Buletin Penerangan Negara Acheh No. 24telah mengorbankan diri atas nama perdamaian dan keadilan, dan...

17
NEGARA ACHEH Kementerian Penerangan Direktorat Penerangan dan Media Kutaraja BULETIN PENERANGAN No. 24 – 2 November 2003 Press Release PEMERINTAH NEGARA ACHEH KANTOR PERDANA MENTERI PRESS RELEASE 26 Oktober, 2003 Pemerintah Negara Acheh mengutuk, tetapi tidak terkejut oleh hukuman-hukuman berat, dari 12 hingga 15 tahun penjara, yang telah dijatuhkan ke atas lima anggota perunding damai Acheh oleh pengadilan Indonesia di Banda Acheh. Beberapa orang lainnya juga menerima hukuman serupa, termasuk seorang perempuan pekerja kemanusiaan yang dituduh sebagai panglima Batalion Inong Balee TNA, suatu tuduhan palsu semata-mata. Beberapa bulan yang lalu ketika kelima perunding tersebut mulai dihadapkan ke pengadilan atas tuduhan pengkhianatan dan terorisma, memang sudah jelas bahwa norma-norma international tentang kekebalan hukum dan perlindungan bagi para perunding damai tidak mempunyai arti apa-apa bagi pemerintahan Presiden Megawati. Hal itu juga merupakan pertanda yang paling jelas hingga kini bahwa pencarian penyelesaian cara damai untuk masalah-masalah di Acheh tidak lagi menjadi bahagian daripada agenda NKRI. Para perunding kami telah menyatakan diri menyertai GAM untuk dapat mengambil bagian dalam proses damai yang ditengahi oleh pihak internasional. Dengan tiadanya bukti nyang nyata tentang tuduhan pengkhianatan dan terorisma yang dilemparkan ke atas mereka, nampaknya komitmen dan kejujuran mereka kepada bangsa Acheh adalah satu-satunya ‘kejahatan’ mereka. Pelanggaran prinsip-prinsip keadilan yang demikian dahsyat itu hanyalah akan menambahkan lagi penghormatan dan kekaguman yang dirasakan oleh Pemerintah Negara Acheh terhadap mereka yang telah mengorbankan diri atas nama perdamaian dan keadilan, dan akan lebih menyatupadukan bangsa Acheh dalam menentang musuh bersama kami – pemerintah Indonesia. Kami menyeru kepada masyarakat internasional untuk mengutuk sekeras-kerasnya hukuman- hukuman yang telah dijatuhkan itu, bukan saja keatas para perunding kami, tetapi juga terhadap para pendukung perjuangan kemerdekaan, serta para pejuang hak-hak asasi manusia lainnya yang telah menjadi korban rasa takut dan gila bayang pemerintah Indonesia. Kebebasan berkumpul dan berbicara adalah hak-hak asasi manusia yang tidak dipunyai oleh bangsa Acheh. Memang membuat strategi jangka panjang tidak pernah menjadi suatu kebolehan pemerintah Indonesia, apatah lagi bagi pihak militer dan polisinya; kalau kebijakan begitu ada, tentu mereka akan Buletin Penerangan No. 24 1

Transcript of Buletin Penerangan Negara Acheh No. 24telah mengorbankan diri atas nama perdamaian dan keadilan, dan...

Page 1: Buletin Penerangan Negara Acheh No. 24telah mengorbankan diri atas nama perdamaian dan keadilan, dan akan lebih menyatupadukan bangsa Acheh dalam menentang musuh bersama kami – pemerintah

NEGARA ACHEH

Kementerian PeneranganDirektorat Penerangan dan Media

Kutaraja

BULETIN PENERANGAN No. 24 – 2 November 2003

Press ReleasePEMERINTAH NEGARA ACHEHKANTOR PERDANA MENTERI

PRESS RELEASE26 Oktober, 2003

Pemerintah Negara Acheh mengutuk, tetapi tidak terkejut oleh hukuman-hukuman berat, dari12 hingga 15 tahun penjara, yang telah dijatuhkan ke atas lima anggota perunding damai Acheh olehpengadilan Indonesia di Banda Acheh. Beberapa orang lainnya juga menerima hukuman serupa,termasuk seorang perempuan pekerja kemanusiaan yang dituduh sebagai panglima Batalion InongBalee TNA, suatu tuduhan palsu semata-mata.

Beberapa bulan yang lalu ketika kelima perunding tersebut mulai dihadapkan ke pengadilanatas tuduhan pengkhianatan dan terorisma, memang sudah jelas bahwa norma-norma internationaltentang kekebalan hukum dan perlindungan bagi para perunding damai tidak mempunyai arti apa-apabagi pemerintahan Presiden Megawati. Hal itu juga merupakan pertanda yang paling jelas hingga kinibahwa pencarian penyelesaian cara damai untuk masalah-masalah di Acheh tidak lagi menjadibahagian daripada agenda NKRI.

Para perunding kami telah menyatakan diri menyertai GAM untuk dapat mengambil bagiandalam proses damai yang ditengahi oleh pihak internasional. Dengan tiadanya bukti nyang nyatatentang tuduhan pengkhianatan dan terorisma yang dilemparkan ke atas mereka, nampaknyakomitmen dan kejujuran mereka kepada bangsa Acheh adalah satu-satunya ‘kejahatan’ mereka.Pelanggaran prinsip-prinsip keadilan yang demikian dahsyat itu hanyalah akan menambahkan lagipenghormatan dan kekaguman yang dirasakan oleh Pemerintah Negara Acheh terhadap mereka yangtelah mengorbankan diri atas nama perdamaian dan keadilan, dan akan lebih menyatupadukan bangsaAcheh dalam menentang musuh bersama kami – pemerintah Indonesia.

Kami menyeru kepada masyarakat internasional untuk mengutuk sekeras-kerasnya hukuman-hukuman yang telah dijatuhkan itu, bukan saja keatas para perunding kami, tetapi juga terhadap parapendukung perjuangan kemerdekaan, serta para pejuang hak-hak asasi manusia lainnya yang telahmenjadi korban rasa takut dan gila bayang pemerintah Indonesia. Kebebasan berkumpul danberbicara adalah hak-hak asasi manusia yang tidak dipunyai oleh bangsa Acheh.

Memang membuat strategi jangka panjang tidak pernah menjadi suatu kebolehan pemerintahIndonesia, apatah lagi bagi pihak militer dan polisinya; kalau kebijakan begitu ada, tentu mereka akan

Buletin Penerangan No. 24 1

Page 2: Buletin Penerangan Negara Acheh No. 24telah mengorbankan diri atas nama perdamaian dan keadilan, dan akan lebih menyatupadukan bangsa Acheh dalam menentang musuh bersama kami – pemerintah

sedar bahwa tindakan-tindakan demikian itu akan membuat bangsa Acheh lebih yakin dan lebih siap-sedia berkorban untuk keadilan dan kemerdekaan dari penindasan.

Pemerintah Negara Acheh menyatakan kembali komitmennya dalam mencari penyelesaiancara damai bagi konflik Acheh dan mengundang pemerintah Indonesia untuk kembali ke dalamproses dialog demi menghentikan penderitaan manusia. Untuk memungkinkan hal tersebut, kamimengharapkan pembebasan segera para perunding kami yang merupakan komponen perlu untukproses damai selanjutnya, demikian juga warga sipil lainnya yang tidak berdosa yang telah ditangkapdengan sewenang-wenangnya oleh militer dan polisi Indonesia dalam masa Darurat Militer.

Stockholm, 26 Oktober, 2003

Malik MahmudPerdana Menteri

ACHEH-SUMATRA NATIONAL LIBERATION FRONTTEUNTARA NEUGARA ATJÈHPUSAT INFORMASI MILITÈR

PRESS RELEASE24 Oktober 2003

1. Atas nama panglima TNA Muzakkir Manaf, kami mengucapkan selamat menunaikan ibadahpuasa kepada bangsa Acheh. Dalam bulan suci Ramadhan ini marilah kita memperbanyak ibadahdan zikir, dan memohon kesabaran dalam perjuangan ini. Perjuangan bangsa Acheh pasti berhasilatas doa dan usaha bangsa Acheh sendiri. Musuh bangsa Acheh tidak tahu lagi bagaimana hendakmembuat propaganda, karena sudah tidak ada yang percaya lagi pada mereka di dunia selain dariyang sesama zalim. Indonesia tidak mempunyai masa depan sebagai sebuah negara karena sedangmengalami kehancuran ekonomi, hutang semakin menumpuk, dan kepercayaan di luar negerisudah hilang sama sekali. Politik Indonesia kacau, moral bobrok dan para pemimpinnya hanyamementingkan diri sendiri tetapi tidak perduli sedikitpun kepada nasib rakyatnya yang sudahsangat menderita di seluruh Nusantara, termasuk di pulau Jawa sendiri. Itu semua adalah tanda-tanda kehancuran sesebuah negara.

2. Mengenai gencatan senjata, pada tahun 2002 lalu, TNA telah mengadakan gencatan senjatasebelah pihak selama bulan suci Ramadhan, namun hal itu dipergunakan oleh TNI untukmengepung rawa Cot Trieng dan menambah ribuan tentara ke Acheh. Untuk menghadapi bulanRamadhan ini, TNA berencana meminimalkan penggunaan senjata dan TNA mengajak militerIndonesia untuk menghormati bulan Ramadhan tanpa letusan senjata.

3. Indonesia kembali mencoreng arang di muka sendiri. Puluhan ribu tentara dan trilyunan rupiahdana yang dikeluarkan untuk menaklukkan bangsa Acheh dengan kekerasan, ternyata tidakberhasil sama sekali. Karena panik, militer Indonesia telah menjalankan beberapa tindakanpengecut:a) Menggunakan perempuan dan anak-anak sebagai tameng (human shield) dalam setiap operasi.

Sungguh suatu perbuatan biadab sekali bilamana TNI/Polri yang menggunakan rompi anti-peluru memaksa penduduk sipil berjalan di depan mereka.

Buletin Penerangan No. 24 2

Page 3: Buletin Penerangan Negara Acheh No. 24telah mengorbankan diri atas nama perdamaian dan keadilan, dan akan lebih menyatupadukan bangsa Acheh dalam menentang musuh bersama kami – pemerintah

b) Masyarakat kampung dipaksa dengan todongan senjata untuk berkumpul, dan membuatpenyataan-pernyataan yang meminta perpanjangan Operasi Militer. Sandiwara lama semacamini tidak akan membuahkan hasil, sebab seluruh dunia tahu, bahwa itu adalah rekayasa belaka.

c) Mengadu domba rakyat Acheh dengan memaksa segelintir kaum ulama agar datang ke Jakartauntuk meminta perpanjangan Operasi Militer, dengan maksud seolah-olah ulama Achehberseberangan dengan Rakyat. Perlu kami tegaskan, bahwa politik adu domba itu tidak akanberhasil, karena kami bangsa Acheh akan tetap mencintai ulama kami. Namun demikian kamiingatkan kepada segelintir ulama yang telah menjadi kaki tangan tentara agar kembalimendengar penderitaan bangsa Acheh yang sengsara di bawah pemerintahan Negara KolonialRI (NKRI).

d) Indonesia menggunakan hukum peninggalan penjajah Belanda untuk menjerat para perundingdamai GAM, dan mengadili mereka dalam pengadilan pura-pura. Ini menunjukkan belangpengkhiatanan Indonesia kepada nilai-nilai kemanusian dan keadilan, bagaimana mungkin paraperunding damai ditangkap dan dipenjara dengan hukuman berat sampai 15 tahun.

4. Kami menyerukan kepada dunia internasional untuk segera turun tangan dalam menghentikankrisis kemanusiaan di Acheh. Kepada lembaga-lembaga internasional untuk segera mengirimkanbantuan kemanusian langsung ke Acheh, karena terbukti selama ini, bahwa bantuan-bantuan yangdiberikan melewati Pemerintah Negara Kolonial RI tidak pernah sampai ke tangan penerima yangdimaksudkan. Sebuah Agensi International Penata Korupsi telah mengiktiraf bahwa taraf korupsidi Indonesia adalah diantara yang tertinggi di dunia dan telah meningkat jauh lebih tinggi daritahun lalu. Pejabat-pejabat pencuri di Jakarta dan di Acheh telah membuat rakyat Acheh semakinmenderita.

Komando Militer Pusat, Untuk dan atas nama Panglima TNA

Sofjan Dawood

Laporan LapanganPos militer penjajah bertambah,

masalah sosial timbul

Pada tanggal 24 Oktober 2003 dalam rangkamenyambut bulan suci Ramadhan, PanglimaTentara Negara Acheh dalam pernyataan telahmenyerukan pengurangan penggunaan senjataselama bulan ini dan mengajak militer Indonesiauntuk menghormati bulan suci umat Islam initanpa letusan senjata. Namun hingga sepekanberlangsungnya bulan suci ini, pihak militerIndonesia justru menambah sejumlah besar pos-pos militer di dalam perkampungan dan sekali-

gus melancarkan operasi militer yang lebih besar.Hal ini terbukti dengan tingginya jumlah kasus-kasus penangkapan, penganiayaan, penembakanwarga masyarakat, penggeledahan rumah wargamasyarakat serta akibat-akibat buruk lainnyayang ditimbulkan oleh operasi ini.

Pos-pos TNI/Polri dalam perkampungan ini telahsangat meresahkan warga masyarakat. Masya-rakat tidak bebas beraktivitas karena bangunanumum termasuk tempat ibadah dan rumah ma-syarakat telah dijadikan pos TNI/Polri. Bahkanpenggunakan sejumlah tempat ibadah sebagaipos TNI/Polri telah sangat mengganggu kebe-

Buletin Penerangan No. 24 3

Page 4: Buletin Penerangan Negara Acheh No. 24telah mengorbankan diri atas nama perdamaian dan keadilan, dan akan lebih menyatupadukan bangsa Acheh dalam menentang musuh bersama kami – pemerintah

basan melaksanakan ibadah warga masyarakatsetempat. TNI/Polri juga memaksa warga ma-syarakat untuk secara bergiliran tiap-tiap rumahuntuk menyediakan makanan untuk berbukapuasa anggota TNI/Polri, padahal mereka tidakberpuasa.

Setiap malam TNI/Polri juga memaksa wargamasyarakat untuk mendengar ceramah-ceramahagama di Meunasah atau Mesjid yang diadakanoleh TNI/Polri. Setelah warga masyarakat me-nyimak isi ceramah agama TNI/Polri, tidak lain,tetapi ceramah agama yang isinya mencaci makiGAM.

Sebagai contoh di wilayah Acheh Rayek, penam-bahan pos-pos TNI/Polri ini telah terjadi padatanggal 26 Oktober 2003 pada pukul 10.00 disejumlah perkampungan dalam wilayah AchehRayek antara lain di kampung Siem KecamatanDarussalam, Kampung Cot Lam Meu, Keca-matan Kuta Baro, Kampung Lam Pasi Engkieng,Kecamatan Darul Imarah. Pos-pos itu menem-pati bangunan umum dan juga rumah masyara-kat.

Penambahan pos-pos TNI/Polri ini juga terjadi diwilayah-wilayah lain di Acheh, dimana tiap-tiappos ini berkekuatan 12 - 14 personel. Keberada-an pos-pos TNI/Polri ini juga telah berakibatburuk terhadap tatanan sosial masyarakat se-tempat, hal ini ditunjukkan dengan timbulnyamasalah-masalah sosial dan tidak baik menurutnilai-nilai dan norma-norma yang berlaku didalam masyarakat Acheh.Sumber: Tgk. Mucksalmina, Jurubicara MiliterWilayah Acheh Rayek

Syahid Saat Menjeguk Keluarga

Pada tanggal 20 Oktober 2003, Pasukan TNIBKO Indrapuri telah mengeksekusi seoranganggota TNA, Muzakir Sulaiman (25), kampungManggra, Kecamatan Indrapuri. Peristiwa iniberlangsung pada saat dia berencana menjengukkeluarganya tanpa membawa persenjataan,namun kepergok di tengah jalan pada saat

pasukan musuh sedang melakukan operasi diwilajah tersebut.

Sementara itu pada tanggal 19 Oktober 2003,sekitar pukul 06.00, pasukan TNI-KopassusBKO Lhok Nga, menggerebek rumah Abdullah(50), warga kampung Meunasah Mesjid – LamLhom, Kecamatan Lhok Nga. Sehari sebelumkejadian anak korban yang merupakan anggotaTNA pulang bersama dua orang temannya danbermalam di rumahnya. Dia pulang untukmenjenguk orang tuanya. Namun di pagi naas ituTNI mengepung rumah tersebut dan menangkapketiga anggota TNA tanpa perlawanan.Kemudian aparat TNI mengumpulkan orangkampung dan memaksa mereka untuk menyaksi-kan penyiksaan dan eksekusi anggota TNAtersebut. Ketiganya diikat, dianiaya, dicaci makikemudian diberondong di hadapan kedua orangtuanya dan seluruh masyarakat kampung. Ketigaanggota TNA yang syahid :1. Herianto Abdullah (23), Meunasah Mesjid,

Lam Lhom.2. Syarifuddin Adnan (30), Meunasah Beutong

Lam Lhom.3. Iwan M. Amin (21), Meunasah Karieng, Lam

Lhom

Dalam peristiwa ini pasukan musuh merebutsepucuk AK 56, 1 buah HP, dan 1 buah HT daritangan mereka. Ketiganya syahid ditempatkejadian.Sumber: Tgk. Mucksalmina, Jurubicara MiliterWilayah Acheh Rayek

Reudôk keu tungkat, kilat keu suwa,meunjoë gléh niët ngon kasad, laôt daratAllah peulara, bek tatakot keumusoh jang lesabab djih talo bak saboh masa.

Hai aneuk, dong beukong beumeuglonglagee teupula.

Éndatu

Buletin Penerangan No. 24 4

Page 5: Buletin Penerangan Negara Acheh No. 24telah mengorbankan diri atas nama perdamaian dan keadilan, dan akan lebih menyatupadukan bangsa Acheh dalam menentang musuh bersama kami – pemerintah

Tiga Tahun Untuk spanduk"DAMAI BERARTI BEBAS DARI INDONESIA"

Tanggal 11 Oktober sebelum subuh, tiba-tiba saya tersentak oleh sebuah SMS dari nomer yang tidakdikenal. Pas terbuka, terpampang pesan "Walaupun saya dihukum 3 tahun oleh pengadilan penjajah,namun semangat saya untuk berjuang demi bangsa Acheh tidak akan padam". Saya langsung sadar,bahwa SMS itu adalah pesan yang disampaikan seorang anak muda, yang tiga hari sebelumnya, lewatseorang kawannya, dia menitip pesan, bahwa dia akan divonis oleh pengadilan di Banda Acheh.

Namanya Rizal Fahlevi Kirani, tanggal 24 Novem-ber mendatang umurnya baru genap 22. Walautidak pernah berjumpa muka, namun jiwa perla-wanannya mudah dicium dari email-email yang diakirimkan. Bagi dia, konflik Acheh tidak akan sele-sai dengan militerisme dan kekerasan, sehingga diadan kawan kawan membentuk sebuah organisasiyang dinamakan HANTAM (Himpunan AktifisAnti Militerisme). Pada tanggal 23 Desember lalu,dia memimpin sekitar 300 mahasiswa untuk berde-mo di Banda Acheh, sempat diculik selama bebera-pa hari, namun kemudian dibebaskan. Dan teryatadikemudian hari, demo yang dipimpinnya ini men-jadi 'kesalahan' yang membuat dia mesti mendekamdalam penjara penjajah Indonesia untuk tiga tahunkedepan.

Dia tertangkap dalam sebuah penggerebekan yangdilakukan Brimob di kampus IAIN Banda Acheh.Pada 24 Mei sekitar pukul 23.30, serombonganbrimob berpakaian preman mendatangi gedungPusat Kegiatan Mahasiswa (PKM) Arraniri,Brimob langsung mengepung gedung dan dengancara yang sangat kasar bagaikan perampok merekamenangkap 16 orang, termasuk 3 pengungsi yangkebetulan berada disana. Tiga hari kemudian 13orang dilepas, namun tidak termasuk di dalamnyaFahlevi. Dan sejak saat itu dia mendekam di dalam

tahanan, dan menunggu proses hukum. Dan penahanannya sempat diperpanjang beberapa kali sampaidivonis pada tanggal 11 yang lalu.

Yang sangat aneh, jaksa tidak menemukan kesalahan apa apa dari Fahlevi. Kesalahan dia menurutjaksa penuntut umum Muhibuddin SH., hanya karena membawa spanduk, dan isi spanduknya itumenurut surat dakwaan jaksa, sebagai sebuah "perlawanan kepada pemerintah RepublikIndonesia yang menurut terdakwa Pemerintah Indonesia adalah pembantai rakyat Aceh, danmenganggap Aceh baru akan damai apabila merdeka - Perbuatan terdakwa diatur dan diancampidana dalam pasal 160 KUHP jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Undang-Undang Nomor 9 Tahun1998 tentang kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum -".

Buletin Penerangan No. 24 5

Rizal Fahlevi Kirani (22) dibalik jeruji penjarapemerintah kolonial Indonesia dengan hukuman tiga

tahun penjara.

Page 6: Buletin Penerangan Negara Acheh No. 24telah mengorbankan diri atas nama perdamaian dan keadilan, dan akan lebih menyatupadukan bangsa Acheh dalam menentang musuh bersama kami – pemerintah

Dalam aksi tersebut, memang Fahlevi dan kawan kawan membawa beberapa spanduk, diantara lain:"Cessation Hostilities Agrement hanyalah tangga, tujuan kita adalah merdeka". "X-File ReferendumOk, Otonomi No". "Jangan jadikan Aceh ladang pembantaian". "Aceh merdeka, Indonesia damai"."Setiap bangsa mempunyai hak menuntut Berikan hak penentuan nasib sendiri (self Determination)untuk rakyat Aceh". Dari spanduk-spanduk tersebut, Jaksa menuduh bahwa Fahlevi telah menghasutdan memfitnah, bahwa Indonesia adalah pembunuh di Acheh, dan bahwa Acheh hanya akan damaikalau merdeka dari Indonesia.

Menurut jaksa, spanduk-spanduk yang dibawa Fahlevi dan kawan kawan "Bahwa tulisan yangtercantum di spanduk-spanduk yang digelar di depan umum tersebut diketahui terdakwa jelas-jelasmenunjukkan perasaan pemusuhan dan kebencian kepada Pemerintah Republik Indonesia yangmemberikan Otonomi Khusus kepada Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam dalam kerangka NegaraKesatuan Republik Indonesia. Bahkan secara terang-terangan isi/tulisan spanduk yang digelartersebut menghina Pemerintah Republik Indonesia sebagai pembantai rakyat Aceh, dan menganggapAceh baru akan damai apabila merdeka". - Perbuatan terdakwa diatur dan diancam pidana dalampasal 154 KUHP jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentangKemerdekaan menyampaikan pendapat di Muka Umum-.

Karena menganggap tuduhan jaksa ini sebagai sebuah joke atau lelucon, dan pengadilan ini sebagaisebuah sandiwara, Fahlevi dalam eksepsinya dalam sidang ke-2 pada Rabu, 3 September 2003, yangberjudul," Jangan Musnahkan Demokrasi Lewat Stigma Penegakan Hukum", dia mengatakansebagai berikut: Saya ingin membacakan sebuah ungkapan yang populer di kalangan pejuangkemanusiaan,demokrasi dan perdamaian "kebenaran bisa disalahkan tetapi kebenaran tidak bisadikalahkan" ungkapan ini yang hendak saya buktikan didepan majelis hakim yang terhormat.Ungkapan ini pula yang membuat saya begitu bersemangat untuk mengikuti dagelan sidang yanglangka ini dimana pejuang kebenaran diadili karena memperjuangkan perdamaian. Dengan menjadiboneka penguasa yang dibisiki jaksa penuntut umum, majelis hakim hendak mengungkapkan bahwakamilah yang menentukan: kebenaran dan kedhaliman. Padahal kebenaran dan kedhaliman bukanproduk negara, bukan produk jaksa penuntut umum, bukan produk hakim dan juga bukan produkpenguasa !

Fahlevi juga tidak banyak membela diri dalam eksepsinya, dia malah menyayangkan terjadinyapembunuhan sewenang-wenang terhadap rakyat Acheh dimana mana. Kata Fahlevi dalampembelaannya,"Saya sangat sedih. Ketika saya di proses lewat jalur hukum ternyata ada anak bangsaAceh yang di bunuh dan mati di ujung moncong senjata. Bahkan ketika saya sedang membacaeksepsi ini ada orang Aceh yang tewas, ada perempuan Aceh yang sedang diperkosa, ada orangAceh yang harus meninggalkan kampung halamannya karena dipaksa mengungsi untuk alasan demikeamanan. Coba bayangkan! Di negeri mereka sendiri harus hidup terkatung-katung, ada yangmelahirkan dalam perjalanan, ada bayi meninggal dan banyak yang syahid ketika mereka harusmeninggalkan kampungnya.Bahkan ada ribuan rakyat Aceh yang mengadu nasib ke Malaysia karenaterancam jiwanya hidup di negeri sendiri. Mereka terkatung-katung dan tidak jelas nasibnya. Padahalini tanah air mereka, tanah warisan endatu mereka bangsa Aceh. Kenapa mereka menjadi budak dinegeri sendiri. Kenapa Indonesia membuat mereka tidak punya negara, kenapa? Kenapa adapenjajahan kalau memang kita satu bangsa! Kenapa Aceh masih di jajah!!!!!!

Dan juga, dalam keadaan dirinya sendiri yang terjepit, Fahlevi masih mempertanyakan keberadaankawannya yang ditangkap dan keberadaannya masih belum diketahui. Kata dia,"Kemudian hal serupapernah menimpa dua orang teman saya, mereka adalah aktivis HANTAM masing-masing RakhmatTaufik dan Muhammad Aditiya. Kedua teman saya ditangkap pada tanggal 6 Mei 2002 saat merekamenggelar aksi di bundaran Sp. Lima Banda Aceh dalam rangka mendesak GAM dan RI untuksegera melakukan Cease Fire dibawah pengawasan international. Dalam aksi tersebut teman-teman

Buletin Penerangan No. 24 6

Page 7: Buletin Penerangan Negara Acheh No. 24telah mengorbankan diri atas nama perdamaian dan keadilan, dan akan lebih menyatupadukan bangsa Acheh dalam menentang musuh bersama kami – pemerintah

membawa bendera Acheh, Referendum, PBB dan RI. Hanya karena mengibarkan empat benderatersebut teman saya harus menerima penyanderaan selama 16 hari. Mereka mengalami penyiksaanyang sangat berat selama 5 hari. Coba renungkan, mereka dibakar dengan korek api yang masihmenyala, disulut dengan rokok, dipukul dengan popor senjata sampai muka mereka bengkak dantidak bisa makan 2 hari. Apakah itu hukuman yang harus mereka tuai karena meminta RI dan GAMberdamai? Apakah berdosa meminta RI dan GAM melakukan gencatan senjata dan menghentikanperang? Apakah berdosa meminta penyelenggaran Referendum untuk menyelesaikan kasus Aceh?Bapak hakim.......saya sedih sekali. Tiga bulan lebih saya tidak lagi melihat mereka. Selama DM punsaya tidak tahu bagaimana khabarnya? Apakah mereka telah menjadi mayat ataukah mereka telahditangkap seperti saya, saya tidak tahu. Padahal ketika berjuang kami bersama-sama. Semogapembelaan saya ini juga pembelaan mereka dan seluruh rakyat Aceh yang hari ini masih didhalimioleh Pemerintah Militeris Indonesia.

Demikianlah kisah Fahlevi, kisah anak muda bangsa Acheh yang mengikuti jejak endatu," Hadjat lon,aneuk... tadong beukong, beu meu glong, lagee geu pula".

Non-Government Organisations (NGOs)Kampanye Acheh

di Belanda dan Belgia

Dalam rangka kampanye di luar negeri tentangkonflik di Acheh telah berlangsung sebuah acarayang disebut dengan Acheh Night (malamAcheh) di Amsterdam, Belanda pada malam haritanggal 24 Oktober 2003. Acara ini diselengga-rakan atas kerjasama sejumlah organisasi non-pemerintah di Belanda dengan menghadirkanpembicara Afridal Darmi (LBH Banda Acheh),Suraiya Kamaruzzaman (Flower Acheh), Agus-wandi (Coalition Peace for Acheh) dan Erwanto(FPDRA). Dalam diskusi yang berlangsunghangat, tapi santai ini, dihadiri oleh wakil-wakilorganisasi di Belanda, Amnesty International dananggota Parlemen Belanda serta pecinta kema-nusiaan dari Canada dan Swiss, telah tercapaikesepakatan untuk menghadirkan tim penyelidikinternasional ke Acheh dan menekan pihakIndonesia untuk menghentikan operasi militernyadi Acheh.

Serangkaian dengan acara ini juga ditampilkanberbagai kekayaan budaya Acheh dalam bentuktari, kesenian serta keragaman masakan (peuna-djôh) Acheh. Selain dari pada itu kepada hadirinjuga dipertontonkan film dokumentasi tentangtragedi kemanusiaan yang sedang menimparakyat Acheh saat ini.

Pada pagi hari yang sama juga telah berlangsungrapat di Gedung Parlemen Uni Eropa diBrussels, Belgia yang dihadiri oleh sekitar 45organisasi internasional, anggota-anggota Parle-men Uni Eropa dan dengan pembicara utamaSidney Jones. Pada kesempatan ini, juga telahdisarankan sejumlah langkah-langkah konkrituntuk mengatasi krisis kemanusiaan di Achehdan mengupayakan penyelesaian konflik secaradamai secepatnya di Acheh. Dengan langkahawal mengusahakan penghentian segala bentukpelanggaran hak-hak azasi manusia di Acheh.

Organisasi-organisasi di Dunia:Hentikan Perang di Acheh!

Lebih kurang 98 organisasi pemerhati konflik diAcheh telah mengeluarkan penyataan bersamayang menghimbau pihak-pihak yang bertikaiuntuk menghentikan peperangan yang telahsemakin memperburuk kondisi kemanusiaan diAcheh.

Aksi ini dipelopori oleh Student Coalition forAceh (USA), Penang Support Group for Aceh(Malaysia) and Acehkita.com (Indonesia) danditandatangani oleh berbagai organisasi danindividu-individu dari seluruh dunia untuk

Buletin Penerangan No. 24 7

Page 8: Buletin Penerangan Negara Acheh No. 24telah mengorbankan diri atas nama perdamaian dan keadilan, dan akan lebih menyatupadukan bangsa Acheh dalam menentang musuh bersama kami – pemerintah

memperkuat tuntutan rakyat dalam mengemba-likan kedamaian di Acheh.

Dalam pernyataan ini terungkap bahwa dalamkurun empat bulan berlangsungnya operasimiliter Indonesia di Acheh, telah menelan korbanyang sangat besar. Lebih 1000 orang warga sipildan gerilya terbunuh, lebih 600 gedung sekolahhangus terbakar, lebih 40.000 anak-anak putussekolah, dan lebih dari 100.000 orang mengungsiharus menjalani hidup dengan keperluan dasaryang tidak mencukupi. Meruncingnya krisis initelah mengakibatkan peningkatkan pelanggaranterhadap hak-hak azasi manusia termasuk pem-bunuhan kilat, penangkapan tanpa proses hu-kum, penghilangan paksa, penyenderaan, keke-rasan terhadap perempuan dan anak-anak sertaperampokan harta benda. Semua hal ini menun-jukkan sebuah akibat nyata dari pengunaan cara-cara militer untuk menyelesaikan konflik.

Lebih lanjut nilai-nilai demokrasi juga sangatterpengaruh. Sejak operasi militer dilancarkantidak ada lagi kebebasan informasi, dengan ada-nya campur tangan penguasa darurat militer baiksecara langsung ataupun tak langsung dalamproses peliputan dan penyiaran informasi, menu-rut pernyataan yang dikeluarkan pada tanggal 22Oktober 2003 itu.

Pernyataan ini juga memaparkan kondisi KomisiNasional Hak Azasi Manusia Indonesia dan timindependen lainnya yang tidak bebas melakukanpenyelidikan untuk mencari fakta-fakta pelang-garan hak-hak azasi manusia. Banyak aktivitasmasyarakat tidak berlangsung sebagaimana mes-tinya sebagai akibat dari undang-undang baru inidan operasi-operasi juga dilancarkan terhadappekerja-pekerja kemanusiaan dan tokoh-tokohmasyarakat.

Berdasarkan kondisi tersebut dan dalam rangkamenyambut bulan suci Ramadhan, para penanda-tangan menyerukan pihak Republik Indonesiadan Gerakan Acheh Merdeka untuk melakukangencatan senjata selama bulan ini dan kembali kemeja perundingan untuk mengakhiri konflik.Keterlibatan masyarakat sipil Acheh secara aktifdalam penyelesaian konflik juga perlu dipertim-bangkan untuk mencapai perdamaian sejati diAcheh. Kedua belah pihak perlu mengutamakan

hak-hak rakyat Acheh untuk membangun kem-bali martabat kehidupan mereka. Kepada masya-rakat internasional juga diharapkan untuk lebihterlibat dalam upaya menggantikan siklus keke-rasan dengan perdamaian sejati di Acheh.Dirangkum dari: Joint Appeal for Cease-Fireduring The Fasting Month in Aceh oleh StudentCoalition for Aceh and all endoser.

Komisi Hak-hak Azasi ManusiaAsia Protes Putusan Hakim

Indonesia

Pengadilan Militer Indonesia di Lhokseumawetelah membebaskan 12 (dua belas) serdaduBatalion Infantri (Yonif) 301 pada tanggal 10Oktober 2003, yang telah menyiksa anggotamasyarakat sipil di dua perkampungan,Geulumpang Sulu Barat dan Gelumpang SuluTimur, Dewantara, Acheh Utara.

Dalam keputusannya, dewan hakim yangdipimpin oleh Mayor (Chk) E. Trias Komara,menyebutkan alasan pembebasan ini karena tidakcukup bukti. Hal ini jelas menunjukkan bahwaPemerintah Indonesia tidak punya keinginan kuatuntuk menghilangkan penyiksaan oleh polisi danmiliternya, yang sering terjadi di wilayah Acheh,menurut komisi ini.

Komisi mendesak pihak Indonesia agarmembawa kasus ke muka pengadilan yang tidakmemihak dan menghukum para pelaku denganadil secepatnya. Selain daripada itu, jugatersebut tuntutan ganti rugi bagi parakorbanmenurut hukum yang berlaku.

Pemerintah Indonesia telah menerima KonvensiAnti Penyiksaan (Anti Torture Convention) olehsebab itu komisi ini mendesak pihak Indonesiamenerapkannya dalam hukum negara itu.Dirangkum dari: Urgent Action, UA-63-2003: The MilitaryCourt released 12 soldiers from torturecharges, Asian Human Rights Commission.

Buletin Penerangan No. 24 8

Page 9: Buletin Penerangan Negara Acheh No. 24telah mengorbankan diri atas nama perdamaian dan keadilan, dan akan lebih menyatupadukan bangsa Acheh dalam menentang musuh bersama kami – pemerintah

CATATAN PENTERJEMAH:Di bawah ini adalah terjemahan yang sedikitdiringkaskan dari briefing yang diberikan olehAmnesty International London untuk Consulta-tive Group on Indonesia (CGI), sebuah organi-sasi negara-negara pemberi bantuan untukIndonesia. Sebagaimana diketahui Indonesiasudah tenggelam dalam hutang yang tak terba-yarkan lagi. Setiap tahun negara-negara anggo-ta grup ini memutuskan berapa banyak lagiwang yang mereka sedia tambah sebagai hu-tang untuk Indonesia. Sebagaimana kata bekasMenteri Keuangan Indonesia, Kwik, kalaulahnegara Indonesia itu sebuah perusahaan, makaia sudah lama bangkrut.

BRIEFINGAmnesty International

AI Index: ASA 21/042/2003October 2003

1. Introduksi

Proses yang lambat pelaksanakan reformasi yangtelah dimulai sejak tahun 1999, terus memberi-kan dampakan yang negatif terhadap situasi hak-hak asasi manusia di Indonesia. Kegagalanperadilan baru-baru ini terhadap beberapa kasuskejahatan terhadap kemanusiaan yang dilakukanmiliter Indonesia di Timor Leste pada tahun1999 dan kenyataan bahwa para pelanggarmendapat perlindungan dari negara, mendedah-kan dengan jelas kelemahan-kelemahan struk-tural dan politik yang menghambat ujudnyapelaksanaan undang-undang dan pertanggungan-jawab di Indonesia.

Amnesty International juga prihatin tentang me-ningkatnya penindasan atas para pengkritikdamai terhadap pemerintah. Bertambah sangatramai perseorangan, termasuk wartawan, aktivispolitik dan buruh di seluruh Indonesia yang telahdipenjarakan hanya karena melaksanakan hakkebebasan berbicara dan berkumpul mereka.

Pelanggaran-pelanggaran serius telah dilaporkanberlaku dalam konteks operasi militer terhadapgrup-grup bersenjata. Pelaksanaan Darurat Mili-ter di Acheh mulai bulan Mei 2003 telah menim-bulkan kembali dakwaan-dakwaan adanya pe-langgaran, termasuk pembunuhan diluar hukum,

"penghilangan", penahanan sewenang-wenangdan penyiksaan. Pengesahan terhadap laporan-laporan sedemikian itu sudah menjadi tidakmungkin dilaksanakan karena wilayah tersebuttelah ditutup sama sekali dari pantauan paramonitor hah-hak asasi manusia, para pekerjakebajikan dan kemanusiaan dan wartawan.

Jadi terdapat keperluan untuk menangani issu-issu tersebut di atas itu sekiranya Indonesia maumelanjutkan perbangunan sosial dan ekonomi-nya. Amnesty International menyeru kepadanegara-negara donor Indonesia untuk menjaminbahwa program-program bantuan mereka diper-kembangkan dan dilaksanakan dengan kerjasamayang rapat dengan NGO-NGO tempatan dankomponen-komponen lain masyarakat sipil.

2. Reformasi Kehakiman dan Perundang-undangan

Special Rapporteur PBB telah menyatakan bah-wa reformasi di kedua bidang ini yang telahdimulai dalam tahun 1999 ternyata berjalansangat lambat. Hal ini juga telah diakui olehGrup Kerja CGI sendiri sebagaimana dikeluar-kan dalam pernyataan resminya untuk tahun2003.

Korupsi

Korupsi masih tetap merajalela di keseluruhansistem pengadilan dan institusi-institusi berkaitanlainnya, termasuk jabatan Kejakasaan Agung.Special Rapporteur PBB untuk Hakim dan AhliHukum, menyatakan bahwa sistim pengadilanIndonesia “berpihak untuk pembayar tertinggidan tidak mempunyai mekanisme kontrol danpertanggunganjawab, kalau pun pernah ada ter-nyata sangat lemah, tetapi sekarang tidak adasama sekali".

Walaupun campurtangan politik dalam bidangpengadilan agak berkurang di tahun-tahun ter-akhir ini tetapi masih sangat nyata. AmnestyInternational mengetahui adanya 50 orang yangtelah dipenjarakan dalam hubungan pengungkap-an hak-hak berbicara mereka secara damai sejak1998.

Kasus-kasus terhadap para pekerja media yangtelah dihadapkan ke pengadilan juga telah

Buletin Penerangan No. 24 9

Page 10: Buletin Penerangan Negara Acheh No. 24telah mengorbankan diri atas nama perdamaian dan keadilan, dan akan lebih menyatupadukan bangsa Acheh dalam menentang musuh bersama kami – pemerintah

menimbulkan kekhawatiran tentang penghambat-an atas hak-hak asasi manusia dalam mengung-kapkan pendapat secara bebas dan tentang hakmasyarakat untuk mendapatkan informasi.

Amnesty International merasa khawatir bahwameningkatnya penggunaan undang-udang yangrepressif oleh pemerintah Presiden MegawatiSukarnoputri menunjukkan meningkatnya keti-dak-toleransi-an pemerintah terhadap para peng-kritiknya.

Penyiksaan dan mahkamah yang tidak adil

Kasus-kasus tahanan politik yang telah diha-dapkan ke mahkaman menyorot kembali kega-galan-kegagalan pemerintah dalam melaksanakankawalan terhadap pelanggaran hak-hak asasimanusia, sebagaimana terkandung dalam KUHP.Diantara pelanggaran-pelanggaran yang dicatatoleh Amnesty International adalah: penangkapansewenang-wenang; kegagalan memberitahu se-gera pada para tahanan sebab-sebab merekaditangkap dan ditahan serta dakwaan yang di-kenakan ke atas diri mereka; penahanan orang-orang individu tanpa kebenaran komunikasidengan orang luar (incommunicado); tidak ataukurang memberi akses bagi tahanan untuk ber-hubungan dengan pengacara dan anggota kelu-arga serta tiada atau kurangnya penyediaan ra-watan perubatan yang sempurna.

Amnesty International juga masih terus mencatatadanya penyiksaan yang kejam, tidak berperike-manusiaan atau menghina dalam tahanan-tahananmiliter dan polisi. Walaupun risiko penyiksaandan bentuk-bentuk perlakuan tidak baik lainnyasangat banyak berlaku di daerah-daerah konflik,di mana militer sedang melakukan operasi,terutama sekali di Acheh dan Papua, penyik-saan tidak terbatas di daerah-daerah demikian itusaja. Laporan-laporan penyiksaan atas terdakwakriminil, para individu yang terlibat dalam per-tengkaran-pertengkaran dengan pihak pemerin-tah, seperti dalam urusan perampasan tanah, danterhadap para aktivis politik damai, telah banyakjuga diterima oleh Amnesty International.

Pada bulan November 2001, berikutan tinjauanPBB atas pelaksanaan Kovensi PBB tentangPenyiksaan dan Perlakuan Kejam, Tidak Berpe-

rikemanusiaan atau Tindakan-Tindakan YangMenghina Lainnya, Komite Penentang Penyiksa-an PBB telah menyatakan kekhawatirannya ten-tang banyaknya dakwaan ujudnya pelanggaran-pelanggaran demikian itu di Indonesia.

3. Kekebalan dan Peradilan di Timor-Leste

Investigasi dan laporan-laporan pelanggaranhak-hak asasi manusia adalah diantara kasus-kasus yang telah mendedahkan banyak kele-mahan dalam sistem pengadilan Indonesia, danjuga campurtangan politik yang tidak bisa dite-rima. Banyak sekali laporan-laporan pelanggaranhak-hak asasi manusia yang tidak pernah dise-lidiki. Kasus-kasus yang diselidiki tidak selalumenghasilkan dihadapkannya tersangka ke peng-adilan.

Rekomendasi.

[Catatan Penterjemah]: Amnesty Internasionaltelah memberikan beberapa rekomendasi kepa-da Indonesia untuk memperbaiki keadaan yangada dan kepada CGI ia memberi rekomendasiberikut ini:

Supaya menyatakan secara terbuka kekhawa-tirannya bahwa peradilan HAM ad-Hoc diTimor Leste tidak berjalan sebagaimana mes-tinya.

Negara-negara donor anggota CGI supayamenyeru pemerintah Indonesia untuk mem-bentuk mekanisma yang efektif untuk menye-lidiki semua laporan-laporan pelanggaranhak-hak asasi manusia dan membawa merekayang bertanggungjawab ke mahkamah yangberstandard internasional dalam hal keadil-annya.

4. Darurat Militer di Acheh

Amnesty International sangat-sangat prihatintentang situasi hak-hak asasi manusia di Achehberikutan dinyatakan berlakunya undang-undangDarurat Militer pada 19 Mei 2003. Pihakberwajib Indonesia hingga kini telah berhasilmenghalang sepenuhnya pemantauan keadaansecara independen tentang akibat-akibat daripelaksanaan Darurat Militer terhadap penduduksipil, dengan menutup wilayah tersebut kepada

Buletin Penerangan No. 24 10

Page 11: Buletin Penerangan Negara Acheh No. 24telah mengorbankan diri atas nama perdamaian dan keadilan, dan akan lebih menyatupadukan bangsa Acheh dalam menentang musuh bersama kami – pemerintah

semua pemerhati. Ia juga telah menghalangsecara total penyampaian bantuan kemanusiaanyang sangat diperlukan oleh masyarakat sipildengan melarang masuknya para pekerjakemanusiaan, termasuk dari agensi-agensi PBBdan NGO-NGO. Tidak ada sama sekali infor-masi tentang keadaan hak-hak asasi manusia dankebajikan masyarakat. Sebaliknya, kenyataanbahwa begitu effektifnya wilayah Acheh ituditutup oleh Pemerintah Indonesia dari peman-tauan dan penyampaian bantuan dari luar, mesti-lah menjadi satu sebab kekhawatiran masyarakatinternasional, dan sepatutnya berakibat denganmeningkatnya usaha-usaha untuk mempengaruhipemerintah Indonesia supaya membenarkanakses penuh dan selamat kepada agensi-agensibantuan kemanusiaan, pemantau independenhak-hak asasi manusia, wakil-wakil kedutaanasing, wartawan dan pihak-pihak lain yang mem-punyai kepentingan yang sah di Acheh.

Dengan tidak adanya pemerhati independen,informasi tentang situasi di Acheh datang teruta-manya dari sumber-sumber resmi, dengan ka-dang-kadang terdapat laporan-laporan yangtidak dapat disahkan dari LSM-LSM HAM atauwartawan tempatan. Menurut angka-angka yangdikeluarkan oleh pihak militer Indonesia, lebih900 yang mereka tuduh anggota Gerakan AchehMerdeka, GAM, telah mereka bunuh mulai daridimulainya Darurat Militer hingga pertengahanOktober 2003. Sumber-sumber lain menye-butkan bahwa kebanyakan dari yang dibunuh ituadalah warga sipil. Pihak militer maupun polisiIndonesia menuduh GAM juga melakukanpelampauan, termasuk penculikan dan pembu-nuhan tidak menurut hukum. Beberapa darituduhan tersebut mungkin benar, tetapi tiadanyaakses ke wilayah tersebut tidak memungkinkanpengesahan tuduhan-tuduhan seperti itu.

Menurut angka-angka resmi pemerintahIndonesia, hingga pertengahan Oktober 2003,lebih 1,800 anggota GAM telah ditangkap ataumenyerah. Semua tahanan, kebanyakannya tidakmempunyai akses ke dunia luar, menghadapirisiko yang serius bagi terjadinya penyiksaan danpelanggaran-pelanggaran berat hak-hak asasimanusia lainnya. Beribu-ribu orang telah menjadipengungsi dalaman(IDPs) akibat konflik, adayang dipaksa mengungsi oleh yang berwajib.

Ramai yang kemudian kembali ke rumah masing-masing mendapatkan hartabenda mereka telahdicuri atau dihancurkan.

Dalam sebuah musyawarah negara-negara donortentang Acheh yang disponsor oleh World Bankpada akhir Mei 2003, para peserta mendapatpernyataan dari Menkopolkam Indonesia pada22 Mei 2003, bahwa Indonesia akan menghor-mati undang-undang kemanusiaan di Acheh.Memandang adanya pelanggaran-pelanggaranberat hak-hak asasi manusia yang telahdilaporkan di wilayah itu, adalah perlu sekalibagi pemerintah Indonesia memberi penjelasanapa usaha-usaha yang telah diambilnya untukmenjamin bahwa undang-undang humaniterinternasional dihormati oleh pihak militer danpolisinya ketika sedang melakukan operasi diAcheh.

Situasi kemanusiaan

Terdapat keperluan bantuan kemanusiaan yangsudah sangat lama di Acheh akibat konflik, bah-kan sejak sebelum bermulanya Darurat Militerpada bulan Mei 2003. Dalam bulan Januari 2003,pemerintah Indonesia menganggarkan terdapatantara 250,000 hingga 300,000 orang rakyatyang memerlukan bantuan makanan untuk masadari tiga hingga enam bulan. Operasi militer yangsedang berlangsung sekarang ini tentunya telahlebih memburukkan lagi keadaan kemanusiaan diwilayah itu.

Jumlah pengungsi dalaman (IDPs), walaupunjauh lebih rendah dari 200,000 yang padamulanya dirancang oleh pemerintah, masih men-capai jumlah sekitar 10,000 orang pada bulanOctober 2003. Adalah tidak mungkin angka-angka resmi memberi gambaran yang benartentang keadaan pengungsi tempatan yangmengikuti satu pola yang kompleks antara pe-maksaan pengungsian dan sukarela, bukan sajake kem-kem resmi yang disediakan pemerintahtetapi juga ke rumah-rumah keluarga dan kawan-kawan dan dalam beberapa kasus, ke dalamhutan.

Sementara pemerintah menerima tanggungja-wabnya dalam hal membantu para pengungsi itu,terdapat keragu-raguan yang serius tentang

Buletin Penerangan No. 24 11

Page 12: Buletin Penerangan Negara Acheh No. 24telah mengorbankan diri atas nama perdamaian dan keadilan, dan akan lebih menyatupadukan bangsa Acheh dalam menentang musuh bersama kami – pemerintah

kesanggupan melaksanakan tanggungjawab ter-sebut. Sesungguhnyalah, kurangnya informasiyang dikeluarkan pemerintah dalam hal inimenunjukkan bahwa situasi di dalam kem-kemresmi memang tidak baik. Keprihatinan kitatermasuk dalam hal kurangnya fasilitas kese-hatan, air, bahan makanan serta obat-obatan.Keadaan keselamatan, terutama sekali untukkaum perempuan dan anak-anak, juga mempri-hatinkan dalam kem-kem pemerintah yang hanyaterdiri dari bangsal-bangsal terbuka tanpaprivacy sama sekali.

Dalam tahun 2002, sebelum dilancarkannyakeadaan Darurat Militer di Acheh ini, WakilKhusus Sekretaris Jendral PBB untuk PengungsiDalaman (IDPs)telah mencatat tiadanya strukturyang efektif untuk menangani masalah ini. Beliaumenekankan bahwa di kawasan-kawasan konflikdi Indonesia, terdapat keperluan yang seriusuntuk adanya kerjasama berbagai pihak, terma-suk NGO-NGO nasional dan internasional.Beliau menyerukan diadakannya dan diperkem-bang satu strategi yang menyeluruh untukmeningkatkan peranan masyarakat internasionaldalam perlindungan para IDP sipil di daerah-daerah konflik. Keperluan akan strategi sepertiitu dalam masa Darurat Militer ini sudah ten-tunya bertambah-tambah penting lagi.

Memandang tiadanya kapasitas badan-badan pe-merintah, Amnesty International merasa sangatkhawatir oleh syarat mutlak pemerintah Indone-sia supaya semua bantuan disampaikan melaluipihak yang berwajib dan halangan-halangan yangdikenakan terhadap organisasi-organisasi keba-jikan internasional dalam melaksanakan programprogram mereka di Acheh. Sistem yang memes-tikan mendapatkan permit masuk untuk pega-wai-pegawai agensi-agensi kemanusiaan danNGO adalah sangat menyusahkan dan, kecualidalam hanya beberapa hal, berakhir denganpenolakan. Sejumlah kecil para pekerja kemanu-siaan internasional yang masih mendapat permitpada awal berlakunya Darurat Militer tidakdibernarkan bertugas di luar Banda Acheh danpermit-permit tersebut hanya berlaku beberapaminggu saja.

Amnesty International sangat prihatin tentangberlanjutnya terus pengungsian dalaman pendu-duk sipil, ditambah dengan hambatan-hambatandalam penyaluran bantuan kemanusiaan, yangmenimbulkan tambahan penderitaan yang tidakperlu bagi penduduk sipil.

Bersambung dalam bulletin edisi mendatang.

M e d i aSENAT AS LARANG

PEMERINTAH AS BERILATIHAN MILITER UNTUK

INDONESIA.

Washington DC, 29 Oktober 2003.Dewan Senat Amerika Serikat menyatakandengan keras ketidaksenangan hatinya atas tidakadanya kemajuan dalam pengusutan kasus pem-bunuhan 2 (dua) warganegara AS di PapuaBarat dan telah mengambil keputusan dengansuara bulat melarang pemeritah AS memberikanlatihan militer di bawah program IMET kepadaIndonesia.

Dua resolusi keputusan untuk itu telah dikelu-arkan, satu dalam rangka undang-undang pembi-ayaan bantuan militer untuk negara-negara asingyang disponsor oleh Senator Wayne Allard,anggota partai Republican dari Colorado, danyang satu lagi merupakan amandemen terhadapkebenaran yang telah diluluskan sebelumnya,dengan mengenakan syarat: "Normalisasi ber-bentuk apa saja dalam hubungan militer antaraAS dan Indonesia tidak boleh dimulai hinggakerjasama penuh diberikan kepada FBI dalaminvestigasi terhadap insiden hadang-tembaktanggal 31 Agustus 2002 di Timika, Papua Ba-rat, yang telah membunuh 3 orang dan mence-derai 11 orang Amerika dan Indonesia, dansehingga pihak yang bertanggungjawab bagipembunuhan itu berhasil dibawa ke pengadilan".

Buletin Penerangan No. 24 12

Page 13: Buletin Penerangan Negara Acheh No. 24telah mengorbankan diri atas nama perdamaian dan keadilan, dan akan lebih menyatupadukan bangsa Acheh dalam menentang musuh bersama kami – pemerintah

Amandemen Feingold menambahkan selanjutnya"penghormatan terhadap hak-hak asasi manusiamasyarakat sipil oleh pihak militer Indonesiaadalah sangat penting bagi masa depan hubunganantara Amerika Serikat dan Indonesia".

Dalam sebuah interview ketika melawat Balibaru-baru ini, Presiden Bush berkata: "Congresstelah mengubah sikapnya dan sekarang siap-sedia memberikan bantuan militer kepada Indo-nesia sebab adanya kerjasama dari pemerintahIndonesia dalam peristiwa pembunuhan dua war-ganegara Amerika".

"Jelas sekali, Presiden Bush telah keliru.Congress masih sangat tidak senang hati karenatidak adanya kemajuan dalam penyelidikan ataspembunuhan teroris di Papua itu," kata KarenOrenstein, Koordinator untuk Washington dariEast Timor Action Network, sebuah NGO yangterus-menerus berkampanye dengan giat sekaliuntuk menentang pemulihan hubungan militerdengan Indonesia karena kebrutalan TNI diTimor Leste dan di Acheh. "Amerika Serikatmempunyai kepentingan nasional dalam prosespendemokrasian di Indonesia, untuk ujudnyasebuah negara Indonesia yang menghormati hak-hak asasi manusia dan mengambil tindakan yangtegas terhadap para pelanggar. Sejarah menun-jukkan bahwa latihan militer yang diberikankepada Indonesia tidak pernah membantu proseske arah itu", tegasnya.

Dirangkum dari:http://etan.org/news/2003a/10sen.htm

Tidak ada tindakan apapunterhadap Pemimpin GAM

di SwediaPada hari Rabu, 29 Oktober 2003, PresidenIndonesia, Megawati Soekarnoputri menerimaDuta Swedia, Herald Shanberg, yang mengakhirimissinya di Indonesia dan membicarakan isu-isuyang berkaitan dengan Gerakan Acheh Merdeka.

Memang benar dalam pertemuan tersebut DutaSwedia itu ada membicarakan perihal para pe-mimpin GAM yang telah tinggal lama di Swedia,tetapi beliau tidak bersedia memberi penjelasankepada para wartawan tentang hasil penyidikanpemerintah Swedia atas para pemimpin GAMtersebut.

"Jika anda ingin mengetahui tentang perkara initanyakan langsung kepada pemerintah Swedia,sebab hal itu tidak termasuk dalam bidang tugassaya menjelaskannya", demikian kata duta itu.

Lebih lanjut beliau menjelaskan bahwa perbeda-an sistim hukum Indonesia dan Swedia membu-atnya tidak mungkin menjelaskan hal ini.

Pemerintah Indonesia telah berkali-kali memo-hon pemerintah Swedia untuk mengambil tindak-an hukum terhadap Tgk. Hasan M. di Tiro, yangmemimpin pergerakan kemerdekaan Acheh dariSwedia. Namun sejauh ini tidak ada tindakanapapun yang telah diambil terhadap para pim-pinan GAM yang berkedudukan di negara ituwalaupun duta itu mengatakan bahwa pemerin-tah Swedia selalu berkonsultasi dengan pemerin-tah Indonesia tentang isu tersebut.

Buletin Penerangan No. 24 13

Tgk. Nashruddin bin Ahmad (kiri) dan Tgk. Sofyan Ibrahim Tiba (kanan) saatberbicara melalui telefon dengan perunding GAM lainnya di Tokyo padabulan May lalu. Saat ini kedua perunding ini telah dijatuhkan hukuman olehPengadilan kolonial Indonesia di Banda Acheh, masing-masing 13 tahunpenjara dan 15 tahun penjara. (Photo: AFP/Choo Youn-kong)

◄◄◄

Page 14: Buletin Penerangan Negara Acheh No. 24telah mengorbankan diri atas nama perdamaian dan keadilan, dan akan lebih menyatupadukan bangsa Acheh dalam menentang musuh bersama kami – pemerintah

O p i n iKEPENTINGAN NASIONAL

ACHEH Oleh: Yusra Habib Abdul Gani

(Bagian ke-empat)

Kepentingan Nasional Acheh Terhadap Geo-Politik dan Budaya.

Di atas bumi Acheh, tegak kedaulatan politikdan budaya Acheh. Bangsa Acheh hanya akanterlindung, hidup harmonis, bebas menyatakanaspirasi politik, berbudaya dan bertamaddun dibawah pemerintah Acheh yang adil dan jujur.Perkara ini, sudah berakar tunjang dalam pera-daban bangsa Acheh. Itu sebabnya, model peme-rintahan dan hukum positif <Qanun Al-’Asyi>,yang mengatur tentang: hukum jenayah, fiqh,munakahat, muamalah (kemasyarakatan), siasah(politik) dan hubungan internasional, telah di-contoh langsung oleh bangsa-bangsa lain dikawasan dunia Melayu. Pengembangan dankemajuan ilmu pengetahuan, agama dan budayatelah menjadi mercu suar dalam khazanahbudaya di Dunia Melayu khususnya dan di DuniaIslam umumnya. Acheh memiliki budayawanternama seperti: Hamzah Fansuri, NurruddinArraniri dan Ulama terkemuka seperti: SjehAbdura’uf Al-Singkili. Semua ini lahir dari geo-politik dan budaya Acheh yang mendorong kearah kehidupan bangsa bermartabat.

Semua kebanggaan dan kemegahan ini dikebiriselama Belanda menduduki Acheh dan sekarangditeruskan oleh rezim Indonesia. Penjajah Indo-nesia menjalankan pola administrasi geo-politikdan budaya untuk menghancurkan semua milikbangsa Acheh, buktinya:1. Sejak tahun 1946, Acheh mengalami penu-

runan derajat („degradation“) sebagai suatubangsa, dari suatu negara merdeka dan ber-daulat kepada salah satu Residen yang tundukkepada Provinsi Sumatera Utara, Indonesia;

2. Dengan begitu secara otomatis, Acheh yangsebelumnya dikenal sebagai suatu bangsa me-gah bertukar menjadi salah satu suku daribeberapa suku di Indonesia;

3. Ini bermakna juga, Acheh yang sebelumnyadipimpin oleh seorang Sultan (kepala Nega-ra), pada gilirannya dipimpin oleh seorangResiden (tahun 1946). Ketika rakyat Achehmenyampaikan protes, lantas dinaikkan dera-jat Acheh oleh rezim Sukarno, dari statusResiden kepada Provinsi dalam wilayah Indo-nesia, dipimpin oleh Gubernur. Status ini te-rus dipertahankan sampai sekarang;

4. Dengan masuknya Acheh ke dalam wilayahIndonesia, berarti struktur pemerintahanAcheh yang sebelumnya dipimpin oleh Sultan(sekarang Wali Negara - Tingkat pusat) seba-gai penguasa tertinggi >> Perdana Mentroe,pemegang roda pemerintahan eksekutif >>tingkat Wilayah, dipimpin oleh Gubernur >>tingkat Ulee Sagoe, dipimpin oleh Ulee Sagoe>> tingkat kemukiman, dipimpin oleh Mukim>> tingkat kampung, dipimpin oleh Geutjik[pejabat negara dari tingkat Gubernur kebawah, suatu masa dahulu dipanggil sebagaiUleebalang] ditukar kepada sistem pemerin-tahan ala Jawa (tingkat pusat, dipimpin olehPresiden >> tingkat Provinsi, dipimpin olehGubernur >> tingkat Kebupaten, dipimpinoleh Bupati >> tingkat Kecamatan, dipimpinoleh Camat >> tingkat Desa, dipimpin olehLurah). [nama-nama ini sangat asing bagibangsa Acheh];

5. Demikian juga dengan Kartu Tanda Pendu-duk (KTP). Dahulu bangsa Acheh memilikiKTP warganegara Acheh, kini menjadi rakyatIndonesia. KTP buatan penjajah Indonesia,hakikatnya bukan sebagai bukti jaminan untukmelindungi keselamatan jiwa seseorang. KTPtersebut hanyalah alat rezim penjajah untukmenditeksi anggota GAM. KTP Indonesiatidak memiliki kekuatan moral, politik, kese-lamatan dan hukum. Penjajah Indonesia, ha-nya perlukan seseorang untuk kepentinganpolitik (Pemilu), jika sudah cukup umur me-milih, tidak lebih dari itu. Dalam situasi daru-rat perang, KTP Indonesia makin diperketatdan alat propaganda, yang seakan-akan dapat

Buletin Penerangan No. 24 14

Page 15: Buletin Penerangan Negara Acheh No. 24telah mengorbankan diri atas nama perdamaian dan keadilan, dan akan lebih menyatupadukan bangsa Acheh dalam menentang musuh bersama kami – pemerintah

menjamin keselamatan seseorang. Pada halomong kosong. Dalam sejarahnya, rezim In-donesia sudah dua kali memberlakukanDarurat Militer di Acheh. Pertama, semasapergolakan DT-TII (1953-1961), dimana rak-yat Acheh dipaksa memiliki KTP khusus yangdikeluarkan oleh Pelaksana Kuasa Perang(Pekuper) yang ditandatangani oleh PerwiraOnder Distrik Militer (PODM) (pejabatmiliter setingkat Koramil sekarang). Kedua,(KTP khusus merah-putih) juga dikeluarkanoleh Penguasa Darurat Militer Indonesia diAcheh. Untuk apa semua ini? Sebab rezimIndonesia tahu persis, bahwa bangsa Achehsudah memiliki KTP warganegara Achehyang beredar di Acheh.

6. Sebagian bangsa Acheh sudah rusak nasional-isme Acheh-nya, yang menerima dan menyan-darkan harapan kemakmuran palsu dari kela-hiran ”Provinsi baru” yang sedang direncana-kan oleh rezim Indonesia, yakni:

a) Provinsi Pase Raya;b) Provinsi Gayo Alas Tapak Tuan dan

Singkil (GALAKSI). Dengan kata lain, wilayah kedaulatannegara Acheh hendak dimekarkan men-jadi tiga Provinsi. Dengan begitu, rezimpenjajah Indonesia beranggapan akanmampu mengikis -atau setidak-tidak-nya- untuk merapuhkan dan menghan-curkan perasaaan nasionalisme Achehyang selama puluhan tahun tidak bisadibungkam oleh penjajah Indonesia, wa-lau dengan moncong senjata sekalipun.Hakikatnya, kendati Acheh dipecahmenjadi beberapa provinsi, ianya tetapdiperintah dari pulau Jawa dan selamaitu pula nasib penduduk di Provinsitersebut tetap merana.

Untuk apa tergiur dengan propaganda penjajahIndonesia? Menurut struktur pemerintahan,Acheh memiliki 17 Wilayah (Provinsi) yangmasing-masing dipimpin oleh seorang Gubernur.Ketujuh belas Wilayah (Provinsi) dimaksudialah:

1. Wilayah (Provinsi) Pidie 2. Wilayah (Provinsi) Pase 3. Wilayah (Provinsi) Batee Iliek 4. Wilayah (Provinsi) Linge 5. Wilayah (Provinsi) Gayo Luwes

6. Wilayah (Provinsi) Gayo Alas 7. Wilayah (Provinsi) Peureulak 8. Bakongan (Provinsi) (Senagan) 9. Wilayah (Provinsi) Tapak Tuan 10. Wilayah (Provinsi) Blang Pidie 11. Wilayah (Provinsi) Meulaboh 12. Wilayah (Provinsi) Meureuhom Daya 13. Wilayah (Provinsi) Acheh Rajeuk 14. Wilayah (Provinsi) Sinabang 15. Wilayah (Provinsi) Sabang dan Pulo

Beureueh 16. Wilayah (Provinsi) Teumieng 17. Wilayah (Provinsi) Asahan

Sementara tingkat Ulee Sagoe (setingkatKabupaten) dan Mukim (setingkat kecamatan)dan Kampung bergantung kepada luas danjumlah penduduk. Dibawah penjajah Indonesiahanya “tiga” provinsi, sementara pemerintahanAcheh memiliki 17 Wilayah (Provinsi).

7. Akan halnya dengan pemekaran yang telah,sedang dan akan dilakukan di tingkatProvinsi, Kabupaten, Kecamatan dan Desamerupakan strategi untuk memperkuat geo-politik penjajah Indonesia yang dikendalikanoleh serdadu Indonesia di Acheh. Misalnyapemekaran yang melahirkan:

a. Kabupaten Jeumpa;b. Kabupaten Singkil; c. Kabupaten Seumelu; d. Kabupaten Nagan Raya; e. Kabupaten Aceh Jaya; f. Kabupaten Aceh Temiang; g. Kabupaten Gayo Luwes; h. Kabupaten Aceh Barat Daya. Ini

secara otomatis akan lahir Kodim danPolres baru >dikendalikan oleh TNIdan Polri< dan pada gilirannya akanlahir Korem baru. [Ini suatu bentukpemerintahan serdadu Indonesia ter-sendiri disamping pemerintahan sipil.]Jadi Acheh, tidak mustahil nantinya,dalam setiap 100 orang, akan diintaioleh dua orang serdadu penjajah Indo-nesia;

8. Bangsa Acheh mesti jeli melihat trik politikpenjajah Indonesia. Misalnya: beberapa tahunyang silam, melalui kaki tangannya, rezimIndonesia melakukan uji terhadap dua sen-timen yang mewakili dua kelompok yangbertikai di Acheh <Uleebalang dan Ulama

Buletin Penerangan No. 24 15

Page 16: Buletin Penerangan Negara Acheh No. 24telah mengorbankan diri atas nama perdamaian dan keadilan, dan akan lebih menyatupadukan bangsa Acheh dalam menentang musuh bersama kami – pemerintah

Pusa> melalui laboratorium “penukarannama jalan utama Banda Acheh”, dariTeuku Njak Arief kepada Tengku DaudBeure-eh. Terbukti dua sentimen ini masihnyala seperti api dalam sekam. Untuk mem-perkuat kedudukan penjajah, akar konflikklasik sesama orang Acheh ini akan terusdipelihara oleh penjajah untuk memecah-belahpersatuan dan kesatuan bangsa Acheh. Kita,kadangkala bereslisih paham tentang nama-nama Ulama dan Pemimpin Acheh terkemukayang hendak dibubuh sebagai nama JalanUtama (main road), bangunan atau namaDayah dan lorong-lorong yang berparit kotordan bau tengik. Sebaliknya bangsa Achehtidak bersilang pendapat tentang nama-namamanusia Jawa seperti: Gatot Subroto,Supomo, Sudirman, Diponegro, Ahmad Yanidan sontoloyo-sontoloyo lain yang terpam-pang sebagai nama-nama jalan Utama diseluruh Acheh. Hal ini behubungan denganidentitas suatu bangsa. Jika identitas bangsaAcheh dimonopoli oleh kepentingan geo-politik dan buaya asing (Indonesia), ini berartiidentitas bangsa Acheh sudah terkubur.Akibatnya, dunia internasional berpandanganbahwa: `identitas ke-Acheh-an sudah tidakberakar lagi dalam masyarakat Acheh,sebaliknya identitas ke-Indonesia-an lahyang menjamur di Acheh`. Ini laba bagipenjajah Indonesia selama menjajah Acheh(1945 – sekarang).

Bangsa Acheh mesti bangga dengan identitasdan jati dirinya. Rezim penjajah Indonesia akanterus menggiring sentimen bangsa Acheh menujukepentingan nasional Indonesia. Misalnya: peme-karan dan atau penukaran nama „kampung“,”kecamatan“ dan „Kabupaten“ berbau „Indo-nesia“. Nama gampong „Paja Leumoe“ diWilayah Pidie, telah di-“Indonesia”-kan menjadi„Desa Rawasari“, gampong „Pulo Kreh“di-“Indonesia”-kan menjadi „desa Pulo Kenari“.Anehnya, tidak ada pihak yang kontra ataspenukaran tersebut.

Ketahuilah, semua ini merupakan proses Indone-sianisasi dan Jawanisasi di Acheh. Contoh lain:sebelum ditempatkan transmigran asal Jawa,lokasi-lokasi transmigrasi tersebut dikenaldengan nama beridentitas Acheh, tetapi setelah

ditempatkan transmigran asal Jawa, lokasi trans-migrasi tersebut langsung di-Jawa-kan, menjadi:Desa Sidodadi, Sidumulyo, Kutuarjo, Ponoro-go, Seragen, Desa Siduarjo, dsb. Penukarannama dari identitas Acheh kepada identitas„Indonesia-Jawa“, secara langsung merubah petageo-politik dan menghapus semua instrumenpolitik dan budaya Acheh sekarang dan di masadepan.

9. Sesudah konsep geo-politik Indonesia berha-sil dilaksanakan, langkah selanjutnya meng-hancurkan rasa kebanggaan terhadap budaya,hingga sampai ke suatu tahap, dimana bangsaAcheh akan bertutur dan berprilaku sepertibangsa asing <bukan lagi identitas Acheh>.Bangsa Acheh nantinya tidak mustahil akanbertutur seperti orang Pidgin yang tinggal diSelandia Baru, bahasa Inggeris bukan, bahasaPidgin sendiri bukan. Semua khazanah budayaAcheh dirampas menjadi milik budayaIndonesia, hingga bangsa Acheh merasa malumemakai pakaian bermotif ukiran AchehMisalnya:

a. malu memakai pakaian “Kerawang”dan ”Upuh Ulen-ulen”, sebaliknya me-rasa bangga jika mengenakan pakaianBatik Jawa; … bertikai lidah dalampentas seni Seudati, Didong danSaman yang nekat melecehkan lagudan lirik lawan, sementara tidak beranimemaki dan melecehkan kesenianketoprak, wayang kulit dan wayangWong, milik orang asing di Acheh;

b. Masih ada Bangsa Acheh yang tidakmenghormati dan menghargai benderanegara Acheh (warna merah, di tengahbulan bintang, di sisi atas dan bawahterdapat garis hitam yang diapit olehgaris putih). Pada hal bendera Acheh,memiliki nilai sejarah semasa Achehmenjadi salah satu dari lima besarkuasa dunia pada abad ke-16-17(Turki, Agra, Isfahan dan Istambul danAcheh). Sebaliknya tabik kepada ben-dera Merah-putih yang berasal daridua keratan warna bendera Belanda.[Sampai malam 17 Agustus 1945,tidak ada bendera Indonesia yang maudikibarkan. Akhirnya ambil jalan pintas<daripada tidak ada sama sekali>,

Buletin Penerangan No. 24 16

Page 17: Buletin Penerangan Negara Acheh No. 24telah mengorbankan diri atas nama perdamaian dan keadilan, dan akan lebih menyatupadukan bangsa Acheh dalam menentang musuh bersama kami – pemerintah

dirobek warna biru dari bendera Belan-da (merah–putih-biru) tinggal dua war-na (merah putih) yang keesokan hari-nya dikibarkan. Inilah bendera Indone-sia.]

c. Masih ada bangsa Acheh yang belummemahami makna heroik dan kesyah-duan suara azan yang mengiringipengibaran bendera Acheh. sebaliknyamencucurkan air mata saat benderaMerah putih dikibarkan diiringi laguIndonesia Raya. Pada hal lagu Indo-nesia Raya dicaplok dari irama laguperkumpulan olah raga basket ball diAmerika;

d. Masih ada bangsa Acheh tidak meng-hargai sastera Acheh dalam hikayat:Malim Dewa, Amat Rhang Manjang,

Peteri Bungsu dan Putri Pukes, yangsarat dengan nilai-nilai falsafah, pendi-dikan budi pekerti, sebaliknya mengge-runi mithos Jawa dalam cerita Wayangkulit, wayang Wong dan Saur Sepuhyang membawa pembaca ke alamnihilism;

Jadi, jika cara berpikir bangsa Acheh masihdalam koridor Indonesia dan sungsang, akansulit membangun geo-politik dan budaya Acheh.Tegasnya, selagi masih bangsa Acheh tundukkepada kebijaksanaan politik rezim Indonesia,menggadai dan menjual kebudayaan Acheh ke-pada penjajah Indonesia, bermakna bangsaAcheh belum mengetahui arti KepentinganNasional Acheh.

ACHEH-SUMATRA NATIONAL LIBERATION FRONTP.O.BOX 130, S-145 01 NORSBORG, SWEDEN

Tel./Fax.: + 46 8 531 91275Website: http/www.asnlf.net

Buletin Penerangan No. 24 17