Bab6ImankpdNabi Rasul
-
Upload
mayah-vierrania-vahl -
Category
Documents
-
view
242 -
download
0
description
Transcript of Bab6ImankpdNabi Rasul
DASAR-DASAR ISLAM, MUTHAWASSITHAH
Iman Kepada Nabi dan Iman Kepada Nabi dan Rasul Rasul A. PENDAHULUAN
Setelah mempelajari bab ini diharapkan anda akan dapat menjelaskan
beberapa hal berikut :
1. Menjelaskan pengertian Nabi dan Rasul
2. Memahami fungsi diturunkannya Nabi dan Rasul
3. Menjelaskan persamaan dan perbedaan tugas Nabi Muhammad dan Nabi-Nabi
sebelumnya
4. Memahami hakekat dan hikmah beriman kepada Nabi dan Rasul
B. PEMBAHASAN
1. Pengertian Nabi dan Rasul
Secara etimologis Nabi berasal dari dari kata na-ba artinya ditinggikan, atau
dari kata na-ba-a artinya berita. Dalam hal ini seorang Nabi adalah seseorang
yang ditinggikan derajatnya oleh Allah SWT dengan memberinya berita (wahyu).
Sedangkan Rasul berasal dari kata ar-sa-la artinya mengutus. Setelah terbentuk
menjadi rasul berarti yang diutus. Dalam hal ini seorang rasul adalah seorang yang
diutus oleh Allah SWT untuk menyampaikan misi, pesan (ar-risalah).
Secara terminologis Nabi dan Rasul adalah manusia biasa, laki-laki, yang
dipilih oleh Allah SWT untuk menerima wahyu. Apabila tidak diiringi dengan
kewajiban menyampaikannya atau membawa satu misi tertentu, maka dia disebut
Nabi saja. Namun bila diikuti dengan kewajiban menyampaikan atau membawa
misi (ar-risalah) tertentu maka dia disebut juga dengan rasul. Jadi setiap Rasul
juga Nabi, tetapi tidak setiap Nabi menjadi Rasul.
Dari uraian di atas dapt dipetik beberapa hal berikut ini1:
BUKU AJAR AL-ISLAM DAN KEMUHAMMADIYAHAN IIUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
B A B
6
110
DASAR-DASAR ISLAM, MUTHAWASSITHAH
1. Bahwa kenabian (النبوة) jelas sekali berbeda dengan kerasulan (الرسالة)
“Dan ceritakanlah (hai Muhammad kepada mereka), kisah Musa di dalam Al Kitab (Al Qur'an) ini. Sesungguhnya ia adalah seorang yang dipilih dan seorang rasul dan nabi” (QS. Maryam: 51)
2. Bahwa sifat kenabian (النبوة) yang diberikan Allah SWT itu haruslah terlebih
dahulu dimiliki sebelum sifat kerasulan (الرسالة), maka tidaklah sempurna
sifat kerasulan seseorang sebelum sempurna sifat kenabiannya. Muhammad
Saw sebagai Nabi dan juga Rasul telah mengalam dua hal ini. Sebagai Nabi
sejak beliau diberi wahyu pertama sampai datangnya perintah untuk
menyampaikannya (تبليغ). Dan sebagai rasul dimulai ketika turunnya perintah
untuk menyampaikan perintah Allah SWT kepada umat manusia hingga
beliau wafat.
“Hai orang yang berkemul (berselimut), bangunlah, lalu berilah peringatan!” (QS. Al-Mudatsir: 1-2)
3. Ternyata tidaklah semua Nabi yang dipilih oleh Allah kemudian diperintahkan
untuk menyampaikan kepada umat manusia. Dalam hal ini mereka hanya
disebut sebagi Nabi bukan Rasul. Sedangkan Rasul adalah juga Nabi. Hal ini
disimpulkan dari firman Allah SWT QS. al-Baqaroh : 246.
Sebagai manusia biasa lainnya Nabi dan Rasulpun hidup seperti kebanyakan
manusia yaitu makan, minum, tidur, berjalan-jalan, kawin, punya anak, merasa
sakit, senang, kuat, lemah, mati dan sifat-sifat manusiawi lainnya. Dalam hal ini
Allah SWT berfirman:
BUKU AJAR AL-ISLAM DAN KEMUHAMMADIYAHAN IIUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
111
DASAR-DASAR ISLAM, MUTHAWASSITHAH
“Dan Kami tidak mengutus rasul-rasul sebelummu, melainkan mereka sungguh memakan makanan dan berjalan di pasar-pasar”. (QS. al Furqon 25: 20)
“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus beberapa Rasul sebelum kamu dan Kami memberikan kepada mereka isteri-isteri dan keturunan”. (QS. ar-Ra’ad 13: 38)
“Dan (ingatlah kisah) Ayub, ketika ia menyeru Tuhannya: "(Ya Tuhanku), sesungguhnya aku telah ditimpa penyakit dan Engkau adalah Tuhan Yang Maha Penyayang di antara semua penyayang". Maka Kamipun memperkenankan seruannya itu, lalu Kami lenyapkan penyakit yang ada padanya dan Kami kembalikan keluarganya kepadanya, dan Kami lipat gandakan bilangan mereka, sebagai suatu rahmat dari sisi Kami dan untuk menjadi peringatan bagi semua yang menyembah Allah”. (QS. al-Anbiyaa’ 21: 83-84)
Katakanlah: "Sesungguhnya aku ini hanya seorang manusia seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku: "Bahwa sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan Yang Esa". (al-Kahfi 18: 110)
Nabi dan Rasul semuanya terdiri dari laki-laki, tidak seorangpun Nabi dan
Rasul dari jenis perempuan. Dalam hal ini Allah menegaskan:
BUKU AJAR AL-ISLAM DAN KEMUHAMMADIYAHAN IIUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
112
DASAR-DASAR ISLAM, MUTHAWASSITHAH
“Kami tiada mengutus rasul-rasul sebelum kamu (Muhammad), melainkan beberapa orang laki-laki yang Kami beri wahyu kepada mereka, maka tanyakanlah olehmu kepada orang-orang yang berilmu, jika kamu tiada mengetahui.” (QS. al-Anbiyaa’ 21: 7)
2. Nabi dan Rasul dalam al-Qur’an
Allah SWT tidak menyebutkan berapa jumlah keseluruhan Nabi dan Rasul.
Oleh sebab itu kita tidak dapat mengetahui berapa jumlah keseluruhannya. Tapi
yang pasti adalah untuk setiap umat Allah SWT mengutus seorang Rasul, seperti
yang dinyatakan oleh Allah SWT dalam firmannya:
“Sesungguhnya Kami mengutus kamu dengan membawa kebenaran sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan. Dan tidak ada suatu umatpun melainkan telah ada padanya seorang pemberi peringatan. (QS. Fathir 35: 24)
“Tiap-tiap umat mempunyai rasul…” ( QS. Yunus 10: 47).
Hanya sebagian saja di antara nabi dan rasul yang diutus sebelum Nabi
Muhammad Saw diceritakan dalam al-Qur’an.
BUKU AJAR AL-ISLAM DAN KEMUHAMMADIYAHAN IIUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
113
DASAR-DASAR ISLAM, MUTHAWASSITHAH
“Dan sesungguhnya telah Kami utus beberapa orang rasul sebelum kamu, di antara mereka ada yang Kami ceritakan kepadamu dan di antara mereka ada (pula) yang tidak Kami ceritakan kepadamu.” (QS. al-Mu’min: 78)
Ketika Rasulullah ditanya oleh Abu Dzar tentang jumlah para Nabi dan Rasul,
beliau menjawab2:
ثالثمائة منهم والمرسلون ألفا وعشرون مائة ..."
عشر وثالثة "
“Seratus dua puluh ribu Nabi, dan yang menjadi Rasul diantara mereka sebanyak tiga ratus tiga belas” (HR Ibnu Hibban dalam shahihnya)
Jumlah Nabi dan sekaligus Rasul yang diceritakan oleh Allah SWT di dalam
al-Qur’an ada 25 orang, 18 disebutkan dalam surat al-An’am ayat 83-86 dan 7
orang lagi dalam beberapa ayat secara terpisah.
“Dan itulah hujjah Kami yang Kami berikan kepada Ibrahim untuk menghadapi kaumnya. Kami tinggikan siapa yang Kami kehendaki beberapa derajat. Sesungguhnya Tuhanmu Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui. Dan Kami telah menganugerahkan Ishak dan Ya`qub kepadanya. Kepada keduanya masing-masing telah Kami beri petunjuk; dan kepada Nuh sebelum itu (juga) telah Kami beri petunjuk, dan kepada sebahagian dari keturunannya (Nuh) yaitu Daud, Sulaiman, Ayyub, Yusuf, Musa dan Harun. Demikianlah kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik, dan Zakaria, Yahya, `Isa dan Ilyas. Semuanya termasuk orang-orang yang
BUKU AJAR AL-ISLAM DAN KEMUHAMMADIYAHAN IIUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
114
DASAR-DASAR ISLAM, MUTHAWASSITHAH
saleh. dan Ismail, Alyasa`, Yunus dan Luth. Masing-masingnya Kami lebihkan derajatnya di atas umat (di masanya)” (QS. al-An’am 6 : 83-86)
“Dan kepada kaum `Aad (Kami utus) saudara mereka, Huud” (QS. Hud 11: 50)
“Dan kepada Tsamud (Kami utus) saudara mereka Shaleh” (QS. Hud 11: 61)
“Dan kepada (penduduk) Mad-yan (Kami utus) saudara mereka, Syu`aib” (QS. Hud 11: 84)
“Sesungguhnya Allah telah memilih Adam, Nuh, keluarga Ibrahim dan keluarga `Imran melebihi segala umat (di masa mereka masing-masing)” (QS. Ali ‘Imron 3: 33)
“Dan (ingatlah kisah) Ismail, Idris dan Dzulkifli. Semua mereka termasuk orang-orang yang sabar” (QS. al-Anbiya’ 21: 85)
“Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka” (al-Fath 48: 29)
Kalau diurutkan secara kronologis nama-nama Nabi dan Rasul yang 25
tersebut adalah sebagai berikut:
1. Adam 10. Yusuf 19. Ilyas
2. Idris 11. Luth 20. Ilyasa’
BUKU AJAR AL-ISLAM DAN KEMUHAMMADIYAHAN IIUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
115
DASAR-DASAR ISLAM, MUTHAWASSITHAH
3. Nuh 12. Ayyub 21. Yunus
4. Hud 13. Syu’aib 22. Zakariya
5. Shaleh 14. Musa 23. Yahya
6. Ibrahim 15. Harun 24. ‘Isa
7. Isma’il 16. Zulkifli 25. Muhammad
8. Ishaq 17. Daud
9. Ya’qub 18. Sulaiman
Al-Qur’an banyak menyebut nama-nama Nabi dan Rasul yang 25 orang
tersebut dalam berbagai ayat dan surat dengan berbagai tema dan kisah yang
menjadi petunjuk, pelajaran dan contoh teladan bagi umat manusia.
Demikianlah nama-nama Nabi dan Rasul yang disebutkan dalam Kitab suci
al-Qur’an. Sebagai tambahan, umumnya mereka dilahirkan, hidup dan diutus di
negeri-negeri Timur Tengah. Misalnya nabi Ibrahim diutus di Iraq, hijrah ke
negeri Kan’an lalu berpindah-pindah antara Hijaz, Syam dan Ma’ad. Nabi Ismail
lahir di Syam dibesarkan dan diutus di Mekkah al-Mukarromah. Nabi Ishaq diutus
di Ma’ad. Nabi Ya’qub juga diutus di Ma’ad, tetapi kemudian pindah ke Mesir
dan tinggal di sana bersama dengan anak-anaknya. Nabi Yusuf juga diutus di
Mesir. Begitu juga Nabi Musa dan Harun, tetapi kemudian pindah ke Sinai. Nabi
daud dan Sulaiman diutus di al-Quds. Kemudian Nabi-Nabi Bani Israil lainnya
sampai nabi Isa diutus di tanah Syam. Nabi Isa sendiri lahir di Baitul Lahmin
(Betlehem) dan hidup di al-Maqdis sampai Allah mengangkatnya. Kemudian Nabi
terakhir Muhammad lahir dan diutus di Makkah al-Mukarromah, kemudian Hijrah
ke Madinah al-Munawwarah.
3. Sifat-sifat Nabi dan Rasul
Status sebagai Nabi dan Rasul tidak bisa diusahakan oleh siapapun. Jika
seseorang misalnya menghabiskan seluruh waktunya untuk beribadah dan
meninggalkan segala macam kesenangan dunia dengan harapan mudah-mudahan
diangkat menjadi Nabi, tentu harapan itu akan sia-sia belaka. Sebab status itu
hanyalah semata-mata pemberian Allah SWT, Allah-lah yang memilih dan
BUKU AJAR AL-ISLAM DAN KEMUHAMMADIYAHAN IIUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
116
DASAR-DASAR ISLAM, MUTHAWASSITHAH
menentukan siapa yang akan diangkatNya menjadi Nabi saja atau menjadi Nabi
dan rasul sekaligus. Namun demikian sebelum mengangkat seseorang menjadi
Nabi, Allah SWT sudah menyiapkan dan memelihara keperibadian orang tersebut
sehingga orang yang akan diangkat menjadi nabi memiliki kepribadian yang
sempurna, memiliki jiwa yang utuh, nalar yang kuat dan akhlak yang mulia.
Begitu juga dari segi garis keturunan, seorang yang akan diangkat menjadi nabi
haruslah memiliki garis keturunan yang baik dan mulia. Di samping itu diangkat
dan tidaknya seseorang menjadi Nabi tergantung juga pada kondisi masyarakat di
mana dia berada, apakah memang sangat memerlukan diutusnya seorang Nabi dan
rasul untuk memperbaiki dan membimbing kehidupan mereka yang sudah sangat
jauh dan menyimpang dari fitrah kemanusiaan.
Prasyarat kepribadian, keturunan dan kebutuhan masyarakat di atas oleh Abu
Bakar al-Jazairy sebagaimana dikuti Ilyas diistilahkan dengan “Mu’ahalat an-
Nubuwwah” yang intinya ada tiga hal sebagai berikut3:
1. Al-Mitsaliyah (keteladanan)
Seseorang yang akan diangkat menjadi Nabi haruslah memiliki kemanusiaan
yang sempurna, baik fisik, akal fikiran maupun rohani. Atau dengan kata lain dia
haruslah merupakan pribadi yang mulia dan terpuji. Selalu menjadi panutan dan
telada. Bebas dari segala sifat dan tingkah laku yang tidak baik. Oleh sebab itu
kehidupan seorang Nabi akan selalu dipelihara dan dijaga oleh Allah sejak
kecilnya.
2. Syaraf an-Nasab (keturunan yang mulia)
Seorang yang akan diangkat menjadi Nabi haruslah bersal dari keturunan yang
mulia. Mulia dalam pengertian umum yaitu terjauh dari segala bentuk kerendahan
budi dan hal-hal lain yang akan menjatuhkan martabat dan nilai-nilai
kemanusiannya. Dia haruslah orang yang terpandang dan dihormati kaumnya.
3. ‘Amil az-Zaman (dibutuhkan zaman)
1 Al-Mausu’ah al-Islamiyyah al-Mu’asiroh, Arabic CD Program2 Abu Bakar Jabir al-Jazairi, Pedoman Hidup seorang Muslim, terj., Madinah : Maktabatul ‘Ulum wal Hikam, 1419 H, h. 463 Yunahar Ilyas, Kuliah Aqidah Islam, Yogyakarta : LPPI-UMY, 2000, h. 135
BUKU AJAR AL-ISLAM DAN KEMUHAMMADIYAHAN IIUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
117
DASAR-DASAR ISLAM, MUTHAWASSITHAH
Kehadirannya memang sangat dibutuhkan oleh masyarakat untuk mengisi
kekosongan rohani, memperbaiki segala kerusakan masyarakat dan
mengembalikan umat manusia kepada kehidupan yang sesuai dingan fitrah
penciptaannya. Secara umum setiap Nabi dan rasul memiliki sifat-sifat mulia dan
terpuji sesuai dengan statusnya sebagai manusia pilihan Allah SWT, baik hal-hal
yang berhubungan langsung dengan Allah SWT secara vertikal maupun dengan
sesama manusia dan makhluk Allah SWT lainnya.
Namun demikian secara khusus setiap Rasul memiliki empat sifat yang
erat kaitannya dengan tugasnya sebagai utusan Allah SWT yang membawa misi
membimbing umat menempuh jalan yang diridhoi Allah SWT. Keempat sifat
tersebut adalah sebagai berikut:
1. As-Shidqu (benar)
Artinya selalu berkata benar, tidak pernah berdusta dalam keadaan
bagaimanapun. Apapun yang dikatakan oleh seorang Rasul –baik berupa berita,
janji, ramalan masa depan dan lain-lain- selalu mengandung kebenaran. Mustahil
seorang Rasul mempunyai sifat kadzib atau pendusta, karena halk tersebut
menyebabkan tidak adanya orang yang akan membenarkan risalahnya.
2. al-Amanah (dipercaya)
Seorang Rasul harus selalu menjaga dan menunaikan amanah yang dipikulkan
ke pundaknya. Perbuatannya akan selalu sama dengan perkataannya. Dia akan
selalu menjaga amanah kapan dan di mana pun, baik dilihat dan diketahui orang
lain maupun tidak. Oleh sebab itu mustahil seorang rasul berkhianat, atau
melanggar amanat. Seorang yang memiliki sifat khianat tidak pantas menjadi Nabi
apalagi Rasul.
3. at-Tabliqh (menyampaikan)
Seorang Rasul akan menyampaikan apa saja yang diperintahkan oleh Allah
untuk disampaikan. Tidak akan ada satupun bujukan atau ancaman yang
menyebabkan dia menyembunyikan sebagian dari wahyu yang wajib
disampaikan. Mustahil seorang rasul menyembunyikan wahyu Ilahi (kitman). Jika
itu terjadi tentu akan batal nubuwah dan risalahnya.
4. al-Fathonah (cerdas)
BUKU AJAR AL-ISLAM DAN KEMUHAMMADIYAHAN IIUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
118
DASAR-DASAR ISLAM, MUTHAWASSITHAH
Seorang Rasul memiliki tingkat kecerdasan yang tinggi, pikiran yang jernih penuh
kearifan dan bijaksana. Dia akan mampu mengatasi persoalan yang paling
dilematis sekalipun tanpa harus meninggalkan kejujuran dan kebenaran.
Setiap Nabi dan Rasul ma’shum artinya terpelihara dari segala macam dosa
baik yang kecil apalagi yang besar. Tetapi sebagai manusia biasa yang juga tidak
terbebas dari sifat lupa seorang Nabi dan Rasul bisa juga melakukan kekhilafan
seperti kekhilafan yang dilakukan oleh Nabi Adam ketika mendekati pohon
larangan akibat godaan syetan. Juga seorang Nabi dan Rasul untuk hal-hal yang
tidak dibimbingkan langsung oleh Allah SWT bisa saja menghasilkan suatu
ijtihad yang keliru seperti keputusan Rasulullah tentang tawanan perang Badar
yakni menerima usulan untuk menawan musuh-musuh yang tertangkap dan
menolak usulan Umar untuk membunuh mereka yang kemudian ditegur oleh
Allah. Hanya dengan dua model itulah (lupa dan keliru dalam berijtihad) seorang
Nabi dan Rasul mungkin melakukan kekhilafan. Kedua model di atas menurut
Sayyid sabiq tidaklah bisa dikatakan sebagai suatu kemaksiatan dan kedurhakaan.
Untuk kasus Nabi Adam misalnya Sayyid Sabiq mengemukakan bahwa dalam
surat Thoha 20: 115 Allah menyatakan bahwa Adam lupa dengan perintah Allah
untuk tidak mendekati pohon larangan. Dalam surat al-Ahzab 33: 5 Allah
menyatakan bahwa tidak ada dosa atas sesuatu yang dilakukan karena
ketidaksengajaan atau karena lupa. Selanjutnya mengomentari firman Allah dalam
surat Thoha 20: 121 yang menyebutkan bahwa Adam telah bermaksiat kepada
Tuhannya, Sayyid sabiq mengatakan, “Kelalaian yang diperbuat oleh Nabi Adam
itu oleh al-Qur’an dikemukakan sebagi suatu kemaksiatan sebab menilik
kedudukan Adam yang diciptakan oleh Allah SWT dengan tangan kekuasaan-Nya
secara langsung. Kiranya sesorang yang sedemikian itu rasanya tidak patut kalau
sampai melupakan apa-apa yang telah diwasiatkan serta apa-apa yang telah
dijanjikan oleh Allah SWT padanya. Sedangkan mengenai kasus tawanan Badar
Sayyid Sabiq memberikan komentar: “Sebagaimana kita ketahui dalam peristiwa
seperti di atas itulah Rasulullah tidak dapat berbuat lain, kecuali hanya dengan
berijtihad untuk mengambil keputusan yang dipandangnya baik, sebab tidak ada
wahyu sedikitpun yang mengikatnya, bagaimana yang harus diperbuat olehnya.
BUKU AJAR AL-ISLAM DAN KEMUHAMMADIYAHAN IIUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
119
DASAR-DASAR ISLAM, MUTHAWASSITHAH
Keputusan yang dilaksanakan itu bukannya suatu kesalahan atau kekeliruan
apalagi kemaksiatan, sebab Rasul tidak mungkin berbuat semacam itu. Hanya saja
ada keputusan yang sebenarnya lebih baik, tetapi yang ini tidak dimakluminya
lalu diambil saja keputusan yang baik4.
Kita tentu sependapat dengan Sayyid Sabiq bahwa kekhilafan dan kekeliruan
ijtihad yang dilakukan oleh seorang Nabi dan Rasul bukan lah suatu kemaksiatan
atau kedurhakaan, karena kemaksiatan mustahil dilakukan oleh seseorang yang
dipilih oleh Allah SWT untuk mengemban tugas suci.
Akhirnya dapatlah disimpulkan bahwa kekhilafan dan kekeliruan ijtihad yang
dilakukan oleh seoran Nabi dan Rasul tidaklah menghilangkan sifat
kema’shumannya, karena kekhilafan dan kekeliruan betapapun kecilnya selalu
mendapat koreksi dari Allah SWT, sehingga selain hal-hal yang dikoreksi itu para
Nabi dan Rasul selalu menjadi anutan dan teladan bagi umat manusia terutama
pengikutnya.
4. Tugas dan Mukjizat Para Rasul
Semua Rasul yang diutus oleh Allah SWT mempunyai tugas yang sama yaitu
menegakkan kalimat tauhid lailaha illallah, mengajak umat manusia hanya
beribadah kepada Allah semata, menjauhi segala macam thagut¸dan menegakkan
agama Islam dalam seluruh kehidupan. Tentang hal ini Allah SWT berfirman:
“Dan Kami tidak mengutus seorang rasulpun sebelum kamu, melainkan Kami wahyukan kepadanya: "Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang hak) melainkan Aku, maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku". (QS. al-Anbiyaa’ 21: 25)
4 Sayyi Sabiq, Aqidah Islam, terj., Bandung : CV Diponegoro, 1986, h. 313-314
BUKU AJAR AL-ISLAM DAN KEMUHAMMADIYAHAN IIUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
120
DASAR-DASAR ISLAM, MUTHAWASSITHAH
“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): "Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu" (QS. an-Nahl 16: 36)
“Dia telah mensyari`atkan kamu tentang agama apa yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa yaitu: Tegakkanlah agama dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya” (QS. as-Syuro 42: 13)
Dalam menjalankan tugasnya itu para Rasul berperan sebagai mubasysyirin
dan munzirin artinya memberikan kabar gembira bahwa Allah SWT akan
memberikan keridhoan, pahala dan balasan surga bagi orang yang beriman dan
taat; dan memberikan peringatan akan kemarahan dan azab Allah bagi yang tidak
mau beriman dan bagi yang durhaka. Allah SWT berfirman:
“Dan tidaklah Kami mengutus para rasul itu melainkan untuk memberi kabar gembira dan memberi peringatan. Barangsiapa yang beriman dan mengadakan perbaikan, maka tak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. Dan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami, mereka akan ditimpa siksa disebabkan mereka selalu berbuat fasik” (QS. al-An’am 6: 48-49)
Untuk membuktikan kerasulan dan kebenaran ajaran yang mereka sampaikan,
serta untuk menjawab tantangan dan mematahkan argumentasi para penantang,
BUKU AJAR AL-ISLAM DAN KEMUHAMMADIYAHAN IIUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
121
DASAR-DASAR ISLAM, MUTHAWASSITHAH
para Rasul dilengkapi oleh Allah SWT dengan mukjizat yaitu kejadian luar biasa
yang terjadi atas izin Allah. Mukjizat para para rasul berbeda-beda satu sama lain
sesuai dengan kecenderungan umat masing-masing atau situasi yang
menghendaki.
Kejadian luar biasa bisa juga terjadi pada orang-orang shaleh yang sangat
dekat dengan Allah SWT atau lazim disebut Waliyullah, seperti makanan yang
selalu tersedia di Mihrab tempat Maryam ibunda Isla berada, padahal tidak ada
yang mengantarkannya. Kalau terjadi pada Waliyullah ini dinamakan Karamah.
Baik mukjizat maupun karomah kedua-duanya hanya semata-mata pemberian
Allah SWT, sama sekali tidak bisa diusahakan atau dipelajari apalagi diajarkan.
Datangnya pun tidak bisa diduga dan hal yang sama belum tentu terjadi dua kali.
Kalau mukjizat dimaksudkan untuk membuktikan kenabian dan kerasulan serta
untuk menjawab tantangan yang dihadapi oleh para Nabi dan Rasul, maka
karamah dimaksudkan untuk memuliakan para kekasih Allah SWT tersebut.
Selain dari pada itu, segala bentuk kejadian luar biasa digolongkan kepada
ilmu yang bisa benar dan bisa salah, bisa sebenar-benarnya terjadi dengan sebab-
sebab yang tidak diketahui oleh orang yang menyaksikannya atau hanya semacam
tipuan yang tidak mengubah kenyataan sedikitpun. Kesaktian yang dimiliki oleh
seseorang yang bisa dipertontonkan bisa diajarkan dan bisa pula dipelajari,
bukanlah karamah, karena karomah tidak bisa dimiliki, tidak bisa dipelajari
apalagi diajarkan5.
5. Rasul-rasul yang Ulil Azmi
Rasul-Rasul yang digelari ulul ‘Azmi ada 5 orang, yaitu Muhammad, Ibrahim,
Nuh Isa dan Musa. Tentang hal ini Allah SWT berfirman:
“Maka bersabarlah kamu seperti orang-orang yang mempunyai keteguhan hati dari rasul-rasul telah bersabar …” (QS. al-Ahqaf 46: 35)
5 Op Cit. h. 141
BUKU AJAR AL-ISLAM DAN KEMUHAMMADIYAHAN IIUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
122
DASAR-DASAR ISLAM, MUTHAWASSITHAH
“Dan (ingatlah) ketika Kami mengambil perjanjian dari nabi-nabi dan dari kamu (sendiri), dari Nuh, Ibrahim, Musa dan Isa putera Maryam, dan Kami telah mengambil dari mereka perjanjian yang teguh” (QS. al-Ahzab 33: 7)
Ulul ‘azmi maksudnya teguh hati, tabah, sabar, segala cita-cita dikejar dengan
segenap tenaga yang dimiliki, hingga akhirnya tercapai juga. Sedangkan Rasul
yang ulul ‘azmi maksudnya adalah para Rasul yang paling banyak mendapat
tantangan, penderitaan tetapi mereka tetap teguh, tabah, sabar dan terus berjuang
hingga mereka berhasil mengemban tugas yang dipikulkan oleh Allah SWT.
6. Muhammad sebagai Nabi dan Rasul terakhir
Nabi Muhammad diutus Allah SWT sebagai Nabi dan sekaligus Rasul yang
terakhir dari seluruh rangkaian Nabi dan Rasul. Tidak ada lagi Nabi sesudah
beliau. Hal itu ditegaskan oleh Allah SWT dalam firman-Nya:
“Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu, tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup nabi-nabi. Dan adalah Allah Maha Mengetahui segala sesuatu” (QS. al-Ahzab 33: 40)
Sebagai Nabi yang terakhir beliau menyempurnakan bangunan dinullah yang
telah mulai dikerjakan secara bertahap oleh para Nabi dan Rasul sebelumnya.
Sehingga sekarang bangunan itu menjadi indah dan sempurna. Perumpamaan
seperti itu diberikan sendiri oleh beliau dengan sabdanya:
وأجمله فأحسنه بنيانا بنى رجل كمثل األنبياء ومثل مثلي الناس فجعل زواياه من زاوية من لبنة موضع إال
BUKU AJAR AL-ISLAM DAN KEMUHAMMADIYAHAN IIUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
123
DASAR-DASAR ISLAM, MUTHAWASSITHAH
K ويقولون له ويعجبون به يطوفون اللبنة هذه وضعت : هال عليه -متفق النبيين خاتم وأنا اللبنة : فأنا قال -
“Perumpamaan aku dan seluruh Nabi-Nabi lainnya adalah seperti seseorang yang mendirikan bangunan, ia telah menyempurnakan dan memperindah bangunan itu seluruhnya kecuali hanya sebuah batu bata yang belum dipasang di salah satu sudut bangunan itu. Orang-orang yang mengelilingi dan mengagumi bangunan itu memberikan komentar : “ Alangkah baiknya kalau batu bata itu diletakkan di tempat yang kosong itu”. Kemudia Rasulullah berkata : Akulah batu bata itu dan akulah penutup para Nabi” (HR Muttafaun ‘Alaih)
Sebagai Nabi yang terakhir, dengan bangunan dinullah yang indah dan
sempurna, Muhammad Saw diutus oleh Allah SWT untuk seluruh umat manusia
sepanjang zaman sampai hari kiamat nanti. Sebagaimana firman-Nya:
“Dan Kami tidak mengutus kamu, melainkan kepada umat manusia seluruhnya sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan” (QS. Saba 34: 28)
“Katakanlah: "Hai manusia sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu semua” (QS. al-A’raf 7: 158)
D. PERTANYAAN
1. Jelaskan Perbedaan antara Nabi dan Rasul!
2. Sebutkan tiga prasyarat diutusnya seorang Nabi dan Rasul!
3. Jelaskan 4 sifat wajib bagi rasul beserta 4 sifat mustahil bagi mereka!
4. Apakah kesamaan tugas para Nabi dan Rasul ? Jelaskan berdasarkan dalil
al-Qur’an!
5. Apa yang dimaksud dengan ulul azmi siapa saja para Nabi dan Rasul
yang termasuk ulul azmi tersebut?
6. Apakah perumpamaan Muhammad dengan Nabi-Nabi sebelum beliau ?
Apa kesimpulan anda?
BUKU AJAR AL-ISLAM DAN KEMUHAMMADIYAHAN IIUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
124
DASAR-DASAR ISLAM, MUTHAWASSITHAH
D. REFERENSI (END NOTE)
BUKU AJAR AL-ISLAM DAN KEMUHAMMADIYAHAN IIUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
125