Badan layanan umum

33
BAB I PENGERTIAN, LATAR BELAKANG TERBENTUKNYA, DAN KARAKTERISTIK BADAN LAYANAN UMUM A. PENGERTIAN BADAN LAYANAN UMUM Menurut Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 2005, Badan Layanan Umum (BLU) adalah instansi di lingkungan Pemerintah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam melakukan kegiatarnya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas. B. LATAR BELAKANG TERBENTUKNYA BADAN LAYANAN UMUM Pergeseran sistem penganggaran dari penganggaran tradisional menjadi penganggaran berbasis kinerja merupakan salah satu agenda reformasi keuangan Negara. Adanya perubahan ini membuat orientasi penggunaan dana pemerintah menjadi lebih jelas dari sekedar membiayai input dan proses menjadi berorientasi pada output. Hal ini penting mengingat kebutuhan dana yang makin tinggi tetapi sumber daya pemerintah terbatas. Penganggaran berorientasi pada output merupakan praktik yang dianut oleh pemerintahan modern di berbagai negara. Mewirausahakan pemerintah (enterprising the government) adalah paradigma yang memberi arah yang tepat bagi sektor keuangan publik untuk mendorong peningkatan pelayanan. Ketentuan tentang penganggaran tersebut telah dituangkan dalam UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. 1

Transcript of Badan layanan umum

Page 1: Badan layanan umum

BAB I

PENGERTIAN, LATAR BELAKANG TERBENTUKNYA, DAN KARAKTERISTIK

BADAN LAYANAN UMUM

A. PENGERTIAN BADAN LAYANAN UMUM

Menurut Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 2005, Badan Layanan Umum (BLU) adalah

instansi di lingkungan Pemerintah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada

masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari

keuntungan dan dalam melakukan kegiatarnya didasarkan pada prinsip efisiensi dan

produktivitas.

B. LATAR BELAKANG TERBENTUKNYA BADAN LAYANAN UMUM

Pergeseran sistem penganggaran dari penganggaran tradisional menjadi penganggaran

berbasis kinerja merupakan salah satu agenda reformasi keuangan Negara. Adanya perubahan

ini membuat orientasi penggunaan dana pemerintah menjadi lebih jelas dari sekedar

membiayai input dan proses menjadi berorientasi pada output. Hal ini penting mengingat

kebutuhan dana yang makin tinggi tetapi sumber daya pemerintah terbatas.

Penganggaran berorientasi pada output merupakan praktik yang dianut oleh pemerintahan

modern di berbagai negara. Mewirausahakan pemerintah (enterprising the government)

adalah paradigma yang memberi arah yang tepat bagi sektor keuangan publik untuk

mendorong peningkatan pelayanan. Ketentuan tentang penganggaran tersebut telah

dituangkan dalam UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Selanjutnya, UU No. 1

Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara membuka koridor baru bagi penerapan basis

kinerja di lingkungan pemerintah. Dalam Pasal 68 dan Pasal 69 UU tersebut menyatakan

instansi pemerintah yang tugas pokok dan fungsinya memberi pelayanan kepada masyarakat

dapat menerapkan pola pengelolaan keuangan yang fleksibel dengan mengutamakan

produktivitas, efisiensi, dan efektivitas.

Prinsip-prinsip pokok dalam kedua undang-undang tersebut menjadi dasar instansi

pemerintah untuk menerapkan pengelolaan keuangan BLU. BLU diharapkan menjadi langkah

awal pembaharuan manajemen keuangan sektor publik, demi meningkatkan pelayanan

pemerintah kepada masyarakat. Adanya pengelolaan keuangan BLU juga dalam rangka

mengurangi birokrasi dan meningkatkan kualitas layanan pemerintah kepada masyarakat.

1

Page 2: Badan layanan umum

Menurut Wikiapbn, Sebuah Ensiklopedia Kementerian Keuangan, alasan mengapa BLU

diperlukan antara lain:

1. Dapat dilakukan peningkatan pelayanan instansi pemerintah kepada masyarakat dalam

rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa;

2. Instansi pemerintah dapat memperoleh fleksibilitas dalam pengelolaan keuangan

berdasarkan prinsip ekonomi dan produktivitas dengan menerapkan praktik bisnis

yang sehat;

3. Dapat dilakukan pengamanan atas aset negara yang dikelola oleh instansi terkait.

C. KARAKTERISTIK BADAN LAYANAN UMUM

Berikut ini karakteristik dari Badan Layanan Umum:

1. Berkedudukan sebagai lembaga pemerintah (bukan kekayaan negara yang dipisahkan);

2. Menghasilkan barang/jasa yang seluruhnya/sebagian dijual kepada publik;

3. Tidak bertujuan mencari keuntungan;

4. Dikelola secara otonom dengan prinsip efisien dan produktivitas ala korporasi;

5. Rencana kerja/anggaran dan pertanggungjawaban dikonsolidasikan pada instansi

induk;

6. Pendapatan dan sumbangan dapat digunakan langsung;

7. Pegawai dapat terdiri dari PNS dan non-PNS;

8. Bukan sebagai subjek pajak.

2

Page 3: Badan layanan umum

BAB II

DASAR HUKUM, TUJUAN, ASAS, DAN RUMPUN

BADAN LAYANAN UMUM

A. DASAR HUKUM BADAN LAYANAN UMUM

Dasar hukum BLU adalah pasal 68 dan 69 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang

Perbendaharaan Negara yang kemudian ditindaklanjuti dengan Peraturan Pemerintah Nomor

23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum.

Badan Layanan Umum juga diperjelas dalam Peraturan-peraturan Menteri Keuangan

antara lain:

1. PMK Nomor 76/PMK.05/2008 tentang Pedoman Akuntansi dan Pelaporan Keuangan

Badan Layanan Umum;

2. PMK Nomor 93/PMK.05/2011 tentang Petunjuk Penyusunan dan Penelaahan Rencana

Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga;

3. PMK Nomor 92/PMK.05/2011 tentang Rencana Bisnis dan Anggaran (RBA) serta

Pelaksanaan Anggaran BLU;

Dasar hukum lain yakni Perdirjen Perbendaharaan Nomor : PER-80/PB/2011 tentang

Penambahan dan Perubahan Akun Pendapatan, Belanja, dan Transfer pada Bagan Akun

Standar (BAS); Perdirjen Perbendaharaan Nomor : PER-20/PB/2011 tentang Pedoman Teknis

Penyusunan Rencana Bisnis dan Anggaran BLU; serta SE Dirjen Perbendaharaan Nomor :

SE-2/PB/2012 tentang Petunjuk Lebih Lanjut Pengelolaan Hibah Langsung Baik dalam

Bentuk Uang maupun Barang/Jasa/Surat Berharga Tahun 2011.

B. TUJUAN BADAN LAYANAN UMUM

Tujuan BLU seperti yang tertuang dalam Pasal 2 PP No. 23 Tahun 2005, adalah untuk

meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum

dan mencerdaskan kehidupan bangsa dengan memberikan fleksibilitas dalam pengelolaan

keuangan berdasarkan prinsip ekonomi dan produktivitas, dan penerapan praktek bisnis yang

sehat.

3

Page 4: Badan layanan umum

C. ASAS BADAN LAYANAN UMUM

Asas BLU dalam Pasal 3 PP No. 23 Tahun 2005 antara lain:

1. BLU beroperasi sebagai unit kerja kementerian negara/lembaga/pemerintah daerah

untuk tujuan pemberian layanan umum yang pengelolaannya berdasarkan

kewenangan yang didelegasikan oleh instansi induk yang bersangkutan,

2. BLU merupakan bagian perangkat pencapaian tujuan kementerian

negara/lembaga/pemerintah daerah dan karenanya status hukum BLU tidak terpisah

dari kementerian negara/lembaga/pemerintah daerah sebagai instansi induk,

3. Menteri/pimpinan lembaga/gubernur/bupati/walikota bertanggung jawab atas

pelaksanaan kebijakan penyelenggaraan pelayanan umum yang didelegasikannya

kepada BLU dari segi manfaat layanan yang dihasilkan,

4. Pejabat yang ditunjuk mengelola BLU bertanggung jawab atas pelaksanaan kegiatan

pemberian layanan umum yang didelegasikan kepadanya oleh menteri/pimpinan

lembaga/gubernur/bupati/walikota,

5. BLU menyelenggarakan kegiatannya tanpa mengutamakan pencarian keuntungan,

6. Rencana kerja dan anggaran serta laporan keuangan dan kinerja BLU disusun dan

disajikan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari rencana kerja dan anggaran serta

laporan keuangan dan kinerja kementerian negara/lembag/SKPD/pemerintah daerah.

7. BLU mengelola penyelenggaraan layanan umum sejalan dengan praktek bisnis yang

sehat.

D. JENIS RUMPUN BADAN LAYANAN UMUM

Badan Layanan Umum dapat terbagi dalam 3 jenis rumpun (Suhermawan, 2011):

1. Rumpun Kegiatan Penyediaan Jasa/Barang (Kesehatan, Pendidikan)

2. Rumpun Kegiatan Pengelolaan Wilayah (Otorita, Kapet)

3. Rumpun Pengelola Dana Khusus (Dana bergulir UKM, Penerusan Pinjaman,

Tabungan perumahan)

4

Page 5: Badan layanan umum

BAB III

PERSYARATAN, PENETAPAN, DAN PENCABUTAN

BADAN LAYANAN UMUM

A. PERSYARATAN BADAN LAYANAN UMUM

Suatu satuan kerja instansi pemerintah dapat diizinkan mengelola keuangan dengan PPK-

BLU apabila memenuhi persyaratan substantif, teknis, dan administratif.

1. Persyaratan substantif

a. Penyediaan barang dan/atau jasa layanan umum

Contoh: pelayanan di bidang kesehatan, penyelenggaraan pendidikan, serta

pelayanan jasa penelitian dan pengembangan (litbang).

b. Pengelolaan wilayah/kawasan tertentu untuk tujuan meningkatkan perekonomian

masyarakat atau layanan umum

Contoh: otorita dan Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (Kapet).

c. Pengelolaan dana khusus dalam rangka meningkatkan ekonomi dan/atau pelayanan

kepada masyarakat

Contoh: pengelola dana bergulir untuk usaha kecil dan menengah.

2. Persyaratan teknis

a. Kinerja pelayanan di bidang tugas pokok dan fungsinya layak dikelola dan

ditingkatkan pencapaiannya melalui BLU sebagaimana direkomendasikan oleh

menteri/pimpinan lembaga/kepala SKPD scsuai dengan kewenangannya

b. Kinerja keuangan satuan kerja instansi yang bersangkutan adalah sehat sebagaimana

ditunjukkan dalam dokumen usulan

3. Persyaratan administrasi

a. Pernyataan kesanggupan untuk meningkatkan kinerja

Pernyataan tersebut disusun sesuai dengan format yang tercantum dalam

lampiran Peraturan Menteri Keuangan Nomor 119/PMK.05/2007 dan bermaterai,

ditandatangani oleh pimpinan satker Instansi Pemerintah yang mengajukan usulan

untuk menerapkan PPK-BLU dan disetujui oleh menteri/pimpinan lembaga terkait.

b. Pola tata kelola

Merupakan peraturan internal satuan kerja Instansi Pemerintah yang menetapkan:

1) Organisasi dan tata laksana, yang memuat antara lain struktur organisasi,

prosedur kerja, pengelompokan fungsi yang logis, ketersediaan dan

pengembangansumber daya manusia;

5

Page 6: Badan layanan umum

2) Akuntabilitas, yaitu mempertanggungjawabkan pengelolaan sumber daya serta

pelaksanaan kebijakan yang dipercayakan kepada satuan kerja Instansi

Pemerintah bersangkutan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan secara

periodik, meliputi akuntabilitas program, kegiatan, dan keuangan;

3) Transparansi, yaitu adanya kejelasan tugas dan kewenangan, dan ketersediaan

informasi kepada publik.

c. Rencana strategis bisnis, mencakup:

1) Visi, adalah suatu gambaran yang menantang tentang keadaan masa depan yang

berisikan cita dan citra yang ingin diwujudkan.

2) Misi, adalah sesuatu yang harus dilaksanakan sesuai visi yang ditetapkan, agar

tujuan organisasi dapat terlaksana dan berhasil dengan baik.

3) Program strategis, adalah program yang berisi proses kegiatan yang berorientasi

pada hasil yang ingin dicapai selama kurun waktu 1 (satu) sampai dengan 5

(lima) tahun dengan memperhitungkan potensi, peluang, dan kendala yang ada

atau mungkin timbul.

4) Kesesuaian visi, misi, program, kegiatan, dan pengukuran pencapaian kinerja.

5) Indikator kinerja lima tahunan berupa indikator pelayanan, keuangan,

administrasi, dan SDM.

6) Pengukuran pencapaian kinerja, adalah pengukuran yang dilakukan dengan

menggambarkan apakah hasil kegiatan tahun berjalan dapat tercapai dengan

disertai analisis atas faktor-faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi

tercapainya kinerja tahun berjalan.

d. Laporan keuangan pokok

1) Kelengkapan laporan:

a) Laporan Realisasi Anggaran/Laporan Operasional Keuangan

b) Neraca/Prognosa Neraca

c) Laporan Arus Kas

d) Catatan atas Laporan Keuangan

2) Kesesuaian dengan standar akuntansi.

3) Hubungan antarlaporan keuangan.

4) Kesesuaian antara keuangan dan indikator kinerja yang ada di rencana strategis.

5) Analisis laporan keuangan.

6

Page 7: Badan layanan umum

e. Standar pelayanan minimum (SPM)

SPM adalah ukuran pelayanan yang harus dipenuhi oleh satuan kerja instansi

pemerintah untuk menerapkan PK (Pengelolaan Keuangan) BLU. SPM ditetapkan

oleh Menteri/Pimpinan Lembaga. SPM bertujuan untuk memberikan batasan layanan

minimum yang seharusnya dipenuhi oleh pemerintah. Agar fungsi standar pelayanan

dapat mencapai tujuan yang diharapkan, maka standar layanan BLU semestinya

memenuhi persyaratan SMART (Specific, Measurable, Attainable, Reliable, and

Timely), yaitu fokus pada jenis layanan; dapat diukur, dapat dicapai; relevan dan

dapat diandalkan; dan tepat waktu.

SPM sekurang-kurangnya mengandung unsur:

1) Jenis kegiatan atau pelayanan yang diberikan oleh satker (satuan kerja).

Jenis kegiatan merupakan pelayanan yang diberikan oleh satker baik pelayanan

ke dalam (satker itu sendiri) maupun pelayanan yang diberikan kepada

masyarakat. Jenis kegiatan ini merupakan tugas dan fungsi dari satker yang

bersangkutan.

2) Rencana Pencapaian SPM. 

Memuat target tahunan pencapaian SPM dengan mengacu pada batas waktu

pencapaian SPM sesuai dengan peraturan yang ada.

3) Indikator pelayanan.

SPM menetapkan jenis pelayanan dasar, indikator SPM dan batas waktu

pencapaian SPM.

4) Adanya tanda tangan pimpinan satuan kerja yang bersangkutan dan menteri atau

pimpinan lembaga.

f. Laporan audit terakhir/pernyataan bersedia diaudit

Adalah laporan auditor tahun terakhir sebelum satuan kerja instansi pemerintah yang

bersangkutan diusulkan untuk menerapkan PK BLU. Dalam hal satuan kerja instansi

pemerintah tersebut belum pernah diaudit, satuan kerja instansi pemerintah dimaksud

harus membuat pernyataan bersedia untuk diaudit secara independen yang disusun

dengan mengacu pada formulir yang telah ditetapkan.

7

Page 8: Badan layanan umum

B. PENETAPAN BADAN LAYANAN UMUM

1. Mekanisme Penilaian dan Penetapan Badan Layanan Umum

Gambar 3.1 Penetapan BLU (Suhermawan, 2011)

Instansi pemerintah yang memenuhi persyaratan substantif untuk menerapkan PK-BLU

akan diusulkan kepada Pimpinan Lembaga. Pimpinan Lembaga lalu meneliti persyaratan

teknis, dan bila memenuhi maka Pimpinan Lembaga akan meneruskan usulan kepada Menteri

Keuangan. Menteri Keuangan melakukan penilaian administratif atas usulan tersebut dan

apabila telah memenuhi semua persyaratan penetapan BLU, maka Menteri Keuangan

menetapkan instansi pemerintah bersangkutan untuk menerapkan PK-BLU berupa pemberian

status BLU secara penuh atau bertahap.

Menteri Keuangan menilai usulan PK-BLU dengan membentuk Tim Penilai yang terdiri

dari unsur di lingkungan Kementerian Keuangan yang terkait dengan kegiatan satker BLU

yang diusulkan, antara lain Ditjen Perbendaharaan, Sekretariat Jenderal Kementerian

Keuangan, dan Ditjen Anggaran. Tim Penilai tersebut dapat menggunakan narasumber yang

berasal dari lingkungan pemerintahan maupun masyarakat.

Tugas dari Tim Penilai adalah:

a. Merumuskan kriteria yang akan digunakan sebagai pedoman dalam melakukan

penilaian.

b. Melakukan identifikasi dan klarifikasi terhadap usulan penerapan PK-BLU.

c. Melakukan koordinasi dengan unit/instansi terkait.

d. Melakukan penilaian atas usulan penerapan PK-BLU yang disampaikan oleh

menteri/pimpinan lembaga.

8

Page 9: Badan layanan umum

e. Menyampaikan rekomendasi hasil penilaian atas usulan penetapan Satuan Kerja

Instansi Pemerintah untuk menerapkan PK-BLU kepada Menteri Keuangan.

f. Melaksanakan tugas-tugas lain yang berkaitan dengan penilaian usulan penetapan

instansi PK-BLU.

2. Penetapan Status BLU

a. Status BLU Penuh

Status BLU secara penuh diberikan apabila seluruh persyaratan substantif, teknis,

dan administratif telah dipenuhi dengan memuaskan.

Satker yang berstatus BLU Penuh diberikan seluruh fleksibilitas pengelolaan

keuangan BL yaitu:

1) Pengelolaan Pendapatan

2) Pengelolaan Belanja

3) Pengadaan Barang/Jasa

4) Pengelolaan Barang

5) Pengelolaan Kas

6) Pengelolaan Utang dan Piutang

7) Pengelolaan Investasi

8) Perumusan Kebijakan, Sistem, dan Prosedur Pengelolaan Keuangan.

b. Status BLU Bertahap

Status BLU bertahap diberikan apabila persyaratan substantif dan teknis

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) PP No. 23 Tahun 2005

telah terpenuhi, namun persyaratan administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal

4 ayat (4) PP No. 23 Tahun 2005 belum terpenuhi secara memuaskan. Status BLU

bertahap ini berlaku paling lama tiga tahun.

Fleksibilitas yang diberikan kepada satker berstatus BLU bertahap dibatasi:

1) Penggunaan langsung pendapatan dibatasi jumlahnya, sisanya harus disetorkan

ke kas negara sesuai prosedur PNBP.

2) Tidak diperbolehkan mengelola investasi.

3) Tidak diperbolehkan mengelola utang.

4) Pengadaan barang/jasa mengikuti ketentuan umum pengadaan barang/jasa

pemerintah yang berlaku.

5) Tidak diterapkan flexible budget.

9

Page 10: Badan layanan umum

C. PERUBAHAN DAN PENCABUTAN BADAN LAYANAN UMUM

Perubahan status dari BLU penuh menjadi BLU bertahap atau sebaliknya, terjadi apabila

BLU yang bersangkutan mengalami penurunan atau peningkatan kinerja. Ditjen

Perbendaharaan c.q. Direktorat Pembinaan PK-BLU setiap periode melakukan pembinaan,

monitoring, dan evaluasi kinerja BLU. Hasil dari pembinaan, monitoring, dan evaluasi

tersebut menjadi masukan dalam perubahan status BLU.

Pencabutan status BLU menjadi satker biasa apabila:

1. Dicabut oleh Menteri Keuangan berdasarkan rekomendasi atau masukan dari tim

pembinaan, monitoring, dan evaluasi kinerja BLU.

2. Dicabut oleh Menteri Keuangan atas usulan menteri teknis/pimpinan lembaga.

3. Berubah status menjadi badan hukum dengan kekayaan negara yang dipisahkan.

Apabila menteri/pimpinan lembaga teknis mengajukan usulan pencabutan BLU, Menteri

Keuangan membuat penetapan pencabutan penerapan PK-BLU paling lambat tiga bulan sejak

tanggal usulan tersebut diterima. Jika melebihi jangka waktu tersebut, usulan pencabutan

dianggap ditolak. Instansi pemerintah yang pernah dicabut dari status PK-BLU dapat

diusulkan kembali untuk menerapkan PK-BLU.

10

Page 11: Badan layanan umum

BAB IV

TARIF DAN BIAYA SATUAN LAYANAN

BADAN LAYANAN UMUM

A. TARIF LAYANAN BADAN LAYANAN UMUM

PP No. 23 Tahun 2005 Pasal 9 menerangkan tentang tarif layanan BLU. Dalam pasal

tersebut disebutkan BLU dapat memungut biaya kepada masyarakat sebagai imbalan atas

barang/jasa layanan yang diberikan. Imbalan tersebut ditetapkan dalam bentuk tarif yang

disusun atas dasar perhitungan biaya per unit layanan atau hasil per investasi dana yang dapat

bertujuan untuk menutup seluruh atau sebagian dari biaya per unit layanan.

Tarif layanan dapat berupa besaran tarif atau pola tarif sesuai jenis layanan BLU yang

bersangkutan. Apabila BLU memiliki jenis layanan yang tidak terlalu banyak, maka cukup

memiliki tarif berupa angka mutlak ataupun kisaran tarif. Apabila BLU memiliki jenis

layanan yang banyak dan bersifat kompleks, seperti rumah sakit, maka tarifnya berupa pola

tarif untuk kelompok layanan.

Tarif layanan diusulkan oleh BLU bersangkutan kepada Menteri/Pimpinan

Lembaga/Kepala SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah). Usul tarif layanan dari

menteri/pimpinan lembaga/kepala SKPD selanjutnya ditetapkan oleh Menteri

Keuangan/gubernur/bupati/walikota, sesuai dengan kewenangannya (PP No. 23 Tahun 2005

Pasal 9 ayat 3 dan 4). Dalam penetapan tarif dimaksud, Menteri Keuangan dibantu oleh suatu

tim dan dapat menggunakan narasumber yang berasal dari sektor terkait.

Hal-hal yang wajib dipertimbangkan dalam menyusun tarif adalah sebagai berikut:

1. Kontinuitas dan pengembangan layanan;

2. Daya beli masyarakat;

3. Asas keadilan dan kepatutan;

4. Kompetisi yang sehat.

B. BIAYA SATUAN

Biaya satuan per unit output dari layanan atau kegiatan ditentukan lebih dulu sebelum

penyusunan tarif dan biaya layanan. Biaya satuan dibuat berdasarkan perhitungan akuntansi

biaya untuk setiap output barang/jasa yang dihasilkan.

11

Page 12: Badan layanan umum

Dalam rangka penyusunan biaya satuan per unit layanan, maka perlu diperhitungkan

biaya-biaya yang timbul, antara lain:

1. Biaya langsung; adalah biaya-biaya yang secara khusus dapat ditelusuri atau

diidentifikasi sebagai komponen langsung dari biaya produk. Total biaya langsung ini

sering disebut dengan istilah biaya utama (prime cost).

2. Biaya tidak langsung adalah semua biaya yang tidak dapat diidentifikasi secara khusus

terhadap suatu produk dan dibebankan kepada seluruh jenis produk secara bersamaan.

Biaya tidak langsung ini sering disebut juga biaya overhead (overhead cost).

3. Biaya variabel adalah biaya yang berubah secara total seiring dengan berubahnya

volume produk yang dibuat. Sedangkan biaya per unit-nya adalah tetap. Contoh:

Biaya bahan baku langsung dan tenaga kerja langsung.

4. Biaya tetap (fixed cost), seperti biaya penyusutan dan biaya sewa akan selalu tetap

(constant) dalam suatu rentang waktu/periode tertentu. Perlu dicatat bahwa biaya tetap

akan selalu konstan pada semua tingkat produksi (volume), sedangkan biaya tetap per

unit akan menurun seiring dengan meningkatnya volume produksi.

Langkah-langkah perhitungan biaya satuan adalah sebagai berikut:

1. Menentukan kegiatan berdasarkan program yang telah ditetapkan;

2. Menentukan indikator kinerja berupa keluaran (output), tolok ukur kinerja, dan target

kinerja;

3. Untuk satu jenis keluaran, tentukan jenis biaya dan besaran biaya per unit output. Jenis

biaya dapat berupa: biaya langsung variabel, biaya langsung tetap, biaya tidak

langsung variabel, dan biaya tidak langsung tetap.

4. Menghitung biaya per jenis kegiatan dengan mengalikan rincian biaya dengan satuan

biaya.

5. Menjumlahkan seluruh komponen biaya untuk mendapatkan satuan biaya per

kegiatan.

12

Page 13: Badan layanan umum

BAB V

PENGELOLAAN KEUANGAN BADAN LAYANAN UMUM

A. PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN

1. Rencana Strategis Bisnis

BLU menyusun rencana strategis bisnis lima tahunan dengan mengacu kepada Rencana

Strategis Kementerian/Lembaga (Renstra K/L). Rencana strategis bisnis merupakan istilah

yang pengertiannya sama dengan Renstra bagi instansi pemerintah. Oleh karena itu

penyusunan rencana strategis bisnis berpedoman pada Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun

1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah.

2. Penyusunan Rencana Bisnis dan Anggaran

Rencana Bisnis dan Anggaran (RBA) BLU memuat antara lain:

a. Kondisi kinerja BLU tahun berjalan

b. Asumsi makro dan mikro

c. Target kinerja (output yang terukur)

d. Analisis dan perkiraan biaya per output dan agregat

e. Perkiraan harga dan anggaran

f. Prognosa laporan keuangan

3. Pengintegrasian Rencana Bisnis dan Anggaran dalam RKA-K/L

RKA-K/L sebagai dokumen usulan anggaran (budget request) memuat sasaran terukur

yang penyusunannya dilakukan secara berjenjang dari tingkat kantor/satuan kerjake tingkat

yang lebih tinggi (bottom-up) untuk melaksanakan penugasan dari menteri/pimpinan

lembaga (top down). Dengan demikian dalam menyusun suatu Rencana Kerja dan

Anggaran BLU harus menerapkan anggaran berbasis kinerja.

BLU sebagai satuan kerja merupakan bagian dari kementerian negara/lembaga. Oleh

karena itu pengintegrasian RBA BLU ke dalam RKA-K/L dilakukan oleh kementerian

negara/lembaga bersangkutan. Tata cara pengintegrasian RBA kedalam RKA-K/L

berpedoman pada ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2004 tentang

Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga.

B. PELAKSANAAN ANGGARAN

1. Dokumen Pelaksanaan Anggaran

Setelah RKA-KL dan Undang-undang APBN disahkan, pimpinan BLU menyesuaikan

usulan Rencana Bisnis dan Anggaran (RBA) menjadi RBA Definitif. RBA definitif

13

Page 14: Badan layanan umum

digunakan sebagai acuan dalam menyusun DIPA BLU untuk diajukan dan mendapat

pengesahan Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perbendaharaan.

DIPA BLU sekurang-kurangnya memuat:

a. seluruh pendapatan dan belanja BLU;

b. proyeksi arus kas;

c. jumlah dan kualitas barang dan/atau jasa yang dihasilkan;

d. rencana penarikan dana yang bersumber dari APBN;

e. besaran persentase ambang batas sebagaimana ditetapkan dalam RBA definitif.

Dalam hal DIPA BLU belum disahkan oleh Menteri Keuangan, BLU dapat melakukan

pengeluaran paling tinggi sebesar angka dokumen pelaksanaan anggaran tahun lalu. DIPA

BLU yang telah disahkan oleh Menteri Keuangan menjadi lampiran dari contractual

performance agreement yang ditandatangani oleh menteri/pimpinan lembagadengan pimpinan

BLU yang bersangkutan dan sekaligus menjadi dasar penarikan dana.

2. Pengelolaan PNBP

Pengelolaan PNBP pada BLU mengikuti pedoman sebagai berikut.

a. Penggunaan PNBP

1) Pada BLU Penuh

Satuan kerja berstatus BLU Penuh diberikan fleksibilitas pengelolaan keuangan,

antara lain dapat langsung menggunakan seluruh PNBP dari pendapatan

operasional dan nonopersaional, di luar dana yang yang bersumber dari APBN,

sesuai RBA tanpa terlebih dahulu disetorkan ke Rekening Kas Negara. Apabila

PNBP melebihi target yang ditetapkan dalam RBA tetapi masih dalam ambang

batas fleksibilitas, kelebihan tersebut dapat digunakan langsung mendahului

pengesahan revisi DIPA.

2) Pada BLU Bertahap

Satker berstatus BLU Bertahap dapat menggunakan PNBP sebesar persentase

yang telah ditetapkan. Sedangkan PNBP yang dapat digunakan langsung adalah

sebesar persentase yang ditetapkan dalam Keputusan Menteri Keuangan tentang

penetapan satker yang menerapkan PK-BLU yang bersangkutan.

Satker berstatus BLU Bertahap menyetor penerimaan PNBP yang tidak digunakan

langsung ke Rekening Kas Negara secepatnya. PNBP yang telah disetor dapat

dipergunakan kembali sebesar selisih antara PNBP yang dapat digunakan dengan

PNBP yang telah digunakan langsung.

14

Page 15: Badan layanan umum

b. Pertanggungjawaban Pengunaan PNBP oleh BLU

Satker BLU mempertanggungjawabkan pengggunaan PNBP secara langsung

dengan menyampaikan SPM Pengesahan kepada KPPN setiap triwulan selambat-

lambatnya tanggal 10 setelah akhir triwulan yang bersangkutan dengan dilampiri Surat

Pernyataan Tanggung Jawab (SPTJ) yang ditandatangani oleh pimpinan BLU.

Berdasarkan SPM pengesahan tersebut, KPPN menerbitkan SP2D sebagai pengesahan

penggunaan dana PNBP. Pertanggungjawaban penggunaan dana PNBP selain yang

digunakan langsung oleh satker yang berstatus BLU Bertahap menggunakan

mekanisme pertanggungjawaban PNBP sebagaimana diatur dalam ketentuan

perundangan yang berlaku (mengakomodasi perubahan Peraturan Dirjen

Perbendaharaan Nomor PER-66/PB/2005).

3. Revisi Anggaran

DIPA BLU ataupun RBA Definitif apabila diperlukan dapat direvisi. Perubahan/revisi

terhadap DIPA BLU atau RBA Definitif dapat dilakukan jika:

a. Terdapat perubahan/pergeseran program atau kegiatan BLU;

b. Terdapat penambahan atau pengurangan pagu anggaran yang berasal dari APBN;

c. Belanja BLU melampaui ambang batas fleksibilitas;

d. Belanja BLU sampai dengan ambang batas fleksibilitas.

4. Surplus dan Defisit BLU

Surplus anggaran BLU adalah selisih lebih antara pendapatan dengan belanja BLU yang

dihitung berdasarkan laporan keuangan operasional berbasis akrual pada suatu periode

anggaran. Estimasi surplus dalam tahun anggaran berjalan diperhitungkan dalam RBA tahun

anggaran berikut untuk disetujui penggunaannya. Surplus anggaran BLU dapat digunakan

dalam tahun anggaran berikutnya kecuali atas perintah Menteri Keuangan, disetorkan

sebagian atau seluruhnya ke rekening kas umum negara dengan mempertimbangkan posisi

likuiditas BLU.

Defisit anggaran BLU adalah selisih kurang antara pendapatan dengan belanja BLU yang

dihitung berdasarkan laporan keuangan operasional berbasis akrual pada suatu periode

anggaran. Defisit anggaran BLU dapat diajukan pembiayaannya dalam tahun anggaran

berikutnya kepada Menteri Keuangan melalui Menteri/Pimpinan Lembaga. Menteri Keuangan

dapat mengajukan anggaran untuk menutup defisit pelaksanaan anggaran BLU

dalam APBN tahun anggaran berikutnya.

15

Page 16: Badan layanan umum

C. PENDAPATAN DAN BELANJA

Pendapatan dan belanja BLU diatur dalam Pasal 14 dan 15 PP No. 23 Tahun 2005.

Pendapatan BLU berasal dari:

1. Penerimaan anggaran yang bersumber dari APBN/APBD.

2. Pendapatan dari jasa layanan yang diberikan kepada masyarakat.

a. Pendapatan Jasa Pelayanan Rumah Sakit

b. Pendapatan Jasa Pelayanan Pendidikan

c. Pendapatan Jasa Pelayanan Tenaga, Pekerjaan, Informasi, Pelatihan, dan Teknologi

d. Pendapatan Jasa Pencetakan

e. Pendapatan Jasa Bandar Udara, Kepelabuhan, dan Kenavigasian

f. Pendapatan Jasa Penyelenggaraan Telekomunikasi

g. Pendapatan Jasa Pelayanan Pemasaran

h. Pendapatan Penyediaan Barang

i. Pendapatan Jasa Penyediaan Barang dan Jasa Lainnya

3. Hasil kerjasama BLU dengan pihak lain dan/atau hasil usaha lainnya.

a. Pendapatan Hasil Kerjasama Perorangan

b. Pendapatan Hasil Kerjasama Lembaga/Badan Usaha

c. Pendapatan Hasil Kerjasama Pemerintah Daerah

4. Pendapatan hibah meliputi hibah terikat dan hibah tidak terikat.

a. Pendapatan Hibah Terikat (hibah yang peruntukannya ditentukan oleh pemberi

hibah)

1) Pendapatan Hibah Terikat Dalam Negeri-Perorangan

2) Pendapatan Hibah Terikat Dalam Negeri-Lembaga/Badan Usaha

3) Pendapatan Hibah Terikat Dalam Negeri-Pemda

4) Pendapatan Hibah Terikat Luar Negeri-Perorangan

5) Pendapatan Hibah Terikat Luar Negeri-Lembaga/Badan Usaha

6) Pendapatan Hibah Terikat Luar Negeri-Negara

7) Pendapatan Hibah Terikat Lainnya

b. Pendapatan Hibah Tidak Terikat (hibah yang peruntukannya tidak ditentukan oleh

pemberi hibah)

1) Pendapatan Hibah Tidak Terikat Dalam Negeri-Perorangan

2) Pendapatan Hibah Tidak Terikat Dalam Negeri-Lembaga/Badan Usaha

3) Pendapatan Hibah Tidak Terikat Dalam Negeri-Pemda

4) Pendapatan Hibah Tidak Terikat Luar Negeri-Perorangan

16

Page 17: Badan layanan umum

5) Pendapatan Hibah Tidak Terikat Luar Negeri-Lembaga/Badan Usaha

6) Pendapatan Hibah Tidak Terikat Luar Negeri-Negara

7) Pendapatan Hibah Tidak Terikat Lainnya

5. Pendapatan BLU lainnya.

a. Pendapatan Jasa Layanan Perbankan BLU

b. Pendapatan Jasa Layanan Perbankan BLU yang dibatasi pengelolaannya

Pendapatan 1, 2, dan 3 diatas dapat dikelola langsung untuk membiayai belanja BLU

sesuai RBA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 PP No. 23 Tahun 2005. Hibah terikat

yang diperoleh dari masyarakat atau badan lain merupakan pendapatan yang harus

diperlakukan sesuai dengan peruntukan.

Belanja BLU terdiri dari unsur biaya yang sesuai dengan struktur biaya yang dituangkan

dalam RBA definitif. Belanja BLU dilaporkan sebagai belanja barang dan jasa kementerian

negara/lembaga/SKPD/pemerintah daerah.

Pengelolaan belanja BLU diselenggarakan secara fleksibel berdasarkan kesetaraan antara

volume kegiatan pelayanan dengan jumlah pengeluaran, mengikuti praktek bisnis yang sehat.

Fleksibilitas pengelolaan belanja berlaku dalam ambang batas sesuai dengan yang ditetapkan

dalam RBA. Belanja BLU yang melampaui ambang batas fleksibilitas harus mendapat

persetujuan Menteri Keuangan/gubemur/bupati/walikota atas usulan menteri/pimpinan

lembaga/kepala SKPD, sesuai dengan kewenangannya.

Apabila terjadi kekurangan anggaran, BLU dapat mengajukan usulan tambahan anggaran

dari APBN/APBD kepada Menteri Keuangan/PPKD melalui menteri/pimpinan

lembaga/kepala SKPD sesuai dengan kewenangannya.

D. PENGELOLAAN KEUANGAN DAN BARANG

1. Pengelolaan Kas

Pengelolaan kas BLU dilakukan berdasarkan praktek bisnis yang sehat. Dalam

melaksanakan pengelolaan kas, BLU menyelenggarakan hal-hal sebagai berikut :

a. Perencanaan penerimaan dan pengeluaran kas;

b. Pemungutan pendapatan atau tagihan;

c. Penyimpanan kas dan mengelola rekening bank;

d. Pembayaran;

e. Perolehan sumber dana untuk menutup defisit jangka pendek; dan

f. Pemanfaatan surplus kas jangka pendek untuk memperoleh pendapatan tambahan.

Pengelolaan kas BLU dapat dilakukan melalui:

17

Page 18: Badan layanan umum

a. Penarikan dana yang bersumber dari APBN dengan menerbitkan SPM;

b. Pembukaan Rekening Bank BLU oleh pimpinan BLU, sesuai dengan ketentuan yang

berlaku kecuali dalam rangka cash management;

c. Investasi jangka pendek dalam rangka cash management (jika terjadi surplus kas) pada

instrumen keuangan dengan resiko rendah.

2. Pengelolaan Piutang

Dalam pengelolaan keuangan, BLU dapat memberikan piutang terkait dengan

kegiatannya, yang dikelola secara tertib, efisien, ekonomis, transparan, dan bertanggung

jawab serta dapat memberikan nilai tambah, sesuai dengan praktek bisnis yang sehat dan

ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Piutang BLU dapat dihapus secara mutlak atau bersyarat oleh pejabat berwenang, yang

nilainya ditetapkan secara berjenjang. Kewenangan penghapusan piutang secara berjenjang

ditetapkan dengan Peraturan Menteri Keuangan dengan memperhatikan ketentuan peraturan

perundang-undangan.

3. Pengelolaan Utang

Dalam kegiatan operasional dengan pihak lain, BLU dapat memiliki utang yang dikelola

secara tertib, efisien, ekonomis, transparan, dan bertanggung jawab, sesuai dengan praktek

bisnis yang sehat. Pembayaran utang BLU pada prinsipnya menjadi tanggung jawab BLU.

Pengelolaan utang harus sesuai dengan peruntukannya, utang jangka pendek ditujukan

hanya untuk belanja operasional, sedangkan utang jangka panjang hanya untuk belanja modal.

Hak tagih atas utang BLU kadaluarsa setelah lima tahun sejak utang tersebut jatuh tempo,

kecuali ditetapkan lain oleh UU.

4. Pengelolaan Investasi

BLU tidak dapat melakukan investasi jangka panjang, kecuali atas persetujuan Menteri

Keuangan. Investasi jangka panjang yang dimaksud antara lain penyertaan modal, pemilikan

obligasi untuk masa jangka panjang, atau investasi langsung (pendirian perusahaan).

Keuntungan dari investasi jangka panjang merupakan pendapatan BLU.

5. Penyelesaian Kerugian

Setiap kerugian negara pada BLU yang disebabkan oleh tindakan melanggar hukum atau

kelalaian seseorang diselesaikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan

mengenai penyelesaian kerugian negara.

Bendahara, pegawai negeri bukan bendahara, atau pejabat lain yang karena perbuatannya

melanggar hukum atau melalaikan kewajiban yang dibebankan kepadanya secara langsung

merugikan keuangan negara, wajib mengganti kerugian tersebut.

18

Page 19: Badan layanan umum

Setiap pimpinan kementerian negara/lembaga dapat segera melakukan tuntutan ganti rugi,

setelah mengetahui bahwa dalam kementerian negara/lembaga yang bersangkutan terjadi

kerugian akibat perbuatan dari pihak manapun.

E. AKUNTANSI, PELAPORAN, DAN PERTANGGUNGJAWABAN KEUANGAN

1. Akuntansi

BLU menyelenggarakan akuntansi sesuai dengan standar akuntansi keuangan yang

diterbitkan oleh asosiasi profesi akuntan Indonesia. Jika tidak ada standar akuntansi BLU

yang bersangkutan dapat menerapkan standar akuntansi industri yang spesifik setelah

mendapat persetujuan Menteri Keuangan.

BLU mengembangkan dan menerapkan sistem akuntansi dengan mengacu pada standar

akuntansi yang berlaku sesuai dengan jenis layanannya dan ditetapkan oleh menteri/pimpinan

lembaga.

2. Pelaporan

BLU menyampaikan laporan keuangan setiap triwulan kepada menteri/pimpinan lembaga

berupa Laporan Realisasi Anggaran, Laporan Arus Kas, dan Catatan atas Laporan Keuangan

dan Laporan keuangan yang lengkap (termasuk neraca dan ikhtisar laporan keuangan) pada

setiap semester dan tahunan. Laporan-laporan tersebut disampaikan paling lambat satu bulan

setelah periode pelaporan berakhir. Laporan keuangan unit-unit usaha yang diselenggarakan

dikonsolidasikan oleh BLU dan menjadi lampiran laporan keuangan BLU.

Laporan keuangan BLU dikonsolidasikan dengan laporan keuangan kementerian/lembaga

sesuai standar akuntansi pemerintahan dan diaudit oleh pemeriksa ekstern sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan.

3. Pertanggungjawaban

Menteri/pimpinan lembaga bertanggung jawab atas keberhasilan pencapaian sasaran

program berupa hasil (political accountability), sedangkan pimpinan BLU bertanggung jawab

atas keberhasilan pencapaian sasaran kegiatan berupa keluaran (operational accountability)

dan terhadap kinerja BLU sesuai dengan tolok ukur yang ditetapkan dalam RBA.

19

Page 20: Badan layanan umum

BAB VI

PEMBINAAN, PENGAWASAN, DAN PEMERIKSAAN

BADAN LAYANAN UMUM

A. Pembinaan Badan Layanan Umum

Pembinaan teknis BLU dilakukan oleh menteri/pimpinan lembaga, sedangkan pembinaan

di bidang keuangan dilakukan oleh Menteri Keuangan.

B. Pengawasan Badan Layanan Umum

Dalam rangka pelaksanaan pembinaan BLU dapat dibentuk dewan pengawas.

Pembentukan dewan pengawas hanya berlaku pada BLU yang memiliki realisasi nilai omzet

tahunan (menurut laporan realisasi anggaran) atau nilai aset (menurut neraca) memenuhi

syarat minimum yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.

C. Pemeriksaan Badan Layanan Umum

Pemeriksaan intern BLU dilaksanakan oleh satuan pemeriksaan intern (SPI) yang

merupakan unit kerja dan berkedudukan langsung di bawah pemimpin BLU, sedangkan

pemeriksaan ekstern dilaksanakan oleh lembaga pemeriksa ekstern sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan.

20

Page 21: Badan layanan umum

CONCLUSION

Public Service Agency (Indonesian: BLU/Badan Layanan Umum) is an institution in the

governmental environment which doing the public service based on effectivity and efficiency

without give priority to the provit. The basis laws of Public Service Agency in Indonesia are

UU RI No. 1 Tahun 2004, PP No. 23 Tahun 2005, and also Finances Ministerial Regulations.

The purpose of Public Service Agency is to increase the public service in order to promote the

general welfare and enrich the life of a nation. Public Service Agency is made as a forum for

the implementation of performance-based budgeting. Public Service Agency is controlled by

budget and accountability, but giving flexibility in its operational management. This

flexibility is meant to encourage Public Service Agency work unit in implementing practices

based on business principles and rules of good management in order to realize good corporate

governance in enhancing transparency and accountability in the management of state

finances. To be the Public Service Agency work unit, Minister/Head of institution/head SKPD

can propose a government agency that meets the requirements of substantive, technical, and

administrative measures to apply to the Minister of Finance PPK

BLU/governors/regents/mayors, in accordance with their authority. The following Public

Service Agency operating funds as mentioned in Article 14 of PP No. 23 Tahun 2005, are

APBN/APBD, revenues from services to the community, grants are not bound, grants bound,

the Public Service Agency cooperation with third parties, and other business results.

21

Page 22: Badan layanan umum

DAFTAR PUSTAKA

Direktorat Pembinaan Pengelolaan Keuangan BLU. 2012. Kebijakan Pengelolaan Pendapatan Badan

Layanan Umum. Yogyakarta. Didapat secara online dari

http://repository.ung.ac.id/get/kms/623/Kebijakan-Pengelolaan-Pendapatan-BLU.pdf.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 23 Tahun 2013 tentang Pengelolaan Keuangan

Badan Layanan Umum.

Suhermawan, E. Berland. 2011. Badan Layanan Umum: Administrasi dan Persyaratan.

Bandung. Didapat secara online dari

http://xa.yimg.com/kq/groups/24410925/1962727760/name/Konsep+

%26+Filosofi+PK+BLU.ppt.

Wikiapbn, Ensiklopedia Kementrian Keuangan. 2014. Badan Layanan Umum. Didapat secara

online dari http://www.wikiapbn.org/badan-layanan-umum/.

22