Badan layanan umum
-
Upload
indah-maya-safitri -
Category
Government & Nonprofit
-
view
1.272 -
download
2
Transcript of Badan layanan umum
BAB I
PENGERTIAN, LATAR BELAKANG TERBENTUKNYA, DAN KARAKTERISTIK
BADAN LAYANAN UMUM
A. PENGERTIAN BADAN LAYANAN UMUM
Menurut Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 2005, Badan Layanan Umum (BLU) adalah
instansi di lingkungan Pemerintah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada
masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari
keuntungan dan dalam melakukan kegiatarnya didasarkan pada prinsip efisiensi dan
produktivitas.
B. LATAR BELAKANG TERBENTUKNYA BADAN LAYANAN UMUM
Pergeseran sistem penganggaran dari penganggaran tradisional menjadi penganggaran
berbasis kinerja merupakan salah satu agenda reformasi keuangan Negara. Adanya perubahan
ini membuat orientasi penggunaan dana pemerintah menjadi lebih jelas dari sekedar
membiayai input dan proses menjadi berorientasi pada output. Hal ini penting mengingat
kebutuhan dana yang makin tinggi tetapi sumber daya pemerintah terbatas.
Penganggaran berorientasi pada output merupakan praktik yang dianut oleh pemerintahan
modern di berbagai negara. Mewirausahakan pemerintah (enterprising the government)
adalah paradigma yang memberi arah yang tepat bagi sektor keuangan publik untuk
mendorong peningkatan pelayanan. Ketentuan tentang penganggaran tersebut telah
dituangkan dalam UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Selanjutnya, UU No. 1
Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara membuka koridor baru bagi penerapan basis
kinerja di lingkungan pemerintah. Dalam Pasal 68 dan Pasal 69 UU tersebut menyatakan
instansi pemerintah yang tugas pokok dan fungsinya memberi pelayanan kepada masyarakat
dapat menerapkan pola pengelolaan keuangan yang fleksibel dengan mengutamakan
produktivitas, efisiensi, dan efektivitas.
Prinsip-prinsip pokok dalam kedua undang-undang tersebut menjadi dasar instansi
pemerintah untuk menerapkan pengelolaan keuangan BLU. BLU diharapkan menjadi langkah
awal pembaharuan manajemen keuangan sektor publik, demi meningkatkan pelayanan
pemerintah kepada masyarakat. Adanya pengelolaan keuangan BLU juga dalam rangka
mengurangi birokrasi dan meningkatkan kualitas layanan pemerintah kepada masyarakat.
1
Menurut Wikiapbn, Sebuah Ensiklopedia Kementerian Keuangan, alasan mengapa BLU
diperlukan antara lain:
1. Dapat dilakukan peningkatan pelayanan instansi pemerintah kepada masyarakat dalam
rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa;
2. Instansi pemerintah dapat memperoleh fleksibilitas dalam pengelolaan keuangan
berdasarkan prinsip ekonomi dan produktivitas dengan menerapkan praktik bisnis
yang sehat;
3. Dapat dilakukan pengamanan atas aset negara yang dikelola oleh instansi terkait.
C. KARAKTERISTIK BADAN LAYANAN UMUM
Berikut ini karakteristik dari Badan Layanan Umum:
1. Berkedudukan sebagai lembaga pemerintah (bukan kekayaan negara yang dipisahkan);
2. Menghasilkan barang/jasa yang seluruhnya/sebagian dijual kepada publik;
3. Tidak bertujuan mencari keuntungan;
4. Dikelola secara otonom dengan prinsip efisien dan produktivitas ala korporasi;
5. Rencana kerja/anggaran dan pertanggungjawaban dikonsolidasikan pada instansi
induk;
6. Pendapatan dan sumbangan dapat digunakan langsung;
7. Pegawai dapat terdiri dari PNS dan non-PNS;
8. Bukan sebagai subjek pajak.
2
BAB II
DASAR HUKUM, TUJUAN, ASAS, DAN RUMPUN
BADAN LAYANAN UMUM
A. DASAR HUKUM BADAN LAYANAN UMUM
Dasar hukum BLU adalah pasal 68 dan 69 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang
Perbendaharaan Negara yang kemudian ditindaklanjuti dengan Peraturan Pemerintah Nomor
23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum.
Badan Layanan Umum juga diperjelas dalam Peraturan-peraturan Menteri Keuangan
antara lain:
1. PMK Nomor 76/PMK.05/2008 tentang Pedoman Akuntansi dan Pelaporan Keuangan
Badan Layanan Umum;
2. PMK Nomor 93/PMK.05/2011 tentang Petunjuk Penyusunan dan Penelaahan Rencana
Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga;
3. PMK Nomor 92/PMK.05/2011 tentang Rencana Bisnis dan Anggaran (RBA) serta
Pelaksanaan Anggaran BLU;
Dasar hukum lain yakni Perdirjen Perbendaharaan Nomor : PER-80/PB/2011 tentang
Penambahan dan Perubahan Akun Pendapatan, Belanja, dan Transfer pada Bagan Akun
Standar (BAS); Perdirjen Perbendaharaan Nomor : PER-20/PB/2011 tentang Pedoman Teknis
Penyusunan Rencana Bisnis dan Anggaran BLU; serta SE Dirjen Perbendaharaan Nomor :
SE-2/PB/2012 tentang Petunjuk Lebih Lanjut Pengelolaan Hibah Langsung Baik dalam
Bentuk Uang maupun Barang/Jasa/Surat Berharga Tahun 2011.
B. TUJUAN BADAN LAYANAN UMUM
Tujuan BLU seperti yang tertuang dalam Pasal 2 PP No. 23 Tahun 2005, adalah untuk
meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum
dan mencerdaskan kehidupan bangsa dengan memberikan fleksibilitas dalam pengelolaan
keuangan berdasarkan prinsip ekonomi dan produktivitas, dan penerapan praktek bisnis yang
sehat.
3
C. ASAS BADAN LAYANAN UMUM
Asas BLU dalam Pasal 3 PP No. 23 Tahun 2005 antara lain:
1. BLU beroperasi sebagai unit kerja kementerian negara/lembaga/pemerintah daerah
untuk tujuan pemberian layanan umum yang pengelolaannya berdasarkan
kewenangan yang didelegasikan oleh instansi induk yang bersangkutan,
2. BLU merupakan bagian perangkat pencapaian tujuan kementerian
negara/lembaga/pemerintah daerah dan karenanya status hukum BLU tidak terpisah
dari kementerian negara/lembaga/pemerintah daerah sebagai instansi induk,
3. Menteri/pimpinan lembaga/gubernur/bupati/walikota bertanggung jawab atas
pelaksanaan kebijakan penyelenggaraan pelayanan umum yang didelegasikannya
kepada BLU dari segi manfaat layanan yang dihasilkan,
4. Pejabat yang ditunjuk mengelola BLU bertanggung jawab atas pelaksanaan kegiatan
pemberian layanan umum yang didelegasikan kepadanya oleh menteri/pimpinan
lembaga/gubernur/bupati/walikota,
5. BLU menyelenggarakan kegiatannya tanpa mengutamakan pencarian keuntungan,
6. Rencana kerja dan anggaran serta laporan keuangan dan kinerja BLU disusun dan
disajikan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari rencana kerja dan anggaran serta
laporan keuangan dan kinerja kementerian negara/lembag/SKPD/pemerintah daerah.
7. BLU mengelola penyelenggaraan layanan umum sejalan dengan praktek bisnis yang
sehat.
D. JENIS RUMPUN BADAN LAYANAN UMUM
Badan Layanan Umum dapat terbagi dalam 3 jenis rumpun (Suhermawan, 2011):
1. Rumpun Kegiatan Penyediaan Jasa/Barang (Kesehatan, Pendidikan)
2. Rumpun Kegiatan Pengelolaan Wilayah (Otorita, Kapet)
3. Rumpun Pengelola Dana Khusus (Dana bergulir UKM, Penerusan Pinjaman,
Tabungan perumahan)
4
BAB III
PERSYARATAN, PENETAPAN, DAN PENCABUTAN
BADAN LAYANAN UMUM
A. PERSYARATAN BADAN LAYANAN UMUM
Suatu satuan kerja instansi pemerintah dapat diizinkan mengelola keuangan dengan PPK-
BLU apabila memenuhi persyaratan substantif, teknis, dan administratif.
1. Persyaratan substantif
a. Penyediaan barang dan/atau jasa layanan umum
Contoh: pelayanan di bidang kesehatan, penyelenggaraan pendidikan, serta
pelayanan jasa penelitian dan pengembangan (litbang).
b. Pengelolaan wilayah/kawasan tertentu untuk tujuan meningkatkan perekonomian
masyarakat atau layanan umum
Contoh: otorita dan Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (Kapet).
c. Pengelolaan dana khusus dalam rangka meningkatkan ekonomi dan/atau pelayanan
kepada masyarakat
Contoh: pengelola dana bergulir untuk usaha kecil dan menengah.
2. Persyaratan teknis
a. Kinerja pelayanan di bidang tugas pokok dan fungsinya layak dikelola dan
ditingkatkan pencapaiannya melalui BLU sebagaimana direkomendasikan oleh
menteri/pimpinan lembaga/kepala SKPD scsuai dengan kewenangannya
b. Kinerja keuangan satuan kerja instansi yang bersangkutan adalah sehat sebagaimana
ditunjukkan dalam dokumen usulan
3. Persyaratan administrasi
a. Pernyataan kesanggupan untuk meningkatkan kinerja
Pernyataan tersebut disusun sesuai dengan format yang tercantum dalam
lampiran Peraturan Menteri Keuangan Nomor 119/PMK.05/2007 dan bermaterai,
ditandatangani oleh pimpinan satker Instansi Pemerintah yang mengajukan usulan
untuk menerapkan PPK-BLU dan disetujui oleh menteri/pimpinan lembaga terkait.
b. Pola tata kelola
Merupakan peraturan internal satuan kerja Instansi Pemerintah yang menetapkan:
1) Organisasi dan tata laksana, yang memuat antara lain struktur organisasi,
prosedur kerja, pengelompokan fungsi yang logis, ketersediaan dan
pengembangansumber daya manusia;
5
2) Akuntabilitas, yaitu mempertanggungjawabkan pengelolaan sumber daya serta
pelaksanaan kebijakan yang dipercayakan kepada satuan kerja Instansi
Pemerintah bersangkutan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan secara
periodik, meliputi akuntabilitas program, kegiatan, dan keuangan;
3) Transparansi, yaitu adanya kejelasan tugas dan kewenangan, dan ketersediaan
informasi kepada publik.
c. Rencana strategis bisnis, mencakup:
1) Visi, adalah suatu gambaran yang menantang tentang keadaan masa depan yang
berisikan cita dan citra yang ingin diwujudkan.
2) Misi, adalah sesuatu yang harus dilaksanakan sesuai visi yang ditetapkan, agar
tujuan organisasi dapat terlaksana dan berhasil dengan baik.
3) Program strategis, adalah program yang berisi proses kegiatan yang berorientasi
pada hasil yang ingin dicapai selama kurun waktu 1 (satu) sampai dengan 5
(lima) tahun dengan memperhitungkan potensi, peluang, dan kendala yang ada
atau mungkin timbul.
4) Kesesuaian visi, misi, program, kegiatan, dan pengukuran pencapaian kinerja.
5) Indikator kinerja lima tahunan berupa indikator pelayanan, keuangan,
administrasi, dan SDM.
6) Pengukuran pencapaian kinerja, adalah pengukuran yang dilakukan dengan
menggambarkan apakah hasil kegiatan tahun berjalan dapat tercapai dengan
disertai analisis atas faktor-faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi
tercapainya kinerja tahun berjalan.
d. Laporan keuangan pokok
1) Kelengkapan laporan:
a) Laporan Realisasi Anggaran/Laporan Operasional Keuangan
b) Neraca/Prognosa Neraca
c) Laporan Arus Kas
d) Catatan atas Laporan Keuangan
2) Kesesuaian dengan standar akuntansi.
3) Hubungan antarlaporan keuangan.
4) Kesesuaian antara keuangan dan indikator kinerja yang ada di rencana strategis.
5) Analisis laporan keuangan.
6
e. Standar pelayanan minimum (SPM)
SPM adalah ukuran pelayanan yang harus dipenuhi oleh satuan kerja instansi
pemerintah untuk menerapkan PK (Pengelolaan Keuangan) BLU. SPM ditetapkan
oleh Menteri/Pimpinan Lembaga. SPM bertujuan untuk memberikan batasan layanan
minimum yang seharusnya dipenuhi oleh pemerintah. Agar fungsi standar pelayanan
dapat mencapai tujuan yang diharapkan, maka standar layanan BLU semestinya
memenuhi persyaratan SMART (Specific, Measurable, Attainable, Reliable, and
Timely), yaitu fokus pada jenis layanan; dapat diukur, dapat dicapai; relevan dan
dapat diandalkan; dan tepat waktu.
SPM sekurang-kurangnya mengandung unsur:
1) Jenis kegiatan atau pelayanan yang diberikan oleh satker (satuan kerja).
Jenis kegiatan merupakan pelayanan yang diberikan oleh satker baik pelayanan
ke dalam (satker itu sendiri) maupun pelayanan yang diberikan kepada
masyarakat. Jenis kegiatan ini merupakan tugas dan fungsi dari satker yang
bersangkutan.
2) Rencana Pencapaian SPM.
Memuat target tahunan pencapaian SPM dengan mengacu pada batas waktu
pencapaian SPM sesuai dengan peraturan yang ada.
3) Indikator pelayanan.
SPM menetapkan jenis pelayanan dasar, indikator SPM dan batas waktu
pencapaian SPM.
4) Adanya tanda tangan pimpinan satuan kerja yang bersangkutan dan menteri atau
pimpinan lembaga.
f. Laporan audit terakhir/pernyataan bersedia diaudit
Adalah laporan auditor tahun terakhir sebelum satuan kerja instansi pemerintah yang
bersangkutan diusulkan untuk menerapkan PK BLU. Dalam hal satuan kerja instansi
pemerintah tersebut belum pernah diaudit, satuan kerja instansi pemerintah dimaksud
harus membuat pernyataan bersedia untuk diaudit secara independen yang disusun
dengan mengacu pada formulir yang telah ditetapkan.
7
B. PENETAPAN BADAN LAYANAN UMUM
1. Mekanisme Penilaian dan Penetapan Badan Layanan Umum
Gambar 3.1 Penetapan BLU (Suhermawan, 2011)
Instansi pemerintah yang memenuhi persyaratan substantif untuk menerapkan PK-BLU
akan diusulkan kepada Pimpinan Lembaga. Pimpinan Lembaga lalu meneliti persyaratan
teknis, dan bila memenuhi maka Pimpinan Lembaga akan meneruskan usulan kepada Menteri
Keuangan. Menteri Keuangan melakukan penilaian administratif atas usulan tersebut dan
apabila telah memenuhi semua persyaratan penetapan BLU, maka Menteri Keuangan
menetapkan instansi pemerintah bersangkutan untuk menerapkan PK-BLU berupa pemberian
status BLU secara penuh atau bertahap.
Menteri Keuangan menilai usulan PK-BLU dengan membentuk Tim Penilai yang terdiri
dari unsur di lingkungan Kementerian Keuangan yang terkait dengan kegiatan satker BLU
yang diusulkan, antara lain Ditjen Perbendaharaan, Sekretariat Jenderal Kementerian
Keuangan, dan Ditjen Anggaran. Tim Penilai tersebut dapat menggunakan narasumber yang
berasal dari lingkungan pemerintahan maupun masyarakat.
Tugas dari Tim Penilai adalah:
a. Merumuskan kriteria yang akan digunakan sebagai pedoman dalam melakukan
penilaian.
b. Melakukan identifikasi dan klarifikasi terhadap usulan penerapan PK-BLU.
c. Melakukan koordinasi dengan unit/instansi terkait.
d. Melakukan penilaian atas usulan penerapan PK-BLU yang disampaikan oleh
menteri/pimpinan lembaga.
8
e. Menyampaikan rekomendasi hasil penilaian atas usulan penetapan Satuan Kerja
Instansi Pemerintah untuk menerapkan PK-BLU kepada Menteri Keuangan.
f. Melaksanakan tugas-tugas lain yang berkaitan dengan penilaian usulan penetapan
instansi PK-BLU.
2. Penetapan Status BLU
a. Status BLU Penuh
Status BLU secara penuh diberikan apabila seluruh persyaratan substantif, teknis,
dan administratif telah dipenuhi dengan memuaskan.
Satker yang berstatus BLU Penuh diberikan seluruh fleksibilitas pengelolaan
keuangan BL yaitu:
1) Pengelolaan Pendapatan
2) Pengelolaan Belanja
3) Pengadaan Barang/Jasa
4) Pengelolaan Barang
5) Pengelolaan Kas
6) Pengelolaan Utang dan Piutang
7) Pengelolaan Investasi
8) Perumusan Kebijakan, Sistem, dan Prosedur Pengelolaan Keuangan.
b. Status BLU Bertahap
Status BLU bertahap diberikan apabila persyaratan substantif dan teknis
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) PP No. 23 Tahun 2005
telah terpenuhi, namun persyaratan administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal
4 ayat (4) PP No. 23 Tahun 2005 belum terpenuhi secara memuaskan. Status BLU
bertahap ini berlaku paling lama tiga tahun.
Fleksibilitas yang diberikan kepada satker berstatus BLU bertahap dibatasi:
1) Penggunaan langsung pendapatan dibatasi jumlahnya, sisanya harus disetorkan
ke kas negara sesuai prosedur PNBP.
2) Tidak diperbolehkan mengelola investasi.
3) Tidak diperbolehkan mengelola utang.
4) Pengadaan barang/jasa mengikuti ketentuan umum pengadaan barang/jasa
pemerintah yang berlaku.
5) Tidak diterapkan flexible budget.
9
C. PERUBAHAN DAN PENCABUTAN BADAN LAYANAN UMUM
Perubahan status dari BLU penuh menjadi BLU bertahap atau sebaliknya, terjadi apabila
BLU yang bersangkutan mengalami penurunan atau peningkatan kinerja. Ditjen
Perbendaharaan c.q. Direktorat Pembinaan PK-BLU setiap periode melakukan pembinaan,
monitoring, dan evaluasi kinerja BLU. Hasil dari pembinaan, monitoring, dan evaluasi
tersebut menjadi masukan dalam perubahan status BLU.
Pencabutan status BLU menjadi satker biasa apabila:
1. Dicabut oleh Menteri Keuangan berdasarkan rekomendasi atau masukan dari tim
pembinaan, monitoring, dan evaluasi kinerja BLU.
2. Dicabut oleh Menteri Keuangan atas usulan menteri teknis/pimpinan lembaga.
3. Berubah status menjadi badan hukum dengan kekayaan negara yang dipisahkan.
Apabila menteri/pimpinan lembaga teknis mengajukan usulan pencabutan BLU, Menteri
Keuangan membuat penetapan pencabutan penerapan PK-BLU paling lambat tiga bulan sejak
tanggal usulan tersebut diterima. Jika melebihi jangka waktu tersebut, usulan pencabutan
dianggap ditolak. Instansi pemerintah yang pernah dicabut dari status PK-BLU dapat
diusulkan kembali untuk menerapkan PK-BLU.
10
BAB IV
TARIF DAN BIAYA SATUAN LAYANAN
BADAN LAYANAN UMUM
A. TARIF LAYANAN BADAN LAYANAN UMUM
PP No. 23 Tahun 2005 Pasal 9 menerangkan tentang tarif layanan BLU. Dalam pasal
tersebut disebutkan BLU dapat memungut biaya kepada masyarakat sebagai imbalan atas
barang/jasa layanan yang diberikan. Imbalan tersebut ditetapkan dalam bentuk tarif yang
disusun atas dasar perhitungan biaya per unit layanan atau hasil per investasi dana yang dapat
bertujuan untuk menutup seluruh atau sebagian dari biaya per unit layanan.
Tarif layanan dapat berupa besaran tarif atau pola tarif sesuai jenis layanan BLU yang
bersangkutan. Apabila BLU memiliki jenis layanan yang tidak terlalu banyak, maka cukup
memiliki tarif berupa angka mutlak ataupun kisaran tarif. Apabila BLU memiliki jenis
layanan yang banyak dan bersifat kompleks, seperti rumah sakit, maka tarifnya berupa pola
tarif untuk kelompok layanan.
Tarif layanan diusulkan oleh BLU bersangkutan kepada Menteri/Pimpinan
Lembaga/Kepala SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah). Usul tarif layanan dari
menteri/pimpinan lembaga/kepala SKPD selanjutnya ditetapkan oleh Menteri
Keuangan/gubernur/bupati/walikota, sesuai dengan kewenangannya (PP No. 23 Tahun 2005
Pasal 9 ayat 3 dan 4). Dalam penetapan tarif dimaksud, Menteri Keuangan dibantu oleh suatu
tim dan dapat menggunakan narasumber yang berasal dari sektor terkait.
Hal-hal yang wajib dipertimbangkan dalam menyusun tarif adalah sebagai berikut:
1. Kontinuitas dan pengembangan layanan;
2. Daya beli masyarakat;
3. Asas keadilan dan kepatutan;
4. Kompetisi yang sehat.
B. BIAYA SATUAN
Biaya satuan per unit output dari layanan atau kegiatan ditentukan lebih dulu sebelum
penyusunan tarif dan biaya layanan. Biaya satuan dibuat berdasarkan perhitungan akuntansi
biaya untuk setiap output barang/jasa yang dihasilkan.
11
Dalam rangka penyusunan biaya satuan per unit layanan, maka perlu diperhitungkan
biaya-biaya yang timbul, antara lain:
1. Biaya langsung; adalah biaya-biaya yang secara khusus dapat ditelusuri atau
diidentifikasi sebagai komponen langsung dari biaya produk. Total biaya langsung ini
sering disebut dengan istilah biaya utama (prime cost).
2. Biaya tidak langsung adalah semua biaya yang tidak dapat diidentifikasi secara khusus
terhadap suatu produk dan dibebankan kepada seluruh jenis produk secara bersamaan.
Biaya tidak langsung ini sering disebut juga biaya overhead (overhead cost).
3. Biaya variabel adalah biaya yang berubah secara total seiring dengan berubahnya
volume produk yang dibuat. Sedangkan biaya per unit-nya adalah tetap. Contoh:
Biaya bahan baku langsung dan tenaga kerja langsung.
4. Biaya tetap (fixed cost), seperti biaya penyusutan dan biaya sewa akan selalu tetap
(constant) dalam suatu rentang waktu/periode tertentu. Perlu dicatat bahwa biaya tetap
akan selalu konstan pada semua tingkat produksi (volume), sedangkan biaya tetap per
unit akan menurun seiring dengan meningkatnya volume produksi.
Langkah-langkah perhitungan biaya satuan adalah sebagai berikut:
1. Menentukan kegiatan berdasarkan program yang telah ditetapkan;
2. Menentukan indikator kinerja berupa keluaran (output), tolok ukur kinerja, dan target
kinerja;
3. Untuk satu jenis keluaran, tentukan jenis biaya dan besaran biaya per unit output. Jenis
biaya dapat berupa: biaya langsung variabel, biaya langsung tetap, biaya tidak
langsung variabel, dan biaya tidak langsung tetap.
4. Menghitung biaya per jenis kegiatan dengan mengalikan rincian biaya dengan satuan
biaya.
5. Menjumlahkan seluruh komponen biaya untuk mendapatkan satuan biaya per
kegiatan.
12
BAB V
PENGELOLAAN KEUANGAN BADAN LAYANAN UMUM
A. PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN
1. Rencana Strategis Bisnis
BLU menyusun rencana strategis bisnis lima tahunan dengan mengacu kepada Rencana
Strategis Kementerian/Lembaga (Renstra K/L). Rencana strategis bisnis merupakan istilah
yang pengertiannya sama dengan Renstra bagi instansi pemerintah. Oleh karena itu
penyusunan rencana strategis bisnis berpedoman pada Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun
1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah.
2. Penyusunan Rencana Bisnis dan Anggaran
Rencana Bisnis dan Anggaran (RBA) BLU memuat antara lain:
a. Kondisi kinerja BLU tahun berjalan
b. Asumsi makro dan mikro
c. Target kinerja (output yang terukur)
d. Analisis dan perkiraan biaya per output dan agregat
e. Perkiraan harga dan anggaran
f. Prognosa laporan keuangan
3. Pengintegrasian Rencana Bisnis dan Anggaran dalam RKA-K/L
RKA-K/L sebagai dokumen usulan anggaran (budget request) memuat sasaran terukur
yang penyusunannya dilakukan secara berjenjang dari tingkat kantor/satuan kerjake tingkat
yang lebih tinggi (bottom-up) untuk melaksanakan penugasan dari menteri/pimpinan
lembaga (top down). Dengan demikian dalam menyusun suatu Rencana Kerja dan
Anggaran BLU harus menerapkan anggaran berbasis kinerja.
BLU sebagai satuan kerja merupakan bagian dari kementerian negara/lembaga. Oleh
karena itu pengintegrasian RBA BLU ke dalam RKA-K/L dilakukan oleh kementerian
negara/lembaga bersangkutan. Tata cara pengintegrasian RBA kedalam RKA-K/L
berpedoman pada ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2004 tentang
Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga.
B. PELAKSANAAN ANGGARAN
1. Dokumen Pelaksanaan Anggaran
Setelah RKA-KL dan Undang-undang APBN disahkan, pimpinan BLU menyesuaikan
usulan Rencana Bisnis dan Anggaran (RBA) menjadi RBA Definitif. RBA definitif
13
digunakan sebagai acuan dalam menyusun DIPA BLU untuk diajukan dan mendapat
pengesahan Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perbendaharaan.
DIPA BLU sekurang-kurangnya memuat:
a. seluruh pendapatan dan belanja BLU;
b. proyeksi arus kas;
c. jumlah dan kualitas barang dan/atau jasa yang dihasilkan;
d. rencana penarikan dana yang bersumber dari APBN;
e. besaran persentase ambang batas sebagaimana ditetapkan dalam RBA definitif.
Dalam hal DIPA BLU belum disahkan oleh Menteri Keuangan, BLU dapat melakukan
pengeluaran paling tinggi sebesar angka dokumen pelaksanaan anggaran tahun lalu. DIPA
BLU yang telah disahkan oleh Menteri Keuangan menjadi lampiran dari contractual
performance agreement yang ditandatangani oleh menteri/pimpinan lembagadengan pimpinan
BLU yang bersangkutan dan sekaligus menjadi dasar penarikan dana.
2. Pengelolaan PNBP
Pengelolaan PNBP pada BLU mengikuti pedoman sebagai berikut.
a. Penggunaan PNBP
1) Pada BLU Penuh
Satuan kerja berstatus BLU Penuh diberikan fleksibilitas pengelolaan keuangan,
antara lain dapat langsung menggunakan seluruh PNBP dari pendapatan
operasional dan nonopersaional, di luar dana yang yang bersumber dari APBN,
sesuai RBA tanpa terlebih dahulu disetorkan ke Rekening Kas Negara. Apabila
PNBP melebihi target yang ditetapkan dalam RBA tetapi masih dalam ambang
batas fleksibilitas, kelebihan tersebut dapat digunakan langsung mendahului
pengesahan revisi DIPA.
2) Pada BLU Bertahap
Satker berstatus BLU Bertahap dapat menggunakan PNBP sebesar persentase
yang telah ditetapkan. Sedangkan PNBP yang dapat digunakan langsung adalah
sebesar persentase yang ditetapkan dalam Keputusan Menteri Keuangan tentang
penetapan satker yang menerapkan PK-BLU yang bersangkutan.
Satker berstatus BLU Bertahap menyetor penerimaan PNBP yang tidak digunakan
langsung ke Rekening Kas Negara secepatnya. PNBP yang telah disetor dapat
dipergunakan kembali sebesar selisih antara PNBP yang dapat digunakan dengan
PNBP yang telah digunakan langsung.
14
b. Pertanggungjawaban Pengunaan PNBP oleh BLU
Satker BLU mempertanggungjawabkan pengggunaan PNBP secara langsung
dengan menyampaikan SPM Pengesahan kepada KPPN setiap triwulan selambat-
lambatnya tanggal 10 setelah akhir triwulan yang bersangkutan dengan dilampiri Surat
Pernyataan Tanggung Jawab (SPTJ) yang ditandatangani oleh pimpinan BLU.
Berdasarkan SPM pengesahan tersebut, KPPN menerbitkan SP2D sebagai pengesahan
penggunaan dana PNBP. Pertanggungjawaban penggunaan dana PNBP selain yang
digunakan langsung oleh satker yang berstatus BLU Bertahap menggunakan
mekanisme pertanggungjawaban PNBP sebagaimana diatur dalam ketentuan
perundangan yang berlaku (mengakomodasi perubahan Peraturan Dirjen
Perbendaharaan Nomor PER-66/PB/2005).
3. Revisi Anggaran
DIPA BLU ataupun RBA Definitif apabila diperlukan dapat direvisi. Perubahan/revisi
terhadap DIPA BLU atau RBA Definitif dapat dilakukan jika:
a. Terdapat perubahan/pergeseran program atau kegiatan BLU;
b. Terdapat penambahan atau pengurangan pagu anggaran yang berasal dari APBN;
c. Belanja BLU melampaui ambang batas fleksibilitas;
d. Belanja BLU sampai dengan ambang batas fleksibilitas.
4. Surplus dan Defisit BLU
Surplus anggaran BLU adalah selisih lebih antara pendapatan dengan belanja BLU yang
dihitung berdasarkan laporan keuangan operasional berbasis akrual pada suatu periode
anggaran. Estimasi surplus dalam tahun anggaran berjalan diperhitungkan dalam RBA tahun
anggaran berikut untuk disetujui penggunaannya. Surplus anggaran BLU dapat digunakan
dalam tahun anggaran berikutnya kecuali atas perintah Menteri Keuangan, disetorkan
sebagian atau seluruhnya ke rekening kas umum negara dengan mempertimbangkan posisi
likuiditas BLU.
Defisit anggaran BLU adalah selisih kurang antara pendapatan dengan belanja BLU yang
dihitung berdasarkan laporan keuangan operasional berbasis akrual pada suatu periode
anggaran. Defisit anggaran BLU dapat diajukan pembiayaannya dalam tahun anggaran
berikutnya kepada Menteri Keuangan melalui Menteri/Pimpinan Lembaga. Menteri Keuangan
dapat mengajukan anggaran untuk menutup defisit pelaksanaan anggaran BLU
dalam APBN tahun anggaran berikutnya.
15
C. PENDAPATAN DAN BELANJA
Pendapatan dan belanja BLU diatur dalam Pasal 14 dan 15 PP No. 23 Tahun 2005.
Pendapatan BLU berasal dari:
1. Penerimaan anggaran yang bersumber dari APBN/APBD.
2. Pendapatan dari jasa layanan yang diberikan kepada masyarakat.
a. Pendapatan Jasa Pelayanan Rumah Sakit
b. Pendapatan Jasa Pelayanan Pendidikan
c. Pendapatan Jasa Pelayanan Tenaga, Pekerjaan, Informasi, Pelatihan, dan Teknologi
d. Pendapatan Jasa Pencetakan
e. Pendapatan Jasa Bandar Udara, Kepelabuhan, dan Kenavigasian
f. Pendapatan Jasa Penyelenggaraan Telekomunikasi
g. Pendapatan Jasa Pelayanan Pemasaran
h. Pendapatan Penyediaan Barang
i. Pendapatan Jasa Penyediaan Barang dan Jasa Lainnya
3. Hasil kerjasama BLU dengan pihak lain dan/atau hasil usaha lainnya.
a. Pendapatan Hasil Kerjasama Perorangan
b. Pendapatan Hasil Kerjasama Lembaga/Badan Usaha
c. Pendapatan Hasil Kerjasama Pemerintah Daerah
4. Pendapatan hibah meliputi hibah terikat dan hibah tidak terikat.
a. Pendapatan Hibah Terikat (hibah yang peruntukannya ditentukan oleh pemberi
hibah)
1) Pendapatan Hibah Terikat Dalam Negeri-Perorangan
2) Pendapatan Hibah Terikat Dalam Negeri-Lembaga/Badan Usaha
3) Pendapatan Hibah Terikat Dalam Negeri-Pemda
4) Pendapatan Hibah Terikat Luar Negeri-Perorangan
5) Pendapatan Hibah Terikat Luar Negeri-Lembaga/Badan Usaha
6) Pendapatan Hibah Terikat Luar Negeri-Negara
7) Pendapatan Hibah Terikat Lainnya
b. Pendapatan Hibah Tidak Terikat (hibah yang peruntukannya tidak ditentukan oleh
pemberi hibah)
1) Pendapatan Hibah Tidak Terikat Dalam Negeri-Perorangan
2) Pendapatan Hibah Tidak Terikat Dalam Negeri-Lembaga/Badan Usaha
3) Pendapatan Hibah Tidak Terikat Dalam Negeri-Pemda
4) Pendapatan Hibah Tidak Terikat Luar Negeri-Perorangan
16
5) Pendapatan Hibah Tidak Terikat Luar Negeri-Lembaga/Badan Usaha
6) Pendapatan Hibah Tidak Terikat Luar Negeri-Negara
7) Pendapatan Hibah Tidak Terikat Lainnya
5. Pendapatan BLU lainnya.
a. Pendapatan Jasa Layanan Perbankan BLU
b. Pendapatan Jasa Layanan Perbankan BLU yang dibatasi pengelolaannya
Pendapatan 1, 2, dan 3 diatas dapat dikelola langsung untuk membiayai belanja BLU
sesuai RBA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 PP No. 23 Tahun 2005. Hibah terikat
yang diperoleh dari masyarakat atau badan lain merupakan pendapatan yang harus
diperlakukan sesuai dengan peruntukan.
Belanja BLU terdiri dari unsur biaya yang sesuai dengan struktur biaya yang dituangkan
dalam RBA definitif. Belanja BLU dilaporkan sebagai belanja barang dan jasa kementerian
negara/lembaga/SKPD/pemerintah daerah.
Pengelolaan belanja BLU diselenggarakan secara fleksibel berdasarkan kesetaraan antara
volume kegiatan pelayanan dengan jumlah pengeluaran, mengikuti praktek bisnis yang sehat.
Fleksibilitas pengelolaan belanja berlaku dalam ambang batas sesuai dengan yang ditetapkan
dalam RBA. Belanja BLU yang melampaui ambang batas fleksibilitas harus mendapat
persetujuan Menteri Keuangan/gubemur/bupati/walikota atas usulan menteri/pimpinan
lembaga/kepala SKPD, sesuai dengan kewenangannya.
Apabila terjadi kekurangan anggaran, BLU dapat mengajukan usulan tambahan anggaran
dari APBN/APBD kepada Menteri Keuangan/PPKD melalui menteri/pimpinan
lembaga/kepala SKPD sesuai dengan kewenangannya.
D. PENGELOLAAN KEUANGAN DAN BARANG
1. Pengelolaan Kas
Pengelolaan kas BLU dilakukan berdasarkan praktek bisnis yang sehat. Dalam
melaksanakan pengelolaan kas, BLU menyelenggarakan hal-hal sebagai berikut :
a. Perencanaan penerimaan dan pengeluaran kas;
b. Pemungutan pendapatan atau tagihan;
c. Penyimpanan kas dan mengelola rekening bank;
d. Pembayaran;
e. Perolehan sumber dana untuk menutup defisit jangka pendek; dan
f. Pemanfaatan surplus kas jangka pendek untuk memperoleh pendapatan tambahan.
Pengelolaan kas BLU dapat dilakukan melalui:
17
a. Penarikan dana yang bersumber dari APBN dengan menerbitkan SPM;
b. Pembukaan Rekening Bank BLU oleh pimpinan BLU, sesuai dengan ketentuan yang
berlaku kecuali dalam rangka cash management;
c. Investasi jangka pendek dalam rangka cash management (jika terjadi surplus kas) pada
instrumen keuangan dengan resiko rendah.
2. Pengelolaan Piutang
Dalam pengelolaan keuangan, BLU dapat memberikan piutang terkait dengan
kegiatannya, yang dikelola secara tertib, efisien, ekonomis, transparan, dan bertanggung
jawab serta dapat memberikan nilai tambah, sesuai dengan praktek bisnis yang sehat dan
ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Piutang BLU dapat dihapus secara mutlak atau bersyarat oleh pejabat berwenang, yang
nilainya ditetapkan secara berjenjang. Kewenangan penghapusan piutang secara berjenjang
ditetapkan dengan Peraturan Menteri Keuangan dengan memperhatikan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
3. Pengelolaan Utang
Dalam kegiatan operasional dengan pihak lain, BLU dapat memiliki utang yang dikelola
secara tertib, efisien, ekonomis, transparan, dan bertanggung jawab, sesuai dengan praktek
bisnis yang sehat. Pembayaran utang BLU pada prinsipnya menjadi tanggung jawab BLU.
Pengelolaan utang harus sesuai dengan peruntukannya, utang jangka pendek ditujukan
hanya untuk belanja operasional, sedangkan utang jangka panjang hanya untuk belanja modal.
Hak tagih atas utang BLU kadaluarsa setelah lima tahun sejak utang tersebut jatuh tempo,
kecuali ditetapkan lain oleh UU.
4. Pengelolaan Investasi
BLU tidak dapat melakukan investasi jangka panjang, kecuali atas persetujuan Menteri
Keuangan. Investasi jangka panjang yang dimaksud antara lain penyertaan modal, pemilikan
obligasi untuk masa jangka panjang, atau investasi langsung (pendirian perusahaan).
Keuntungan dari investasi jangka panjang merupakan pendapatan BLU.
5. Penyelesaian Kerugian
Setiap kerugian negara pada BLU yang disebabkan oleh tindakan melanggar hukum atau
kelalaian seseorang diselesaikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
mengenai penyelesaian kerugian negara.
Bendahara, pegawai negeri bukan bendahara, atau pejabat lain yang karena perbuatannya
melanggar hukum atau melalaikan kewajiban yang dibebankan kepadanya secara langsung
merugikan keuangan negara, wajib mengganti kerugian tersebut.
18
Setiap pimpinan kementerian negara/lembaga dapat segera melakukan tuntutan ganti rugi,
setelah mengetahui bahwa dalam kementerian negara/lembaga yang bersangkutan terjadi
kerugian akibat perbuatan dari pihak manapun.
E. AKUNTANSI, PELAPORAN, DAN PERTANGGUNGJAWABAN KEUANGAN
1. Akuntansi
BLU menyelenggarakan akuntansi sesuai dengan standar akuntansi keuangan yang
diterbitkan oleh asosiasi profesi akuntan Indonesia. Jika tidak ada standar akuntansi BLU
yang bersangkutan dapat menerapkan standar akuntansi industri yang spesifik setelah
mendapat persetujuan Menteri Keuangan.
BLU mengembangkan dan menerapkan sistem akuntansi dengan mengacu pada standar
akuntansi yang berlaku sesuai dengan jenis layanannya dan ditetapkan oleh menteri/pimpinan
lembaga.
2. Pelaporan
BLU menyampaikan laporan keuangan setiap triwulan kepada menteri/pimpinan lembaga
berupa Laporan Realisasi Anggaran, Laporan Arus Kas, dan Catatan atas Laporan Keuangan
dan Laporan keuangan yang lengkap (termasuk neraca dan ikhtisar laporan keuangan) pada
setiap semester dan tahunan. Laporan-laporan tersebut disampaikan paling lambat satu bulan
setelah periode pelaporan berakhir. Laporan keuangan unit-unit usaha yang diselenggarakan
dikonsolidasikan oleh BLU dan menjadi lampiran laporan keuangan BLU.
Laporan keuangan BLU dikonsolidasikan dengan laporan keuangan kementerian/lembaga
sesuai standar akuntansi pemerintahan dan diaudit oleh pemeriksa ekstern sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
3. Pertanggungjawaban
Menteri/pimpinan lembaga bertanggung jawab atas keberhasilan pencapaian sasaran
program berupa hasil (political accountability), sedangkan pimpinan BLU bertanggung jawab
atas keberhasilan pencapaian sasaran kegiatan berupa keluaran (operational accountability)
dan terhadap kinerja BLU sesuai dengan tolok ukur yang ditetapkan dalam RBA.
19
BAB VI
PEMBINAAN, PENGAWASAN, DAN PEMERIKSAAN
BADAN LAYANAN UMUM
A. Pembinaan Badan Layanan Umum
Pembinaan teknis BLU dilakukan oleh menteri/pimpinan lembaga, sedangkan pembinaan
di bidang keuangan dilakukan oleh Menteri Keuangan.
B. Pengawasan Badan Layanan Umum
Dalam rangka pelaksanaan pembinaan BLU dapat dibentuk dewan pengawas.
Pembentukan dewan pengawas hanya berlaku pada BLU yang memiliki realisasi nilai omzet
tahunan (menurut laporan realisasi anggaran) atau nilai aset (menurut neraca) memenuhi
syarat minimum yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
C. Pemeriksaan Badan Layanan Umum
Pemeriksaan intern BLU dilaksanakan oleh satuan pemeriksaan intern (SPI) yang
merupakan unit kerja dan berkedudukan langsung di bawah pemimpin BLU, sedangkan
pemeriksaan ekstern dilaksanakan oleh lembaga pemeriksa ekstern sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
20
CONCLUSION
Public Service Agency (Indonesian: BLU/Badan Layanan Umum) is an institution in the
governmental environment which doing the public service based on effectivity and efficiency
without give priority to the provit. The basis laws of Public Service Agency in Indonesia are
UU RI No. 1 Tahun 2004, PP No. 23 Tahun 2005, and also Finances Ministerial Regulations.
The purpose of Public Service Agency is to increase the public service in order to promote the
general welfare and enrich the life of a nation. Public Service Agency is made as a forum for
the implementation of performance-based budgeting. Public Service Agency is controlled by
budget and accountability, but giving flexibility in its operational management. This
flexibility is meant to encourage Public Service Agency work unit in implementing practices
based on business principles and rules of good management in order to realize good corporate
governance in enhancing transparency and accountability in the management of state
finances. To be the Public Service Agency work unit, Minister/Head of institution/head SKPD
can propose a government agency that meets the requirements of substantive, technical, and
administrative measures to apply to the Minister of Finance PPK
BLU/governors/regents/mayors, in accordance with their authority. The following Public
Service Agency operating funds as mentioned in Article 14 of PP No. 23 Tahun 2005, are
APBN/APBD, revenues from services to the community, grants are not bound, grants bound,
the Public Service Agency cooperation with third parties, and other business results.
21
DAFTAR PUSTAKA
Direktorat Pembinaan Pengelolaan Keuangan BLU. 2012. Kebijakan Pengelolaan Pendapatan Badan
Layanan Umum. Yogyakarta. Didapat secara online dari
http://repository.ung.ac.id/get/kms/623/Kebijakan-Pengelolaan-Pendapatan-BLU.pdf.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 23 Tahun 2013 tentang Pengelolaan Keuangan
Badan Layanan Umum.
Suhermawan, E. Berland. 2011. Badan Layanan Umum: Administrasi dan Persyaratan.
Bandung. Didapat secara online dari
http://xa.yimg.com/kq/groups/24410925/1962727760/name/Konsep+
%26+Filosofi+PK+BLU.ppt.
Wikiapbn, Ensiklopedia Kementrian Keuangan. 2014. Badan Layanan Umum. Didapat secara
online dari http://www.wikiapbn.org/badan-layanan-umum/.
22