

terutama pada konstanta kecepatan reaksi Kd.

Gambar 4.17 Degredable VSS versus Waktu

Page 17: Bab IV Penanganan Lumpur

145

PERENCANAAN BANGUNAN PENGOLAHAN AIR BUANGAN

Dalam sistem pengolahan lumpur secara aerobik konvensional, lumpur aktif yang

diolah mengandung solids (0,5 – 1,5) % dalam suatu tanki aerasi. Daya yang diperlukan

apabila menggunakan diffused air adalah (15 - 20) std m3/mnt. 1000 m3, atau bila

menggunakan surface aerator diperlukan 0,02 kW / m3 untuk aerasi dan pengadukan.

Thickening pendahuluan apabila diterapkan akan memberi beberapa keuntungan, yaitu;

mengurangi volume tanki aerasi serta meningkatkan suhu akibat reaksi eksotermis. Sistem

pengolahan konvensional ini kurang baik untuk mengolah lumput dengan kadar solids dari 2

persen.

Contoh Soal Stabilisasi Lumpur (Aerobik):

Data Tabel 4.3 diperoleh dari hasil aerasi skala kecil untuk lumpur aktif. Lumpur yang

diolah adalah 8000 gal/hari ( 30 m3/hari), dan mempunyai konsentrasi 10.000 mg/L

VSS.

Tabel 4.3 Waktu Aerasi Terhadap Konsentrasi VSS

Waktu Aerasi

(Hari)

VSS

(mg / L)

0

1

3

6

8

9

14

18

25

6434

6160

5320

4300

4000

3890

3550

3250

3200

(a) Rencanakan digester tunggal dan berganda-3 untuk menghilangkan 90% solids

degradable

(b) Hitung kebutuhan oksigen dan daya untuk aerasi

Asumsi : 1,4 lb O2/hp. jam ( = 0,85 kg / kW.jam) dan keperluan pengadukan 100

hp/mgal volume tanki (1,98 kW/m3).

Page 18: Bab IV Penanganan Lumpur

146

PERENCANAAN BANGUNAN PENGOLAHAN AIR BUANGAN

Jawab:

1. Tentukan residu VSS yang non-degredable dari plot data di atas seperti terlihat pada

Gambar 3.56

2. Nilai Kd ditetapkan sebagai slope dari plot semi logaritmik antara solids yang

degradable terhadap waktu (Gambar 3.57)

3. Untuk removal 90% solid yang degredable adalah sebagai berikut :

Xe = 10.000 – 0,9 (0,51 ) X 10.000 = 5410 mg / L VSS

4. Untuk reaktor tunggal, waktu retensi dihitung sbb:

t = 21,0)150.3410.5(

410.5000.10

K.)XX(

XX

dne

eo

= 9,7 hari

Volume reaktor = Q . t

= 8000 gal / hari ( 9,7 hari )

= 77.600 gal ≈ 294 m3

5. Untuk 3 buah reaktor seri,

3n )t.21,01(

1

150.3000.10

150.3410.5

, sehingga tn = 2,4 hari

Volume masing-masing reaktor, V, yaitu:

V = Q . t

= 8000 galon / hari . 2,4 hari

= 19.200 galon/hari

6. Hitung kebutuhan oksigen dan pengadukan untuk kasus di atas. Asumsikan bahwa

setiap 1,4 lb oksigen yang dikonsumsi dapat menghancurkan (destroy) 1 lb VSS.

Reaktor Tunggal:

Lb VSS yang dihancurkan = 0,9 x 0,51 x 10.000 mg/L x 8000 gal/hari x 8,34

lb/gal/106 mg/l

= 306 VSSdestroyed /hari (139 kg/hari)

Oksigen yang diperlukan = 306 lb VSS/hari X 1,4 lb O2 / lb VSS

= 428 lb O2/hari (194 kg/hari)

Daya untuk aerasi = jam.hp/Olb4,1

jam24/hari1xhari1xhari/Olb428

2

2

= 13 hp, dibulatkan menjadi 15 hp (11,2 kW)

Page 19: Bab IV Penanganan Lumpur

147

PERENCANAAN BANGUNAN PENGOLAHAN AIR BUANGAN

3 Reaktor Seri:

Hitung kebutuhan daya untuk setiap reaktor.

Reaktor I, dengan menggunakan persamaan kinetik yang dimodifikasi:

Xe1 = d

ndno

K.tn1

X.K.tX

= )21,0()4,2(1

)150.3()21,0()4,2(000.10

= 7700 mg/L

(O2 yang diperlukan) = (10.000-7700) (8000) X (8,3 X 10-6).1,4

= 215 lb O2/hari (98 Kg/hari)

Daya yang diperlukan untuk aerasi = 215 lb O2/hari X )jam/hp(/Olb4,1

jam24/hari1

2

= 6,4 hp, dibulatkan menjadi 7 hp (5,2 kW)

Daya yang diperlukan untuk pengadukan = gal10

galon200.19xhp1006

= 1,92 hp (1,4 kW)

Reaktor II, diperoleh hasil sebagai berikut (perhitungan seperti di atas):

Xe2 = 6175 mg/L

Kebutuhan O2 = 142 lb O2/hari

Daya = 4,2 hp, dibulatkan menjadi 5 hp (3,7 kW) ..> 1,92 hp

Sehingga, daya yang diperlukan = 5 hp ( 3,7 kW)

Reaktor III, diperoleh hasil sebagai berikut (perhitungan seperti di atas):

Xe3 = 5161 mg/L

Kebutuhan O2 = 95 lb O2/h

Daya = 1,3 hp, dibulatkan menjadi 1,5 hp (1,1 kW)..<1,92 hp

Sehingga daya yang diperlukan = 1,92 hp, dibulatkan menjadi 2 hp (1,5 kW)

Total daya yang dibutuhkan menjadi = 14 hp...< 10,4 kW

Page 20: Bab IV Penanganan Lumpur

148

PERENCANAAN BANGUNAN PENGOLAHAN AIR BUANGAN

B. Pengolahan Anaerobik

Pengolahan anaerobik dilakukan pada tangki tertutup di mana mikroorganisme

menstabilisasi bahan organik menjadi gas metana dan karbondioksida. Lumpur hasil olahan

sangat stabil, kandungan bakteri pathogennya rendah, sehingga cocok untuk menjadi

stabilizer tanah. Kesulitan utama dari proses ini adalah tingginya biaya investasi, rawan

kondisi operasionalnya dan kecenderungan menghasilkan kualitas supernatan yang rendah.

Gambar 4.18 Digester Anaerob

Pengelolaan anaerobik melibatkan proses biokimia kompleks di mana beberapa

kelompok organisme fakultatif dan anaerobik secara simultan mengasimilasi dan

menguraikan bahan organik. Proses tersebut dibagi ke dalam 2 fase, yaitu asidifikasi dan

metanasi.

Dalam fase asidifikasi, organisme fakultatif pembentuk asam (facultative acid forming

organism) mengubah bahan organik kompleks menjadi asam organik (asam asetat,

propionat, butirat, dsb). Dalam fase ini terjadi sedikit penurunan pH. Sedangkan dalam fase

methanasi, terjadi konversi asam organik volatil menjadi metana dan karbondioksida

(biogas), oleh bakteri pembentuk metana (methane-forming bacteria). Proses anaerobik

dikendalikan oleh bakteri pembentuk metana ini. Bakteri ini sangat sensitif terhadap pH,

komposisi substrat dan suhu. Nilai pH tidak boleh kurang dari 6. Bakteri metana sangat aktif

pada kondisi mesophilic (27 - 43°C), dan thermophilic (45 - 46°C).

Jenis reaktor anaerobik ada 2, yaitu ; Standard rate dan High rate. Pada reaktor

standard rate, tidak ada pemanasan dan pengadukan, serta periode pengolahan antara (30 -

60) hari. Sedangkan pada proses high rate, isi reaktor dipanaskan dan diaduk. Waktu detensi

yang diperlukan (10 - 20) hari. Sering pula digunakan kombinasi antara pengolahan high

rate dengan standard rate dalam suatu pengolahan dua tahap. Gambar 4.18

memperlihatkan masing-masing jenis reaktor bersama dengan kombinasinya.

Page 21: Bab IV Penanganan Lumpur

149

PERENCANAAN BANGUNAN PENGOLAHAN AIR BUANGAN

Gambar 4.19 Tipikal Digester Anaerobik

Kapasitas Digester

Kapasitas digester dihitung berdasarkan :

(1) Konsep umur lumpur (mean cell residence time)

Penghitungan volume berdasarkan pada waktu tinggal lumpur, yaitu

(30 - 60) hari untuk reaktor standart rate, dan (10 - 20) hari untuk high rate.

Volume = Qin . td (m3) ........................................................................(4.11)

Di mana:

td = SRT (Solids Retention Time), hari

Qin = Debit lumpur yang masuk, m3/hari

(2) Reduksi volume (observed volume reduction)

Selama pengolahan kumpur, volume lumpur berkurang dan sejumlah supernatan

dikembalikan ke IPAL. Sehingga volume lumpur yang tersisa dalam digester akan

menurun secara eksponensial. Kapasitas digester yang diperlukan dihitung dengan

rumus :

V = [ Qin – 2/3 ( Qin-Qout)].DT ..............................................................(4.12)

Page 22: Bab IV Penanganan Lumpur

150

PERENCANAAN BANGUNAN PENGOLAHAN AIR BUANGAN

Dimana,

V = volume digester, m3 (ft3)

Qin = debit lumpur, m3/hari (ft3/hari)

Qout= debit pengambilan lumpur, m3/hari (ft3/hari)

DT = perioda digesti, hari

(3) Pembebanan volumetrik (volumetric loading)

Kapasitas digester dihitung berdasarkan beban volumetrik yang dinyatakan dalam Kg VS

total yang ditambahkan per hari per satuan volume digester (Kg VS/m 3.hari).

Nilai tipikal untuk standard dan high rate diperlihatkan pada Tabel 4.4

Volume = v

inni

B

X.Q ....................................................................(4.13)

Tabel 4.4 Kriteria Desain Untuk Digester Standard Rate dan High Rate

Parameter Standar

rate High Rate

Solids Retention Time (SRT), hari

Sludge loading,

kg VS/m3.hari

lb VS/ft3.hari

Volume Criteria, Primary Sludge

m3/orang

ft3 / orang

Primary Sludge + Waste Activated

Sludge

m3/orang

ft3 / orang

Primary Sludge + Waste Trickling Filter

m3/orang

ft3 / orang

Sludge Feed Solids Concent.

(% berat kering)

Primary Sludge + Waste Activated Sludge

Digested Solids Underflow

Concentration

(% berat kering)

30 – 60

0,64-1,60

0,04 –

0,10

0,03 - 0,04

2 – 3

0,06 –

0,08

4 – 6

0,06 –

0,14

4 – 5

2 – 4

4 – 6

1 – 20

2,40 - 6,41

0,15 – 0,40

0,02 – 0,03

1 – 2

0,02- 0,04

1 – 3

0,02 – 0,04

1 – 3

4 – 6

4 – 6

Page 23: Bab IV Penanganan Lumpur

151

PERENCANAAN BANGUNAN PENGOLAHAN AIR BUANGAN

(4) Berdasarkan populasi (population basis)

Kapasitas digester dihitung berdasarkan populasi yang menggunakan 120 g

solids/orang.hari. Untuk perencanaan, dapat digunakan besaran pada Tabel 4.4.

Produksi Gas dan Pembuangannya

Gas yang dihasilkan dari proses anaerobik dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi.

Gas yang dihasilkan tersebut mengandung 60 - 70% metana dan 25 - 30% CO2

(karbondioksida), serta sejumlah kecil gas hidrogen, nitrogen, hidrogen sulfida dan lainnya.

Biogas ini mempunyai nilai kalor ( 21000 – 25000 ) kJ/m3. Panas dari digester ini telah

banyak digunakan untuk pemanas gedung, boiler maupun pemanasan digester itu sendiri.

Besarnya volume metana dapat dihitung dengan rumus:

V = 0,35 m3/Kg { [ EQSo (103 g/kg)-1] – 1,42 (Px) } ...............................(4.14)

Di mana :

Px = massa lumpur yang diproduksi netto, kg/hari = cd

13

o

.K1

)kg/g10(S.E.Q.Y

Y = Koefisien yields, g/g (limbah kota Y = 0,04 – 0,1)

E = Efisiensi pengolahan (0,6 – 0,9)

Q = Debit influen lumpur, m3/hari

S0 = BODL (BOD ultimate) lumpur influen, mg/l

Kd = koefisien endogenous, hari-1 (limbah kota Kd = 0,02-0,04)

ΘC = Mean Cell Residence Time

V = Volume gas metana yang dihasilkan, m3/hari

0,35 = Faktor konversi teoritis untuk metana yang dihasilkan dari 1 kg BOD

1.42 = Faktor konversi dari sel organik menjadi BODL.

Contoh soal:

Rencanakan volume sebuah reaktor anaerobik yang dihitung berdasarkan keempat metode

di atas. Adapun data input yang akan diolah adalah sebagai berikut:

Debit lumpur rata-rata = 112 m3/hari

Beban lumpur = 6917 mg/L

Fraksi Volatile Solids = 0,75

Volume lumpur yang telah diolah = 81 m3/hari

Populasi yang dilayani = 80.000 penduduk

Page 24: Bab IV Penanganan Lumpur

152

PERENCANAAN BANGUNAN PENGOLAHAN AIR BUANGAN

Jawab:

Berdasarkan kriteria desain pada Tabel 4.4, maka:

1. Apabila waktu tinggal adalah 15 hari, maka berdasarkan metode I ;

Volume reaktor = Debit X Waktu tinggal

= 112 m3

2. Metode VS loading factor;

Digunakan Bv = 2,2 Kg / m3.hari pada debit rata-rata

Total VS yang masuk ke reaktor = 0,75 X 6917 Kg/hari = 5188 Kg/hari

Kapasitas digester = hari.m/kg2,2

hari/kg51883

= 2358 m3

3. Berdasarkan metode perkapita,

Misalkan diperlukan volume 0,030 m3 per orang

Populasi yang dilayani = 80.000

Volume digester = 80.000X 0,030 = 2400 m3

4. Dengan metoda volume reduction;

Debit lumpur hasil olahan = 81 m3/hari

Debit lumpur awal =112 m3/hari

Kapasitas digester = { 112 – 2/3 (112 - 81)} .15 hari = 1370 m3

Dari keempat hasil tersebut, atas pertimbangan keamanan dan ekonomi,

dipilih volume = 2358 m3.

Apabila dihitung jumlah gas yang dihasilkan, maka:

Jumlah lumpur yang diproduksi = 6917 kg/hari

Volume lupur yang masuk digester = 112 m3/hari

Sehingga, konsentrasi solids, = hari/m112

kg/g1000xhari/kg69173

= 61759 g/m3

Asumsikan bahwa 65% solids biodegradable dan 1 g biodegradable solids = 1,42 g

BODL, Y = 005, Kd = 0,03 /hari, dan E = 0,8

Page 25: Bab IV Penanganan Lumpur

153

PERENCANAAN BANGUNAN PENGOLAHAN AIR BUANGAN

BODL dalam lumpur = 61.759 X 0,65 X 1,42 = 57.004 g / m3

Massa lumpur = cd

13

o

.K1

)kg/g10(YQES

= )hari1,21xhari/03,0(1

)kg/g10(004.57x8,0x112x05,0 13

= 156 kg/hari

Volume metana yang dihasilkan dapat dihitung dengan rumus:

V = 0,35 { (0,8 112 X 57.004 (103 g/kg)-1 – 1,42 X 156}

= 1710 m3/hari

Bila kandungan metana dalam biogas adalah 66%, maka produksi volume biogas adalah:

Vbiogas = 1710 X 66,0

1 = 2591 m3/hari

4.4. Dewatering Lumpur

A. Resistensi Spesifik

Besarnya kemampuan pengurangan kadar air dari lumpur (dewateribility), sangat

bergantung pada resistansi spesifiknya (r), sehingga dewateribility suatu lumpur

didefinisikan berdasarkan resistansi spesifiknya.

Kecepatan penyaringan (filtrasi) lumpur telah diformulasikan sebagai berikut,

(Berdasarkan Hukum Poiseuille dan Hukum Darcy oleh Carman dan oleh Coacley & Jones) :

)RmArcV(

PA

dt

dV 2

........................................................................(4.15)

Di mana :

V = Volume filtrat

t = waktu berputar (waktu drum untuk satu kali berputar), dtk

P = tekanan, N / m (lb/ft)

A = luas area filter, m (ft)

μ = viskositas fltrat , N.dtk/m (lb.dtk/ft)

r = resistensi spesifik, m/kg (ft/lb)

c = massa solids per unit volume filtrat, kg/m (lb/ft)

Page 26: Bab IV Penanganan Lumpur

154

PERENCANAAN BANGUNAN PENGOLAHAN AIR BUANGAN

c =

)C100(C

)C100(C

1

f

f

i

i

.................................................(4.16)

Di mana:

Ci = kelembaban awal, %

Cf = kelembaban akhir, %

Resistensi awal media filter (Rm) biasanya diabaikan, karena terlalu kecil bila

dibandingkan dengan resistansi padatan hasil filtrasi (filter cake). Spesifik resistansi (r)

adalah suatu ukuran kemampuan lumpur untuk disaring dan secara numerik sama dengan

perbedaan tekanan yang diperlukan untukmenghasilkan satu satuan debit filtrat pada setiap

satuan viskositas melalui satu satuan berat padatan (filter cake).

Integrasi persamaan (4.1) menghasilkan,

PA

Rm

2PA2

Vrc

V

t

.......................................................................(4.17)

Dari persamaan 4.17, hubungan linier akan dihasilkan dari kurva antara t/V terhadap V.

Resistansi spesifik dapat dihitung dari slope garis ini :

r =c

bPA2 2

.....................................................................................(4.18)

Dimana:

b = slope t / V versus V.

Walaupun resistensi spesifik mempunyai nilai terbatas untuk perencanaan peralatan

dewatering lumpur, namun tetap merupakan hal yang berharga bagi informasi kemampuan

lumpur untuk disaring. Nilai tipikal r dapat dilihat pada Tabel 4.4. Kebanyakan lumpur air

limbah membentuk padatan yang kompresibel di mana kecepatan filtrasi dan resistansi

spesifik merupakan fungsi dari perbedaan tekanan keseluruhan padatan:

r = ro . Ps...............................................................................................(4.19)

Dimana:

s = koefisien kompresibilitas

Makin besar nilai s, makin kompresibel lumpurnya. Jika s = 0, maka resistansi

spesifik tidak bergantung lagi pada tekanan, atau dikatakan bahwa lumpur tersebut

inkompresibel.

Page 27: Bab IV Penanganan Lumpur

155

PERENCANAAN BANGUNAN PENGOLAHAN AIR BUANGAN

Tabel 4.4 Resistensi Spesifik Beberapa Jenis Lumpur

Deskripsi Spesific Resistance

gr.s2 / g2 . 10-7

Coefficient of Compressibility

Activated Sludge domestic Activated (digested) Primary (raw) Primary (digested) Primary (digested) Detention Time Stage 7.5 hari 1 10 hari 1 15 hari 1 20 hari 1 30 hari 1 15 hari 2 20 hari 2 30 hari 2 Activated Sludge + 13.5% FeCl3 Activated Sludge + 10.0% FeCl3 Activated Sludge + 125% newsprint (by weight)

Activated Digested Sludge + 6% FeCl3 + 10% CaO Activated Sludge + 125% newsprint + 5% CaO Vegetable-processing sludge Vegetable tanning Lime neutralization acid mine drainage Alum sludge ( water work ) Neutralization of sulfuric acid with lime slurry Neutralization of sulfuric acid with dolomitic lime slurry Aluminium processing Paper Industry Coal ( froth flotation) Distillery Mixed Chrome & Vegetable tannery Chemical wastes (biological treatment) Petroleum Industry (from gravity separator) Refinery A Refinery B

2800 800

1310 - 2110 380 – 2170

1350

1590 1540 1230 530 760 400 400 480 45 75 15 5

4.5 46 15 30

530 1 – 2

3 3 6

80 200 300 300

10 – 100

100

25.00

7.00 20.00 10.50 14.50

0.77 0.44

1.60 1.30

0.50 0.70

* nilai di atas diukur pada tekanan 500 gr/cm3

Page 28: Bab IV Penanganan Lumpur

156

PERENCANAAN BANGUNAN PENGOLAHAN AIR BUANGAN

Secara umum, filterabilitas dipengaruhi oleh ukuran partikel, bentuk dan densitasnya, dan

oleh muatan lisrik partikelnya. Partikel yang lebih kecil memerlukan bahan kimia yang lebih

besar daripada partikel yang berukuran lebih besar. Makin besar ukuran partikelnya, makin

tinggi kecepatan penyaringannya dan makin rendah kelembaban padatannya. Lumpur

industri dan kota memerlukan tambahan bahan kimia, misalnya kapur garam besi,

polyelectrolite, atau polimer anion dan kation agar ekonomis. Polimer kation mempengaruhi

netralisasi muatan listrik, sementara anion mempengaruhi gabungan partikel dan

penggumpalan partikel. Meskipun demikian, penggunaan koagulan yang berlebihan dapat

menyebabkan perubahan muatan dan menambah resistansi spesifiknya.

B. Vacuum Filtration

Vacuum filtration adalah salah satu metode yang umum digunakan untuk proses

dewatering lumpur. Proses ini mengeringkan lumpur pada kondisi vakum dengan cara

menggunakan media berpori, di mana solids tertinggal, sementara airnya dilewatkan. Media

yang digunakan antara lain; kain, sulam baja, atau kawat-kawat pegas yang diikat ketat.

Gambar 4.20 Mekanisme Vacuum Filter

Dalam proses vacuum filter, drum berputar melalui tangki lumpur di mana solids

tertinggal di atas permukaan drum dengan memanfaatkan kondisi vakum. Bagian drum yang

terendam antara 12-60%. Pada saat drum melewati lumpur, padatan (cake) terbentuk serta

air mengalir melalui solids yang terendap dan media filter. Lamanya drum dalam kondisi

terendam dalam lumpur disebut waktu pembentukan (form time, tf). Saat drum terangkat

dari lumpur, padatan yang mengendap tadi akan bertambah kering akibat efek vakum.

Waktu perioda drum berputar disebut waktu kering (dry time, td). Pada akhir putaran,

Page 29: Bab IV Penanganan Lumpur

157

PERENCANAAN BANGUNAN PENGOLAHAN AIR BUANGAN

lempengan tajam memisahkan padatan dari drum ke conveyor. Media filter kemudian dicuci

dengan siraman air sebelum kemudian terendam kembali ke dalam lumpur.

Gambar 4.21 Vacuum Filter

Variabel yang mempengaruhi proses dewatering adalah konsentrasi solids, lumpur

dan viskositas filtrat, kompresibilitas lumpur, komposisi kimiawi, dan partikel lumpurnya

sendiri (bentuk, ukuran, kandungan air dan sebagainya).

Variabel operasi filter adalah; vakum, drum terendam dan kecepatan, kondisi

lumpur, dan jenis serta porositas media filter. Persamaan (3.65) dapat dimodifikasi untuk

menyatakan pembebanan filter (resistensi awal media filter diabaikan) :

Lf = 35,7

n

f

m21

)sf(

)t(

c

Ro

P

..........................................................(4.20)

Di mana:

Ro = ro X 10-7, gr.s2 /g2

P = vakum, lb/in

c = solids yang terendap per unit volume filtrat. g/mL

μ = viskositas filtrat, centipoise

tf = waktu siklus pembentukan, menit

Lf = beban filter, lb / (ft2.jam)

m,n = konstanta yang bergantung pada karakteristik lumpur

s = koefisien kompresibilitas

Untuk kalkulasi praktis, Ci digunakan sebagai c pada persamaan (4.20) di atas.

Persamaan (4.20) dalam kaitannya dengan waktu pembentukan (form time), secara

konvensional dapat dikonversikan menjadi waktu siklus (cycle time) dengan :

Page 30: Bab IV Penanganan Lumpur

158

PERENCANAAN BANGUNAN PENGOLAHAN AIR BUANGAN

Lc = 8,0x100

terendam%Lf ...........................................................(4.21)

Faktor 0,8 untuk mengkompensasi luas area filter akibat pengambilan solids dan

pembersihan. Waktu siklus total filter antara 1 - 6 menit. Drum yang terendam antara 10 - 60

%, menghasilkan sebaran maksimum waktu pembentukan dari 0,1 – 3,5 menit. Hal ini juga

menghasilkan sebaran maksimum waktu pengeringan antara 2,5 – 4,5 menit. Secara umum,

hasil filter dari padatan yang kompresibilitasnya tinggi tidak akan terpengaruh oleh

peningkatan vakum antara 30 - 43 cmHg

Contoh Soal:

Suatu lumpur yang berasal dari campuran antara pengolahan primer dengan lumpur

aktif akan dikeringkan (dewatered). Debit lumpur 100 galon/menit (0,38 m3/menit)

dengan kadar solids 6%. Sedangkan hasil laboratorium memperlihatkan data sebagai

berikut:

1. Koefisien, m =0,25

2. Koefisien, n = 0,65

3. Padatan (cake) optimum, dengan konsentrasi solids 28 % diperoleh dalam waktu

pengeringan 3 menit.

4. Koefisien kompressibilitas 0,85

5. Resistensi spesifk, ro = 1,3 X 10-7 g.s2/g2

Rencanakan suatu filter vacuum yang beroperasi selaa 16 jam per hari, 7 hari per

minggu, dengan menggunakan vacuum 15 inHg (381 mmHg) dan 30% terendam.

Jawab :

Lf = 35,7

n

f

m

o

21

)s1(

)t(

cx

R.

p

waktu siklus (putaran) adalah 3 / 0,7 = 4,3 menit

tf = 4,3 -3 = 1,3 menit

c =

2872

694

1

= 0,077 g/cm3

Lf =

65,0

25,021

015,0

3,1

077,0

)3,1()1(

35,77,35x

= 16,3 lb/ (ft2.jam) [ 19,1 kg/ (m2.jam)]

Page 31: Bab IV Penanganan Lumpur

159

PERENCANAAN BANGUNAN PENGOLAHAN AIR BUANGAN

Dengan persamaan 4.21 diperoleh :

Lc = 16,3 (30/100) X 0,8

= 3,91 lb / (ft2.jam) [ 19,1 kg/ (m2.jam)]

lb lumpur /jam yang difilter = 100 gal/menit X 8,34 lb/gal X 0,08 X 60 menit/jam X

24/16

= 4500 lb/jam (2041 kg/jam)

Luas filter yang diperlukan = 91,3

4500= 1151 ft2 (107 m2)

C. Pressure Filtration

Pressure filtration dipergunakan hampir pada semua lumpur hasil pengolahan air

bersih dan limbah. Lumpur dipompa di antara dua pelat yang dilapisi oleh kain filter. Cairan

akan meresap melalui kain, sementara solids akan tertinggal di antara pelat tersebut. Pada

saat ruang di antara pelat tadi telah terisi, kedua pelat itu merenggang sehingga solids jatuh.

Tekanan yang diberikan pada padatan saat pembentukan dibatasi oleh gaya dari pemompaan

dan desain sistem penutupan filter. Filter didesain pada tekanan antara

345 -1550 kPa. Saat tekanan akhir filtrasi meningkat, terjadi juga kenaikan padatan solids

yang diperoleh. Kebanyakan lumpur kota juga dapat dikeringkan untuk menghasilkan

40 - 50% padatan solids dengan 690 kPa. Kualitas filtrat bervariasi dari10 ppm SS – 500

ppm SS bergantung pada media, jenis solids, dan jenis bahan kimia yang digunakan (sama

dengan bahan kimia pada vacuum filter).

Gambar 4.22 Plate and Frame Continuous Pressure Filter

Page 32: Bab IV Penanganan Lumpur

160

PERENCANAAN BANGUNAN PENGOLAHAN AIR BUANGAN

Contoh Soal:

Ukuran pressure filter pelat untuk mengurangi kadar air dari lumpur adalah sebagai

berikut:

Rata-rata pembebanan = 13.000 lb/hari (6030 kg/hari) TSS kering

Maksimum pembebanan = 25.000 lb/hari (11.340 kg/hari) TSS kering

Konsentrasi lumpur rata-rata = 3,0 %

Konsentrasi lumpur minimum = 2,0 %

Sedangkan hasil uji awal menunjukkan data sebagai berikut:

Waktu siklus total = 3,5 jam (termasuk pembersihan dan pengambilan lumpur)

Padatan solids rata-rata = 40%

Padatan solids minimum = 30%

Densitas padatan = 70 lb/ft3 (1120 kg/m3)

Bahan kimia = 100 lb FeCl/ton (50 kg/t) solids kering

+ 200 lb kapur/ton (100 kg/t) solids kering

Rencanakan peralatan yang mampu mengolah beban lumpur rata-rata dalam 1 hift/hari

dan 7 hari/minggu yang mampu mengolah lumpur maksimum sampai beban 2 shift/hari

dalam 7 hari/minggu.

Jawab:

(a). Hitung volume lumpur yang harus diolah.

Volume lumpur rata-rata = gal/lb34,8xlumpurlb/SSlb33,0

hari/SSlb300.13

Volume maksimum = 34,802,0

000.25

x = 150.000 gal/hari (570 m3/hari)

(b). Hitung volume lumpur yang kering (dewatered sludge)

Rata-rata = 3

4

ft/lb70xtanpadalb/TSlb04,0

)hari/lb13300x10x5xt/lb30(hari/lb13300

Maksimum = 3

4

ft/lb70xtanpadalb/TSSlb3,0

)hari/lb25000x10x5xt/lb300(hari/lb25000

Page 33: Bab IV Penanganan Lumpur

161

PERENCANAAN BANGUNAN PENGOLAHAN AIR BUANGAN

(c). Hitung jumlah siklus filter yang diperlukan per hari bila diketahui waktu siklus

adalah

3,5 jam dan direncanakan untuk pressure filter tunggal.

Jumlah siklus rata-rata per hari = siklus/jam5,3

shift/jam8xhari/shift1

Jumlah siklus maksimum per hari = 5,3

82 x = 4 siklus/hari

(d). Hitung volume lumpur kering atau volume pressure filter yang diperlukan untuk

setiap siklus.

Volume filter rata-rata per siklus = 2

545 = 273 ft3 (8 m3/hari)

Volume filter maksimum per siklus = 4

1369 = 342 ft3 (10 m3/hari)

(e) Tentukan ukutan pressure filter. Volume ruang per plat press adalah 3 ft3 (0,085 m).

Sedangkan volume filter maksimum per siklus adalah 342 ft3. Oleh karena itu,

diperlukan press minimum sebanyak 114 (dari hasil 342 / 3 ) ruang.

Jenis yang juga banyak dikembangkan adalah belt filter press. Lumpur yang telah

dibubuhi bahan kimia dimasukkan melalui dua sabuk filter dan diperas melalui gaya yang

dihasilkan oleh sabuk tersebut (Gambar 4.23). Sistem ini juga baik digunakan untuk

menyaring lumpur kota dan industri.

Gambar 4.23 Skema Belt Filter Press

Page 34: Bab IV Penanganan Lumpur

162

PERENCANAAN BANGUNAN PENGOLAHAN AIR BUANGAN

Jenis ini tidak hanya memanfaatkan konsep gesekan padatan dengan gaya simultan

tetapi juga filtrasi dengan gaya rendah dan pemadatan dengan sistem drainase gravitasi.

Sabuk filter ini berputar melalui as silinder yang berputar pada kedua ujung. Bagian atas

sabuk didukung oleh beberapa buah roller. Perputaran antara as silinder pada dua bagian

alat ini menyebabkan lumpur yang masuk, di antara dua sabuk filter menjadi terperas dan

proses dewatering pun terjadi. Tekanan yang ditimbulkan oleh kedua sabuk filter di atas

dapat diatur dengan menyesuaikan roller baik secara vertikal maupun horisontal.

Gambar 4.24 Reaktor Belt Filter Press

Contoh Soal

Rencanakan sebuah belt filter untuk mengeringkan 86.600 gal/hari (330 m3/hari)

lumpur yang telah dipadatkan ( 2%). Lumpur berasal dari fasilitas pengolahan air limbah

kertas, dengan komposisi 23% lumpur aktif dan 77% lumpur primer.

Hasil percobaan uji coba pada sabuk (belt) lebar 0,5 m, menghasilkan data seperti pada

Tabel 4.5.

Berikut ini adalah kriteria desain yang telah dipilih :

- Solids total padatan (cake) = 30%

- Solids capture = 95%

- Kecepatan sabuk = 10 ft/menit (3 m/menit)

- Beban lumpur = 200 lb/(jam.0,5 m) (181 kg/jam/m)

- Pengggunaan polymer = 5 lb/ton solids kering (2,5 kg/t)

Page 35: Bab IV Penanganan Lumpur

163

PERENCANAAN BANGUNAN PENGOLAHAN AIR BUANGAN

Tabel 4.5 Data Hasil Uji Coba Belt Filter

Jenis Lumpur 77% primer, 23% lumpur aktif

No. Percobaan (Run) 1 2 3 4 5

Inlet TS, %

Debit Lumpur, gal/menit

Beban Lumpur, lb/jam

Padatan TS, %

Solids Capture, %

Dosis polymer, lb/ton

Kecepatan sabuk, ft/menit

1,76

15

132

30,2

95,7

8,3

5

1,76

28

247

28,5

94,4

11,3

10

2,34

15

176

31,5

95,2

5,1

5

2,34

20,1

235

30,9

94,7

4,6

10

2,34

28

328

35,1

94,3

4,5

20

++++Tekanan sabuk atas

Tekanan sabuk bawah

Tegangan sabuk

5 bar

5 bar

45 bar

Desain untuk belt filter press yang mempunyai dua shift @8jam, dengan waktu operasi

total 14 jam/hari, serta 5 hari/minggu, adalah sebagai berikut:

0,0866 Mgal/hari X 20.000 mg/l X 8.34 = 14.445 lb/hari (6550 kg/hari)

hari5xhari/jam14

hari7xhari/lb445.14 = 1,445 lb/jam (660 kg/hari)

Jadi, lebar belt yang diperlukan = )5,0.jam/(lb200

jam/lb445,1

= 3,6 m

D. Sand Drying Bed

Untuk IPAL industri yang kecil, lumpurnya dapat dikeringkan (dewatered) pada

lapisan pasir yang terbuka ataupun yang tertutup. Pengeringan lumpur tersebut terjadi

akibat adanya proses perkolasi dan evaporasi. Air yang berkurang karena proses perkolasi

adalah antara 20 - 55%, bergantung pada kandungan awal solids dalam lumpur dan

karakteristik solidsnya. Perencanaan serta penggunaan sistem drying bed ini sangat

bergantung pada kondisi iklim (hujan dan evaporasi).

Page 36: Bab IV Penanganan Lumpur

164

PERENCANAAN BANGUNAN PENGOLAHAN AIR BUANGAN

Gambar 4.25 Tipikal Sand Drying Bed

Sistem ini biasanya terdiri dari pasir setebal 10 - 23 cm, di atas batuan atau kerikil

bergradasi setebal 20 - 46 cm. Ukuran efektif pasir (ES) adalah (0,3 - 1,2) mm dan koefisien

keseragaman (UC) yang lebih kecil dari 5,0. Kerikil yang dipergunakan mulai dari 0,32 cm

sampai 2,54 cm. Di bawah kerikil dilengkapi dengan sistem perpipaan (underdrains) yang

pada masing-masing pipa berjarak 2,7 - 6,1 m. Jenis pipa yang digunakan adalah VCP

(vitrified clay pipe) dengan sambungan terbuka yang berdiameter minimum 10 cm dan slope

minimum 1%. Air hasil saringan diresirkulasi ke IPAL.

Gambar 4.26 Reaktor Sand Drying Bed

Page 37: Bab IV Penanganan Lumpur

165

PERENCANAAN BANGUNAN PENGOLAHAN AIR BUANGAN

Lumpur basah yang akan dikeringkan, umumnya dituangkan di atas drying beds,

dengan tebal 20 - 30 cm. Pengangkatan lumpur yang sudah kering ditentukan berdasarkan

pengalaman dan sistem pembuanan yang ada. Pada saat ini lumpur biasanya mengandung

30 - 50% solids. Penggunaan alum atau koagulan lainnya, dapat mempertinggi kecepatan

pengeringan serta juga mempertebal lumpur yang dapat dikeringkan.

E. Pembuangan Lumpur (Disposal)

Land Disposal

Pembuangan lumpur ke lahan (land disposal) dapat dilakukan dengan berbagai cara;

sistem kolam (lagoon), atau dengan mempergunakan truk, atau sistem spray (pancaran),

atau juga dengan sistem perpipaan ke dalam suatu lahan pertanian ataupun kolam. Sistem

lagoon biasanya paling banyak digunakan untuk jenis lumpur limbah industri yang

anorganik. Sedangkan lumpur organik biasanya digunakan untuk menghilangkan bau dan

serangga. Sistem ini dapat pula digunakan sebagai pengganti drying beds apabila lumpur

secara periodik dikuras dari lagoon dan kembali diisi. Dalam suatu lagoon yang permanen,

supernatan diambil sampai akhirnya lagoon tersebut diisi penuh oleh solids. Selanjutnya,

dicarikan lokasi yang baru. Ringkasnya, lagoon adalah pilihan yang tepat bila tersedia lahan

yang luas dan bila lumpur yang dibuang tidak menimbulkan gangguan terhadap lingkungan

sekitarnya.

Gambar 4.27 Land Disposal

Pada dasar lagoon terjadi proses stablilisasi akibat adanya proses anaerobik, atau

kombinas aerobik dan anaerobik. Dalam proses anaerobik dihasilkan gas amonia yang

kemudian berdifusi ke dalam lapisan aerobik. Di dalam lapisan ini amonia dioksidasi. Pada

kondisi ini, 63% proses stabilisasi karbon terjadi melalui proses fermentasi metana. Oksidasi

Page 38: Bab IV Penanganan Lumpur

166

PERENCANAAN BANGUNAN PENGOLAHAN AIR BUANGAN

amonia dan BOD memerlukan 86 gram O2/m2.hari. Konsentrasi lumpur di dasar lagoon

sekitar (2,5 – 3,0 ) % zat padat. Kecepatan stabilisasi di dasar lagoon adalah 80 g/m2.hari

pada suhu 20° Celcius. Jika influen ke dalam lagoon berlangsung kontinu dan pengambilan

lumpur satu kali setahun, maka kecepatan stabilisasi rata-rata tahunan diperkirakan

68 g/m2/hari. Sebagai contoh dapat dilihat di bawah ini.

Contoh Soal:

Desain sebuah lagoon untuk menstabilisasi lumpur yang berasal dari instalasi lumpur

aktif yang mengolah air limbah sebanyak 1,0 mgal/hari (3785 m3/hari) dengan

BOD = 425 mg/l. Proses lumpur aktif ini beroperasi dengan umur lumpur (θc)

45 hari. Suhu rata-rata 20° Celcius, a = 0,55 gram, b = 0,1/hari, t =0,71 hari,

MLVSS = 3000 mg/L, dan 80% volatil, sedangkan S = 10 mg/L.

Jawab:

Xd = )2,0()45()1,0(1

8,0

= 0,42

∆ Xd = [ 0,55 (425-10) – 0,1 X 0,42 X 3000 X 0,71 (8,34) X 1,0

= 1158 lb VSS (525 kg/hari), atau

= 1158 / 0,8

= 1448 lb SS /hari (657 kg/hari)

Asumsi 75% VSS akan terurai dalam lagoon, maka luas area yang diperlukan :

A = v.B

R

Di mana Rα adalah kecepatan pembebanan (lb VSS yang diolah /hari) dan Bαv adalah

kecepatan stabilisasi rata-rata dalam setahun [ (600 lb VSS/(acre.hari) atau 0,067

kg/(m2.hari) ].

Luas area yang diperlukan :

A = )hari.acre/(lb600

75,0xhari/lb1158 = 1,45 acre

Kedalaman lumpur maksimum adalah:

Page 39: Bab IV Penanganan Lumpur

167

PERENCANAAN BANGUNAN PENGOLAHAN AIR BUANGAN

= [ 8,0

hari/lb1158– 1158 X 0,75 ] lb residu SS/hari X 365 hari/tahun

= 211.500 lb residu lumpur per tahun (96.000 kg/tahun)

Dengan konsentrasi solids 3%, volume lumpur adalah

V lump = 3ft/lb5,62x03,0

tahun/lb500.211 = 112.800 ft3/tahun (31.850 m3/tahun)

Sehingga kedalamannya menjadi :

= acre/ft560.43xacre45,1

tahun/ft800.1123

3

= 1,79 ft/tahun (0,55 m/tahun)

Apabila kebutuhan oksigen adalah 760 lb O2/(acre.hari) atau sama dengan

0,086 kg/(m2.hari), maka kebutuhan total oksigen menjadi 1102 lb/hari (760 X 1,45).

Dengan menggunakan kolom air 10 ft (3,05 m) dan efisiensi transfer aerator 10%, maka

debit udara yang diperlukan:

= 3ft/udaralb0746,0xudaralb/Olb232,0x1,0xhari/menit1440

hari/lb1102

2

= 442 std ft3 / menit (12,5 m3/menit)

Jika masing-masing diffuser beroperasi dengan 4 std ft3/menit, maka jumlah diffuser

yang diperlukan adalah 110 buah.

Selain itu, lumpur organik dapat dibuang begitu saja ke dalam tanah tanpa bantuan

mekanik, ataupun dengan bantuan mekanik. Di antara sistem mekanik ini adalah

penggunaan unit kendaraan yang menyuntikkan lumpur ke dalam tanah, yaitu; 20 - 25 cm di

bawah permukaan tanah. Sistem injeksi ini dapat mengurangi pencemaran akibat aliran

permukaan dan mengurangi bau. Walaupun demikian, lumpur yang mengandung logam

berat harus diperhatikan dengan serius. Pada pH yan lebih besar dari 6, logam berat akan

bertukar dengan Ca, Mg, Na dan K. Kemampuan alami untuk menukar tanah ini disebut

dengan Cation Exchange Capacity (CEC) dan dinyatakan dalam mili ekuivalen per 100 gram

tanah kering. Besarnya logam berat dari lumpur dipengaruhi oleh pH, kondisi aerobik atau

anaerobik. Nilai CEC untuk tanah berpasir adalah 0 - 5, sedangkan tanah liat mempunyai

CEC antara 15 - 20. kandungan nutrien lumpur dapat mendukung pertumbuhan tanaman.

Dan senyawa organik dalam tanah jga mengubah logam berat.

Page 40: Bab IV Penanganan Lumpur

168

PERENCANAAN BANGUNAN PENGOLAHAN AIR BUANGAN

Akibat adanya hal-hal tersebut di atas, stabilisasi lumpur menjadi minimum. Oleh

karena itu, sangat disarankan agar pengolahan aerobik berlangsung selama 15 hari untk

dapat mengurangi VSS menjadi kurang dari 55%. Besarnya logam berat yang dapat

diaplikasikan ke dalam lahan dinyatakan dalam metal ekuivalen (mg/kg lumpur kering).

Metal ekuivalen lumpur = 500

Ni4Cu2Zn

di mana, simbol atom di atas menunjukkan konsentrasi logam dalam mg/kg tanah kering.

Ekivalen metal yang dapat diaplikasi = 65 X CEC (lb/acre)

Cadmium dihitung terpisah:

Cd = 10 lb/acre (1,12 g/m2) (jangka waktu stabilisasi)

Dan,

Cd = 2 lb (acre/tahun) [ ( 0,224 g/m2.tahun)] maksimum

Hal ini sesuai dengan asumsi bahwa Zn, Co dan Ni adalah logam yang paling beracun

untuk pertumbuhan tanaman. Persamaan d atas juga membatasi penambahan logam sampai

10% CEC. Banyaknya logam berat yang diaplikasikan ke dalam lahan dapat dilihat pada

Tabel 4.6.

Tabel 4.6 Logam Berat Maksimum yang Dapat Dipergunakan

(US Department of Agriculture)

Logam

(lb/acre)

CEC Tanah, milikuivalen / 100 g

0 - 5 5 -15 15

Zn

Cu

Ni

Cd

Pb

225

110

45

4,5

450

450

225

90

9

900

900

450

180

18

1800

Catatan: lb/acre = 0,112 g / m3

Kandungan nutrien dalam lumpur juga dapat menyokong pertumbuhan tanaman.

Masing-masing tumbuhan memerlukan nutrien. Banyaknya lumpur yang dperlukan untuk

itu dan pengambilan bergantung pada kandungan nitrogen yang ada pada lumpur dan

pengambilan nitrogen oleh tumbuhan tertentu. Penggunaan lumpur yang berlebihan akan

Page 41: Bab IV Penanganan Lumpur

169

PERENCANAAN BANGUNAN PENGOLAHAN AIR BUANGAN

menghasilkan oksidasi ammonia menjadi nitrat, yang dapat kembali masuk ke dalam air

tanah. Karena seluruh nitrogen organik yang digunakan tidak tersedia sepanjang tahun,

sehingga akan terdapat penghilangan nitrogen oganik. Umumnya sekitar 40% nitrogen

organik tahun pertama akan tersedia untuk pertumbuhan tanaman pada tahun itu.

Selanjutnya, secara berturut-turut; 20, 10, 5, dan 2,5 % dari Nitrogen organik tersedia untuk

tahun kedua, ketiga, keempat dan kelima.

Contoh Soal:

Rencanakan sistem pembuangan lumpur aktif ke dalam suatu lahan. Karakteristik

lumpur sebagai berikut:

- Debit, gal/hari 6560 - Beban, lb/hari 3500

- NH3-N, mg/l 235 - Org-N, mg/l 865

- SS, mg/l 63000 - PO4, mg/l 30

Hasil analisis logam dari lumpur:

- Al 700 mg/kg (solids kering) - Cd 3,0

- Ca 105.000 - Cr 400

- Cu 60 - Fe 6000

- Pb 30 - Ni 150

- Zn 120 - K 150

Nilai CEC rata-rata tanah = 16,8 miliekivalen / 100 g lumpur

Ekivalen logam = 500

42 NiCuZn

= 500

415060.2120

= 1,68 lb /ton lumpur (0,84 kg/t)

Total lumpur yang dapat diaplikasi = 65 X CEC lb / acre

= 65 x 16,8

= 1092 lb/acre (0,0245 kg/m3)

Aplikasi lumpur = 68,1

1092 = 650 ton / acre (jangka waktu) (146 kg / m2)

Page 42: Bab IV Penanganan Lumpur

170

PERENCANAAN BANGUNAN PENGOLAHAN AIR BUANGAN

Aplikasi lumpur maksimum

Yang diijinkan = 650 ton/acre (146 kg/m3)

Rumput bermuda = 200 lb/(acre.thn) untuk pembebanan nitrogen

[ 0,0224 kg/(m2.thn) ]

Subsurface = Keberadaan NH3 100% dan Org-N 40%

Pembebanan pertanian:

Keberadaan N untuk tahun pertama aplikasi lumpur

= 235 mg NH3-N/L + 865 mg Org-N/L X 0,4

= 581 mg N/L

= 0,00486 L/gal

Pembebanan lumpur = 00486,0

200

= 41.152 gal/(acre.tahun) [ 0,0385 m3 /(m2.tahun) ]

Area yang diperlukan = 152.41

3656560 x

= 58 acre ( 234.720 m2 )

Jangka waktu penggunaan, diproyeksikan berdasarkan CEC :

Konsentrasi lumpur = 63.000 mg/L = 0,53 lb/gal

Lumpur yang diaplikasi = 0,53 X 41.152 = 21.960 lb / (acre.tahun)

= 10,8 ton / (acre.tahun) [ 2,45 kg2/ (m.tahun)

Jangka waktu aplikasi = )tahun.acre/(ton8,10

acre/ton650 = 60,2 tahun

Jangka waktu penggunaan, diproyeksikan berdasarkan kandungan Cd dalam lumpur

= tahun.acre

ingkersolidslb690.21x

ingkersolidskg

Cdmg0,3

= 0,065 lb / (acre.tahun) [ 7,29X 10-6 kg / (m2.tahun)

Jangka waktu aplikasi = )tahun.acre/(lb065,0

acre/lb10 = 154 tahun

Lumpur berminyak dapat dibuang ke dalam lahan dengan sukses.

Page 43: Bab IV Penanganan Lumpur

171

PERENCANAAN BANGUNAN PENGOLAHAN AIR BUANGAN

Data yang diperoleh adalah sebagai berikut:

1. Kecepatan degradasi minyak berhubungan langsung dengan prosentase minyak

dalam tanah

2. Fertilisasi memperbaiki kecepatan degradasi

3. Frekuensi aerasi bervariasi dari 1 minggu - 2 bulan

4. Antara 380 – 400 m3 minyak /ha dapat didegradasi dalam 8 bulan

5. Sistem pembuangan lumpur ini hanya memakan biaya 1/5 dari biaya incinerasi.

Incineration

Setelah proses pengeringan, padatan lumpur harus dibuang. Hal ini dapat dilakukan

dengan cara membuang padatan tersebut ke lahan pembuangan (TPA) atau dengan

pembakaran (incinerasi). Variabel yang harus dipertimbangkan ke dalam incinerasi adalah

kelembaban dan kandungan volatil pada padatan lumpur serta nilai kalor lumpur.

Kandungan kelembaban sangat penting karena menentukan apakah pembakaran lumpur

tersebut memerlukan bahan bakar atau tidak. Nilai kalor lumpur bervariasi dari 500-10.000

Btu/lb.

Gambar 4.28 Incinerator Lumpur

Incinerasi meliputi pengeringan dan pembakaran. Terdapat beberapa jenis

incinerator dalam unit yang bervariasi untuk menjalankan proses di atas. Dalam proses

incinerasi, suhu lumpur dinaikkan sampai 100°Celcius, di mana kelembaban menghilang

dari lumpur. Uap air dan suhu udara dinaikkan sampai titik pembakaran. Kelebihan udara

Page 44: Bab IV Penanganan Lumpur

172

PERENCANAAN BANGUNAN PENGOLAHAN AIR BUANGAN

digunakan untuk pembakaran lumpur. Pembakaran lumpur akhirnya menghasilkan

karbondioksida, sulfurdioksida dan abu.

Incinerasi dapat dilakuan pada tungku yang berganda di mana lumpur dimasukkan

secara vertikal berurutan. Dalam lapisan teratas terjadi proses pengeringan. Dalam lapisan

tengah yang terbakat adalah zat padat dan volatil. Sedangkan karbon total terbakar pada

lapisan paling bawah. Suhu bevariasi antara 508°Celcius pada lapisan atas sampai dengan

316 °Celcius.