Cerpen rumah dari tangan ayah

7
RUMAH DARI TANGAN AYAH Di masa mudaku dan tahun-tahun rapuh, Ayahku mengajakku tinggal di sebuah rumah yang tampak seperti buah permai di puncak bukit yang dikelilingi sungai jernih dan gunung-gunung beku yang menggigil. Saat pertama kali melihat rumah dari luar, Aku takjub dan berharap bisa menghabiskan liburan musim dingin ini dengan sedikit sentuhan berwarna. Namun apa yang setelah itu kulihat dalam rumah adalah pandangan jijik dan mengerikan. Sarang laba- laba ada dimana-mana, di langit-langit rumah, dinding dan properti seperti meja dan tempat perapian kecilnya. Dinding- dinding kayunya seperti pipa hitam di pabrik. Aku berjalan pelan tetap waspada agar tidak terperosok di antara pijakan lantai papan kayu yang telah rapuh dimakan usia. Sementara ayah menaruh kardus di samping kotak yang dibawanya masuk tadi dan menjatuhkannya di kaki tangga. Setidaknya, sebagian besarnya hari ini akan ada dua perdebatan dengan ayahku. Kesenangan apa yang aku dapatkan di musim dingin tahun ini? Juga inikah hadiah yang ia janjikan karena aku menang olimpiade sains tingkat SMP di sekolah dua bulan lalu? Jika suasana terus macam ini, maka akan menghancurkan rencana bersenang-senang dan melupakan semuanya. Bahkan dari detik ini aku sudah kehilangan rencana menghabiskan malam sambil makan chicolota berminyak dan menonton pertandingan di televisi. “Apa kita akan tinggal di sini ayah?” “Begitulah,” kata ayah santai saat membawa berbagai perkakas, berupa cat dan kuas. “Aku tidak ingin tinggal di sini?” “Kenapa?” “Karena suasana di sini sangat buruk dan menakutkan.” “Oh ya?” Ayah melihat ke sekeliling sekilas sambil membersihkan bajunya. “Paling tidak ini awal yang bagus.” “Tidak, ini benar-benar tidak bagus. Apa ayah tidak mempedulikan kesehatanku?” “Pertanyaan yang bagus, nak,” katanya tersenyum. “Aku mencintaimu dan almarhum ibumu. Mana bisa aku tidak peduli denganmu, kita hanya perlu beberapa sentuhan di sini. Olesan kecil cat di dinding seperti mengoles selai dari roti. Membersihkan langit- langit dan lantai dari kotoran tikus. Membetulkan perapian dan menghiasinya dengan jari-jari kreasi. Ayolah, ini akan menyenangkan.” “Tapi aku tidak suka menghias. Kecuali… baiklah,” kataku

Transcript of Cerpen rumah dari tangan ayah

Page 1: Cerpen rumah dari tangan ayah

RUMAH DARI TANGAN AYAH

Di masa mudaku dan tahun-tahun rapuh, Ayahku mengajakku tinggal di sebuah rumah yang tampak seperti buah permai di puncak bukit yang dikelilingi sungai jernih dan gunung-gunung beku yang menggigil.Saat pertama kali melihat rumah dari luar, Aku takjub dan berharap bisa menghabiskan liburan musim dingin ini dengan sedikit sentuhan berwarna. Namun apa yang setelah itu kulihat dalam rumah adalah pandangan jijik dan mengerikan. Sarang laba-laba ada dimana-mana, di langit-langit rumah, dinding dan properti seperti meja dan tempat perapian kecilnya. Dinding-dinding kayunya seperti pipa hitam di pabrik.

Aku berjalan pelan tetap waspada agar tidak terperosok di antara pijakan lantai papan kayu yang telah rapuh dimakan usia. Sementara ayah menaruh kardus di samping kotak yang dibawanya masuk tadi dan menjatuhkannya di kaki tangga. Setidaknya, sebagian besarnya hari ini akan ada dua perdebatan dengan ayahku. Kesenangan apa yang aku dapatkan di musim dingin tahun ini? Juga inikah hadiah yang ia janjikan karena aku menang olimpiade sains tingkat SMP di sekolah dua bulan lalu?

Jika suasana terus macam ini, maka akan menghancurkan rencana bersenang-senang dan melupakan semuanya. Bahkan dari detik ini aku sudah kehilangan rencana menghabiskan malam sambil makan chicolota berminyak dan menonton pertandingan di televisi.

“Apa kita akan tinggal di sini ayah?”“Begitulah,” kata ayah santai saat membawa berbagai perkakas, berupa cat dan kuas.“Aku tidak ingin tinggal di sini?”“Kenapa?”“Karena suasana di sini sangat buruk dan menakutkan.”“Oh ya?” Ayah melihat ke sekeliling sekilas sambil membersihkan bajunya. “Paling tidak ini awal yang bagus.”“Tidak, ini benar-benar tidak bagus. Apa ayah tidak mempedulikan kesehatanku?”“Pertanyaan yang bagus, nak,” katanya tersenyum. “Aku mencintaimu dan almarhum ibumu. Mana bisa aku tidak peduli denganmu, kita hanya perlu beberapa sentuhan di sini. Olesan kecil cat di dinding seperti mengoles selai dari roti. Membersihkan langit-langit dan lantai dari kotoran tikus. Membetulkan perapian dan menghiasinya dengan jari-jari kreasi. Ayolah, ini akan menyenangkan.”“Tapi aku tidak suka menghias. Kecuali… baiklah,” kataku terpaksa. “Tapi bagian mengusir tikus untuk ayah.” Kami tersenyum.

Penuh hari ini kami kerjakan untuk tugas rumah. Denah rumah yang ayah buat persis dengan rumahnya, kecuali sedikit modifikasi. Trim dinding dan lantai telah dikelupas untuk memunculkan warna kayu alami dan dipelitur, kemudian dinding-dindingnya dicat hijau tua hangat, sehingga menonjolkan warna madu pada lantai kayunya. Ia juga telah memasang lampu model antik di langit-langitnya tinggi.Lorong rumah itu seharusnya ditutup karpet, pikirku. Karpet tua, sedikit gundul, dan penuh karakter. Dan mungkin ayah berniat mengecat ulang meja di dekat pintu.

Ayah kembali sambil membawa dua helai handuk berwarna biru tua. “Ayah sudah membuat beberapa perubahan bagus di sini.”“Masa?” Ayah melihat ke sekeliling sambil menggosok-gosok rambut dengan handuk. “Paling tidak ini awal yang bagus bukan?”“Benar-benar bagus,” ujarku sambil berjalan masuk ke ruang duduk. Perabotan-perabotan harus diperbarui. Ditutup taplak atau lebih baik lagi, diganti dengan yang baru. Dan poster penyanyi bryan adams yang diidolakan ayah adalah satu satunya pemandangan unik di dinding. Gambar itu hampir memenuhi setengah sisi dinding. Warna hijau dinding-dinding ruang duduk itu sedikit

Page 2: Cerpen rumah dari tangan ayah

lebih tua, dan interior kayunya benar-benar indah. Tempat perapian kecilnya dibuat dari batu granit coklat muda dan dibingkai kayu ek berwarna madu dengan rak lebar di atasnya.”“Ya Tuhan, ini benar-benar indah, yah. Sungguh.” Aku berjalan melintasi ruangan menghampiri perapian, jari-jariku mengelus rak di atas perapian. Rak itu berdebu, tapi kayu di bawahnya benar-benar terasa halus. “Oh, coba lihat apa yang kaulakukan pada jendela itu!”Jendela itu disekat rak-rak, dengan ukiran-ukiran di pinggirnya. “Ini jenis detail yang dibutuhkan untuk ruang seukuran ini. Membuatnya tampak indah tanpa kelihatan sempit. Membuatnya tampak nyaman.”“Ayah sedang berpikir untuk melapisi bagian depannya dengan kaca -mungkin kaca buram. Belum diputuskan. Tapi ayah akan melakukan hal itu pada lemari built-in di ruang makan, jadi mungkin yang ini akan dibiarkan tetap terbuka saja. Yang terpenting bahan untuk membuatnya juga tak ada.”Aku baru tahu jika ayah tukang yang andal dan jika dia melakukan keahliannya ini sebagai pekerjaan. Pelanggan pasti bangga pada hasil karyanya, dan sikap antusias lebih puas lagi.“Bagian Dapur sudah selesai, kalau kau mau melihatnya,” Ujar ayah tersenyum enteng.“Dapur adalah ruangan terpenting.” Ayah membuka pintu dapur.Sebelum ayah membawaku ke sini, ternyata dia melakukan sedikit renovasi di bagian dapur. Ayah mengganti lantai dapur dengan keramik berukuran besar yang warnanya senada dengan meja dapur dan memilih warna putih untuk lemari-lemarinya. Beberapa di antaranya mempunyai daun pintu berkaca. Ia juga memasang meja untuk acara makan-makan santai, dan menambahkan jendela sehingga pemandangan halaman belakang rumah bisa dilihat di dapur. Ambang jendela itu dibuat dari batu dan sengaja dibuat lebar untuk menaruh pot-pot berisi tanaman bunga atau tanaman bumbu yang cantik.”“Aku suka sekali bagian dapur ini. Mungkin aku bisa menghabiskan seharian bermain di sini.”“Tapi kau yakin tidak ingin menghabiskan seharian di sebuah tempat lain yang sekiranya lebih menakjubkan?”

Ayah kemudian membawaku ke bagian kamar dekat ruang utama. Dinding kamar berlatar keliaran hutan dan ketenangan awan. Rak-rak buku lengkap dengan meja belajar memang disiapkan ayah untuk aku tetap mengingat musim dingin ini bukan hanya sekedar liburan tetapi juga untuk mengasah otak. Ranjang dan kasur hangat dari sutera dan bermotif tokoh kartun Donald Bebek yang kusukai. Kali ini aku benar-benar betah. Ayah menekan sebuah tombol dan membuat lantai kayu di bawah terbuka. Awalnya aku mengira diletakkan teknologi untuk membuatnya terbuka, tetapi setelah ayah menjelaskan caranya bekerja, ternyata itu hanya sebuah rancangan kayu biasa yang dibuat dengan detail hingga terlihat seperti teknologi mesin.

Ruangan bawah itu adalah tempat bermain dengan temperatur hangat. Cahaya lampu terang cukup menerangi seluruh sudut ruangan. Lantainya terbuat dari kayu Aspen dan dinding-dinding masih berupa bata merah yang memantulkan cahaya.“Kayu Aspen adalah kayu berkualitas, putih dan halus. Memiliki satu kekhasan aroma yang kuat. Cukup ideal dan mengesankan,” kata Ayah mengajar.

Di ruangan bawah itu juga diletakkan barang-barang yang punya arti penting. Ayah masih menyimpan dua gambar yang kubuat untuknya waktu aku masih kecil dulu, seperti gambar hati dengan garis bergerigi bertulis ‘I Love U forever, Daddy’. Juga gambar rumah kotak-kotak dengan atap segitiga. Matahari besar dan bundar. Burung-burung berbentuk huruf W yang beterbangan.Aku tahu. Ayahku memutuskan untuk menyimpan kenangan masa lalu daripada memikirkan masa depan yang belum tentu menyenangkan baginya. Karena ia tahu cara mengartikan kebahagiaan sebenarnya, dengan melihat orang-orang di sekitarnya bahagia, begitulah cakapnya.

Dua hari setelah berakhirnya musim dingin dan pulang ke rumah kami yang terletak di desa elite di pinggir kota. Aku terpukul atas kematian ayah yang mendadak. Dia meninggal dalam sebuah kecelakaan lalu lintas. Mobil yang dia kendarai ditabrak sebuah truk pengangkut kayu. Sebenarnya kematiannya bukan karena kecelakaan, melainkan lebih tragis, tertimpa kayu besar dari truk yang jatuh saat berusaha menyelamatkan diri. Sebelum dia meninggalkanku dia sempat menulis sebuah surat berisi perkataan di atas meja kerjanya. Rumah dari tangan ayah sekarang

Page 3: Cerpen rumah dari tangan ayah

ayah serahkan ke tanganmu. Berjanjilah kau akan membuatnya lebih indah dan aku yakin dunia akan menengokmu.

Setelah aku beranjak dewasa aku menepati janji itu, dan butuh beberapa tahun untuk menciptakan bangunan berarsitektur luar biasa. Tanpa melupakan tugas kuliah aku terus mengepakkan mimpi-mimpiku. Hingga aku lulus dan bergelar sarjana arsitektur, aku fokus pada pembangunan rumah. Untuk bisa menfasilitasi pembangunan yang kubuat, aku juga bekerja bisnis renovasi rumah bagi klien-klienku yang aktif. Bisnis yang bagus saat ini, jadi itulah intinya.

Aku menikah di umur 25 tahun dengan wanita yang bekerja di sebuah restoran piza yang ia warisi dari mendiang ibunya. Sampai kami memiliki seorang putra, pembangunan yang kubuat akhirnya selesai. Rumah yang ayah bangun dan aku bangun menjadi sebuah bangunan berarsitektur tinggi. Dan diantara pejabat dan bangsawan kaya raya berniat membelinya. Tapi masa bodo untuk hal itu. Aku tidak berniat untuk menjualnya. Mimpi ayahku sekarang terbang bersama mimpiku. Dan untuk satu-satunya alasan aku berada di sini sebab atas keberadaan ayahku. Terima kasih ayah. Terima kasih selamanya.

Page 4: Cerpen rumah dari tangan ayah

MENERAWANG JAUH KE NEGERI SEBERANG

Jam dinding berdetak, seakan sebuah melodi di ruang kosong dan gelap tempat aku duduk sekarang. Memandang langit cerah di luar sana yang seakan lukisan hidup yang sangatlah indah. Tatapan mata ke seberang sebuah jendela, namun pikiran menerawang jauh ke negeri seberang. Indah memang di luar sana, namun ruangan yang kutempatilah yang mungkin sama dengan sebuah suasana di hati kosong dan hening.

Seseorang mengetuk pintu dengan sangat keras, mungkin suara seperti itu bukanlah suara ketukan pintu tapi lebih mirip dengan suara pintu yang dipukul-pukul menggunakan kedua tangan seorang petinju. Suara pintu yang sangat bising menghentikan pikiranku yang saat itu sedang menerawang jauh ke negeri sana. Mengharuskanku untuk bangkit dari duduk, berjalan lalu membuaka pintu agar mengehentikan suara bising yang dilakukan seseorang yang memecah keheningan saat itu.

Pintu pun terbuka, orang itu langsung masuk saja tanpa permisi dengan gerak terburu buru. Dia berjalan cepat ke arah saklar listrik lalu menekan tombol saklar agar sebuah cahaya yaitu lampu di ruangan gelap itu menyala. Kemudian dengan langkah terburu-buru juga dia berjalan cepat ke arahku yang saat itu tengah berdiri di depan pintu menatap datar ke arahnya. Lalu menarik tanganku cepat sembari berkata “cepeeet miliii” kami menuju sebuah meja di sudut belakang ruangan, tak butuh beberapa lama sampailah kami di meja tersebut.

Dia segera mengambil sesuatu dari dalam tas yang menyampai di tubuhnya, hanya beberapa detik sebuah majalah berada di tangannya. Segera ia meletakan majalah tersebut di atas meja tadi, lalu dengan terburu-buru membuka lembar demi lembar. Di halaman 17 tangannya berhenti melakukan gerakan untuk membuka lembaran selanjutnya.“Nih liat, lo ada di majalah ini, di sini tertulis tentang fakta-fakta nathan -aktor terkenal di Indonesia- kalau dia lagi deket sama elo Wili Pratiwi dan elo gak bisa ngelak wil, nih ada foto lo” cerosos feli panjang lebar, tangannya menunjuk sebuah foto di majalah itu, ya itu adalah foto diriku sendiri.“Terus?” Jawabku dengan wajah datar“Ah lu mah sok biasa aja, Udahlah wil, jangan gitu. Kalo mau teriak, ya teriak aja kalo mau loncak-locat, ya tinggal lakuin. Gak usah malu sama gue.” Lanjut feli mengangkat kedua alisnya dengan tersenyum“Lo salah faham fel, gue gak pernah deket sama nathan kok”“Terus ini apa?” Tanya feli menunjuk foto di majalah tersebut“Tau ah, pokonya gue gak deket sama dia” jawabku yang berjalan ke arah jendela menjauhi feli“OMG hello, willi” teriak feli memperlihatkan majalah tadi, di sana terlihat foto aku dan nathan yang sedang duduk berdua di meja di sebuah cafe

“Lo gak bisa ngelak lagi wili, ditunggu pjnya ya ibu nathan” lanjut feli mengedipkan mata kirinya dengan tersenyum“Enggak akan lah, ya udah gue ceritain semuanya sama lo. Gini iya kita emang jalan, tapi gue gak pernah suka sama dia. Lo tau dia juga nembak gue fel, tapi emang gue gak pernah suka sama dia. Jadi semuanya salah faham feli.” Jawabku pelan di posisi yang sama menatap ke luar jendela“Kok lo gitu sih wil, pertama Dika, kedua rian, dan sekarang nathan. Mereka orang-orang hebat willi. Gue tau pasti lo tolak mereka gara-gara nunggu iqbale kan?”“Ya lo emang bener, gak ada yang seperfect dia fel. Dia itu..” belum sempat aku meneruskan feli sudah mengehntikanku berkat “sttttt”“Lo gak cape nunggu iqbale sekolah di LA yang gak tau kapan kembali ke Indo? Gimana kalau dia udah sama yang lain?” Tanyanya yang membuat mataku berkaca-kaca mengingat sesorang yang setiap harinya membuatku tak mengizinkan ada seseorang yang masuk dalam hatiku,

Page 5: Cerpen rumah dari tangan ayah

sesorang yang membuat hatiku KOSONG, namun di balik kekosongan wajah indahnya selalu terpotret jelas tersusun rapi di hati.“Insyaalah gue siap, kalau di usia gue yang ke 20 tahun dia gak pulang ke indo atau udah sama yang lain gue akan buka hati, masih ada waktu 2 tahun untuk menunggu orang yang menurut gue tepat. Insyaallah gue janji fel”Kini feli mengerti, dia mulai mengerti apa yang ada di hatiku, dia hanya terdiam.

Menunggu itu bukanlah hal yang mudah bagiku. Dalam menunggu hati resah, banyak ketakutan, kekhawatiran, kecemasan akan ketidakkembaliannya lagi ke dalam hidupku. Tapi lebih sulit berhenti menunggu, karena harus menghentikan hati dan fikiran yang selalu memutarkan wajah dan namanya setiap detik perjalanan hari-hariku. Iqbale memang bukanlah seperti dika, rian ataupun nathan yang tampan dan terkenal. Iqbale hanyalah seorang pemuda biasa, tidak setampan mereka, namun dia mempunyai segudang prestasi yang membuatnya meneruskan pendidikannya di LA.

“Lebih baik menunggu orang yang tepat daripada menghabiskan waktu dengan orang yang salah!!” Ingatlah lebih baik menunggu

Cerpen Karangan: Renita MelvianyFacebook: Renita melvianyNama aku renita melviany, biasanya orang-orang memanggilku rere. Aku sekolah di SMAN 1 TALAGA, duduk di kelas XI IPA 1 (kingdomscione). Aku suka Menulis mulai dari Aku duduk di bangku SMP. Aku belum mendapat segudang prestasi di bidang menulis ataupun cerpen, tapi insyaallah suatu saat akan tergoras Pena di sebuah piagam bertuliskan Nama “Renita Melviany”… ingin tau lebih banyak tentang Aku? Follow you ig aku renitamelviany_17