brain gym
-
Upload
srii-widya-darma -
Category
Documents
-
view
476 -
download
1
Transcript of brain gym
PENGARUH SENAM OTAK (BRAIN GYM) TERHADAP PENINGKATAN MOTORIK HALUS ANAK USIA 4-5 TAHUN DI RAUDOTUL ATHFAL BAITUL MU’MININ (MUSLIMAT 17)
GUNUNGREJO-MALANG
Sudiarto, Rinik Eko Kapti, Puguh Sigit P
ABSTRAK
Senam otak merupakan kumpulan gerakan sederhana yang dapat mengoptimalkan perkembangan anak. Metode ini akan mengaktifkan dua belah otak dan memadukan fungsi semua bagian otak untuk meningkatkan perkembangan anak. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh senam otak terhadap peningkatan motorik halus pada anak usia 4-5 tahun. Desain penelitian ini adalah quasy experimental dengan pendekatan pre test-post test with control grup yang memberikan perlakuan senam otak pada kelompok perlakuan sedangkan kelompok control tidak. Responden dalam penelitian berusia 4-5 tahun yang berjumlah 27 responden yang terbagi dalam dua kelompok perlakuan dan kelompok control. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah senam otak sedangkan variabel terikat adalah motorik halus. Pengumpulan data menggunakan lembar observasi. Analisa data menggunakan uji Wilcoxon Sign Rank dan Mann-Whitney test. Berdasarkan uji Wilcoxon Sign Rank didapatkan nilai P = 0,005 mengindikasikan H1 diterima dan pada uji Mann-Whitney P= 0,022 yang mengindikasikan hasil berbeda atau tidak identik. Ini berarti bahwa ada pengaruh senam otak terhadap peningkatan motorik halus anak usia 4-5 tahun di Raudotul Athfal Baitul Mu’minin Gunungrejo-Malang. Disarankan agar kepada perawat pediatrik, guru dan orangtua memperkenalkan dan melatih gerakan Brain Gym dimulai sejak usia dini dan secara dilakukan secara rutin agar memperoleh hasil yang maksimal.
Kata kunci: Senam Otak (brain gym), Perkembangan Motorik Halus, Anak usia 4-5 tahun
ABSTRACT
Brain gym is an association of simple moval that can optimize children growth. This method will activate two sides of brain and integrate all of the brain function to increase children growth. This study aims to know the brain gym effect on smooth motoric increasing at 5 years old children. This study design is quasy experimental with pre-post test approaching with control group by giving brain gym treatment on treatment group and not giving any treatment on control group. Respondents for this study aged at 4-5 years old as many as 27 respondents that divided to treatment group and control group. Independent variable int his study is brain gym and the dependent variable is smooth motoric. Data is collected by using observational sheet. Data’s analyzed by using Wilcoxon Sign Rank and Mann-Whitney test. According to Wilcoxon Sign Rank test, p value= 0,005 which means H1 is accepted and on Mann-Whitney test the p value=0,022 that indicate different or unidentic result. It means there’s an effect brain gym to smooth motoric increasing at children aged 4-5 years old at Raudotul Athfal Baitul Mu’minin Gunungrejo-Malang. There’s suggestion for pediatric nurse, teacher, and parent to introduce and train Brain Gym moval routinely since very early stage in order to get maximal result.
Keyword: Brain gym, Smooth Motoric Increasing, Children aged 4-5 years old
2
PENDAHULUAN
Usia prasekolah merupakan periode
emas (golden age) dalam proses
perkembangan. Pada usia ini aspek
kognitif, fisik, motorik, dan psikososial
seorang anak berkembang secara pesat
dari 50% menjadi 80% (TPPA TK, 2010).
Menurut Havighurst (1961) dalam
Ernawulan (2003), jika seseorang individu
gagal menyelesaikan tugas perkembangan
pada fase tertentu, maka ia akan
mengalami kegagalan dalam pencapaian
tugas perkembangan pada masa
berikutnya.
Pada anak usia 4-5 tahun salah satu
aspek penting pada proses perkembangan
anak adalah perkembangan motorik karena
merupakan awal kecerdasan dan emosi
sosial (Santrock, 2007 ; Hurlock,2003).
Perkembangan motorik terdiri dari
perkembangan motorik kasar dan
perkembangan motorik halus.
Perkembangan motorik kasar merupakan
perkembangan gerakan anak yang
menggunakan otot-otot besar, sedangkan
perkembangan motorik halus merupakan
perkembangan gerakan anak yang
menggunakan otot-otot kecil (PMPN, 2009
; Heidrun, Albert, Philipp, 2008 ).
Keterampilan motorik halus memiliki arti
penting bagi proses perkembangan
keseluruhan, dan pencapaian berbagai
tonggak dalam sosialisasi anak (Heidrun,
Albert, Philipp, 2008).
Berdasarkan Hasil Survey Bavarian
Pre-School Morbidity Survey (BPMS) pada
anak prasekolah dari tahun 1997-2009
menunjukkan peningkatan keterlambatan
motorik halus yang signifikan dari 4,07%
menjadi 22,05% antaratahun 1997-2009
(Caniato, 2011). Penelitian yang dilakukan
di Ekuador, pada anak usia 48-61 bulan
tahun 2003-2004, tercatat 28,1% anak
mengalami keterlambatan motorik halus
(Handal, 2007), sedangkan dari jurnal
penelitian Indonesia yang diambil dari dua
rumah sakit di Jakarta menyebutkan bahwa
11,3% anak mengalami keterlambatan
motorik halus (Wisyastuti, 2005).
Keterlambatan motorik akan
menyebabkan rasa rendah diri,
kecemburuan terhadap anak lain,
kekecewaan terhadap orang dewasa,
penolakan sosial, ketergantungan dan malu
(Hurlock, 2003). Menurut Sulistyaningsih
(2010) rasa rendah diri, kecemburuan
terhadap anak lain, dan malu akan
menyebabkan anak kesulitan memasuki
bangku sekolah, sebab ketrampilan motorik
sangat diperlukan dalam bersosialisasi
dengan teman sebaya dalam hal bermain,
keterampilan menulis dan membaca,
sedangkan kekecewaan terhadap orang
dewasa, ketergantungan dan rasa malu
akan menyebabkan prestasi anak jauh di
bawah kemampuannya.
Perkembangan motorik halus secara
konsisten berhubungan positif dengan
kemampuan kognitif khususnya, dan
menjadi alat prediksi dalam prestasi belajar
yang rendah. Ada 3 hal yang paling penting
dari keterampilan motorik halus: (1)
3
Keterampilan motorik halus dapat
membentuk kemampuan dasar anak, (2)
keterampilan halus dan membaca memiliki
korelasi yang jelas dalam memenuhi
semua keperluan mata pelajaran, (3)
keterampilan motorik halus memiliki
dampak emosional pada perkembangan
anak (Heidrun, Albert, Philipp, 2008)
Faktor-faktor yang mempengaruhi
perkembangan motorik halus, diantaranya
faktor internal dan eksternal. Faktor internal
antara lain faktor genetik, faktor IQ dan
kelainan kromosom, sedangkan faktor
eksternal antara lain riwayat kelahiran, pola
asuh, keadaan gizi dan faktor kesehatan
(Dinkes,2005, Hurlock,2003). Ras dan
genetic mempunyai pengaruh penting
dalam perkembangan motorik selaras
dengan hasil survey Bavarian Pre-School
Morbidity Survey (BPMS) yang
menunjukkan anak laki-laki 3x lebih sering
mengalami keterlambatan motorik halus
dari pada anak perempuan (Caniato,
2011).
Perkembangan motorik sangat
dipengaruhi oleh organ otak. Otaklah yang
mengatur setiap gerakan yang dilakukan
oleh anak, semakin matangnya
perkembangan sistem saraf otak yang
mengatur otot memungkinkan
berkembangnya kompetensi atau
kemampuan motorik anak (Santrock,2007).
Otak terdiri dari dua belahan, kiri dan
kanan. 85% orang di dunia ini hanya
menggunakan otak kiri, sebagian dari
sisanya menggunakan otak kanan dan
sebagian lagi memakai kombinasi antara
keduanya. Senam otak / Brain gym
berfungsi untuk merangsang
perkembangan seluruh bagian otak, baik
otak kanan, otak kiri, otak depan maupun
otak belakang secara sinergis (Hilda, 2009
; guyton, 2006).
Berdasarkan studi pendahuluan
yang dilakukan di Raudotul Athfal Baitul
Mu’minin (Muslimat 17) Gunungrejo-
Malang, terdapat beberapa siswa yang
mengalami keterlambatan motorik halus.
Dari 36 siswa terdapat 30% siswa yang
mengalami keterlambatan motorik halus
dengan pedoman TPPA TK. Oleh karena
itu peneliti tertarik untuk mengetahui
“Pengaruh Senam Otak (Brain Gym)
Terhadap Peningkatan Motorik Halus
Siswa (4-5 Tahun) di Raudotul Athfal Baitul
Mu’minin (Muslimat 17) Gunungrejo-
Malang.
Tujuan dari penelitian ini adalah
mengetahui pengaruh senam otak (brain
gym) terhadap peningkatan motorik halus
siswa (usia 4-5 tahun) di Raudotul Athfal
Baitul Mu’minin (Muslimat 17) Gunungrejo -
Malang.
METODOLOGI PENELITIAN
Desain penelitian ini menggunakan
quasy experimental dengan pendekatan
pretest-posttest with control grup. Teknik
sampling yang digunakan adalah purposive
sampling. Dalam penelitian ini
menggunakan sampel anak kelas A di
Raudotul Athfal Baitul Mu’minin (Muslimat
4
17) sebanyak 27 responden yang terdiri
dari 14 responden kelompok perlakuan dan
13 responden kelompok control yang telah
memenuhi kriteria tertentu. Kriteria
inklusinya adalah anak yang tidak memiliki
cacat fisik, berusia 4-5 tahun, anak yang
kooperatif, mendapat persetujuan dari
guru dan orang tua untuk mengikuti senam
otak serta mengikuti senam otak dari awal
hingga akhir. Penelitian dilakukan di
Raudotul Athfal Baitul Mu’minin (Muslimat
17) Gunungrejo-Malang pada bulan Januari
– Februari 2013.
Perkembangan motorik halus diukur
dengan DDST II (Denver Development
Screening Test II) khusus pada
perkembangan motorik halus. Untuk
mengetahui pengaruh senam otak (brain
gym) terhadap perkembangan motorik
halus di Raudotul Athfal Baitul Mu’minin
(Muslimat 17) Gunungrejo-Malang
menggunakan uji statistik Wilcoxon Sign
Rank Test dengan derajat kepercayaan 95
%, = 0,05 bermakna apabila p 0,05.
Pengolahan data menggunakan komputer
dengan program SPSS 19 for Windows.
Sehingga jika diperoleh ρ value < α (0.05)
artinya ada pengaruh senam otak (brain
gym) terhadap peningkatan motorik halus
anak usia 4-5 tahun di Raudotul Athfal
Baitul Mu’minin (Muslimat 17) Gunungrejo-
Malang.
HASIL PENELITIAN
Berikut akan disajikan hasil penelitian
pengaruh senam otak (brain gym) terhadap
peningkatan motorik halus anak usia 4-5
tahun di Raudotul Athfal Baitul Mu’minin
(Muslimat 17) Gunungrejo-Malang.
a. Deskripsi Usia Responden Interval Umur Jumlah
4 tahun -4 tahun 3 bulan 0
4 tahun 4 bulan - 4 tahun 6 bulan 1
4 tahun 7 bulan - 4 tahun 9 bulan 2
4 tahun 10 bulan – 5 tahun 11
Total 14
Gambar 1. Karakteristik Responden Berdasarkan Umur pada Kelompok Perlakuan
Gambar 1 menunjukkan bahwa
rata- rata responden berumur 4 tahun 10
bulan - 5 tahun sekitar 11 responden ( 79
%), dan tidak ada responden yang berumur
4 tahun- 4 tahun 3 bulan.
Interval Umur Jumlah
4 tahun -4 tahun 3 bulan 0
4 tahun 4 bulan - 4 tahun 6 bulan 0
4 tahun 7 bulan - 4 tahun 9 bulan 2
4 tahun 10 bulan – 5 tahun 11
Total 13
Gambar 2. Karakteristik Responden Berdasarkan Umur pada Kelompok Kontrol
Gambar 2 menunjukkan bahwa
rata- rata responden berumur 4 tahun 10
bulan - 5 tahun sekitar 11 responden ( 85
%), dan tidak ada responden yang berumur
4 tahun - 4 tahun 3 bulan dan berumur 4
tahun 4 bulan – 4 tahun 6 bulan.
b. Deskripsi Jenis Kelamin Responden Laki-laki Perempuan Total
Perlakuan 8 (57%) 6 (43%) 14 (100%)
Kontrol 9 (69%) 4 (31%) 13 (100%)
Gambar 3. Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Responden
Gambar 3 menunjukkan bahwa,
pada kelompok perlakuan terdapat 8
5
responden (57 %) berjenis kelamin laki-laki
dan 6 responden (43 %) berjenis kelamin
perempuan. Sedangkan pada kelompok
control terdapat 9 responden (69%)
berjenis kelamin laki-laki, dan 4 responden
(31 %) berjenis kelamin perempuan.
c. Deskripsi Pendapatan Rumah Tangga Orang Tua Responden Pendapatan Rumah Tangga Orang Tua Responden
Perlakuan Kontrol
< 500 ribu 3 4 500 ribu s/d 1 juta 10 7 1 juta s/d 1,5 juta 1 0 1,5 juta s/d 2 juta 0 2
Total 14 13 Gambar 4. Distribusi Pendapatan Rumah Tangga Orang Tua Responden
Gambar 4 diatas menunjukkan
pendapatan rumah tangga orang tua
responden pada kelompok perlakuan
didapatkan bahwa 10 orangtua responden
memiliki pendapatan rumah tangga sekitar
500 ribu s/d 1 juta dan tidak ada orang tua
responden memiliki pendapatan rumah
tangga sekitar 1,5 juta s/d 2 juta.
Sedangkan pada kelompok control
didapatkan bahwa 7 orangtua responden
memiliki pendapatan rumah tangga sekitar
500 ribu s/d 1 juta dan tidak ada orang tua
responden memiliki pendapatan rumah
tangga sekitar 1 juta s/d 1,5 juta.
d. Deskripsi Tingkat Pendidikan Akhir Ibu Responden
Tingkat Pendidikan Akhir Ibu Responden
Perlakuan Kontrol
SD 7 3
SMP 3 6
SMA 3 4
S1 1 0
Total 14 13
Gambar 5. Distribusi Tingkat Pendidikan Akhir Ibu Responden
Gambar 5 diatas menunjukkan
tingkat pendidikan akhir ibu responden
pada kelompok perlakuan di atas, dapat
dijelaskan bahwa 7 ibu responden memiliki
tingkat pendidikan akhir SD dan hanya ada
1 ibu responden memiliki tingkat
pendidikan akhir S1. Sedangkan pada
kelompok kontrol di atas, dapat dijelaskan
bahwa 6 ibu responden memiliki tingkat
pendidikan akhir SMP dan tidak ada ibu
responden memiliki tingkat pendidikan
akhir S1.
d. Deskripsi Berdasarkan Posisi Anak dalam Keluarga
Perlakuan Kontrol Anak ke-1 6 6 Anak ke-2 6 4 Anak ke-3 2 2 Anak ke-4 0 1
Total 14 13 Gambar 6. Distribusi Berdasarkan Posisi Anak dalam Keluarga
Gambar 6 diatas menunjukkan
posisi anak dalam keluarga pada kelompok
perlakuan didapatkan bahwa 6 responden
merupakan anak ke-1 dan 6 responden
merupakan anak ke-2 dan tidak ada
responden yang merupakan anak ke-4
dalam keluarga. Sedangkan pada
kelompok kontrol di atas, dapat dijelaskan
bahwa 6 responden merupakan anak ke-1
dan 1 responden yang merupakan anak ke-
4 dalam keluarga.
6
0
10
4
0
2
4
6
8
10
Kurang Baik Cukup Baik Baik
Pretest Kelompok Perlakuan
0
2
12
0
2
4
6
8
10
12
Kurang Baik Cukup Baik Baik
Posttest Kelompok Perlakuan
0
9
4
0
2
4
6
8
10
Kurang Baik Cukup Baik Baik
Pretest Kelompok Kontrol
0
76
0
1
23
4
5
6
7
Kurang Baik Cukup Baik Baik
Posttest Kelompok Kontrol
d. Deskripsi Data pretest dan posttest Motorik Halus pada Kelompok Perlakuan
Gambar 7. Distribusi Data pretest Motorik Halus pada Kelompok Perlakuan
Gambar 7 diatas menunjukkan hasil
pretest kelompok perlakuan di atas, dapat
dijelaskan bahwa 4 responden memiliki
kemampuan motorik halus baik, 10
responden cukup baik dan tidak ada
responden yang memiliki kemampuan
motorik halusnya kurang baik.
Gambar 8. Distribusi Data posttest Motorik Halus pada Kelompok Perlakuan
Gambar 8 diatas menunjukkan hasil
posttest kelompok perlakuan didapatkan
bahwa 12 responden memiliki kemampuan
motorik halus baik, 2 responden cukup
baik dan tidak ada responden yang
memiliki kemampuan motorik halusnya
kurang baik. Hal posttest ini
mengindikasikan bahwa kemampuan
motorik halus responden pada kelompok
perlakuan mengalami banyak peningkatan
setelah melakukan senam otak (brain
gym).
e. Deskripsi Data pretest dan posttest Motorik Halus pada Kelompok Kontrol
Gambar 9. Distribusi Data pretest Motorik Halus pada Kelompok Kontrol
Gambar 9 diatas menunjukkan hasil
pretest kelompok kontrol didapatkan bahwa
4 responden memiliki kemampuan motorik
halus baik, 9 responden cukup baik dan
tidak ada responden yang memiliki
kemampuan motorik halusnya kurang baik.
Gambar 10. Distribusi Data posttest Motorik Halus pada Kelompok Kotrol
Gambar 10 diatas menunjukkan
hasil posttest didapatkan bahwa 6
responden memiliki kemampuan motorik
halus baik, 7 responden cukup baik dan
tidak ada responden yang memiliki
7
kemampuan motorik halusnya kurang baik.
Hal posttest ini mengindikasikan bahwa
kemampuan motorik halus responden pada
kelompok kontrol sedikit mengalami
peningkatan walaupun tidak diberi senam
otak.
ANALISA DATA
Pengolahan data dalam penelitian ini
menggunakan uji Wilcoxon dan Mann
Whitney dengan program SPSS (Statistical
Product and Service Solution) 19 for
Windows. Tabel 1 Wilcoxon
(p) Keterangan
Kelompok Perlakuan 0,005 H0 ditolak
Kelompok Kontrol 0,157 H0 diterima
Dari tabel 1 didapatkan bahwa
responden pada kelompok perlakuan
diketahui bahwa nilai signifikan (P) Asymp.
Sig. (2-tailed) 0,005. Hal ini menunjukkan
bahwa H0 ditolak sehingga senam otak
(brain gym) dapat meningkatkan
perkembangan motorik halus siswa usia (4-
5 tahun) secara signifikan.
Pada kelompok kontrol diketahui
bahwa nilai signifikan (P) Asymp. Sig. (2-
tailed) 0,157. Hasil uji statistik Wilcoxon
mempunyai tingkat kepercayaan 95% (α =
0,005), dimana di dapatkan nilai P < 0,05
(0,157 > 0,05), yang menunjukkan bahwa
Ho diterima atau tanpa penerapan Brain
Gym tingkat perkembangan motorik halus
siswa usia (4-5 tahun) sedikit meningkat. Tabel 2 Mann Whitney
Variabel (p) Keterangan
Kelompok Perlakuan
dan Kelompok Kontrol
0,02
2
H0 ditolak dan
H1 diterima
Berdasarkan hasil uji statistik Mann
Whitney diketahui bahwa nilai signifikansi
(P) Asymp. Sig (2 tailed) adalah 0,022.
Nilai P < α (0,022 < 0,05), menunjukkan
bahwa Ho ditolak dan H1 diterima. Hal ini
menunjukkan bahwa senam otak (brain
gym) dapat meningkatkan perkembangan
motorik halus siswa usia (4-5 tahun).
PEMBAHASAN
Distribusi responden tentang perkembangan motorik halus siswa pada kelompok kontrol
Dari gambar 9 dan 10 dapat
dijelaskan bahwa terjadi penurunan jumlah
responden yang memiliki kemampuan
motorik halus cukup baik dari 9 responden
saat pretest menjadi 7 responden saat
posttest, dan terjadi sedikit peningkatan
kemampuan motorik halus dari 4
responden saat pretest menjadi 6
responden saat posttest. dan berdasarkan
analisis menggunakan uji wilcoxon pada
kelompok kontrol diketahui bahwa tidak
ada perbedaan
Hal ini mengindikasikan bahwa
kemampuan motorik halus responden pada
kelompok kontrol tidak mengalami
peningkatan atau sedikit meningkat
walaupun tidak diberi senam otak. Dalam
penelitian ini ada beberapa factor yang
mempengaruhi tidak meningkatnya
kemampuan motorik halus yaitu
pendapatan rumah tangga, pendidikan
orangtua (ibu) dan posisi anak dalam
keluarga.
8
Pendapatan rumah tangga
merupakan factor ekonomi yang secara
tidak langsung mempengaruhi
perkembangan anak. Hal ini berkaitan
dengan kemampuan orang tua dalam
menyediakan fasilitas yang mendukung
pertumbuhan dan perkembangan anak.
Selain untuk menyediakan fasilitas yang
mendukung. pertumbuhan dan
perkembangan anak, pendapatan rumah
tangga juga mempengaruhi perkembangan
otak melalui jalur nutrisi yang inadekuat, di
mana dalam nutrisi terdapat kebutuhan zat
gizi yang diperlukan untuk pertumbuhan
dan perkembangan seperti protein,
karbohidrat, lemak, mineral, vitamin dan
air. Apabila kebutuhan nutrisi seseorang
tidak atau kurang terpenuhi maka dapat
menghambat pertumbuhan dan
perkembangannya (Novita, 2012 ; Puji,
2009 ; Hidayat, 2008).
Pendidikan orang tua juga
berpengaruh terhadap perkembangan anak
terutama pendidikan ibu. Menurut Subagyo
(2010) tingkat pendidikan ibu yang kurang
memadai memungkinkan pemahaman
tentang stimulasi kurang efektif, sebaliknya
tingkat pendidikan yang relative tinggi,
kemungkinan banyak memperoleh
pengalaman tentang perawatan anak yang
diperoleh dari referensi dan dari hasil
pendidikan, sehingga orang tua memiliki
pengetahuan yang terkait dengan
perkembangan anak, pada akhirnya dapat
diaplikasikan untuk memahami kebutuhan
perkembangan anak. Sebuah keluarga
dapat memberikan stimulasi dengan cara
penyediaan alat mainan, keterlibatan ibu
dan anggota keluarga lainnya terhadap
kegiatan anak.
Posisi anak dalam keluarga dapat
mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan. Menurut hidayat (2008)
dalam buku pengantar ilmu kesehatan
anak Secara umum, anak pertama atau
tunggal memiliki perkembangan motorik
yang kadang-kadang terlambat karena
tidak ada stimulasi yang biasanya
dilakukan saudara kandungnya.
Sedangkan pada anak kedua atau anak
tengah, kecenderungan orang tua merasa
sudah biasa dalam merawat anak lebih
percaya diri sehingga kemampuan anak
untuk beradaptasi lebih cepat dan mudah.
Keluarga yang memiliki anak yang relatif
banyak dan jarak anak yang relative dekat
lebih sering timbul persaingan antar
saudara, berebut perhatian orang tua
terutama ibu, yang mana berdampak pada
perkembangan emosional dan perilaku
anak (Subagyo, 2010).
Selain pendapatan rumah tangga,
tingkat pendidikan orang tua dan posisi
anak dalam keluarga yang mempengaruhi
tidak meningkatnya kemampuan motorik
halus, ternyata jenis kelamin responden
juga sangat mempengaruhi, dimana dalam
pada kelompok control lebih banyak
responden yang berjenis kelamin laki-laki
dari pada perempuan. Hal ini sesuai
dengan penelitian di Australia, yang mana
anak perempuan memiliki kemampuan
9
motorik halus yang lebih baik dari pada
laki-laki (Caniato, 2011).
Distribusi responden tentang perkembangan motorik halus siswa pada kelompok perlakuan
Dari gambar 7 dan 8 dapat
dijelaskan bahwa terjadi penurunan drastis
pada jumlah responden yang memiliki
kemampuan motorik halus cukup baik dari
10 responden saat pretest menjadi 2
responden saat posttest, dan terjadi
peningkatan drastis pada kemampuan
motorik halus dari 4 responden saat pretest
menjadi 12 responden saat posttest dan
berdasarkan analisis menggunakan uji
wilcoxon pada kelompok perlakuan
diketahui bahwa nilai signifikan 0,005.
Berdasarkan penjelasan diatas,
disimpulkan bahwa kemampuan motorik
halus responden usia 4-5 tahun pada
kelompok perlakuan mengalami banyak
peningkatan setelah melakukan senam
otak (brain gym). Penelitian ini sesuai
dengan penjelasan Paul Deninnson bahwa
senam otak dapat meningkatkan koordinasi
motorik halus. Hal ini disebabkan
perkembangan yang sangat penting pada
selama usia prasekolah ialah
perkembangan otak dan system syaraf
yang berkelanjutan. Semakin sempurna
susunan saraf maka semakin sempurna
pula proses pertumbuhan dan
perkembangan. Otak terus bertumbuh
pada masa awal anak-anak, namun
pertumbuhannya tidak sepesat pada masa
bayi. Pada saat bayi mencapai usia 2
tahun, ukuran otaknya rata-rata 75% dari
ukuran orang dewasa dan pada usia 5
tahun, otak anak telah mencapai 95% dari
ukuran otak orang dewasa. (Hidayat,2008 ;
Wibowo,2005).
Usia prasekolah merupakan massa
pertumbuhan otak pada anak yaitu
terjadinya pertambahan myelination, yaitu
suatu proses di mana sel-sel syaraf ditutup
dan disekat dengan suatu lapisan sel-sel
lemak. Proses ini berdampak terhadap
peningkatan kecepatan informasi yang
berjalan, melalui sistem saraf. Proses ini
penting dalam pematangan sejumlah
kemampuan anak, salah satunya
perkembangan motorik.
Perkembangan motorik
diklasifikasikan menjadi 2 yaitu motorik
kasar dan motorik halus. Motorik kasar
merupakan gerakan tubuh yang
menggunakan otot-otot besar atau
sebagian besar atau seluruh anggota tubuh
yang dipengaruhi oleh kematangan anak
itu sendiri. Kemampuan anak untuk duduk,
berlari, melompat, melempar, menangkap
dan memantulkan bola termasuk contoh
perkembangan motorik kasar. Sedangkan
perkembangan motorik halus merupakan
perkembangan gerakan anak yang
menggunakan otot-otot kecil atau sebagian
anggota tubuh tertentu. Kemampuan
menulis, menggunting, dan menyusun
balok termasuk contoh gerakan motorik
halus Setiap individu memiliki kecepatan
yang berbeda-beda dalam memaksimalkan
perkembangan motorik (Tingkat
10
Pencapaian Perkembangan Anak, 2010 ;
Hidayat,2008) .
Salah satu alternative paling efektif
untuk mempercepat perkembangan motorik
halus yaitu dengan diberikannya senam
otak. Senam otak merupakan bagian dari
Educational – Kinesiology. Education
berasal dari kata lain, yakni educare, yang
berarti menarik keluar. Sementara itu,
kinesiology berasal dari bahasa Yunani,
yakni kinestiology (kinesis), artinya
gerakan. Jadi, inti dari Educational –
Kinesiology yang biasa disingkat Edu-K
adalah ilmu tentang gerakan tubuh
manusia.
Menurut Paul Deninnson (2006),
Senam Otak / Brain Gym merupakan
serangkaian gerak sederhana yang
menyenangkan dan dapat membantu
perkembangan otak secara keseluruhan,
baik dalam sisi koordinasi mata, telinga,
tangan dan seluruh anggota tubuh. Senam
otak sangat berhubungan erat dengan
latihan fisik. Latihan fisik merupakan
komponen pertumbuhan dan
perkembangan yang penting, selain itu
salah satu cara terbaik untuk menstimulusi
otak (Dennison, 2006 ; Behrman,2000).
Pengaruh senam otak terhadap perkembangan motorik halus siswa
Berdasarkan analisis menggunakan
uji Mann Whitney terdapat pengaruh yang
signifikansi (P) Asymp. Sig (2 tailed) adalah
0,022. Hal ini mengindikasikan pemberian
intervensi senam otak pada kelompok
perlakuan dapat meningkatkan
perkembangan motorik halus siswa.
Gerakan – gerakan senam otak
merupakan suatu latihan kebugaran fisik
yang mengkhususkan pada upaya
mempertahankan kebugaran otak. Menurut
Markam (2005) dalam buku latihan
vitalisasi otak, secara neurologis,
pemeliharaan otak dapat dilakukan melalui
kegiatan structural dan fungsional.
Pemeliharaan secara struktural dilakukan
dengan mengalirkan darah, oksigen dan
energy yang cukup ke otak. Senam otak
merupakan salah satu cara pemeliharaan
otak secara fungsional, yang dilakukan
dengan meransang pusat-pusat otak
melalui gerakan-gerakan. Dalam penelitian
ini, digunakan 5 macam gerakan yaitu kait
relaks (hook-ups), gerakan silang, burung
hantu, 8 tidur, gerakan gajah.
Sebelum melakukan senam otak
setiap responden minum air putih yang
berfungsi menunjang segala
perkembangan motorik halus anak, dengan
melarutkan garam yang mengoptimalkan
fungsi energi listrik tubuh untuk membawa
informasi ke otak. Gerakan kait relaks
(hook-ups) termasuk dalam dimensi
pemusatan yang berfungsi untuk
melepaskan pengendalian emosi dan
mengurangi kesulitan belajar. Gerakan
dimensi pemfokusan bertugas
meringankan atau merelaksasikan bagian
belakang otak (batang otak) dan bagian
depan otak (frontal lobes), selain itu
merupakan gerakan yang meregangkan
11
otot dan membantu melepaskan hambatan
untuk pemfokusan. Dalam penelitian ini
dengan melakukan gerakan burung hantu.
Dimensi lateral terkait dengan fungsi
belahan otak kiri dan otak kanan. Gerakan–
gerakan menyilang garis tengah tubuh
dapat mengintegrasikan kedua belahan
otak. Dalam penelitian ini dengan
melakukan gerakan 8 tidur, gerakan gajah
dan gerakan silang.
Melakukan gerakan-gerakan senam
dapat menyebabkan aliran darah
meningkat di semua bagian otak, selain itu
membuat lebih baik dan lebih kuat dalam
hubungan antara kedua belahan otak
(Rachmah, 2008). Otak merupakan organ
yang dinamis, dimana tumbuh dan
membentuk jaringan antar syaraf. Stimulasi
sangatlah penting untuk pembentukan
jaringan antar syaraf otak karena dengan
semakin sering otak diberi stimulasi maka
semakin banyak dan kuat jalinan antar sel
syaraf. Hubungan syaraf juga ditentukan
oleh sel glia, hampir 90 % persen dari otak
tersusun oleh sel glia. Sel glia memiliki
berbagai fungsi penting seperti
menyingkirkan sisa neuron yang sudah
mati, melindungi otak dari bahan beracun,
memberi gizi pada neuron dan
menyelubungi neuron (Carole wade, 2007).
Terdapat 3 jenis sel glia yaitu sel astroglia
(astrosit), oligodendroglia (oligodendrosit)
dan sel mikroglia. Oligondroglia
(oligodendrosit) berfungsi sebagai
pembungkus akson, membentuk selubung
yang disebut membran mielin (M. Baehr &
M. Frotscher, 2007). Semakin panjang
membran myelin akan menyebabkan
perjalanan implus syaraf semakin cepat.
Sehingga dapat mengoptimalkan
perkembangan otak anak, salah satunya
perkembangan motorik halus.
Menurut William Greenough dalam
Rachmah (2008) mengungkapkan bahwa
latihan fisik dalam lingkungan yang
kondusif menyebabkan pembentukan
koneksi sinaptik (antar sel saraf) dalam
jumlah besar. Latihan fisik akan
memperkuat area-area otak seperti
serebelum, korpus kolasum dan ganglia
basalis. Ganglia basalis merupakan bagian
dari otak yang berfungsi mengatur
perkembangan motorik halus pada semua
orang (Rachmah,2008 ; Guyton, 2006).
Keterbatasan penelitian
1. Ketika melakukan gerakan senam otak,
tidak semua responden pada kelompok
perlakuan datang tepat waktu dan
melakukan gerakan ini secara serius.
Sehingga peneliti meminta 2 guru
responden untuk membantu
mengawasi setiap gerakan responden
dan membetulkan gerakan responden
yang salah satu persatu. 2. Sampel yang digunakan hanya terbatas
pada responden yang berusia 4-5
tahun. 3. Belum adanya sertifikat pengajar
senam otak (brain gym) pada penelitian
ini. 4. Banyaknya faktor yang mempengaruhi
hasil penelitian dan tidak dapat
dikontrol oleh peneliti seperti: genetik,
12
motivasi responden, peran keluarga
dalam pemberian nutrisi dan stimulasi
perkembangan yang kurang maksimal.
PENUTUP Kesimpulan
Dari hasil penelitian dan pembahasan,
maka dapat ditarik kesimpulan bahwa :
1. Senam otak (brain gym) meningkatkan
motorik halus siswa usia (4-5 tahun) di
Raudotul Athfal Baitul Mu’minin
(Muslimat 17) Gunungrejo Kecamatan
Singosari Kabupaten Malang.
2. Sebelum diberikan senam otak pada
kelompok perlakuan didapatkan 10
responden memiliki kemampuan
motorik halus cukup baik dan 4
responden kemampuan motorik halus
baik, sedangkan pada kelompok
kontrol didapatkan 9 responden
memiliki kemampuan motorik halus
cukup baik dan 4 responden memiliki
kemampuan motorik halus baik
3. Setelah diberikan senam otak pada
kelompok perlakuan didapatkan 2
responden memiliki kemampuan
motorik halus cukup baik dan 12
responden kemampuan motorik halus
baik. Sedangkan pada kelompok
kontrol yang tidak diberikan senam
otak didapatkan 7 responden memiliki
kemampuan motorik halus cukup baik
dan 6 responden kemampuan motorik
halus baik,
4. Terdapat perbedaan peningkatan
tingkat motorik halus anak usia 4-5
tahun Raudotul Athfal Baitul Mu’minin
(Muslimat 17) Gunungrejo-Malang
antara kelompok perlakuan dan
kelompok kontrol. Yang dibuktikan
dengan uji statistika Mann-Whitney
dengan nilai signifikan (p=0,022). SARAN Untuk Keperawatan
Untuk mengembangkan kompetensi
perawat praktisi dalam keperawatan
pediatrik dan mengoptimalkan
perkembangan motorik halus anak sejak
usia dini dengan pemberian stimulus
senam otak yang bertujuan meningkatkan
fungsi seluruh bagian otak.
Untuk Institusi (TK)
Untuk guru Raudotul Athfal Baitul Mu’minin
(Muslimat 17) Gunungrejo-Malang
sebaiknya mengajarkan dan melakukan
senam otak yang diikuti oleh seluruh siswa,
dilaksanakan setiap pagi selama 15 menit
sebelum pelajaran berlangsung yang
bertujuan seluruh siswa mampu melakukan
kegiatan belajar dengan baik.
Untuk Orangtua
Untuk mengoptimalkan kemampuan otak
anak, bisa dilakukan dengan senam otak
karena gerakan-gerakan senam otak
merupakan gerakan yang sederhana dan
mudah diterapkan. Sebaiknya para orang
tua mengaplikasikan senam otak kepada
putra-putrinya di rumah setiap hari selama
15 menit.
Untuk Peneliti Selanjutnya
Perlu dilakukan penelitian lanjutan tentang
Senam Otak terhadap perkembangan anak
secara keseluruhan menggunakan DDST II
13
(perilaku sosial, motorik kasar, motorik
halus dan bahasa)
DAFTAR PUSTAKA
1. Ainur R. 2009. Pengaruh senam otak terhadap Motivasi Belajar Siswa kelas 1 SDN Gedangan 4 Kecamatan Gedangan Kabupaten malang. Skripsi. Tidak diterbitkan, Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya. Malang.
2. Andrimeda, Freni. 2012. Pengaruh Kegiatan Seni Finger Painting Terhadap Perkembangan Keterampilan Motorik Halus Anak Kelompok B Di Tk Pembangunan Dsn. Lawan Ds. Kedungwangi Kec. Sambeng Kab. Lamongan. Skripsi. Tidak diterbitkan, Fakultas Ilmu Pendidikan Prodi Pendidikan Guru-Pendidikan Anak Usia Dini. Surabaya.
3. Behrman, dkk. 2000. Ilmu Kesehatan Anak Nelson. Volume 3. Jakarta: EGC.
4. Caniato. 2011, Increasing prevalence of motor impairments in pre-school children from 1997-2009: results of the Bavarian pre-school morbidity survey.
5. Carole, wade. 2007. Psychology edisi 9. EGC. Jakarta
6. Dennison, Paul E. 2006. Buku Panduan Lengkap Brain Gym (Senam Otak). Gramedia. Jakarta.
7. Depkes. 2005. Pedoman Pelaksanaan Stimulasi, Deteksi dan Intervensi Dini Tumbang Anak. Jakarta.
8. Dian F .2009. Pengaruh senam otak terhadap Tingkat stress pada Remaja Kelas XII IPA 1 dan XII IPA di SMA Negeri 7 Padang. Skripsi. Tidak diterbitkan, Fakultas Kedokteran Universitas Andalas, Padang.
9. Dinas Pendidikan. 2009. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional tentang standart pendidikan anak usia dini (PAUD). Jawa Timur.
10. Ernawulan, 2003, Bahan Pelatihan Pembelajaran Terpadu Yayasan Pendidikan Salman Al Farisi. PGTK FIP UPI (Pendidikan Guru taman kanak-kanak Fakultas Ilmu pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia Bandung)
11. Gunadi, Tri. 2010. Gerakan Meningkatkan Kecerdasan Anak. Penebar Swadaya. Jakarta.
12. Guyton & Hall, 2007. Fisiologi Kedokteran edisi 11. EGC. Jakarta.
13. Handal A, et al. Sociodemographic and Nutritional Correlates of Neurobehavioral Development: A Study of Young Children In A Rural Region of Ecuador. Pan Am J Public Health, 2007, 21(5): 292-300.
14. Heidrun, Stoeger; Albert Ziegler & Philipp Martzog. Deficits In Fine Motor Skill as an important factor in the identification of gifted underachievers in primary school. Psychology Science Querterly, 2008; 50 (2): 134-146.
15. Hidayat, A. Azis Alimul.2008. Pengantar Ilmu Kesehatan Anak Untuk Pendidikan Kebidanan. Salemba Medika. Jakarta.
16. Hilda N. 2009. Efektifitas Brain Gym dalam Meningkatkan Daya Ingat Siswa di TK & Playgroup Kreatif Primagama Malang. Skripsi. Tidak diterbitkan, Fakultas Psikologi UIN Maulana Malik Ibrahim. Malang.
17. Hurlock, Elizabeth B. 2003. Perkembangan anak edisi 6. Erlangga. Jakarta
18. Kemendiknas. 2010. TPPA TK (Tingkat Pencapaian Perkembangan Anak Taman Kanan-kanak). Jakarta.
19. Markam, Soemarmo. 2004. latihan vitalisasi otak. PT Grasindo. Jakarta.
20. M. Baehr & M. Frotscher. 2007. Diagnosis Topik Neurologi DUUS. EGC. Jakarta
14
21. Novita, Milda S; Ani Margawati. 2012. Hubungan derajat stunting, asupan zat gizi dan sosial ekonomi rumah tangga dengan perkembangan motorik usia 24-36 bulan di wilayah kerja puskesmas bugangan semarang. journal of nutrition college.
22. Nursalam, dkk.2011. Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak. Salemba Medika. Jakarta.
23. Pipit F. 2010. Pengaruh Senam Otak terhadap Peningkatan fungsi Kognitif Lansia Dikarang Werdha Peneleh Surabaya. Skripsi. Tidak diterbitkan, Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhamadiyah, Surabaya.
24. Prihastuti. 2009. Pengaruh senam otak (Brain Gym) terhadap peningkatan kecakapan Berhitung siswa sekolah dasar. Skripsi. Tidak diterbitkan, Fakultas Psikologi Unair. Surabaya.
25. Puji L. 2009. Pengaruh Senam Otak terhadap fungsi memori jangka pendek anak dari keluarga Status Ekonomi Rendah. Tesis. Tidak diterbitkan, Program Pasca Sarjana Magister Ilmu Bioedik dan Program Pendidikan Dokter Spesialis 1 Ilmu Kesehatan Anak Universitas Diponegoro, Semarang.
26. Rachmah L. 2008. Pendidikan Jasmani Dan Prestasi Akademik:Tinjauan Neurosains. Skripsi. Tidak diterbitkan, Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Yogyakarta. Yogyakarta
27. Santrock, John. (2007). Perkembangan anak. Jilid I.Edisi ke-11. Erlangga. Jakarta.
28. Soetjiningsih. 1995. Tumbuh Kembang Anak. EGC. Jakarta.
29. Subagyo; Nurwening Tyas Wisnu. 2010. Pemberian Stimulasi Perkembangan Anak Sesuai Usia Oleh Orang Tua Balita. Skripsi. Tidak diterbitkan, Kebidanan. Surabaya.
30. Wibowo , Daniel. 2005. Anatomi tubuh manusia. PT Grasindo. Jakarta
31. Widyastuti S, Soedjatmiko, dan Agus F. 2005. Growth and Development Profile of Children at Two Day Care Centers in Jakarta, Paediatrica Indonesiana.Jakarta.
32. Wong. Donna L. 2004. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. EGC. Jakarta.
33. Yuni S. 2010. Meningkatkan Gerak Motorik Halus pada Jari-Jari Tangan Melalui Ketrampilan Kolase Siswa Tuna Grahita Ringan Kelas II SLB C Shanti Yoga Klaten Tahun Pelajaran 2008/2009. Skripsi. Tidak diterbitkan, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret. Surakarta.
Telah disetujui oleh, Pembimbing I
dr. Sudiarto, MS