Biokimia Chem 2 Pembahasan Rahmat

26
LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA KEDOKTERAN BLOK COMMUNITY HEALTH AND ENVIROMENTAL MEDICINE 2 (CHEM II) PEMERIKSAAN KARBOKSIHEMOGLOBIN Metode Hindsberg-Lang Oleh : Kelompok 8 Ayustia Fani F G1A010008 Anna Rumaisyah A G1A010021 Rinda Puspita A G1A010033 Risma Pramudya W G1A010045 Rahmat Vanadi N G1A010058 Sarah Shafira A.R G1A010072 Lilis Indri A G1A010085 Pradane Eva A G1A010097 Intan Puspita H G1A010109 Asisten : Fitriana Rahmawati G1A008002 KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN JURUSAN KEDOKTERAN UMUM

description

jg jhvhvjkv

Transcript of Biokimia Chem 2 Pembahasan Rahmat

Page 1: Biokimia Chem 2 Pembahasan Rahmat

LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA KEDOKTERAN BLOK COMMUNITY HEALTH AND ENVIROMENTAL MEDICINE 2

(CHEM II)

PEMERIKSAAN KARBOKSIHEMOGLOBINMetode Hindsberg-Lang

Oleh :

Kelompok 8

Ayustia Fani F G1A010008Anna Rumaisyah A G1A010021Rinda Puspita A G1A010033Risma Pramudya W G1A010045Rahmat Vanadi N G1A010058Sarah Shafira A.R G1A010072Lilis Indri A G1A010085

Pradane Eva A G1A010097Intan Puspita H G1A010109

Asisten : Fitriana Rahmawati G1A008002

KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATANJURUSAN KEDOKTERAN UMUM

PURWOKERTO

2011

Page 2: Biokimia Chem 2 Pembahasan Rahmat

LEMBAR PENGESAHAN

PEMERIKSAAN KARBOKSIHEMOGLOBIN

Disusun untuk memenuhi persyaratan melakukan ujian praktikum Biokimia

Kedokteran Blok Community Health And Enveromental Medicine 2 pada

Fakultas Kedoktran dan Ilmu-ilmu kesehatan Jurusan Kedokteran

Oleh :

Kelompok 8

Ayustia Fani F G1A010008

Anna Rumaisyah A G1A010021

Rinda Puspita A G1A010033

Risma Pramudya W G1A010045

Rahmat Vanadi N G1A010058

Sarah Shafira A.R G1A010072

Lilis Indri A G1A010085

Pradani Eva A G1A010097

Intan Puspita H G1A010109

Asisten : Fitriana Rahmawati

G1A008002

Diterima dan disahkan

Purwokerto, Juni 2011

Fitriana Rahmawati

G1A008002

Page 3: Biokimia Chem 2 Pembahasan Rahmat

BAB I

PENDAHULUAN

A. Judul Praktikum

Pemeriksaan Karboksihemoglobin

B. Hari, tanggal

Selasa, 21 Juni 2011

C. Tujuan Praktikum

1. Mahasiswa akan dapat mengukur kadar hemoglobin dengan metode

Hindsberg-Lang.

2. Mahasiswa akan dapat menyimpulkan hasil pemeriksaan

karboksihemoglobin dalam darah pada saat praktikum setelah

membandingkannya dengan nilai nomal.

3. Mahasiswa akan dapat melakukan pemeriksaan penunjang untuk

membantu menegakkan diagnosa dengan bantuan hasil praktikum

yang dilakukan.

Page 4: Biokimia Chem 2 Pembahasan Rahmat

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Hemoglobin (Hb) adalah kromoprotein yang tersusun atas protein

sederhana yaitu globin dan radikal prostetik yang berwarna yang disebut hem.

Hemoglobin terdapat dalam butir-butir darah merah, dan dapat dipisahkan dari

butir-butir darah merah tersebut dengan cara disentrifugasi atau melakukan

hemolisis dengan eter. Globin memiliki sifat basa karena banyak mengandung

asam amino yang bersifat basa, seperti lisin sebanyak 9%, histidin sebanyak 8%,

dan arginin sebanyak 8%. Globin dibangun oleh empat polipeptida dan mudah

mengalami denaturasi. Globin tidak larut dalam ammonia, tetapi larut dalam

asam/basa (Sumardjo, 2009 ).

Pada proses hidrolisis hemoglobin dengan menggunakan asam klorida,

menyebabkan pemecahan hemoglobin menjadi komponen-komponen

penyusunnya, yaitu globin dan radikal prostetiknya hem dalam bentuk hemin

(ferrihem klorida). Apabila hemoglobin diolah dengan basa, misalnya dengan

natrium hidroksida, hemoglobin tersebut juga akan terurai menjadi globin dan

hem. Adanya oksigen pada proses pengolahan ini akan menyebabkan terjadinya

perubahan ferrohem menjadi ferrihem hidroksida, yang juga dikenal sebagai

hematin (Sumardjo, 2009).

Hemoglobin (Hb) memiliki kemampuan untuk mengikat oksigen sehingga

terbentuk oksihemoglobin (HbO2). Reaksinya adalah reaksi keseimbangan (bolak-

balik). Pengangkutan oksigen dari paru-paru ke jaringan adalah berdasarkan

Page 5: Biokimia Chem 2 Pembahasan Rahmat

reaksi di bawah ini. Apabila tekanan O2 tinggi, reaksi bergeser ke kanan dan,

sebaliknya, bila tekanan O2 rendah, reaksi bergeser ke kiri (Sumardjo, 2009).

Hb + O2 ↔ HbO2

Hemoglobin maupun oksihemoglobin, dengan gas karbon monoksida

dapat membentuk karbon monoksida hemoglobin yang disebut

karboksihemoglobin (HbCO). Reaksi pembentukan ini adalah reaksi bolak-balik.

Karena afinitas Hb terhadap karbon monoksida (CO) lebih besar daripada

terhadap oksigen O2, apabila kedua gas ini berada di dalam paru-paru, Hb akan

mengikat CO dan bukan O2. Hal ini dapat mengganggu pengangkutan oksigen

dari paru-paru ke jaringan (Sumardjo, 2009).

Hb + O2 ↔ HbO2

HbO2 + CO ↔ HbCO + O2

Page 6: Biokimia Chem 2 Pembahasan Rahmat

Gambar 2.1. Karboksihemoglobin (HbCO)

Sumber: http://millicent.blogdetik.com/2010/08/12/waspadai-bahan-kimia-

berbahaya/

Selain mengikat hemoglobin, karbon monoksida juga terdapat dalam darah

dan disebut dengan CO endogen. Kadar CO endogen merupakan kadar CO

normal dalam darah. CO dalam darah berfungsi sebagai neurotransmitter yang

menghantarkan sinaps pada reseptornya (Weaver, 2009).

Afinitas gas CO 200 kali dibandingkan dengan gas oksigen (O2) terhadap

hemoglobin darah. Apabila udara yang telah tercemar diisap, pembentukan

karboksihemoglobin jauh lebih banyak sehingga gas oksigen, dalam bentuk HbO,

Page 7: Biokimia Chem 2 Pembahasan Rahmat

mengalami penurunan. Akibatnya, jaringan vital seperti otak dan jantung akan

mengalami kekurangan oksigen. Selain itu, muncul juga gejala gangguan jiwa dan

gangguan kardiovaskuler (Sitepoe, 2008).

Dengan perbandingan 1/500, gas CO dalam udara yang diisap akan

menciptakan reaksi 50% dari hemoglobin menjadi karboksihemoglobin. Selain itu

karboksihemoglobin mengusir O2 keluar dari ikatan antara hemoglobin dan

oksigen berupa oksihemoglobin (HbO) yang dipergunakan darah untuk

mengangkut oksigen bagi keperluan jaringan tubuh. Keracunan gas CO melalui

sistem pernapasan memberikan reaksi sangat kekurangan O2 atau dengan kata lain

darah kekurangan oksigen (hipoksia) (Sitepoe, 2008).

Karbon monoksida merupakan gas hasil pembakaran materi organik. Gas

CO mempunyai berat jenis hampir sama dengan berat jenis udara, sehingga cepat

terdispersi di udara. Gas ini tidak berwarna dan tidak berbau, tetapi sangat toksik.

Pada udara tertutup dengan kadar CO 50 ppm selama 30 menit memberikan hasil

pembentukan karboksihemoglobin sejumlah 3% sehingga setiap kenaikan 1%

kadar HbCO memerlukan 6 ppm kadar CO dalam udara yang dihirup selama 8

jam. Angka ini tidak dapat dikonversikan sebaliknya. Mereka yang merokok 20

batang rokok selama satu hari akan mengalami pembentukan HbCO sejumlah 6%.

Dalam asap rokok yang dihisap oleh perokok berat ditemukan adanya kadar CO

sekitar rata-rata 400 ppm. Merokok satu batang rokok akan mengurangi 8%

kemampuan darah untuk mensuplai oksigen ke jaringan (Sitepoe, 2008).

Keracunan karbon monoksida dapat ringan (<20% HbCO) dengan sedikit

dispnea dan penurunan ketajaman penglihatan serta fungsi otak yang lebih tinggi;

sedang (20-40% HbCO) dengan iritabilitas, mual, penglihatan kabur, gangguan

Page 8: Biokimia Chem 2 Pembahasan Rahmat

pengambilan keputusan, dan cepat lelah; atau berat (40-60% HbCO),

menimbulkan kebingungan, halusinasi, ataksia, kolaps, dan koma. (Behrman,

1999).

Keadaan sehat kadar HbCO dalam darah bagi yang tidak merokok adalah

1% sedangkan bagi mereka yang merokok adalah sebesar 3%. Dapat dikatakan

bahwa pengaruh gas CO terhadap gangguan kesehatan tergantung pada derajat

polusi udara dan lama terjadinya pencemaran dari udara yang dihisap. Gejala

hipoksia yang ditimbulkan oleh pengaruh CO tergantung kepada individu,

kebutuhan oksigen dari masing-masing jaringan, dan kadar hemoglobin (Sitepoe,

2008).

Pengukuran langsung karboksihemoglobin (HbCO) sangat penting untuk

diagnosis dan prognosis, karena menggambarkan derajat hipoksia jaringan yang

disebabkan oleh penggabungan karbon monoksida dan hemoglobin, serta

perubahan bentuk dan posisi kurva disosiasi oksigen (Behrman, 1999).

BAB III

Page 9: Biokimia Chem 2 Pembahasan Rahmat

METODE PRAKTIKUM

a. Alat dan Bahan :

Alat

1. Spuit 3 cc

2. Tourniquet

3. Pipet ukur 5 ml

4. Yellow tip

5. Mikro pipet (10 µl -100µl)

6. Tabung Erlenmeyer 50 ml

7. Spatula

8. Rak tabung reaksi

9. Spektofotometer

10. Kuvet

11. Vacum med

Bahan

Page 10: Biokimia Chem 2 Pembahasan Rahmat

1. Sampel darah

2. EDTA

3. Ammonia 01%

4. Sodium dithionit

B. Cara Kerja

1. Persiapan whole blood

a. Diambil darah probandus sebanyak 1 cc dengan menggunakan spuit.

b. Darah kemudian dimasukkan ke dalam vacuum med yang sudah

diberi EDTA

2. Diambil ammonia 0,1% sebanyak 20 ml dan dimasukkan ke dalam

Erlenmeyer.

3. Diambil sampel whole blood sebanyak 10µl dengan menggunakan yellow

tip.

4. Sampel whole blood dimasukkan ke dalam erlenmeyer yang berisi

ammonium salisilat

5. Campuran kemudian dipisah ke dalam 2 tabung masing-masing sebanyak

5 ml:

a. Tabung I : ditambah sodium dithionit sebanyak 1 spatula.

Page 11: Biokimia Chem 2 Pembahasan Rahmat

b. Tabung II : tidak ditambah sodium dithionit.

6. Diinkubasi selama 5 menit.

7. Diukur absorbansinya pada spektofotometer dengan panjang gelombang

546 nm dan nilai faktor 6,08.

C. Nilai Normal

CO endogen : 0,07%

HbCO : < 1%

Batas toleransi HbCO : 2%-<5%

5% : mulai timbul gejala / tidak normal /

keracunan

BAB IV

Page 12: Biokimia Chem 2 Pembahasan Rahmat

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

1. Probandus

Nama : Sarah Shafira

Jenis kelamin : Perempuan

Umur : 18 tahun

5 cc blanko

+

20 cc amonia 10 µl WB

5 cc sampel +

sodium dithionit

sentrifugasi 546 rpm

Larutan Hasil

Page 13: Biokimia Chem 2 Pembahasan Rahmat

Blanko

Sampel Tidak diketahui

B. Pembahasan

Pada praktikum pemeriksaan HbCO menggunakan metode Hindsberg-

Lang dimulai dengan mengambil darah probandus untuk dijadikan sampel whole

blood. Setelah itu, darah disimpan di dalam plakon yang sudah ditetesi EDTA

(Etilen Diamine Tetra Acid) sebagai anti coagulan agar darah tidak menggumpal.

Setelah itu, menyiapkan beaker glass yang sudah diisi ammonia 0.1% sebanyak

20 ml, dan sampel whole blood sebanyak 10 µl. Selanjutnya, menyiapkan dua

tabung reaksi untuk membagi masing-masing 5 cc, tabung reaksi I (sampel) sudah

diisi dengan sodium dithionite, dan tabung reaksi II (blanko) tidak ditambahkan

sodium dithionite. Sodium dithionit ini sebagai larutan indikator adanya CO yang

mampu bereaksi dengan molekul Hb sehingga menghasilkan HbCO dalam darah.

Selanjutnya, kedua sampel dipindahkan kedalam dua kuvet dan diinkubasi selama

5 menit dan dilanjutkan dengan membaca absorbansinya menggunakan

spektrofotometer dengan panjang gelombang 546 nm.

Setelah sampel dibaca absorbansinya, angka absorbansi nya tidak

diketahui. Ini dikarenakan terjadi kesalahan, misalnya :

1. Dalam pengadukan sampel kurang tercampur dengan sempurna

2. Kurangnya sodium dithionit pada sampel tersebut

Page 14: Biokimia Chem 2 Pembahasan Rahmat

3. Adanya kesalahan/kerusakan pada alat spektrofotometernya itu sendiri

Setiap rantai hemoglobin mempunyai sebuah gugus prostetik heme yang

mengandung satu atom besi. Besi tidak hanya penting untuk pembentukan

hemoglobin tetapi juga elemen penting lainnya. Jumlah rata–rata dalam tubuh

sebesar 4–5 gram, dan kira–kira 65 % dijumpai dalam bentuk hemoglobin

(Guyton, 2007).

Hemoglobin diuraikan dari sel–sel darah merah yang sudah tua.

Hemoglobin dilepaskan dari sel sewaktu sel darah merah pecah, dan segera

difagosit oleh sel – sel makrofag di banyak bagian tubuh. Terutama oleh sel–sel

Kupffer hati, makrofag limpa dan makrofag sumsum tulang (Ganong, 2002).

Apabila darah terpajan pada aneka macam obat dan agen–agen

pengoksidasi lain, maka ferro (Fe2+) dalam molekul tersebut dikonversi menjadi

besi ferri (Fe3+), membentuk methemoglobin. Methemoglobin berwarna tua dan

kalau jumlahnya besar dalam sirkulasi menyebabkan perubahan warna kehitaman

pada kulit yang menyerupai sianosis (Ganong, 2002).

C. Aplikasi Klinis

1. Keracunan CO

Pada bulan Desember 1990 tiga orang anak meninggal akibat keracunan

karbon monoksida (CO) karena menghirup gas ini ketika berada dalam

caravan di belakang pick-up orang tuanya. Kematian akibat keracunan CO

sebenarnya dapat dicegah. Pada beberapa tempat pemberhentian, anak-anak

Page 15: Biokimia Chem 2 Pembahasan Rahmat

tampak sehat. Setelah 50 mil, mereka juga biasa saja dan tidak mengeluh.

Pada pemberhentian setelah 250 dan 550 mil, mereka tampak tertidur. Ketika

tiba di tempat tujuan, anak-anak tidak dapat dibangunkan. Resusitasi yang

dilakukan tidak berhasil. Penumpang dalam pick-up tidak menunjukkan gejala

apapun. Pemeriksaan otopsi memperlihatkan kadar karboksihemoglobin yang

mematikan. Hasil inspeksi yang dilakukan pada mobil pick-up model tahun

1970 memperlihatkan bahwa saringan diganti, tetapi tidak dipasang dengan

rapat dan beberapa lubang di dinding caravan memungkinkan asap masuk ke

ruang caravan yang tertutup. Tekanan negative memungkinkan terbentuknya

kondisi vakum dan gas CO terisap ke dalam caravan di bagian belakang pick-

up (Timmreck, 2004).

Karbon monoksida menyebabkan anoksia jaringan yang berikatan dengan

hemoglobin membentuk karboksihemoglobin yang tidak mampu lagi sebagai

pembawa oksigen. Afinitas hemoglobin terhadap karbon monoksida adalah

200 kali lebih besar daripada terhadap oksigen. Penjenuhan hemoglobin

dengan sekitar 60% CO menimbulkan kejang, koma, dan ancaman kelemahan

atau kegagalan respirasi (Staf Pengajar Departemen Farmakologi FK Unsri,

2008).

Pengobatannya terdiri atas pemberian oksigen 100% yang dihubungkan

dengan pernapasan buatan selama 1-2 jam, dan mempertahankan temperature

tubuh dan tekanan darah. Edema serebri yang mungkin terjadi harus diobati

dengan manitol dan prednisone. Kejang dapat dikontrol secara efektif dengan

pemberian diazepam (Staf Pengajar Departemen Farmakologi FK Unsri,

2008).

Page 16: Biokimia Chem 2 Pembahasan Rahmat

Kadar CO dalam udara yang diperbolehkan (aman untuk kesehatan)

adalah 100 ppm. Jika lebih dari itu maka udara sudah berbahaya untuk dihisap

atau dihirup. Kadar CO kurang dari 1% tidak menimbulkan efek, kadar 2-5%

HbCO menyebabkan terganggunya sistem urat syaraf, sedangkan kadar

melebihi 5% menyebabkan terganggunya fungsi tubuh. Gejala-gejala yang

dapat dilihat akibat keracunan gas CO adalah sesak nafas dan timbulnya

peradangan pada selaput lendir. Semakin tinggi kadar yang terhirup, semakin

hebat gejala yang ditimbulkan, bahkan dapat menyebabkan pingsan dan

kematian jika HB dalam tubuh sangat banyak mengikat CO (Salirawati, 2007).

2. Hipoksia

Karbon monoksida menyebabkan hipoksia dengan membentuk

karboksihemoglobin dan menggeser. Afinitas Karbon monoksida yang

untuk hemoglobin lebih dari 200 kali dari oksigen, 14 mengakibatkan

pembentukan dari karboksihemoglobin dengan jumlah bahkan relatif rendah

karbon monoksida terhirup. Karbon monoksida meningkatkan kadar sitosolik

heme, yang menyebabkan stres oksidatif dan mengikat protein heme oksidase

trombosit dan sitokrom c, menyela selular respirasi dan produksi

menyebabkan spesies oksigen reaktif yang pada gilirannya menyebabkan

untuk saraf necrosis dan apoptosis. Gangguan memprovokasi respon stres,

termasuk aktivasi hypoxia-inducible factor sehingga di neurologis dan

jantung protection atau cedera, tergantung pada dosis karbon monoksida,

dengan cara regulasi gen. Paparan Karbon monoksida juga menyebabkan

Page 17: Biokimia Chem 2 Pembahasan Rahmat

peradangan melalui beberapa jalur yang independen dari jalur untuk hipoksia,

menyebabkan cedera neurologis dan jantung (Weaver, 2009).

3. Asfiksia

Asfiksia merupakan keadaan dimana individu mengalami kekurangan

pasokan oksigen dalam tubuh karena ketidakmampuan dalam melakukan

pernapasan. Asfiksia sangat erat kaitannya dengan hipoksia, dimana asfiksia

merupakan penyebab dari hipoksia. Asfiksia biasanya paling sering terjadi

pada bayi yang baru lahir (neonatus), dimana bayi tidak dapat bernapas secara

spontan dan teratur segera setelah lahir. Keadaan ini disertai dengan keadaan

hipoksia, hiperkapnea, dan berakhir dengan asidosis. Hipoksia yang terjadi

sangat berhubungan dengan faktor-faktor yang timbul pada kehamilan,

persalinan atau segera setelah lahir. Penyebabnya yakni pengembangan paru-

paru neonatus terjadi pada menit-menit pertama kelahiran dan kemudian

disusul dengan pernapasan teratur, bila terjadi gangguan pertukaran gas atau

pengangkutan oksigen dari ibu ke janin akan terjadi asfiksia janin (neonatus)

( Ilyas, 1994).

Page 18: Biokimia Chem 2 Pembahasan Rahmat

BAB V

KESIMPULAN

1. Kadar CO endogen dalam darah yaitu sebesar 0.06% (normal).

2. Kadar karboksihemoglobin yang diujikan tidak diketahui nilainya.

3. Faktor yang mempengaruhi kesalahan pada percobaan kali ini ;

a. Dalam pengadukan sampel kurang tercampur dengan sempurna

b. Kurangnya sodium dithionit pada sampel tersebut

c. Sodium dithionite yang sudah mendekati masa kadaluarsa

4. Aplikasi klinis :

a) Keracunan CO

b) Hipoksia

c) Asfiksia

Page 19: Biokimia Chem 2 Pembahasan Rahmat

DAFTAR PUSTAKA

Behrman, Richard, dkk . 1999. Ilmu Kesehatan Anak Nelson Volume 1. Jakarta:

EGC. Hal. 342-343.

Ilyas, Jumiarni, dkk. 1994. Asuhan Keperawatan Perinatal. Jakarta: EGC. Hal.

77.

Salirawati, Das, dkk. 2007. Belajar Kimia secara Menarik SMA/MA Kelas X.

Jakarta: Grasindo. Hal. 257.

Sitepoe, Mangku. 2008. Corat-Coret Anak Desa Berprofesi Ganda. Jakarta:

Kepustakaan Populer Gramedia. Hal. 327-329.

Staf Pengajar Departemen Farmakologi FK Unsri. 2008. Kumpulan Kuliah

Farmakologi Edisi 2. Jakarta: EGC. Hal. 741.

Sumardjo, Damin. 2009. Pengantar Kimia: Buku Panduan Kuliah Mahasiswa

Kedokteran dan Program Strata I Fakultas Bioeksakta. Jakarta: EGC.

Hal. 176-177.

Timmreck, Thomas. 2004. Epidemiologi: Suatu Pengantar. Jakarta: EGC. Hal.

379.

Weaver, Lindell K. 2009. Carbon Monoxide Poisoning. US. Available at

http://kpssctoxicology.org/pdf/Review%20Carbon%20Monoxide.pdf