Booklet Survey Pendahuluan

44
1 Staf Ahli Pendidian dan Keprofessian ISMAFARSI 2012-2014

description

Survey Kajian partisipasi mahasiswa dalam sistem pendidikan tinggi kesehatan

Transcript of Booklet Survey Pendahuluan

Page 1: Booklet Survey Pendahuluan

1 Staf Ahli Pendidian dan Keprofessian ISMAFARSI 2012-2014

Page 2: Booklet Survey Pendahuluan

2 Staf Ahli Pendidian dan Keprofessian ISMAFARSI 2012-2014

Pendidikan adalah kunci untuk mengembangkan dan mengubah metode serta kualitas

pelayanan kesehatan

(Majumdar et al).

Page 3: Booklet Survey Pendahuluan

3 Staf Ahli Pendidian dan Keprofessian ISMAFARSI 2012-2014

Dalam kemampuannya di bidang lembaga pendidikan dan kesehatan profesional,

mahasiswa dianggap sebagai agen transformasi sosial yang berkelanjutan

(Lancet commission)

Mahasiswa adalah agen perubahan dan mereka akan memiliki nilai yang besar dalam

berbagai perspektif, sehingga untuk memfasilitasi keterlibatan mahasiswa harus

didorong dengan disediakannya suatu sesi mahasiswa dalam setiap proses akreditasi

(Robert F. Woollard)

Dari ketiga penjelasan tersebut diatas, sudah dapat

disimpulkan bahwa Mahasiswa kesehatan memiliki peran yang sangat

penting di dalam kualitas pelayanan kesehatan yaitu melalui

sumbahsih peran mahasiswa dalam setiap penyelenggaraan kegiatan

dibidang lembaga pendidikan dan kesehatan profesional. Selain itu,

Mahasiswa sebagai konsumen pendidikan berarti mahasiswa harus dilibatkan dalam

setiap proses akreditasi.

Mahasiswa sebagai konsumen pendidikan, artinya mahasiswalah yang paling

tahu bagus tidaknya suatu sistem pendidikan yang diselenggarakan di dalam suatu

institusi. Adapun, baik buruknya suatu sistem pendidikan itulah yang nantinya

dirasakan oleh mahasiswa itu sendiri. Kualitas apoteker sangat bergantung pada

pendidikan sarjana farmasi. Pertanyaannya sekarang, apakah lulusan Sarjana Farmasi

nantinya dapat menjawab segala permasalahan dibidang kefarmasian? Dan apakah

lulusan Sarjana Farmasi sudah bisa menjawab tuntutan dunia kesehatan yang lama-

kelamaan semakin menjadi suatu permasalahan yang kompleks?

Idealnya, kurikulum suatu sistem pendidikan bisa bersifat fleksibel sesuai

dengan perkembangan dan tuntutan yang diharapkan. Namun pertayaannya apakah

kurikulum yang sekarang berada di tengah mahasiswa sudah dapat menjawab

tuntutan yang diharapkan? Dan apakah kurikulum tersebut bisa memersiapkan

mahasiswa untuk terjun ditengah masyarakat sebagai seorang profesi kesehatan?

Segala pertanyaan tersebut memang membingungkan dan tidak bisa dijawab

begitu saja dengan mudahnya, mengingat Indonesia adalah Negara yang sangat luas

Page 4: Booklet Survey Pendahuluan

4 Staf Ahli Pendidian dan Keprofessian ISMAFARSI 2012-2014

dan perkembangan sistem pendidikannya yang tidak merata. Untuk itulah perlu

diadakan suatu survey untuk mengetahui kondisi kekinian pendidikan kefarmasian.

Karena dengan survey itulah kita bisa mengerti tuntutan seperti apakah diperlukan

oleh Mahasiswa farmasi untuk mempersiapkan diri sebagai salah satu profesi

kesehatan. Selain itu survey ini juga bisa menjadi langkah awal untuk mengetahui

pengetahuan, sikap, dan pandangan mahasiswa farmasi di Indonesia terhadap

permasalahan di bidang sistem pendidikan farmasi Indonesia.

Bagaimana dengan peran mahasiswa dalam sistem pendidikan? Sesuai dengan

UU RI No 20 th 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 6 bahwa “Setiap

warga Negara bertanggung jawab terhadap keberlangsungan penyelenggaraan

pendidikan”, serta UU RI No 20 th 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 8

bahwa “Masyarakat berhak berperan serta dalam perencanaan, pelaksanaan,

pengawasan dan evaluasi”, maka dapat disimpulkan mahasiswa sebagai komponen

masyarakat wajib dan berhak ikut serta dalam proses perumusan kebijakan sistem

pendidikan. Peran Mahasiswa dalam sistem pendidikan dapat berupa banyak hal,

contoh yang paling sederhana adalah dalam bentuk memberikan aspirasi baik

masukan, kritik, maupun saran dalam proses belajar-mengajar yang mereka dapatkan.

Aspirasi dari mahasiswa ini diperlukan untuk memperbaiki Kualitas suatu institusi

yang secara tidak langsung juga akan memperbaiki Sistem pendidikan tinggi

kesehatan, karena dari aspirasi-aspirasi inilah akan diadakan suatu perubahan-

perubahan.

Wimzy Rizqy Prabhata

Staf Ahli Pendidikan dan Keprofesian

ISMAFARSI 2012-2014

[email protected]

+6285 869 161 800

Page 5: Booklet Survey Pendahuluan

5 Staf Ahli Pendidian dan Keprofessian ISMAFARSI 2012-2014

LATAR BELAKANG SURVEY

DIKTI menggagas pertemuan antara 8 organisasi mahasiswa (CIMSA,

ISMKI, ILMIKI, IKAMABI, PSMKGI, ISMAFARSI, ILMAGI, dan ISMKMI)

sebagai langkah awal mahasiswa dalam berperan serta mengembangkan pendidikan

kesehatan di Indonesia. 8 organisasi mahasiswa tersebut membuat suatu

prekonferensi yang berisi materi dari WORLD BANK, DIKTI, dan

STAKEHOLDER yang kemudian dilanjutkan dengan deklarasi yang pada intinya,

kita (mahasiswa kesehatan) menyatakan bahwa kita dapat berperan serta dalam

pengambilan kebijakan keputusan terkait pendidikan kesehatan yang ada di

Indonesia.

Hal tersebut menjadi dasar bagi kita terutama ISMAFARSI untuk bergerak

dalam bentuk kegiatan nyata sebagai wujud pembuktian komitmen kita untuk

berpartisipasi dalam deklarasi tersebut, salah satunya dengan berkontribusi dalam

proyek HPEQ dan melakukan follow up yang nyata dalam mengembangkan

pendidikan kesehatan di Indonesia.

Health Professional Education Quality (HPEQ) Project atau Proyek HPEQ

merupakan suatu proyek di Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Kementerian

Pendidikan Nasional Republik Indonesia yang didanai oleh Bank Dunia (World

Bank) dan bertujuan untuk menghasilkan kebijakan pemerintah dalam meningkatkan

kualitas pendidikan tinggi kesehatan di Indonesia. Target utama Proyek HPEQ adalah

penguatan sistem akreditasi dan uji kompetensi dalam sistem pendidikan tinggi

kesehatan serta peningkatan kapasitas dan kualitas institusi pendidikan dokter. Proyek

HPEQ sudah menyelenggarakan beberapa konferensi antara lain :

1st HPEQ International conference yang diselenggarakan pada tanggal 20-22

November 2010 di Jakarta dan 2nd

HPEQ International Conference yang

dilaksanakan tepatnya tanggal 3-5 Desember 2011 di Nusa Dua, Bali. Salah satu

bentuk pencapaian dalam konferensi kedua ini adalah penjaringan pendapat

mahasiswa kesehatan melalui small working group (SWG).

Berangkat pada hasil SWG di 2nd

HPEQ International Conference, maka

dibuatlah suatu survey yang hasilnya nanti dibawa untuk dipaparkan pada sesi

Page 6: Booklet Survey Pendahuluan

6 Staf Ahli Pendidian dan Keprofessian ISMAFARSI 2012-2014

Audiensi Bersama pada pelaksanaan 3rd

HPEQ Conference, 7-8 November 2012 di

Jakarta..

TUJUAN DILAKUKANNYA SURVEY

1. Sebagai bentuk follow up dari 2nd

HPEQ International Conference di Nusa dua

bali.

2. Mengetahui pengetahuan, sikap, dan pandangan mahasiswa farmasi di Indonesia

terhadap permasalahan di bidang sistem pendidikan farmasi Indonesia

3. Mengetahui respon dari pembuat kebijakan setelah melakukan audiensi terkait

hasil survey yang telah dilakukan

METODE SURVEY

Pengambilan responden dilakukan secara acak terhadap mahasiswa Farmasi

dari berbagai perguruan tinggi di Indonesia dengan media elektronik berupa web.

Proses pengambilan responden dilakukan selama 2 minggu dan dilakukan publikasi

via media sosial.

Page 7: Booklet Survey Pendahuluan

7 Staf Ahli Pendidian dan Keprofessian ISMAFARSI 2012-2014

DATA SURVEY

Informasi Koresponden :

Jenis Kelamin :

Laki-laki : 84 koresponden

Perempuan : 105 koresponden

Persebaran berdasarkan wilayah :

SUM I : 9 koresponden

Universitas Sumatera Utara : 4 koresponden

UMN Al-Washliyah Medan : 4 koresponden

Universitas Tjut Nyak Dhien : 1 koresponden

SUM II : 20 koresponden

Universitas Andalas : 14 koresponden

Universitas Sriwijaya : 3 koresponden

STIFI BP, Palembang : 1 koresponden

STIFI YP, Padang : 1 koresponden

Universitas Kader Bangsa, Palembang : 1 koresponden

Jenis Kelamin

Laki laki

Perempuan

Page 8: Booklet Survey Pendahuluan

8 Staf Ahli Pendidian dan Keprofessian ISMAFARSI 2012-2014

STIFARM, Padang : 0 koresponden

STIKES HI Jambi : 0 koresponden

STIFAR Riau : 0 Koresponden

Jabodelata : 34 koresponden

Universitas Indonesia : 12 koresponden

UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta : 4 koresponden

STTIF, Bogor : 1 koresponden

Universitas Pancasila : 9 koresponden

Universitas Pakuan : 4 koresponden

ISTN, Jakarta : 1 koresponden

UHAMKA, Jakarta : 3 koresponden

Universitas Tulang Bawang : 0 koreponden

Periangan : 9 koresponden

Universitas Padjajaran : 3 koresponden

Universitas Islam Bandung : 1 koresponden

STIKES BTH, Tasikmalaya : 1 koresponden

Universitas Garut : 1 koresponden

Sekolah Tinggi Farmasi, Bandung : 3 koresponden

Universitas Al-Ghiffari : 0 koresponden

Institut Teknologi Bandung : 0 koresponden

Sekolah Tinggi Farmasi Indonesia : 0 koresponden

Sekolah Tinggi Farmasi, Cirebon : 0 koresponden

Joglosepur : 51 koresponden

Universitas Islam Indonesia : 18 koresponden

Universitas Ahmad Dahlan : 9 koresponden

Universitas Setya Budi : 9 koresponden

Universitas Jendral Soedirman : 5 koresponden

Universitas Gajah Mada : 2 koresponden

Universitas Muhammadiyah Surakarta : 2 koresponden

Page 9: Booklet Survey Pendahuluan

9 Staf Ahli Pendidian dan Keprofessian ISMAFARSI 2012-2014

Universitas Islam Sultan Agung : 2 koresponden

Universitas Sanata Dharma : 1 koresponden

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta : 1 koresponden

STIFAR YAPHAR, Semarang : 1 koresponden

STIKES Ngudi Waluyo, Semarang : 1 koresponden

Universitas Muhammadiyah Purwokerto : 0 koresponden

Jatim-bali : 29 koresponden

Universitas Airlangga : 17 koresponden

Universitas Muhammadiyah Malang : 2 koresponden

Universitas Jember : 5 koresponden

Universitas Surabaya : 2 koresponden

Universitas Katolik Widya Mandala : 2 koresponden

Universitas Udayana : 1 koresponden

IIK BW, Kediri : 0 koresponden

Universitas Brawijaya : 0 koresponden

Kalimantan : 20 koresponden

Universitas Tanjungpura : 16 koresponden

Universitas Mulawarman : 3 koresponden

Universitas Lambung Mangkurat : 1 koresponden

Indonesia Timur : 11 koresponden

Universitas Hasanudin : 7 koresponden

Poltek Kemenkes Makassar : 1 koresponden

UIN Alaudin, Makassar : 1 koresponden

STIFAR Kebangsaan, Makassar : 1 koresponden

Universitas Kristen Indonesia, Tomohon : 1 koresponden

Universitas Sam Ratulangi, Manado : 0 koresponden

Universitas Tadulako : 0 koresponden

STIFAR Palu : 0 koresponden

Universitas Pancasakti : 0 koresponden

Page 10: Booklet Survey Pendahuluan

10 Staf Ahli Pendidian dan Keprofessian ISMAFARSI 2012-2014

Universitas Muslim Indonesia : 0 koresponden

Universitas Islam Makassar Al-Ghazari : 0 koresponden

Universitas Indonesia Timur : 0 koresponden

Tidak Mengisi : 6 koresponden

Persebaran Wilayah

Sumatera I

Sumatera II

Jabodelata

Priangan

Joglosepur

Jatim Bali

Kalimantan

Indonesia Timur

Tidak Mengisi

Page 11: Booklet Survey Pendahuluan

11 Staf Ahli Pendidian dan Keprofessian ISMAFARSI 2012-2014

Pengetahuan tentang organisasi mahasiswa dan stakeholder

Kefarmasian

1. Apakah kamu tahu ISMAFARSI (Ikatan Senat Mahasiswa Farmasi Seluruh

Indonesia)

Ya 182 96 %

Tidak 2 1 %

2. Apakah kamu tahu adanya Asosiasi Institusi Pendidikan yang menjadi pengampu

kebijakan terkait pendidikan kefarmasian?

Ya 100 44%

Tidak 84 53 %

3. Apakah kamu tahu adanya Organisasi Profesi Apoteker?

Ya 170 90%

Tidak 15 8 %

Page 12: Booklet Survey Pendahuluan

12 Staf Ahli Pendidian dan Keprofessian ISMAFARSI 2012-2014

4. Apakah kamu tahu adanya perwakilan kefarmasian di Kementrian Kesehatan

(Kemenkes) Republik Indonesia?

Ya 62 33%

Tidak 121 64%

Page 13: Booklet Survey Pendahuluan

13 Staf Ahli Pendidian dan Keprofessian ISMAFARSI 2012-2014

0 20 40 60 80 100 120

Sangat tidak setuju

Tidak Setuju

Ragu-ragu

Setuju

Sangat setuju

0 20 40 60 80 100 120

Sangat tidak setuju

Tidak Setuju

Ragu-ragu

Setuju

Sangat setuju

Penyaluran Pendapat

1. Kurangnya kesadaran mahasiswa untuk menyampaikan pendapatnya terkait berbagai

hal (seperti fasilitas, kurikulum, pengajar, dsb)

2. Rendahnya bargaining position mahasiswa membuat mahasiswa takut berpendapat

Page 14: Booklet Survey Pendahuluan

14 Staf Ahli Pendidian dan Keprofessian ISMAFARSI 2012-2014

0 20 40 60 80 100

Sangat tidak setuju

Tidak Setuju

Ragu-ragu

Setuju

Sangat setuju

0 20 40 60 80 100

Sangat tidak setuju

Tidak Setuju

Ragu-ragu

Setuju

Sangat setuju

0 20 40 60 80 100

Sangat tidak setuju

Tidak Setuju

Ragu-ragu

Setuju

Sangat Setuju

3. Belum optimalnya fungsi lembaga/organisasi mahasiswa di tingkat institusi sebagai

sarana penyaluran pendapat

4. Kurangnya sifat keterbukaan dari pemangku kebijakan terhadap aspirasi mahasiswa

5. Terkadang tidak ada kejelasan follow up yang terkait aspirasi mahasiswa

Page 15: Booklet Survey Pendahuluan

15 Staf Ahli Pendidian dan Keprofessian ISMAFARSI 2012-2014

ANALISIS PENYALURAN PENDAPAT

71 % responden menyatakan setuju bahwa rendahnya bargaining position

mahasiswa membuat mahasiswa takut berpendapat. Hal ini bertolak belakang

dengan kenyataan sebenarnya, sebenarnya Mahasiswa dapat memposisikan dirinya

sehingga mempunyai bargaining potition yang jelas. Sehingga yang diperlukan oleh

mahasiswa untuk mendapatkan bargaining potition adalah dengan belajar cara

beradvoksasi yang baik.

70 % responden menyatakan setuju bahwa belum optimalnya fungsi

lembaga/organisasi mahasiswa di tingkat institusi sebagai sarana penyaluran

pendapat. Sebagai badan yang sudah ada di tengah mahasiswa, peran dari LEM (

Lembaga Eksekutif Mahasiswa ) maupun LLM ( Lembaga Legislasi Mahasiswa )

harus dioptimalkan dan dikuatkan demi tersalurnya aspirasi Mahasiswa

85 % responden menyatakan setuju bahwa kurangnya sifat keterbukaan dari

pemangku kebijakan terhadap aspirasi mahasiswa. Untuk mendapatkan perhatian

dari pemangku kebijakan, memerlukan tahapan khusus yang disebut dengan audiensi.

Dimana di audiensi ini pihak pembuat kebijakan diajak untuk melakukan diskusi

bersama dengan mahasiswa, sehingga mahasiswa dapat meminta hak partisipasinya

kepada pembuat kebijakan untuk berperan aktif juga dalam tata kelola kebijakan.

84 % koresponden menyatakan setuju bahwa terkadang tidak ada kejelasan

follow up yang terkait aspirasi mahasiswa. Ketidakjelasan dalam follow up bisa

diakibatkan oleh dua sebab :

1. Karena pembuat kebijakan tidak melakukan follow up terhadap aspirasi yang

telah di ungkapkan oleh mahasiswa yang seharusnya dilakukan.

Perlu istilah “mengingatkan” kepada pembuat kebijakan agar follow up bisa

segera dilakukan.

2. Karena Mahasiswanya sendiri yang enggan untuk mencari follow up terhadap

apa yang telah mereka aspirasikan.

Mahasiswa harus senantiasa bersikap kritis terhadap permasalahan di institusinya

masing-masing, sehingga dengan sikap kritis tersebut mahasiswa akan selalu

ingin mencari tau hasil follow up yang telah mereka aspirasikan.

Page 16: Booklet Survey Pendahuluan

16 Staf Ahli Pendidian dan Keprofessian ISMAFARSI 2012-2014

0 20 40 60 80 100 120

Sangat tidak setuju

Tidak Setuju

Ragu-ragu

Setuju

Sangat Setuju

0 20 40 60 80 100 120

Sangat tidak setuju

Tidak Setuju

Ragu-ragu

Setuju

Sangat Setuju

Pengajar dan Metode Pengajaran

1. Belum meratanya dosen berkompeten di seluruh institusi.

2. Tidak meratanya informasi perkembangan ilmu terkini terkait keilmiahan.

Page 17: Booklet Survey Pendahuluan

17 Staf Ahli Pendidian dan Keprofessian ISMAFARSI 2012-2014

0 10 20 30 40 50 60 70 80

Sangat tidak setuju

Tidak Setuju

Ragu-ragu

Setuju

Sangat Setuju

0 20 40 60 80 100

Sangat tidak setuju

Tidak Setuju

Ragu-ragu

Setuju

Sangat Setuju

0 20 40 60 80 100 120

Sangat tidak setuju

Tidak Setuju

Ragu-ragu

Setuju

Sangat Setuju

3. Ketidakdisiplinan dosen terkait waktu kuliah.

4. Metode pengajaran ada yang masih konvensional dan kurang variatif.

5. Metode pengajaran yang kadang tidak sesuai dengan tujuan pembelajaran.

Page 18: Booklet Survey Pendahuluan

18 Staf Ahli Pendidian dan Keprofessian ISMAFARSI 2012-2014

0 20 40 60 80 100

Sangat tidak setuju

Tidak Setuju

Ragu-ragu

Setuju

Sangat Setuju

6. Cara mengajar dirasa kurang inovatif dan tidak adanya pembaharuan.

ANALISIS PENGAJAR DAN METODE PENGAJARAN

77 % responden menyatakan setuju bahwa belum meratanya dosen

berkompeten di seluruh institusi.

Tidak meratanya kompetensi dosen di seluruh institusi Farmasi di Indonesia

menyebabkan variasi terhadap lulusan Sarjana Farmasinya, tentunya sangat

disayangkan lulusan Sarjana Farmasi dari Institusi yang tenaga ajarnya kurang

berkompeten, hal ini dapat mengakibatkan juga lulusannya yang juga kurang

berkompeten. Untuk itu perlu dilakukan semacam pelatihan yang dilakukan oleh

suatu institusi secara berkala untuk meningkatkan kompetensi dari tenaga ajarnya.

77 % responden menyatakan setuju bahwa tidak meratanya informasi

perkembangan ilmu terkini terkait keilmiahan.

Tidak meratanya informasi perkembangan ilmu bisa disebabkan karena individu dari

masing-masing mahasiswa yang kurang kritis dan kurang aktif dalam mencari

informasi tersebut terkait perkembangan ilmu terkait keilmiahan. Seharusnya

mahasiswa bisa mencari sendiri tentang informasi terbaru terkait perkembangan

ilmunya, mengingat saat ini perkembangan informasi dan komunikasi sangat pesat.

Sebut saja internet yang sudah biasa diakses oleh Masyarakat Indonesia. Selain itu,

bagi mahasiswa farmasi bisa juga dengan memanfaatkan informasi yang dapat

diperoleh melalui Ikatan Organisasi Sejenis yang ada (ISMAFARSI). Untuk

memperoleh kemerataan informasi memang diperlukan suatu sistem yang dapat

Page 19: Booklet Survey Pendahuluan

19 Staf Ahli Pendidian dan Keprofessian ISMAFARSI 2012-2014

menginformasikan perkembangan ilmu terkini terkait keilmiahan. Dan sistem itu bisa

dibuat oleh mahasiswa itu sendiri.

53 % responden menyatakan setuju adanya ketidakdisiplinan dosen terkait

waktu kuliah. Ketidakdisiplinan dosen terkait waktu kuliah juga dapat menguangi

kompetensi dari mahasiswanya secara tidak langsung. Harus dilakukan semacam

diskusi antara dosen dan mahasiswa agar baik dosen maupun mahasiswa bisa lebih

terbuka dan menghargai waktu.

78 % responden menyatakan setuju bahwa metode pengajaran ada yang masih

konvensional dan kurang variatif.

67 % responden menyatakan setuju bahwa metode pengajaran yang kadang

tidak sesuai dengan tujuan pembelajaran.

73 % responden menyatakan setuju bahwa cara mengajar dirasa kurang

inovatif dan tidak adanya pembaharuan.

Mahasiswa adalah konsumen pendidikan. Jadi, yang dapat menilai tepat atau tidaknya

metode pengajaran dalam suatu kegiatan belajar mengajar adalah mahasiswa itu

sendiri. Metode mengajar dan cara mengajar akan berdampak pada sejauh mana

mahasiswa dapat menyerap informasi dari pelajaran yang didapatkannya, jadi apabila

cara dan metode pengajaran kurang efektif bisa berdampak pada informasi yang

terserap kurang efektif juga, sehingga secara tidak langsung juga akan berpengaruh

pada kompetensi lulusan sarjana farmasi nantinya.

Mahasiswa harus bisa bersikap kritis tentang metode pengajaran yang diperolehnya

dan mau menyampaikan aspirasinya jikalau metode yang didapatnya kurang sesuai.

Bukan hanya kritis, mahasiswa juga diharapkan mampu memberikan masukan-

masukan tentang metode-metode pengajaran baru untung memberikan variasi

teaching method, diharapkan dengan adanya masukan metode ini, lebih sesuai dan

lebih bisa diterima oleh mahasiswa sebagai konsumen pendidikan.

Selain itu, demi tercapainya sistem belajar mengajar yang efisien, harus dibuat suatu

silabus yang berisi standar-standar pengajaran dan materi yang akan diajarkan. Dan

silabus ini harus disosialisasikan ke Mahasiswanya.

Page 20: Booklet Survey Pendahuluan

20 Staf Ahli Pendidian dan Keprofessian ISMAFARSI 2012-2014

Proses evaluasi menjadi titik kritis dalam suatu kegiatan belajar mengajar, dimana

proses evaluasi ini sebagai kontrol kualitas sejauh mana kegiatan belajar mengajar

dapat menjadi efektif. Evaluasi bisa dilakukan dengan cara membagi kuisioner-

kuisioner tentang metode pengajaran dan staf pengajar yang nantinya diisi oleh

mahasiswa sebagai pihak yang paling mengetahui kualitas pengajar dan kualitas

metode yang diajarkan.

Page 21: Booklet Survey Pendahuluan

21 Staf Ahli Pendidian dan Keprofessian ISMAFARSI 2012-2014

0 20 40 60 80 100

Sangat tidak setuju

Tidak Setuju

Ragu-ragu

Setuju

Sangat Setuju

0 20 40 60 80 100

Sangat tidak setuju

Tidak Setuju

Ragu-ragu

Setuju

Sangat Setuju

Penilaian

1. Kurangnya transparansi terkait sistem dan cara penilaian dari beberapa dosen.

2. Adanya ketidak sesuaian antara metode ujian dan kompetensi yang tidak diharapkan.

Page 22: Booklet Survey Pendahuluan

22 Staf Ahli Pendidian dan Keprofessian ISMAFARSI 2012-2014

0 20 40 60 80 100

Sangat tidak setuju

Tidak Setuju

Ragu-ragu

Setuju

Sangat Setuju

0 10 20 30 40 50 60 70

Sangat tidak setuju

Tidak Setuju

Ragu-ragu

Setuju

Sangat Setuju

3. Tidak adanya penyamaan standar penilaian antar institusi.

4. Beberapa materi yang diujiankan tidak sesuai dengan silabus yang diberikan.

ANALISIS PENILAIAN

71 % responden menyatakan setuju bahwa adanya kekurang transparasian

terkait sistem dan cara penilaian dari beberapa dosen. Sistem dan penilaian

menyangkut bagaimana transkripsi kepahaman seorang mahasiswa dalam menempuh

belajar mengajar. Mahasiswa perlu mengetahui bagaimana sistem dan cara penilaian

dari dosen-dosen yang mengajar. Perlu diadakan diskusi antara mahasiswa dengan

dosen untuk mendorong dosen agar lebih transparan mengenai kriteria dan standar

penilaian mahasiswa.

53 % responden menyatakan setuju bahwa adanya ketidak sesuaian antara

metode ujian dan kompetensi yang tidak diharapkan.

Page 23: Booklet Survey Pendahuluan

23 Staf Ahli Pendidian dan Keprofessian ISMAFARSI 2012-2014

34 % responden menyatakan setuju dan 34 % responden menyatakan tidak

setuju bahwa ada beberapa materi yang diujiankan tidak sesuai dengan silabus

yang diberikan.

Metode Ujian harusnya sesuai dengan standar kompetensi yang ada. Standar

kompetensi yang dibuat ditujukan agar mahasiswa dapat menyerap ilmu dan

informasi yang telah tersusun dalam protokol standar kompetensi tersebut. Untuk

melihat seberapa besar tingkat kepahaman dari mahasiswa dilakukan suatu evaluasi

yaitu dengan menyelenggarakan ujian. Ujian disusun agar dapat menilai sejauh mana

mahasiswa dapat mengerti tentang standar kompetensinya, apabila ujian tidak sesuai

dengan standar kompetensi, maka tidak bisa menilai tingkat kepahaman dari

mahasiswa itu sendiri. Perlu adanya suatu evaluasi untuk menciptakan perubahan

metode ujian, jika metode ujian dirasa tidak sesuai dengan standar kompetensi yang

ada.

76 % responden menyatakan bahwa tidak adanya penyamaan standar penilaian

antar institusi.

Masing-masing institusi memiliki standar penilaiannya masing-masinga. Ada segi

positifnya jika standar penilaian antar institusi disamakan, yaitu kualitas dari

lulusannya dapat dilihat secara menyeluruh di masing-masing institusi dan bisa

dilihat peta persaingan yang jelas antar individu mahasiswa pada masing-masing

kelulusan di suatu institusi. Namun sebenarnya, lebih dahulu kita fokuskan kepada

penyamaan standar kompetensi. Karena dengan adanya penyamaan standar

kompetensi maka kualitas lulusan dari masing-masing institusi bisa lebih merata.

Standar kompetensi didesain sedemikian rupa agar nantinya seorang calon farmasis

dapat terjun ditengah masyarakat.

Page 24: Booklet Survey Pendahuluan

24 Staf Ahli Pendidian dan Keprofessian ISMAFARSI 2012-2014

0 10 20 30 40 50 60 70 80

Sangat tidak setuju

Tidak Setuju

Ragu-ragu

Setuju

Sangat Setuju

0 10 20 30 40 50 60 70 80

Sangat tidak setuju

Tidak Setuju

Ragu-ragu

Setuju

Sangat Setuju

Fasilitas dan Biaya

1. Biaya pendidikan farmasi yang cenderung tinggi.

2. Laboratorium terstandar tidak terdapat di beberapa institusi pendidikan.

Page 25: Booklet Survey Pendahuluan

25 Staf Ahli Pendidian dan Keprofessian ISMAFARSI 2012-2014

0 20 40 60 80 100

Sangat tidak setuju

Tidak Setuju

Ragu-ragu

Setuju

Sangat Setuju

0 10 20 30 40 50 60 70 80

Sangat tidak setuju

Tidak Setuju

Ragu-ragu

Setuju

Sangat Setuju

0 20 40 60 80 100

Sangat tidak setuju

Tidak Setuju

Ragu-ragu

Setuju

Sangat Setuju

3. Fasilitas, jumlah, dan kapasitas kelas yang kurang memadai.

4. Perpustakaan yang kurang memadai.

5. Masih sedikitnya institusi yang memiliki fasilitas kerja praktik yang cukup ( apotik

pendidikan, rumah sakit pendidikan, dan sebagainya).

Page 26: Booklet Survey Pendahuluan

26 Staf Ahli Pendidian dan Keprofessian ISMAFARSI 2012-2014

ANALISIS FASILITAS DAN BIAYA

78 % responden menyatakan setuju bahwa biaya pendidikan farmasi cenderung

tinggi.

79 % responden menyatakan setuju bahwa fasilitas, jumlah, dan kapasitas kelas

kurang memadai.

68 % responden menyatakan setuju bahwa perpustakaan kurang memadai.

Mahasiswa sebagai konsumen pendidikan, sudah seharusnya mereka mendapatkan

fasilitas yang layak untuk mempersiapkan terjun di dunia kerja. Biaya pendidikan

farmasi yang cenderung tinggi tidak berpengaruh pada peningkatan pengadaan

fasilitas belajar dan mengajar. Sehingga perlu adanya transparasi dari masing-masing

institusi pendidikan khususnya institusi pendidikan farmasi terkait penggunaan dan

pemanfaatan dana untuk pendidikan, salah satunya untuk pemenuhan fasilitas

pendidikan. Disinilah peran mahasiswa, selain meminta transparasi penggunaan dana,

mahasiswa sebagai konsumen pendidikan juga berhak melakukan suatu advokasi

langsung dengan pembuat kebijakan di institusi untuk melakukan pemenuhan

fasilitas-fasilitas yang dirasa masih kurang. Dengan meningkatnya pengadaan fasilitas

belajar dan mengajar, seharusnya dapat meningkatkan kompetensi kelulusan dari

mahasiswa secara tidak langsung. Selain itu, sebagai pemenuhan standar global,

menambah referensi terkait bidang keilmuan farmasi dirasa sangat diperlukan,

contohnya dengan mendorong institusi pendidikan farmasi agar berlangganan jurnal

ilmiah yang mudah diakses oleh seluruh elemen pendidikan

Laboratorium terstandar tidak terdapat di beberapa institusi pendidikan.

79 % responden menyatakan setuju bahwa laboratorium terstandar tidak

terdapat di beberapa institusi pendidikan.

84 % responden menyatakan setuju masih sedikitnya institusi yang memiliki

fasilitas kerja praktik yang cukup ( apotik pendidikan, rumah sakit pendidikan,

dan sebagainya).

Laboratorium merupakan tempat dimana mahasiswa belajar mengenai apa yang akan

mereka hadapi di dunia kerja. Dari fasilitas laboratorium inilah mahasiswa

mendapatkan pengalaman yang berharga untuk mempersiapkan mereka ketika

Page 27: Booklet Survey Pendahuluan

27 Staf Ahli Pendidian dan Keprofessian ISMAFARSI 2012-2014

menghadapi dunia kerja. Perlu diingat bahwa dunia kerja seorang farmasis tidak bisa

dianggap remeh karena berhubungan dengan nyawa manusia. Sehingga standarisasi

dan pemenuhan fasilitas di laboratorium di suatu institusi pendidikan sangatlah wajib

dilakukan. Memang untuk saat ini laboratorium terstandar tidak terdapat di beberapa

institusi pendidikan di Indonesia. Sehingga perlu digalangkan bantuan dana

pemerintah terkait pemenuhan fasilitas laboratorium institusi farmasi di Indonesia.

Selain itu, perlu adanya standarisasi laboratorium farmasi agar nantiya lulusan

farmasi di semua institusi perguruan tinggi farmasi memiliki kompetensi yang sesuai

dan siap untuk terjun di dunia kerja.

Fasilitas kerja praktik juga harus diperhatikan, karena dari fasilitas inilah mahasiswa

dapat merasakan pengalaman tentang bagaimana situasi dunia kerja yang akan

mereka hadapi di kedepannya. Selain itu, fasilitas kerja praktik juga dapat menolong

ketika mahasiswa sedang melakukan skripsi sehingga secara tidak langsung dapat

meningkatkan kompetensi dari mahasiswa tersebut.

Page 28: Booklet Survey Pendahuluan

28 Staf Ahli Pendidian dan Keprofessian ISMAFARSI 2012-2014

0 20 40 60 80 100

Sangat tidak setuju

Tidak Setuju

Ragu-ragu

Setuju

Sangat Setuju

0 20 40 60 80 100

Sangat tidak setuju

Tidak Setuju

Ragu-ragu

Setuju

Sangat Setuju

Kurikulum

1. Kurikulum farmasi di beberapa institusi dirasa kurang mempersiapkan mahasiswanya

untuk menghadapi dunia kerja nyata.

2. Tidak semua institusi mengikuti standar kurikulum APTFI, sehingga kualitas

apoteker yang dihasilkan sangat variatif.

Page 29: Booklet Survey Pendahuluan

29 Staf Ahli Pendidian dan Keprofessian ISMAFARSI 2012-2014

0 20 40 60 80 100

Sangat tidak setuju

Tidak Setuju

Ragu-ragu

Setuju

Sangat Setuju

3. Perubahan kurikulum yang terlalu cepat membuat mahasiswa bingung dan kesulitan

dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran.

ANALISIS KURIKULUM

68 % responden setuju bahwa kurikulum farmasi di beberapa institusi dirasa

kurang mempersiapkan mahasiswanya untuk menghadapi dunia kerja nyata.

Kurikulum dirancang untuk mencapai tujuan pendidikan, sedangkan tujuan

pendidikan dari pendidikan farmasi adalah mempersiapkan mahasiswanya untuk

menghadapi dunia kerja nyata. Kurikulum yang dirancang oleh APTFI (Asosiasi

Perguruan Tinggi Farmasi Indonesia) sudah disesuaikan dengan apa yang akan

mahasiswa hadapi di dunia pekerjaan. Kurangnya kurikulum pendidikan farmasi

untuk mempersiapkan mahasiswa menghadapi dunia kerja nyata lebih kearah

kurangnya implementasi atas apa yang mahasiswa dapatkan pada saat melakukan

kegiatan belajar mengajar di kampusnya masing-masing. Lebih mengoptimalkan

KKN (kuliah kerja nyata), PKL (praktik Kerja Lapangan) dan kegiatan sejenisnya

dapat meningkatkan kesiapan mahasiswa dalam menghadapi dunia kerja nyata.

Meningkatkan communication skill dari masing-masing mahasiswanya dirasakan

sangat perlu, dikarenakan ranah kerja seorang farmasis yang lebih kearah komunikasi

dengan masyarakat. Selain itu, pemenuhan fasilitas laboratorium juga harus

diperhatikan nuntuk lebih mengasah pengalaman dari individu mahasiswa.

Page 30: Booklet Survey Pendahuluan

30 Staf Ahli Pendidian dan Keprofessian ISMAFARSI 2012-2014

61 % responden menyatakan setuju bahwa tidak semua institusi mengikuti

standar kurikulum APTFI, sehingga kualitas apoteker yang dihasilkan sangat

variatif.

Standar kurikulum APTFI disusun dengan harapan bahwa semua institusi farmasi

dapat memiliki gambaran tentang kurikulum apa yang harus mereka laksanakan,

sehingga dilakukan suatu standarisasi akan kurikulum yang nantinya diselenggarakan

oleh semua institusi farmasi di Indonesia. Standarisasi kurikulum ini ditujukan agar

terciptanya kesetaraan standar lulusan yang memiliki kompetensi dalam ilmu,

teknologi dan profesi kefarmasian. Sehingga ada keseragaman kualitas apoteker yang

dihasilkan.

72 % responden setuju bahwa perubahan kurikulum yang terlalu cepat

membuat mahasiswa bingung dan kesulitan dalam melaksanakan kegiatan

pembelajaran.

Kurikulum yang ada dalam suatu institusi farmasi sebaiknya dilakukan sosialisasi

yang jelas dan terarah sehingga apabila akan ada perubahan kurikulum, maka tidak

menimbulkan bias atau kebingungan dari mahasiswanya sendiri. Perubahan

kurikulum, jangan sampai merugikan mahasiswanya sendiri.

Page 31: Booklet Survey Pendahuluan

31 Staf Ahli Pendidian dan Keprofessian ISMAFARSI 2012-2014

0 10 20 30 40 50 60 70 80

Sangat tidak setuju

Tidak Setuju

Ragu-ragu

Setuju

Sangat Setuju

0 20 40 60 80 100

Sangat tidak setuju

Tidak Setuju

Ragu-ragu

Setuju

Sangat Setuju

Quality Assurance

1. Sistem penilaian akreditasi kurang spesifik.

2. Pemenuhan standar penilaian akreditasi tidak mengalami keberlanjutan dikemudian

harinya karena beberapa institusi hanya memenuhi standar penilaian tersebut saat

pengujian akreditasi tanpa memperhatikan sustainability

Page 32: Booklet Survey Pendahuluan

32 Staf Ahli Pendidian dan Keprofessian ISMAFARSI 2012-2014

0 10 20 30 40 50 60 70 80

Sangat tidak setuju

Tidak Setuju

Ragu-ragu

Setuju

Sangat Setuju

3. Kurangnya keterbukaan pihak kampus akan hasil akreditasi yang didapatkan (apabila

bukan berakreditasi A).

ANALISIS QUALITY ASSURANCE

46 % responden setuju dan 10 % responden tidak setuju bahwa sistem penilaian

akreditasi kurang spesifik.

Setidikitnya responden yang memberikan penilaian dikarenakan responden tidak

mengetahui tentang penilaian akreditasi yang bersifat lebih spesifik. Akreditasi yang

lebih spesifik dimaksudkan agar suatu institusi dapat dinilai sejauh mana kualitas dari

institusi tersebut dalam menjalankan kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan di

bidang ilmunya. Kata „spesifik‟ berarti bahwa penilaian lebih bersifat khusus pada

bidang ilmuya, sehingga akreditasi yang spesifik menggambarkan apa yang

dibutuhkan oleh suatu institusi dalam meluluskan mahasiswanya dengan kompetensi

yang mumpuni di bidangnya masing-masing. Jadi bila Institusi Farmasi, maka

penilaian akreditasi berdasarkan bidang keilmuan farmasi yang nantinya apabila suatu

institusi berakreditasi bagus juga dapat menghasilkan lulusan yang berkompeten di

bidang kefarmasian. Sehingga dapat disimpulkan bahwa akreditasi yang bersifat

spesifik dapat meningkatkan kualitas dari mahasiswa lulusannya dikarenakan

penilaian yang lebih representative untuk bidang farmasi. Jadi, disini diperlukan suatu

badan akreditasi spesifik untuk farmasi.

67 % responden menyatakan setuju bahwa pemenuhan standar penilaian

akreditasi tidak mengalami keberlanjutan dikemudian harinya karena

Page 33: Booklet Survey Pendahuluan

33 Staf Ahli Pendidian dan Keprofessian ISMAFARSI 2012-2014

beberapa institusi hanya memenuhi standar penilaian tersebut saat pengujian

akreditasi tanpa memperhatikan sustainability.

Hal ini disebabkan follow up akreditasi dari suatu badan akreditasi yang kurang,

sehingga diperlukan suatu perbaikan dalam penyelenggaraan sistem akreditasi.

56 % responden menyatakan setuju bahwa adanya kekurang keterbukaan

pihak kampus akan hasil akreditasi yang didapatkan (apabila bukan

berakreditasi A).

Kekurang terbukaan pihak kampus akan hasil akreditasi bisa diakibatkan karena

mahasiswanya sendiri yang enggan untuk mengetahui status akreditasi masing-

masing kampusnya. Harusnya mahasiswa bersikap kritis dan mau untuk melakukan

kegiatan diskusi bersama dengan pihak kampus untuk mendorong keterbukaan pihak

kampus terhadap hasil akreditasi. Selain itu, mahasiswa harus mempunyai peran

dalam perbaikan institusinya salah satunya dengan aktualisasi diri dalam bidang

akademik maupun non-akademik.

Page 34: Booklet Survey Pendahuluan

34 Staf Ahli Pendidian dan Keprofessian ISMAFARSI 2012-2014

0 10 20 30 40 50 60 70

Sangat tidak setuju

Tidak Setuju

Ragu-ragu

Setuju

Sangat Setuju

0 20 40 60 80 100

Sangat tidak setuju

Tidak Setuju

Ragu-ragu

Setuju

Sangat Setuju

Uji Kompetensi

1. Pengujian kompetensi belum diwajibkan untuk dilakukan secara berkala.

2. Pengujian kompetensi belum distandardisasikan secara nasional sehingga dinilai

belum siap untuk menghadapi era globalisasi.

Page 35: Booklet Survey Pendahuluan

35 Staf Ahli Pendidian dan Keprofessian ISMAFARSI 2012-2014

ANALISIS UJI KOMPETENSI

44 % responden menyatakan setuju dan 15 % tidak setuju bahwa pengujian

kompetensi belum diwajibkan untuk dilakukan secara berkala.

60 % Pengujian kompetensi belum distandardisasikan secara nasional sehingga

dinilai belum siap untuk menghadapi era globalisasi.

Kurangnya sosialisasi tentang uji kompetensi kepada mahasiswa menyebabkan

mahasiswa tidak mengetahui pentingnya uji kompetensi tersebut, sehingga

diperlukannya suatu sosialisasi oleh pihak institusi terhadap keberadaan dan

pentingnya uji kompetensi kepada mahasiswa. Selain itu, untuk menghadapi era

globalisasi, mahasiswa perlu belajar secara komprehensif untuk mencapai kompetensi

yang sesuai sehingga mahasiswa mampu bersaing di dunia globalisasi.

Page 36: Booklet Survey Pendahuluan

36 Staf Ahli Pendidian dan Keprofessian ISMAFARSI 2012-2014

0 20 40 60 80 100 120

Sangat tidak setuju

Tidak Setuju

Ragu-ragu

Setuju

Sangat Setuju

0 10 20 30 40 50 60 70 80

Sangat tidak setuju

Tidak Setuju

Ragu-ragu

Setuju

Sangat Setuju

Interprofessional Education

1. Interprofessional education (kolaborasi mahasiswa kesehatan) sangat baik diterapkan

dalam metode pembelajaran dan kurikulum pendidikan farmasi.

2. Mahasiswa farmasi siap dan merasa mampu untuk menjalankan interprofesional

education, baik di kegiatan sehari-hari maupun dalam sistem perkuliahan.

Page 37: Booklet Survey Pendahuluan

37 Staf Ahli Pendidian dan Keprofessian ISMAFARSI 2012-2014

ANALISIS IPE

83 % responden menyatakan setuju bahwa Interprofessional education

(kolaborasi mahasiswa kesehatan) sangat baik diterapkan dalam metode

pembelajaran dan kurikulum pendidikan farmasi.

Praktik kolaborasi yang berpusat pada pasien dan interprofessionl education

merupakan kunci untuk menciptakan pelayanan kesehatan yang efektif dan

meningkatkan outcome pelayanan pada pasien. Mengingat konsep kefarmasian saat

ini telah bergeser dari product oriented menjadi patient oriented. Namun untuk

menciptakan praktik kolaborasi bukanlah hal yang mudah, diperlukan suatu tahap-

tahap khusus, salah satunya pengimplementasian IPE kedalam metode pembelajaran

dan kurikulum pendidikan farmasi. Dikarenakan mahasiswa farmasi sebagai agen-

agen yang nantinya akan dipersiapkan dalam proses realisasi praktik kolaborasi

dimasa yang akan datang. Dengan adanya matakuliah di Institusi farmasi yang

membahas IPE, akan menjadi gambaran bagaimana pentingnya IPE ini dalam

mendukung praktik kolaborasi yang dapat meningkatkan taraf kesehatan masyarakat

Indonesia.

69 % responden menyatakan setuju bahwa mahasiswa farmasi siap dan merasa

mampu untuk menjalankan interprofesional education, baik di kegiatan sehari-

hari maupun dalam sistem perkuliahan.

Menjalankan IPE bukanlah hal yang susah, karena dengan hanya diskusi antarprofesi

saja sudah bisa dikatakan menjalankan IPE. Sehingga diperlukan kesadaran dari

mahasiswanya sendiri tentang bagaimana pentingnya IPE ini sehingga mahasiswa

mau meningkatkan frekuensi diskusi antarprofesi untuk mencapai IPE, selain itu IPE

dapat juga diimplementasikan dalam suatu metode pembelajaran, contohnya

diterapkan dalam praktik kerja lapangan yang cukup memberikan gambaran

bagaimana proses praktik kolaborasi berjalan.

Page 38: Booklet Survey Pendahuluan

38 Staf Ahli Pendidian dan Keprofessian ISMAFARSI 2012-2014

AUDIENSI BERSAMA

Tepatnya setelah selesai Main Conference dari 3rd

HPEQ Conference, yaitu

pada tanggal 8 November 2012, diadakan Audiensi Bersama. Audiensi Bersama ini

dilakukan atas dasar praktik beradvokasi yang menjadi topik utama dalam 3rd

HPEQ

Conference untuk menguatkan peran mahasiswa dalam sistem pendidikan Nasional.

Audiensi bersama ini dibedakan pada masing-masing bidang pendidikan.

ISMAFARSI mendapatkan kesempatan untuk melakukan audiensi bersama dengan

Prof. Dr. Elly Wahyudin, DEA, Apt selaku ketua APTFI (Asosiasi Perguruan Tinggi

Farmasi Indonesia). Adapun materi yang diaudiensikan :

1. Hasil kuisioner pandangan mahasiswa Farmasi terkait kondisi kekinian Farmasi.

2. BIMFI (Berkala Ilmiah Mahasiswa Farmasi Indonesia)

3. IPE (Interprofesional Education)

4. Kaderisasi untuk Mahasiswa Farmasi

Topik yang pertama, dilakukan presentasi tentang hasil kuisioner pandangan

mahasiswa Farmasi terkait kondisi kekinian Kefarmasian. Disana kita mendapatkan

perhatian yang lebih dari Prof. Dr. Elly Wahyudin, DEA, Apt. selaku ketua APTFI,

bahwa apa yang ada dihasil survey merupakan sebuah kenyataan yang sekarang

berkembang dalam dunia kefarmasian. Disini kita mendapatkan apresiasi yang lebih

dari beliau, bahwa kita sebagai seorang mahasiswa sudah melakukan apa yang

memang harus dilakukan. Kita mampu berfikir kritis dan mau menyampaikan

aspirasi mahasiswa farmasi. Dimana sebagai seorang mahasiswa, berarti kita sebagai

Page 39: Booklet Survey Pendahuluan

39 Staf Ahli Pendidian dan Keprofessian ISMAFARSI 2012-2014

konsumen dari pendidikan, dan baik buruknya kualitas suatu pendidikan nantinya

akan kita rasakan juga. Permasalahan-permasalahan yang ada di dalam survey

tersebut menjadi perhatian yang lebih dari pihak APTFI dan pihak APTFI berencana

untuk memperbaiki sistem yang ada. Tentunya APTFI membutuhkan bantuan dari

mahasiswa farmasi, karena mahasiswa farmasi disini berkedudukan sebagai subjek

yang menentukan baik-buruknya suatu kualitas pendidikan farmasi. Evaluasi-

evaluasi memang perlu dilakukan, karena dengan evaluasi-evaluasi tersebut kita bisa

membenahi diri dan menjadi pribadi yang lebih baik lagi dikemudian hari.

Survey yang dilakukan sudah bersifat representatif dari mahasiswa, sehingga

apa yang ada di dalam survey itulah yang memang mahasiswa rasakan di kehidupan

pendidikan kefarmasian. Untuk itu, maka akan dilaksanakan tindak lanjut dari survey

yang telah dilakukan oleh mahasiswa Farmasi. Untuk standar kompetensi maupun

kurikulum, sudah selesai dirancang kembali dan diperbaiki dari waktu ke waktu

untuk menjawab segala pemenuhan kebutuhan pendidikan mahasiswa farmasi yang

nantinya akan terjun ditengah masyarakat. Sedangkan untuk proses akreditasi,

informasi terbaru sudah dilaksanakan, baik itu untuk S1 maupun untuk Profesi

Apoteker.

APTFI juga sangat mengapresiasi sekali dengan adanya BIMFI (Berkala

Ilmiah Mahasiswa Farmasi Indonesia). Dan akan sangat bagus sekali apabila

nantinya bimfi bisa lebih dikembangkan oleh ISMAFARSI sehingga bisa mewadahi

semua skripsi mahasiswa Farmasi. Untuk kedepannya diharapkan kedepannya

APTFI bisa menjadi dewan pelindung BIMFI.

Lalu Untuk permasalahan IPE (interprofesional Education), kedepannya IPE

diharapkan bisa dijalankan oleh semua institusi Farmasi di Indonesia. Tahap awal

yang dilakukan adalah dengan menginisiasikan IPE ke dalam kurikulum pendidikan

farmasi. Kurikulum tersebut termasuk di dalamnya proses pengaplikasian dari IPE.

Dengan terintegrasinya IPE kedalam kurikulum pendidikan, diharapkan nantinya

bisa menunjang Interprofesional Collaboration.

Terakhir, tentang proses kaderisasi, diharapkan adanya standarisasi dalam

proses kaderisasi ISMAFARSI sehingga tidak ada pembodohan di dalamnya dan

Page 40: Booklet Survey Pendahuluan

40 Staf Ahli Pendidian dan Keprofessian ISMAFARSI 2012-2014

diharapkan dapat menciptakan mahasiswa farmasi yang berwawasan luas, memiliki

kinerja yang bagus dan memikirkan masyarakat, selain itu dapat membentuk

manajemen diri yang baik.

Pada Audiensi bersama ini, semua aspirasi mahasiswa farmasi diterima

dengan baik oleh APTFI dan adanya persamaan persepsi antara mahasiswa dengan

APTFI sehingga diskusi yang dilakukan menghasilkan solusi-solusi konkrit yang

dapat dilakukan untuk farmasi kedepannya. APTFI sangat mendukung terhadap

adanya perbaikan sistem pendidikan Farmasi, buktinya APTFI mengajak mahasiswa

Farmasi untuk mengadakan rapat bersama sekaligus follow up dari audiensi, yang

akan dilakukan pada bulan maret.

Page 41: Booklet Survey Pendahuluan

41 Staf Ahli Pendidian dan Keprofessian ISMAFARSI 2012-2014

PENUTUP

Dari data survey tersebut diatas, dapat disimpulkan bahwa sistem pendidikan

farmasi Indonesia masih belum sesuai dengan apa yang diharapkan mahasiswa.

Terbukti, masih kurang puasnya mahasiswa terhadap pengajar, metode pengajaran,

dan sistem penilaian yang diberikan. Selain itu, masih bervariatifnya lulusan sarjana

Farmasi merupakan permasalahan tersendiri, dikarenakan kurikulum yang kurang

terstandarisasi dan tidak sesuai dengan apa yang telah dirancang oleh APTFI.

Kurikulum pendidikan farmasi dirasa kurang mempersiapkan mahasiswanya dalam

menghadapi dunia kerja nyata, sehingga perlu adanya perbaikan kurikulum yang

sesuai dengan mahasiswanya dan sesuai dengan output yang harus dihasilkan.

Permasalahan lain adalah dibidang Quality assurance atau yang biasa disebut

dengan akreditasi. Dimana sistem pengakreditasian dirasa kurang spesifik dan kurang

memperhatikan sustainability. Selain itu, pemenuhan fasilitas-fasilitas belajar

mengajar yang kurang juga harus diperhatikan. Dikarenakan selain sebagai

komponen akreditasi, fasilitas-fasilitas ini sangat membantu dalam proses belajar

mengajar. Terutama fasilitas labratorium, dimana fasilitas ini harus dilengkapi

disemua Institusi Pendidikan Tinggi Farmasi, dikarenakan fasilitas laboratorium ada

untuk mempersiapkan mahasiswanya dalam menghadapi dunia kerja nyata. Jika tidak

terpenuhi, mahasiswa tidak akan mendapatkan pengalaman praktik untuk diterapkan

di dunia kerja nyata.

Dalam memenuhi kebutuhan di bidang kesehatan dalam era globalisasi,

lulusan yang sesuai dengan kompetensi dibidangnya sangat diperlukan, dikarenakan

permasalahan dibidang kesehatan adalah permasalahan yang kompleks dan

menyangkut nyawa orang lain. Untuk itu, uji kompetensi yang dilakukan harus

distandarisasi sehingga dapat menjawab segala permasalahan kesehatan di era

globalisasi. Selain itu, pemenuhan kebutuhan di bidang kesehatan juga tidak terlepas

dari kolaborasi interprofessional antarprofesi kesehatan. Untuk itulah, diperlukan

suatu bidang ilmu yang membahas lebih dalam tentang kolaborasi interprofessional,

yaitu Interprofessional Education (IPE). Untuk kedepannya diharapkan IPE dapat

Page 42: Booklet Survey Pendahuluan

42 Staf Ahli Pendidian dan Keprofessian ISMAFARSI 2012-2014

diterapkan di kurikulum pendidikan farmasi, karena dalam audiensi yang telah

dilakukan, APTFI setuju dengan pemberlakuan IPE.

Terakhir, peran dari mahasiswa dalam sistem pendidikan tinggi farmasi

sangatlah besar, dikarenakan mereka adalah konsumen pendidikan. Baik buruknya

kualitas pendidikan, mahasiswa sendirilah yang akan merasakan dampaknya. Untuk

itulah, Penyaluran pendapat harus berjalan dengan baik. Karena dari penyaluran

pendapat tersebut aspirasi mahasiswa dapat tersampaikan kepada pemegang

kebijakan untuk menciptakan sistem pendidikan tinggi farmasi yang lebih baik lagi

kedepannya.

Page 43: Booklet Survey Pendahuluan

43 Staf Ahli Pendidian dan Keprofessian ISMAFARSI 2012-2014

Page 44: Booklet Survey Pendahuluan

44 Staf Ahli Pendidian dan Keprofessian ISMAFARSI 2012-2014