Buku Kedua Kumpulan Cerita Anak

115

Transcript of Buku Kedua Kumpulan Cerita Anak

Page 1: Buku Kedua Kumpulan Cerita Anak
Page 2: Buku Kedua Kumpulan Cerita Anak

22 Hari BerceritaBuku Kedua Kumpulan Cerita Anak

Oleh:

Bellanissa B. Zoditama, Orizuka, Haya Aliya Zaki, Nia,

Priscila Stevanni, Debby Cynthiana, Indriana, Adyta Purbaya,

Hariadhi, Dina Antonia, Ollie, Diana Siti Khadijah,

Irene Wibowo, Andi Maulida Rahmania, Dini Kaeka Sari,

2

Page 3: Buku Kedua Kumpulan Cerita Anak

Judul : 22 Hari Bercerita

Copyright © 2011, Indonesia Bercerita

http://IndonesiaBercerita.org

http://blog.IndonesiaBercerita.org

Twitter: @IDcerita

Desain Sampul:

Zulsdesign Studio

3

Page 4: Buku Kedua Kumpulan Cerita Anak

PENGANTAR

Mendidik adalah sebuah panggilan hati. Jika pendidikan anak merupakan panggilan yang niscaya dari dalam diri, apa yang akan kita lakukan untuk menjawab panggilan tersebut?

Setiap orang wajib mendidik anaknya. Setiap orang berhak ikut terlibat dalam mendidik anak bangsa. Apakah harus menyiapkan bekal mahal untuk mendidik? Apakah harus menuntaskan pendidikan tinggi untuk berpartisipasi? Apakah harus mempunyai kekayaan berlimpah untuk menjadi peduli? Tidak. Bahkan setiap nafas dan jentikan jaripun punya arti jika kita mau melakukannya. Karena itulah Indonesia Bercerita memilih langkah termudah, namun punya makna. Mengupayakan dan membangun cerita dan kebiasaan bercerita untuk terlibat dalam mendidik anak bangsa.

Kenapa memilih cerita sebagai media? Dalam pembentukan budaya, dimulai dari penciptaan perilaku berpola. Perilaku apa yang mudah untuk dijadikan pola? Tentu perilaku berulang yang mendatangkan kesenangan. Karena itulah Indonesia Bercerita memilih media cerita sebagai langkah mudah untuk semua bisa terlibat dalam mendidik anak bangsa.

4

Page 5: Buku Kedua Kumpulan Cerita Anak

Cerita jadi media mendidik sekaligus hiburan. Telah lama cerita ditinggalkan hanya sebagai kesenangan, tanpa makna yang menjadi muatan. Padahal cerita adalah cara halus nan ampuh untuk menanamkan nilai, menasehati dan mengubah perilaku tanpa menyakiti.

Cerita juga media yang menjaga anak tetap bisa berpikir secara terbuka. Keterbukaan atas berbagai kemungkinan merupakan sumber kreativitas. Sebenarnya ada dua cara mendidik sederhana yang membuat sistem pada diri anak tetap terbuka, yaitu bertanya dan bercerita. Pertanyaan membuat anak menciptakan jawaban. Pada saat anak menciptakan penejelasan versi mereka sendiri, anak-anak sedang menciptakan sistem pribadinya. Instruksi dan perintah berefek sebaliknya, anak ditata dan dipolakan, sehingga membunuh kreativitasnya. Cerita juga punya sifat yang sama. Cerita berjalan pada track yang beriringan dengan anak dalam menciptakan sistem pribadi mereka sendiri. Ketika mendapatkan cerita, anak akan memaknai dengan caranya sendiri. Anak akan mengonstruksi nilai, cara berpikir dan merasa, serta berperilakunya, seiring dengan cerita yang disimaknya. Karena itulah cerita menjadi media menyenangkan yang ringan, tapi dahsyat dampaknya.

Inilah yang menjadi landasan, Indonesia Bercerita menggunakan cerita untuk mengemban misi

5

Page 6: Buku Kedua Kumpulan Cerita Anak

pendidikan untuk anak bangsa. Indonesia memberikan cerita dan podcast gratis untuk dimanfaatkan dalam mendidik. Selain itu, Indonesia Bercerita juga berbagi buku elektronik gratis, melakukan workshp, pelatihan dan pendampingan untuk para pendidik dan orang tua.

Indonesia Bercerita merupakan komunitas ‘pendidik’ yang membuat dan menggunakan cerita. Karena itu, cerita diciptakan, dikelola dan dimanfaatkan untuk saling berbagi satu dan yang lainnya. Istilahnya, cerita dari, oleh dan untuk kita semua.

Dengan semangat berbagi, Indonesia Bercerita memfasilitasi dengan berbagai program penciptaan (#22hari220cerita, Program Cerita #FAYA) dan program berbagi sebagai tindak lanjutnya (#socialdistribution).

Program yang dijalankan Indoensia Bercerita telah berhasil menghimpun 30 cerita anak dan 22 podcast cerita anak. Cerita anak dapat diakses di page Indonesia Bercerita (http://www.facebook.com/IndonesiaBercerita) dan podcastnya bisa dinikmati dan diunduh di http://indonesiabercerita.org/, sedangkan berbagai pengetahuan tentang cerita dan bercerita dapat disimak di http://blogindonesiabercerita.org/.

6

Page 7: Buku Kedua Kumpulan Cerita Anak

Cerita-cerita yang masuk ke meja kerja Indonesia Bercerita direview dengan menggunakan pohon karakter. Apa itu pohon karakter? Pohon karakter adalah figur pohon sebagai personifikasi dari manusia yang mempunyai karakter. Dalam pohon karakter terdapat karakter-karakter yang secara keseluruhan akan membangu diri anak. Karakter-karakter itu diletakkan pada posisi yang mencerminkan setiap bagian pohon. Ada karakter akar, karakter batang, karakter daun dan karakter buah. Kesamaan sifat itulah yang menyebabkan setiap karakter yang membangun anak juga punya tempat di pohon karakter.

7

Page 8: Buku Kedua Kumpulan Cerita Anak

Kategori Karakter Elemen dan Pengertian

Buah :

Karakter yang menjadi dasar pengembangan berkelanjutan bagi seorang anak

a. Kreatif: Kemauan untuk menciptakan benda/peralatan/cara yang baru, dan berbeda

b. Kemauan belajar: Kemauan untuk mencari pengetahuan secara berkelanjutan

c. Kolaborasi: Kemauan untuk berperan aktif dalam tim sesuai kekuatan unik diri dan respek terhadap kekuatan unik anggotatimyang lain.

Daun: a. Empati: Kemauan

8

Page 9: Buku Kedua Kumpulan Cerita Anak

Kategori Karakter Elemen dan Pengertian

Karakter yang menjadi membentuk perilaku seorang anak dalam berinteraksi sosial

mendengarkan dan peduli terhadap yang dirasakan orang lain

b. Ramah : Kemauan untuk menunjukkan ekspresi positif dan persahabatan pada orang lain

c. Penyayang: Kemampuan menunjukkan rasa sayang pada orang lain

d. Berbagi : Kemauan untuk berbagi dengan tujuan membantu orang lain

Batang – Dahan:

Karakter yang menjadi membentuk perilaku seorang anak

a. Pengelolaan emosi: Mengenali emosi yang dirasakan dan mau berusaha mengelolanya secara positif

b. Motivasi diri: Mengenali kemauannya dan mau berjuang untuk melaksanakan kemauan itu

c. Kemandirian: Kemauan untuk mengerjakan aktivitas dengan kemampuan sendiri, tidak tergantung pada orang lain

9

Page 10: Buku Kedua Kumpulan Cerita Anak

Kategori Karakter Elemen dan Pengertian

d. Rendah hati: Kesediaan untuk mengapresiasi perilaku dan capaian orang lain

Akar:

Karakter yang menjadi modal dasar, melandasi jenis karakter lainnya

a. Penerimaan diri: Sadar dan menerima kekuatan dan kelemahan diri (jujur pada diri sendiri)

b. Berpikir apresiatif: Bersyukur dan mengapresiasi atas suatu keadaan (diri dan orang lain)

c. Imajinatif: Menciptakan bayangan akan masa depan (yang lebih baik dan seringkali unik)

d. Rasa ingin tahu: dorongan untuk mencari tahu atas berbagai fenomena beserta penjelasannya

Selain menjadi panduan Indonesia Bercerita untuk mereview cerita, pohon karakter juga membantu para pembuat cerita dalam menentukan karakter apa yang akan dibangun dalam ceritanya. Pohon karakter juga akan membantu orang tua, guru atau

10

Page 11: Buku Kedua Kumpulan Cerita Anak

pendamping untuk memilih cerita yang tepat buat anak.

Hasil kerja dengan pohon karakter dalam mereview cerita ini dapat dilihat dalam buku ini. Cerita-cerita yang ada dalam buku ini merupakan hasil karya para pencerita yang berkontribusi dalam komunitas Indonesia Bercerita melalui program #22hari220cerita. Dengan demikian, diharapkan orang tua, guru atau pendamping dapat memilih cerita dalam bukin ini secara tepat untuk berbagai kebutuhan anak.

Buku kedua dari dua buku ini merupakan luncuran pertama karya komunitas Indonesia Bercerita yang dibukukan. Semoga kehadirannya bisa memberi warna memikat dalam dunia cerita anak.

Segala kritik akan menjadi amunisi perbaikan dalam berbagai program Indonesia Bercerita ke depan. Karena itu, jangan segan-segan memberikan umpan balik yang dapat membuat Indonesia Bercerita akan semakin matang.

Rudi Cahyono, M.Psi

11

Page 13: Buku Kedua Kumpulan Cerita Anak

DAFTAR ISI

Surat untuk Papa 17#pohonkarakter: Daun – EmpatiPenulis: Bellanissa B. ZoditamaTwitter: @bellazoditamaFacebook: Bellanissa Brilia Zoditama

Ayah 25#pohonkarakter: Daun – EmpatiPenulis: OrizukaTwitter: @authorizukaFacebook: Orizuka Okke Rizka

Tiga Mantra Ajaib 27#pohonkarakter: Daun – RamahPenulis: Haya Aliya ZakiTwitter: Facebook: Haya Aliya Zaki

Berkunjung ke Kebun Binatang 35#pohonkarakter: Daun – PenyayangPenulis: Priscila StevanniTwitter:Facebook: Priscila Stevanni

Aku Sayang Ibuku 42#pohonkarakter: Daun – PenyayangPenulis: NiaTwitter: @KhanisyaFacebook:

13

Page 14: Buku Kedua Kumpulan Cerita Anak

Mr. Tobiko dan Hutan Enenimon 48#pohonkarakter: Daun – PenyayangPenulis: Debby CynthianaTwitter: @bukandebiFacebook: Debby Cynthiana Harjono

Dila ingin Memelihara Kucing 51#pohonkarakter: Daun – PenyayangPenulis: IndrianaTwitter: @ndindriaFacebook: Ndi Indriana

Sayang Kak Dhea 63#pohonkarakter: Daun – PenyayangPenulis: Adyta PurbayaTwitter: @dheaadytaFacebook: Adyta Purbaya

Kebun Empat Kelinci 75#pohonkarakter: Daun – BerbagiPenulis: HariadhiTwitter: @hariadhiFacebook: Hariadhi HM

Pangeran Massak dan Raksasa di Belakang Bukit 79#pohonkarakter: Daun – BerbagiPenulis: Dina AntoniaTwitter: @dinantoniaFacebook: Dina Antonia

14

Page 15: Buku Kedua Kumpulan Cerita Anak

Cerita Selma 85#pohonkarakter: Buah – Kemauan BelajarPenulis: OllieTwitter: @salsabeelaFacebook: Ollie

Istana Sang Rajawali 91#pohonkarakter: Buah – KreatifPenulis: Diana Siti KhadijahTwitter: @andianaFacebook: An Diana Moedasir

Batang dan Daun 98#pohonkarakter: Buah – KolaborasiPenulis: Irene WibowoTwitter: @sihijauFacebook: Irene Wibowo

Gelang Chita 100#pohonkarakter: Buah – KolaborasiPenulis: Andi Maulida RahmaniaTwitter: @ulieulieulieFacebook: Maulida Rahmania

Badak yang Berwarna Ungu 105#pohonkarakter: Lingkungan sekitarPenulis: Dini Kaeka SariTwitter: @dkaekasFacebook: Dini Kaeka Sari

15

Page 16: Buku Kedua Kumpulan Cerita Anak

16

Page 17: Buku Kedua Kumpulan Cerita Anak

Surat untuk PapaOleh Kak Bellanissa B. Zoditama

Assalammualaikum,

Apa kabar Papa sekarang? Kata Mama, Papa sekarang udah tenang dan bisa tersenyum terus. Milda kangen sama Papa, padahal belom seminggu Papa ninggalin kita. Kenapa sih Allah begitu cepat ngambil Papa dari Milda? Milda sempet marah lho Pa sama Allah, tapi kata Mama Milda nggak boleh marah sama Allah, soalnya Allah itu baik karena manggil Papa ketika Papa sakit supaya Papa nggak menderita sakit itu terus-terusan.

Pa, sejak nggak ada Papa di sini Milda ngerasa nggak punya temen bermain Pa. Mama sama Kak Kinan sibuk melulu sama urusan mereka. Milda kangen main ayun-ayunan sama Papa lagi. Ngomong-ngomong certain dong Pa, surga itu kayak apa sih?

17

Page 18: Buku Kedua Kumpulan Cerita Anak

Kapan-kapan ajak Milda ke sana ya..

Milda sayang Papa…

Amilda pun melipat surat itu dengan wajah sendu, dia terlalu rindu dengan papanya yang baru pergi meninggalkannya dan keluarga tiga hari yang lalu. Untuk anak seusianya yang masih berumur 6 tahun, Amilda belum mengerti bahwa Papa sudah tidak ada di tengah-tengah mereka. Mama pun berusaha untuk membuat hati Amilda ikhlas, meskipun dia sendiri masih belum dapat menerima kepergian suami tercintanya yang begitu cepat ini karena sakit diabetes. Dia tidak bisa membayangkan bagaimana dia membesarkan kedua anak mereka, Kinanti dan Amilda seorang diri. Kakak Amilda sendiri, yang bernama Kinanti saat ini sudah duduk di kelas 3 SMP.

Amilda lekas-lekas menuju kamar Mama, untuk menunjukkan surat yang baru saja dia tulis.

“Mamamamamamamama...” Amilda berlari-lari sambil mengibar-ngibarkan suratnya.

“Ada apa, Sayang?” Mama sedang sibuk memainkan keyboard laptopnya, membuat laporan keuangan tempat ia bekerja.

Milda menunjukkan suratnya di hadapan Mama. “Baca deh, Ma. Aku baru bikin surat buat Papa.”

18

Page 19: Buku Kedua Kumpulan Cerita Anak

Mama mengambil surat itu dari tangan Amilda, kemudian ia membacanya perlahan-lahan dan kemudian menitikkan air mata. Dia kemudian mengelus-elus rambut Amilda dengan lembut. “Milda, kangen sama Papa ya? Gimana kalo sekarang kita sholat dulu dan berdoa buat Papa.”

Amilda mengangguk, dan ingin mengajak Kinanti untuk sholat bersama mereka. Ia pun pergi dari kamar Mama, dan memanggil Kinan yang sedang belajar. Setelah Amilda pergi, Mama kembali menitikkan air mata.

*

Keesokan harinya, Mama pergi ke makam suaminya seorang diri, tanpa ditemani Amilda maupun Kinanti sambil membawa surat yang dituliskan Amilda kemarin.

“Pa, Mama ke sini bawa surat yang Milda tulis kemarin buat Papa. Mama bacain ya, Pa…” Mama perlahan-lahan membacakan surat dari Amilda untuk Papa dan lagi-lagi ia menangis membaca surat itu. “Pa, asal Papa tau, anak-anak kita jadi agak murung sejak kepergian Papa ini, terutama Milda karena Milda yang paling deket sama Papa. Papa tolong bantu Mama buat ngadepin semua ini ya… Jujur aja Mama masih belum sanggup.” Mama mencium nisan Papa, lalu meletakkan sebuket bunga

19

Page 20: Buku Kedua Kumpulan Cerita Anak

mawar putih, bunga kesukaan mereka berdua. Mama pun beranjak pergi, untuk pulang ke rumah menyiapkan makan malam buat Kinanti dan Amilda.

Ketika Mama pulang ke rumah, dia disambut oleh aroma masakan yang begitu sedap. Ternyata Kinanti dan Amilda membuat sendiri menu makan malam kali ini spesial untuk Mama. Menu makanan kali ini adalah telur campur isi wortel dan toge, menu favorit Mama dan Papa.

Mama terharu melihat kedua anaknya memberikan sebuah kejutan seperti ini. Kemudian, dia memeluk Kinanti dan Amilda, lalu mereka bertiga pun makan malam bersama. Sehabis makan, Amilda kembali menulis surat untuk Papa.

Hari ini Milda seneng deh Pa, soalnya Milda sama Kak Kinan bikin kejutan buat Mama, yaitu bikin makan malam spesial pake menu kesukaan Mama dan Papa. Mama keliatan seneng banget, walaupun Milda tau kalo sebenarnya Mama juga masih sedih kayak Milda gini.

Papa, Milda kangen… Papa kapan dateng ke sini? Apa Papa masih bisa ngeliat Milda? Milda selalu sayang Papa…

*

20

Page 21: Buku Kedua Kumpulan Cerita Anak

Sepeninggal Papa, Mama menjadi lebih sibuk dari biasanya, sehingga terkadang meski lembur. Walaupun begitu, perhatiannya tidak pernah lepas kepada kedua anaknya, meski Amilda sendiri merasakan perubahan yang drastic dari Mama. Amilda rindu dengan sosok Mama yang dulu.

Amilda menghampiri Mama yang sedang menonton TV bersama Kinanti.

“Mam, besok ada pertemuan rutin orang tua di sekolah.” ujar Amilda.

“Besok? Aduh sayang, maaf Mama nggak bisa. Besok harus ada rapat dari pagi sampai malam. Kinanti bisa mewakili Mama?” tanya Mama ke arah Kinanti.

“Aku bisa sih, Ma. Kan besok sekolah libur. Besok acaranya emang jam berapa, Da?”

Ekspresi Amilda berubah. Mulutnya ditekuk, alisnya mengerut, dan dia hanya diam membisu. Dia ingin Mama datang langsung ke acara pertemuan orang tua itu, karena besok akan dibacakan sebuah cerita olehnya, untuk Mama. “Jam 11 pagi. Sebenernya besok Amilda mau bacain cerita buat Mama. Soalnya kata Bu guru, cerita Milda bagus. Tapi kalo Mama tetep nggak bisa dateng juga nggak apa-apa. Biar Kak Kinanti aja yang dateng.”

21

Page 22: Buku Kedua Kumpulan Cerita Anak

Amilda langsung masuk kamar dan pergi tidur, tanpa berpamitan dengan Mama ataupun Kinanti. Terjadi pergulatan batin di benak Mama, biar bagaimanapun juga besok rapat yang penting dan dia harus datang, tapi dia juga tidak mau mengecewakan Amilda. Biar bagaimanapun juga Mama tetap harus memilih…

*

Keesokan paginya, saat Amilda bangun dan bersiap-siap untuk berangkat ke sekolah, Sang Mama sudah tidak ada di rumah. Amilda kembali merengutkan wajah, namun dengan segera Kinanti memeluk adiknya dan mengelus-elus rambutnya agar tidak bersedih.

Teman-teman sekelas Amilda sudah memenuhi ruang kelas, mereka membawa serta kedua orang tua Amilda, hanya Amilda sendiri yang diwakili oleh kakaknya. Dalam hatinya, Amilda masih berharap bahwa mamanya akan datang ke sini, saat dia membacakan cerita.

Semua murid duduk di bangkunya masing-masing, sedangkan wali muridnya berdiri di belakang. Satu per satu teman-teman Amilda membacakan cerita tentang orang tua Amilda. Amilda cemas, dia masih berharap mamanya akan datang.

Setelah beberapa temannya yang maju, kini tibalah giliran Amilda. Amilda berdiri, dan membacakan

22

Page 23: Buku Kedua Kumpulan Cerita Anak

secarik kertas yang dari tadi dia pegang di tangannya.

“Namaku Amilda, umurku 6 tahun… Aku adalah anak bungsu dari dua bersaudara. Kata Mamaku, aku anak yang sangat manja. Entah kenapa Mama bisa bilang begitu, padahal aku berusaha untuk tidak menangis. Beberapa bulan ini, ayahku telah tiada. Dia sakit, dan harus pergi meninggalkan kami. Kata Mama, Tuhan sayang sama Papa, sehingga Tuhan mengambilnya dari kami secepat ini. Walaupun aku sendiri tidak mengerti apa arti kepergian Papa, yang jelas sekarang aku tidak bisa lagi melihat wajahnya ataupun mendengar suaranya. Sejak kematian Papa, Mama berubah. Dia kini sibuk luar biasa… Pulangnya lebih malam, dan kadang dia lupa memberikan sarapan. Walaupun begitu, aku tau perhatian Mama tetap tercurahkan untukku dan Kak Kinanti. Mama, adalah pahlawan… Mama berjuang untuk kami, dan aku tidak mau membuat Mama sedih.” Amilda menangis membaca ceritanya untuk Mama...

“Sekarang Mama tidak dapat hadir dalam acara ini, karena ada urusan kantornya yang jauh lebih penting. Namun aku sadar, biar bagaimana pun juga Mama tetap sayang padaku… Mama, I Love You…”

Amilda selesai membacakan ceritanya dan mendapat tepukan riuh rendah dari teman-teman dan orang tua murid. Ada seseorang yang

23

Page 24: Buku Kedua Kumpulan Cerita Anak

memeluknya dari belakang, ternyata Mama. Tanpa Amilda ketahui, Mama menyempatkan diri untuk datang ke acara pertemuan ini.

“Da, Mama memang nggak mendengar semua ceritamu. Maafin Mama ya, Sayang. Tapi Mama tau, kalo kamu sayang sama Mama dan Papa…” Mama menangis dalam dekapan Amilda.

Sebelum tidur malam ini, Amilda kembali menulis surat untuk Papa, menceritakan tentang apa yang terjadi di sekolahnya pagi ini.

Pa, hari ini ada pertemuan orang tua. Amilda pikir Mama nggak datang, jadi Kak Kinan yang ngewakilin Mama. Tapi ternyata Mama datang Pa, Mama rela jauh-jauh pergi dari kantornya cuma buat ke sekolah Milda dan denger Milda cerita.

Mama emang nggak denger semua cerita Milda tapi Milda tetep seneng karena Mama tau betapa sayangnya Milda sama Mama, Milda juga sayang sama Papa kok. Ngomong-ngomong, Papa mau aku bacain ceritanya juga nggak? Kalo mau besok pagi aku dateng ke makam ya, Pa. Dagh Papa…

24

Page 25: Buku Kedua Kumpulan Cerita Anak

AyahOleh Kak Orizuka

Ayah adalah seorang pegawai kantoran. Setiap hari, ia pergi pagi dan pulang larut malam. Namun ia selalu berangkat dengan senyum, dan pulang dengan wajah penuh kerinduan.

“Setiap hari Ayah tak sabar ingin segera pulang,” begitu katanya padaku dan Ibu.

Beberapa hari ini, saat pulang ke rumah, ia selalu terlihat lelah. Ia tak lagi bermain bersamaku. Tidak lagi memelukku. Ia hanya terduduk, melamun. Tidak tampak lagi senyum.

Aku tidak pernah melihat Ayah yang seperti ini. Ayah yang dibentengi asap putih sehingga aku tidak bisa mendekat. Ayah yang hanya menenggak secangkir besar hitam pekat. Asap itu membuatku sesak. Pekat itu membuatku takut.

25

Page 26: Buku Kedua Kumpulan Cerita Anak

Sekarang, aku hanya bisa melihatnya dari jauh. Setiap bertanya, “Ayah kenapa?” pasti dijawabnya, “Sana sama Ibu.”

Ibu bilang, aku tidak boleh mengganggu. Aku tidak mengganggu. Aku hanya rindu.

Ada apa, Ayah?

Tidak apa-apa jika tidak mau memberitahu. Aku akan pinjamkan bahuku. Mungkin bahuku tidak besar sepertimu, tapi aku mau berbagi denganmu. Mari berbagi, seperti dulu saat Ayah berbagi tawa denganku.

Ayah, bersemangatlah. Ayah tidak sendiri. Masih ada aku dan Ibu, yang jauh lebih baik daripada asap dan pekat itu.

Tersenyumlah Ayah, seperti dulu.

26

Page 27: Buku Kedua Kumpulan Cerita Anak

Tiga Mantra AjaibOleh Kak Haya Aliya Zaki

Pangeran Albert adalah pangeran cilik yang tampan dan pintar. Sayang, ia suka berkata kasar. Teman-teman dan seluruh penghuni kastil pernah menjadi korban. Begitulah, semua hanya bisa mengelus dada. Sepertinya tak ada yang bisa mencegah ulah Pangeran Albert.

Seperti hari ini. Pangeran Albert mengejek gaya berjalan Bibi Dora, bibinya yang tinggal di kerajaan tetangga. Waktu itu mereka sedang berada di acara jamuan teh di kastil Bibi Dora. Tentu saja Bibi Dora tersinggung. Raja Bernard, ayah Pangeran Albert, langsung menegur Pangeran Albert.

“Albert, kalau kau terus berbicara kasar, ayah akan menghukummu!” demikian seru Raja Bernard. “Kau tidak boleh bermain ke Taman Groga selama tiga hari!”

Wah, Pangeran Albert sangat menyesal. Taman Groga adalah taman bermain favorit Pangeran

27

Page 28: Buku Kedua Kumpulan Cerita Anak

Albert. Di sana ada ayunan gantung, perosotan layang, gua bersuara, dan masih banyak macam permainan yang lain. Hukuman itu memang menghentikan sejenak kekacauan akibat ulah Pangeran Albert. Namun keesokan harinya, Pangeran Albert kembali berbuat hal yang sama. Ia tak jera.

“Tampaknya kau harus memberi perhatian lebih pada Albert, Bernard. Ia berubah sejak ditinggal Renata…” Tante Klara, sahabat Raja Bernard yang cantik dan baik hati, mencoba mengajak Raja Bernard berbicara tentang sikap Pangeran Albert. Sesungguhnya, ia sangat sayang pada putra sahabatnya itu. Dulu, sewaktu Ratu Renata masih hidup, Pangeran Albert adalah anak yang manis. Namun, semua berbalik 180 derajat ketika Ratu Renata meninggal dunia karena sakit.

Raja Bernard menunduk resah. “Kau benar, Klara. Kian hari ulah Albert kian menjadi-jadi. Tampaknya putraku butuh belaian seorang ibu. Pengasuh Darli tak bisa sepenuhnya berperan. Aku sedang memikirkan mencari pengganti Renata. Bukan untuk menggantikan sosok ibu di hati Albert, tapi kehadiran ibu di sisi Albert untuk saat ini dan seterusnya, sangat penting.”

Tante Klara mengangguk setuju. Raja Bernard menatap Tante Klara penuh arti. Tante Klara tak tahu

28

Page 29: Buku Kedua Kumpulan Cerita Anak

apa sebenarnya yang ada dalam pikiran raja tampan itu.

***

“Ssshh… Bangun! Bangun, Pangeran!” Suara halus mengusik tidur Pangeran Albert. Pangeran Albert mengucek matanya. Sepertinya hari belum beranjak pagi. Ia masih sangat mengantuk. Tapi demi melihat makhluk super kecil mengitari ujung hidungnya, mata Pangeran Albert langsung membelalak. Olala, makhluk apakah ini gerangan? Ukuran tubuhnya hanya sebesar jempol ibu jari! Serbuk cahaya memenuhi sekujur tubuh dan wajahnya yang cemerlang. Sedangkan kedua sayap di punggung makhluk tersebut tak henti mengepak. Sayap itu mengeluarkan bunyi dengung.

“Hai, aku Peri Vairy! Sudah, jangan kelamaan bengong, Pangeran! Maukah kau kuajak berpetualang ke Negeri Impian? Negeri Impian adalah negeri yang saaa….ngat indah!” ajak Peri Vairy.

“A…a…apa? Ne… Negeri Impian?” ulang Pangeran Albert terbata. Ia langsung ingat dengan dongeng-dongeng yang selalu dibacakan ibunda Ratu sebelum ia tidur. Mungkinkah Negeri Impian sungguh ada? Tapi bagaimana kalau makhluk kecil ini bohong? Apakah ia bukan makhluk jahat?

29

Page 30: Buku Kedua Kumpulan Cerita Anak

“Ayolah, aku tahu apa yang ada dalam benakmu! Negeri Impian itu ada! Dan aku, makhluk paling baik sejagat raya! Tapi agar kau bisa melalui perjalanan ke sana dengan mulus, kau harus mematuhi syarat yang kuajukan!” tukas Peri Vairy.

“Baiklah, aku mau! Apa syaratnya?” tantang Pangeran Albert semangat. Keraguannya pupus. Ia tak sabar ingin bersenang-senang. Siapa tahu setelah berada di Negeri Impian, ia bisa melupakan kesedihannya karena ditinggal ibunda Ratu.

“Syaratnya, kau sama sekali tak boleh berkata kasar. Itu saja!” ucap Peri Vairy.

“Ah… Gampang!” Pangeran Albert tertawa remeh. Setelah sepakat, Peri Vairy menaburkan serbuk cahaya ke sekeliling tubuh Pangeran Albert. Wow! Pangeran Albert bisa terbang! Ia mengikuti Peri Vairy ke Negeri Impian.Peri Vairy membuktikan ucapannya. Negeri Impian memang benar-benar indah! Dimana-mana terhampar taman dengan ribuan macam bunga. Hewan-hewan gemuk dan sehat tersebar di penjuru negeri. Penduduk Negeri Impian berpakaian sangat bagus. Bukan itu saja, mereka juga terlihat akur dan saling menyayangi. Pangeran Albert disuguhi makanan yang enak-enak. Uhh, rasanya Pangeran Albert ingin tinggal di sana selamanya!

30

Page 31: Buku Kedua Kumpulan Cerita Anak

“Hei, makhluk apa itu?” desis Pangeran Albert. Sekelompok kurcaci dengan derap langkah yang kompak, lewat di depannya. Para kurcaci berpakaian warna-warni. Mereka riang bernyanyi. Wah, wah… Pangeran Albert tak tahan untuk tidak mencela.“Wahai, makhluk-makhluk cebol, ternyata di Negeri Impian ada juga makhluk bertampang buruk seperti kalian ya! Hahaha…!”

Begitu kalimatnya selesai, kedua telinga Pangeran Albert langsung memanjang. Pangeran Albert menjerit ketakutan. Tapi Peri Vairy tenang-tenang saja. Bukankah ia sudah mengingatkan? Pangeran menyalahi janji karena berkata kasar.

Lalu Pangeran Albert bertemu sekelompok raksasa. Ia kembali berkata kasar. Kini, hidung Pangeran Albert memanjang. Dan ketika berpapasan dengan gerombolan nenek penyihir, lagi-lagi Pangeran Albert berkata kasar. Tanpa ampun, dagu sang pangeran ikut memanjang juga!

“Tolooong…! Aku kapok, Peri Vairy! Kembalikan wajahku! Aku ingin pulang!” Pangeran Albert menangis.

“Maaf, Pangeran! Kalau kau ingin wajahmu kembali seperti sediakala, kau harus berkata yang baik hingga tengah malam nanti. Dan jangan lupa, ucapkan tiga

31

Page 32: Buku Kedua Kumpulan Cerita Anak

mantra ajaib!” Peri Vairy menepuk bahu Pangeran Albert dengan wajah sedih. Ia turut prihatin.

“Tiga mantra ajaib? Apa saja itu?” Pangeran Albert bingung.“Aku tidak bisa memberitahumu. Aku harus pergi! Tugasku menemanimu sudah selesai!” Peri Vairy terbang menjauh. Serbuk cahaya berjatuhan di setiap kepakan sayapnya. Pangeran Albert hanya melongo.

Gawat! Apa tiga mantra ajaib itu? Pangeran Albert menggaruk-garuk kepalanya yang tak gatal. Ia pun terbang dan terus terbang. Ia berusaha keras untuk tidak berkata kasar. Sejauh ini semua aman-aman saja. Tapi, wajahnya masih tampak mengerikan. Ia belum menemukan tiga mantra ajaib itu.

Malam menjelang. Pangeran Albert lelah dan lapar sekali. Ia terduduk di sebuah sulur akar pohon raksasa. Seorang anak kecil dengan sekeranjang buah-buahan segar, mendekatinya. Anak kecil tadi memberikan beberapa buah miliknya. Pangeran Albert senang bukan kepalang.

“Te…terima…ka…sih…” kata Pangeran Albert. Ia langsung melahap buah-buahan itu. Mendadak, kedua telinga pangeran kembali normal. Pangeran Albert meraba-raba telinganya, tak percaya.

Ternyata, mantra ajaib yang pertama adalah kata ‘terima kasih’! pikir Pangeran Albert. Ia pun

32

Page 33: Buku Kedua Kumpulan Cerita Anak

melanjutkan perjalanan. Saking senangnya, Pangeran Albert menabrak seorang kakek tua dekat Sungai Madu.

“Ma…maaf, Kakek! Aku tak sengaja!” Pangeran Albert membantu kakek tua berdiri. Mendadak, hidungnya kembali normal. Hmm, berarti mantra ajaib yang kedua adalah kata ‘maaf’! Hebat! Pangeran Albert terbang menyongsong langit. Tengah malam tinggal sebentar lagi. Pangeran Albert tak menyadari tali sepatunya yang longgar. O-ow! Sebelah sepatu pangeran terjatuh, tepat di ujung kaki seekor kuda sembrani.

“Kuda sembrani yang gagah, tolong ambilkan sepatuku!” pinta Pangeran Albert panik. Mendadak, dagu Pangeran Albert kembali normal. Tuntas sudah! Mantra ajaib yang terakhir adalah kata ‘tolong’! Tubuh pangeran seolah seringan kapas. Ia melayang menyusuri lorong hitam besar dan panjang, balik ke kerajaan tempat ia tinggal. Samar-samar pangeran mendengar gema suara Peri Vairy.

“Ibunda Ratu di surga akan tersenyum bila melihatmu selalu berkata baik. Jangan lupa, ucapkan tiga mantra ajaib, maka semua orang akan mengasihimu!”

“Bangun… Bangun, Anakku! Bangun!”

33

Page 34: Buku Kedua Kumpulan Cerita Anak

Pangeran Albert mengerjap-kerjapkan mata. Ia melihat ayahnya dan Tante Klara berdiri di sisi kanan dan kiri tempat tidurnya. Oh… Ternyata aku cuma mimpi, batin Pangeran Albert. Tapi… Kenapa mimpi itu terasa begitu nyata ya?

“Anakku! Akhirnya kau siuman juga!” Raja Bernard memeluk putranya. Tante Klara menatap pangeran dengan pandangan berkaca-kaca.

“Si…siuman?” ulang Pangeran Albert heran.

“Kau tertidur selama setahun! Kami kuatir sekali, Albert!” jelas Tante Klara.

Apaaa…??? Bukankah aku hanya pergi sehari ke Negeri Impian? Pangeran tak habis pikir.

Sejak itu, Pangeran Albert menjadi pangeran yang manis. Ia tak pernah lagi berkata kasar. Tak lupa, ‘tiga mantra ajaib’ kerap diucapkannya bila perlu. Ya, Pangeran Albert ingin ibunda Ratu tersenyum di atas sana. Setelah Raja Bernard menikah dengan Tante Klara, kebahagiaan pangeran semakin lengkap. Kastil pun tambah ramai oleh kelahiran adik-adik Pangeran Albert ke dunia.

34

Page 35: Buku Kedua Kumpulan Cerita Anak

Berkunjung ke Kebun Binatang

Oleh Kak Priscila Stevanni

Hari ini Mira senang sekali karena ia dan kedua sepupunya, Bayu dan Dimas akan pergi bersama Paman Karyo ke kebun binatang. Selama perjalanan menuju ke kebun binatang dengan mobil Paman Karyo, mereka bertiga asyik mengobrol dengan satu sama lain.

“Kira-kira, di kebun binatang ada apa saja ya?” tanya Bayu yang baru pertama kali pergi ke kebun binatang.

“Pasti di sana ada banyak binatang dong!” sahut Dimas.

“Iya! Ada jerapah, gajah, monyet, burung, dan pastinya masih banyaaaak lagi…” celoteh Mira bersemangat.

35

Page 36: Buku Kedua Kumpulan Cerita Anak

“Kamu sudah pernah ke kebun binatang ya, Mir?” tanya Bayu.

“Iya! Dulu aku pernah di ajak ke kebun binatang sama Ayah dan Ibu,” jawab Mira, ”Kalau, kamu Dimas? Sudah pernah ke kebun binatang belum?”

“Kata Ayah dan Ibu sih, aku sudah pernah ke kebun binatang. Tapi kayaknya aku sudah lupa deh, soalnya waktu itu aku masih sangat kecil,” jawab Dimas sambil tertawa kecil.

“Oh, begitu ya…” Bayu mengangguk, ”Aku sudah nggak sabar banget nih pengen cepat-cepat sampai di kebun binatang!”

“Paman, nanti di sana kita boleh memberi makan binatang tidak?” tanya Dimas.

“Kalau kata Ayah dan Ibu, kita nggak boleh kasih makan ke mereka, Dim…” jawab Mira cepat,”Betul ‘kan, Paman?”

“Kamu betul sekali, Mira. Kita tidak boleh memberi makan satwa yang ada di sana,” jawab Paman Karyo.

“Tapi, kenapa Paman?” Bayu jadi penasaran,”Bukannya memberi makan itu hal yang baik?”

“Memang benar, memberi makan para satwa adalah hal yang baik,” terang Paman,”Tapi, kita ‘kan tidak

36

Page 37: Buku Kedua Kumpulan Cerita Anak

tahu apakah makanan yang kita berikan kepada para satwa tersebut aman bagi mereka. Siapa tahu mereka tidak cocok dengan makanan tersebut, dan karena ulah kita mereka jadi sakit. Kasihan ‘kan mereka?”

“Iya juga ya…” Mira menyetujui.

“Kalau begitu siapa dong yang boleh memberi mereka makan?” tanya Bayu lagi.

“Tentu saja petugas kebun binatang!” jawab Paman Karyo. “Oh iya, satu hal lagi. Kita juga harus menjaga kebersihan kebun binatang dengan tidak membuang sampah sembarangan lho! Karena lingkungan yang bersih juga penting untuk kesehatan para satwa.”

“Siap, Paman!” jawab mereka kompak dan lantang.

Tidak beberapa lama kemudian, Mira, Dimas, Bayu, dan Paman Karyo sampai di kebun binatang.

“Mira, Dimas, Lihat deh! Yang lehernya panjang itu jerapah ‘kan?” tanya Bayu antusias.

“Iya, Bayu! Kamu benar!” sahut Mira.

“Kalian tahu tidak, kalau jerapah itu termasuk hewan herbivora?” tanya Paman Karyo.

“Her-bi-vo-ra?” Dimas dan kedua sepupunya nampak bingung, ”Apa itu, Paman?”

37

Page 38: Buku Kedua Kumpulan Cerita Anak

“Herbivora itu, artinya pemakan tumbuh-tumbuhan. Jadi, jerapah hanya makan tumbuh-tumbuhan,” jawab Paman, ”Seperti sayur-sayuran”.

“Oh, begitu ya! Kalau begitu jerapah pasti sehat dong ya! Soalnya, kata Ibu, Di dalam sayur terdapat banyak vitamin dan serat yang baik untuk tubuh. Aku saja selalu diminta untuk menghabiskan sayur kalau makan!” timpal Mira.

“Pantas saja kamu selalu sehat, Mir! Ternyata kamu sering makan sayur ya?” tutur Bayu. “Oh iya, selain sayur, kata ibuku, buah-buahan juga mengandung banyak vitamin lho! Kalau aku paling suka buah apel!”

“Ada juga lho, binatang yang suka dengan buah-buahan,” tandas Paman Karyo, ”Coba, kalian bisa tidak menyebutkan salah satunya?”

Mira, Dimas, dan Bayu asik berunding untuk menjawab pertanyaan Paman Karyo.

“Monyet!” terka Bayu bersemangat.

“Iya, monyet kan Paman?”

“Pasti monyet!” Dimas dan Mira ikut bersahut-sahutan menyetujui.

“Pintar! Kalian benar sekali,” puji Paman Karyo.

38

Page 39: Buku Kedua Kumpulan Cerita Anak

“Paman, Paman, kalau binatang yang mirip monyet tapi besar itu apa namanya?” tanya Bayu.

“Oh, Itu orang utan, Bayu. Masih dalam keluarga kera namun ukurannya memang lebih besar dari monyet,” Paman Karyo kembali menjelaskan, ”Orang utan itu termasuk salah satu binatang yang langka, lho. Jadi harus kita jaga dengan baik.”

“Langka?” tanya Bayu tidak mengerti.

“Langka itu artinya hampir punah kan, Paman?” tanya Mira, ”Berarti jumlahnya di bumi tinggal sedikit?”

“Iya, karena hutan tempat tinggal mereka banyak yang dirusak oleh penebang yang tidak bertanggung jawab, maka banyak diantara mereka yang mati karena tidak punya tempat berlindung,” lanjut Paman Karyo.

“Oh begitu ya. Kalau begitu, nanti kalau Dimas udah besar, Dimas pengen jadi polisi hutan ah, biar bisa menghukum para penebang jahat itu.”

“Kenapa harus nunggu besar?” tanya Paman Karyo,”Menyelamatkan mereka bisa lho, dimulai dari sekarang.”

“Sekarang?” ulang Mira,”Kami kan masih kecil. Bagaimana caranya?”

39

Page 40: Buku Kedua Kumpulan Cerita Anak

“Coba, sekarang Paman tanya, kalian tahu kertas dan tisu yang kalian pakai asalnya dari mana?”

“Aku tahu!” seru Dimas,”Pohon kan Paman?”

“Ya, benar! Nah, dengan menghemat kertas dan tisu, kalian sudah membantu menyelamatkan mereka.”

“Wah… Ternyata gampang yah, membantu menyelamatkan mereka!” seru Mira gembira.

“Tuh kan, nggak perlu nunggu dewasa untuk bisa menyelamatkan bumi ini,” Paman Karyo memberi semangat.

“Kalau gitu, mulai sekarang aku akan menghemat penggunaan kertas dan tisu, ah!” tukas Bayu.

“Iya, aku juga…” susul Mira dan Dimas bersamaan.

“Nah, sekarang sudah siang nih. Bagaimana kalau kita makan siang dulu? Supaya tubuh kita kuat dan punya tenaga lagi untuk melanjutkan melihat-lihat binatang,” usul Paman.

“Setuju!” Bayu bersemangat,”Aku udah lapar banget nih!”

“Haha… Aku juga,” timpal Dimas.

“Tapi, sebelum makan sebaiknya kita cuci tangan dulu ya! Supaya kuman-kuman yang menempel di

40

Page 41: Buku Kedua Kumpulan Cerita Anak

tangan kita tidak masuk ke tubuh bersama dengan makanan yang kita makan.”

“Oke, Paman!” mereka bertiga berseru berbarengan. Mereka pun segera mencari tempat cuci tangan terdekat dan menyantap makan siang mereka. Setelah makan siang, mereka siap untuk kembali melihat-lihat satwa yang ada di kebun binatang. Hari itu menjadi hari yang sangat menyenangkan bagi Mira, Bayu, dan Dimas. Karena, mereka bisa belajar banyak hal di kebun binatang, dan yang paling penting mereka jadi ingin ikut menyelamatkan satwa langka melalui kehidupan mereka sehari-hari! Bagaimana dengan teman-teman? Mau ‘kan ikut menyelamatkan mereka?

41

Page 42: Buku Kedua Kumpulan Cerita Anak

Aku Sayang IbukuOleh Kak Nia

Suatu sore di depan rumahku.

Aku ditemani Ibu belajar naik sepeda roda dua, dalam rangka mengisi liburan sekolah. Kata Ibu, liburan tidak harus bepergian, tetapi dapat mengisi hari libur dengan hal-hal yang bermanfaat. Aku dibelikan sepeda sejak 3 tahun lalu. Dan aku belum pernah mencoba untuk bersepeda roda dua karena aku takut. Takut jatuh. Ah, padahal ibuku selalu mengingatkan aku, bahwa rasa takut itu harus disingkirkan jauh-jauh. “Bagaimana mau berhasil kalau tidak pernah mencoba”, begitu yang selalu dikatakan Ibu. Akhirnya sore ini, aku pun belajar naik sepeda. Dengan takut-takut dan gemetar, mulai aku kayuh. Awalnya masih dipegangi Ibu, untuk menjaga keseimbangan. Berkali-kali gagal. “Bu, Tita tidak bisa, Tita tidak bisa,” kataku sambil menangis.

“Ayo Sayang, kamu pasti bisa. Sebaiknya tidak menyerah, harus tetap berusaha sampai berhasil.

42

Page 43: Buku Kedua Kumpulan Cerita Anak

Kalau tekun berlatih, kamu pasti bisa,” ibuku memberi semangat padaku.

Aku mencoba lagi. Ah... Berhasil dua kayuhan. Aku coba lagi, yay... Sudah semakin banyak kayuhannya. Aku semakin bersemangat. Ternyata memang tidak terlalu sulit kalau kita sungguh-sungguh mau berlatih. Meski kedua kakiku harus jadi korban kena benturan pedal sepeda, tapi aku sangat senang. Alhamdulillah, sehari belajar aku langsung bisa. “Tita hebat!!!”, kata Ibu. Aku jadi bangga nih. Terima kasih Ibu yang sudah selalu menyemangatiku, mendukungku dan dengan sabar menemaniku berlatih.

Ah, besok ada lomba mewarnai. Tapi aku malas buat ikutan. “Tita besok ikut lomba mewarnai, kan?” tanya Ibu.

“Tidak, Bu,” jawabku.

“Lho, kenapa? Kan kamu suka sekali mewarnai?” tanya Ibu lagi.

“Tita malas, Bu. Tita tidak pernah juara. Tita tidak pernah menang. Tita tidak pernah dapat piala,” kataku.

Ibu lalu mendekatiku, sambil membelai kepalaku.

43

Page 44: Buku Kedua Kumpulan Cerita Anak

“Tita sayang, namanya perlombaan, pasti ada menang dan kalah. Kemenangan itu bonus. Piala juga hanya bonus. Yang terpenting adalah semangat dan usaha kamu untuk melakukan yang terbaik dalam berlomba. Tidak penting menang atau kalah,” ibuku menjelaskan.

“Tapi kan Tita juga ingin punya piala, Bu. Rani sudah pernah dapat piala, Rafi juga. Aiz juga pernah. Tita kapan?” Aku masih belum bergeming.

“Kalau Tita ingin piala, Ibu dan Ayah bisa belikan. Kamu ‘kan sudah berhasil naik sepeda roda dua, Ibu bisa kasih piala juga. Tapi intinya bukan di pialanya. Tapi usaha kamu. Tanpa piala pun Ibu sudah amat sangat bangga pada Tita,” kata Ibu.

Aku diam. Ada benarnya juga kata-kata ibuku. Dan akan kuingat baik-baik, bahwa usaha dan semangat mengikuti lombalah yang paling penting. Baiklah, aku akan ikutan lomba mewarnai besok.

“Ibu, Tita mau ikut lomba mewarnai,” kataku bersemangat. Ibuku tersenyum bahagia.

Besoknya, ditemani ayah dan ibu, aku berangkat ke arena lomba mewarnai. Ramai sekali yang ikutan. Dengan dukungan orangtuaku, aku pun mulai mewarnai. Bismillah... Waktu berjalan. Aku dan peserta lain diberi waktu 1 jam untuk menyelesaikannya.

44

Page 45: Buku Kedua Kumpulan Cerita Anak

Saatnya pengumuman, aku harap-harap cemas. Tapi aku yakin bisa menang, biar bisa dapat piala. Saat namaku tidak disebut, aku langsung sedih. Aku menangis. Ternyata aku masih belum siap untuk kalah. Ayah dan ibu langsung memelukku, dan memberiku kata-kata penyemangat.

“Tita sayang, jangan lupa, ini hanya perlombaan. Pasti ada yang menang dan kalah,” kata Ayah.

“Lukisan Tita jelek ya?” tanyaku.

“Lukisan Tita tidak jelek. Lukisan Tita bagus. Hanya saja, masih ada yang lukisannya lebih bagus dari Tita. Dan itu artinya, Tita harus lebih rajin dan giat berlatih,” jawab Ibu.

“Beneran?” tanyaku lagi.

“Iya benar,” jawab Ibu.

Aku tersenyum. Dan aku berjanji akan semakin giat berlatih mewarnai dengan rapi.

***

Malam harinya...

“Ibuuuu... Tita minta tolong dooong,” panggilku.

“Minta tolong apa?” tanya Ibu.

45

Page 46: Buku Kedua Kumpulan Cerita Anak

“Tita tidak bisa mengambil susu yang di kulkas nih,” kataku.

“Iya, sebentar yaa,” kata Ibu.

Ah... Kenapa Ibu lama sekali? Aku masuk kamar mencari Ibu. Ibu kok tidur sih?

“Bu, Ibu kenapa?” tanyaku. Aku pegang dahi Ibu. Panas sekali.

“Ibu sakit ya?” tanyaku.

Ibu mengangguk lemah.

“Ibu istirahat dulu ya. Biar Tita dibantu Ayah saja,” kataku.

***

Besok paginya saat aku bangun tidur, aku lihat ibu sedang menyiapkan sarapan dan bekal sekolahku. “Bu, Ibu sedang memasak?” tanyaku.

“Iya Tita sayang... Ibu sedang membuat sarapan dan bekal buat kamu,” jawab Ibu.

Ah Ibu, padahal kau sedang sakit, tapi tetap saja berusaha menyenangkan aku dan Ayah. Semangatmu besar sekali Ibu. Seakan-akan tak ada yang bisa menggantikan Ibu. Saat aku mulai lemah, putus asa, malas, Ibu selalu ada buat aku. Ibu selalu

46

Page 47: Buku Kedua Kumpulan Cerita Anak

memberi semangat dan dukungan buatku. Terkadang aku sangat nakal, tidak patuh pada Ibu, Ibu juga tidak marah. Ibu selalu mengingatkan aku apa yang salah dan apa yang benar. Ibu, aku sayang Ibu. Lekas sembuh ya. Biar bisa menemani aku belajar, naik sepeda, berlomba, dan memasak buatku dan Ayah. Aku sayang Ibuku...

47

Page 48: Buku Kedua Kumpulan Cerita Anak

Mr. Tobiko dan Hutan Enenimon

Oleh Kak Debby Cynthiana

Di negeri fantasi yang bernama Lilipina terdapat sebuah hutan yang luas sekali, hutan itu bernama hutan Anenimon. Di hutan itu terdapat banyak pepohonan besar yang sangat rindang, daun-daunnya lebat, buahnya besar dan segar. Buah-buah yang ranum itu berwarna-warni dan rasanya lezat sekali. Para binatang di hutan Anenimon setiap hari memakan buah-buahan itu. Karena jumlahnya yang banyak, para penghuni hutan tidak pernah kehabisan. Mr. Tobiko adalah sebuah pohon terbesar di hutan itu, ia selalu melindungi para penghuni dari terik matahari dan hujan lebat. Di sekitar Mr. Tobiko terdapat peri-peri cantik yang selalu mengelilinginya. Baju-baju peri tersebut berwarna warni dan berkilauan diterpa cahaya matahari.

48

Page 49: Buku Kedua Kumpulan Cerita Anak

Tiba-tiba pada suatu hari hujan lebat mengguyur hutan Anenimon disertai dengan angin yang sangat kencang! Petir menyambar-nyambar dan tiba-tiba muncul awan hitam yang membuat hutan Anenimon menjadi sangat gelap. Dari balik awan tiba-tiba muncul seorang peri jahat bernama Merimida dengan bajunya yang hitam. Ia menyihir para binatang menjadi batu! Mr. Tobiko yang melihat perbuatan Merimida itu menjadi sangat marah. Peri-peri cantik pun ketakutan dan bersembunyi di balik batang Mr Tobiko yang besar. Mr. Tobiko menggerak-gerakan cabang-cabangnya untuk menjatuhkan Merimida. Tetapi Merimida terlalu gesit untuk dijatuhkan.

Mr. Tobiko pun berdoa kepada Tuhan supaya akar-akarnya bisa ia cabut supaya ia bisa bergerak dengan leluasa. Karena Mr Tobiko adalah sebuah pohon yang baik maka Tuhan pun mengabulkan doanya, akar-akarnya tercabut keluar dari tanah dan ia pun mengejar ke manapun Merimida terbang. Ke kiri, ke kanan, ke depan, dan ke belakang. Karena kelelahan, tiba-tiba pukulan dari cabang Mr. Tobiko mengenai Merimida, ia pun jatuh tersungkur di atas tanah. Diangkatnya tubuh Merimida yang lemah dengan cabang-cabangnya, Mr. Tobiko pun berdoa pada Tuhan supaya Merimida bisa berubah menjadi peri cantik yang baik hati.

49

Page 50: Buku Kedua Kumpulan Cerita Anak

Sesaat kemudian baju Merimida berubah menjadi merah muda dan bebatuan di bajunya bersinar-sinar sangat terang! Merimida terlihat cantik sekali. Para binatang pun seketika itu pula kembali hidup! Para binatang dan peri-peri cantik pun bersorak kegirangan. Horee! Horee! Merimida menyesal dan meminta maaf pada Mr Tobiko. Awan hitam menghilang dan hutan Anenimon pun menjadi damai kembali..

50

Page 51: Buku Kedua Kumpulan Cerita Anak

Dila Ingin Memelihara Kucing

Oleh Kak Indriana

Senin pagi ini Dila senang sekali, karena sepulang sekolah nanti mama berjanji akan mengajak Dila jalan-jalan ke pameran flora dan fauna. Setelah bel akhir pelajaran berbunyi Dila langsung pergi menuju gerbang sekolah dan ternyata Mama telah menunggu di sana dengan senyum hangat khas Mama. Dengan menaiki metromini Dila menuju tempat pameran yang berada di pusat kota. Mama Dila sangat menyukai tanaman sehingga rumah Dila tampak hijau dan asri dipenuhi oleh tanaman yang dikoleksi Mama, mulai dari bunga, pohon, hingga tanaman obat. Setelah sampai di tempat pameran Dila dan mama berkeliling melihat-lihat serta berbelanja mulai dari tanaman, bibit, pupuk, dan barang-barang keperluan lain yang diperlukan mama untuk merawat tanaman tersebut.

51

Page 52: Buku Kedua Kumpulan Cerita Anak

Perhatian Dila tiba-tiba teralih ke deretan stan fauna. Dila melihat bermacam-macam hewan dipajang, mulai dari ular, kura-kura, kelinci, kucing, hamster, dan masih banyak lagi. Saat melihat deretan kucing yang dipajang dalam kandangnya, Dila jadi teringat kunjungannya ke rumah Putri teman sekelasnya beberapa hari yang lalu. Putri memiliki seekor kucing Persia berumur 3 bulan yang sangat lucu. Masih terbayang dalam ingatan Dila saat menggendong kucing tersebut, bulunya sangat halus, dan badannya empuk. Lebih menyenangkan lagi kucingnya sangat jinak, sehingga asyik diajak bermain oleh Dila dan Putri. Dila jadi sangat ingin memelihara kucing Persia.

“Ma, ayo kita ke sana,” ajak Dila pada mamanya yang sedang asyik memilih pot gantung.

“Sebentar ya Dila sayang,” jawab mama.

Setelah membayar, Mama pun mengikuti Dila ke stan yang menjual beragam kucing ras dan keturunan.

“Ma, Dila ingin memelihara kucing ini,” ujar Dila sambil menunjuk salah satu kucing Persia yang sedang tertidur.

Mama hanya tersenyum dan mengusap-usap kepala Dila. Mama tahu betul bahwa Dila yang baru duduk di kelas 3 SD itu belum bisa telaten dalan mengurus

52

Page 53: Buku Kedua Kumpulan Cerita Anak

hewan peliharaan. Merapikan buku dan mainannya saja susah betul, harus disuruh berkali-kali baru Dila mau berbenah. Enam bulan yang lalu Mama juga sudah pernah membelikan seekor hamster yang Dila minta dan janji untuk dirawat dengan sungguh-sungguh. Nasib berkata lain, hamster tersebut hanya bertahan 2 hari karena Dila lupa membuka toples tempat meletakkan hamsternya, dan hamster itu pun mati akibat kekurangan oksigen.

“Maaaa, ayo dong beli kucing ini, Dila mau punya kucing seperti Putri Ma,” rengek Dila lagi.

Mama pun mencoba memberi pengertian kepada Dila, “Dila sayang, merawat kucing akan lebih sulit daripada merawat hamster, apa Dila sanggup?”

Dila terdiam sejenak mendengar perkataan Mama, tapi tidak lama kemudian Dila merajuk lagi, “Bisa Ma, bisa, buktinya Putri aja bisa melihara kucing itu, masa Dila engga, nanti Dila janji akan merawatnya baik baik ma, makanya mama beliin Dila ya, ya?”

Mama tahu benar watak Dila, ia memang selalu bersikap seperti itu setiap kali melihat benda yang ia inginkan. Jika yang diinginkan Dila berupa benda mati seperti buku, alat tulis, atau mainan, Mama dengan mudah akan mengabulkan permintaan Dila tersebut. Tapi kali ini lain, Dila menginginkan benda hidup. Mama tidak ingin putri kesayangannya

53

Page 54: Buku Kedua Kumpulan Cerita Anak

menjadi pribadi yang tidak bertanggung jawab pada benda-benda yang dimilikinya, jadi Mama berpikir untuk tidak membelikan Dila seekor kucing Persia. Mama baru akan membelikannya jika suatu saat Dila dirasa sudah bisa lebih bertanggung jawab.

“Dila, nanti Dila bukan hanya harus memberi kucing itu makan, tapi harus membersihkan kotorannya, memandikannya, juga mengajaknya bermain. Nanti saja Mama belikan kalau Dila sudah besar ya,” Mama berusaha menenangkan Dila.

Dila merajuk makin keras, “Aah Dila mau sekarang maaaaa...,” air mata Dila pun mulai membasahi kedua pipinya.

“Dila, jangan begitu dong sayang,” sahut Mama yang mulai panik karena menjadi tontonan orang-orang akibat ulah Dila. Dila adalah anak satu-satunya, dan mamanya terlanjur memanjakan Dila sejak kecil, akibatnya Dila agak keras kepala sekarang, semua keinginannya harus terpenuhi, termasuk urusan membeli kucing yang satu ini.

Mama mencoba memutar otak, mencari ide agar dapat memberikan alasan pada Dila sehingga Dila mau mengubah keinginannya itu. “Dila sayang, kan di sekitar rumah juga ada kucing, Dila kasih makan aja nanti kucingnya pasti betah terus mau main sama Dila di rumah, ya Dila.”

54

Page 55: Buku Kedua Kumpulan Cerita Anak

“Dila nggak mau kucing kampung, Dila mau yang bulunya bagus Maaaa, Dila mau yang ini, nggak mau yang lain…” tangisan Dila makin kencang, dan semakin menjadi pusat perhatian.

Akhirnya Mama pun menyerah pada tingkah Dila, “Iya Dila... Iya sayang... Nanti Mama belikan, tapi ngga hari ini ya, kita kan naik metromini, susah bawanya, lagian kasian kucingnya kalau dibawa naik angkutan umum.”

“Terus kapan dong Ma belinya?” tanya Dila yang sudah mulai agak tenang.

“Hari minggu aja ya sayang, kita ajak Papa biar bisa bawa mobil, ya? Udah dong nangisnya,” ujar Mama sambil mengusap air mata Dila.

Dila mengangguk, dan mereka berdua pun pergi meninggalkan stan kucing itu. Mama pasrah, dan berpikir bahwa jika Mama membelikan Dila kucing itu hari minggu besok, Mama harus bersiap-siap untuk lebih sibuk bekerja di rumah, mengurus si kucing. Ini semua demi Dila, anak semata wayangmya.

**

Dua hari pun berlalu setelah kejadian di pameran itu. Di suatu sore yang tenang, terdengar suara miaw…miaw…miaw… dari luar rumah. Mama, Papa, dan

55

Page 56: Buku Kedua Kumpulan Cerita Anak

Dila yang saat itu sedang bersantai di ruang keluarga segera keluar rumah untuk mengecek suara tersebut yang makin lama makin kencang saja kedengarannya. Ternyata suara tersebut berasal dari post satpam yang berada di dekat rumah. Setelah menemukan sumber suaranya, ternyata itu adalah suara dari anak kucing yang tercebur ke dalam got.

Untung saja got di perumahan Dila tinggal tidak tinggi airnya, sebab tetangga-tetangga Dila bersama pak RT rajin membersihkan got sebulan sekali untuk mencegah banjir. Anak kucing tersebut masih bisa mengangkat kepalanya dari dalam air got, sehingga ia bisa bernapas dan mengeong meminta pertolongan. Papa langsung menjulurkan tangannya untuk mengambil si kucing. Setelah diangkat, Mama langsung membawanya ke rumah, sebab kasihan kan kalau ditinggal begitu saja. Dila merasa jijik melihat Mama saat membawa kucing itu ke rumah. Air got menetes-netes dari badannya, mana warnanya hitam lagi. “Iiih…,” ujar Dila sambil menjauh dari si kucing, takut-takut terkena cipratannya.

Mama langsung membersihkan si kucing kecil, melapnya dengan kain yang dibasahi air hangat. “Dila, tolong ambil kardus yang tidak terpakai di dapur,” kata Mama sambil terus membersihkan si kucing.

“Buat apa Ma?” sahut Dila.

56

Page 57: Buku Kedua Kumpulan Cerita Anak

“Buat kucing ini, kasihan kan kalau diletakkan begitu saja di luar, nanti dia kemana-mana, padahal badannya masih lemah,” jawab mama.

Dila pun mengambil kardus di dapur, dan berpikir jangan-jangan mamanya mau memelihara kucing ini. Dila jadi merasa kesal, karena ia tidak mau kucing kurus, hitam, dan dekil seperti itu. Bagaimana jika nanti Putri datang ke rumah dan melihat kucing peliharaannya, bisa-bisa Dila malu. Dila yang terus berpikiran buruk menjadi semakin tidak suka dengan anak kucing tersebut.

“Mama mau memelihara kucing itu ya?” Dila tiba-tiba berbicara sambil menyerahkan kardus yang telah ia ambil pada Mama.

Mama menoleh ke Dila, dan menangkap wajah cemberut Dila. Mama tersenyum lalu berkata, “Kasihan kalau kucing ini kita lepas sekarang Dila, nanti Mama akan beri dia makan beberapa hari sampai badannya segar lagi. Setelah itu kalau Dila tidak suka, Mama akan lepas kucing ini.”

Dila mengangguk mendengar penjelasan Mama, lalu langsung pergi menuju papanya yang berada di ruang keluarga. “Pa, janji ya hari minggu kita ke pameran buat beli kucing,” Dila berkata sambil naik ke pangkuan papanya. Papa Dila hanya tersenyum sambil mengelus-elus kepala Dila.

57

Page 58: Buku Kedua Kumpulan Cerita Anak

**

Keesokan harinya saat pulang dari sekolah, Dila mendapati rumahnya dalam keadaan sepi. Biasanya kalau jam segini Mama tidak ada di rumah, berarti Mama sedang berbelanja untuk keperluan bisnis pakaiannya. Saat melihat ke dalam kardus di teras, Dila melihat anak kucing itu tidak berada di dalamnya, melainkan sedang bermain di semak-semak halaman rumahnya, melompat ke sana ke mari. Dila tidak peduli, dan terus masuk ke dalam rumah.

Untuk anak seusianya, Dila bisa dibilang cukup mandiri. Ia sudah bisa ditinggal mamanya di siang hari, biasanya Mama baru pulang jam 4 sore. Setelah menyantap makan siang yang sudah disiapkan Mama di atas meja makan, Dila pergi ke kamarnya. Dila sebenarnya tidak suka kondisi rumah yang sepi seperti ini, ia ingin punya teman untuk diajak berbagi. Itu sebabnya Dila ingin dibelikan hewan peliharaan, agar ada yang menemaninya saat Mama pergi. Dila jadi teringat hamsternya yang telah mati, sebenarnya Dila sangat sedih akan kematian hamsternya, ia juga merasa sangat bersalah. Itu sebabnya Dila ingin dibelikan kucing Persia yang lucu agar ia bisa memperbaiki kesalahannya. Dila sebenarnya agak takut jika harus memelihara hewan lagi, namun ia ingin punya teman bermain, sekaligus

58

Page 59: Buku Kedua Kumpulan Cerita Anak

membuktikan pada Mama bahwa Dila bisa bertanggung jawab atas hewan peliharaannya.

Dari balik jendela kamarnya Dila melihat anak kucing itu sedang bermain sendirian. Setelah dilihat-lihat anak kucing itu sudah tidak sekurus saat pertama kali ditemukan. Perutnya yang buncit menonjol di antara kaki-kakinya yang kurus. Badannya sudah lebih bersih, dan tampak warna bulunya yang ternyata berwarna kecoklatan. Binar matanya juga kelihatan, dan tiba-tiba kucing itu jadi terlihat sangat lucu. “Tidak... Tidak boleh,” pikir Dila dalam hati sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. Dila tidak boleh suka pada kucing itu, titik.

Tiba-tiba terdengar suara kreeeek dari arah luar. Dila sangat kaget melihat kucing kecil itu sedang main di pohon kesayangan Mama, dan Dila melihat robekan besar di salah satu pohon anterium. “Aduh gawat nih”, Dila panik dan langsung menuju ke luar rumah. Dila tahu betul kalau anterium itu mahal, dan Mama akan sangat marah melihat ada robekan di anteriumnya yang cantik itu. Dila langsung mengangkat kucing itu lalu meletakannya di tempat yang jauh dari tanaman-tanaman mahal Mama.

“Kamu jangan nakal ya,” Dila mengomel pada si kucing kecil. Bukannya takut si kucing malah bermain-main di kaki Dila. Kucing itu menempel-nempelkan badannya pada kaki Dila, seolah-olah ia

59

Page 60: Buku Kedua Kumpulan Cerita Anak

baru mendapat teman baru. Dila kaget, tapi juga ada sedikit perasaan senang di hatinya. Namun karena Dila ingat Mama akan membelikannya kucing besok, jadi Dila acuh dan menjauhi kucing itu. Kucing tersebut ternyata mengikuti Dila, tapi Dila terus saja berjalan menuju pintu masuk rumahnya. Karena si kucing terus mengikuti di dekat kaki Dila, tidak sengaja Dila menginjak kaki si kucing. Si kucing langsung menjerit, meeeeew, lalu berlari menjauhi Dila, dan mengumpat di semak-semak. Dila kaget mendengr jeritan tersebut, ia langsung merasa bersalah dan langsung menuju semak-semak mencari si kucing. Si kucing kecil tampak sedang menjilat-jilat kakinya. Dila mengelus si kucing sambil mengucapkan permintaan maafnya. “Maaf ya Pus, maafin Dila, sakit ya? Kamu juga sih ngapain ngikutin Dila, kan jadi keinjek tuh. Maafin Dila ya Pus, Dila ngga sengaja,” kata Dila sambil terus mengelus si kucing.

Tidak disangka, si kucing malah bermain-main dengan tangan Dila. Si kucing kecil berusaha memegang, dan mengigit tangan Dila, tapi karena belum ada giginya Dila malah merasa geli, dan Dila pun tertawa. Sesaat Dila lupa akan keinginannya untuk punya kucing Persia. Dila lalu bermain-main dengan si kucing. Sampai sore hari Dila terus bermain dengan si kucing, Dila memberinya daging ayam, mengajak si kucing nonton TV, dan mengelus-

60

Page 61: Buku Kedua Kumpulan Cerita Anak

elusnya sampai si kucing tertidur di pangkuan Dila. Dila yang kelelahan tak lama kemudian juga tertidur di sofa. Dila da si kucing kecil tertidur bersama, sungguh pemandangan yang sangat indah.

Saat Mama pulang dan mendapati putrinya sedang tidur bersama kucing yang tidak disukainya, mama terheran-heran. Mama membangunkan Dila karena sebentar lagi waktu maghrib tiba dan Dila harus mandi sebelum malam tiba. Dila pun terbangun begitu pula dengan si kucing. Mama meletakkan kembali si kucing kecil dalam kardus, lalu memberinya makan.

Malam harinya Dila menceritakan pengalamannya saat bermain dengan si kucing, mulai dari saat si kucing merobek tanaman Mama hingga saat mereka tidur bersama. Mama awalnya agak sedikit melotot mengetahui tanamannya yang robek, tapi setelah itu Mama tersenyum lagi. Apalagi setelah mengetahui bahwa Dila bermain dengan si kucing kecil. Mama tahu bahwa Dila sudah jatuh hati pada si kecil tersebut.

Mama bertanya pada Dila, “Jadi, besok kita jadi ke pameran untuk membeli kucing Persia?”

Dila menggeleng-gelengkan kepalanya, “Nggak Ma, kasihan si kecil nanti mau ditaruh di mana. Biar aja

61

Page 62: Buku Kedua Kumpulan Cerita Anak

kucing Persia itu tetap tinggal bersama abang penjualnya.”

“Jadi Dila mau merawat kucing ini?” tanya papa yang sedari tadi menyimak cerita Dila.

“Iya Pa,” ujar Dila mantap. “Sebenarnya kucing Putri itu nggak enak diajak main Pa, kucingnya malas dan kerjaannya tidur terus, tapi kalau si kecil ini lain Pa, dia mau diajak main, mau Dila gendong, malahan tidur sama Dila. Dila ingin si kecil ini jadi teman Dila Pa,” Dila menjawab sambil nyengir cengengesan.

“Baguslah kalau begitu, Mama senang karena Dila tidak memilih-milih teman, mau yang kampung atau Persia sama saja, yang penting dia sayang dengn Dila, dan Dila juga sayang dengannya,” ujar mama, bangga pada Dila.

Mulai saat ini Dila berjanji pada dirinya sendiri untuk merawat si kucing kecil sebaik-baiknya. Karena semua kucing sama saja, mereka bukan makhluk yang harus dibeda-bedakan, melainkan makhluk yang harus kita beri kasih sayang. Bagaimana denganmu, sudahkah kamu menyayangi hewan peliharaanmu?

62

Page 63: Buku Kedua Kumpulan Cerita Anak

Sayang Kak DheaOleh Kak Adyta Purbaya

Rinda baru saja tiba di rumah, sepulang dari sekolah, ketika Mamah menghampirinya dengan sepucuk surat di tangan.

Surat beramplop putih yang Rinda sudah bisa menebak siapa pengirimnya.

Itu pasti dari kakaknya. Gadis cantik berjilbab yang sekarang sedang kuliah di kota lain.

Rinda hanya dua bersaudara. Rinda hanya punya satu kakak. Satu kakak cewek yang sangat dia benci.

Rinda membenci kakaknya bukan tanpa alasan. Tapi terlebih karena Mamah selalu membanggakan kakaknya dan membanding-bandingkan dengan dirinya. Rinda benci kakaknya yang selalu terlihat sempurna di mata Mamah. Bahkan Rinda sendiri tidak berhasil menemukan dimana celah kejelekan kakaknya itu.

63

Page 64: Buku Kedua Kumpulan Cerita Anak

“Eh Si Kecil udah pulang,” Mamah meraih Rinda ke dalam pelukannya.

Selalu saja begitu. Mamah selalu memanggil Rinda dengan panggilan “Si Kecil”, meskipun Rinda sudah bukan anak kecil lagi. Yah, itu menurutnya. Rinda sekarang sudah kelas 5 Sekolah Dasar. Tentu bukan anak kecil lagi, tapi Mamah tetap menganggapnya si kecil yang belum bisa apa-apa dan selalu membutuhkan bantuan Mamah untuk mengerjakan sesuatu. Termasuk PR.

Rinda hanya tersenyum kecut di dalam pelukan Mamah.

“Ini ada surat dari kak Dhea,” Mamah berkata penuh senyum. Menyerahkan sepucuk amplop putih kepada Rinda. “Kakakmu nggak pernah lupa ya mengirimimu surat” Rinda melirik ke arah Mamah yang masih tersenyum.

“Kenapa kakak nggak nelpon aja sih, Mah?” tanya Rinda.

Teknologi yang berkembang sangat pesat dewasa ini mengakibatkan anak “sekecil” Rinda pun sudah menggenggam handphone pribadi.

Lagi-lagi Mamah tersenyum.

64

Page 65: Buku Kedua Kumpulan Cerita Anak

“Menelpon dan mengirimi surat kan sensasinya beda, Sayang” Mamah mengelus sayang rambut gadis bungsunya itu.

Rinda diam. Tangannya menggenggam erat surat dari kakaknya.

“Kamu harus bisa mencontoh kakakmu. Dia pintar, baik, suka menolong. Belum lagi anaknya sopan, nggak pernah bantah orangtua. Nggak kayak kamu…”

Yeah! Mulai! Mamah mulai dengan kebiasaan membandingkan dirinya dengan si kakak. Belum lagi dengan kalimat “nggak kayak kamu” andalannya.

Rinda muak dengan semua pujian Mamah untuk kakak, dan semua kalimat perbandingan antara dirinya dan kakak. Tapi sekali lagi Rinda sadar, Kak Dhea memang sempurna.

Dia baik, tidak pernah marah. Dia pintar, Kak Dhea selalu jadi juara kelas dan juara Olimpiade. Dia ramah, dia nggak pernah memilih teman. Semua orang suka pada Kak Dhea. Dan itulah yang membuat Rinda benci. Rinda benci kakaknya yang disukai banyak orang. Rinda benci tidak bisa menjadi seperti itu.

“Ayo dibaca suratnya,” Mamah menyenggol tangan Rinda.

65

Page 66: Buku Kedua Kumpulan Cerita Anak

Rinda melenguh, dan ogah-ogahan menyobek amplop putih itu.

Rinda membaca dalam diam.

……

Untuk Adikku yang manis, Rinda Pradipta.

Apa kabar, sayang? Semoga kamu, Mamah, dan Papah selalu dalam lindungan Allah. Amin.

Bagaimana sekolahnya, sayang? Sudah mulai ujian belom, ya?

Kak Dhea tak pernah lupa menanyakan sekolah nya. Kak Dhea yang pintar dan Rinda yang lemot menangkap pelajaran. Sifat yang sangat bertolak belakang.

Kakak kangen sama kamu… Pengen nyium pipi temben kamu itu, hihi… Ahhh, kamu selalu bikin kakak kangen rumah. Kamulah alasan kakak untuk selalu pulang.

Rinda mencibir. Rinda tahu persis, Mas Gilanglah alasan kakak untuk selalu pulang. Pacar yang sudah lebih dari 3 tahun ini bersama kakaknya itu. Bahkan Rinda sudah terbiasa pergi berdua saja, jalan-jalan sore atau sekedar jajan, dengan pacar kakaknya itu.

66

Page 67: Buku Kedua Kumpulan Cerita Anak

Adikku yang manis, tanggal 4 nanti kakak pulang… Kamu mau nitip oleh-oleh apa? Bisa bilang ke Mamah ya, supaya nanti waktu Mamah nelpon kakak, bisa disampekan pesenannya dan langsung deh kakak beliin. Okeee?

Kak Dhea pulang? Rinda mengingat-ingat ini tanggal berapa. Tanggal 2. Lusa berarti Kak Dhea pulang. Hmm, Rinda mulai memikirkan apa saja yang mau dititipnya dengan kakaknya itu. Kak Dhea memang selalu membawakan Rinda sesuatu kalau pulang. Kak Dhea yang baik, dan Rinda benci itu.

Oh iya, kakak juga belikan kamu beberapa buku bacaan waktu minggu lalu kakak ke Gramidia Book Fair. Nanti sekalian kakak bawa. Walaupun kakak tau kamu nggak suka baca, tapi tetap kakak belikan. Siapa tau nanti kamu tergerak untuk mulai membaca :)

Rinda mengingat, satu lagi perbedaan dirinya dan kakaknya itu. Kak Dhea sangat kutubuku. Dia bisa menghabiskan waktu berjam-jam untuk membaca. Sementara Rinda? Satu buku penuh gambar pun akan dihabiskan dalam waktu yang lama.

Rinda melanjutkan membaca surat.

Yaudah, kayaknya segini dulu ya sayang… Kalo surat ini udah nyampe, telepon ya? Kakak kangen denger

67

Page 68: Buku Kedua Kumpulan Cerita Anak

suara kamu. Kamu sih suka nggak mau ngomong kalo kakak nelpon.

Rinda mengingat lagi. Ya, dia memang nggak pernah–eh, jarang deh–mau ngomong kalo kakaknya itu menelpon. Rinda kan benci dia.

Salam buat Mamah Papah ya, jangan lupa belajar.

Salam sayang, Kak Dhea :*

Rinda melipat surat itu dan memandangi Mamah yang ternyata ikut membaca.

“Tuh! Lihat! Kakakmu bahkan membelikanmu buku walaupun dia tahu kamu tidak suka membaca…”

“…”

“Membaca itu menyenangkan, sayang. Kamu bisa dapet banyak informasi dari buku. Kamu bisa pintar seperti Kak Dhea. Kamu…”

Mamah belum menyelesaikan ucapannya ketika Rinda ngeloyor pergi. Amplop putih berisi durat dari kakaknya dibiarkan saja tergeletak di pangkuan Mamahnya.

Aku benci kak Dhea. Rinda mengumpat kesal, berjalan menuju kamarnya di lantai dua.

68

Page 69: Buku Kedua Kumpulan Cerita Anak

Ketika melewati ruang keluarga, telepon di ruang keluarga berdering nyaring. Tapi Rinda mengabaikannya.

Rinda masih bisa melihat lewat ekor matanya ketika Mamah berjalan tergesa-gesa ke arah telepon dan mengangkatnya.

“Hallo. Iya. Benar, saya sendiri. Ada apa ya? Hah? Sekarang... Gimana…”

Rinda menghentikan langkahnya dan menguping. Sepertinya sesuatu telah terjadi. Dan melihat ekspresi mamahnya, Rinda mengambil kesimpulan bahwa itu adalah hal buruk.

“Baik, saya dan keluarga segara ke sana. Terima kasih informasinya. Baiklah. Walaikumsalam.”

Rinda melihat Mamah meletakkan gagang telepon dan jatuh terduduk lemas. Air mata membanjiri wajahnya. Mamah menangis.

Rinda yang masih belum mengerti duduk permasalahan menghampiri mamahnya.

“Ada apa, Mah?” Rinda bertanya pelan.

mamah menatap wajah anak bungsunya. Air mata kian mengucur deras.

69

Page 70: Buku Kedua Kumpulan Cerita Anak

“Kakakmu kecelakaan. Motornya ditabrak truk. Sekarang dia di rumah sakit. Kita harus ke jakarta sekarang.

Mamah menagis tersedu-sedu.

Rinda masih berusaha mencerna penjelasan mamahnya. Entah kenapa semua itu terasa sulit untuk diterimanya.

Rinda menatap mamah yang kini berusaha meraih gagang telepon dan menghubungi seseorang. Papah tentunya.

“Halo, Pah.. Dhea…”

***

Dan di sinilah mereka sekarang. Papah, Mamah, dan Rinda. Di rumah sakit tempat kak Dhea di rawat. Semua berwarna putih dengan bau obat yang menyengat.

Rinda melihat kakaknya yang cantik dan selalu rapi, kakaknya yang tak pernah lupa untuk tersenyum, kakak yang dibencinya tapi tetap sayang padanya kini terbaring lemas di atas ranjang rumah sakit.

Rinda menghampiri kakaknya. Perban menempel di sekujur tubuh.

70

Page 71: Buku Kedua Kumpulan Cerita Anak

Dokter bilang Kak Dhea baik-baik saja. Hanya saja kaki kanannya patah, tapi akan segera pulih dengan sedikit terapi.

Rinda tidak mengerti semua yang dikatakan dokter, tapi dia sedih melihat kakaknya sakit.

“Kak Dhea…” Rinda menyentuh lengan kakaknya pelan. Kakaknya tidak bergeming. Masih diam. Samar-samar Rinda mendengar tangis Mamah di belakangnya.

“Kak Dhea bangun….” Rinda mengguncang badan kakaknya. Tapi gadis itu tetap diam.

Rinda merasakan tangan menyentuh pundaknya. Papah. “Kakak kenapa? Kok diem aja?” tanya Rinda polos.

“Kakak sakit. Dia lagi tidur. Istirahat.” Papah mencoba menjelaskan dengan bahasa yang simpel.

“Tapi biasanya Kakak langsung bangun kalo Rinda bangunin.”

“Iya, sekarang dia lagi capek banget. Makanya tidurnya pulas begitu” Papah tak kuasa menahan air matanya.

“Trus kenapa Mamah sama Papah?” tanya Rinda lagi.

71

Page 72: Buku Kedua Kumpulan Cerita Anak

“…”

Mamah diam, Papah juga. Mamah masih sesengukan.

“Makanya kamu jangan nakal. Kalo Kakak nelpon kamu harus mau ngomong. Kamu juga jangan judes lagi sama Kakak. Kalo kakak ‘tidur’ begini kan dia jadi nggak bisa ngomong sama kamu.”

Mamah terdengar menekankan kata tidur, Mamah masih terus terisak.

Rinda diam, tertunduk.

Mamah meraih gadis bungsunya itu ke dalam pelukannya.

Rinda melepaskan diri dari pelukan Mamah dan berjalan mendekati ranjang kakaknya berbaring. Rinda memegang lembut ujung jemari kakaknya.

“Kak Dhea. Rinda minta maaf yah. Rinda janji kalo Kakak bangun nanti, Rinda nggak bakal nakal lagi. Rinda janji bakal sering nelpon Kakak. Rinda janji nggak benci sama Kakak lagi. Kak Dhea bangun dong, Rinda mau dibacain buku sama Kakak.”

Tak terasa air mata mulai menetes di pipinya. Rinda menangis.

72

Page 73: Buku Kedua Kumpulan Cerita Anak

“Rinda sayang Kak Dhea…” Untuk pertama kalinya kalimat itu keluar dengan tulus dari mulutnya.

“Kak Dhea bangun… Rinda sayang Kak Dhea.”

Dan, ajaib… jemari kakaknya bergerak perlahan. Rinda terkejut. Menghapus buliran air mata dan menoleh ke arah raut manis kakaknya yang hampir semua tertutup perban.

“Rinda…”

Bahkan di saat pertama kali kakaknya membuka mata, nama Rindalah yang dia sebut.

“Kak Dhea…” Rinda menghampiri wajah berbalut perban kakaknya.

“Rinda…” Kakak nya masih berkata lirih.

Rinda mencium kening kakaknya.

“Rinda sayang kak Dhea. Cepet sembuh ya kak.”

Sebutir air mata hangat yang jatuh dari sudut mata Rinda membasahi pipi kakaknya. Rinda melihat kakaknya tersenyum tulus, meskipun harus bersusah payah.

Ah, bodohnya dia selalu membenci orang yang begitu baik seperti Kak Dhea.

73

Page 74: Buku Kedua Kumpulan Cerita Anak

Mulai hari ini Rinda berjanji, dia nggak akan pernah membenci kakaknya lagi.

74

Page 75: Buku Kedua Kumpulan Cerita Anak

Kebun Empat KelinciOleh Kak Hariadhi

Di hutan Cemara, hiduplah empat anak kelinci. Ibu Kelinci mengantarkan mereka ke padang rumput yang luas sekali. Mereka semua lalu membuat rumah dan bertani.

Nana punya kebun apel. Setiap hari ia memetik buahnya. Bentuknya bulat dan besar sekali. Eda punya kandang ayam. Setiap hari ayamnya berkotek riang. Telurnya banyak sekali. Jan punya ladang gandum. Setiap hari ia membuat roti. Baunya harum sekali. Keli punya kawanan sapi. Setiap hari ia memerah susu. Rasanya segar dan dingin sekali.

Nana berkunjung ke kebun Eda. Karena tidak tahu, ia membuat ayam-ayam kaget dan berlarian. Eda mengusir Nana. “Pergi.. pergi.. nanti ayamku tidak bisa bertelur. Jangan pernah datang lagi ke sini.” Nana marah sekali.

Keli bermain-main ke kebun apel Nana. Karena tidak tahu cara memanjat, ia mematahkan pohon apel

75

Page 76: Buku Kedua Kumpulan Cerita Anak

Nana. Nana mengusir Keli “Pergi… pergi,.... nanti apelku tidak bisa berbuah lagi. Jangan pernah datang lagi ke sini.” Keli marah sekali.

Jan bermain ke kandang sapi Keli. Karena tidak tahu cara memerah susu, ia ditendang sapi-sapi Keli. Keli mengusir Jan. “Pergi.. pergi… nanti sapiku tidak mau diperah lagi. Jangan pernah kembali ke sini.” Jan marah sekali.

Eda bermain ke rumah Jan. Karena tidak tahu cara membuat roti, ia merusak panggangan roti Jan. Jan mengusir Eda. “Pergi.. pergi.. nanti kalau pangganganku rusak semua, aku mau makan apa? Jangan pernah kembali ke sini.” Eda marah sekali.

Nana, Keli, Jan, dan Eda sekarang bermusuhan. Mereka tidak mau lagi saling menyapa. Nana tidak mau berbagi apelnya. Eda menyimpan telurnya rapat-rapat. Jan mengunci roti-rotinya di dapur. Keli menyembunyikan susu di gentong dan memakunya rapat-rapat.

Ibu Kelinci bingung melihat keempat anaknya. “Mengapa kalian saling bermusuhan?” “Tidak, aku tidak suka mereka!” kata anak-anak kelinci bersahutan. “Maukah kalian saling bermaafan?” tanya Ibu Kelinci. “Tidak, tidak! Dia yang harus minta maaf lebih dahulu!” kata anak-anak kelinci bersahutan. Ibu Kelinci sedih sekali.

76

Page 77: Buku Kedua Kumpulan Cerita Anak

Suatu hari, saat jam makan siang, mereka kebingungan.

Kata Nana, “Oh tidak, aku sudah bosan makan apel tiap hari. Nanti apelku dimakan ulat”.

Eda juga menjerit, “Tolong.. Aku bosan makan telur. Kalau telurku busuk, ayam-ayamku bisa marah!”

Jan juga berseru, “Aku muak makan roti, rasanya hambar. Kalau tidak dihabiskan, burung gagak akan memenuhi rumahku.”

Keli membalas, “Aku kembung kebanyakan minum susu. Kalau basi, baunya busuk sekali.”

Keempatnya lalu saling mengunjungi rumah masing-masing sambil membawa hasil kebunnya.

Nana membagikan apelnya kepada Eda, Jan, dan Keli “Maukah kalian membantu menghabiskan apel-apel ini?”

Eda juga membagikan telur-telurnya kepada Nana, Jan, dan Keli “Telurku kebanyakan, maukah kalian menerimanya?”

“Aku juga punya banyak roti, bisakah kalian menyimpannya?” Jan membagikan rotinya kepada Nana, Eda, dan Keli.

77

Page 78: Buku Kedua Kumpulan Cerita Anak

“Ambillah, susuku sudah kebanyakan. Pasti kalian suka!” kata Keli kepada Nana, Eda, dan Jan.

Ibu kelinci tertawa dan mereka pun berpelukan “Nah.. sekarang kita semua punya cukup apel, telur, roti, dan susu setiap hari!”

78

Page 79: Buku Kedua Kumpulan Cerita Anak

Pangeran Massak dan Raksasa di Belakang Bukit

Oleh Kak Dina Antonia

Nun jauh di negeri antah berantah, terdapatlah Kerajaan Sedap-sedap. Kerajaan mereka sangat subur dan kaya. Sayur-sayuran, buah-buahan, dan bermacam-macam ternak ada di sana. Semuanya bisa dijadikan makanan.

Rajanya, Raja Makhan Trus, suka sekali makan. Ia punya dua orang anak. Yang pertama bernama Pangeran Massak Trus, dan yang kedua bernama Puteri Chicip Trus. Pangeran Massak punya hobi memasak, sedangkan Puteri Chihip suka mencicipi masakan kakaknya. Di sana, tiada hari tanpa pesta pora makanan yang sedap-sedap.

Suatu hari…. raja sakit keras! Semua orang di Kerajaan Sedap-sedap gempar! Puluhan tabib sudah dipanggil. Tapi tak ada yang mampu menyembuhkannya. Bagaimana ini? Kedua pangeran

79

Page 80: Buku Kedua Kumpulan Cerita Anak

kalang kabut dibuatnya. Mereka sangat mencintai ayah mereka. Mereka ingin ayah cepat sembuh!

Akhirnya, datanglah seorang tabib bijaksana membawa secercah harapan. “Hamba tahu obat untuk raja. Obat ini bisa menyembuhkan segala macam penyakit.”

“Lekas beri kami obat itu, Pak Tabib! Tak usah banyak bicara!” sahut Puteri Chicip tak sabaran.

“Ah, sayang sekali. Hamba tak punya obat tersebut. Tapi…”

Belum selesai Sang Tabib berbicara, Puteri Chicip sudah memotongnya lagi, “Kalau begitu untuk apa kau sebutkan obat tersebut? Tak ada gunanya! Sama juga bohong!”

Pangeran Massak mengingatkan adiknya, “Biarkan Pak Tabib selesai bicara dulu, Cip!”

“Obat itu ada di balik Bukit Tungku Api. Setangkai daun ajaib. Semua orang yang memakannya akan segar bugar, dan panjang umur,” lanjut Sang Tabib.

“Bah! Lelucon macam apa lagi ini, Pak Tua! Semua orang tahu bahwa di balik Bukit Tungku Api ada raksasa yang suka membakar dan memakan orang! Kita sendiri suka melihat percikan apinya, kemudian jeritan kesakitan! Iya, kan?”

80

Page 81: Buku Kedua Kumpulan Cerita Anak

Semua orang saling berpandangan ngeri. Siapa yang mau ke sana?

Akhirnya Pangeran Massak angkat bicara, “Aku akan ke sana.”

“Jangan, Kak!” Puteri Chicip hendak melarang kakaknya. Tapi niat Pangeran Massak sudah bulat. Ia pun berangkat.

***

Perjalanan menuju ke Bukit Tungku Api tidaklah mudah. Semakin jauh meninggalkan Kerajaan Sedap-sedap, pemandangan yang subur berganti menjadi kering dan gersang. Banyak binatang buas yang tampak kelaparan. Ciat!! Pangeran Massak berhasil menangkis terkaman serigala yang hendak memangsanya. Untung, keterampilannya menggunakan pisau dapur bisa juga dimanfaatkan saat memakai pedang.

Akhirnya, Pangeran Massak berhasil sampai di balik Bukit Tungku Api. Memang benar, sekali-sekali tampak percikan-percikan api besar dan asap hitam. Karena itulah bukit ini dinamakan Bukit Tungku Api. Tak lama kemudian, terdengar teriakan, “Auw-aw-aw!” Lalu, BUM! Terdengar dentuman yang sangat keras. Apa itu?

81

Page 82: Buku Kedua Kumpulan Cerita Anak

Pangeran Massak tidak gentar. Pelan-pelan, ia mendekati asal percikan api dan suara-suara itu. Ia bersembunyi di balik sebuah dahan pohon yang kering. Ia mengintip. Dari sana, ia melihat seorang raksasa besar.

Raksasa itu sedang berusaha memasak. Pangeran Massak mengamati lebih lanjut. Tak ada sayur-sayuran yang tumbuh di sekitar situ, buah-buahan, juga hewan yang bisa dimakan. Apa yang ia masak? Raksasa itu mengambil sesuatu dari sakunya, beberapa helai daun yang berwarna keemasan! Itu pasti daun ajaib! Seru Pangeran Massak dalam hati.

Raksasa menusuk helai-helai daun ajaib dengan ranting pohon, lalu membakarnya di atas api unggun. Tapi, “AUW!” BUM! Jari-jarinya tak sengaja terkena api, lalu ia melompat-lompat kesakitan, menimbulkan dentuman yang sangat keras. Lalu, “AHH! TIDAK!!” Raung raksasa itu. “Makananku hangus!!” Ah, rupanya raksasa itu tidak bisa masak!

Pangeran Massak segera menghampiri, “Kau butuh bantuan?”

Raksasa itu ternyata tidak jahat. Ia malah bercerita dengan sedih, “Lihatlah, di sini tidak ada sangat gersang dan tandus. Tidak ada yang bisa dimakan! Hanya ada daun-daun ini yang kumakan setiap hari. Aku lapar!”

82

Page 83: Buku Kedua Kumpulan Cerita Anak

“Kasihan sekali kau, Raksasa! Jadi dengan tubuh sebesar ini, tiap hari kau Cuma makan beberapa lembar daun ini?”

“Ya, dan rasanya tidak enak! Gosong pula!”

Hm, tentulah itu memang daun ajaib, kalau tidak, mana mungkin raksasa sebesar dia bisa hidup hanya dengan makan beberapa helai daun? Pangeran Massak memutar otak dan mengajukan penawaran.

***

BUM! BUM! BUM!

Terdengar dentuman yang sangat keras. Tanah pun bergetar. Kerajaan Sedap-sedap panik. Puteri Chicip menangis, “Oh, tidak! Kak Massak dimakan raksasa! Dan sekarang ia juga akan memakan kita!!”

Prajurit-prajurit Kerajaan Sedap-sedap ketakutan. Tak ada yang berani melawan raksasa. Selama ini mereka terlalu sering pesta makan dan kurang sering berlatih. Perut mereka gendut-gendut. Bahkan untuk melarikan diri saja mereka sudah terengah-engah. Mereka jatuh terjerembab, sementara raksasa semakin mendekat.

Tiba-tiba terdengar suara Pangeran Massak, “Jangan takut! Raksasa ini teman kita!”

83

Page 84: Buku Kedua Kumpulan Cerita Anak

Pangeran Massak pun menjelaskan semuanya. Raksasa kelaparan karena tempat tinggalnya sangat tandus dan gersang. Apalagi, ia tak bisa masak. Setiap hari, ia makan daun ajaib sehingga bisa tetap hidup. Sementara itu, Kerajaan Sedap-sedap berlimpah makanan, tapi raja membutuhkan daun ajaib. Jadi, mereka sepakat bahwa raksasa akan memberikan daun ajaibnya, asal Pangeran Massak akan memasakkan makanan yang enak-enak untuk raksasa. Semua tampak setuju dan bahagia dengan kesepakatan itu.

Benar saja, setelah makan daun ajaib, Raja Makhan Trus langsung sembuh. Rupanya, selama ini ia kebanyakan makan, sehingga berbagai macam penyakit bercokol di tubuhnya.

Kini, Kerajaan Sedap-sedap tahu bahwa makan terlalu banyak tidak baik. Masih banyak orang di luar sana yang tidak seberuntung mereka. Mereka harus berbagi, dan mengatur menu makan yang seimbang.

BUM! BUM! BUM! CIAT! Apa itu? Ah, rupanya para prajurit kerajaan sedang berlatih perang dengan raksasa. Betul, mereka juga butuh olahraga supaya sehat!

84

Page 85: Buku Kedua Kumpulan Cerita Anak

Cerita SelmaOleh Kak Ollie

Namaku Selma dan aku ingin jadi penulis.

Sepertinya jadi penulis itu menyenangkan. Kakakku Dika adalah penulis terkenal. Hidupnya enak banget. Bangun selalu siang. Kadang pas aku pulang sekolah, kakak baru muncul dengan muka ngantuknya. Bandingkan sama aku... Tiap hari harus bangun pagi... Belajar... Ngerjain tugas... Duh... Males banget deh!

Satu lagi... Mama suka sekali membaca. Perpustakaannya penuh buku-buku yang aku nggak begitu mengerti isinya. Bisa berjam-jam Mama membaca di sofa empuk kesayangannya. Karena suka membaca, Mama juga jadi sayang banget sama Kakak. Ke mana Kakak pergi, Mama selalu ikut. Apapun yang Kakak minta, juga selalu dipenuhi. Bahkan kalau Kakak nakal pun, jadi dimaklumi. Padahal kalau aku, pasti Mama udah mengomel dari Jakarta sampai Bogor. Oke, memang aku agak berlebihan, tapi begitulah kira-kira kenyataannya.

85

Page 86: Buku Kedua Kumpulan Cerita Anak

Jadi, jelas, kan? Hidupku pasti lebih menyenangkan kalau aku sudah jadi penulis.

Tentu saja aku tak memberitahukan rencana ini ke Kak Dika. Aku bisa diledekin habis-habisan. Atau mungkin nanti dia bakal takut kalau aku bisa lebih terkenal dari dia hihihi... Membayangkannya saja aku sudah senyum-senyum sendiri! Bayangkan! Pas lagi jalan di mall bareng Mama, bakal ada yang mengenali aku, cepat-cepat mengeluarkan bukuku dari dalam tas-nya, siap-siap minta tandatanganku dan memanggil, “Selma!”

ADUH! Pundakku ditepuk kasar dari belakang.

Ternyata itu Putri, anak paling besar dan kasar di kelasku. Aku memandang kaget ke sekitarku. Sudah berapa lama aku melamun di kantin ya?

“Traktir es jeruk ya, Sel!” Kata Putri, sudah memegang es jeruk yang dia mau. Aku diam saja. Dia memang doyan malak. Aku kesel banget sama dia, tapi nggak berani laporin ke guru. Aku ‘kan masih lama sekolah di SD ini.

“Lagi ngapain kamu?!” Tanya Putri sambil melirik sekilas ke kertas yang aku pegang.

Refleks aku menurunkan tanganku ke bawah meja. Gawat! Aku memang lagi pingin ikutan lomba

86

Page 87: Buku Kedua Kumpulan Cerita Anak

menulis yang diadain di sekolah. Jangan sampai Putri baca tulisanku!

“Mm... Nggak ngapa-ngapain... Duduk aja...,” sahutku gugup.

Tapi tentu saja Putri tidak sebodoh itu. Dengan tatapan curiga, ia melirik ke arah tanganku yang menyembunyikan sesuatu.

“Apa tuh?!” Sahutnya penasaran. Keningnya berkerut, bibirnya mengerucut. Hiiii... Aku mulai takut.

Aku cepat-cepat menggeleng. “Nggak ada apa-apa kok!”

“Oooh....” sahut Putri pendek, kemudian ia melanjutkan meminum es jeruknya. Aku bernapas lega. Fiuhhhh.

Tapi tiba-tiba... BRET!

Kertas yang kupegang direbut paksa sama Putri. Kertasnya jadi robek setengah. Putri membawa robekannya sambil berlari ke depan kantin.

Aku spontan berdiri sambil memegang setengah robekan kertas.

“PUTRI!” Aku berteriak kencang. Tapi terlambat. Putri sudah berada di depan berpuluh pasang mata.

87

Page 88: Buku Kedua Kumpulan Cerita Anak

“Ini ada tulisan... yang bikin Selma... aku bacain yaaa!” Putri berteriak kencang.

ADUH. Wajahku pasti sudah sepucat kapas.

“Suatu hari di kerajaan dunia ajaib, Pangeran bersepatu emas datang ke rumah sang putri...,” Putri mulai membacakan keras-keras.

“Ihhhh... laki-laki kok pake sepatu emas?! Pangeran apa tuh...,” seorang anak laki-laki menyeletuk.

“HAHAHAHAHA!” Semua anak tertawa.

Mataku berkaca-kaca. Sebentar lagi air mata pasti jatuh, tapi aku tahan. Aku melihat ke depan dan Putri masih tertawa, bersiap membacakan ceritaku selanjutnya.

“STOPPP...! BERHENTIIIII...!” Aku berteriak kencang.

Mata membuka. Sepi. Gelap. Cahaya lampu dari luar masuk dari jendela kamarku.

Huhuhuhu. Mimpi buruk. Mataku basah. Aku menangis tersedu-sedu.

Aku mendengar langkah kaki mendekat. Itu pasti Mama. Aku berusaha berhenti menangis. Malu sama Mama. Tapi aku tak bisa.

88

Page 89: Buku Kedua Kumpulan Cerita Anak

KRIET. Pintu membuka. Mama berdiri di pintu dengan wajah bingung.

“Selma... kenapa sayang? Mimpi buruk ya?” Mama mendekatiku.

Aku hanya bisa mengangguk sambil mengucek mataku.

Mama duduk di samping tempat tidur dan memelukku. Ah, hangat sekali. Sudah lama aku tidak dipeluk seperti ini sama Mama.

Aku membenamkan kepalaku di dada Mama. Air mataku terus mengalir.

“Cup cup... Mimpi apa sayang?” sahut Mama sambil membelai rambutku.

Aku terdiam. Bingung apakah harus memberitahu Mama atau tidak. Tapi kuputuskan untuk bercerita. Memang aku sedang bingung bagaimana caranya menjadi penulis yang baik sesuai cita-citaku. Mungkin Mama tahu jawabannya.

“Aku pingin jadi penulis Ma... seperti Kak Dika....” sahutku pelan.

Mama diam sebentar. Seperti berpikir. Apa hubungannya ingin jadi penulis, dengan mimpi buruk.

89

Page 90: Buku Kedua Kumpulan Cerita Anak

“Wah... Mama senang banget, ada anak Mama satu lagi yang bakal jadi penulis!” Mama memelukku erat.

“Iya, biar nanti bukuku ada di meja atau rak buku mama... Terus, Mama juga bisa temani aku kemana-mana... Kayak sama Kak Dika...,” lanjutku.

Aku lihat mata Mama berkaca-kaca. Semoga itu air mata bahagia. Aku tak bisa menebak perasaan Mama. Yang jelas, Mama memelukku dan tak dilepasnya lagi.

“Iya Nak... Besok ya... Mama minta Kak Dika ngajarin kami, kursus privat menulis!”

Aku tersenyum lebar.

“Asyiiikk! Bener ya, Ma? Aku nanti bakal bisa nulis novel kayak Kakak Dika?!” Aku berteriak senang.

Mama mengangguk sambil membalas senyumku dalam remang-remang.

“I love you, Ma...!” Aku memeluk Mama. Bahagia.

“Mama love you too, Selma...!”

*Story inspired by watching my genius writer friend Raditya Dika and his cute student Selma.

90

Page 91: Buku Kedua Kumpulan Cerita Anak

Istana Sang RajawaliOleh Kak Diana Siti Khadijah

Sore ini Bima ingin sekali pergi ke hutan cemara itu. Ia penasaran karena sudah sebulan ini dia mendengar teman-temannya bercerita tentang sebuah gua kecil yang ditemukan oleh Kak Reza. Tetapi gerimis mengurungkan niatnya. “Besok pasti cerah. Mmm, aku harus ke sana. Mungkin besok pagi ya?” gumam Bima sambil mengangguk.

Karena setiap pergi dan pulang sekolah Bima pasti melewati semak yang dapat menembus hutan cemara, membuatnya semakin penasaran. Maka Bima memaksakan hatinya untuk masuk ke sana. Sebenarnya takut, tapi Bima tidak mau mundur. Ia tidak menyadari seseorang mengikutinya dari belakang.

Bima menghentikan langkahnya tepat di depan gua. Ia menelan ludahnya. Perasaan antara takut, takjub, dan senang membuatnya gemetar. Sambil menahan napas, perlahan ia memasuki mulut gua. Baru saja ia hendak melangkahkan kakinya lebih ke dalam, ia

91

Page 92: Buku Kedua Kumpulan Cerita Anak

dikejutkan oleh sebuah suara. “Mau apa kamu masuk?”

Bima menoleh ke belakangnya. Kak Reza! Wajah Bima memucat. “Eh, Kak Reza. Euh, nngggg.... Ini... Nnnggg... Cuma pengen liat aja. Penasaran,” jawab Bima terbata-bata. Ia ketakutan. Ia pernah mendengar kabar kalau Kak Reza itu galak dan pemarah.

Bima melangkah mundur, tetapi kakinya tersandung dahan pohon dan terjatuh. Kak Reza mendekat dan Bima menjerit ketakutan. “Jangan, Kak! Ampun! Aku gak akan bilang siapapun Kak! Ampun! Jangan pukul aku, Kak!”

Kak Reza tertawa. Diraihnya tangan Bima dan membantunya berdiri. “Kamu ini aneh, Bim! Memangnya aku ini segitu nakutinnya, ya?”

Lalu Kak Reza menyuruh Bima duduk di sampingnya. Kak Reza mengeluarkan dua kaleng Cola dan sebungkus besar keripik kentang dari kantong plastik yang tadi dijinjingnya.

“Ini rumahku,” ujar Kak Reza tanpa diminta. “Rumah yang membuatku betah berlama-lama. Aku suka di sini.”

“Tapi bukannya rumah Kakak di Jalan Rajawali?” tanya Bima bingung.

92

Page 93: Buku Kedua Kumpulan Cerita Anak

Kak Reza tersenyum. “Memang. Itu tempat tinggal Kakak. Tetapi rumah yang paling Kakak rindukan ya di sini.”

“Kok bisa? Bedanya apa? Di sini kan sepi?”

“Di Rajawali tempat tinggalku. Artinya ya tempat kakak melakukan rutinitas setiap hari. KTP dan Kartu Keluarga juga di sana, Bim. Tetapi di sini, di gua ini, beda. Aku menyebutnya Istana Sang Rajawali.”

“Wuih, keren sekali!” Bima membelalakkan matanya takjub. “Trus Kakak betah di sini ngapain aja?”

“Banyak. Aku sih lebih banyak main gitar di sini. Nulis lagu. Rencananya aku mau bikin album nih!”

“Wah! Keren!”

Dan sore itu berlalu dengan cepat. Percakapan antara Kak Reza dan Bima akan dilanjutkan besok setelah Bima pulang sekolah.

**

Sejak pertama kali masuk Istana Sang Rajawali, Bima semakin semangat belajar. Ternyata hobi melukis dan merakit robotnya semakin terasah. Awalnya Mama dan Papa cemas karena Bima selalu pulang setelah Maghrib. Tetapi ketika menerima rapor kenaikan kelas enam dan melihat angka yang tertera

93

Page 94: Buku Kedua Kumpulan Cerita Anak

semuanya diatas delapan, justru Mama dan Papa yang bingung.

“Kamu tuh sebenarnya ke mana sih setiap pulang sekolah? Bukannya langsung ke rumah?” tanya Papa.

“Aku langsung ke rumah kok!” jawab Bima tegas.

“Eeeh, siapa yang mengajarkan kamu berbohong?” tanya Mama.

“Aku gak bohong, Mama sayang. Aku langsung pulang ke rumah. Belajar. Serius!” Bima menatap Mamanya berusaha meyakinkan.

Papa dan Mama menggeleng. Anak ini menjadi aneh. Tetapi prestasinya meningkat. Ada apa ya?

**

Tanggal 7 Desember. Mama Bima sudah menyiapkan sarapan sederhana yang menjadi istimewa. Roti isi tuna dan tomat untuk Papa dan roti isi daging asap keju untuk Bima. Hm, lezat! Hari libur yang menyenangkan!

Bima gelisah. Kak Reza belum datang. Jam dinding sudah bergeser ke angka sepuluh. Baru saja Bima hendak mengirim SMS pada Kak Reza, yang dinanti sudah ada di depan pagar. “Assalamu’alaikum! Permisi! Kulonuwun!” teriak Kak Reza riang. Wajah Bima mendadak cerah. Dia berlari ke teras.

94

Page 95: Buku Kedua Kumpulan Cerita Anak

“Wa’alaikumussalam! Masuk yuk, Kak!”

Papa dan Mama menyambut Kak Reza. “Lho, kamu anaknya Pak Reynaldi, bukan?” tanya Papa kaget.

“Iya, Om. Om kenal Papa saya?” Kak Bima tak kalah kagetnya.

“Hahaha, dia itu senior Om di kampus. Wah, apa kabar Papamu?”

“Sehat, Om.”

“Yuk, Kak Reza! Kita ke ruang keluarga?” Bima menarik lengan Kak Reza. “Eh, udah siap kah?” bisiknya sambil diam-diam melirik Mama. Kak Reza memberi jembol dan senyum.

“Papa dan Mama. Kita duduk di ruang keluarga yuk? Bima dan Kak Reza mau nunjukin sesuatu pada Mama nih!” Bima tak sanggup menahan senyumannya. Dia merasa sungguh semangat.

“Ada apa ini?” tanya Mama tertawa geli melihat Bima yang salah tingkah. Bima tetap memaksa Papa dan Mama untuk duduk. Lalu Bima tampak sibuk bersama Kak Reza untuk mempersiapkan hadiah untuk Mama.

Sepuluh menit kemudian, Bima menyerahkan hadiah terbungkus kado cantik. Mama tersenyum dan membukanya. Sebuah lukisan sederhana. Ada

95

Page 96: Buku Kedua Kumpulan Cerita Anak

gambar rumah dan gambar gua berdampingan. Ada Bima, Mama, Papa, dan Kak Reza di sana. “Bisa dijelaskan, Sayang?” tanya Mama.

“Ini rumah kita, Ma. Tuh, ada pohon mangga dan belimbing kan? Nah, yang ini namanya Istana Sang Rajawali. Itu yang kasih nama Kak Reza, Ma. Karena dia ‘kan tinggalnya di jalan Rajawali,” jawab Bima semangat.

“Tetapi kok bentuk rumah Reza seperti gua?” Papa kebingungan.

“Karena itu rumah kedua Kak Reza. Dan juga aku!”

“Maksud Bima seperti ini, Om. Istana Sang Rajawali ini menjadi tempat Bima dan saya untuk berkreasi. Saya yang suka musik, setiap hari dimarahi Papa karena berisik. Maka ketika saya menemukan tempat ini, sepertinya malah lebih kreatif. Begitu pula dengan Bima. Bukankah semenjak dia sering mampir ke Istana Sang Rajawali, prestasinya meningkat, Om?

“Jadi menurut saya, selain rumah tempat berkumpul dengan keluarga, seseorang membutuhkan tempat yang nyaman untuk menjadi dirinya sendiri. Bebas mau apa saja. Soalnya menurut Bima, dia selalu diganggu oleh suara anak-anak tetangga ketika dia sedang melukis.

96

Page 97: Buku Kedua Kumpulan Cerita Anak

“Itulah juga alasan mengapa Bima selalu terlambat pulang ke rumah ini, karena dia sedang berada di rumahnya yang lain. Tempatnya singgah untuk mencurahkan isi hati dan pikirannya. Saya pikir selama itu menumbuhkan mental mandiri yang positif, mengapa tidak?” jawab Kak Reza panjang.

Papa dan Mama tersenyum. “Oh, pantas saja kamu semakin bersemangat!” ujar Papa bangga.

“Nah, Mama. Ini ada hadiah dari Kak Reza. Ayo Kak!” Bima menarik lengan Kak Reza untuk bersiap menyanyikan lagu ciptaannya.

**

Teman, jika kalian kebetulan melewati semak di dekat sekolahnya Bima, ada sebuah jalan rahasia menuju Istana Sang Rajawali. Itu rumah kedua Bima. Tempat Bima merasa nyaman setelah lelah bersekolah. Tentunya kalian juga punya tempat rahasia juga kan?

97

Page 98: Buku Kedua Kumpulan Cerita Anak

Batang dan DaunOleh Kak Irene Wibowo

Angin berhembus sangat kencang. Batang-batang pohon mulai bergoyang.

“Daun, peganglah aku terus.”

“Aku mau terus berpegang padamu. Tapi aku tidak tahan lagi. Bagaimana ini?”

“Jangan lepaskan!” teriak batang panik.

“Aku… tidakkkk…”

“Aku memegangmu, daun!”

“Terima kasih, batang.”

“Bertahanlah, badai pasti berlalu!” ujar batang.

Meski hembusan angin merasuk rumah pohon, batang dan daun tetap saling berpegangan.

Akhirnya, angin kencang dan hujan berhenti. Matahari pun muncul.

98

Page 99: Buku Kedua Kumpulan Cerita Anak

“Maafkan aku, batang dan daun! Kalian tak apa-apa?” ujar matahari.

“Tidak. Terima kasih matahari, akhirnya kau membantu kami,” jawab daun.

“Sahabat, kan selalu ada selalu,” lanjut matahari tersenyum.

*****

Sahabat yang baik adalah sahabat yang mau memegang tangan sahabatnya, meski badai menerjang begitu kencangnya dan awan gelap menyelimuti hingga matahari memberikan kecerahan. Sahabat yang baik selalu ada dalam suka maupun duka. Sahabat adalah keluarga dan takkan pernah terpisahkan karena mereka selalu berpegangan tangan.

Salam Sahabat,

Batang, Daun, dan Matahari.

99

Page 100: Buku Kedua Kumpulan Cerita Anak

Gelang ChitaOleh Kak Andi Maulida Rahmania

Di suatu pagi yang sangat cerah, di sebuah pedesaan yang masih sangat asri dan sejuk, masih terdapat banyak pohon-pohon lebat. Mulai dari pohon beringin, pohon kelapa, pohon mangga, pohon pisang hingga pohon rambutan. Di desa itu juga terdapat sebuah sungai yang airnya masih sangat jernih. Desa itu bernama Desa Mayungsari. Penduduk desa tersebut hidup dengan damai, rukun dan bergotong-royong.

Di desa tersebut ada tiga anak kecil sering bermain bersama-sama. Mereka adalah Chita, Mono dan Neni.

Chita : Pagi semuanya…

Mono : Pagi juga Chita.

Neni : Pagi Chita, wah kayaknya Chita lagi seneng ya?

Mono : Iya, Chita semangat sekali hari ini...

100

Page 101: Buku Kedua Kumpulan Cerita Anak

Chita : Mono sama Neni kok bisa tau? Iya Chita hari ini seneng sekali, soalnya Chita dikasih hadiah sama Mama, Ini hadiahnya.

Chita menunjukkan gelangnya.

Neni : Wah bagus sekali gelangnya…

Mono : Iya bagus, kok Chita bisa dikasi hadiah?? Chita ulang tahun?

Chita : Nggak, Chita nggak lagi ulang tahun, kata Ibu, beberapa bulan ini aku sering bantu Ibu di dapur, terus aku juga selalu nurut apa kata Ibu, jadi Ibu ngasih aku gelang ini, Ibu bikin sendiri lho gelangnya, dari biji kelengkeng katanya.

Neni : Wah senangnya, Neni juga mau dapet hadiah kayak Chita.

Chita : Neni coba deh, bantuin ibunya Neni, sapa tahu nanti bisa dapet hadiah juga kayak aku.

Neni : Iya deh, nanti Neni coba bantuin Ibu, biar capeknya Ibu berkurang.

Mono : Eh, mumpung pagi ini cerah, gimana kalo hari ini kita jalan-jalan ke sungai?

Chita : Ayo ayo!

101

Page 102: Buku Kedua Kumpulan Cerita Anak

Neni : Iya, Neni juga mau, udah lama Neni nggak jalan-jalan ke sungai…

Mereka bertiga pun berjalan menuju sungai. Dalam perjalanan menuju sungai mereka bertemu dengan bapak-bapak yang sedang membawa rumput untuk diberikan kepada ternaknya. Dan ibu-ibu yang sedang menanam padi di sawah.

Chita : Akhirnya, sampai juga di sungai.

Neni : Iyah, capek juga ya?

Mono : Kita istirahat di sebelah situ yuk...

Neni dan Chita: Ayuk…!

Tiba-tiba saja...

Chita : Aaaaaaahhh!!!

Mono : Ada apa Chita? Kok Chita Teriak??

Chita : Huhuhuhuhuhuhuhuhuhuhuhu (menangis)

Neni : Lho lho, kok sekarang malah nangis? Chita kenapa? Digigit semut?

Mono : Chita kenapa sih?

Chita : Gelang Chita nggak ada nih, gelang Chita hilang, huhuhuhuhuhu...

102

Page 103: Buku Kedua Kumpulan Cerita Anak

Mono : Hah, hilang? Kan tadi dipakai sama Chita…

Chita : Iya, tadi Chita pakai gelangnya, terus sekarang nggak ada… Huhuhuhu...

Mono : Neni lihat gelangnya Chita nggak?

Neni : Nggak, Neni nggak lihat…

Chita : Huhuhuhuhuhuhuhuhuhuhu, itu ‘kan gelang pemberian Ibu...

Neni : Cup cup cup, Chita jangan nangis…

Mono : Iya, kita cari sama-sama ya gelangnya..

Mono dan Neni membantu mencari gelang Chita yang hilang, mereka mencari di pinggir sungai dan menyusuri kembali jalan yang mereka lewati, saat meraka menuju sungai.

Neni : Aduh, gelangnya di mana ya?

Mono : Ini bukan? (sambil menunjukkan sesuatu)

Neni : Monooooo, itu ‘kan cacing!!! Bukan gelangnya Chita, cepet buang!

Mono : Hah??? Cacing??? Iiiiiiihhhhh……. Ya udah, ayo kita cari lagi…

Neni : Hahhhhhhhh, ini gelangnya Chita, iya kan Chita?

103

Page 104: Buku Kedua Kumpulan Cerita Anak

Chita : Iya, itu gelang Chita.

Mono : Ternyata gelang Chita jatuh, nggak jadi hilang deh gelangnya…

Chita : Wah, makasi ya Mono, makasih ya Neni, kalian berdua udah nyariin gelangnya Chita, gelang Chita nggak jadi hilang deh.

Neni : Iya, sama-sama Chita.

Mono : Iya, mulai sekarang gelangnya dijaga yang bener, biar nggak hilang lagi...

Chita : Iya iya, makasi yaaa...

Mereka bertiga bermain di sekitar sungai, sambil menikmati suasana di sekitar sungai yang sejuk, karena banyak pohon pisang disekelilingnya.

Mono : Eh... Eh kayaknya udah siang, kita pulang yuk, nanti kita dicariin lagi…

Neni : Iya, pulang yuk Neni laperr…

Mono dan Chita: Ayoooo pulang!

Mereka bertiga pun pulang dengan hati senang. Mereka telah bermain dan belajar. Belajar menghargai pemberian, belajar membantu orang yang membutuhkan.

104

Page 105: Buku Kedua Kumpulan Cerita Anak

Badak yang Berwarna Ungu

Oleh Kak Dini Kaeka Sari

Di ujung barat Pulau Jawa, ada hutan bernama Hutan Pangandaran. Di sana hidup banyak sekali jenis hewan, termasuk di antaranya badak bercula satu yang kulitnya berwarna abu-abu. Ya, semua badak memang berwarna abu-abu seperti tanah.

Badak dikenal karena kesopananannya. Tidak pernah lupa untuk selalu mengucapkan tolong, ketika meminta bantuan dan tak pernah lupa mengucapkan terima kasih ketika mendapatkan sesuatu dari orang lain. Satu lagi, tak pernah lupa mengucapkan kata permisi jika hendak melakukan sesuatu pada orang lain.

Alkisah, di antara sekian banyak badak bercula satu yang ada di Hutan Pangandaran, ada seekor badak kecil yang bernama Babecu, badak kecil yang sangat lucu. Ke mana saja perginya, dia selalu mengekor Ayah Badak dan Ibu Badak yang sangat sabar.

105

Page 106: Buku Kedua Kumpulan Cerita Anak

Suatu ketika, tibalah waktu Babecu untuk bersekolah seperti kakak-kakak sepupunya dan teman-teman kakak sepupunya. Babecu takut pergi ke sekolah, sebab tentu saja dia akan jadi jauh dari Ayah Badak yang penyabar dan Ibu Badak yang sangat sayang. “Di sekolah Babecu akan bertemu siapa, Bu?” tanyanya pada ibu badak ketika pagi hari hendak diantar ke sekolah.

“Babecu akan bertemu Ibu Guru yang juga sayang pada Babecu, sama dengan Ibu. Dan di sekolah Babecu juga akan bertemu dengan banyak badak-badak kecil lain yang sama dengan Babecu, Babecu pasti senang” jelas Ibu Badak bersemangat.

“Apakah mereka tidak nakal?”

“Kalau Babecu tidak nakal dan sopan, pasti teman-teman Babecu juga tidak akan nakal pada Babecu.”

Sesampainya di pintu gerbang sekolah, sebelum Babecu masuk ke halaman sekolah, Ibu Badak mengingat sesuatu. Dan itu harus segera dikatakan pada Babecu. Sementara di depan pintu gerbang sekolah semua ibu-ibu badak sedang berdesakan mengantarkan badak-badak kecil seperti Babecu untuk memasuki halaman sekolah. Apa sih yang mau Ibu Badak katakan pada Babecu? Ah ya… Sebab Babecu mudah sekali buang angin dan bersendawa keras-keras, maka Ibu Badak harus mengingatkannya

106

Page 107: Buku Kedua Kumpulan Cerita Anak

supaya bersikap sopan dengan mengucapkan permisi, untuk pergi ke luar kelas ketika hendak bersendawa atau buang angin.

“Babecu, ingat pesan Ibu ya, jangan buang angin dan bersendawa di kelas, itu tidak sopan…”

Belum selesai Ibu Badak berbicara, tiba-tiba bel masuk sekolah berbunyi nyaring sekali. Sehingga Babecu dan Ibu Badak kaget, melupakan yang tadi dibicarakan dan segera Ibu Badak meminta Babecu untuk masuk ke halaman sekolah.

Ternyata, di dalam kelas baru, Babecu punya banyak teman yang baik, Ibu Guru yang baik dan kelas yang penuh hiasan warna-warni, Babecu senang dan dia merasa sangat lega dan berani bersekolah sendirian. Babecu sangat suka bersekolah.

Beberapa lama setelah Ibu Guru mengajari Babecu dan teman-teman Babecu bernyanyi dan menghapalkan pantun, tiba-tiba Babecu merasa perutnya mulas. Mungkin tadi terlalu banyak makan, atau udara memang terlalu dingin. Aduh, perut Babecu sakit sekali. Tapi Babecu ingat pesan Ibu Badak sewaktu di pintu gerbang sekolah tadi, tidaklah sopan jika bersendawa atau membuang angin di dalam kelas. Lalu bagaimana ini, sementara perut Babecu sakit sekali. Tidak mungkin Babecu jadi badak kecil yang tidak tahu sopan santun. Maka

107

Page 108: Buku Kedua Kumpulan Cerita Anak

selama Ibu Guru sedang mengajari teman-teman badaknya bernyanyi, Babecu diam seribu bahasa. Tak berani bersuara dan menahan diri untuk tidak membuang angin di kelas. Meskipun perutnya sakiiit sekali. Kenapa jam pulang lama sekali? Babecu sangat cemas. Bagaimana Babecu bisa membuang rasa sakitnya itu. Babecu diam, terus diam, diam, dan bertambah diam. Ditahannya keinginannya untuk membuang angin, sebab tidak sopan. Ditahannya terus perutnya, dipegangi, ditekan-tekan sedikit, dielus-elus berkali-kali supaya berkurang rasa sakitnya dan keinginannya membuang angin.

Lalu, tanpa disadarinya, tiba-tiba kulitnya yang berwarna abu-abu berubah warna. Mulanya warna abu-abu kulit Babecu menjadi kebiruan, lalu menjadi ungu muda, semakin lama kulit Babecu terus berubah menjadi ungu kemerah-merahan.

Ibu Guru kaget bukan kepalang. Sebab pastilah sedang terjadi sesuatu dengan Babecu, Ibu Guru khawatir Babecu sakit.

“Babecu kenapa? Katakan pada Ibu Guru, apakah Babecu sakit?” tanya Ibu Guru dengan sangat khawatir. Namun, karena Babecu tak juga menjawab dan tak bergerak sedikitpun, maka Ibu Guru segera menggendong Babecu keluar kelas untuk diperiksa di ruang kesehatan sekolah.

108

Page 109: Buku Kedua Kumpulan Cerita Anak

Belum sampai jauh di luar kelas, ketika digendong Ibu Guru, Babecu tak kuat lagi menahan dan Babecu pun membuang angin dengan suara yang keras sekali. “DUUUUUUUUUUUTtttttt…” sampai-sampai Ibu Guru terlonjak karena kaget. Dan Ibu Guru pun tahu kenapa Babecu berubah warna kulitnya menjadi ungu.

Babecu sangat malu pada Ibu Guru, dan segera meminta maaf, ternyata Ibu Guru baik sekali, katanya, “Babecu tidak boleh menahan buang angin atau membuang hajat sekalipun meski berada di dalam kelas, sebab Babecu bisa meminta izin Ibu Guru untuk pergi ke luar kelas dengan mengatakan permisi terlebih dahulu.”

109

Page 110: Buku Kedua Kumpulan Cerita Anak

110

Page 111: Buku Kedua Kumpulan Cerita Anak

Apa itu Indonesia Bercerita?

Indonesia Bercerita adalah sebuah bisnis sosial berbasis komunitas yang menawarkan karya cerita anak dan metode bercerita sebagai inovasi dalam pengasuhan dan pendidikan anak. Sosial berarti melakukan perubahan sosial melalui penyediaan sumber cerita dan pengetahuan secara gratis kepada masyarakat. Bisnis berarti melakukan usaha-usaha yang diperlukan untuk memastikan kelestarian inisiatif ini. Usaha Indonesia Bercerita berbasis pada pengorganisasian komunitas yang peduli dan mempunyai kesamaan misi yaitu Mendidik melalui Cerita.

Peran Indonesia Bercerita meliputi Fasilitator Komunitas IDcerita, Sanggar IDcerita dan Pendidikan IDcerita. Fasilitator Komunitas IDcerita berperan mengorganisasikan keterlibatan komunitas untuk berkonstribusi dalam misi mendidik melalui cerita. Sanggar Idcerita berperan menciptakan podcast cerita anak yang mendidik untuk komunitas. Pendidikan IDcerita berperan mendidik komunitas melalui peningkatan kapasitas bercerita.

111

Page 112: Buku Kedua Kumpulan Cerita Anak

Karya utama Indonesia Bercerita adalah cerita anak dalam berbagai bentuk (buku cetak, buku-e dan podcast) serta pengetahuan tentang penggunaan metode bercerita dalam pengasuhan dan pendidikan anak. Karya-karya tersebut dapat dinikmati secara gratis oleh masyarakat.

Apa Misi Indonesia Bercerita?

Mendidik melalui Cerita

Apa Visi Indonesia Bercerita?

Anak Indonesia yang berkarakter

Apa Sasaran yang ingin dicapai Indonesia Bercerita?

1. Adanya komunitas pencerita yang mempunyai kapasitas untuk mendidik melalui cerita

2. Terbangunnya kebiasaan bercerita dalam pengasuhan dan pendidikan anak di Indonesia

3. Tersebarluasnya cerita anak yang membebaskan imajinasi anak dan membangun karakter bangsa

112

Page 113: Buku Kedua Kumpulan Cerita Anak

Apa mantra Indonesia Bercerita?

Mendidik melalui Cerita Membebaskan Imajinasi Anak, Membangun Karakter Bangsa

Mengapa Mendidik melalui Cerita?

Kami memilih cerita sebagai media pendidikan karena kami meyakini cerita mempunyai

kekuatan yang luar biasa, yaitu:

1. Interaktif : Mendidik anak aktif

2. Atraktif : Memudahkan anak fokus

3. Optimisme : Membangun semangat

4. Imajinatif : Memicu anak berimajinasi

5. Kreatif : Melahirkan solusi kreatif

Keunggulan mendidik melalui cerita

Chapter 1. Bisa dilakukan oleh siapa saja

Chapter 2. Mudah dilakukan dimana saja dan kapan saja

113

Page 114: Buku Kedua Kumpulan Cerita Anak

Chapter 3. Murah, relatif tidak butuh biaya besar

Chapter 4. Mudah tersebar luas

Chapter 5. Variatif, bisa dikembangkan sesuai kebutuhan. Bahkan cerita bisa digunakan untuk mengajarkan fisika dan kimia.

Apa manfaat Indonesia Bercerita bagi masyarakat umum?

1. Masyarakat bisa mendapatkan cerita anak dan podcast (mp3) cerita anak secara gratis

2. Masyarakat bisa belajar mengembangkan kapasitas untuk mendidik melalui cerita

3. Penulis cerita dan pencerita bisa mempromosikan diri pada masyarakat luas

4. Bagi anak yang mempunyai bakat bercerita, dapat menjadi media aktualisasi bakatnya.

114

Page 115: Buku Kedua Kumpulan Cerita Anak

Web

Blog

Twitter

Facebook

Email

: http://IndonesiaBercerita.org

: http://blog.IndonesiaBercerita.org

: http://Twitter.com/IDcerita

: http://Facebook.com/IndonesiaBercerita

: [email protected]

115