Budaya melayu riau
description
Transcript of Budaya melayu riau
Budaya Melayu Riau
RamisalRetno Adha
Rotua Buana Wira Lestari. S
Sandra SatriaSilvi Rafika
Wildatussyaadah
XI IPA 3 SMAN 12 PEKANBARU
2012/2013
Presentasi Oleh :
Memahami Pakaian Melayu Riau
Pakaian merupakan symbol budaya yang menandai
perkembangan akulturasi dan kekhasan budaya tertentu. Pakaian juga
dapat pula menjadi penanda bagi pemikiran masyarakat,
termasuk pakaian tradisional melayu Riau.
Mengidentifikasi Jenis-jenis
Pakaian Melayu Riau
Pakaian harian adalah pakaian yang dikenakan ketika melakukan
kegiatan sehari-hari. Berdasarkan kelompok pemakai, pakaian harian
dapat dibedakan menjadi pakaian anak-anak, pakaian dewasa, dan
pakaian orang tua atau setengah baya.
· Pakaian Anak-anakPakaian anak laki-laki yang masih kecil disebut baju monyet. Setelah beranjak besar, anak laki-laki memakai Baju Teluk Belanga atau Baju
Cekak Musang. Terkadang juga memakai celana setengah bawah lutut, kopiah, dan tutup kepala dari kain segi empat. Anak laki-laki
juga memakai sarung etika pada saat mengaji dan beribadah. Sedangkan untuk anak perempuan yang belum dewasa memakai baju kurung yang selaras dengan kain bermotif bunga atau satu
warna dengan kain tersebut.
a. Pakaian Harian
· Pakaian Dewasa
Pakaian anak laki-laki yang telah dewasa disebut Baju Kurung Cekak Musang yang dilengkapi dengan kain samping berupa sarung perekat dan kopiah atau ikat kepala. Sedangkan untuk perempuan memakai Baju Kurung Laboh, Baju Kebaya Pendek, dan Baju Kurung Tulang Belut. Baju ini dipadukan dengan kain
sarung batik dan penutup kepala berupa selendang atau tudung lingkup. Perempuan yang melakukan kegiatan di ladang atau
sawah biasanya memakai tutup kepala berupa selendang atau kain belacu yang dinamakan tengkuluk.· Pakaian Orangtua
Pakaian untuk perempuan tua setengah baya ada berbagai macam, seperti Baju Kurung Teluk Belanga (Baju Kurung Tulang Belut), Kebaya
Laboh, dan Baju Kebaya sedikit lebih panjang. Kerudung untuk menutupi kepala berupa selendang segi empat yang dibentuk segitiga sehingga menyerupai jilbab. Sedangkan untuk laki-laki orang tua dan setengah baya memakai Baju Kurung Teluk Belanga atau Baju Kurung
Cekak Musang. Bahan pakaian ini adalah kain katun atau kain lejo. Baju ini agak longgar sehingga nyaman dipakai..
Pada zaman dahulu, pakaian resmi dipakai ketika menghadiri pertemuan resmi yang diadakan oleh kerajaan. Sedangkan di
masa sekarang, pakaian resmi dikenakan dalam berbagai acara pemerintahan. Pakaian resmi untuk laki-laki adalah Baju Kurung Cekak Musang lengkap dengan kopiah, kain
samping yang terbuat dari kain tenun Siak, Indragiri, Daik, dan daerah-daerah di Riau lainnya.
Bahan Baju Kurung Cekak Musang berupa kain sutra, kain satin, atau kain berkualitas tinggi lainnya. Sebagai
perlengkapannya antara lain kopiah dan kain samping. Bahan untuk kain samping adalah bahan yang terpilih, seperti kain
songket dan kain tenun lainnya. Sistem memakai kain samping ini ada dua macam, yaitu ikat dagang dalam dan
ikat dagang luar.
b. Pakaian Resmi
Pakaian resmi untuk perempuan dewasa adalah Baju Melayu Kebaya Laboh dan Baju Kurung Cekak Musang.
Bahan untuk membuat kedua baju ini adalah kain songket atau kain terpilih lainnya seperti Tenun Siak, Tenun
Indragiri, Tenun Trengganu, dan lain-lain. Bentuk Baju Kurung atau Kebaya Laboh ini mengikuti bentuk tubuh si pemakai, namun tidak terlalu longgar dan tidak terlalu
sempit.
Panjang baju perempuan yang masih gadis adalah tiga jari di atas lutut, sedangkan untuk orang tua panjang
bajunya tiga jari di bawah lutut.
Upacara yang pada zaman dulu diadakan oleh pihak kerajaan yang ada di Riau, kini dilanjutkan oleh
Lembaga Adat Melayu Riau atau oleh pemerintah daerah. Beberapa upacara tersebut seperti upacara
penobatan raja, upacara pelantikan, upacara penyambutan tamu, upacara penerimaan anugerah,
dan lain sebagainya.
Pakaian tradisional yang dipakai pada saat upacara adat dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu pakaian
untuk perempuan dan pakaian untuk laki-laki.
c. Pakaian Upacara Adat
Pakaian upacara untuk perempuan yang masih gadis berbeda dengan pakaian untuk perempuan yang sudah
menikah. Jenis pakaian yang dipakai untuk perempuan tua adalah Baju Kurung Tulang Belut. Sedangkan untuk
perempuan setengah baya dan gadis adalah Baju Kebaya Laboh Cekak Musang berwarna hitam yang terbuat dari
bahan sutra. Warna hitam pada pakaian ini hanya dipakai pada waktu upacara adat penobatan raja, menteri, atau
datuk.
Sedangkan untuk upacara adat yang lain, semisal upacara penerimaan tamu agung atau pun upacara penerimaan
anugerah, para perempuan memakai baju berwarna kuning. Selain memakai baju kurung dan kebaya,
perempuan Melayu yang menghadiri upacara adat juga memakai sanggul. Sanggul tersebut berbentuk sanggul
joget, sanggul lipat pandan yang berhiaskan bunga goyang di atasnya. Di sebelah kanan sanggul dihiasi jurai
panjang dan di sebelah kiri dihiasi jurai pendek.
Selain Baju Kurung Cekak Musang, pakaian pengantin laki-laki adalah kain samping motif yang serupa dengan celana dan baju, distar berbentuk mahkota dipakai di kepala, sebai warna kuning di bahu kiri, rantai panjang berbelit dua dikalungkan di leher, canggai yang dipakai di kelingking, sepatu
runcing di bagian depan, dan keris hulu burung serindit pendek yang diselipkan di sebelah kiri.
d. Pakaian Upacara Perkawinan
Baju pengantin laki-laki Melayu adalah Baju Kurung Cekak Musang atau Baju Kurung Teluk Belanga. Untuk daerah Limo Koto
Kampar baju pengantin laki-laki berbentuk jubah yang terbuat dari kain beludru. Baju Kurung Teluk Belanga terbuat dari bahan
tenunan Siak, Indragiri, Daek, maupun Trengganu dengan warna merah, biru,
kuning, dan hitam.
Kepala hanya memakai sanggul yang dihiasi dengan bunga-bunga. Pakaian pengantin perempuan pada Upacara
Akad Nikah adalah Baju Kebaya Laboh atau Baju Kurung Teluk. waktu upacara Bersanding adalah Kebaya
Laboh atau Baju Kurung Teluk Belanga
Busana yang dikenakan pengantin perempuan berbeda-beda,
tergantung jenis upacara adatnya. Pengantin perempuan pada upacara Malam Berinai memakai Baju Kurung
Teluk Belanga. Sedangkan saat Upacara Barandam, pengantin
perempuan memakai Baju Kurung Kebaya Laboh atau Kebaya Pendek.
Memahami Bentuk-bentuk
Pakaian Melayu Riau
1. Baju melayu gunting cina, baju ini biasa digunakan dalam sehari-hari dirumah, bersifat santai untuk
acara-acara tidak resmi. Bisa juga digunakan untuk menerima tamu dirumah atau pergi bertamu kerumah
kerabat.
Pakaian Melayu Laki-Laki
Pada kaum laki-laki terdapat tiga bentuk pakaian melayu, yaitu:
2. Baju melayu cekak musang terdiri dari celana, kain, dan songkok atau tanjak. Bentuk baju ini berupa leher
tidak berkerah dan berkancing hanya sebuah serta bagian depan leher baju berbelah kebawah sepanjang lebih kurang lima jari supaya mudah dimasukkan dari atas melalui kepala, berlengan lebar, serta berkocek sebuah dibagian atas kiri dan dua buah dibagian kiri dan kanan. Baju ini digunakan untuk acara keluarga
seperti kenduri.
3. Baju melayu teluk belanga, baju ini terdiri dari celana, kain samping, dan penutup kepala atau songkok. Bentuk
baju ialah leher berkerah dan berkancing ( berupa kancing tap, kancing emas atau permata dan lain-lain
bergantung pada tingkat social dan kemampuan pemakai). Jumlah kancing yang lazim empat buah
melambangkan “sahabat rasulullah” atau lima buah yang melambangkan “rukun islam”
1. Baju kurung, yang terdiri atas kain, baju dan selendang. Panjang atau kedalaman baju agak diatas lutut. Ada juga baju kurung untuk
sehari-hari dirumah yang kedalamannya sepinggang atau sedikit dibawah pinggang. Selendang dipakai dengan lepas di bahu dan biasanya tak melingkar dileher pemakai . bentuk baju berlengan panjang dan ukuran badan longgar, tidak boleh ketat. Bahannya
bervariasi: polos, berbunga-bunga, dll.
Pada kaum perempuan terdapat dua bentuk pakaian melayu, yaitu:
Pakaian Melayu Perempuan
2. Baju kebaya labuh, yang terdiri dari kain, baju, dan selendang. Panjang lengan baju kira-kira dua jari dari pergelangan tangan sehingga gelang yang dikenakan
perempuan kelihatan dan lebar lengan baju kira-kira tiga jari dari permukaan lengan. Kedalaman bervariasi dari sampai
betis atau sedikit keatas.
Bagi perempuan dalam berpakaian dilengkapi dengan siput (sanggul) yang terdiri dari tiga macam yaitu,:
Siput tegang. Biasanya digunakan untuk pengantin dan dikerjakan oleh Mak Andam.
Siput cekak. Biasanya digunakan untuk sehari-hari.
Siput lintang. Biasanya siput yang digunakan untuk perempuan yang berambut panjang, lebat,
dan terjurai.
Sedangkan untuk tudung atau penutup kepala dipakai dengan dua cara, yaitu·
Tudung digunakan untuk menutupi kepala dengan bagian yang agak terjurai dan terjuntai
kesamping pipi kiri dan kanan.
Tudung lingkup. Pemakaiannya mirip dengan cadar yang dipakai oleh wanita arab, yakni yang kelihatan hanya mata atau sekurang-kurangnya
hanya terlihat wajah.
FOTO / GAMBAR PAKAIAN ADAT, TRADISIONAL MELAYU KABUPATEN BENGKALIS RIAU
Beberapa pakaian adat melayu
di berbagai daerah Riau
GAMBAR / FOTO PAKAIAN ADAT, TRADISIONAL MELAYU TANJUNG PINANG, KEPULAUAN RIAU
FOTO / GAMBAR PAKAIAN ADAT, TRADISIONAL MELAYU BATAM KEPULAUAN RIAU
GAMBAR / FOTO PAKAIAN ADAT, TRADISIONAL INDRAGIRI RIAU
GAMBAR / FOTO PAKAIAN ADAT, TRADISIONAL MELAYU SIAK RIAU
Memahami Makna Filosofi
yang Terkandung
dalam Pakaian Melayu Riau
Bagi orang melayu, pakaian selain berfungsi sebagai penutup aurat dan pelindung tubuh dari panas dan dingin, juga mengisyaratkan lambang-lambang. Lambang-lambang itu mewujudkan nilai-nilai luhur yang dijunjung tinggi oleh
masyarakatnya.
Setiap simbol mengandung makna tertentu “ada benda ada maknanya, ada cara ada artinya, dan ada
letak ada sifatnya”. Begitu pula dalam pakaian melayu yang memiliki simbol dalam pakaian yang dikenakan
orang melayu.
1. Motif
Dilihat dari carak atau motifnya pakaian melayu memiliki simbol dan makna tertentu:
· Corak semut beriring. Corak ini dikaitkan dengan makna yang mengacu pada sifat kerukunan dan gotong
royong. · Corak itik pulang. Corak ini dikaitkan dengan dengan
kerukunan dan persatuan, tidak terpecah belah.· Corak naga berjuang. Corak ini dihubungkan dengan
legenda tentang tentang naga sebagai penguasa lautan, gagah berani, dan pejuang.
· Corak bunga-bunga. corak ini dikaitkan dengan keindahan, kecantikan, dan kesucian.
· Kuning. Digunakan untuk raja-raja dan bangsawan sebagai lambang kekuasaan
· Merah. Digunakan untuk masyarakat secara umum sebagai lambang kerakyatan.
· Hijau dan putih. Digunakan untuk alim ulama sebagai lambang agama islam
· Biru. Digunakan untuk orang besar kerajaan sebagai lambang orang patut-patut.
· Hitam. Digunakan pemangku dan pemuka adat sebagai lambang “hidup dikandung adat, mati
dikandung tanah”. Warna hitam juga dipakai sebagai warna kebesaran hulubalang atau panglima.
2. Warna
Simbol dalam bentuk warna mengatur hal-hal berikut:
Pakaian melayu dari ujung kaki sampai ujung rambut ada makna dan gunanya. Semua dikaitkan dengan norma sosial, agama, adat istiadat, sehingga pakaian berkembang dengan makna yang beraneka ragam. Pakaian melayu juga dikaitkan dengan fungsinya yaitu:
1. pakaian sebagai penutup malu, yang berarti pakaian berfungsi sebagai alat penutup aurat, menutup aib dan malu dalam arti yang luas. Kalau salah memakai menimbulkan malu, kalau salah corak juga menimbulkan malu, oleh karena itu pakaian harus dibuat, ditata dan dikenakan sesuai dengan ketentuan adat yang berlaku didalam masyarakat.
2. pakaian sebagai penjemput budi, yang berarti pakaian berfungsi untuk membentuk budi pekerti, membentuk kepribadian, membentuk watak sehingga si pemakai tahu diri dan berakhlak mulia.
3. Pakaian penjunjung adat, yang berarti pakaian harus mencerminkan nilai-nilai luhur yang terdapat didalam adat dan tradisi yang hidup dalam masyarakat.
4. Pakaian sebagai penolak bala, yang bermakna berpakaian dengan cara yang benar dan patut akan menghindarkan pemakainya dari mendapat bahaya atau malapetaka
5. Pakaian menjunjung bangsa, yang berarti dengan bersepadunya lambang-lambang dan nilai-nilai yang tertera dipakaian maka terjemalah kepribadian bangsa atau masyarakat pemakainya. Pakaian dalam budaya melayu harus mampu menunjukkan jati diri pemakainya.
Memahami Tata Cara
Mengenakan Pakaian
Melayu Riau
Baju Melayu Cekak MusangTata cara pemakaian: Bagi laki-laki, Baju cekak musang dipakai
dengan baju dipakai di luar (menutupi) celana dan kain samping. Baju ini dipakai dengan bagian lehernya dikaitkan dengan satu
kancing.
Baju Melayu Teluk Belanga
Tata cara pemakaian: Cara pemakaian Baju Kurung Teluk belanga mirip dengan Baju Kurung cekak musang. Namun khusus bagi kaum lelaki, baju kurung dimasukkan ke dalam kain samping (kain samping menutupi baju). Ini kebalikan dari Baju Kurung Cekak musang yang bajunya dipakai di luar (menutupi) kain
samping.
Pemakaian Kain Samping
Pemakaian kain samping dapat berbeda-beda berdasarkan status, acara yang sedang didatangai
dan sebagainya.
Dalam memakai kain sampin terdapat ketentuan, lambang dan makna tertentu.
1. Untuk anak2 muda/ bujangan : panjang/labuh kain sampinnya antara 2 jari sampai telempap diatas lutut
2. Lelaki beristri : panjang kain sampinnya tepat pada tempurung lutut3. Lelaki yg dituakan/berkedudukan tinggi /terpandang : panjang/labuh kain
sampinnya setelempap dibawah lutut4. Ulama : panjang labuh kain dua telempap di bawah lutut
1. Ikatan Lingkup Ini adalah cara memakai kain samping yang
paling sering dipakai orang. Kain sarung digulung ke atas dan dilingkup ke bahagian
depan atau bahagian samping. Mirip dengan cara memakai sarung untuk keperluan sehari-
hari.
2. Ikatan pancungCara memakai kain samping yang menggunakan kain
lepas. Kain dililitkan di pinggang dan sebelum sampai ke hujung kain, kain ini "dipancung", iaitu kain disemat sambil
membiarkan hujung kain terkulai ke bawah.
3. Ikatan KembungIni adalah cara memakai kain samping yang biasa dipakai
oleh mempelai laki-laki dalam acara pernikahan adat Melayu. Kata "kembung" berasal dari kesan
menggembung saat memakai ikatan ini. Kain sarung ditarik ke bahagian tengah atau tepi badan untuk kemudian diikat dan disimpul dalam berbagai macam cara agar melekat di
pinggang.
Pemakaian Kepala Kain
1. Untuk anak-anak dara (gadis), mukai kain atau kepala kain diletakkan pada bagian depan2. Untuk Perempuan yang sudah kawin dan masih bersuami, muka kainnya diletakkan disebelah belakang3. Perempuan yang menjadi isteri patut-patut atau orang terkemuka, maka muka kainnya diletakkan disebelah kanannya4. Sedangkan bagi perempuan yang sudah janda, muka kainnya diletakkan disebelah kirinya
Terhadap kaum lelaki, ketentuan letak muka kain atau kepala kain tidaklah secara menyeluruh, tetapi pada sebahagian wilayah kesatuan adat Melayu
menetapkan bagi yang sudah beristeri, letak muka kainnya dibelakang. bagi yang dituakan atau orang patut-patut, letak muka kainnya disebelah
kanan, sedangkan yang menduda letak muka kainnya disebelah kiri.
Kepala Kain
Memahami dan Mempraktekkan
Permainan RakyatMelayu Riau
Secara umum gasing terbuat dari kayu keras dengan bentuk badan
bulat, lonjong, piring terbang (pipih), kerucut, silinder dan bentuk-bentuk lainnya yang merupakan ciri khas
kedaerahan dengan ukuran bervariasi, terdiri dari bagian kepala,
bagian badan dan bagian kaki.
Gasing merupakan permainan tradisional masyarakat melayu Riau yang sampai saat ini masih eksis meski pengaruh modernisasi terus menerpa sesuai dengan
perkembangan zaman.
Gasing
Gasing dimainkan dengan tali yang
cukup panjang dan digulungkan
pada kayu bulat, runcing pada
bagian bawah dan terdapat katup
pada bagain atas. Dilempar dengan
keras ke tanah sehingga gasing
tersebut berputar dengan kencang.
Aturan permainan gasing ini
tergantung pada para pemainnya,
untuk kalangan anak-anak biasanya
menggunakan sistem bertahan lama
putaran gasing.
Cara bermain Gasing
Nilai pelestarian budaya. Memainkan atau bahkan mempertandingkan gasing berarti pula ikut
melestarikan kebudayaan tradisional. Pada permainan gasing, pelestarian budaya sebenarnya
tidak hanya terlihat dari penyelenggaraan permainan gasing itu saja, akan tetapi juga
pelestarian pakaian adat. Hal itu dikarenakan pada setiap pertandingan pemain diharuskan memakai
pakaian adat.
Nilai seni. Nilai ini tercermin dari pembuatan gasing yang tentu saja memerlukan keterampilan seni ukir dan kayu yang mumpuni. Oleh sebagian
pengrajin, gasing terkadang dibuat dengan serutan yang sangat halus, sehingga gasing juga dapat
dijadikan benda seni yang dapat dikoleksi. Bentuk gasing yang kecil bagian atasnya dan besar bagian bawahnya seperti kendi atau teko tempat minum mengingatkan pada bentuk dewa rezeki dalam
kepercayaan orang Cina.
Nilai sportivitas (kejujuran). Pertandingan gasing tentu saja mengajarkan pada pemain
khususnya dan masyarakat umumnya tentang nilai kejujuran. Hal ini dikarenakan pemain dapat
saja tidak jujur dalam bertanding, misalnya dengan memukul gasing musuh terlalu dekat
atau bersekutu dengan juri pertandingan sehingga dimenangkan.
Nilai menjaga kekompakan tim. Pada beberapa pertandingan gasing, terkadang
pertandingan memang sengaja diatur berdasarkan tim bukan perseorangan. Jika atas
nama tim maka satu tim harus menjaga kekompakan dan kerjasama yang baik. Pelatih
dan pemain harus jeli dalam membuat strategi, khususnya ketika mencarikan lawan pemainnya. Jika salah dalam mencarikan lawan pemainnya
tentu saja akan mengakibatkan kekalahan.
Congkak
Congkak ialah permainan tradisional Melayu yang menggunakan papan kayu berlubang atau lubang di atas tanah dan buahnya daripada biji congkak, biji
getah, biji guli dan lain-lain. Di utara semenanjung ianya dipanggil juga Jongkok. Permainan ini telah wujud sejak
zaman Kesultanan Melayu Melaka, dan kemudian tersebar ke Asia Tenggara terutama di kerajaan Malaka
melalui dunia perdagangan.
Pada zaman dulu, congkak hanya dimainakan oleh keluarga istana, seperti putri-putri raja. Tetapi sejalan dengan waktu, sekarang congkak telah dikenal oleh
rakyat-rakyat biasa.Congkak mempunyai sebutan yang berbeza-beza
bergantung dengan negaranya.
Dua orang pemain duduk berhadapan menghadap papan congkak, lalu kedua-dua pemain serentak mencapai buah di kampung masing-masing dan
memasukkan buah satu demi satu di dalam lubang kampung dengan pergerakan dari kanan ke kiri hingga ke rumah dan kampung lawan.Gerakan
diteruskan hingga buah yang terakhir pada tangan dimasukkan dalam kampung kosong di kawasan sendiri atau lawan dan pemain hendaklah
berhenti, sekiranya buah itu jatuh atau mati di kampung sendiri.Pemain itu boleh menembak kampung lawan yang setentang dengan
kampungnya iaitu mengaut kesemua buah (jika ada) di dalam kampung tersebut.Pihak lawan mengambil giliran meneruskan permainan hingga
buahnya mati.
Sekiranya buah terakhir jatuh di dalam rumah sendiri, pemain boleh meneruskan permainan dengan mengambil buah yang masih banyak di
mana-mana kampung sendiri. Jika buah terakhir jatuh di kampung kosong pihak lawan, maka permainan itu mati di situ dan pihak lawan boleh
memulakan permainan seterusnya hingga mati.
Setelah tamat pusingan pertama, setiap pemain mengisi semula kampung dengan buah congkak dan jika ada kampung yang tidak cukup buah, ia dianggap terbakar. Kampung ini tidak boleh diisi apabila bermain pada
pusingan yang kedua, ketiga dan seterusnya hingga pihak lawan mengaku kalah.
Cara bermain congkak
Nilai budaya
Ketelitian, kecerdasan dan kejujuran sangat dibutuhkan di dalam permain congkak ini. Ketelitian dituntut agar ketika memasukkan
buah congkak tidak salah, seperti salah memasukkan buah congkak ke lubang induk pemain lawan, atau kesalahan-
kesalahan lain; kecerdasan dibutuhkan agar seorang pemain bisa memenangkan permainan tersebut; sementara kejujuran diharapkan agar masing-masing pemain bersikap sportif, dan tidak menipu lawannya ketika lawan tersebut dalam keadaan
lengah.
Patok Lele
Berasal dari anak-anak yang ada di perkampungan nelayan, namun lama-
kelamaan menjadi kegemarandan diambil alih oleh anak-anak bangsawan
Kesultanan Riau abad XVII. Dalam perkembangannya saat ini,
main canang kembali lagi menjadi permainan rakyat. Artinya, tidak hanya dilakukan oleh
anak-anakbangsawan saja, tetapi siapa saja dapat
memainkannya.Canang atau patok lele dapat dimainkan oleh kaum laki-laki atau perempuan. Jadi, tidak ada kaitannya dengan perbedaan
jenis kelamin. Permainan yang dilakukan oleh orang yang berusia 7--20 tahun ini,
biasanya hanyadimainkan oleh 2--5 orang.
Cara bermain Patok Lele
Permainan ini dapat dikatakan tidak membutuhkan tempat yang luas, dan dapat dimainkan di berbagai tempat seperti, badan-badan
jalan, baik itu di lembah, lereng gunung, ataupun pantai. Perlatannya cukup sederhana, yaitu berupa dua buah kayu patok lele yang ukurannya berbeda. Kayu yang disebut induk canang
berkuruan panjang kurang lebih 30 cm dan lebar 2,5 cm. Sedangkan anak canang berukuran panjang kurang lebih 18 cm dan lebar 0,75
cm.
Kelengkapan lainnya adalah sebuah lubang berukuran panjang kurang lebih
30 cm, lebar kurang lebih 5 cm, dan dalam kurang lebih 3--5 cm. Lubang ini dibuat di pangkal arena sebagai sentral atau pusat arena. Selain itu, ada sebuah
garis batas tikam atau biasa disebut garis benteng. Garis ini berfungsi sebagai
penentu sah atau tidak jatuhnya kayu canang yang dilentingkan oleh pemain.
Nilai Budaya
Nilai yang terkandung dalam permainan ini adalah kecermatan, keagamaan (Islam) dan sportivitas. Nilai kecermatan tercermin dalam usaha setiap pemain agar jatuhnya kayu canang dinilai sah karena ada garis batas tikam yang berfungsi
sebagai penentu syah atau tidak jatuhnya kayu canang yang dilentingkan oleh pemain. Nilai
keagamaan tercermin dalam pembagian kelompok yang sejenis untuk menghindari segala sesuatu yang tidak diinginkan karena bukan muhrimnya. Nilai sportivitas tercermin dari adanya kesadaran bahwa dalam permainan tentunya ada pihak yang kalah dan menang. Oleh karena itu, setiap pemain dapat menerima kekalahan dengan lapang dada.
Sepak Raga
Sepak raga merupakan hasil kombinasi permainan sepak bola dengan bola volley yang menggunakan
lapangan berukuran seperti lapangan ganda bulutangkis.
Permainan sepak raga bersifat kompetisi yang dimainkan secara kolektif oleh dua regu. Setiap regu terdiri dari tiga orang pemain: tekong (server), apit kanan (right inside) dan apit kiri
(left inside).
Tekong adalah pemain yang berada di tengah-tengah lapangan, berfungsi sebagai tukang servis bola, menerima dan menahan
serangan dari regu lawan di bagian belakang lapangan; apit kanan dan apit kiri adalah pemain yang posisinya di sebelah
kanan dan kiri bagian depan tekong, berada di dekat net, bertugas sebagai pelempar bola ke tekong, penerima dan
pemblok bola dari pihak lawan.
Cara bermain sepak raga
1. Setiap regu terdiri dari 3 orang pemain: tekong, apit kanan dan apit kiri.
2. Tugas pemain adalah melempar, menendang dan menanduk bola. Pemain yang betugas untuk melempar bola ketika bola diservis adalah apit kanan atau apit kiri, sementara yang menendang bola hanya tekong. Setelah bola diservis, apit kanan dan apit kiri boleh menendang seperti tekong, menanduk atau memblok bola dari pihak lawan sesuai dengan aturan permainan.
3. Setiap pemain boleh menyentuh bola dengan kepala, dada dan kaki sebanyak tiga kali berturutturut, tidak boleh menyentuhnya dengan tangan.
4. Posisi pemain tidak bertukar seperti dalam permainan bola volley.
5. Regu yang berhasil memasukkan bola ke daerah lawan, dan lawan tidak bisa memblok atau mengembalikannya, mendapat nilai 1 poin.
6. Skor permainan dibagi menjadi tiga babak, setiap babak terdiri dari 15 poin.
7. Regu yang memenangkan dua babak permainan dinyatakan sebagai pemenang.
Nilai Budaya
Permainan sepak raga pertama-tama dimainkan oleh para elit kerajaan sekedar untuk hiburan. Saat itu,
permainan ini tidak boleh dimainkan oleh rakyat biasa untuk menjaga martabat para pemainnya, sebab, jika elit kerajaan bermain sepak raga dengan rakyat biasa berarti telah menjatuhkan martabat elit kerajaan tersebut. Tetapi bila dimainkan oleh sesama keluarga istana, hal tersebut
tidak merendahkan martabat elit kerajaan ini.
Namun, dengan perubahan zaman, olah raga yang dianggap sakral ini tidak hanya dimainkan oleh kalangan elit kerajaan, tetapi juga oleh masyarakat biasa. Nilai-nilai
sakral berubah menjadi hal yang biasa, dari olah raga bermartabat, sekedar hiburan, aturan longgar dan berskala lokal, menjadi olah raga yang merakyat, kompetitif, lebih ketat dan disiplin dan berskala
internasional. Dengan demikian, sepak raga sudah menjadi milik dunia, tetapi berawal dari elit kerajaan
istana.
Galah Panjang
Di daerah Riau Daratan, permainan galah panjang ini disebut main cak bur atau main
belon. Permainan galah termasuk dalam kategori permainan hiburan
yang dirmainkan secara kolektif oleh dua kelompok: penyerang dan penghadang.
Biasanya, anak-anakbermain galah pada waktu sore atau malam hari
di saat terang bulan.
Jumlah pemain per kelompok antara 3-6 orang dengan usia antara 7-20 tahun, boleh dimainkan oleh anak laki-laki, anak perempuan atau campuran antara keduanya.
Main galah dilakukan di tanah lapang yangberukuran 12 x 6 m. Di tanah lapang tersebut dibuatkan
garis lurus memanjang dan garis galah lintang. Garis lurus memanjang disebut garis galah panjang atau lunas
galah, letaknya di tengah-tengah, luruspada garis-garis lintangnya; sementara garis galah
lintang pada posisi sejajar, jaraknya sama antara satu dengan lainnya, berjumlah sesuai dengan jumlah pemain
dikurangi 1.
Cara bermain Galah Panjang
Ada dua jenis tangkap dalam permainan ini: tangkap lekat dan
tangkap sekedar menyentuh tubuh atau anggota badan lainnya. Bila yang disepakati adalah tangkap lekat, maka penghadang harus
menangkap penyerang dengan cara merangkul hingga bergumul. Si
penyerang boleh meronta, tapitidak boleh meninju;
sebaliknya, bila yang disepakati hanya dengan menyentuh tubuh
atau anggotabadan penyerang, maka
penghadang cukup menyentuh tubuh atau anggota badan
penyerangtersebut.
Bila pihak penghadang memangkah kaki penyerang hingga terjatuh, maka penyerang dibebaskan naik ke galah atas dan dibebaskan pula turun hingga
mendapatkan nilai caboo (mendapatkan point)Sekali.Bila penyerang keluar dari garis permainan, atau memperlambat waktu dengan cara duduk-duduk di lapangan permainan, maka dilakukan tukar
bebas, yaitu penghadang berganti posisi menjadi penyerang, karena penyerang dianggap telah melakukan kesalahan.
Pacu Jalur
Pada awalnya pacu jalur diselenggarakan di kampung-kampung di sepanjang Sungai Kuantan untuk memperingati hari besar Islam, seperti Maulid Nabi Muhammad SAW, Idul Fitri, atau Tahun Baru 1 Muharam. Ketika itu setiap perlombaan tidak selalu diikuti dengan pemberian
hadiah. Artinya, ada kampung yang menyediakan hadiah dan ada yang tidak menyediakannya. Lomba yang tidak menyediakan hadiah diakhiri dengan acara makan bersama. Adapun jenis
makanannya adalah makanan tradisional setempat, seperti: konji, godok, lopek, paniaran, lida kambing, dan buah golek. Sedangkan, lomba yang berhadiah, penyelenggara mesti menyediakan
empat buah marewa2 yang ukurannya berbeda-beda. Juara I memperoleh ukuran yang besar dan juara IV memperoleh ukuran yang paling kecil. Namun, dewasa ini hadiah tidak lagi berupa
marewa tetapi berupa hewan ternak (sapi, kerbau, atau kambing).
Ketika Belanda mulai memasuki daerah Riau (sekitar tahun 1905), tepatnya di kawasan yang sekarang menjadi Kota Teluk Kuantan, mereka
memanfaatkan pacu jalur dalam merayakan hari ulang tahun Ratu Wilhelmina yang jatuh pada setiap tanggal 31 Agustus. Akibatnya, pacu
jalur tidak lagi dirayakan pada hari-hari raya umat Islam. Penduduk Teluk Kuantan malah menganggap setiap perayaan HUT Ratu Wilhelmina itu
sebagai datangnya tahun baru. Oleh karena itu, sampai saat ini masih ada yang menyebut kegiatan pacu jalur sebagai pacu tambaru. Kegiatan pacu jalur sempat terhenti di zaman Jepang. Namun, pada masa kemerdekaan pacu jalur diadakan kembali secara rutin untuk memperingati hari ulang
tahun kemerdekaan Republik Indonesia (17- Agustusan).
Pemain Pacu JalurPacu jalur hanya dilakukan oleh para laki-laki yang berusia antara 15--40 tahun secara beregu. Setiap regu jumlah anggotanya antara 40--60 orang (bergantung dari ukuran jalur). Anggota
sebuah jalur disebut anak pacu, terdiri atas: tukang kayu, tukang concang (komandan, pemberi aba-aba), tukang pinggang (juru mudi), tukang onjai (pemberi irama di bagian kemudi dengan cara menggoyang-goyangkan badan) dan tukang tari yang membantu tukang onjai memberi
tekanan yang seimbang agar jalur berjungkat-jungkit secara teratur dan berirama. Selain pemain, dalam lomba pacu jalur juga ada wasit dan juri yang bertugas mengawasi jalannya
perlombaan dan menetapkan pemenang.
Aturan Permainan Pacu JalurPacu jalur dapat dibagi menjadi beberapa tingkatan, yaitu: (1) pacu
antarbanjar atau dusun; (2) pacu antardesa atau kelurahan; dan (3) pacu antarkecamatan yang ada di wilayah Kuantan Sengingi. Aturan dalam
ketiga tingkatan perlombaan pacu jalur tersebut tergolong mudah, yaitu regu jalur yang dapat mencapai garis finish terlebih dahulu dari regu lain,
dinyatakan sebagai pemenangnya. Pertandingan pacu jalur biasanya dilakukan dengan dua sistem yaitu: setengah kompetisi dan sistem gugur
untuk menentukan pemenang pertama hingga keempat dan sepuluh besar.
Nilai Budaya Pacu Jalur
Nilai budaya yang terkandung dalam pacu jalur adalah: kerja keras, ketangkasan, keuletan, kerja sama dan
sportivitas. Nilai kerja keras tercermin dari semangat para pemain yang berusaha agar jalurnya dapat mendahului jalur regu lain. Nilai ketangkasan dan
keuletan tercermin dari teknik-teknik yang dilakukan oleh anggota sebuah regu dalam menjalankan jalur agar
dapat melaju dengan cepat dan tidak tenggelam. Nilai kerja sama tercermin dari anggota regu yang berusaha bersama-sama mengendalikan jalur agar dapat melaju cepat dan memenangkan perlombaan. Nilai sportivitas
tercermin tidak hanya dari sikap para pemain yang tidak berbuat curang saat berlangsungnya permainan, tetapi
juga mau menerima kekalahan dengan lapang dada.
Kolek
Kolek atau biasa juga disebut dengan sampan, adalah sebuah perahu yang pada umumnya digunakan sebagai alat transportasi untuk
menyeberangi laut dari satu pulau ke pulau yang lain dan juga untuk mencari ikan.
Dalam membuat kolek, sebelum digunakan untuk keperluan sehari-hari, para nelayan biasanya akan menguji-cobanya terlebih dahulu. Konon, pada saat uji coba tersebut, yang kadang diturunkan 2--3 buah
kolek baru sekaligus, menimbulkan suatu inisiatif para pembuatnya untuk melombakan koleknya
sebagai hiburan setelah bekerja berhari-hari membuat kolek. Lama-kelamaan, karena banyak
orang yang tertarik untuk menonton, dari kegiatan yang hanya bersifat “main-main” tersebut akhirnya berkembang menjadi suatu permainan yang disebut
dengan lomba kolek.
Pemain
Lomba kolek hanya dilakukan oleh para laki-laki yang berusia antara 15--40 tahun secara beregu. Jumlah anggotanya
bergantung dari ukuran kolek. Dalam hal ini kolek kecil (3 orang, kolek sedang (4 orang), kolek menengah (5 orang); kolek besar (7 orang), dan kolek lambung (9 orang). Untuk
kolek kecil hingga menengah umumnya didominasi oleh para nelayan dan penggemar kolek yang mempunyai dana “pas-
pasan”, sehingga “hanya mampu” membuat kolek yang dapat memuat 3--5 orang. Sedangkan, untuk kolek besar dan
lambung biasanya dimiliki oleh nelayan dan penggemar kolek yang dapat dikategorikan sebagai “orang kaya”.
Aturan PermainanAturan dalam perlombaan kolek tergolong mudah, yaitu regu kolek yang
dapat memutari arena dan mencapai garis finish terlebih dahulu dari regu lain, dinyatakan sebagai pemenangnya. Selain adu cepat menuju garis finish,
para peserta juga diharuskan untuk melewati bendera-bendera yang dipancang di sekitar belokan-belokan jalur lintasan lomba.
Nilai Budaya
Nilai budaya yang terkandung dalam lomba kolek adalah: kerja keras, ketangkasan, keuletan,
kecermatan, kerja sama dan sportivitas. Nilai kerja keras tercermin dari semangat para pemain yang
berusaha agar koleknya dapat mendahului kolek regu lain. Nilai ketangkasan dan keuletan tercermin dari
teknik-teknik yang dilakukan oleh anggota sebuah regu dalam menjalankan kolek agar dapat melaju dengan
cepat dan tidak tenggelam. Nilai kecermatan tercermin dari usaha para regu kolek untuk sedapat mungkin melewati pancang-pancang yang ditetapkan oleh panitia lomba sebagai arah belok kolek. Nilai kerja sama tercermin dari anggota regu yang berusaha
bersama-sama mengendalikan kolek agar dapat melaju cepat dan memenangkan perlombaan. Nilai sportivitas
tercermin tidak hanya dari sikap para pemain yang tidak berbuat curang saat berlangsungnya permainan, tetapi juga mau menerima kekalahan dengan lapang
dada.
Layang-layang Bengkalis
sejak zaman penjajahan (Belanda) permainan itu tidak asing lagi bagi masyarakat Bengkalis, khususnya di daerah
Sungai Pakning. Jenis-jenis layang-layang yang dapat dijumpai di Bengkalis adalah layang-layang: Kawau, Sahari
bulan/Sri Bulan, Gasing, Camar, dan Serawai.
Layang-layang Kawau rangkanya terbuat dari bilah bambu. Jumlahnya ada 6 buah, dengan rincian: kepak 2 buah, batang 2 buah dan ekor 2 buah.
Layang-layang Sahari Bulan/Sri Bulan rangkanya terbuat dari bilah bambu. Jumlahnya ada 5 buah, dengan rincian: kepak 2 buah, batang sebuah dan ekor 2 buah. Layang-layang Gasing rangkanya terbuat dari bilah bambu. Jumlahnya ada 4, dengan rincian: kepak 2 buah, batang sebuah dan ekor sebuah. Layang-layang Camar rangkanya terbuat dari bilah bambu. Jumlahnya ada 7 buah, dengan rincian: kepak 2 buah, batang sebuah dan ekor 4 buah. Layang-layang Serawai rangkanya terbuat dari bilah bambu. Jumlahnya ada 4 buah, dengan rincian: kepak 2 buah, batang sebuah dan ekor sebuah.
PemainLayang-layang dapat dikatakan sebagai permainan lelaki karena umumnya yang
melakukannya adalah para lelaki, baik tua, muda maupun anak-anak. Agar layang-layang dapat naik ke angkasa dan stabil diperlukan keahlian
atau pengetahuan khusus, mengenai: arah angin, kapan harus megulur benang, dan kapan harus
menariknya. Aturan dan Proses PermainanKemarau adalah musim yang pas untuk bermain layang-layang, biasanya dilakukan pada pagi atau sore hari. Ada dua jenis permainan beserta aturannya yang ditumbuh-
kembangkan oleh masyarakat Bengkalis, yaitu permainan bergelas dan permainan yang mengutamakan bentuk serta
keindahan. Permainan pertama (bergelas) hanya untuk layang-layang serawai. Dalam permainan ini para pemain berusaha untuk membelitkan benang layang-layangnya
pada benang layang-layang lawan di atas ketinggian kurang lebih 150 meter dari permukaan tanah.
Pemain yang layang-layangnya tetap di udara adalah yang menang, sedangkan yang putus adalah yang kalah.
Permainan kedua adalah dengan mempertandingkan keindahan bentuk dan bunyi layang-layang tanpa melihat
ukuran layang-layang. Dalam permainan ini para juri menilai keindahan bentuk dan bunyi layang-layang yang
berada di ketinggian kurang lebih 150 meter dari permukaan tanah. Dalam sebuah pertandingan layang-
layang bisa memakan waktu kurang lebih 2 jam.
Nilai Budaya
Nilai yang terkandung dalam permainan layang-layang ini tidak hanya kompetitif tetapi juga kreatif, sportif, dan estetik (seni). Nilai kompetitif tercermin dari semangat setiap pemain yang berusaha untuk menjadi pemenang. Dengan perkataan lain, setiap
pemain menjadi pesaing pemain lainnya.
Nilai sportif tercermin dari kesadaran bahwa dalam suatu permainan pasti akan ada yang menang dan ada yang kalah, kalah dan atau menang suatu hal yang lumrah dalam suatu permainan. Nilai kreatif
tercermin dari pembuatan layang-layang yang sedemikan rupa, sehingga bisa tampil “beda”.
Sedangkan, nilai estetik tercermin dari tampilnya layang-layang yang tidak hanya bisa mengudara,
tetapi sedap dipandang mata. Jadi, ada unsur keindahannya.
Permainan Guli
Guli atau kelereng termasuk permainan rakyat yang digemari oleh anak-anak untuk mengisi waktu senggang pada pagi atau sore
hari, biasanya di tempat-tempat teduh. Guli biasanya dimainkan ketika musim panas/kemarau, karena membutuhkan lubang yang digali di tanah kering. Bila tanah agak becek, maka permainan guli
ini tidak mengasyikkan, karena buah guli akan lengket.
Pada zaman dulu, guli dibuat dari potongan-potongan kayu yang dibulatkan dengan ukuran sebesar telur ayam, atau dari kulit kima, yakni
sejenis karang besar yang terdapat di dasar laut atau di tebing-tebing karang. Dengan perubahan zaman, terutama setelah Perang Dunia Pertama,
guli kemudian dibuat dari bahan kapur yang diaduk dengan semen, ukurannya sebesar ibu jari kaki. Akhir-akhir ini, guli dibuat dari bahan kaca dengan ukuran yang beragam, dari ukuran jari
kelingking hingga ibu jari kaki.
Pemain Permainan guli dikelompokkan menjadi dua: main beraje dan main
berundung. Main beraje dilakukan secara perorangan atau satu lawan satu, dimainkan oleh anak laki-laki atau anak perempuan dengan jumlah pemain
antara 2-5 orang yang berumur antara 6-12 tahun. Sedangkan main berundung adalah permainan yang terdiri dari dua regu, masing-masing regu
terdiri dari 2-4 orang, dimainkan oleh anak laki-laki, anak perempuan atau campuran keduanya.
Proses permainan•Proses main beraje.
Dalam permainan ini, ada istilah pemain I, II dan III. Urutan ini diperoleh dari pengundian yang dilakukan dengan cara menggelindingkan guli dari lubang raja ke lubang bawah.
Guli pemain yang paling dekat dengan lubang bawah menjadi pemain pertama yang akan melakukan setikan (jentikan), disusul oleh guli pemain kedua, ketiga dan
seterusnya. Selanjutnya, pemain tersebut menyetikkan gulinya dari lubang raja ke lubang tengah. Jika masuk,
maka ia ambek raje dengan cara menggelindingkan gulinya ke lubang raje. Jika tidak masuk, maka giliran pemain kedua yang akan menggelindingkan gulinya dengan dua pilihan: memasukkan gulinya ke lubang
tengah atau memangkah guli pemain pertama agar jauh dari lubang tengah, dan kemudian memasukkan gulinya ke
lubang tengah tersebut..
Bila pemain pertama dapat memasukkan gulinya ke lubang tengah dan lubang bawah, maka ia berusaha lagi memasukkan gulinya ke lubang tengah sebagai
bentuk nurun. Jika gagal, maka permainan dilanjutkan oleh pemain kedua, dan seterusnya.
Namun, bila berhasil, maka ia dinyatakan sebagai pemenang dan memiliki hak untuk menghalau guli-guli lawannya yang ingin masuk ke garis kandang
atau kandang raja. Sementara pemain kedua, ketiga dan seterusnya dinyatakan sebagai pemain yang kalah atau lenget. Sebagai sanksinya, pemain-
pemain yang kalah menyerahkan mata kaki bagian luar atau dalam untuk dipangkah dengan guli sang
pemenang. Setelah itu, permainan dilanjutkan dengan mamasuki babak kedua dengan proses
permainan yang sama.
Apabila pemain kedua ini tidak dapat memasukkan gulinya ke lubang tengah, maka giliran pemain ketiga yang akan
memasukkan gulinya seperti yang dilakukan oleh pemain sebelumnya. Jika pemain kedua, ketiga dan seterusnya abus
dan tidak dapat memasukkan gulinya ke lubang tengah, maka pemain pertama yang mendapat giliran melanjutkan
permainan. Pemain pertama ini boleh memangkah guli lawannya dengan cara kusen atau sekuru agar guli-guli lawannya jauh dari lubang yang dituju, sehingga dapat
dengan mudah melanjutkan permainannya
•Proses main berundung
Proses main berundung tidak berbeda jauh dengan main beraje, hanya dalam main berundung para pemainnya dibentuk per regu, misalnya regu A dan regu B, dan perlu adanya kerjasama yang baik antara anggota
kelompok tersebut. Selain itu, dalam main berundung terdapat pembagian kerja antara satu anggota dengan yang lain. Misalnya, jika salah satu dari regu A gagal melanjutkan permainan, maka anggota lainnya akan
meneruskan permainan tersebut. Tetapi, jika semuanya gagal, maka permainan dibawakan oleh regu B dengan
cara berbagi tugas. Pemain pertama menghalau guli-guli yang dekat dengan lubang tengah, pemain kedua
mengambil lubang tengah, kemudian lubang bawah, dan begitulah seterusnya. Dari uraian tersebut, jelaslah
bahwa perbedaan yang mencolok antara main beraje dengan main berundung ini terletak pada kerjasama
antara masing-masing anggota dalam kelompok tersebut.
Regu yang terlebih dahulu menguasai lubang tengah dan menjadi raja dinyatakan sebagai pemenang, sebaliknya
regu yang tidak bisa menguasai lubang tengah dinyatakan sebagai pihak yang kalah. Sebagai
sanksinya, mereka menyerahkan mata kaki untuk dipangkah oleh regu yang menang. Inilah akhir dari
permainan guli jenis main berundung ini.
Nilai budaya
Dalam permainan ini tidak ditemukan perbedaam status sosial, setiap orang boleh memainkannya, dari anak
para nelayan, petani, hingga anak pegawai negeri, dan lain-lain.
Selain itu, tingkat kekompakan juga menjadi salah satu syarat untuk meraih kemenangan, terutama dalam main berundung. Untuk itu, para pemain harus memiliki rasa
solidaritas yang tinggi dengan menafikan sikap individualis dari masing-masing pemain tersebut.
Dengan demikian, permainan guli ini dapat dijadikan sebagai perekat nilai-nilai persatuan dalam suatu
masyarakat.
Memahami dan Mendemonstrasikan
Tradisi sistem pencaharian masyarakat Melayu Riau
Memahami Keragaman
Mata pencaharian Masyarakat
Melayu Riau
Pada dasarnya keluarga masyarakat Melayu
sejak zaman bahari telah melakukan beragam
cara untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Masyarakat Melayu juga memiliki dan menguasai
bermacam-macam teknologi, mulai dari teknologi
yang menghasilkan makanan dan tumbuh-
tumbuhan (yang kemudian menjadi pertanian),
berburu (yang berkembang menjadi usaha
peternakan), menangkap ikan (yang berkembang
menjadi usaha perikanan dengan berbagai
teknologi penangkapan yang dipakai), serta cara
mengangkut hasil-hasil usaha yang disebutkan
diatas.
Keragaman mata pencaharian masyarakat Melayu dibagian daratan Sumatera ( Riau Daratan) dapat
dijadikan dasar untuk menelusuri keragaman teknologi yang ada dalam masyarakat. Setiap jenis mata pencaharian biasanya mempunyai beberapa cara dan alat. Alat dan cara penggunannya akan menampakkan teknologinya. Peralatan dan cara
penggunaannya dipengaruhi oleh lingkungan dan sumberdaya yang akan di olah, sehingga lahir
berbagai teknologi.
Walaupun teknologi itu menghasilkan hal yang sama atau mempunyai fungsi yang sama, tapi
teknologi tetap berbeda. Dengan demikian, dapat dipahami bahwa masyarakat Melayu mampu secara
aktif menghasilkan berbagai teknologi dan sekaligus mengembangkannya sesuai dengan fungsi dan
pengaruh lingkungan tempat digunakannya teknologi tersebut. Masyarakat Melayu tidak canggung dengan perubahan teknologi, asal
teknologi tersebut lebih menguntungkan dan mudah diterapkan , seperti teknologi dalam pertanian.
Jadi, mata pencaharian masyarakat melayu riau antara
lain:
•Pertanian•Peternakan•Perikanan•Perkebunan•Berniaga (berdagang)•Selain itu, masyarakat melayu juga
memanfaatkan hasil hutan, seperti mengambil kelapa, dan enau.
Memhami Tata Cara Bercocok
Tanam Masyarakat Melayu Riau
Pada dasarnya pertanian didaerah ini adalah pertanian dengan systemladang. Disamping itu ada pula usaha perkebunan karet rakyat. Alat-alat yang
digunakan untuk perladangan ini sangatlah sederhananya, terdiri dari : beliung,parang panjang, parang pendek atau candung, tuai atau ani-ani, bakul, lesung,
dan antan (alu), dan nyiru (tampah).
candung Tajak
beliung Sabit
Pertanian dengan system ladang ini, cara pengolahan tanahnya sangatsederhana, tidak memerlukan cangkol atau pacul.
Tahap-tahapnya :
1. Memilih tempat (. Hutan yang dianggap subur )2. Membersihkan sekeliling tempat yang akan dibakar dari daun-daun kering supaya api tidak menjalar ke
hutan sekitarnya. 3. Menebas tumbuh-tumbuhan kecil.
4. menebang pohon-pohon dan dahan-dahannya dipotong supaya gampang nantinya dimakan api.
5. membakar hutan dilakukan setelah 1 atau 2 bulan .6. Pembakaran dimulai dari atas angin, sehingga
dengan bantuan angin api akan menjalar keseluruh lapangan.
7. Setelah abu pembakaran tersebut dingin, biasanya pada hari kedua atau ketiga setelah dibakar, bibit
tanaman pun mulai disemai.
Demonstrasi Tata Cara Upacara Ritual dalam
Bercocok Tanam
Masyarakat Melayu Riau
Upacara menentukan tempat berkebun :
Upacara ini dilakukan untuk mencari tempat yang cocok untuk dibuat ladang. Dan tidak mengganggu keserasian makhluk hidup yang ada.
Upacara ini dipimpin oleh orang yang mengetahui tradisi ini yang disebut tok bomo atau tok pawang. Acara ini dilakukan ditempat
orang yang hendak membuat ladang.
Peralatan yang digunakan adalah tali daun pandan kering delapan helai. Peralatan lain yang digunakan adalah kunyit, kemejan, dan
sesajen.tali pandan kering ini dipakai tok bomo untuk berkomunikasi dengan makhlus halus, diterima atau tidak untuk membuka lahan.
Tok pawang duduk sambil mebakar kemenyan, sekiranya makhluk halus telah datang dimulai dialog dengan membaca surat an-nas dan
al-ikhlas.
Upacara Panen Padi :
Upacara dilakukan ketika akan memanen padi. Upacara ini dilakukan secara beramai-ramai dengan batobo. Jika hasil petani mencapai
nisab/zakat maka akan diadakan acara doa yang diikuti dengan dzikir dan rebana
Upacara Mengilang tebu:
Pekerjaan kebun tebu ini pada saat mengilang dilakukan secara bersama-sama. Cara mengilang
tebu yaitu dikilang dalam suatu kilang yang terbuat dari 3 buah kilang , ketiga kiang tersebut di rangkai dan diputar pada kanan kirinya secara
teratur dan searah sambil tebu dimasukkan disela-sela kilang . Air tebu yang keluar
ditampung. Proses pengilangan diiringi dengan kesenian rarak.
Upacara Doa Padang :
Upacara ini dilakukan dengan berdoa diladang atau sawah ketika akan turun berladang atau bersawah. Upacara ini dilakukan oleh pemuka daerah atau kampung. Upacara ini dilaksanakan dengan
disertai pemotongan kambing atau sapi. Upacara ini diiringi kesenian rarak dan puncaknya mengadakan dzikir dan doa
Memahami Tradisi
Nelayan Masyarakat
Melayu Riau
Sebagai budaya dan tradisi masyarakat melayu, ritual atau panjat do'a dengan istilah tepung tawar sudah menjadi tradisi yang tidak bisa
dihilangkan. Seluruh masyarakat percaya dengan tradisi ini karena do'a yang dipanjatkan bisa
menangkal bahaya atau untuk keselamatan awak kapal selama melaut.
Tradisi ini dilaksanakan ketika salah satu nelayan hendak menurunkan kapalnya ke laut. Dan kapal yang diturunkan
adalah kapal yang baru saja selesai di buat. Untuk menurunkan kapal, nelayan harus mengundang seluruh
warga yang ada disekitarnya. Mereka diajak untuk menurunkan kapal ke laut.
Tradisi menurunkan Kapal
Tujuan dari melaksanakan tepung tawar adalah untuk memanjatkan do'a kepada sang pencipta supaya seluruh masyarakat yang hadir
bisa diberikan keselamatan, rezeki dan diberikan kemudahan dalam menjalankan aktifitas sehari-sehari. tujuan supaya si pemilik kapal
diberikan keselamatan selama berlayar dan mendapatkan hasil yang melimpah saat pergi melaut.
Kemudian, setelah melaksanakan tepung tawar, masyarakat yang terdiri dari ketua RT, sesepuh atau
orang yang dituakan untuk membaca tepung tawar, harus mencicipi bubur kacang yang sudah disediakan oleh tuan rumah atau si pemilik kapal. bahan-bahan untuk tepung
tawar itu dari daun-daunan seperti daun pinang, daun nagka cempedak, daun durian, daun ribu, daun penuh dan daun gading serta nasi kuning. Beberapa bahan ini selalu
ada setiap kali melaksanakan tepung tawar.
Upacara menyembah Laut
Upacara ini dilakukan untuk memberikan persembahan kepada makhlus halus yang bernama raja nuh yang berkuasa ditengah laut, Tuk Putih yang berkuasa di sekitar pantai dan Tuk Jaten Kecik pembantu raja Nuh dan Tuk Putih. Dengan dilakukannya upacara ini diharapkan dapat terhindar dari
makhluk halus yang berasal dari laut.
Perlengkapan yang diperlukan untuk melakukan upacara ini antara lain, sebiji telur, kapir sirih dan batang rokkok yang
terbuat dari nipah.Tata cara dalam upacara ini sangat sederhana yaitu
meletakkan persembahan tersebut kedalam piring kemudian ditaburkan dilaut dengan mengucap mantra :
Hai Raja Nuh ditengah Laut , Tuk Putih dilaut , Tuk Jaten kecik dilaut , tolong sematkan aku dalam perjalanan dilaut.
Memahami Tata Cara berburu
Masyarakat Melayu
Salah satu yang menjadi bahan perburuan masyarakat melayu adalah burung punai karena, dapat dikomsumsi.
Orang melayu menggunakan burung pengati (burung punai yang sudah jinak). Lalu burung pengati itu diikat dipohon dimana kelompok burung-burung punai sering terbang.
Apabila ada burung punai yang mendekati, burung punai akan terjerat pada kayu dahan pohon yang sudah diberi
diberi perekat.
Selain menggunakan perekat , penangkapan burung punaijuga dilakukan menggunakn jaring yang dipasang pada malam hari, dan yang memburu mengamati dari kejauhan . Selain burung punai burung yang bisa diburu adalah burung
puyuh dan burung balam serta burung quaran (sudah punah). Selain dimakan, burung-burung tersebut juga dapat
dijual.
Burung Punai
Burung Puyuh
Burung Balam
Memahami Tradisi Berdagan
g Masyarak
at Melayu
Perdagangan dalam budaya Melayu merupakan bagian terpenting dalam kehidupan masyarakat. Kebiasaan
berdagang dan berjual beli tidak hanya dilakukan Raja atau Sultan tetapi juga oleh masyarakat. Pada masanya Sultan berdagang ke Singapore, Johor dan Semenanjung
Melaka dengan membawa hasil alam termasuk hasil produksi masyarakat hingga keberbagai mancanegara.
Kebiasaan berdagang dan berjual beli telah lama tertanam dalam masyarakat Melayu, terutama dilakukan di daerah
pesisir dan sungai yang merupakan urat nadi perekonomian masyarakat.
Bahkan diawali melalui perdagangan barter sampai dengan perdagangan dengan menggunakan mata uang.
Nilai-nilai kewirausahaan ditunjukkan oleh sang pemimpin terhadap rakyatnya, artinya masyarakat tidak hanya
menanam, berproduksi dan menghasilkan sesuatu tetapi lebih dari itu harus mampu menjual hingga sampai kengeri
orang lain. Falsafah inilah yang melandasi bahwa orang Melayu itu pandai berdagang, melaut dan berlayar hingga
sampai ke Madagaskar.
Bakat dan mental kewirausahaan dalam masyarakat Melayu telah ada sejak dahulu hingga sekarang ini sehingga disebut
sebagai bangsa ”Peniaga”, artinya sudah ada bakat dan mental kewirausahaan yang tertanam, sehingga kalau adanya
ungkapan yang mengatakan bangsa Melayu itu ”Pemalas”, sangat bertentangan dengan nilai-nilai yang telah ditanamkan oleh pemimpin orang Melayu sejak dahulu. Kini orang Melayu mulai bangkit seiring kemajuan di era globalisasi sekarang ini,
tidak hanya berproduksi tetapi sudah banyak menjadi ”Peniaga Yang Handal” dalam pengembangan budaya Melayu.
Sebagai masyarakat yang relegius dan agamis, nilai-nilai kewirausahaan yang terkandung didalamnya bersendikan
norma dan aturan dalam ketentuan agama. Wirausaha adalah profesi terhormat, yang dinyatakan dalam hadist. Pertama;
Seorang sahabat bertanya kepada Nabi Muhammad SAW; pekerjaan apakah yang paling baik ya Rasulullah ? Rasulullah menjawab : Seseorang bekerja dengan tangannya sendiri dan setiap jual beli yang bersih (HR. Al Bazzar). Kedua; pedagang yang jujur lagi terpercaya adalah bersama-sama Nabi, orang
shadiqin dan para syuhada (HR.Tirmidzi dan Hakim).
Nilai-nilai kewirausahaan orang Melayu sangat dilandasi oleh; keyakinan dalam
berusaha karena berusaha itu adalah ibadah, kejujuran sebagai modal dasar untuk
menanamkan kepercayaan pada orang lain, mewarisi dan mengembangkan nilai-nilai
tradisional dan kultural dari orang tua, tidak menggantungkan hidup pada orang lain,
artinya menumbuhkan semangat kemandirian dalam berusaha memenuhi kebutuhan keluarga, mengikuti anjuran
agama dan pemimpin, dan banyak lagi nilai-nilai sosial yang terkandung didalam falsafah
orang Melayu dalam berdagang dan berniaga.
Created By :
XI Ipa 3
Senior High School 12 Pekanbaru
2012/2013
Guru Pembimbing :
Desi Rahmawaty,
SE