Biografi Singkat Annangguru Shaleh

10
BIOGRAFI SINGKAT Annangguru Saleh Sabtu, 5 April 2009 "Hari Ahad 10 APRIL 1977, jam 12.30 siang yang mulia KH. M. SALEH meninggal dunia dirumahnya (Majene) dan dikebumikan pada hari itu juga di Pambusuang. Jenazah diantar dengan ambulance serta diikuti 22 buah oto lainnya, motor banyak sekali. Beliau sakit-sakit flu saja beberapa hari dan krisis hanya 2 hari/malam. Detik-detik keberangkatan beliau memang mengasyikkan dan beberapa orang sempat menerima ilmu beliau" (Catatan harian Ba’do Hamid, salah satu murid K. H. Muhammad Saleh) Pemimpin Besar Tarekat Qadiriyah di Mandar

description

Mengenal sosok salah satu ulama besar dari Mandar, K. H. Muhammad Shaleh

Transcript of Biografi Singkat Annangguru Shaleh

Page 1: Biografi Singkat Annangguru Shaleh

BIOGRAFI SINGKAT

Annangguru Saleh

Sabtu, 5 April 2009

"Hari Ahad 10 APRIL 1977, jam 12.30 siang yang mulia KH. M. SALEH meninggal dunia dirumahnya (Majene) dan dikebumikan pada hari itu juga di Pambusuang. Jenazah diantar dengan ambulance serta diikuti 22 buah oto lainnya, motor banyak sekali. Beliau sakit-sakit flu saja beberapa hari dan krisis hanya 2 hari/malam. Detik-detik keberangkatan beliau memang mengasyikkan dan beberapa orang sempat menerima ilmu beliau" (Catatan harian Ba’do Hamid, salah satu murid K. H. Muhammad Saleh)

Pemimpin Besar Tarekat Qadiriyah di Mandar

Page 2: Biografi Singkat Annangguru Shaleh

BIOGRAFI SINGKAT ANNANGGURU SALEH Ahad, 5 April 2009

2

Kyai Haji Muhammad Saleh yang lazim dipanggil “Annangguru Saleh” adalah ulama besar. Pengaruh ajarannya begitu membumi di tanah Mandar. Beliau tidak meninggalkan situs-situs kemegahan, melainkan kesahajaan sebagai seorang manusia dan ulama Mandar yang patut diteladani. Juga, ajarannya yang begitu membumi serta bermaslahat bagi umat Islam di Mandar dan sekitarnya.

Annagguru Saleh dan Imam Lapeo adalah dua ulama besar Mandar yang sampai saat ini belum ada

Fotonya dipasang oleh banyak orang di dinding rumah mereka. Kalau bukan foto Imam Lapeo, ya foto Annangguru Saleh …

menyamai kharisma dan pengaruh ajarannya. Paramaternya amat gampang: ulama (Mandar) ini yang fotonya dipasang oleh banyak orang di dinding rumah mereka. Kalau bukan foto Imam Lapeo, ya foto Annangguru Saleh.

Uniknya, keduanya dilahirkan di Desa Pambusuang (masuk wilayah Kecamatan Balanipa, Kabupaten Polewali Mandar). Sebuah desa pesisir yang meski sekilas

terlihat biasa-biasa saja, namun tempat ini adalah desa di Mandar yang paling banyak melahirkan tokoh yang melegenda. Selain dua ulama di atas, yang lain adalah Baharuddin Lopa dan Basri Hasanuddin.

Meski keduanya mempunyai peran yang sama

sebagai penyebar ajaran Islam lewat jalan tarekat, penyebutannya berbeda, masing-masing diawali “Imam” (pemimpin umat atau pemimpin shalat) dan “Annangguru” (guru). Saya kurang tahu mengapa Kyai Haji Muhammad Thahir penyebutannya diawali “Imam” sedang Kyai Haji Muhammad Saleh tidak tetapi dengan “Annangguru”. Demikian juga sebaliknya.

Saya menduga, mungkin karena Kyai Haji Muhammad Thahir sempat mendirikan mesjid yang belakangan menjadi pusat kegiatan dakwahnya, yaitu Mesjid Lapeo. Untuk kemudian, Kyai Haji Muhammad Tahir menjadi imam di sana. Mesjid Lapeo salah satu aikon Mandar dalam bidang religi, sebab di mesjid ini terdapat menara

tertua di Mandar. Adapun Kyai Haji Muhammad Saleh, sepengetahuan saya, tidak pernah membangun mesjid khusus yang beliau jadikan sebagai pusat dakwah.

Pambusuang …

Page 3: Biografi Singkat Annangguru Shaleh

BIOGRAFI SINGKAT ANNANGGURU SALEH Ahad, 5 April 2009

3

Memang ada mesjid (bernama) K. H. Muhammad Saleh di Pambusuang yang persis di belakangan mesjid terdapat makam beliau. Tapi mesjid ini dibangun kurang lebih tiga tahun setelah beliau wafat. Demikian juga dengan situs kampung Bukku’ yang terkenal sebagai tempat beribadah Jamaah Qadiriyah setiap 27 Ramadhan. Memang tempat ini identik dengan Annangguru Saleh, tapi tidak menjadi pusat dakwah beliau, sebagaimana Mesjid Lapeo.

Penambahan istilah “Annangguru” di depan “Saleh” mungkin disebabkan K. H. Muhammad Saleh lebih banyak menggunakan metode “pengajaran” yang tidak dilakukan di satu tempat melainkan dari rumah ke rumah jamaahnya di seantero Mandar, khususnya dari Banggae hingga Pambusuang. Apakah perbedaan “gelar” di atas dipengaruhi pada perbedaan tarekat yang mereka anut dan ajarkan ke masyarakat Mandar?

Menurut kajian beberapa referensi dan informasi dari informan, Imam Lapeo menganut Tarekat Khalwatiah, sedangkan Annangguru Saleh Tarekat Qadiriyah. Dalam tulisan ini, saya tidak akan membahas perbedaan

dua tarekat ini, tapi akan menuliskan secara singkat tentang Tarekat Qadiriyah.

Proses khalwat yang sering dilakukan Nabi Muhammad SAW, yang kemudian disebut tarekat, diajarkan kepada Sayyidina Ali ra.

Dari situlah kemudian Ali mengajarkan kepada keluarga dan sahabat-sahabatnya sampai kepada Syeikh Abdul Qodir Jaelani, sehingga tarekatnya dinamai Qadiriyah. Sebagaimana dalam silsilah tarekat Qadiriyah yang merujuk pada Ali dan Abdul Qadir Jaelani dan seterusnya adalah dari Nabi Muhammad SAW, dari Malaikat Jibril dan dari Allah SWT.

Tarekat Qadiriyah

Tarekat Qadiriyah didirikan oleh Syeikh Abdul Qodir Jaelani (wafat 561 H/1166M) yang bernama lengkap Muhy al-Din Abu Muhammad Abdul Qodir ibn Abi Shalih Zango Dost al-

Jaelani. Lahir di di Jilan tahun 470 H/1077 M dan wafat di Baghdad pada 561 H/1166 M. Dalam usia 8 tahun ia sudah meninggalkan Jilan menuju Baghdad pada tahun 488 H/1095 M. Selama 25 tahun Abdul Qadir Jaelani menghabiskan waktunya sebagai pengembara sufi di padang pasir Iraq dan akhirnya dikenal oleh dunia sebagai tokoh

Tareqat QADIRIYAH

… bernama lengkap Muhy al-Din Abu Muhammad Abdul Qodir ibn Abi Shalih Zango

Dost al-Jaelani …

Page 4: Biografi Singkat Annangguru Shaleh

BIOGRAFI SINGKAT ANNANGGURU SALEH Ahad, 5 April 2009

4

sufi besar dunia Islam.

Dia memimpin madrasah dan ribath di Baghdad yang didirikan sejak 521 H sampai wafatnya. Madrasah itu tetap bertahan dengan dipimpin keturunannya sampai hancurnya Baghdad pada tahun 656 H/1258 M.

Sejak itu tarekat Qadiriyah terus berkembang dan berpusat di Iraq dan Syria yang diikuti oleh jutaan umat yang tersebar di Yaman, Turki, Mesir, India, Afrika dan Asia. Namun meski sudah berkembang sejak abad ke-13, tarekat ini baru terkenal di dunia pada abad ke 15 M. Mulai masuk ke Indonesia pada abad ke-16 untuk kemudian berkembang pesat pada abad ke-19, terutama di masa penjajahan.

Istilah thariqah dalam perbendaharaan kesufian, merupakan hasil makna semantik

perkataan itu, semua yang terjadi pada syariah untuk ilmu hukum Islam. Setiap ajaran esoterik/bathini mengandung segi-segi eksklusif. Jadi, tak bisa dibuat untuk orang umum (awam). Segi-segi eksklusif tersebut misalnya menyangkut hal-hal yang bersifat “rahasia” yang bobot kerohaniannya berat, sehingga membuatnya sukar dimengerti. Oleh sebab itu mengamalkan tarekat itu harus melalui guru (mursyid) dengan bai’at dan guru yang mengajarkannya harus mendapat ijazah, talqin dan wewenang dari guru tarekat sebelumnya.

K. H. Muhammad Saleh dikenal sebagai salah seorang pionir ulama yang membawa, mengajarkan, dan mengembangkan Tarekat Qadiriyah di Mandar. Beliau lahir pada tahun 1913 di Pambusuang (sekarang salah satu desa dalam Kecamatan Balanipa). Usia 15 tahun menuju

tanah suci untuk menenuaikan ibadah haji. Seusai ibadah haji, beliau tidak langsung balik ke Mandar, melainkan belajar agama di Madrasah al-Falah. Setelah lima tahun menuntut ilmu, Muhammad Saleh mendapat kepercayaan untuk mengajar di Mesjid Haram, suatu presetasi tersendiri bagi santri yang berasal dari luar Arab (ajam).

Guru-guru di Mekkah yang memberi banyak ilmu kepada Muhammad Saleh tentang Al Qur’an, hadis, lugah, fiqih, dan tasauf antara lain, Sayyid Alwi al-Maliki, Syekh Umar Hamdan, dan Sayyid Muhammad al-Idrus, Syekh Hasan a—Masysyat.

Setelah mendalami ilmu di Arab, Muhammad Saleh kembali ke Mandar. Beberapa

saat setelah tiba, atas saran K. H. Abdurrahman Ambo Dalle, beliau menikah dengan Hj. St. Salehah binti Lomma. Karena alasan tertentu, Muhammad Saleh bercerai untuk kemudian menikah dengan Hj. Harah. Dari isteri kedua, beliau mulai mendapat keturunan.

K. H. Muhammad Saleh menikah beberapa kali sesuai dengan ramalan gurunya Syekh Alwi al-Maliki. Dari isteri terakhir, Hj. Mulia Sule (masih hidup saat ini), beliau mendapat banyak keturunan. Salah satunya K. H.

Ilham Saleh, yang melanjutkan ajaran Tarekat Qadiriyah saat ini di tanah Mandar.

Shalat 27 Ramadhan

Setiap akhir Ramadhan, ada tradisi ibadah yang selalu ditunggu-tunggu umat Islam penganut Tarekat Qadiriyah di Mandar, yaitu “massambayang bukku’ ”. Sewaktu saya masih kecil, saya mengira kata “bukku’” berasal dari kata “bungkuk” (Indonesia), sebab prosesi shalat-shalat sunat yang dilakukan sampai puluhan rakaat. Oleh sebagian orang yang jarang

melakukan shalat sunat berakaat-rakaat akan menyebabkan sakit punggung. Ternyata salah, “bukku’” berasal dari kata Bukku (Buku), nama kampung yang terletak di punggung bukit Salabose, Majene.

“Massambayang (di) Bukku’” mulai diperkenalkan Annangguru Saleh pada tahun 1966. Tradisi dilatarbelakangi pembicaraan K. H. Muhammad Saleh dengan murid-muridnya, bahwa dibutuhkan tempat yang lebih luas untuk menampung

Page 5: Biografi Singkat Annangguru Shaleh

BIOGRAFI SINGKAT ANNANGGURU SALEH Ahad, 5 April 2009

5

jamaah shalat 27 Ramadhan, yang sebelumnya dilaksanakan dari rumah ke rumah pengikut K. H. Muhammad Saleh.

Belakangan, sejak tahun 2007, tradisi ini dipindah ke Pambusuang, pas di kompleks mesjid dan makam Kyai Haji Muhammad Saleh. Entahlah, istilah apa yang akan digunakan untuk menggantikan istilah “massambayang bukku’”. Yang jelas, kalau pakai istilah “massambayang pambusuang” agak ganjil kedengaran.

Menurut K. H. Ilham Saleh, pemindahan (sebenarnya kurang tepat menggunakan istilah pindah sebab ritual menjalankan

beberapa shalat sunnat di malam 27 Ramadhan masih berlangsung di Buku, setidaknya Ramadhan tahun lalu) bertujuan lebih mendekatkan penganut Tarekat Qadiriyah dengan (makam) K. H. Muhammad Saleh.

Shalat 27 Ramadhan di kompleks makam K. H. Muhammad Saleh, Pambusuang yang berlangsung 2008 lalu diikuti ratusan jama’ah. Mesjid yang terdapat di kaki bukit yang menghadap ke Teluk Mandar tak mampu menampung, untuk itu, di sekitar mesjid banyak terdapat saf-saf jama’ah. Ritual, yang kebanyakan berisi kegiatan shalat-shalat sunnat, dipimpin langsung K. H. Ilham Saleh.

Qadiriyah di Mandar

Pengaruh Tarekat Qadiriyah di Mandar cukup

besar. Beberapa tokoh masyarakat, pengusaha, dan pejabat di eksekutif dan legislatif adalah pengikut ajaran ini, minimal sebagai pendukung ajaran. Itu tercermin dari peran serta mereka dalam setiap aktivitas besar yang diadakan Jamaah Tarekat Qadiriyah (shalat 27 Ramadhan dan haul), baik dukungan moril (menghadiri acara) maupun materiil.

Dalam kehidupan sehari-hari, tak ada perbedaan mencolok praktek beribadah Islam antara penganut ajaran K. H. Muhammad Saleh dengan yang bukan. Pada dasarnya sama, mulai dari pelaksanaan ibadah wajib sampai praktek sunnat. Perbedaan baru akan terlihat bila memasuki pembicaraan tentang masalah tarekat, khususnya praktek-praktek yang dianjurkannya. Untuk hal ini, ada pro-kontra terhadap ajaran Tarekat Qadiriyah.

Bentuk penyebaran, pengembangan dan pelestarian ajaran, dulunya, dilaksanakan langsung oleh K. H. Muhammad Saleh dibantu beberapa murid kepercayaannya, misalnya K. H. Sahabuddin (pendiri Universitas Universitas Al Asyariah Mandar (Unasman). Sang Annangguru diundang oleh murid atau jama’ahnya yang tinggal di beberapa kampung untuk kemudian sang guru mendatanginya. Pelaksanaan pemberian ajaran biasanya dilakukan di rumah yang punya

Page 6: Biografi Singkat Annangguru Shaleh

BIOGRAFI SINGKAT ANNANGGURU SALEH Ahad, 5 April 2009

6

hajatan, yang juga merupakan penganut ajaran tarekat.

Berbekal semacam kitab, sang guru membacakan apa yang di dalam kitab untuk kemudian menjelaskan makna-maknanya.

Menurut H. Syauqaddin, murid sekaligus tetangga K. H. Muhammad Saleh di Majene, setidaknya ada dua bentuk pengajian: pengajian umum, yang diikuti pengikut tareqat dan masyarakat umum; dan pengajian khusus, yang hanya diikuti orang-orang tertentu

dan pengajaran ilmu tareqat “tingkat tinggi”.

Beda dengan keadaan sekarang, untuk mendatangi sebuah kampung, K. H. Muhammad Saleh masih menggunakan kendaraan tradisional, yaitu dokar. Jika bisa dilalui motor, sang guru dibonceng oleh muridnya, sebagaimana yang dilakoni H. Murad, wiraswasta yang tinggal tak jauh dari pasar ikan Tinambung, yang biasa membonceng gurunya dengan motor Honda pertama di Tinambung berplat 8448, yang digelari “i Pilla’” ke beberapa

kampung jika ada undangan.

Menurut H. Murad, kehidupan dan sikap K. H. Muhammad Saleh amat bersahaja. H. Murad mengenal K. H. Muhammad Saleh

di suatu mesjid di Ujung, Polewali pada tahun 1958. Saat itu, sang ulama besar tidak berada di tempat-tempat “VIP” (dekat mimbar) di dalam mesjid, melainkan di bagian belakang, di dekat beduk. Itu amat mengesankan H. Murad, betapa bersahajanya K. H. Muhammad Saleh. Beliau tidak mau menonjolkan diri!

H. Murad tahu apa yang bisa menenangkan kegundahan hati sang guru. Suatu waktu di Pulau Tosalama’, kambing yang akan dipotong untuk acara ziarah tak datang-datang, padahal sudah jam 9. Adapun acara akan diadakan pada jam 11. Sang guru amat gundah, lama. H. Murad dapat ide untuk membuat minuman kesukaan sang guru, kopi susu. Hati sang guru pun tenang.

Rumah pribadi K. H. Muhammad Saleh terdapat di pusat kota Majene. Tapi kampung halamannya ada di Pambusuang, yang mana sebagian besar kerabatnya berada di sini. K. H. Muhammad Saleh tinggal di Majene disebabkan beliau adalah pegawai negeri di Mahkamah Syariah Majene. Sebelumnya, beliau pernah bekerja sebagai syara’ di majelis pertimbangan dan naib di Balanipa, qadhi di Mamuju, dan Kepala Urusan Agama di Pambusuang, selain

sebagai guru pesantren (1942-1950).

Page 7: Biografi Singkat Annangguru Shaleh

BIOGRAFI SINGKAT ANNANGGURU SALEH Ahad, 5 April 2009

7

Cerita Karamah

Cerita-cerita karamah bukan hal aneh bila kita mendengar atau membaca kisah hidup para sufi. Karena K. H. Muhammad Saleh juga seorang sufi, maka cerita karamah juga bisa ditemui. Berikut kutipannya, berdasar informasi K. H. Ilham Saleh dan referensi tentang ajaran K. H. Muhammad Saleh.

Sewaktu bekerja di Mamuju, tepatnya di saat membaca khutbah di salah satu mesjid di Tappalang, K. H. Muhammad Saleh dikirimi ilmu hitam. Namun berkat kekaramahannya, ilmu sihir yang berwujud cahaya bola api tidak mengenai dirinya. Belakangan, penyihir yang melakukannya meminta maaf. Masih di Tappalang, juga pernah K. H. Muhammad Saleh hendak diracun. Nasi yang dihidangkan kepadanya selalu berubah wujud menjadi ulat dan ular. Tapi itu tak mampan untuk mencelakai dirinya.

Lalu, di masa “gurilla”, ketika penculikan marak terjadi, K. H. Muhammad Saleh juga dapat menghidar dari kepungan kaum pengacau yang hendak menangkapnya. Saat itu beliau

akan balik dari Tomadio menuju Pambusuang. Kepada murid dan kusir dokar, sang guru berpesan agar mereka diam saja. Insya Allah mereka tidak akan terlihat oleh para pengepung. Itu betul terjadi, dokar yang ditumpangi K. H. Muhammad Saleh tak terlihat dan mereka pun lolos dari penangkapan. Salah satu ponakannya di Pambusuang juga menceritakan kejadian yang hampir sama, ketika rumah yang ditempati K. H. Muhammad Saleh dikepung “gurilla”.

Ada juga yang mempercayai, bahwa K. H. Muhammad Saleh bisa “melambatkan” waktu. Suatu waktu, K. H. Muhammad Saleh dan rombongannya melakukan perjalanan ke Matakali untuk acara buka puasa. Mendekati sungai Mapilli, mobil ban pecah. Sudah jam lima sore. Setelah ban diganti, masalah baru muncul. Ada mobil tangki yang kerepotan naik ke darat setelah menyeberangi sungai dengan perahu yang didesain sedemikian rupa (mappiccara). Setelah rombongan menyeberang, mereka pun melanjutkan perjalanan ke Matakali. Tiba di sana, ternyata belum masuk jam untuk berbuka. Beberapa anggota rombongan

Page 8: Biografi Singkat Annangguru Shaleh

BIOGRAFI SINGKAT ANNANGGURU SALEH Ahad, 5 April 2009

8

Page 9: Biografi Singkat Annangguru Shaleh

BIOGRAFI SINGKAT ANNANGGURU SALEH Ahad, 5 April 2009

9

merasa heran, koq mereka masih bisa tiba sebelum masuk jam berbuka, padahal rintangan yang dilalui sebelumnya serasa agak lama, lebih dari satu jam. Cerita ini dikemukakan H. Murad, yang ikut serta dalam rombongan tersebut.

Ketertarikan terhadap dunia sufi berasal dari pengajian yang diikuti Muhammad Saleh di bawah asuhan Syekh Muhammad al-Idrus. Salah satu praktek ritual yang dilakukan adalah penyucian diri di salah satu gua di kaki bukit Jabal Qubais. Setelah mendalami ilmu kesufian dan menjalani penderitaan di Arab Saudi (salah satunya disebabkan pengaruh Perang Dunia), menjelang usia 30 tahun, Muhammad Saleh kembali ke Mandar.

Perjalanan ke Nusantara tidak semudah saat sekarang. Dengan menggunakan kapal laut, Muhammad Saleh menuju Sumatra. Di tempat ini beliau bertemu salah seorang kerabatnya yang menuntut ilmu di sana untuk kemudian berlayar ke Sulawesi Selatan. Di salah satu kota niaga di Sulawesi Selatan, Muhammad Saleh dijemput kerabatnya untuk kemudian dibawa ke Pambusuang.

Layaknya anak muda yang merantau dan menuntut ilmu di negeri orang, fisiknya kurus, wajahnya pucat. Barang bawaannya pun tidak seberapa, hanya sebuah bantal dan satu kopor yang berisi tiga kitab pemberian gurunya di Mekkah yang menemaninya tiba di Mandar.

Tekun belajar

Beliau juga seorang manusia biasa. Perokok, suka menonton film-film “spai” (berasal dari bahasa Inggris ‘spy’ yang berarti spionase/inteljien atau kegiatan mata-mata) di bioskop, selalu menyelipkan ungkapan-cerita humor dalam ceramahnya, dan senang berekreasi, misalnya di Kokang, Teppo (Majene).

Di masa muda; di masa beliau menuntut ilmu, perjuangan hidupnya amatlah berat. Mungkin itu yang membuat seorang Muhammad Saleh menjadi seorang annangguru bersahaja yang disegani, dihormati, dicintai, dikenang, dan dirindukan oleh banyak orang, baik yang bersinggungan langsung maupun yang hanya mengenal beliau dari ajarannya.

Menurut riwayat, sebagaimana yang tertulis dalam buku “Rahasia Sufi Mengenal Diri”, bunga rampai ajaran K. H. Muhammad Saleh yang ditulis ulang oleh Drs. H. Ilham Shaleh, M. Ag., “… ia memanfaatkan waktunya untuk membaca semua buku-buku yang ada di toko itu. Satu kenangan manis yang selalu diingatnya bahkan sampai akhir hayatnya, yaitu pengalamannya belajar di sana. Waktu ia tidur dengan menggunakan bantal buah kelapa yang mudah terguling. Cara itu ditempuh untuk memudahkan bangun kembali bila kepalanya bergerak dan jatuh dari bantal kelapa itu. Begitu ia terbangun ia akan mengingat-ingat kembali pelajaran yang sudah dibacanya”.

Bukan hanya tekun belajar dengan metode yang mungkin terlihat radikal, Muhammad Saleh juga adalah murid yang amat menghormati gurunya. Pernah Muhammad Saleh melakukan perjalanan dari Mekkah ke Medinah bersama gurunya, Sayyid Alwi al-Maliki, dengan menggunakan onta. Saat beristirahat, sang guru melihat

Page 10: Biografi Singkat Annangguru Shaleh

MUHAMMAD RIDWAN ALIMUDDIN. Direktur Studio Teluk Mandar, pendokumentasi sejarah dan kebudayaan Mandar, penulis buku Orang Mandar Orang Laut: Kebudayaan Bahari Mandar Mengarungi Gelombang Perubahan Zaman (Gramedia, Jakarta), Mengapa Kita (Belum) Cinta Laut? (Ombak, Yogyakarta), Ensiklopedi Sejarah dan Kebudayaan Mandar (dalam proses penerbitan), Sandeq: Perahu Tercepat Austronesia (Ombak, Yogyakarta), dan rubrik budaya Mandar di harian Radar Sulbar; bekerja sebagai freelance dalam dunia jurnalistik, fotografi, dan film dokumenter; koordinator Sandeq Race dan ekspedisi pelayaran antropologi The Sea Great Journey Mandar – Japan 2009. Alamat: Jl. Daeng Rioso No. 10 Tinambung, Polman, Sul-Bar, hp: 081355432716, e-mail: [email protected]

BIOGRAFI SINGKAT ANNANGGURU SALEH Ahad, 5 April 2009

muridnya (Muhammad Saleh) merokok. Sang guru lalu mengambil rokok dari tangan sang murid untuk kemudian bagian puntung rokok yang terdapat bara ditekankan ke telapak tangan sang murid.

Muhammad Saleh sebagai murid yang begitu mencintai gurunya menerima perlakukan itu dengan penuh kerelaan. Tak marah dan tak memperlihatkan mimik kesakitan. Sikap yang ditampakkan sang murid membuat sang guru terkesan, bahwa ada keistimewaan tersendiri yang dimiliki pemuda yang datang dari negeri di bawah angin (nusantara) tersebut.

Catatan menjelang kematiannya

Kutipan di halaman depan/bagian awal tulisan ini ditulis tangan dengan polpen tinta biru, tertulis di balik sampul bagian belakang, di atas kertas kekuning-kuningan. Betapa tuanya. Buku catatan seukuran saku, bersampul warna coklat. Itulah dokumen terpenting, sejauh penelusuran saya mengenai kehidupan K. H. Muhammad Saleh sampai saat ini, dalam bentuk tulisan. Tulisan yang berisi ajaran-ajaran sang guru dibuat oleh Ba’do Hamid (Ka’sadiq), salah satu murid K. H. Muhammad Saleh angkatan pertama. Konon, Ba’do Hamid-lah yang meng-Islam-kan Punggiok, orang Mandar keturunan Cina, yang belakangan juga menjadi murid kesayangan K. H. Muhammad Saleh untuk kemudian mendapat panggilan Annangguru Hakim.

Saya sangat yakin, tulisan di atas dibuat pada hari kematian K. H. Muhammad Saleh. Sebab halaman-halaman didalamnya berisi catatan-catatan salah seorang murid K. H. Muhammad Saleh. Ada dalam bentuk tulisan latin, ada huruf lontar.

Di salah satu halaman di bagian awal, tertulis "Sejak th 1949 M. Semua isi buku ini adalah hasil pengadjian Kami dari Maulana Guru Kami K. H. M. Saleh H. "Pambusuang". Betapa lamanya buku kecil tersebut digunakan. Sekarang, dokumen itu disimpan oleh cucunya, Muhammad Aslan.

Versi lisan juga ada, berdasar wawancara dengan H. Murad. “Subuh hari, Puanggiok datang ke rumah mengetuk-ngetuk pintu. Berkata “Dicari Annangguru”. Ada perasaan yang berbeda, sepertinya Annanngguru akan meninggalkan kita. Saya pun menyiapkan alat perekam dan mulai merekam setibanya di rumah. Di sana hadir Pak Anwar, keponakannya dari Pambusuang dan Ambo. “Polema’ puang”. Annangguru mau merokok. Lalu saya bicara dengan Pak Anwar, “Bagaimana, kita telpon Sahabuddin di Ternate dan Syamsuddin Attana Asrar?”, “Tidak usah, sebab tidak apa-apa”, menurut Pak Anwar. Bersama infus yang dipasang mantri Arsyad,

Annangguru dibawa ke dalam kamar. Dia meminta dicarikan Syauqaddin. Setibanya Syauqaddin, berkata Annangguru “Tulis ayat ini …”. Dia juga meminta Syauqaddin untuk adzan. Semua yang hadir menangis, termasuk Annannguru. Berlinang airmatanya. Beberapa saat kemudian, beliau meninggal …”.

Tulisan ini adalah bagian dari proyek pembuatan film dokumenter K. H. Muhammad Saleh yang dilaksanakan Studio Teluk Mandar. Hampir semua foto diri K. H. Muhammad Saleh tidak diketahui fotografernya. Beberapa foto yang terbatas keberadaanya adalah koleksi keluarga, misalnya Bapak Manaf Idroes dan kerabat K. H. Muhammad Saleh. Dengan dipublikasikannya tulisan ini, diharapkan adanya masukan dari berbagai pihak guna kesempurnaan film dokumenter sang Annangguru. Untuk itu, bila pembaca mempunyai koleksi foto K. H. Muhammad Saleh yang berbeda dalam tulisan ini, diharapkan menghubungi Studio Teluk Mandar untuk kemudian Studio Teluk Mandar akan mereproduksinya (memotret ulang) ke dalam bentuk digital. Jadi foto tidak dibawa pulang.