Bimbingan Manasik Haji
-
Upload
amanks-tamin-egp -
Category
Documents
-
view
36 -
download
2
description
Transcript of Bimbingan Manasik Haji
- Adalah wajib bagi anda wahai jamaah haji untuk memelihara apa yang Allah wajibkan pada diri anda berupa shalat jamaah pada waktunya dan amar makruf dan nahi mungkar.
- Ibadah haji bukan dalam rangka tamasya atau bermain-main sekehendak hati seperti yang terjadi pada sebagian orang yang membawa alat permaianan dan nyanyian serta apa yang menghalangi dzikir pada Allah dan menjerumuskannya pada jurang kemaksiatan. Anda bisa menyaksikan sebagian orang yang melampaui batas dalam bermain, tertawa, mengejek orang lain dll dari perbuatan yang diharamkan. Seakan-akan ibadah haji disyari'atkan untuk bersenda gurau dan bermain.
- Jauhilah sikap memusuhi atau mengganggu orang lain. Jauhilah ghibah (menggunjing), namimah (adu domba), celaan, atau memukul (orang lain), begitu pula memandang wanita yang bukan muhrimnya. Karena hal itu adalah diharamkan baik ketika ihram maupun tidak. Akan tetapi lebih diharamkan ketika sedang ihram.
- Manfaatkan tempat-tempat yang agung tersebut dengan memperbanyak dzikir, takbir (Allahu Akbar), tasbih (Subhaanallah), tahmid (Alhamdulillah) dan istighfar (Astaghfirullah). Semenjak anda mulai berihram, berarti anda dalam rangkaian ibadah hingga tahallul.
- Nabi bersabda: "Disyari'atkannya thawaf mengelilingi Ka'bah, sa'i antara shafa dan marwah serta melempar jumrah adalah dalam rangka mengingat/dzikir pada Allah". Beliau juga bersabda: "Haji yang mabrur tidak ada balasannya melainkan surga".
- Sudah selayaknya anda untuk bersungguh-sungguh untuk berkhidmat serta berbuat baik pada kaum muslimin dengan memberi pengarahan, nasehat, dan bantuan ketika diperlukan. Selain itu dengan menyayangi orang yang lemah di antara mereka terutama di tempat-tempat yang berdesakan dll. Karena kasih sayang terhadap makhluk akan mendatangkan rahmat dari Sang Khaliq. Allah akan memberi rahmat pada
hamba-hamba-Nya yang berkasih sayang. Jauhilah perbuatan rafats, kefasikan, maksiat dan perdebatan yang bukan dalam membela kebenaran. Adapun perdebatan untuk membela kebenaran adalah wajib pada tempatnya.
- Wahai jamaah haji, lakukanlah amalan-amalan ibadah haji dalam rangka mengagungkan, memuliakan, rasa cinta dan ketundukan pada Allah Tuhan semesta alam. Laksanakan dengan penuh sakinah, tenang dan sesuai dengan petunjuk Rasulullah .
﴾ يوميات حاج ﴿ ﴿ ﴾ يوميات حاج
"(Musim) haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi, barangsiapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, maka tidak boleh rafats1, berbuat fasik dan berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji. Dan apa yang kamu kerjakan berupa kebaikan, niscaya Allah mengetahuinya. Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa dan bertakwalah kepada-Ku hai orang-orang yang berakal" (Q.S Al-Baqarah 197)
"(Musim) haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi, barangsiapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, maka tidak boleh rafats2, berbuat fasik dan berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji. Dan apa yang kamu kerjakan berupa kebaikan, niscaya Allah mengetahuinya. Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa dan bertakwalah kepada-Ku hai orang-orang yang berakal" (Q.S Al-Baqarah 197)
"Allah Maha Besar, Ya Allah, ini adalah dari Engkau dan untuk-Mu, dengan menyebut nama Allah"
"Dan sempurnakanlah ibadah haji dan umrah karena Allah" (Q.S Al-Baqarah 196)
"Jika aku terhalang oleh sesuatu, maka tempat tahallulku adalah di tempat aku terhalangi"
1 Rafats artinya mengeluarkan perkataan yang menimbulkan birahi yang tidak senonoh atau bersetubuh. (pent)
2 Rafats artinya mengeluarkan perkataan yang menimbulkan birahi yang tidak senonoh atau bersetubuh. (pent)
"Ya Allah (lemparan ini adalah untuk membuat marah setan dan meridhakan Ar-Rahman (Allah)"
AَكC Dي Aَّب JُهHَّمD ( َل ، اَلّل AَكC Dي Aَّب CَكA َل Jي Aَّب A َل CَكA َال ِرOي Aَش AَكA ، َل AَكC Dي Aَّب OَّنD َل CَلَحAْمCَدA ِإ YْعCْمAَةA ا AَكA َوAاَلِّن ، َل HَكCّلHْمC A َوAاَل َالAَكC ِرOي Aَش CَكA ) َل
* Adab-adab haji dan umrah. Allah berfirman:
* Amalan yang dilakukan :
* Amalan yang dilakukan :
* Amalan yang dilakukan:
* Amalan yang dilakukan:
* Amalan yang dilakukan:
* Nasehat atas beberapa kesalahan:
* Nasehat atas beberapa kesalahan:
* Nasehat atas beberapa kesalahan:
* Nasehat atas beberapa kesalahan:
* Nasehat atas beberapa kesalahan:
] Indonesia – Indonesian – [ ِإنَدَونيسي “Kusambut panggilan-Mu, ya Allah.Kusambut panggilan-Mu.
Kusambut panggilan-Mu.Tiada sekutu bagi-Mu.Kusambut
panggilan-Mu.Sesungguhnya segala puji, karunia dan
kekuasaan hanyalah milik-Mu.Tiada sekutu bagi-Mu”.
1. Dari Arafah berangkat menuju Muzdalifah setelah terbenamnya matahari dengan penuh sakinah dan khusyu'.
1. Berada di luar batas Arafah. Padahal perbatasan Padang Arafah sudah ditandai dengan jelas. Berada di Padang Arafah adalah rukun yang tidak sempurna ibadah haji melainkan dengannya. (Lembah 'Uranah bukan termasuk dari Arafah).
1. Meninggalkan Muzdalifah menuju Mina sebelum terbitnya matahari dengan penuh sakinah dan kekhusyu'an.
1. Para jamaah haji kembali menuju Mina pada Hari Raya setelah thawaf dan sa'i. Mereka tinggal di sana sampai selesai hari-hari tasyriq dan malam-malamnya. Bagi mereka yang
hendak meninggalkan Mina pada tanggal dua belas, maka wajib baginya menginap malam sebelas dan malam dua belas. Adapun malam tiga belas bagi mereka yang ingin tetap tinggal.
1. Tetap memakai ihram dalam posisi idhtiba' (pundak kanan terbuka) dalam melaksanakan semua amalan haji. Yang disyari'atkan adalah membuka pundak sebelah kanan ketika thawaf qudum atau thawaf umrah saja.
1. Tidak berdoa di samping Jumrah Sughra dan Wustha.
1. Tidak berusaha menghadap kiblat ketika Shalat Maghrib, Isya atau Subuh. Yang wajib bagi jamaah haji adalah bertanya pada orang yang tahu arah kiblat.
10. Keyakinan sebagin orang bahwa hajar aswad dapat memberikan manfaat. Sehingga anda dapati setelah mereka mengusap hajar aswad tersebut, mereka dengan tangan mereka ke seluruh bagian tubuh mereka. Ini adalah suatu kejahilan dan kesesatan. Yang dapat memberikan manfaat hanyalah Allah semata. Ketika Umar mengusap Hajar Aswad beliau mengatakan: "Sesungguhnya aku mengetahui bahwa engkau tidak dapat memberikan mudharat ataupun manfaat. Seandainya aku tidak melihat rasulullah menciummu, tentulah aku tidak melakukannya.
10. Tergesa-gesanya jamaah haji ketika meninggalkan (Muzdalifah) dengan kendaraan mereka dan berdesakan dengan jamaah haji sehingga terjadi kecelakaan.
10. Tidak bermalam di Mina malam hari Arafah dengan tanpa uzur.
11. Sebagian jamaah haji mengusap semua rukun/siku-siku Ka'bah, dan barangkali mereka juga mengusap dinding-dinding Ka'bah. Ini adalah suatu kejahilan dan kesesatan. Karena mengusap adalah merupakan ibadah dan pengagungan pada Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Mulia. Maka wajib untuk mengikuti tuntunan. Yang dicontohkan dari nabi , beliau tidak mengusap dari Ka'bah kecuali Rukun Yamani dan Hajar Aswad.
12. Mencium Rukun Yamani. Yang disyari'atkan adalah mengusapnya.
13. Mengkhususkan setiap putaran dengan doa khusus.
14. Berdoa secara bersama-sama. Ini akan menyebabkan kegaduhan bagi jamaah lain yang sedang thawaf dan ini adalah
termasuk perbuatan bid'ah yang tidak ada dasarnya dari nabi maupun para shahabat beliau.
15. Langsung shalat di belakang maqam Ibrahim padahal masih penuh sesak. Shalat tersebut mungkin dilakukan di mana saja dari Masjidil Haram.
16. Memanjangkan bacaan pada shalat sunnah thawaf, kemudian mengangkat kedua tangan dan berdoa setelahnya. Ini adalah menyelisihi tuntunan nabi . 17. Thawafnya sebagian jamaah haji dengan bergandengan tangan, ini akan membuat sesak hamba-hamba Allah (jamaah haji lainnya).
18. Thawaf sekeliling Ka'bah dengan melewati dalam Hijir Ismail, ini adalah tidak benar.
19. Bertakbir ketika mendekati Rukun Yamani dan tidak mengusapnya.
2. Di Muzdalifah sibuk memungut kerikil sebelum shalat, padahal kerikil boleh di pungut di Mina atau lainnya.
2. Disunnahkan untuk lebih cepat ketika melewati wadi Muhassir, jika hal itu memungkinkan.
2. Keyakinan sebagian jamaah haji bahwa ihram adalah dengan memakai pakaian ihram semata. Yang benar, bahwa memakai pakaian adalah persiapan untuk ihram dan belum dikatakan ihram. Karena ihram adalah niat masuk/memulai amalan (haji).
2. Melempar jumrah sebelum tergelincirnya matahari padahal waktu melempar dimulai dengan tergelincirnya matahari.
2. Melempar jumrah yang tiga, dimulai dari jumrah yang kecil (Sughra), sedang(Wustha) kemudian yang besar (Aqabah). Melempar pada setiap jumrah tujuh kerikil secara berurutan dan bertakbir pada setiap lemparan. Lempar jumrah dilakukan setelah tergelincirnya matahari.
2. Sebagian jamaah haji meninggalkan Arafah sebelum terbenamnya matahari. Ini adalah tidak diperbolehkan karena menyelisihi As-sunnah (tuntunan nabi ). Beliau menetap di sana hingga terbenamnya matahari.
2. Shalat Maghrib dan Isya secara jamak dan qashar dengan satu adzan dan dua iqamah sesampainya di Muzdalifah.
20. Menjamak shalat-shalat selama di Mina.
21. Tidak menginap di Mina.
3. Berpayah-payah menuju ke bukit (rahmah) dan menaikinya serta mengusapnya dan meyakini bahwa ia memiliki keutamaan. Hal ini adalah tidak ada dasarnya dari amalan nabi .
3. Disunnahkan setelah melempar untuk ke samping kanan dan menghadap kiblat lalu berdoa dalam waktu yang lama sambil mengangkat kedua tangan. Ini dilakukan di Jumrah Sughra (kecil) dan Wustha (tengah). Dan tidak dilakukan di Jumrah 'Aqabah.
3. Jika jamaah haji tidak mungkin sampai di Muzdalifah sebelum pertengahan malam, maka untuk lebih hati-hatinya agar shalat maghrib dan isya di jalan.
3. Keyakinan sebagian orang adanya warna khusus pakaian ihram seperti hijau. Ini adalah keliru. Bagi wanita, ia berihram dengan menggunakan pakaian yang biasa ia pakai (namun bukan pakaian untuk berhias). Adapun pakaian yang sempit dan tipis maka tidak boleh dikenakan, baik ketika ihram maupun di luar ihram.
3. Melempar kerikil dengan kasar sambil berteriak dan mencela yang diarahkan untuk setan-setan menurut anggapan mereka. Ini adalah suatu kejahilan. Disyari'atkan melempar jumrah adalah untuk mengingat Allah. Karena itulah nabi bertakbir setiap kali melempar.
3. Menyibukkan diri dengan talbiyah hingga sampai di Jumrah 'Aqabah, lalu menghentikan bacaan, menjadikan Mina di sebelah kanan dan Ka'bah di sebelah kirinya, melempar Jumrah 'Aqabah dengan tujuh kerikil secara berurutan, mengangkat tangan setiap kali lemparan dan bertakbir.
3. Tidak berusaha mencari batas Muzdalifah ketika bermalam di sana.
4. Menuju Mina pada Hari Tarwiyah dan menginap di sana pada malam sembilan. Tidak keluar dari Mina kecuali setelah terbitnya matahari dan melakukan shalat lima waktu di sana.
4. Sebagian jamaah haji menghadap Jabal Rahmah ketika berdoa, walaupun kiblat di belakang, kanan, atau kiri mereka.
Hal ini adalah menyelisihi sunnah. Karena yang dituntunkan adalah menghadap kiblat sebagai mana yang dilakukan nabi .
4. Berdoa di samping Jumrah 'Aqabah.
4. Bersegera tidur setelah shalat dan tidak sibuk dengan hal lainnya.
4. Jika jamaah haji sudah selesai dari melempar Jumrah 'Aqabah, hendaklah menyembelih hadyu. Disunnahkan baginya untuk menyembelih sendiri jika hal itu memungkinkan, sebagai mana yang dilakukan oleh nabi . Ketika menyembelih mengucapkan: َوَلَك مِّنَك هذا اَلّلُهَّم أكَّبِر، َواَلّله اَلّله بسَّم
4. Mengakhirkan Shalat Maghrib dan Isya hingga pertengahan malam. Ini tidak diperbolehkan.
4. Shalat dengan menggunakan kain ihram bawah tanpa mengenakan kain ihram bagian atas. Ini adalah salah. Nabi bersabda: "Janganlah salah seorang di antara kalian shalat dengan hanya memakai satu pakaian, sehingga pundaknya tidak ditutupi apa-apa" (Muttafaq 'Alaihi)
4. Thawaf Wada', inilah amalan haji yang terakhir.
5. Memperbanyak bacaan talbiyah.
5. Berdiri untuk berdoa di samping Jumrah Aqabah.
5. Pada Hari Arafah sibuk dengan tawa, canda, ucapan yang batil dan tidak dzikir serta berdoa di tempat yang agung tersebut.
5. Jika sudah selesai menyembelih, menggundul rambut atau memendekkannya. Menggundul adalah lebih utama. Tidak cukup hanya memendekkan sebagian rambut kepala, bahkan mesti meratakannya seperti halnya menggundul. Adapun bagi wanita, memendekkan (ujung rambut) sebesar ujung jari.
5. Memanfaatkan hari-hari (haji) dalam rangka ketaatan pada Allah yaitu dengan membaca Al-Qur'an, dzikir dan takbir dll.
5. Memendekkan janggut ketika ihram, padahal memangkas dan mencukur janggut adalah di larang dalam segala keadaan. Dagu termasuk dari janggut (jadi, janggut yang ada padanya juga tidak boleh di potong - pent).
5. Menginap di Muzdalifah. Ini adalah hal yang wajib. Diperbolehkan bagi orang-orang yang lemah baik laki maupun
perempuan untuk meninggalkan Muzdalifah di akhir malam setelah bulan tidak tampak lagi. Adapun siapa yang tidak lemah atau bersama orang yang lemah, maka ia tetap tinggal di Muzdalifah hingga Shalat Fajar/Subuh sebagai realisasi mengikuti apa yang dilakukan Rasulullah .5. Sebagian jamaah haji memulai melempar dari Jumrah 'Aqabah kemudian Wustha lalu Sughra, ini adalah keliru. Yang benar adalah sebaliknya.
5. Sebagian jamaah haji meninggalkan Muzdalifah sebelum pertengahan malam dan tidak menginap di sana padahal itu adalah termasuk dari wajib haji.
6. Keyakinan sebagian jamaah haji bahwa mereka melempar setan. Mereka namai tempat lempar jumrah dengan setan. Ini adalah keyakinan yang salah.
6. Keyakinan sebagian jamaah haji bahwa pakaian ihram yang ia pakai di miqat tidak boleh di ganti meski sudah kotor. Yang benar adalah boleh untuk menggantinya dengan semisalnya atau mencucinya.
6. Bersegera melakukan Shalat Fajar, kemudian menuju Masy'aril haram1 lalu mengesakan Allah dan bertakbir dan berdoa apa yang ia inginkan sampai langit terlihat kuning sekali. Jika tidak mudah baginya menuju Masy'aril Haram, maka hendaklah ia berdoa di tempatnya. Berdasarkan sabda nabi : "Aku berada di sini dan Muzdalifah seluruhnya adalah mauqif".
6. Dispensasi bagi mereka yang kuat untuk meninggalkan Mina sebelum subuh, padahal yang mendapatkan keringanan adalah mereka yang lemah. Adapun selain mereka, maka sebelum terbitnya matahari.
6. Melempar kerikil sekaligus dengan satu tangan, ini adalah kesalahan fatal. Sebagian ulama mengatakan: (Jika seseorang melempar dengan satu tangan lebih dari satu kerikil, maka tidak teranggap kecuali satu kerikil saja). Yang wajib yaitu melempar satu kerikil satu kerikil sebagaimana yang dilakukan nabi .
1 Yang dimaksud adalah Quzah, yaitu gunung yang sangat terkenal di Muzdalifah. Hadits ini merupakan
hujjah/alasan para ulama fikih bahwa Masy'ar il Haram adalah Quzah. Jumhur ulama tafsir dan sejarah
serta ulama hadits berkata: Masy'aril Haram adalah seluruh wilayah Muzdalifah. Lihat Syarah Muslim oleh Imam Nawawi rahimahullah (pent)
6. Mengqashar shalat yang empat raka'at tanpa jamak. Dengan melaksanakannya secara jamaah dan bersungguh-sungguh untuk melakukan shalat witir.
6. Sebagian jamaah haji membawa kamera dan menggunakannya di tempat tersebut. Ini adalah hal yang tidak layak dilakukan jamaah haji.
6. Setelah melempar Jumrah 'Aqabah dan menggundul atau memendekkan rambut, dibolehkan bagi orang yang sedang ihram melakukan apa saja kecuali berhubungan badan dengan istri. Inilah yang dinamakan tahallul awwal.
7. Banyak hadyu yang sudah disembelih sia-sia, padahal mungkin untuk diberikan pada kaum fakir.
7. Disunnahkan setelah tahallul awal, untuk membersihkan diri, memakai wewangian dan menuju ke Mekkah untuk melakukan Thawaf Ifadhah. Thawaf ini dinamakan (Thawaf Ziarah) yang merupakan rukun yang tidak sempurna haji melainkan dengannya. Setelah itu maka dihalalkan melakukan semuanya termasuk berjima' (dengan istri).
7. Menghidupkan malam Muzdalifah dengan shalat, dzikir atau membaca Al-Qur'an. Ini adalah menyelisihi Sunnah.
7. Sebagian jamaah haji meremehkan dalam melempar jumrah. Sehingga anda dapati mereka mewakilkan pada orang lain padahal mereka mampu melakukannya. Ini adalah menyelisihi apa yang Allah Ta'ala perintahkan untuk menyempurnakan ibadah haji dalam firman-Nya: چڭ ڭ ڭ ۓ چ
7. Talbiyah secara berjamaah. Ini adalah tidak ada dasarnya.
8. Ramal (berlari kecil) dan idhtiba' (membuka pundak sebelah kanan) dalam thawaf ifadhah dan wada', padahal yang disyari'atkan pada thawaf pertama baginya.
8. Mengakhirkan Shalat Subuh hingga mendekati terbitnya matahari atau setelahnya.
8. Menjamak shalat ketika di Mina. Padahal yang disyari'atkan adalah mengqashar tanpa menjamak.
8. Sa'i antara Shafa dan Marwah bagi jamaah haji yang tamattu', ifrad dan qiran dan belum thawaf qudum.
8. Sebagian mereka mewakilkan dalam melempar lalu meninggalkan (Mina) pada sore hari tanggal sebelas (Dzul Hijjah), sehingga ia tidak menginap (malam dua belas) dan tidak melempar (untuk keesokan harinya).
9. Berdesakan untuk dapat mencium hajar aswad. Sehingga menyebabkan pertengkaran yang tidak sepantasnya dilakukan dalam ibadah dan tempat tersebut. Allah Ta'ala berfirman:
9. Jika ia mendahulukan kurban sebelum lempar jumrah atau mencukur rambut, maka hal itu dibolehkan, walaupun yang lebih utama adalah melempar, kemudian menyembelih, lalu mencukur rambut dan thawaf.
9. Memperbanyak bacaan Al-Qur'an pada tempat-tempat ini. Yang merupakan tempat-tempat ibadah.
9. Sebagian jamaah haji pada hari raya berangkat dari Mina untuk menunaikan thawaf wada' sebelum melempar jumrah, lalu mereka kembali (ke Mina) untuk melempar jumrah lantas kembali (ke negeri mereka). Ini adalah tidak diperbolehkan, karena menyelisihi perintah nabi agar akhir perjanjian jamaah haji adalah (thawaf) mengelilingi ka'bah/Thawaf wada', sebagai amalan terakhir jamaah haji.
9. Tidur setelah Shalat Subuh.
Adapun jika ia tidak khawatir, maka tidak perlu mengucapkan syarat di atas.
Assuryaniyah tour & tavel haji dan umroh
Bacaan talbiyah ini tetap diucapkan hingga akan melempar
Jumrah 'Aqabah pada Hari Kurban
1. Berada di Padang Arafah hingga terbenamnya matahari.
2. Berbuat kebaikan pada sesama jamaah haji dengan memberikan minuman dan membagi makanan.
Bimbingan Manasik HajiBimbingan Manasik Haji
1. Dalam setiap lemparan mengucapkan : اَلّلُهَّم w َلّلشيطاَّن، ِإغضاباwَلّلِرحْمن َوِإرضاًء
Dari Kitab: Al-Manhaj li Murid Al-Umrah wal Hajj, Syaikh Muhammad bin 'Utsaimin rahimahullah.
3. Disunnahkan bagi jamaah haji ketika di Padang Arafah untuk bersungguh-sungguh dalam dzikir, berdoa dan merendahkan diri pada Allah Ta'ala. Ketika berdoa, hendaklah mengangkat kedua tangan. Jika ia bertalbiyah atau membaca Al-Qur'an maka itu juga baik.
1. Disunnahkan bagi yang hajinya tamattu' untuk ihram haji sebelum tergelincir matahari.
2. Disunnahkan untuk mandi dan memakai wewangian sebelum ihram.
Hari Arafah (Tanggal sembilan Dzul Hijjah)
Hari Kurban (tanggal sepuluh Dzul Hijjah)
Hari Tarwiyah (Tanggal delapan Dzul Hijjah)
Hari-hari Tasyriq (Tanggal 11, 12, 13 Dzul Hijjah)
Hendaknya mengarahkan (hewan yang disembelih) ke arah kiblat.
Jika ia khawatir ada halangan untuk menyempurnakan hajinya, maka hendaklah ia mengucapkan syarat : َوِإَّن CيO ِّن AسA حAَّب
Oٌس� CُثH َفAْمAَحAّلYيC حAاب OيC حAي ِّن AسA حAَّب
Kami memohon pada Allah Yang Maha Pemurah agar mengabulkan amalan shalih kita semua, semoga shalawat dan salam tetap tercurah nabi kita Muhammad, keluarga serta para shahabat beliau.
Malam Muzdalifah
2. Melempar jumrah dari kejauhan dan tidak memastikan sampainya (lemparan kerikil) ke tiang tugu atau ke dalam lubang jumrah.
3. Melempar jumrah dengan sandal atau batu besar dan semisalnya.
4. Menuju Arafah setelah terbitnya matahari pada tanggal sembilan Dzul Hijjah.
3. Niat ihram untuk haji dengan mengucapkan: Labbaika Hajjan (Ya Allah aku sambut panggilan-Mu untuk menunaikan ibadah haji).
Saya mendapatkan tulisan ini cocok dan isinya adalah benar. Bagi setiap muslim agar mempelajari tuntunan nabi dan menerapkannya. Allah-lah Maha Pemberi taufik. semoga shalawat dan salam tetap tercurah nabi kita Muhammad, keluarga serta para shahabat beliau.
Saya telah menelaah penjelasan dan peringatan berkaitan dengan amalan haji dan apa yang dilakukan jamaah haji selama musim haji. Dan beberapa kesalahan yang terjadi pada sebagian orang.
4. Sebagian orang yang fisiknya kuat mewakilkan dalam melempar, padahal mewakilkan hanya diperbolehkan bagi orang yang lemah dan semisalnya.
Segala puji bagi Allah, semoga shalawat dan salam tetap terlimpah atas Rasulullah. Amma ba'du:
Segala puji bagi Allah, semoga shalawat dan salam tetap terlimpah pada yang tidak ada nabi sesudahnya, Muhammad, keluarga dan para sahabat beliau, amma ba'du:
5. Shalat Dzuhur dan Ashar secara jamak dan qashar (jamak takdim) seperti yang dilakukan Nabi agar tersedia banyak waktu untuk berada di Arafah dan berdoa.
6. Tinggal sementara di Masjid Namirah hingga tergelincirnya matahari jika hal ini mudah dilakukan. Jika tidak, maka tidak mengapa, karena hukumnya adalah sunnah.
اَلِرحيَّم اَلِرحْمن اَلّله بسَّم
حاج يوميات
FATWA MANASIK HAJI UNTUK WANITA
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baaz rahimahullah
Daar Ibnu Khuzaimah
Segala puji milik Allah Tuhan sekalian alam. Sholawat dan salam
semoga tercurahkan untuk penghulu para rasul, nabi kita Muhammad
SAW. Inilah beberapa fatwa penting yang amat dibutuhkan oleh jamaah
haji baik laki -laki maupun wanita yang hendak beribadah haji sesuai
petunjuk agamanya. Dan kami telah mengumpulkan serta memilah fatwa-
fatwa tersebut dari kumpulan fatwa Samaahatus Syaikh Abdul Aziz bin
Baaz rahimahullah dengan harapan akan merata manfaatnya dan akan
menjadi rujukan/ panduan yang jelas bagi mereka yang tidak
memungkinkan untuk memperdalam masalah hukum-hukum haji. Kami
berdoa kepada Allah agar Dia membalas setiap orang yang membaca dan
berpartisipasi dalam menyebarkan fatwa ini.
Wanita berihram dengan mengenakan busana muslimah
biasa
Pertanyaan: Bolehkah bagi wanita untuk berihram dengan busana
apapun yang ia kehendaki?
Jawab: Ya boleh, Ia boleh berihram dengan busana yang ia kehendaki,
tidak ada pakaian khusus untuk ihram bagi wanita sebagaimana
persangkaan sebagian orang awam. Akan tetapi yang lebih utama ia
berihram dengan busana yang tidak mencolok dan tembus pandang,
karena ia akan berkumpul dengan banyak orang. Maka seyogyanya
pakaian ihromnya tidak tembus pandang dan mencolok tetapi yang biasa
dan tidak mengundang fitnah. Seandainya ia berihram menggunakan
pakaian yang mencolok maka ihramnya sah tetapi ia meninggalkan
sesuatu yang lebih utama.
Adapun laki-laki yang lebih utama ialah berihram dengan dua
lembar kain putih, terdiri dari sarung dan selendang. Dan jika ia berihram
dengan pakaian selain warna putih maka tidak mengapa. Terdapat
penjelasan dari Rasulullah SAW bahwasannya beliau memakai sorban
berwarna hitam. Yang penting tidak mengapa orang laki-laki berihram
dengan pakaian selain warna putih.
Wanita yang melepas pakaian ihram karena alasan haid
setelah ia berniat ihram untuk umrah
Pertanyaan: Seorang wanita berihram untuk umrah lalu datang waktu
haid, lalu ia menanggalkan pakaian ihramnya dan membatalkan umrahnya
lalu pulang (ke negrinya), bagaimana hukumnya?
Jawab: Wanita tersebut tetap dalam keadaan ihram secara hukum,
adapun ia menanggalkan pakaian ihramnya tidak mengeluarkannya dari
keadaan ihram secara hukum. Dan wajib baginya untuk kembali ke
Mekkah lalu menyempurnakan umrahnya dan tidak ada kaffarah (denda)
baginya lantaran menanggalkan pakaian umrah serta kepulangannya ke
negrinya jika perbuatannya tersebut dilakukan karena unsur ketidak
tahuan. Akan tetapi jika ia telah bersuami lalu suaminya menyetubuhinya
sebelum ia kembali (ke Mekkah) untuk menunaikan umrah maka hal itu
akan merusakkan umrahnya. Walaupun demikian ia wajib menunaikan
umrahnya tersebut, walaupun sudah rusak, lalu menggantinya dengan
umrah yang lain dan bersamaan dengan itu ia terkena fidyah (tebusan)
yaitu sepertujuh unta atau sepertujuh sapi atau seekor kambing yang
berumur enam bulan atau satu tahun yang disembelih di Tanah Haram
Mekkah lalu dibagikan kepada fakir miskin di Tanah Haram sebagai akibat
rusaknya umrah karena bersetubuh. Dan bagi wanita diperbolehkan
berihram dengan pakaian apapun yang ia kehendaki. Tidak ada pakaian
khusus untuk berihram bagi wanita sebagaimana persangkaan orang
awam, akan tetapi yang lebih utama hendaklah pakaian ihramnya tidak
mencolok sehingga tidak mengundang fitnah. Wallahu a’lam.
Hukum melepas jalinan rambut wanita saat ia berihram
Petanyaan: Apakah melepas jalinan rambut atau memakai pacar di
tangan atau kedua kakinya saat wanita berihram termasuk larangan ?
Jawab: Tidak mengapa dalam masalah ini. Melepas jalinan rambut tidak
mengakibatkan resiko apa-apa dan tidak pula dianggap sengaja
memotong rambut. Menguraikan jalinan rambut untuk dicuci atau sebab
lain tidak mengapa. Yang dilarang adalah memotong rambut sebelum
selesai (tahallul) dari ihramnya. Adapun melepas jalinan rambut atau
membilas rambut dengan sesuatu atau menyemirnya dengan pacar dan
yang semisalnya maka tidak memudharatkan. Tetapi jika ia mewarnai
tangan dan kedua kakinya, hendaklah ia menutupnya dengan pakaian dari
pandangan orang lain, karena (bila tidak) akan mengundang fitnah /
(menarik pandangan lelaki yang bukan muhrimnya-pent).
- Seandainya ia mencampur pacar dengan sesuatu yang mirip minyak
wangi (bagaimana)? Tidak boleh, minyak wangi tidak boleh, terlarang.
Tetapi kalau pacar saja tanpa ada tambahan lain tidak mengapa asalkan
tangan dan kaki tertutup saat thawaf, sa’i dan saat berada di tengah laki-
laki.
Hukum rambut kepala yang rontok
Pertanyaan: Apa yang seharusnya dilakukan wanita yang sedang
berihram jika rambut kepalanya rontok tanpa kesengajaan ?
Jawab: Jika seseorang sedang berihram baik laki-laki maupun wanita lalu
ada beberapa helai rambut yang rontok saat mengusap kepala baik
sewaktu berwudhu maupun mandi maka hal tersebut tidak
memudharatkannya. Begitu juga jenggot, kumis, atau kuku tidak mengapa
asalkan tidak disengaja. Hanya saja yang dilarang jika sengaja
memotongnya, adapun sesuatu yang lepas/jatuh dengan tanpa sengaja
tidaklah mengapa karena ia adalah anggota tubuh yang tidak bernyawa
yang mungkin lepas saat bergerak. Wallahu a’lam.
Petanyaan: Bolehkah wanita yang sedang haid membaca buku-buku doa
pada hari Arafah mengingat padanya terdapat ayat-ayat Al Quran?
Jawab: Tidak ada halangan bagi wanita haid dan nifas membaca doa-oa
yang tertulis saat menjalankan ibadah haji. Dan juga tidak mengapa
membaca Al Quran menurut pendapat yang benar, karena tidak terdapat
nash yang benar dan tegas yang melarang wanita haid dan nifas untuk
membaca Al Quran. Hanya saja terdapat (keterangan) secara khusus bagi
orang yang junub untuk tidak membaca Al Quran dalam keadaan junub,
berdasarkan hadits Ali radliyaallahu ‘anhu. Adapun wanita haid dan nifas
maka terdapat hadits Ibnu Umar radliyaallahu ‘anhuma : Janganlah wanita
haid dan nifas membaca sesuatu dari Al Quran. Akan tetapi hadits
tersebut lemah karena dari riwayat Ismail bin ’Iyasy dari kaum Hijaz,
padahal ia adalah rawi yang dlaif (lemah) jika meriwayatkan dari mereka.
Akan tetapi wanita yang haid dan nifas boleh membaca dalam hati tanpa
menyentuh mushaf Al Quran. Adapun orang yang sedang junub tidak
diperbolehkan membaca Al Quran baik dalam hati maupun langsung dari
mushaf sampai ia mandi. Perbedaan diantara keduanya adalah bahwa
orang yang junub masanya singkat dimana kemungkinannya untuk mandi
seketika setelah selesai bersetubuh dengan istrinya kapan ia mau ia bisa
mandi. Dan jika tidak mungkin menggunakan air ia dapat bertayammum
lalu shalat dan membaca (Al Quran).
Adapun wanita yang haid dan nifas maka bukan kemauannya tetapi
semata-mata adalah kehendak Allah Azza Wa Jalla, kapan ia suci dari haid
atau nifasnya ia harus mandi. Haid membutuhkan waktu beberapa hari
demikian juga nifas. Oleh karena itu dibolehkan bagi kedua golongan
tersebut untuk membaca Al Quran agar tidak lupa dan tidak terlewatkan
keutamaan membaca Al Quran. Juga dibolehkan untuk mempelajari
hukum-hukum syariat dari kitab Allah terlebih lagi membaca buku-buku
yang berisi doa-doa yang diambil dari hadits dan ayat Al Quran atau yang
lainnya. Inilah yang benar dan merupakan pendapat yang paling benar
dari dua perkataan para ulama (semoga Allah merahmati mereka) dalam
masalah ini.
Hukum menggunakan tablet penunda haid
Pertanyaan: Apakah termasuk perkara yang dibolehkan bagi seorang
wanita untuk menggunakan tablet penunda haid (siklus bulanan) sampai
ia selesai menunaikan kewajiban haji? Dan adakah alternatif lain baginya?
Jawab: Tidak ada halangan bagi seorang wanita untuk menggunakan
tablet penunda haid yang bisa menghalangi haid pada hari-hari bulan
Ramadhan sehingga ia bisa berpuasa bersama kaum muslimin dan pada
musim haji sehingga ia dapat thawaf bersama jamaah haji lain dan tidak
tertinggal dari amalan-amalan haji. Dan jika ada selain tablet yang dapat
mencegah haid maka tidak mengapa selama tidak dilarang oleh syariat
dan tidak pula membahayakan.
Pertanyaan: Bagaimana wanita yang sedang haid shalat sunnah ihram
dua rakaat? Dan bolehkah ia mengulang-ulang dzikir apa saja dalam
hatinya ?
Jawab:
a. Wanita yang sedang haid tidak boleh sholat sunnah ihram dua
rakaat, ia bisa berihram dengan tanpa shalat. Dan dua rakaat ihram
hukumnya sunnah menurut sebagian besar (jumhur) ulama, dan
sebagian lagi tidak menyukainya karena tidak terdapat nash yang
khusus dalam masalah ini. Jumhur ulama menganggapnya sebagai
perkara sunnah berdasarkan keterangan dari Nabi Muhammad
SAW............Allah Azza Wa Jalla: "Shalatlah Engkau di lembah (wadi)
yang penuh berkah ini dan ucapkan حجَة َفي Diriwayatkan oleh) "عْمِرة
Bukhari di kitab Shahihnya), maksudnya di Waadi Al 'Aqiiq saat haji
wada'. Dan terdapat keterangan dari shahabat bahwa beliau shalat
lalu berihram, maka dari itu jumhur ulama menyukai jika niat ihram
dilakukan setelah shalat baik shalat wajib maupun sunnah,
berwudhu lalu shalat dua rakaat. Wanita yang sedang haid dan nifas
tidak termasuk orang yang diwajibkan shalat, sehingga keduanya
berihram tanpa diawali dengan shalat, dan juga tidak disyariatkan
mengganti shalat dua rakaat tersebut.
b. Dibolehkan bagi wanita yang haid untuk mengulang-ulang lafadh Al
Quran menurut pendapat yang benar, baik di dalam hati dimana hal
ini disepakati seluruh ulama. Hanya saja terdapat perbedaan
pendapat apakah ia melafadhkannya atau tidak? Sebagian ulama
mengharamkan hal tersebut serta menjadikan larangan membaca
dan menyentuh Al Quran termasuk bagian dari hukum-hukum haid
dan nifas. Dan pendapat yang benar adalah bolehnya membaca Al
Quran di dalam hati tetapi bukan dari mushaf, karena tidak ada nash
shahih yang melarang hal tersebut berbeda dengan orang yang
sedang junub, dimana ia terlarang sehingga mandi atau
bertayammum jika tidak mampu mandi sebagaimana penjelasan
terdahulu.
Pertanyaan: Tidak sah lagi bahwa thawaf ifadlah merupakan rukun dari
rukun-rukun haji. Jika wanita haid tidak mengerjakannya karena sempitnya
waktu dan juga tidak ada waktu untuk menunggu masa suci maka
bagaimana hukumnya?
Jawab: Wajib baginya dan walinya untuk menunggu sampai ia suci lalu
bersuci dan melakukan Thawaf Ifadlah berdasarkan sabda nabi
Muhammad SAW tatkala diberitahu bahwa Shafiyyah datang
bulan.................Tatkala diberitahu bahwa ia sudah melakukan Thawaf
Ifadlah beliau bersabda: Berangkatlah kalian semua. Tetapi jika tidak
memungkinkan untuk menunggu dan mungkin baginya untuk kembali (ke
Mekkah) untuk thawaf maka boleh baginya untuk pulang lalu kembali lagi
setelah suci untuk melakukan thawaf. Dan jika tidak memungkinkan atau
khawatir tidak bisa kembali seperti penduduk dari negeri-negeri yang jauh
dari Mekkah al Mukarramah seperti penduduk Maghrib (Maroko), Indonesia
dan yang semisal dengan itu maka dibolehkan baginya untuk thawaf
dengan niat haji (sambil berhati-hati agar darah haid tidak mengalir)
menurut pendapat yang shahih. Dan perbuatannya tersebut dianggap
memadai menurut sebagian ulama diantaranya Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyah, muridnya Al ’Allamah Ibnul Qayyim, semoga Allah merahmati
keduanya dan para ulama yang lain.
Wanita yang haid saat thawaf ifadlah tetapi tetap diteruskan
karena malu
Pertanyaan: Seorang wanita berangkat haji lalu tibalah masa haidnya
sejak lima hari dari tanggal keberangkatannya. Setelah tiba di miqat ia
mandi dan berniat ihram sementara ia belum suci dari haidnya. Ketika tiba
di Makkah al Mukarramah ia tinggal di luar Masjidil Haram dan tidak
melakukan sedikitpun dari amalan haji dan umrah. Ia tinggal di Mina
selama dua hari kemudian suci lalu mandi dan mengerjakan seluruh
rangkaian ibadah umrah dalam keadaan suci. Kemudian ia kembali
mengeluarkan darah saat sedang thawaf ifadlah waktu haji, hanya saja ia
merasa malu dan tetap menyempurnakan seluruh amalan haji. Ia tidak
memberitahu walinya kecuali setelah tiba di negaranya, maka bagaimana
hukumnya?
Jawab: Jika kenyataannya seperti yang disebutkan penanya maka bagi
wanita tersebut harus kembali ke Mekkah lalu thawaf di Ka’bah tujuh
putaran dengan niat thawaf haji sebagai pengganti dari thawafnya saat
haid, lalu shalat dua rakaat setelah thawaf di belakang maqam Ibrahim
atau di tempat lain dalam Masjidil Haram. Dengan demikian sempurnalah
hajinya dan wajib baginya menyembelih dam di Mekkah dan dibagikan
kepada orang-orang fakir di Mekkah, jika sudah menikah dan sudah
bersetubuh dengan suaminya sepulang haji. Karena wanita yang sedang
berihram tidak boleh bersetubuh dengan suaminya sebelum thawaf
ifadlah, melempar jumrah aqabah saat hari raya Idul Adha dan memotong
rambutnya. Dan ia juga wajib sa’i antara Shafa dan Marwa jika ia berhaji
tamattu’ dan belum melakukan sa’i haji. Adapun jika ia berhaji qiran atau
ifrad maka tidak wajib melakukan sa’i yang kedua jika ia telah
melakukannya bersamaan thawaf qudum. Dan ia juga wajib bertaubat
kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala atas apa yang telah ia perbuat dengan
melakukan thawaf saat haid, keluar dari Mekkah sebelum thawaf dan
karena mengakhirkan thawaf ifadlah dalam jangka waktu yang lama. Kita
memohon kepada Allah agar Ia menerima taubat wanita tersebut.
Wanita yang datang bulan sebelum Thawaf Ifadlah
Pertanyaan: Seorang wanita berhaji bersama suaminya, dan pada hari
Arafah ia dikejutkan dengan datangnya haid. Dan seperti diketahui bahwa
wanita yang haid dapat melakukan apa yang dilakukan oleh jamaah haji
lain kecuali thawaf di ka’bah berdasarkan hadits Aisyah. Akan tetapi
apakah ia tetap tinggal di Mekkah sampai thawaf ifadlah atau apa yang
harus ia lakukan? Dan apa yang harus ia lakukan saat tinggal di Mekkah
jika orang-orang yang bersamanya telah meninggalkan Mekkah?
Jawab: Yang wajib bagi wanita yang sedang haid atau nifas sebelum ia
Thawaf Ifadlah adalah tetap tinggal di Mekkah sampai sempurna ibadah
hajinya berdasarkan sabda nabi SAW tatkala diberitahu bahwa Shafiyyah
sedang haid saat hari raya Idul Adha, beliau bertanya? : .....Para shahabat
menjawab: Wahai Rasulallah, ia sudah melakukan thawaf ifadlah. Lalu
beliau berkata: Berangkatlah kalian semua (Muttafaqun alaih). Akan tetapi
para ulama menyebutkan bahwa jika seorang wanita tidak bisa menunggu
sampai suci boleh baginya untuk pulang ke negerinya lalu balik lagi ke
Mekkah untuk menyempurnakan hajinya berdasarkan firman Allah
Subhanahu Wa Ta’ala: ”Bertakwalah kalian semua kepada Allah semampu
kalian” dan sabda nabi SAW : ”Apa-apa yang telah aku larang untuk kalian
semua maka jauhilah, dan apa-apa yang aku perintahkan kalian semua
maka laksanakanlah sesuai kemampuan kalian” (Muttafaqun ’alaih).
Dan jika ia telah bersuami maka suaminya tidak boleh mendekatinya
(menyetubuhinya) sampai ia kembali ke Mekkah dan menyempurnakan
hajinya. Adapun thawaf wada’ maka ia gugur atas wanita yang haid dan
nifas, berdasarkan hadits dalam Shahihain (Bukhari dan Muslim) dari Ibnu
Abbas radliyaallahu ‘anhuma beliau bersabda: Nabi memerintahkan agar
akhir amalan (haji) mereka adalah dengan thawaf mengelilingi Ka'bah,
hanya saja beliau meringankan bagi wanita yang sedang bulan". Allah-
lah Yang Memberi taufiq.
Wanita yang haid sebelum Thawaf Ifadlah
Pertanyaan: Jika seorang wanita haid sebelum thawaf ifadlah bagaimana
hukumnya? Mengingat ia telah melaksanakan amalan-amalan haji lainnya
sementara haidnya masih berlanjut sampai hari-hari Tasyriq?
Jawab: Jika seorang wanita haid atau nifas sebelum thawaf haji (ifadlah),
maka yang tetap menjadi kewajibannya adalah thawaf sampai ia suci.
Apabila telah suci ia harus mandi lalu thawaf untuk hajinya walaupun
beberapa hari setelah selesai haji, bahkan masuk bulan Muharram atau
Shafar sekalipun. Tidak ada batasan waktu, tergantung kemudahan. Dan
sebagian ulama berpandangan bahwasannya tidak boleh mengakhirkan
thawaf sampai setelah Bulan Dzulhijjah, akan tetapi ini adalah pendapat
yang tidak ada dalilnya, bahkan yang benar boleh mengakhirkannya. Akan
tetapi bersegera untuk melakukannya jika mampu adalah lebih utama.
Jika ia mengakhirkannya setelah Dzulhijjah maka dianggap cukup dan ia
tidak terkena dam. Karena wanita haid dan nifas adalah termasuk orang
yang memiliki udzur sehingga tidak ada halangan atas keduanya, karena
tidak mungkin menghindar dalam masalah ini. Jika keduanya telah suci
bisa melakukan thawaf baik di bulan Dzulhijjah maupun di bulan
Muharram.
Mengumpuli istri setelah thawaf ifadlah
Pertanyaan: Apabila seorang jamaah haji selesai mengerjakan thawaf
ifadlah apakah boleh baginya untuk berkumpul dengan istrinya selama
hari-hari Tasyriq?
Jawab: Apabila seorang jamaah haji selesai mengerjakan thawaf ifadlah
tidak halal baginya untuk mendatangi istrinya kecuali telah
menyempurnakan amalan-amalan lainnya seperti melempar jumrah
aqabah,mencukur atau memendekkan rambut. Dan ketika itu dihalalkan
baginya wanita dan jika belum maka tidak boleh. Thawaf saja tidak cukup
tetapi harus melempar jumrah aqabah pada hari Ied, demikian juga
mencukur atau memendekkan rambut dan melakukan sa'i jika ia belum
melakukannya. Dengan ini semua halal baginya untuk mencampuri istri,
adapun tanpa ini semua tidak boleh. Tetapi jika ia telah melakukan dua
dari tiga amalan haji seperti melempar jumrah dan mencukur atau
memendekkan rambut maka dibolehkan baginya pakaian berjahit,
wewangian dan yang semisalnya kecuali jima'. Demikian juga jika ia telah
melempar lalu thawaf atau mencukur maka halal baginya wewangian,
pakaian berjahit, binatang buruan, memotong kuku dan yang semisalnya,
akan tetapi tidak halal baginya berjima dengan istri kecuali dengan
berkumpulnya tiga perkara yaitu melempar jumrah aqabah, mencukur
atau memendekkan rambut, thawaf ifadlah dan sa'i jika ia mempunyai
kewajiban sa'i seperti orang yang berhaji tamattu'. Setelah ini semua
barulah halal baginya (bersetubuh dengan) wanita. Wallahu a'lam.
Mewakilkan (orang lain) saat melempar jumrah
Pertanyaan: Apakah boleh mewakilkan orang yang sudah tua saat
melempar jumrah karena alasan sakit atau yang semisalnya?
Jawab: Ya boleh mewakilkan orang yang sudah tua saat melempar jumrah
karena alasan sakit, sudah tua atau masih terlalu kecil. Demikian pula bagi
mereka yang khawatir atas keselamatan orang lain seperti wanita hamil
dan yang memiliki anak kecil dimana ia tidak mendapati orang yang bisa
menjaga anaknya sampai ia kembali dari melempar. Karena dikhawatirkan
terjadi bahaya dan kecelakaan bagi kedua orang tersebut jika berdesakan
dengan banyak orang saat melempar. Para ulama telah menentukan
masalah ini dan mereka berargumentasi dengan hadits yang diriwayatkan
Imam Ahmad dan Ibnu Majah dari Jabir radliyaallahu ‘anhu ia berkata:
Kami berhaji bersama Rasulullah SAW dan ikut bersama kami wanita dan
anak-anak. Maka kami pun bertalbiyah untuk anak-anak dan melempar
jumrah untuk mereka. Termasuk juga argumentasi mereka dalam masalah
ini adalah firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala : "Bertakwalah kalian semua
sesuai kemampuan kalian" dan firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala: "Dan
janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan " (Surat
Al Baqarah:195) dan sabda nabi: "Jika aku memerintahkan kalian suatu
perkara maka kerjakanlah sesuai kemampuan kalian" serta sabda beliau :
"Tidak boleh memberikan mudharat dan tidak pula mendapatkan
kemudharatan"
Hukum wanita mengenakan kaos kaki saat ihram
Pertanyaan: Aku mengenakan kaos kaki hitam yang menutupi kedua
kakiku saat ihram dan akupun thawaf dengannya. Lalu ada yang
mengatakan bahwa hal tersebut membatalkan ihram dan aku terkena
dam. Aku mohon penjelasan kepada Anda Syaikh yang mulia tentang
hukum mengenakan kaos kaki saat ihram, thawaf dan shalat? Semoga
Allah membalas Anda dengan kebaikan.
Jawab: Ini adalah perbuatan mulia yang perlu anda syukuri dikarenakan
hal tersebut dapat menutup aurat serta menjauhkan dari sebab-sebab
timbulnya fitnah. Dan yang mengatakan kepada anda bahwa anda terkena
dam dalam masalah tersebut sesungguhnya telah salah dan berlebih-
lebihan. Karena yang dilarang bagi wanita yang berihram adalah
mengenakan kaos tangan saja. Adapun mengenakan kaos di kedua kaki
bagi wanita maka tidak mengapa bahkan merupakan keharusan saat
thawaf dan shalat. Dan tidak ada halangan untuk menutupi keduanya
dengan pakaian yang lebar yang menutupi kedua kakinya pada saat
thawaf dan shalat. Dan tidak disyaratkan kaos kakinya berwarna hitam
boleh juga berwarna selain hitam dengan syarat menutup kedua kaki.
Semoga Allah menganugerahkan taufiq kepada kita semua untuk
mendapatkan kebenaran. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar lagi Maha
Mengabulkan.
Apabila seorang wanita nifas pada hari kedelapan Dzulhijjah
lalu suci sepuluh hari kemudian
Pertanyaan: Wanita yang nifas apabila masa nifasnya dimulai dari hari
tarwiyah (tanggal 8 Dzulhijjah) dan ia sudah menyempurnakan semua
rukun haji kecuali thawaf dan sa’i, hanya saja ia memperkirakan akan suci
terhitung sepuluh hari lagi, apakah ia bersuci lalu mandi dan
menyelesaikan rukun haji yang belum (ia kerjakan) yaitu thawaf haji?
Jawab: Ya, jika ia nifas pada hari kedelapan misalnya maka ia harus
berhaji lalu wukuf bersama jamaah haji lain di Arafah dan Muzdalifah. Dan
ia juga harus melakukan apa yang dikerjakan jamaah haji lain seperti
melempar jumrah, memotong rambut, menyembelih hadyu dan yang
lainnya. Selanjutnya yang tersisa baginya hanyalah thawaf dan sa’i yang
dapat ia tangguhkan sampai suci. Jika telah suci setelah sepuluh hari,
lebih atau kurang, ia mandi lalu shalat, puasa, thawaf dan sa’i. Dan tidak
ada batasan minimal untuk nifas, mungkin saja seorang wanita suci dalam
masa sepuluh hari atau bisa kurang atau lebih dari itu, tetapi batas
maksimalnya adalah empat puluh hari. Jika telah sempurna empat puluh
hari sementara darah belum terhenti maka ia teranggap sudah suci. Ia
harus mandi, sholat, puasa sementara darah yang masih tersisa menurut
pendapat yang benar adalah darah rusak. Ia dapat shalat walaupun masih
ada sisa darah, berpuasa dan halal bagi suaminya untuk menggaulinya,
tetapi hendaknya ia berusaha untuk menahan darah dengan kapas atau
yang semisalnya dan berwudlu setiap akan shalat serta tidak mengapa
baginya untuk menjama’ shalat dhuhur dan ashar, maghrib dan isya
sebagaimana nabi SAW telah berwasiat kepada Hamnah binti Jahsy
tentang hal itu.
Hukum wanita yang sedang haid berihram untuk umrah
Pertanyaan: Seorang wanita bertanya sambil bercerita: Ia pernah
terkena udzur yaitu haid, sementara keluarga mengajaknya pergi umrah,
jika tidak ikut ia akan sendirian di rumah. Lalu ia pun pergi umrah
bersama mereka. Ia menyempurnakan semua syarat umrah seperi thawaf,
sa’i seakan-akan ia tidak dalam keadaan haid. Hal itu karena tidak
mengerti dan rasa malu untuk memberitahu walinya tentang masalah itu
terlebih lagi ia seorang yang buta huruf tidak mengenal baca tulis. Apa
yang wajib baginya?
Jawab: Jika ia berihram untuk umrah bersama keluarga maka wajib
baginya untuk mengulang thawaf setelah mandi dan mengulang potong
rambut. Adapun sa’i dianggap mencukupi menurut pendapat yang paling
benar dari dua pendapat ulama. Dan jika ia mengulang sa’i setelah thawaf
tentu lebih baik dan lebih berhati-hati. Dan ia harus bertaubat kepada
Allah Subhanahu Wa Ta’ala karena thawaf, sa’i dan shalat sunah thawaf
dua rakaat dilakukan dalam keadaan haid.
Jika ia telah bersuami tidak halal bagi suaminya untuk menggaulinya
sampai ia menyempurnakan umrahnya. Dan jika suami sudah terlanjur
menggaulinya sebelum ia menyempurnakan umrahnya maka ia terkena
dam yaitu seekor kambing berumur enam bulan atau satu tahun yang
disembelih di Mekkah untuk orang-orang fakir. Selain itu ia juga wajib
menyempurnakan umrahnya sebagaimana yang telah kami sebutkan baru
saja. Ia juga harus mengerjakan umrah yang lain dari miqat dimana ia
berihram saat umrah pertama sebagai pengganti umrahnya yang telah
rusak. Jika saat ia thawaf dan sa’i bersama keluarga tersebut karena
sungkan dan malu sedang ia tidak berihram untuk umrah dari miqat,
maka tidak ada kewajiban baginya kecuali bertaubat kepada Allah
Subhanahu Wa Ta’ala, karena umrah dan haji tidak sah tanpa ihram,
sedang ihram sendiri adalah berniat umrah atau haji atau keduanya
sekaligus.