COVER LAPORAN THP1 2TNP2K ok
Transcript of COVER LAPORAN THP1 2TNP2K ok
LAPORAN KEGIATAN PELAKSANAAN DAN HASIL MONITORING DAN EVALUASI PUTARAN I & II PROGRAM RASKIN
Jl. S. Parman Kav. 81, Slipi, Jakarta 11420; Telp. 021-56967127, 5674211; Fax. 021-56967127
Email : [email protected], [email protected]
LLAAPPOORRAANN KKEEGGIIAATTAANN PPEELLAAKKSSAANNAAAANN DDAANN HHAASSIILL MMOONNIITTOORRIINNGG DDAANN EEVVAALLUUAASSII PPUUTTAARRAANN II && IIII PPRROOGGRRAAMM RRAASSKKIINN Title : Laporan Kegiatan Pelaksanaan dan Hasil Monitoring dan Evaluasi Putaran I & II Program Raskin Program : Monitoring And Evaluation Of The Implementation Of The National Reform And Pilot Activities Of The Raskin Program In Indonesia
Funded : AusAID through the PRSF Facility Steering Committee
Indonesia Partner Agency : National Team for Accelerating Poverty Reduction (TNP2K)
Dates : July 2012 – March 2013
i
PENGANTAR
Penyaluran beras untuk rakyat miskin (Raskin) pertama kali diluncurkan pada
tahun 1998 sebagai langkah darurat dalam menghadapi dampak krisis moneter dengan
nama Operasi Pasar Khusus (OPK). Pada tahun 2002 pemerintah mengganti nama OPK
menjadi Raskin sebagai bagian dari perlindungan sosial bagi rakyat miskin bukan lagi
sebagai program darurat.
Penetapan jumlah beras per bulan per rumah tangga miskin (RTM) yang pada
awalnya 10 kg, selama beberapa tahun berikutnya bervariasi dari 10 hingga 20 kg, dan
pada 2007 kembali menjadi 10 kg. Namun pada 2012 RTM akan mendapat jatah 15 kg
per bulan. Frekuensi distribusi yang pada tahun‐tahun sebelumnya 12 kali, maka pada
2006 berkurang menjadi 10 kali, dan sejak tahun 2007 kembali menjadi 12 kali per
tahun.
Dengan latarbelakang di atas, maka dipandang perlu untuk melakukan kajian
secara seksama terhadap efektivitas penyaluran program raskin. Melalui kajian seperti
ini diharapkan pemerintah akan mendapatkan masukan‐masukan tentang kekurangan
dan kelebihan pemanfaatan dua cara tersebut demi perbaikan penyaluran Raskin di
masa yang akan datang. Kajian ini mengambil bentuk monitoring dan evaluasi (monev),
dimana pendekatan yang akan digunakan adalah survey, indepth interview, dan focus
group discussion. di 22 Kabupaten dan Kota pada 11 Propinsi. Monitoring dan evaluasi
ini dilakukan oleh Prisma Resource Centre – LP3ES bekerjasama dengan TNP2K dan
PRSF‐Ausaid selama 8 bulan dari Juli 2012 – Maret 2013.
Laporan ini merupakan hasil monitoring dan evaluasi putaran I dan II yang
berlangsung sejak tahap rekruitmen dan seleksi tenaga pengumpul data hingga
pelaporan hasil monitoring, terutama untuk temuan‐temuan yang bersifat kualitatif.
Dalam temuan‐temuan ini mencakup masalah pendataan warga miskin, sosialisasi
program raskin, pemasangan poster dan pembagian kartu DPM, distribusi beras dan
kualitas beras.
ii
Akhirnya, semoga laporan ini bermanfaat bagi semua pihak khususnya yang
terlibat dalam pengelolaan program raskin Sekalipun disadari bahwa laporan ini belum
cukup sempurna baik dari isi dan bahasanya.
Jakarta, 27 Desember 2012
iii
DAFTAR ISI
PENGANTAR i
DAFTAR ISI iii
DAFTAR TABEL v
DAFTAR GAMBAR vii
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Tujuan 2
1.3 Metodologi 3
BAB II PELAKSANAAN KEGIATAN 14
2.1 Program Raskin 14
2.2 Monitoring dan Evaluasi Raskin 16
BAB III PERKEMBANGAN KEGIATAN MONITORING 32
3.1 Profil Tenaga Pengumpul Data 32
3.2 Pengumpulan Data 33
3.3 Media Assesment 36
3.4 Masalah dan Hambatan 37
BAB IV TEMUAN MONITORING 39
4.1 Pendataan 39
4.2 Sosialisasi 53
4.3 Pemasangan Poster dan Pembagian Kartu 66
4.4 Distribusi Beras 86
4.5 Kualitas Raskin 92
4.6 Harga Raskin 105
iv
BAB V PENUTUP 118
5.1 Kesimpulan 118
5.2 Tindak Lanjut 119
LAMPIRAN
Lampiran 1‐ Pelaksanaan dan Permasalahan Monev Raskin 2012
Lampiran 2‐ Daftar Tenaga Pelaksana di 22 Kabupaten Monev Raskin 2012
v
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1. : Propinsi dan Jumlah Responden 6
Tabel 1.2. : Sumber Informasi Wawancara Mendalam di Desa, Kecamatan
dan Kabupaten 7
Tabel 1.3: Peserta FGD di Kabupaten/Kota dan Desa 8
Tabel 1.4: Lokasi Monitoring and Evaluasi Program Raskin 11
Tabel 2.1: Jumlah Penerima Raskin di 11 Propinsi 15
Tabel 2.2: Jumlah Tenaga Pelamar dan TPD Terpilih 17
Tabel 2.3: Tempat, Waktu dan Peserta Pelatihan Metode Monev 19
Tabel 2.4: Tanggal dan Peserta Pelatihan Entry Data di 11 Propinsi 20
Tabel 2.5: Pelaksanaan FGD Kabupaten Putaran I Program Raskin
di 22 Kabupaten 23
Tabel 2.6: Pelaksanaan FGD Kabupaten dan Kecamatan Putaran II
Program Raskin 26
Tabel 2.7: Tanggal dan Agenda Pertemuan dengan TNP2K 30
Tabel 3.1: Profil Tenaga Pengumpul Data 32
Tabel 3.2: Perkembangan Kegiatan Wawancara dan Entry Data Putaran I 33
Tabel 3.3: Perkembangan Pelaksanaan Focus Group Diskussion Putaran I 35
Tabel 3.4: Perkembangan Pelaksanaan Focus Group Diskussion Putaran II 35
Tabel 3.5: Media Asssesment di 22 Kabupaten/Kota 36
Tabel 4.1: Penambahan dan Penurunan RTS program Raskin
tahun 2012 di 11 Propinsi 39
Tabel 4.2: Pagu Alokasi RTS 2012 Kabupaten/Kota Lokasi Monev 40
Tabel 4.3: Kondisi Penetapan dan Perubahan RTS–PM
di 22 Kabupaten/Kota 45
Tabel 4.4: Gambaran Pelaksanaan Sosialisasi Program Raskin
di 22 Kabupaten/Kota 56
Tabel 4. 5: Lokasi Penerapan Ujicoba Pemakaian Kartu RTS 66
Tabel 4.6: Pemasangan Poster DPM di 22 Kabupaten/Kota 71
vi
Tabel 4.7: Gambaran Penggunaan Kartu di 11 Kabupaten/Kota
Lokasi Ujicoba 79
Tabel 4.8: Ragam Kualitas Raskin di 22 Kabupaten/Kota Lokasi Monev 96
Tabel 4.9: Peruntukan Biaya Tambahan di 22 Kabupaten/Kota
Lokasi Monev 113
vii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 : Pendekatan pelaksanaan monitoring dan evaluasi
program raskin 10
Gambar 2.: Lokasi Warga yang masuk dalam DPM 44
Gambar 3: Peserta sosialisasi di desa Pacur Rahayu, Nias Selatan 55
Gambar 4: Contoh Raskin di Amanatun Selatan, Kab.TTS 93
Gambar 5: Kualitas Beras Raskin 95
1 | P a g e
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Untuk membantu kecukupan pangan dan mengurangi biaya masyarakat miskin,
Pemerintah Indonesia telah mengeluarkan program subsidi beras yang disebut RASKIN.
Program ini pada dasarnya merupakan kelanjutan dan program operasi pasar yang
dilaksanakan oleh BULOG pertengahan 1998. Dalam program RASKIN, masyarakat miskin
dapat membeli paket beras sebanyak 15 kg dengan harga subsidi sebesar Rp. 1.600,‐ per
kilo. Sementara harga beras di pasaran berkisar Rp. 5.500,‐ per kilo. Ini berarti, pemerintah
memberikan subsidi sekitar Rp. 58.000,‐ perbulan untuk setiap rumah tangga yang
terkategori miskin. Sehingga dana subsidi program RASKIN untuk tahun 2012 yang
dialokasikan Pemerintah mencapai Rp. 15,6 trilyun bagi sekitar 1,65 juta warga miskin.
Sesudah lebih dari 10 tahun berjalan, maka dari sejumlah studi menunjukan adanya
sejumlah kelemahan yang signifikan. Misal saja ; ketepatan dalam menetapkan warga
miskin. Karenanya, pemerintah melakukan perubahan dalam pelaksanaan program
RASKIN terutama agar rumah tangga miskin terjamin betul sebagai penerima subsidi ini.
Akurasi penetapan rumah tangga miskin sebagai penerima manfaat menjadi sangat penting
mengingat dalam program selama ini mereka hanya menerima beras raskin sebanyak 4‐8
kg dan sebaliknya jumlah rumah tangga bukan miskin mendapatkan lebih. Banyak warga
miskin yang tidak mengetahui bahwa mereka seharusnya mendapat subsidi beras murah
dalam jumlah dan harga yang telah ditetapkan oleh program.
Mendasarkan pada kelemahan dalam penetapan sasaran penerima raskin, maka
pada tahun 2102 dilakukan penyempurnaan terutama dalam mekanisme penetapan
sasaran penerima raskin yang lebih terbuka. Hal ini dilakukan melalui uji coba sistim kartu
dan voucher pada tahun 2012 dan diharapkan dapat diperluas untuk tahun 2013.
Mengingat raskin adalah program yang bersifat unik dan sensitive secara social, maka
disepakati bahwa perubahan program raskin dalam uji coba lebih melihat dampak positif
2 | P a g e
dan negatif pada masyarakat yang berbeda. Beberapa aspek yang akan mendapat perhatian
dalam perubahan mencakup ; perbaikan sasaran, peningkatan alokasi raskin pada rumah
tangga miskin, pengurangan tingkat kecemburuan dan konflik social, pemahaman atas hak
yang lebih baik dan lainnya. Aspek‐aspek ini diharapkan menjadi dasar dalam perluasan
program raskin secara nasional. Uji coba ini akan melihat tingkat kelayakan dalam program
nasional melalui sistim kartu dan voucher pada tahun 2013.
Dalam kerangka pelaksanaan mekanisme penetapan sasaran secara nasional.
Pemerintah telah mendistribusikan daftar penerima raskin, sosialisasi tujuan raskin baik
melalui radio, poster dan media kampanye lainnya. Pada tahun 2012, alokasi distribusi
raskin telah ditetapkan dengan menggunakan data PPLS11, dimana daftar penerima
manfaat raskin disiapkan oleh TNP2K. Disamping itu, TNP2K juga memberikan dukungan
terhadap PT Pos Indonesia dalam mengirimkan daftar penerima raskin hingga tingkat
desa. Dalam uji coba sistim kartu dan voucher Ini mengambil lokasi di 6 Propinsi yaitu Jawa
Timur, Bali, NTT, Sumatera Utara, Bangka Belitung dan Sulawesi Tenggara yang mencakup
sekitar 1.3 juta rumah tangga. Jumlah ini kurang lebih 9‐10% dari 17,5 juta rumah tangga
yang potensial sebagai penerima raskin.
Untuk melihat effektivitas sistim baru dalam mekanisme penetapan sasaran
penerima manfaat raskin melalui kartu dan voucher, maka TNP2K dengan didukung
AusAid bekerjasama dengan Prisma – LP3ES melakukan monitoring dan evaluasi atas
pelaksanaan uji coba ini. Dalam monev ini juga mengambil beberapa propinsi penerima
raskin yang menggunakan kartu yaitu Jawa Barat, Jawa Tengah, Kalimantan Selatan,
Sulawesi Selatan dan Maluku Utara. Dengan demikian, lokasi monev berlangsung di 11
Propinsi.
1.2. TUJUAN
Pelaksanaan program raskin yang bertujuan untuk memberikan fakta‐fakta kepada
TNP2K sebagai dasar dalam merumuskan rekomendasi kebijakan untuk mempromosikan
effektivitas penetapan sasaran dan distribusi program raskin bagi rumah tangga miskin
dan yang tidak memilikikecukupan pangan. Sementara tujuan khusus dari kegiatan
monitoring dan evaluasi ini adalah sebagai berikut :
3 | P a g e
a. Meningkatkan kemampuan peserta dalam memahami metodologi penelitian
social (kemiskinan)
b. Meningkatkan kemampuan peserta dalam memahami teknik‐teknik
monitoring dan evaluasi program raskin (survey, focus group discussion dan
in‐depth interview)
c. Meningkatkan kemampuan peserta dalam memahami instrument survey, FGD
dan in‐ depth interview
d. Meningkatkan kemampuan peserta dalam menyusun laporan hasil monitoring
dan evaluasi
1.3. METODOLOGI
1.3.1. Materi Monev
Sesuai dengan tujuan dari kegiatan monitoring dan evaluasi ini, maka ruang
lingkup materi atau isu yang menjadi fokus perhatian, pengamatan dan penilaian
meliputi :
a. Beras dan Cash
Tujuan dari program raskin adalah memberikan subsidi bagi warga miskin
agar mampu memenuhi kebutuhan pangan (makan) setiap harinya. Dalam program
raskin, warga diberikan subsidi untuk membeli beras secara murah sesuai dengan
ukuran (kecukupan makan) bagi setiap rumah tangga. Ini berbeda dengan bantuan
program kemiskinan yang lain seperti BLT, dimana warga miskin menerima dana
(cash) yang dapat digunakan untuk berbagai kepentingan. Program raskin lebih
bersifat tertutup, dimana bantuan diberikan dalam bentuk subsidi harga beras.
Dalam kaitan ini, maka monev dapat difokuskan pada issue ini yang meliputi:
• Apakah penerima manfaat dari program raskin menjual kembali
berasnya
• Jika dijual, digunakan untuk apa uangnya (modal usaha, membayar
hutang, dll)
• Berapa banyak dari masyarakat yang telah menjual
4 | P a g e
b. Mekanisme Raskin
Distribusi Raskin merupakan metode baru melalui kartu ID dan voucher.
Metode ini diharapkan dapat meningkatkan efisiensi dan effektivitas program
raskin dalam menjangkau keluarga miskin. Beberapa pertanyaan terkait dengan
masalah ini yang perlu digali adalah
• Untuk daerah tertentu, warga miskin tidak ingin namanya dipublikasi
karena merasa malu disebut miskin sekalipun akan mendapat bantuan.
Berapa banyak orang yang seperti ini dan apa cirri‐cirinya
• Pada sisi lain, untuk daftar penerima raskin bisa terjadi bukan warga
miskin. Jika seperti ini, adakah warga lain yang keberatan, bagaimana
komplai dilakukan dan secara individu atau kelompok
• Adakah hambatan atau keterbatasan dalam penggunaan karti ID
dibandingkan dengan voucher dalam ketepatan penyaluran program
raskin bagi warga miskin.
• Bagaimana aparat pemerintah dalam merespon keberatan masyarakat
dan adakah jaminan bahwa keberatan masyarakat dibahas dan
diselesaikan
• Jika terdapat kekeliuran penerima manfaat, apakah ada penggantian
calon penerima raskin. Jika ada berapa orang yang dipilih baru, apa
alasan pergantian dan bagaimana dilakukan.
c. Proses Distribusi RASKIN
Program Raskin pada dasarnya sudah dilaksanakan sejak tahun 2002. Dalam
mekanisme baru yang sekarang tentu memerlukan pemahaman dari para pelaksana
di tingkat lapangan dan juga masyarakat. Informasi tentang hal ini sangat
diperlukan seperti apakah ada kegiatan pelatihan bagi aparat (Tim Raskin) di
Kabupaten, Kecamatan dan Desa. Bagaimana respon dari peserta terkait dengan
pendekatan baru dalam distribusi raskin yang baru. Termasuk bagaimana kegiatan
5 | P a g e
sosialisasi terhadap masyarakat. Disamping itu, beberapa hal terkait dengan proses
distribusi raskin yang perlu diidentifikasi adalah :
• Adakah metode yang khusus dalam menentukan orang miskin sebagai
penerima manfaat
• Jika ada, bagaimana metode tersebut dilaksanakan
• Sebaliknya, adakah orang yang tidak miskin didaftar sebagai penerima
• Bagaimana raskin didistribusikan, pada tempat dan waktu yang tepat
• Apakah harga, ukuran dan kualitas beras sesuai dengan ketentuan
• Apakah ada cara yang khusus disediakan bagi warga miskin yang tua
dan cacat agar lebih mudah mendapatkan
• Adakah biaya – biaya lain yang dibebankan untuk mendapatkan raskin
c. Dampak Raskin
Sekalipun secara teori jumlah raskin yang disediakan tidak cukup signifikan
dalam mengentaskan rumah tangga miskin (15 kg per rumah tangga), namun
bantuan Raskin banyak member kemudahan dalam aspek social dan ekonomi.
Tentu dalam prakteknya bisa berbeda. Dalam kaitan ini, maka perlu dilihat dampak
raskin secara terbatas pada aspek‐aspek yang langsung dan jangka pendek,
misalnya
• Apakah raskin dapat meningkatkan kecukupan pangan bagi rumah
tangga miskin di desa
• Dalam aspek kesehatan, dengan raskin rumah tangga miskin lebih baik
dari segi nutrisi dan sehat fisiknya
• Apakah rumah tangga miskin menjadi lebih aktif dan produktif (kerja
sendiri, buruh)
• Dalam kehidupan social, apakah lebih aktif dan partisipatif dalam
kegiatan social (pertemuan warga, gotong royong)
6 | P a g e
1.3.2. Pendekatan Monev
Untuk menjawab pertanyaan‐pertanyaan diatas, maka pendekatan dalam
monitoring dan evaluasi akan digunakan kombinasi antara data sekunder, analisa
media, wawancara, FGD dan observasi terhadap penerima manfaat. Pendekatan
dalam monitoring dan evaluasi ini dapat digambarkan sebagai berikut :
a. Review Dokumen dan Media Analisis
Dalam monev ini akan dilakukan review dokumen yang mencakup pedoman
program raskin, laporan pelaksanaan program raskin terdahulu, peraturan‐
perundangan baik di tingkat pusat hingga kabupaten. Disamping itu, Koordinator
Kabupaten juga akan melakukan analisis terhadap berita dan tulisan tentang
pelaksanaan program raskin di semua media di kabupaten. Media yang
dikumpulkan dan dianalisa adalah berita dan tulisan baik yang bersifat negative
maupun positive di media sejak tahun 2011.
b. Wawancara
Selama monev akan dilakukan dengan wawancara terhadap penerima
manfaat dari program raskin. Wawancara dilakukan untuk menggali berbagai
informasi terkait dengan input, proses, hasil dan dampak dari pelaksanaan program
raskin di setiap desa. Jumlah penerima manfaat yang diwawancarai sekitar 3.000
untuk 11 Propinsi. Dengan demikian, setiap propinsi terdapat antara 250 – 300
rumah tangga yang diwawancarai. Dari jumlah ini, sekitar 30% atau 75 rumah
tangga adalah perempuan. Gambaran jumlah responden di tiap kabupaten,
kecamatan dan desa adalah sbb :
Tabel 1.1. : Propinsi dan Jumlah Responden
No Wilayah Jumlah Responden
1 Propinsi (1) 300 – 3300 RTM
2 Kabupaten (2) 150 – 165 RTM
3 Kecamatan (6) 75 – 90 RTM
4 Desa (20) 10 – 15 RTM
7 | P a g e
c. Wawancara Mendalam
Untuk memperdalam temuan‐temuan hasil survey, maka pengumpulan data
dan informasi juga didilakukan melalui wawancara mendalam di tingkat desa,
kecamatan dan kabupaten. Sumber informasi adalah pimpinan/tokoh masyarakat
formal dan informal yang terkait langsung dalam program raskin. Untuk Desa
antara lain Kepala/Sekretaris Desa, Tokoh Masyarakat dan Kecamatan
Camat/Sekretaris Kecamatan dan Kabupaten adalah Tim Raskin, Bulog dan
LSM/Universitas. Secara rinci gambaran wawancara mendalam sebagai berikut :
Tabel 1.2. : Sumber Informasi Wawancara Mendalam di Desa, Kecamatan dan Kabupaten
Tujuan Jumlah Informan Unsur Informan Kunci
• Mengidentifikasi dan
mengetahui pandangan
masyarakat terkait dengan
pelaksanaan raskin
• Mengkonfirmasi dan
memperdalam temuan hasil
survey terhadap penerima
manfaat
Kelurahan;
3 orang
Kepala /Sekretaris
Desa/Lurah,petugas, tokoh
masyarakat
Kecamatan;
3‐4 person
Kabupaten/Kota :
5‐6 orang
Camat/Sekcam, petugas
raskin, aktivis organisasi
Tim Raskin Kabupaten plus
LSM/Media/Universitas
d. Focus Group Discussions (FGD).
Untuk mempertajam dan memperdalam temuan survey untuk data kualitatif,
maka dilakukan Focus Group Discussion di Tingkat Desa dan Kabupaten. Di tingkat
desa, FGD akan dilakukan 2 kali yaitu dengan rumah tangga penerima manfaat laki‐
laki dan perempuan. Sementara untuk FGD di tingkat kabupaten/kota dilakukan
sekali dengan peserta dari stakeholder program raskin (BPS, Dinas Sosial, PMD,
DPRD, LSM, Media dan Universitas.
8 | P a g e
Tabel 1.3 : Peserta FGD di Kabupaten/Kota dan Desa
Tujuan Jumlah Peserta Unsur Peserta
Focus Group Discussion. Rumah Tangga Penerima
Mengidentifikasi dan
mendalami penilaian
masyarakat terkait
pelaksanaan program raskin
Desa/Kelurahan;
8‐10 peserta per
kelompok
• Perempuan
• Laki‐laki,
Kota/Kabupaten;
10 peserta
Pemko/kab., Bulog, LSM,
University, Pers/Media.
e. Pengolahan Data dan Pelaporan
1) Pengolahan Data
• Ada 3 jenis data yang dikumpulkan dan diolah yaitu Pertama,
data kuantitaif dari survey terhadap 3.300 responden dan sms.
Untuk data kuantitatif melalui sms akan dikirimkan langsung ke
pusat data di Jakarta, 1 hari sesudah pengumpulan data selesai.
Sementara untuk data survey terhadap penerima manfaat akan
diolah melalui mekanisme sbb : a). Data dientry oleh TPD
Kecamatan secara silang (TPD A mengentry data TPB C dan TPD
entry data TPD B). Hasil entry dan kuesioner diberikan ke
Koordinator Kabupaten/Kota untuk dicek kebenarannya. Jika
tidak bermasalah dikirimkan ke Jakarta dan sedang jika terdapat
in‐konsistensi dikembalikan ke TPD Kecamatan untuk diulang.
Pusat data di Jakarta akan mengolah seluruh data dari
Kabupaten/Kota.
• Kedua, data kualitatif dari wawancara mendalam dan FGD baik di
tingkat kabupaten dan desa ditranskrip oleh Koordinator
Kabupaten dan TPD Kecamatan. Format transkrip dapat dilihat
pada lampiran A. Hasil transkrip dikirimkan langsung ke Tim
Monev di Jakarta.
9 | P a g e
• Ketiga, data sekunder dari laporan instansi terkait dan analisis
media akan dilakukan oleh Koordinator Kabupaten. Untuk data
sekunder terkait dengan program raskin dapat dikumpulkan dari
instansi yang terkait langsung dalam pelaksanaan program raskin.
Sementara data sekunder yang berasal dari media analisis
dikumpulkan dari berita, artikel atau opini tentang pelaksanaan
program raskin dari Koran local (kabupaten) sejak tahun 2011.
Format media analisis dapat dilihat pada lampiran B.
2) Pelaporan
• Setiap TPD Kecamatan akan memberikan laporan bulanan yang
berupa catatan kegiatan selama proses monitoring dan evaluasi
program raskin berlangsung di kecamatan. Format laporan
bulanan dikirimkan langsung ke Tim Monev Jakarta dengan
tembusan Koordinator Kabupaten. Format laporan bulan dapat
dilihat pada lampiran C.
• Setiap Koordinator Kabupaten akan menyusun laporan
pelaksanaan program raskin di tingkat kabupaten. Selain
menguraikan jenis kegiatan yang dilakukan, hasil yang dicapai,
hambatan dan kendala pelaksanaan program raskin, laporan
Koordinator Kabupaten juga harus menyampaikan analisa terkait
dengan effektivitas program raskin dan dampaknya terhadap
rumah tangga miskin. Laporan ini dikirimkan langsung ke TIM
Monev di Jakarta
10 | P a g e
Gambar 1. Pendekatan pelaksanaan monitoring and evaluasi Program Raskin
1.3.2. Lokasi
Sebagaimana diketahui lokasi monitoring dan evaluasi ini dilakukan di 11
Propinsi, dimana 6 propinsi yang menjadi lokasi pilot project penerapan
pendekatan Kartu Identitas dan Voucher dan 5 Propinsi yang menggunakan
pendekatan lama (daftar penerima). Masing‐masing propinsi diambil 2
Kabupaten/Kota baik yang pilot maupun tidak, sehingga terdapat 22
Kabupaten/Kota yang menjadi lokasi. Setiap kabupaten diambil 3 Kecamatan.
Monitoring and Evaluasi
Data Entry, Processing and Analysis
FGD at District/City
FGD with RTS‐PM Kelurahan/Desa
(gender‐disable‐elder)
Interview RTS‐PM
(male‐female)
In‐Depth Interview Raskin Stakeholders
Document Review and Media Analysis of Raskin
Program
Develop the Monev Guideline (Interview, FGD, Report, etc)
Project Preparation(field researcher selection, instrument
design, etc)
11 | P a g e
Secara rinci lokasi monitoring dan evaluasi dalam program monev ini dapat dilihat
pada Tabel berikut :
Tabel 1.4: Lokasi Monitoring and Evaluasi Program Raskin
No. Provinsi Jumlah
Kabupaten
Kabupaten
/Kota Uji
Coba
Lokasi
Monev
Kecamatan
Lokasi
1. Sumatera
Utara
33 Pulau Nias
(4 Kab/Kota)
Kabupaten
Nias Selatan
Teluk Dalam
Lolowau
Lahusa
Kabupaten
Deli Serdang
Lubuk Pakam
Tanjg Morawa
Pancur Batu
2. Bangka
Belitung
7 Semua
Kab/Kota
Kabupaten
Bangka
Sangaliat
Mendo Barat
Belinyu
Kabupaten
Belitung
Tnjungpandan
Membalong
Sijuk
3. Jawa Barat 26 ‐ Kota Bogor
Bogor Barat
Bogor Selatan
Tanah Sereal
Kabupaten
Subang
Subang
Cipunagera
Blanakan
12 | P a g e
4. Jawa Tengah 35 ‐ Kabupaten
Semarang
Ungaran
Timur
Pabelan
Suruh
Kabupaten
Brebes
Brebes
Losari
Ketanggungan
5. Jawa Timur 38 Pulau
Madura
(4 Kab/Kota)
Kabupaten
Pamekasan
Pamekasan
Proppo
Batu Marmar
Kabupaten
Sampang
Sampang
Omben
Kedungdung
6. Bali 9 Seluruh
Kab/Kota
Kabupaten
Karangasem
Karangasem
Kubu
Abang
Kabupaten
Buleleng
Buleleng
Seririt
Gerokgak
7. Nusa
Tenggara
Timur
21 Seluruh
Kab/Kota
Kabupaten
Timor Timur
Selatan
Kota Soe
Mollo Utara
Amanatun Sel
Kabupaten
Sumba Barat
Daya
Loura
Kodi Bangedo
Kodi Utara
13 | P a g e
8. Kalimantan
Selatan
13 ‐ Kabupaten
Barito Kuala
Marahaban
Alalak
Tamban
Kabupaten
Banjar
Martapura
Astambul
Sungai Tabuk
9. Sulawesi
Selatan
24 ‐ Kota
Makassar
Makassar
Tallo
Panakukang
Kabupaten
Gowa
Sumbaopu
Pallangga
Bontonompo
10 Sulawesi
Tenggara
12 (5 Kab/Kota). Kabupaten
Buton
Pasar Wajo
Mawasangka
Laludo
Kabupaten
Muna
Katobu
Tongkuno
Parigi
11. Maluku Utara 9 ‐ Halmahera
Utara
Tobelo
Loloda Utara
Galela Utara
Kota Tidore Tidore
Tidore Selatan
Oba Utara
TOTAL 227 50 22 66
14 | P a g e
BAB II
PELAKSANAAN KEGIATAN
Pada bagian ini dijelaskan konsep program raskin dan pelaksanaan kegiatan
monitoring dan evaluasi. Terkait dengan program raskin penjelasan didasarkan atas hasil
review dokumen baik yang bersifat kebijakan maupun laporan hasil kajian yang relevan.
Sementara untuk pelaksanaan kegiatan monitoring dan evaluasi didasarkan atas
pelaksanaan kegiatan sejak kontrak kerjasama ditanda tangani.
2.1. Program Raskin
Distribusi Raskin atau beras untuk orang miskin yang dimulai tahun 1998
merupakan kebijakan program untuk mengatasi krisis moneter (KRISMON). Tujuan
utamanya adalah membantu dan memperkuat keamanan pangan dari rumah tangga miskin
yang terkena dampak krisis. Pada tahap awal program bantuan beras ini disebut dengan
operasi pasar khusus (OPK)1 Kemudian dirubah dengan Program Raskin tahun 2002 yang
fungsinya diperluas dari yang bersifat darurat menjadi sebagai bagian dari program jaring
pengamanan sosial. Prubahan ini diharapkan dapat memberikan pelayanan yang tepat
sesuai dengan tujuan dari raskin.
Perubahan nama dari OPK menjadi Raskin pada dasarnya tidak secara otomatis
meningkatkan effektivitas distribusi raskin semenjak penentuan criteria siapa penerima
raskin juga merupakan masalah yang sulit. Data kemiskinan yang berbasis pada kondisi
local adalah sesuatu yang sulit untuk didapat. Proses penentuan warga miskin yang
seharusnya dilakukan melalui musyawarah di tingkat desa dan kelurahan tidak berjalan.
Padahal musyarawarah merupakan medium dalam memperkuat program raskin untuk
menjamin keadilan bagi warga miskin.
1Operasi Pasar Khusus merupakan salah satu upaya pemerintah dalam kerangka JaringPengaman Sosial (social safety net), khususnya dalam mencukupi kebutuhan pangan pokok melalui penyaluran beras bagi warga miskin (keluarga pra‐sejahtera) sebagai akibat kondisi ekonomi yang bersangkutan maupun akibat pengaruh Krisis Ekonomi dan Moneter.
15 | P a g e
Sampai dengan tahun 2006, data untuk penerima manfaat didasarkan pada BKKBN
yang membagi kedalam kelompok rumah tangga pra‐sejahtera dan sejahtera. Program
raskin. Tidak dapat menjangkau seluruh rumah tangga miskin. Namun dalam
pelaksanaannya, program Raskin dinilai semakin jauh dari tujuannya karena sasaran
rumah tangga penerimanya tidak mencakup warga yang miskin yang tidak terdaftar.
Karena itu, mulai tahun 2007 sasaran penerima raskin menggunakan data rumah tangga
(RTM) miskin dari BPS. Dari sekitar 19,1 juta RTM maka hanya 15,8 juta RTM yang dapat
pelayanan program Raskin.Ini merupakan sasaran paling besar yang pernah dijangkau
program Raskin. Data rumah tangga yang didasarkan atas Program Perlindungan Sosial,
PPLS‐2008 secara effektif diterapkan mulai tahun 2008 untuk seluruh program
pengentasan kemiskinan yang dilaksanakan pemerintah.
Tabel 2.1. : Jumlah Penerima Raskin di 11 Propinsi
Selama tahun 2005 – 2009 jumlah raskin yang telah didistribusikan berkisar 1,6 –
3,2 juta ton Total RASKIN distributed between 2005‐2009 lies between 1.6 million‐3.2
tonnes. Beras dapat ditebus atau dijual dengan harga Rp. 1.000 per kg (untuk tahun 2007)
dan Rp 1.600/kg (untuk tahun 2008). Raskin pada dasarnya tidak hanya membantu rumah
tangga miskin dalam mencukupi kebutuhan pangannya, melainkan juga dapat menjamin
stabilitas harga harga beras. RASKIN dapat mengurangi permintaan akan beras dari 18,5
juta penduduk pada tahun 2009. Sekalipun terjadi peningkatan harga pada tahun 2008
16 | P a g e
menjadi Rp. 1.600,‐ namun hal ini masih dapat dijangkau karena harga pasar Rp 5.000‐Rp
5.500/kg.
Dalam upaya meningkatkan effektivitas program raskin, pemerintah telah
melakukan perubahan terutama dalam sistim distrisbusi. Disamping menggunakan daftar
penerima, pemerintah juga menggunakan kartu identitas (ID) dan voucher bagi setiap
rumah tangga penerima Raskin. Diharapkan perubahan pendekatan distribusi ini dapat
lebih transparan dalam proses penetapan sasaran. Perubahan ini dilakukan secara
nasional dan pada tahap awal diujicobakan di sejumlah daerah yang mencakup 1,3 juta
rumah tangga.
2.2. Monitoring dan Evaluasi Raskin
Kegiatan monitoring dan evaluasi dilakukan untuk melihat pelaksanaan uji coba
perubahan sistim distribusi raskin mulai dari proses sosialisasi, pembagian hingga
effektivitas dan manfaatnya. Beberapa kegiatan yang telah dilakukan dalam rangka
pelaksanaan monitoring dan evaluasi ini adalah sebagai berikut :
2.2.1. Rekruitmen dan Seleksi Koordinator dan TPD
Sesuai dengan jumlah lokasi yang disepakati maka kegiatan monitoring dan
evaluasi ini membutuhkan tenaga pengumpul data sebanyak 86 orang yang terdiri
dari 22 Koordinator Kabupaten dan 66 Tenaga Pengumpul Data (enumerator) di
Kecamatan. Dalam proses recruitment Tim memanfaatkan jaringan kerja di daerah
baik dari lembaga swadaya masyarakat maupun perguruan tinggi setempat. Proses
rekruitmen diawali dengan penyebar luasan informasi akan kebutuhan tenaga ini
kepada sejumlah lembaga di 11 Propinsi. Setidaknya ada 3 lembaga yang dihubungi
atau dikontak untuk membantu menyediakan tenaga stafnya. Setidaknya ada sekitar
124 orang yang melamar atau berminat untuk menjadi Koordinator Kabupaten dan
TPD (enumerator) Kecamatan. Tim Prisma – LP3ES kemudian melakukan seleksi
melalui dengan menggunakan 2 kriteria yaitu (a). Seleksi administrasi (b). Seleksi
Pengalaman Kerja sebagai dasar dalam menetapkan atau memilih.
17 | P a g e
Tabel 2.2. : Jumlah Tenaga Pelamar dan TPD Terpilih
No Propinsi Jumlah
Pelamar Diterima Ditolak
1 Sumatera Utara 11 8 3
2 Bangka Belitung 9 8 1
3 Jawa Barat 14 8 6
4 Jawa Tengah 11 8 3
5 Jawa Timur 15 8 7
6 Bali 8 8 ‐
7 Nusa Tenggara Timur 12 8 4
8 Kalimantan Selatan 15 8 7
9 Sulawesi Selatan 9 8 1
10 Sulawesi Tenggara 11 8 3
11 Maluku Utara 9 8 1
Proses seleksi yang relative membutuhkan waktu adalah untuk propinsi di
wilayah Jawa dan Kalimantan Selatan. Seleksi di wilayah ini membutuhkan hingga 3
kali terutama untuk wilayah Jawa Barat dan Jawa Timur hal ini dikarenakan tenaga
yang dikirimkan kurang sesuai dari sisi latar belakang pendidikan dan pengalaman
kerjanya. Termasuk ketidaksediaan tinggal di pedesaan. Gambaran profil tenaga
Koordinator Kabupaten dan TPD Kecamatan dapat dilihat pada lampiran 1.
2.2.2. Pelatihan Metode Monev bagi Koordinator dan TPD
Pelatihan metode monitoring dan evaluasi bagi Koordinator Kabupaten dan
TPD Kecamatan pada awalnya dirancang dalam 2 tahap yaitu : Pelatihan Bagi
Koordinator Kabupaten di Jakarta dan Pelatihan Bagi TPD Kecamatan di masing‐
masing propinsi. Namun didasarkan atas pertimbangan bahwa kemampuan dan
18 | P a g e
penguasaan metode monev antara Koordinator dan TPD tidak jauh berbeda, maka
pelatihan diputuskan untuk digabungkan. Perubahan konsep pelatihan ini
kemudian didiskusikan dengan Tim TNP2K dan PRSF – AusAid untuk mendapatkan
kesepakatan. Secara khusus ada 4 tujuan dari kegiatan pelatihan ini yaitu
(a). Meningkatkan kemampuan peserta dalam memahami metodologi penelitian
social (kemiskinan),
(b). Meningkatkan kemampuan peserta dalam memahami teknik‐teknik
monitoring dan evaluasi program raskin (survey, focus group discussion
dan in‐depth interview,
(c). Meningkatkan kemampuan peserta dalam memahami instrument survey,
FGD dan in‐ depth interview
(d). Meningkatkan kemampuan peserta dalam menyusun laporan hasil
monitoring dan evaluasi.
Dalam pelatihan ini, materi yang diberikan mencakup 3 bagian yaitu ;
Pertama, materi yang dimaksudkan untuk meningkatkan pengetahuan tentang
raskin, metode penelitian dan gambaran program monev. Kedua, materi yang
bertujuan meningkatkan ketrampilan teknis dalam melaksanakan kegiatan
monitoring, termasuk memahami instrument monev dan Ketiga, materi yang
terkait dengan manajemen kegiatan monitoring yang meliputi mekanisme kerja,
peran dan fungsi, hak dan kewajiban serta rencana kerja. Ketiga lingkup materi ini
disampaikan oleh nara sumber dari TNP2K dan Prisma‐LP3ES. Pelaksanaan
pelatihan berlangsung di 3 wilayah (Jakarta, Surabaya dan Makassar) dan diikuti
oleh 86 tenaga pengumpul data serta beangsung effektif 3 hari. Gambaran umum
tentang waktu, tempat dan peserta pelatihan metode monev di 3 wilayah dapat
dilihat pada Tabel dibawah ini.
19 | P a g e
Tabel 2.3 : Tempat, Waktu dan Peserta Pelatihan Metode Monev
No Wilayah dan Asal
Peserta Tanggal
Jumlah
Peserta Tempat
1 Barat (Sumut, Babel, Jabar
dan Jateng)
10‐13
September
32 orang Hotel Mega
Anggrek Jakarta
2 Timur (Sulsel, Sultra dan
Malut)
13‐16
September
24 orang Hotel Singgasana
Makassar
3 Tengah (Jatim, Bali, NTT
dan Kalsel)
16‐19
September
32 orang Hotel Novotel
Surabaya
Refreshment Training
Dalam rangka meningkatkan kemampuan koordinator dan tenaga
pengumpul data dalam mengumpulkan data dan informasi pada putaran II,
sekaligus melihat permasalahan dan perkembangan data dan informasi pada
putaran I, maka dilakukan kegiatan pelatihan penyegaran (refreshment training).
Kegiatan ini berlangsung di 2 (dua) tempat yaitu : Pertama, di Makassar, tanggal 9‐
11 November 2012 dengan jumlah peserta sebanyak 40 orang dari wilayah
Maluku Utara, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan dan Jawa Timur. Kedua, di
Jakarta, tanggal 11‐13 November 2012 dengan jumlah peserta sebanyak 48 peserta
dari wilayah Sumatera Utara, Bangka Belitung, Jawa Barat, Jawa Tengah, Kalimantan
Selatan dan NTT. Disamping dari Prisma LP3ES, maka tenaga fasilitator dalam
pelatihan ini dari TNP2K. Hasil refreshment training ini menyepakati beberapa hal
berikut :
a. Menyempurnakan instrument survey (kuantitatif)
b. Mengganti kegiatan FGD Desa menjadi FGD Kecamatan
c. Merekrut tenaga editor untuk melaksanakan tugas entry data
d. Meningkatkan peran Koordinator dalam melakukan supervise proses
pengumpulan data
20 | P a g e
2.2.3. Training Pengolahan (entry) Data
Pelatihan pengolahan dan entry data merupakan kegiatan yang sangat
penting untuk menjamin kualitas data yang dihasilkan dari wawancara. Pada
dasarnya, pelatihan ini dapat disatukan dengan pelatihan metode monev. Namun
karena sistim pengolahan data baru dikembangkan sesudah pelatihan monev
berakhir ‐ maka pelatihan entry data dilakukan terpisah dan dikaitkan dengan
kegiatan monitoring lapangan di 11 propinsi, Proses pelatihan sistim entry data
dilakukan melalui 2 proses atau tahapan. Pertama, diskusi konsep entry data di
TNP2K. Diskusi ini membahas model tehnology, metode kerja dan proses
pengiriman data. Kedua, coaching dan uji coba tehnologi entry data di Prisma –
LP3ES. Selain dilatih dan diujicobakan bagaimana cara memasukan data dalam
sistim, pertemuan juga membahas rencana pelatihan kepada Koordinator dan TPD
di 11 Propinsi. Gambaran umum pelaksanaan pelatihan entry data dapat dilihat pda
Tabel dibawah
Tabel 2.4. : Tanggal dan Peserta Pelatihan Entry Data di 11 Propinsi
No Tempat Pelatihan Tanggal Peserta Pelaksana
1 Sumatera Utara 12‐13 Oktober 8 orang Prisma – LP3ES
2 Bangka Belitung 7‐8 Oktober 7 orang Prisma – LP3ES
3 Jawa Barat 5 dan 16
Oktober
8 orang TNP2K dan
Prisma‐LP3ES
4 Jawa Tengah 5‐6 Oktober 5 orang Prisma – LP3ES
5 Jawa Timur 9‐10 Oktober 8 orang Prisma – LP3ES
6 Bali 14 – 15
Oktober
8 orang Prisma – LP3ES
7 Nusa Tenggara Timur 12‐13 Oktober 5 orang Prisma – LP3ES
8 Kalimantan Selatan 14 – 15
Oktober
8 orang TNP2K
21 | P a g e
9 Sulawesi Selatan 4‐6 Oktober 8 orang TNP2K
10 Sulawesi Tenggara 8‐9 Oktober 4 orang TNP2K
11 Maluku Utara 8 – 9 Oktober 2 orang TNP2K dan
Prisma – LP3ES
Dalam pelatihan entry data, ternyata tidak semua tenaga (TPD) dapat
mengikuti seperti Maluku Utara, Sulawesi Tenggara, Nusa Tenggara Timur dan Jawa
Tengah karena lokasi tugas sangat jauh dan TPD sudah memiliki agenda wawancara
dengan masyarakat. Namun Koordinator Kabupaten akan bertanggungjawab untuk
memberikan training bagi TPD yang tidak hadir.
Rekruitmen Editor Data
Dari review pelaksanaan kegiatan monitoring dan evaluasi putaran I, salah
satu masalah adalah keterlambatan dalam pengiriman data oleh Tenaga Pengumpul
Data. Hal ini disebabkan oleh padatnya kegiatan yang dilakukan oleh TPD.
Implikasinya, pengiriman data (laporan) ke Jakarta disamping dari sisi waktu
terlambat, juga dalam beberapa kasus kurang dalam sisi kualitas. Karenanya,
direkomendasikan agar direkruit tenaga editor yang berperan dalam mengecek data
yang disampaikan TPD dan mengentry dan mengirimkan ke Jakarta. Tenaga editor
ini ditempatkan di masing‐masing kabupaten/kota yang menjadi lokasi monev dan
bertugas untuk tujuan melakukan entry data dari monitoring dan evaluasi pada
putaran II dan III.
2.2.4 Pengumpulan Data
Kegiatan pengumpulan data dalam rangka monitoring dan evaluasi
pelaksanaan program raskin dilakukan melalui survey kepada rumah tangga miskin
(RTM), komunitas, wawancara mendalam dengan tokoh masyarakat dan diskusi
kelompok terfokus dengan masyarakat di desa dan instansi terkait di kabupaten.
Disamping itu, juga dilakukan analisa berita tentang berbagai permasalahan raskin
22 | P a g e
yang ditulis atau diberitakan oleh media cetak lokal di 22 kabupaten/kota dalam
rangka mendukung atau melengkapi data primer.
1) Survei
Sampai dengan 20 Oktober 21012, kegiatan pengumpulan data difokuskan
pada wawancara dengan DPM dan komunitas. Hal ini merupakan kesepakatan
dengan TNP2K, dimana data kuantitatif (hasil survey) lebih didahulukan ketimbang
data kualitatif (FGD dan Indepth interview). Pertimbangan lainnya adalah proses
entry dan pengolahan data hasil survey (kuantitatif) membutuhkan waktu yang
cukup. Disamping itu, pengumpulan data juga dilakukan melalui wawancara
mendalam dengan Kepala Desa/Lurah/Sekretaris/Aparat Desa yang bertanggung
jawab dalam pelaksanaan raskin. Survei Komunitas dilakukan dengan mengambil 1
responden di setiap desa. Dengan demikian, terdapat 220 responden komunitas
untuk 22 Kabupaten. Wawancara dilakukan terhadap 150 orang penerima raskin
yang diambil secara acak dari daftar penerima manfaat (DPM). Wawancara
dilakukan secara tatap muka dengan menggunakan kuesioner yang disiapkan oleh
Tim TNP2K.
2) Focus group Discussion
Sekalipun demikian, terdapat beberapa kabupaten/propinsi yang telah
memulai kegiatan diskusi kelompok terfokus, seperti Maluku Utara (Tidore). Hal ini
dilatarbelakang, lokasi desa dimana kegiatan monev dilakukan sangat jauh dari
pusat kecamatan. Sehingga untuk tujuan praktis dan efisiensi biaya, maka sesudah
wawancara selesai TPD langsung melaksanakan FGD. Kegiatan FGD baik di tingkat
Desa maupun Kabupaten telah diselesaikan oleh seluruh koordinator Kabupaten.
Dalam FGD Desa diikuti 8 orang peserta yang berasal dari penerima raskin dan
tokoh masyarakat. Sementara untuk FGD Kabupaten diikuti oleh sekitar 10 orang
peserta yang berasal dari Tim Raskin Kabupaten, Universitas dan Lembaga Swadaya
Masyarakat). Masalah‐masalah yang dibahas dalam pelaksanaan FGD mencukup ;
pendataan, sosialisasi program, sistim distribusi, harga jual serta kualitas beras.
23 | P a g e
Termasuk masalah keluhan dan penyampaiannya. Gambaran pelaksanaan FGD
Kabupaten seperti pada Tabel 9 berikut
Tabel 2.5. : Pelaksanaan FGD Kabupaten Putaran I Program Raskin di 22 Kabupaten
NO Kabupaten/Kota Waktu
Pelaksanan Tempat
Jumlah dan
Unsur Peserta
1 Nias Selatan 6 November
2012
(10.00 – 13.15)
Ruangan
Sekwilda
Kab. Nias
Selatan
9 orang
(sekwilda, Kabag
Kesra, Kabag
Ekonomi,
Bappeda, LSM,
PT. Pos, Camat
2 Deli Serdang 7 November
2012‐10.00 –
13.00
Ruang Kabag
Ekonomi
Pemkab
10 orang (Kabag
Ekonomi, BPM,
BPS, Bulog, LSM,
Camat)
3 Bangka 1 November
2012
(09.00 – 12.00)
Ruang
Wakil Bupati
13 Bulog (BPS,
POS, Bulog, Tim
Raskin, Sekda,
Kecamatan,
Universitas, LSM)
4 Belitung 1 November
2012‐
(08.30 – 11.30)
Radio Voice
Belitung
8 orang
(Bappeda, PT.
Pos, Bulog, BPS
dan Kecamatan)
5 Bogor 8 November
2012
(10.00 – 12.30)
Ruang Asisten
II
Sekda Bogor
8 orang (BPS,
Bulog, Tim
Raskin, Kabag
Ekonomi, staf
Sekda,
Kecamatan)
24 | P a g e
6 Sumedang 8 November
2012
(08.30 – 12.00)
Kantor Bulog
Sumedang
11 orang (Kabag
Kesra, Tim
Raskin, Camat,
Bulog dan Polres)
7 Brebes 8 November
2012
(09.00 – 11.30)
Ruang Sekwilda
Kabupaten
Brebes
12 orang (Kabag
Ekonomi, Bulog,
LSM, Bappeda,
Pos, Kepolisian)
8 Semarang 6 November
2012 (10.00 –
12.30)
Aula Dewan
Riset
Prop. Jateng
6 orang (Kabag
Ekonomi,
Bappeda, BPS, PT.
Pos, LSM)
9 Sampang 6 November
2012
( 10.00‐12.30)
Aula Dinas
Sosial Kab,
Sampang
10 orang (PT. Pos,
Dinas Sosial,
Bulog, Universitas
dan LSM
10 Pamekasan 29 Oktober 2012
14.00 – 17.00
RM. Andayani 9 orang (PT. Pos,
BPS, Bulog, LSM,
Tim Raskin,
Kepala Desa)
11 Banjar 7 November
2012
(10.00 – 13.45)
Kantor Camat
Martapura
7 orang (Camat,
BPS, PT. Pos,
LSM)
12 Barito Kuala 6 November
2012
(09.00 – 12.30)
Ruang Sekwilda
Kabupaten
Barito
13 orang (Asisten
Sekda, Kabag
Kesra, PT.Pos,
Bulog, BPS dan
Kecamatan)
13 Buleleng 9 November
2012‐(10.00 –
Asisten II
Sekwilda Kab.
9 orang (Tim
Raskin,
25 | P a g e
14.00) Buleleng Bulog,DPRD, LSM
dan PT. Pos)
14 Karang Asem 2 November
2012
(10.15 – 13.00)
Kantor UPPKH 7 orang (Dinas
Sosial Bulog, BPS,
PT. Pos, LSM dan
Toma)
15 Timor Tengah
Selatan (Kupang)
Belum dilakukan Kesibukan Tim
Raskin
16 Sumba Barat Daya 22 Oktober 2012
(09.00 – 13.00)
Aula Sekwilda
Kabupaten SBD
12 orang (BPS,
Pos, Sekwilda,
LSM, Dinas Sosial,
Bulog, Kabag
Ekonomi,
Universitas,
Kecamatan)
17 Makassar 5 November
2012
(09.30 – 12.30)
Coffe Toffee 9 orang (Kabag
Ekonomi, DPRD,
BPS, Bulog, LSM,
Universitas,
Lurah)
18 Gowa 5 November
2012
(14.00 – 16.30)
Kafe Mario,
Gowa
9 orang (PT. Pos,
BPS, Bulog, LSM,
Universitas,
Tokoh
Masyarakat)
19 Buton 7 November
2012
(10.00 – 12.00)
Ruang Rapat
Bupati Buton
10 orang ( Kabag
Ekonomi, Bulog,
PT. Pos, LSM, BPS,
Tokoh
Masyarakat)
26 | P a g e
20 Muna 7 November
2012 (09.00 –
12.00)
Ruang Sekwilda
Kabupaten
Muna
11 orang (Sekda,
BPM, PT. Pos,
Bulog, Kabag
Ekonomi, BPS,
LSM, Kecamatan).
21 Halmahera
Utara(Ternate)
7 November
2012 10.30 –
13.00
Djoung Caffe 6 orang (BPS,
LSM, Universitas,
Kabag Ekonomi
Pemda)
22 Tidore Belum dilakukan Kesibukan Tim
Raskin
Selain itu, Tim Monev Raskin juga melengkapi data sekunder melalui
kegiatan media assessment di setiap kabupaten terkait dengan berbagai
pemberitaan dan artikel tentang program raskin di masing‐masing kabupaten.
Kegiatan ini dilakukan oleh Koordinator dengan mengklipping dan mencatat jenis‐
jenis permasalahan yang berkembang selama pelksanaan raskin. Pemberitaan yang
dikumpulkan dibatasi sejak awal tahun 2012 terutama dari media cetak local.
Sementara, untuk pelaksanaan FGD pada putaran II dapat dilihat pada Tabel
dibawah ini.
Tabel 2.6. : Pelaksanaan FGD Kabupaten dan Kecamatan Putaran II Program Raskin
No Lokasi Pelaksanaan FGD
Kabupaten Kecamatan
1 Sumatera Utara
a. Nias Selatan Tanggal 7 Desember
• Teluk Dalam, 3‐12‐12
• Lolowau, 5‐12‐12
• Lahusa, 6‐12‐12
b. Deli Serdang Tanggal 6 Desember • Lubuk Pakam, 3‐12‐
27 | P a g e
12
• Tjg Morawa, 4‐12‐12
• Pancur Batu, 5‐12‐12
2 Bangka Belitung
a. Bangka Tanggal 7 Desember
• Sungailiat, 6‐12‐12
• Membalong, 7‐12‐12
• Sijuk, 6‐12‐12
b. Belitung Tanggal 7 Desember •
3 Jawa Barat
a. Subang Tanggal 5 Desember
• Subang, 4‐12‐12
• Cipunegara, 4‐12‐12
• Ciasem, 5‐12‐12
b. Bogor Tanggal 12 desember
• Bogor Selatan, 3‐12‐
12
• Bogor Barat, 4‐12‐12
• Tanah Sereal, 6‐12‐12
4 Jawa Tengah
a. Brebes Tanggal 5 Desember
• Brebes, 5 – 12 ‐ 12
• Losari, 6 – 12 ‐ 12
• Ketanggungan, 7‐12‐
12
b. Semarang Tanggal 5 Desember
• Mijen, 5 – 12 ‐ 12
• Semarang Utara, 6 –
12
• Tugu, 4 – 12 – 12
5 Jawa Timur
a. Sampang Tanggal 17
Desember
• Pengarengan, 14‐12
• Omben, 15‐12‐12
28 | P a g e
• Kedungdung, 16‐12‐
12
b. Pamekasan Tanggal 14
Desember
• Pamekasan, 6‐12‐12
• Proppo, 7‐12‐12
• Batu marmarm,8‐12
6 Bali
a. Buleleng Tanggal 7 Desember
• Buleleng, 12‐12‐12
• Seririt, 11‐12‐12
• Gerokgak, 10‐12‐12
b. Karangasem Tanggal 12
Desember
• Karangasem, 10‐12‐
12
• Abang, 11‐12‐12
• Kubu, 11‐12‐12
7 Kalimantan Selatan
a. Barito Kuala Tanggal 10
Desember
• Marabahan, 10‐12‐12
• Alalak, 4‐12‐12
• Tamban, 5‐12‐12
b. Banjar Baru Tanggal 6 Desember
• Martapura, 5‐12‐12
• Astambul, 4‐12‐12
• Sungai Tabuk, 3‐12‐12
8 Nusa Tenggara Timur
a. Timor Timur Selatan Tanggal 7 Desember
• Kota Soe, 5‐12‐12
• Mollo Utara, 6‐12‐12
• Amanatun, 4‐12‐12
b. Sumba Barat Daya Tanggal 29
November
• Loura, 28‐11‐12
• Kodi Utara, 29‐11—12
• Kodi Bangedo, 29‐11‐
12
29 | P a g e
9 Sulawesi Selatan
a. Makassar Tanggal 7 Desember
• Makassar, 4‐12‐12
• Tallo, 6‐12‐12
• Panakukang, 4‐12‐12
b. Gowa Tanggal 10
Desember
• Somba Opu, 5‐12‐12
• Pallangga, 6‐12‐12
• Bontonompo, 6‐12‐12
10 Sulawesi Tenggara
a. Buton Tanggal 7 Desember
• Pasar Wajo, 4‐12‐12
• Sampolawa, 6‐12‐12
• Lakudo, 5‐12‐12
b. Muna Tanggal 6 Desember
• Kusambi, 1‐12‐12
• Watupote, 1‐12‐12
• Napabalano, 30‐11‐12
11 Maluku Utara
a. Halmahera Utara Tanggal 13
Desember
• Tobello, 11‐12‐12
• Kao Utara, 12‐12‐12
• Galelea Utara, 12‐12‐
12
b. Tidore Kepulauan Tanggal 12
Desember
• Tidore, 11‐12‐12
• Oba Utara, 10‐12‐12
• Tidore Selatan, 11‐12‐
12
2.2.5. Kegiatan Pendukung
Disamping kegiatan utama sebagaimana dikemukakan diatas, sejumlah
kegiatan yang bersifat pendukung dalam rangka effektivitas pelaksanaan monev
yang dilakukan antara lain meliputi :
30 | P a g e
a. Konsultasi dengan TNP2K
Tim Pelaksana Prisma‐LP3ES juga secara intensif melakukan komunikasi dengan
Tim TNP2K baik dalam persiapan maupun selama pelaksanaan pengumpulan
data (wawancara) melaui pertemuan maupun email. Selama 2 bulan program
berjalan, setidaknya dilakukan ... kali pertemuan untuk membahas dan
mendiskusi beberapa topik sebagaimana Tabel dibawah ini.
Tabel 2.7. : Tanggal dan Agenda Pertemuan dengan TNP2K
No Waktu Topik Pembahasan
1 15 Agustus Membahas persiapan penyusunan instrument (variable
dan masalah) dan sosialisasi, penerapan metode
2 4 September Membahas perkembangan rekrutmen tenaga lapangan,
pemilihan responden, kuesioner, rencana pre‐test,
prosedur uji kuesioner
3 13 September Membahas teknis pengumpulan data kuantitatif dan
kualitatif, input data di daerah dan dengan cara entri
silang,
4 24 September Membahas perubahan wilayah sampel, monitoring
wilayah Timur kuesioner dan program entri data dalam
tahap
5 28 September Membahas program input dan pelatihan terhadap tim
Jabar, serta rencana monitoring dan pelatihan program
entri di daerah
6 17 Oktober Membahas tentang hasil monitoring lapangan, tenggat
waktu pengiriman hasil entri data
b. Pengembangan Komunikasi dengan TPD (mailing list)
Dalam rangka meningkatkan effektivitas pelaksanaan monev di lokasi,
maka Prisma‐LP3ES juga membangun komunikasi yang intensif melalui email,
sms dan telepon. Ada 2 bentuk mailinglist yang dibuka oleh Prisma – LP3ES
31 | P a g e
yaitu ; Pertama, komunikasi dengan hanya tenaga Koordinator Kabupaten
melalui ([email protected]). Komunikasi ini sebagai media
informasi atas perkembangan dan permasalahan kegiatan monev di masing‐
masing kabupaten. Kedua, komunikasi dengan seluruh TPD Kecamatan
melalui([email protected]). Hal ini bersifat lebih terbuka
untuk menginformasikan berbagai masalah terkait dengan pelaksanaan monev
yang membutuhkan tindakan segera. Misal saja ; informasi tentang sistim entry
data.
c. Kontak Tim Raskin Kabupaten
Disamping di tingkat Jakarta, Koordinator Kabupaten juga telah melakukan
komunikasi dan perkenalan dengan Tim Raskin di tingkat Kabupaten,
Kecamatan dan Kelurahan/Desa . Dalam pertemuan dengan Tim Raskin,
Koordinator Kabupaten dan TPD Kecamatan menjelaskan kegiatan rencana
monev, dukungan perizinan, mendiskusikan masalah distribusi raskin hingga
akses terhadap daftar penerima manfaat (DPM).
32 | P a g e
BAB III
PERKEMBANGAN KEGIATAN MONITORING
Setelah 3 bulan (25 Juli – 20 Oktober) monitoring dan evaluasi program raskin
berjalan, seluruh bentuk kegiatan telah dapat diselesaikan sesuai dengan tahapan dan
waktu yang direncanakan. Nyaris tidak terdapat hambatan berati baik di internal
pelaksana maupun di masyarakat yang memberi pengaruh terhadap kemandegan dan
kelancaran proses monitoring di lokasi. Hal ini dikarenakan kerjasama dan koordinasi yang
baik antara Prisma‐LP3ES dengan TNP2K, Koordinator Kabupaten dan TPD Kecamatan
serta Tim Raskin Kabupaten, Kecamatan dan Keluragan/Desa. Secara detail, gambaran
perkembangan kegiatan monitoring program raskin adalah sebagai berikut :
3.1. Profil Tenaga Pengumpul Data
Sebagaimana telah dijelaskan dalam Bab II, maka personil yang berperan dalam
pengumpulan data sebanyak 88 orang yang terdiri dari 22 Koordinator Kabupaten dan 66
Tenaga Pengumpul Data (enumerator) Kecamatan. Gambaran umum profil tenaga
pengumpul data adalah sebagai berikut :
Tabel 3.1. : Profil Tenaga Pengumpul Data
No Keterangan Tenaga Pengumpul Data
Koord Kabupaten TPD Kecamatan
1 Jenis kelamin a. 14 Laki‐laki
b. 8 perempuan
a. 50 laki‐laki
b. 16 perempuan
2 Pendidikan
a. Sarjana
b. Master
a. 18 orang
b. 4 orang
a. 64 orang
b. 2 orang
33 | P a g e
3 Pengalaman Kerja
a. Penelitian
b. Pemberdayaan Masyarakat
c. Pengajar (dosen)
a. 22 orang
b. 15 orang
c. 7 orang
a. 66 orang
b. 45 orang
c. 21 orang
3.2. Pengumpulan Data
3.2.1 Putaran I
Kegiatan pengumpulan data dalam rangka memantau pelaksanaan program
raskin dilakukan melalui 2 tahapan. Pertama, melakukan wawancara terhadap
3.000 rumah tangga miskin yang menjadi penerima manfaat dan komunitas yang
tersebar di 220 desa dengan menggunakan kuesioner. Kedua, melakukan diskusi
(FGD) dengan 2 kelompok (laki dan perempuan) dengan peserta masing‐masing 8
orang di 220 desa dan stakeholder terkait di kabupaten/kota. Ini berarti jumlah
warga masyarakat miskin yang dilibatkan dalam diskusi sebanyak 3.520 orang dan
220 stakeholder (instansi pemerintah, lembaga swadaya masyarakat. Disamping itu,
juga dilakukan wawancara mendalam dengan 3 orang dari aparatur pemerintah dan
tokoh masyarakat di tingkat desa. Dengan demikian, total ada sekitar 7.000 orang
yang dilibatkan dalam setiap putaran pengumpulan data (monitoring).
Perkembangan kegiatan pengumpulan data putaran I di 11 Propinsi sampai 1
November 2012 dapat digambarkan sebagai berikut :
Tabel 3.2. : Perkembangan Kegiatan Wawancara dan Entry Data Putaran I
No Propinsi Perkembangan Kegiatan Pengumpulan Data
Target Pencapaian Entry Data
1 Sumatera Utara 20 Desa 20 Desa 100 %
2 Bangka Belitung 20 Desa 20 Desa 100 %
3 Jawa Barat 20 Desa 20 Desa 100 %
4 Jawa Tengah 20 Desa 20 Desa 100 %
5 Jawa Timur 20 Desa 20 Desa 100 %
34 | P a g e
6 Bali 20 Desa 20 Desa 100 %
7 Nusa Tenggara Timur 20 Desa 20 Desa 100 %
8 Kalimantan Selatan 20 Desa 20 Desa 100%
9 Sulawesi Selatan 20 Desa 20 Desa 100%
10 Sulawesi Tenggara 20 Desa 20 Desa 100%
11 Maluku Utara 20 Desa 20 Desa 100 %
Jumlah 220 Desa 220 Desa 100 %
Sekalipun telah diselesaikan di semua lokasi, namun disadari bahwa proses
wawancara di sejumalh kabupaten mengalami keterlambatan dari waktu yang telah
ditetapkan dengan TNP2K. Hal ini lebih dikarenakan terkendala dengan kondisi
lokasi (desa) yang sulit dijangkau baik jarak yang jauh maupun infrastruktur yang
kurang memadai, seperti ; di Nias Selatan dan Kepulauan Tidore. Sementara untuk
kasus di Jawa Barat yaitu di Bogor, keterlambatan kegiatan wawancara lebih
dikarenakan peran dan tugas Koordinator dan enumerator yang kurang optimal.
Demikian pula untuk pelaksanaan entry data, sekalipun kegiatan wawancara sudah
selesai di semua desa, namun kegiatan entry data mengalami keterlambatan seperti
; di Sumba Barat Daya karena factor lemahnya jaringan internet. Dan Bali (Buleleng)
karena kerusakan sarana kompuetr dari tenaga enumerator.
Sementara untuk kegiatan indepth interview dengan komunitas, diskusi
kelompok terfokus di tingkat desa dan kabupaten, perkembangannya telah dapat
diselesaikan. Kesumuanya. Kecuali untuk FGD Kabupaten di sejumlah
Kabupaten/Kota mengalami keterlambatan dan hingga 9 November dan untuk
wilayah Halmahera dan Kupang yang belum dapat dilaksanakan hingga batas waktu
yang ditentukan. Hal ini disebabkan kesibukan dan kesulitan hadir dari sejumlah
instansi yang menjadi kunci dalam diskusi, seperti ; Tim Raskin Kabupaten.
Demikian pula untuk wawancara dengan komunitas terutama di Jawa Timur yaitu
Sampang dan Madura yang mengalami keterlambatan. Di kedua kabupaten ini,
kewenangan raskin di desa berada di Kepala Desa dan aparatur yang lain tidak
berani memberikan pendapat sekalipun faham dengan distribusi raskin. Mengingat
35 | P a g e
kepala desa sedang menunaikan ibadah haji, maka wawancara komunitas harus
menunggu kepulangan kepala desa dari ibadah haji.
Tabel 3.3. : Perkembangan Pelaksanaan Focus Group Diskussion Putaran I
No Propinsi
Perkembangan Kegiatan Pengumpulan Data
FGD Desa FGD
Kabupaten
Wawancara
Komunitas
1 Sumatera Utara Sudah Sudah Sudah
2 Bangka Belitung Sudah Sudah Sudah
3 Jawa Barat Sudah Sudah Sudah
4 Jawa Tengah Sudah Sudah Sudah
5 Jawa Timur Sudah Sudah Sudah
6 Bali Sudah Sudah Sudah
7 Nusa Tenggara Timur Sudah Belum (Kupang) Sudah
8 Kalimantan Selatan Sudah Sudah Sudah
9 Sulawesi Selatan Sudah Sudah Sudah
10 Sulawesi Tenggara Sudah Sudah Sudah
11 Maluku Utara Sudah Belum (Halmahera) Sudah
Tabel 3.4. : Perkembangan Pelaksanaan Focus Group Diskussion Putaran II
No Propinsi Perkembangan Kegiatan Pengumpulan Data
FGD
Kecamatan
FGD
Kabupaten
Wawancara
Komunitas
1 Sumatera Utara Sudah Sudah Sudah
2 Bangka Belitung Sudah Sudah Sudah
3 Jawa Barat Sudah Sudah Sudah
4 Jawa Tengah Sudah Sudah Sudah
5 Jawa Timur Sudah Sudah Sudah
6 Bali Sudah Sudah Sudah
36 | P a g e
7 Nusa Tenggara Timur Sudah Sudah Sudah
8 Kalimantan Selatan Sudah Sudah Sudah
9 Sulawesi Selatan Sudah Sudah Sudah
10 Sulawesi Tenggara Sudah Sudah Sudah
11 Maluku Utara Sudah Sudah Sudah
3.3. Media Assesment
Sementara kegiatan media assessment terkait dengan berbagai berita atau opini
tentang program raskin telah dilakukan oleh Koordinator Kabupaten. Berita atau opini
yang dikumpulkan atau berasal dari media cetak (surat khabar) local sejak 1 januari 2012.
Tercatat sudah 59 berita yang sudah dihimpun dengan ragam persoalan yang mencakup 5
kategori. Secara umum gambaran kegiatan media assessment yang telah berjalan di 11
propinsi dapat digambarkan sebagai berikut :
Tabel 3.5 : Media Asssesment di 22 Kabupaten/Kota
No Kabupaten Jumlah
Berita
Isu/Masalah
1 Nias Selatan 3 berita Distribusi, kualitas beras dan DPM
2 Deli Serdang 2 berita Kualitas beras dan harga
3 Bangka 2 berita Ketidaktepatan penerima raskin
4 Belitung 2 berita Kuantitas dan kualitas beras, lokasi
distribusi,
5 Bogor 4 berita Penerima raskin dan biaya
penebusan
6 Subang 2 berita Penjualan beras raskin dan
pembagian yang merata
7 Brebes 3 berita DPM, harga dan alokasi beras
8 Semarang 30 berita Penjualan beras raskin, biaya, DPM
kualitas, dan alokasi, harga
37 | P a g e
9 Sampang 3 berita DPM, lokasi distribusi dan biaya
penebusan
10 Pamekasan 4 berita Penerima raskin dan waktu
distribusi
11 Karangasem 2 berita Penerima raskin dan jumlah yang
diterima
12 Buleleng 4 berita Penolakan kartu raskin dan waktu
distribusi
13 Timor Timur Selatan 2 berita Penerima raskin dan kualitas beras
14 Sumba Barat Daya 1 berita Kualitas beras
15 Barito Kuala 2 berita Waktu distribusi dan jumlah beras
16 Banjar 2 berita Penerima raskin dan lokasi
distribusi
17 Makassar 4 berita Pendataan, penerima raskin, jumlah
dan kualitas beras
18 Gowa 4 berita Pendataan, waktu distribusi dan
jumlah beras
19 Buton 2 berita Penerima raskin dan harga beras
20 Muna 2 berita Lokasi distribusi dan waktu
21 Halmahera 2 berita Alokasi raskin dan DPM
22 Tidore 2 berita Harga dan kualitas beras
Jumlah 59 berita
3.4. Masalah dan Hambatan
Dalam pelaksanaan kegiatan monitoring dan evaluasi untuk program raskin yang
sudah berjalan selama 3 bulan (juli – September 2012), beberapa masalah dan hambatan
yang ditemui adalah secara umum dikelompokan dalam 3 bagian yaitu :
38 | P a g e
a. Pelaksanan Monitoring
Dalam pelaksanaan monitoring, beberapa lokasi nyaris tidak menghadapi
hambatan yang berarti sehingga proses monitoring berjalan lancar. Sementara
beberapa lokasi terdapat hambatan yang antara lain meliputi :
• Lambannya proses penerbitan perizinan baik dari instansi kabupaten hingga
RT karena factor birokrasi, pejabat tidak di tempat, dan tidak ada
pendelegasian wewenangBeberapa lokasi monev sangat jauh dari pusat
kabupaten/kecamatan sehingga membutuhkan waktu untuk menjangkau.
• Belum semua desa menerima DPM sehingga kesulitan untuk menentukan
responden
• Kesulitan mendapatkan DPM karena aparat desa tidak di tempat dan tidak
mendelegasikan ke aparat desa yang lain
• Waktu untuk menghubungi atau mencari responden karena nama yang tertera
dalam DPM tidak sesuai dengan nama panggilan sehari‐hari.
b. Supervisor dan TPD
• Beban tugas dari supervisor cukup banyak mulai dari supervise TPD, asistensi
FGD Desa hingga memfasilitasi FGD Kabupaten dan Media Assesmen, membuat
control terhadap kualitas kuesioner dan entry data kurang maksimal
dilakukan.
• Sebagian TPD belum cukup berpengalaman dalam melakukan wawancara di
pedesaan sehingga sering mengalami kesulitan atau keterbatasan untuk
melakukan wawancara mendalam
• Di sejumlah lokasi, kemampuan TPD dalam memahami isi kuesioner sangat
rendah sehingga dalam proses wawancara menjadi kurang optimal data dan
informasi yang dikumpulkan.
• Pertemuan antar TPD untuk proses sharing informasi di beberapa Kabupaten
kurang berjalan effektif sehingga proses belajar antar 1 lokasi dengan lokasi
lain kurang berlangsung
39 | P a g e
BAB IV
TEMUAN MONITORING
4.1 Pendataan
4.1.1. Rumah Tangga Sasaran (RTS)
Mendasarkan pada (dokumen panduan raskin 2012) maka penerima
program raskin pada tahun 2012, sebesar 17,48 juta Rumah Tangga Sasaran (RTS) sesuai dengan hasil Pendataan Perlindungan Sosial tahun 2011 (PPLS‐11) BPS` Jumlah ini, pada
dasarnya tidak berbeda dengan pagu raskin tahun 2010 dan 2011, namun menurun
dibandingkan tahun 2009 yang hampir mencapai 18,5 juta RTS. Di tingkat propinsi, pagu
raskin ini berbeda‐beda alokasinya. Beberapa propinsi mengalami penambahan
seperti ; Bangka Belitung, Jawa Timur dll, namun sejumlah propinsi lain mengalami
penurunan, misal Sumatera Utara, Sulawesi Tenggara. Penurunan ini telah
menimbulkan implikasi dalam pelaksanaan raskin di tingkat daerah. Pihak BPS
(Biro Pusat Statistik) Kabupaten/Kota yang melakukan pendataan telah dinilai
bertanggungjawab atas penurunan ini. Di Kabupaten Gowa misal saja; sejumlah
warga desa Bontoala, Kecamatan Pallangga telah melakukan aksi demonstrasi untuk
mempertanyakan cara pendataan BPS dan penetapan daftar penerima manfaat
(DPM).
Tabel 4.1. Penambahan dan Penurunan RTS program Raskin tahun 2012 di 11
Propinsi
No Propinsi Penambahan/
Penurunan Prosentase
1 Sumatera Utara (46.197 RTS) ‐ 6%
2 Bangka Belitung 14.962 RTS 53 %
3 Jawa Barat 273.502RTS 10 %
4 Jawa Tengah 49.103 RTS 2 %
40 | P a g e
5 Jawa Timur 321.927 RTS 10 %
6 Bali 46.058 RTS 34 %
7 Nusa Tenggara Timur (128.569 RTS) 23 %
8 Kalimantan Selatan ‐ 0 %
9 Sulawesi Selatan (7.198 RTS) ‐ 1 %
10 Sulawesi Tenggara (87.136 RTS) ‐ 34 %
11 Maluku Utara (695 RTS) ‐ 1 % Sumber: TNP2K
Sekalipun terdapat peningkatan jumlah RTS, namun dalam kontek
kabupaten/kota yang menjadi lokasi monitoring dan evaluasi tidak dengan
sendirinya ikut mengalami penambahan alokasi julah RTSnya. Sebagai contoh,
untuk Propinsi Jatim meski pagu jumlah RTSnya naik, namun jumlah RTS di
Kabupaten Sampang justru turun sekitar 22.538 RTS pada periode Juni‐Desember
2012. Penurunan jumlah RTS dengan sendirinya terjadi pada lokasi yang alokasi di
tingkat propinsi menurun, seperti di Kota Makasar yang jumlah RTSnya turun
sebesar 15.837 RTS. Tentu peningkatan dan penurunan alokasi jumlah RTS ini
berpengaruh terhadap kebijakan di tingkat local, terutama desa baik untuk
penetapan RTS maupun alokasi beras yang dapat ditebus atau didistribusikan.
Tabel 4.2. Pagu Alokasi RTS 2012 Kabupaten/Kota Lokasi Monev
No Kabupaten/Kota
RTSPM Prosentase JanMei
2012
JuniDes
2012 Naik/Turun
1 DELI SERDANG 77,203 70,391 (6,812) 8.82%
2 NIAS SELATAN 36,917 34,015 (2,902) 7.86%
3 BANGKA 4,978 9,582 4,604 92.49%
4 BELITUNG 5,307 7,880 2,573 48.48%
5 SUBANG 139,896 149,900 10,004 7.15%
6 KOTA BOGOR 42,328 46,704 4,376 10.34%
41 | P a g e
7 KOTA SEMARANG 55,221 50,937 (4,284) 7.76%
8 BREBES 217,690 199,632 (18,058) 8.30%
9 SAMPANG 150,386 127,848 (22,538) 14.99%
10 PAMEKASAN 109,017 101,482 (7,535) 6.91%
11 KARANG ASEM 35,921 26,787 (9,134) 25.43%
12 BULELENG 45,187 47,511 2,324 5.14%
13 TIMOR TENGAH S 62,946 55,085 (7,861) 12.49%
14 SUMBA BARAT
DAYA
35,825 33,395 (2,430) 6.78%
15 BANJAR 26,500 17,966 (8,534) 32.20%
16 BARITO KUALA 18,246 16,857 (1,389) 7.61%
17 GOWA 43,162 37,967 (5,195) 12.04%
18 KOTA MAKASSAR 62,192 46,355 (15,837) 25.46%
19 BUTON 39,055 16,721 (22,334) 57.19%
20 MUNA 37,293 19,971 (17,322) 46.45%
21 HALMAHERA
UTARA
11,051 12,345 1,294 11.71%
22 KOTA TIDORE 2,978 5,811 2,833 95.13%Sumber : TNP2K
Dari Tabel diatas menunjukan bahwa hampir seluruh Kabupaten/Kota yang
menjadi lokasi monev program raskin Prisma‐LP3ES mengalami penurunan jumlah
RTSnya. Penurunan yang dari sisi prosentase cukup signifikan terjadi di Kota Buton
yang mencapai 57,19% yaitu dari semula 39.055 RTS menjadi 16.721 RTS.
Sementara pertambahan jumlah RTS yang hampir 100% terjadi di Kabupaten
Bangka sekitar 92,49% dan Kepulauan Tidore mencapai 95,13%. Tidak ada alasan
yang jelas dan standart, apa factor yang mendasari dari penurunan jumlah RTS ini.
Disamping asumsi bahwa jumlah rumah tangga miskin menurun, beberapa factor
dari penurunan ini dikarenakan (a) pendataan yang dilakukan oleh BPS tidak
melibatkan kantor desa/kelurahan (b). Namun dalam FGD Kabupaten, hampir
42 | P a g e
seluruh Dinas Kabupaten/Kota (Tim Raskin) tidak mengetahui secara persis apa
faktornya dan menyatakan jika penurunan ini kebijakan dari pusat (TNP2K).
4.1.2. Penggantian RTS
Ketidakcermatan dalam pendataan, pada akhirnya bermuara pada in‐
effektivitas program raskin. Sebagai dalam dokumen TNP2K dijelaskan bahwa salah
satu ukuran dalam menilai effektivitas dari program raskin adalah ketepatan
penerima manfaat atau RTS. Karenanya, dalam panduan program raskin disebutkan
bahwa data RTS BPS perlu diverifikasi melalui Mudes/Muskel kemudian hasilnya
dimasukkan dalam daftar RTS‐PM, ditetapkan oleh kepala desa/lurah dan disyahkan
oleh Camat. Fakta di lapangan menunjukan bahwa data DPM di banyak tempat berbeda
antara Pemerintah dan Desa. Mengapa terjadi perbedaan sehingga membuat desa
keberatan dengan DPM. Mengapa solusi yang ditempuh adalah membagi rata raskin
bukan melakukan Musyawarah Pergantian RTS. Sebaliknya terdapat pula desa yang
melakukan musyawarah atas penetapan RTS (pergantian dan penambahan). Apa
hal yang mendasari desa (kepala) bersedia melakukan musyawarah.
Perbedaan cara pandang terhadap rumah tangga miskin antara instansi
pemerintah dan aparat desa serta masyarakat yang membuat terjadinya kesalahan
dalam pendataan dan penetapan RTS sebagai penerima program raskin. Disamping
factor kurangnya sosialisasi dan transparansi terkait dengan program raskin.
Termasuk adanya unsur kepentingan politik lokal local dan kekerabatan. Hal lain
yang paling menyedihkan adalah ketidakberdayaan masyarakat miskin sendiri
untuk menuntut haknya serta ketiadaan lembaga (kelompok) swadaya masyarakat
di Desa yang memperjuangkan hak atas raskin. Salah seorang peserta FGD
Kabupaten Pamekasan dari mahasiswa dari Universitas mengatakan “Seandainya
pemerintah kabupaten dan juga kepala desa intensif melakukan sosialisasi dan
tranparan dalam manajemen raskin, saya yakin tidak ada kesalahan dalam
penetapan RTS/DPM ”
Upaya perbaikan data DPM baik untuk pergantian maupun penambahan RTS
sesuai dengan pedoman raskin melalui musyawarah desa, namun tidak semua desa
43 | P a g e
memanfaatkan peluang ini. Hanya beberapa desa dan di kabuapaten tertentu yang
melakukan musyawarah desa/kelurahan untuk verifikasi dan perbaikan RTS. Salah
satu lokasi yang melakukan perubahan/pergantian RTS adalah Kecamatan Belinyu,
Kabupaten Bangka. Kenaikan jumlah RTS yang mencapai 100% juga membuat
masalah karena DPM banyak yang tidak sesuai. Dalam melakukan perubahan dan
pergantian nama‐nama DPM pusat, perangkat kelurahan/desa melaksanakan
musyawarah kelurahan/desa yang melibatkan seluruh perangkat kelurahan/desa
seperti lurah, kepala desa, BPD, kepala lingkungan, ketua RW, ketua RT, hingga
tokoh masyarakat guna memilih nama‐nama yang masih dianggap layak menerima
raskin sekaligus memilah nama‐nama yang dinilai tidak layak menerima raskin,
sehingga musyawarah kelurahan/desa tersebut menghasilkan DPM
kelurahan/desa.
Dalam musyawarah kelurahan/desa, otoritas penuh diberikan kepada ketua
RT karena dianggap paling tahu kondisi nyata kehidupan para warga baik dari sisi
perekonomian maupun lainnya. Perubahan dan pergantian DPM pusat menjadi DPM
kelurahan/desa dilakukan atas dasar supaya penyaluran raskin menjadi lebih tepat
sasaran. Bila DPM pusat tidak diubah dan digantikan, maka dikhawatirkan akan
menimbulkan konflik di tengah masyarakat. Di Kabupaten Bangka,perubahan dan
pergantian RTS/DPM sekitar 50% dari asalnya karena ketidaksesuaian dengan
kenyataan sebagai rumah tangga miskin.
Prinsip partisipasi dalam pengelolaan program raskin tidak selamanya
berjalan di kabupaten/kota. Di sejumlah lokasi, perubahan dan pergantian RTS‐PM
tidak dilakukan melalui proses musyawarah desa melainkan sepenuhnya
dilimpahkan ke Ketua RT untuk memutuskan jika terdapat warganya yang dinilai
tidak layak atau perlu diganti. Hal ini terjadi di Kabupaten Subang Propinsi Jawa
Barat. Kebijakan Kepala Desa memberikan kewenangan (diskresi) kepada Ketua RT
untuk memutuskan dapat bersifat positif karena lebih cepat dan effektif. Namun
pada sisi lain, dapat pula negativ karena jauh dari kendali dan potensi manipulasi, Di
Kabupaten Subang, perubahan dan pergantian RTS PM sepenuhnya diserahkan
pada Ketua RT dengan alasan lebih mengetahui secara persis layak atau tidaknya
44 | P a g e
warga dapat raskin. Namun dalam faktanya seperti terjadi di Desa Tanjung,
Kecamatan Cipunegara Kabupaten Subang, masih banyak warga yang layak secara
ekonomi namun tercatat sebagai RTS PM. Sebaliknya, terdapat pula warga miskin
yang tercatat sebagai RTS PM, namun dalam faktanya tidak mendapatkan raskin
karena kehabisan beras maupun waktu penebusan terlalu singkat, sebagaimana
terjadi di Desa Ciasem, Kecamatan Ciasem – Subang. Dalam wawancara, Ibu
Kadmina dari Kecamatan Ciasem mengatakan sebagai berikut :
Jika waktu penebusan terlalu cepat, maka saya tidak akan pernah merasakan program
raskin karena tidak sanggup menebus walaupun hanya lima liter besar (Rp 10 000,),
Ketua RT tidak memberi kelonggaran waktu agar warga mampu menebus. Apalagi
keringanan dalam bentuk yang lain (Ibu Kadmina, RTS PM Desa Ciasem).
Kebijakan tentang penetapan (perbahan dan pergantian RTS PM berbeda‐
beda antar kabupaten/Kota sekalipun berada dalam 1 jalur atau wilayah
pemerintahan. Sebagai contoh, di RW 2 Kel.Curug Mekar Kota Bogor, dari 16 KK
penerima raskin sebelumnya, maka saat kini hanya 1 KK. Padahal jumlah 15 KK
lainnya masih dalam kondisi miskin dan masih tetap layak menerima Raskin.
Kesalahan Ketua RT/RW dalam memutuskan seseorang sebagai RTS PM juga tidak
lepas dari factor sosial yaitu relasi yang dekat atau ketergantungan pada seseorang.
Pada gambar dibawah ini adalah rumah milik Bapak Asep Mulyadi yang masuk
dalam data DPM dari TNP2K sekalipun dari sisi ekonomi cukup kaya untuk ukuran
di Desa Ciasem Baru. Namun karena kesadaran beliau tentang arti bantuan, maka
sejak namanya masuk dalam DPM (1 tahun) beliau tidak bersedia mengambil beras
raskin.
Pada kesempatan wawacara dengan TPD beliau mengatakan : “Nama saya masuk dalam DPM dan saya tidak malu karena tidak mintaminta dan memaksa untuk dimasukan. Namun saya memilih tidak mengambil atau menebus beras raskin karena banyak orang di kampung ini yang lebih membutuhkan di banding keluarga saya
Gambar 2. Lokasi Warga yang masuk dalam DPM
45 | P a g e
“ Jumlah warga di desa Kurummi 468 KK, namun yang dapat kartu raskin hanya
129 KK. Yang menjadi landasan pemerintah desa untuk berani membagikan beras
secara merata karena masyarakat memang layak menerima, meski tidak ada
dalam DPM. Karena itu walaupun melanggar aturan tapi kami yang berhadapan
langsung dengan warga. Kami tak bisa menyakiti mereka hanya karena tidak
mendapat raskin.( Abraham Mali Tako Sekretaris Desa) “
Terkait dengan kegiatan pendataan dan pergantian RTS PM di 22 lokasi
monitoring dan evaluasi program raskin, maka sebagian besar menunjukan bahwa
proses pendataan atau DPM yang ada kurang akurat dan menggambarkan kondisi di
setiap desa. Perubahan dan pergantian RTS DP dilakukan melalui musyawarah baik
di tingkat Desa/Keluarahan ataupun RT/RW, hanya putusannya yang berbeda‐beda.
Pada umumnya kebijakan yang ditempuh Desa/Kelurahan dalam kaitan dengan
penetapan RTS (DPM) adalah membagi rata alokasi raskin bagi semua warga
miskin. Alasan desa melakukan musyawarah dan menetapkan bagi rata dapat
dilihat dari kasus Desa Kurumi Kabupaten Sumba Barat Daya sebagai berikut :
Kecuali untuk beberapa desa lokasi, seperti Desa Mayong Buleleng yang tidak
melakukan musyawarah desa karena memutuskan untuk membagi raskin sesuai
dengan DPM yang telah ditentukan. Sementara untuk Kabupaten Brebes Jawa
Tengah, musyawarah pergantian RTS PM tidak dilakukan karena waktu yang sangat
mepet antara penerimaan DPM dengan waktu distribusi raskin (2 hari). Secara rinci
gambaran kondisi proses pendataan dan penetapan RTS PM dan pergantiannya
sebagaimana pada Tabel dibawah
Tabel 4.3. Kondisi Penetapan dan Perubahan RTS–PM di 22 Kabupaten/Kota
No Kabupaten/Kota Masalah Pendataan RTS PM
1 Nias Selatan • Pendataan RTS oleh BPS dilakukan oleh tenaga
dari luar dan tidak komunikasi dengan desa
• Musyawarah desa untuk penggantian RTS
dilakukan di desa/kecamatan yang faham dengan
46 | P a g e
program raskin, seperti desa
• Protes atas penetapan RTS dilakukan oleh warga
dengan mendatangi kantor desa dan terkada
membawa senjata tajam
2 Deli Serdang • Data tentang DPM banyak yang tidak sesuai
dengan kondisi di masyarakat
• Protes dalam bentuk demo di Kecamatan Lubuk
Pakan atas data DPM yang dilakukan
a. Warga yang benar‐benar miskin, tapi tidak
masuk di DPM.
b. Warga yang terdaftar di DPM sebelumnya,
namun tidak terdaftar lagi, meski tergolong
mampu.
• Desa melakukan musyawarah dengan warga
pemrotes dengan berpegang pada pedoman
raskin.
3 Bangka • DPM pusat yang dikirimkan ke kelurahan/desa
seolah menjadi akar dari beragam persoalan
raskin
• Musyawarah desa dilakukan karena terdapat
nama‐nama yang dianggap perangkat desa tidak
layak menerima raskin
• Musyawarah desa memutuskan masalah
penggantias RTS‐PM diserahkan ke RT karena
lebih tahu warganya
4 Belitung • Dalam kasus Kabupaten Belitung, data DPM pada
dasarnya bukan berbeda, melainkan data baru
yang berubah terhitung Juli 2012. Sehingga
banyak yang tidak sesuai dengan keadaan di
desa/kelurahan, yaknimasih banyak warga miskin
47 | P a g e
yang layak menerima namun justru tidak lagi
masuk, atau bahkan ada nama penerima yang
tidak masuk sebelumnya tidak masuk justru
terdaftar sebagai penerima manfaat.
• Metode lain yang digunakan oleh perangkat
desa/kelurahan dalam memastikan RTS PM
adalah menyortir kartu raskin dari PT. Pos untuk
warga yang dianggap tidak layak dan harus
diganti. Cara ini efektif untuk mengurangi protes.
5 Bogor • Tanpa koordinasi dengan aparat kelurahan
• Data (DPM) tidak sesuai dengan fakta di lapangan
• Musywarah Kelurahan untuk menyusun DPM
baru
• Kelurahan Pasir Jaya yang tidak menggunakan
DPM melainkan kartu gakin untuk penentuan
penerima
6 Subang • Data (DPM) yang diterima banyak yang tidak
sesuai dengan data di kelurahan
• Desa menyerahkan ke RT/RW untuk
memutuskan penerima raskin (RTS PM)
7 Brebes • Data DPM yang diserahkan tidak sesuai dan
alokasi RTS menurun
• Protes dan ancaman warga ke RT, RW dan Kepala
Desa sulit dibendung
• Putusan musyawarah Kepala Desa, staf dan BPD
memutuskan membagi rata
8 Semarang • DPM diterima, tetapi tidak sesuai dengan kondisi
warga miskin di kota yang umumnya dinilai
memiliki asset (TV/HP. Dll)
48 | P a g e
• Protes warga ke Ketua RT yang nyaris setiap hari
soal alokasi/jumlah RTS PM
• Musyawarah di tingkat RT yang memutuskan
penetapan dan penerima raskin merata
9 Sampang • DPM tidak sesuai dengan kondisi warga sehingga
kebijakan dibagi rata
• Di Kecamatan Pengarengan, PNS dan warga
mampu menerima raskin, kecuali di Desa Apaan
• Musyawarah desa dilakukan karena pengurangan
pagu dan kenaikan biaya distribusi sebesar Rp.
1000
10 Pamekasan • Kebijakan dibagi rata untuk menghindari
kecemberuan dan kredibilitas kepala desa kepada
warga pemilihnya
• Musyawarah desa dilakukan jika terdapat
penambahan jumlah RTS PM
11 Buleleng • Musyawarah Kepala Desa dan lembaga terkait
soal DPM
• Raskin dibagi merata kecuali PNS, TNI dan Polri
• Desa Mayong yang membagi sesuai dengan DPM
yang diterima.
12 Karang Asem • Pendataan survey PPLS tidak valid, dan
menggunakan sistem blok. Hasil musyawarah
Desa bersama kepala dusun dalam
memverifikasi RTS (DPM)/dusun banyak data
yang tidak sesuai dengan jumlah KK/RT miskin
tiap Dusun.
• Memanggil PNS dan orang mampu yang masuk
DPM dan diminta kerelaannya untuk mundur
49 | P a g e
• Adanya kesadaran dari Kepala/Aparat Desa dan
warga untuk mendahulukan yang tidak mampu
13 Banjar • Data dari Pusat banyak yang tidak terdaftar
• Dari Pihak desa solusi yang ditempuh dengan
membidani dengan cara membagi rata.
• Sedangkan fakta dilapangan menunjukan jika
masih banyak warga miskin yang tidak terdaftar
di DPM.
14 Barito Kuala • Di Barito Kuala, terutama di Desa Antar Baru
yang cenderung pemutaran penerima raskin,
apabila pada bulan ini ada warga yang menerima
raskin, bulan berikutnya gantian dengan warga
lain yang belum menerima pada bulan ini.
• Warga protes mengapa ia tidak menerima raski..
Yang menarik di Desa Antar Jaya ini ada
kesepakatan bersama antara aparat desa,
pengelola raskin serta warga bahwa tentang
pemanfaatan beras. jika ada warga yang
ketahuan menjual raskinnya ke pihak lain maka
ia akan mendapat sanksi berupa penghapusan
namanya dari daftar penerima raskin untuk
selamanya.
15 Timor Timur Selatan • Data tentang Target penerima RASKIN sungguh‐
sungguh berbeda dengan DPM karena kebijakan
pembagian RASKIN untuk seluruh warga desa
(kecuali bagi PNS, TNI/Polri, pendeta).
• Hanya 2 kelurahan yakni Kobekamusa dan
Cendana yang sudah melakukan pembagian
RASKIN berdasarkan DPM yang diterima, untuk
jatah raskin periode juni‐Desember 2012
50 | P a g e
ditambah raskin ke‐13.
16 Sumba Barat Daya • Pendataan tidak sesuai dengan fakta. Misal di
Desa Kurummi, dari 217 warga miskin yang ada
hanya 129 KK yang dapat kartu raskin
• Musyawarah Desa dilakukan untuk menetapkan
pembagian secara merata karena tidak ada
sebuah aturan yang menegaskan dan mengatur
tentang membatasi penetapan dan pergantian
KRTM. Selain alasan di atas, pemerintah desa
berpendapat bahwa demi menjaga dan
memelihara rasa kebersamaan dan keutuhan
persatuan dalam masyarakat desa demi
tercapainya harapan dan kesejahteraan
masyarakat melalui program‐program
pemerintah di desa setempat
17 Makassar • Mayoritas kelurahan di Makasar keberatan
dengan DPM baru karena tidak sesuai dengan
kenyataan dilapangan. Contoh di lokasi monev
kelurahan Maccini Parang terdapat daftar nama
penerima Raskin dalam DPM adalah PNS
Golongan 3, Pemilik Show Room Mobil.
Sebaliknya masih banyak yang layak menerima
tetapi di keluarkan dari DPM.
• Kelurahan Bara‐Baraya Selatan dan Maccini
Parang (lokasi monev)untuk penggantian RTS,
tidak melalui musyawarah RT/RW yang
diberikan kewenangan.Pergantian RTS‐PM
dilakukan jika warga sudah tidak layak lagi,
pindah, dan meninggal
51 | P a g e
18 Gowa • Tidak dilakukan verifikasi oleh Desa terhadap
daftar DPM yang dikumpulkan. Di Desa
Kalebarembang, DPM disimpang di kantor desa
• Di Kecamatan Botonompo, sebagian besar desa
pasif melakukan musyawarah desa dan kegiatan
lain sebelum ada kepastian penyaluran raskin
yang dihentikan Dolog pada bulan Juni
• Tidak ada musyawarah untuk pergantian karena
warga yang miskin di Kec. Sombaompu lebih
besar dari pada DPM
19 Buton • Proses pendataan dilakukan oleh petugas yang
tidak koordinasi dengan aparat desa.
• DPM banyak yang tidak tepat sasaran (ada yang
layak dapat namun tidak masuk, sebaliknya ada
yang tidak layak tapi masuk dalam DPM).
• Musyawarah desa dilakukan bukan untuk
penggantian namun membagi rata kepada
seluruh masyarakat kecuali PNS untuk mencegah
keributan kerusuhan ataupun konflik social di
masyarakat,
20 Muna • Selain terjadi penurunan quota, maka DPM yang
baru hasil verifikasi tidak tepat sasaran karena
banyak warga yang sangat layak mendapatkan
kartu (lansia,janda2 yang tidak bisa lagi mencari
nafkah, orang cacat,dll) tidak mendapatkan kartu,
• Langkah yang ditempuh melalui musyawarah,
adalah membagi rata untuk menghindari konflik
social di masyarakat.
• Hubungan kekerabatan (rasa persaudaraan )
masih sangat kuat diantara warga membuat
52 | P a g e
warga yang menerima kartu pun rela membagi
hak‐haknya pada warga yang lain (Kec.
Sampolawa)
21 Halmahera Utara • Pendataan yang kurang akurat membuat DPM
antar desa dalam 1 Kecamatan berbeda‐beda. Di
Kecamatan Tobelo misalnya, ada desa yang
kuotanya turun dan ada desa yang naik. Sehingga
membuat kecemberuan diantara warga
• Di desa MKCM ketika warga yang masuk daftar
DPM tidak mempunyai uang, maka kades
memberikan kewenangan kepada warga tersebut
untuk menentukan siapa yang menggantikan
untuk mengambil jatah raskinnya
22 Tidore • Untuk Kec. Tidore Selatan (Tomolou, Gurabati,
Dokiri dan Toloa), RASKIN dibagi rata untuk
semua Warga terkecuali PNS dan Pengusaha
• Kecamatan Tidore (Topo, Gamtufukange dan
Goto) untuk Kelurahan Topo, distribusi RASKIN
pada awalnya berdasarkan DPM, namun karena
ada kecemburuan dari warga sebagian, maka
pihak Kelurahan menggambil kebijakan
mendistribusikan ke seluruh Kepala Rumah
Tangga yang berada pada lingkungan Kelurahan
Topo.
• Untuk Kecamatan Oba Utara (Desa Guraping,
Galala dan Akekolano), pada tiga Desa ini petugas
Kelurahan mengumpulkan uang dari DPM dan
non‐DPM. Penerima raskin tergantung pada
wartga yang dapat menyetor uang penebusan.
53 | P a g e
4.2 Sosialisasi
Dalam pedoman penyaluran raskin tahun 2012 yang dikeluarkan oleh Kantor
Menko Kesra, dijelaskan bahwa Sosialisasi Program Raskin adalah kegiatan penting untuk
memberikan informasi yang lengkap dan benar kepada seluruh pihak terkait dengan
peningkatkan efektivitas pelaksanaan Program Raskin dalam mencapai 6 (enam) sasaran
yang tepat. Sosialisasi dilakukan mulai dari Tim Pusat hingga Desa dengan jenjang sebagai
berikut :
1. Tim Koordinasi Raskin Pusat melakukan sosialisasi kepada Tim Koordinasi
Raskin Provinsi.
2. Tim Koordinasi Raskin Provinsi melakukan sosialisasi kepada Tim Koordinasi
Raskin Kabupaten/Kota.
3. Tim Koordinasi Raskin Kabupaten/Kota melakukan sosialisasi kepada Tim
Koordinasi Raskin Kecamatan.
4. Tim Koordinasi Raskin Kecamatan melakukan sosialisasi kepada Pelaksana
Distribusi.
5. Pelaksana Distribusi melakukan sosialisasi kepada RTS‐PM.
Monitoring dan evaluasi atas pelaksanaan kegiatan sosialisasi lebih difokuskan pada
tingkat Kabupaten, Kecamatan dan Desa baik dari segi bentuk atau media yang digunakan
maupun frekwensinya. Sementara monitoring terhadap kegiatan sosialisasi di propinsi
bukan menjadi focus perhatian karena lingkup tugas dari koordinator di tingkat
kabupaten/kota. Proses monitoring dilakukan dengan merekam keterangan atau
pengakuan Tim Raskin Kabupaten, Camat dan Desa terkait dengan sosialisasi. Tim monev
tidak dapat melihat secara langsung pelaksanaan sosialiasi karena kehadiran Tim di lokasi
monev sesudah kegiatan sosialisasi berjalan. Dalam kaitan ini, maka sosialisasi program
raskin umumnya dilakukan di tingkat pelaksana (Propinsi/Kabupaten‐Kota/Kecamatan).
Namun sampai pada tingkat masyarakat sasaran, maka sosialisasi di tingkat desa, RW/RT
dan masyarakat mulai berkurang dan bahkan tidak dilakukan sama sekali. Ada beberapa
faktor, kegiatan sosialisasi di tingkat desa dan masyarakat tidak berjalan :
54 | P a g e
1. Desa tidak ingin kegiatan sosialisasi menimbulkan kekrisuhan di masyarakat
karena DPM yang tidak sesuai dengan kondisi di masyarakat
2. Pihak desa beranggapan bahwa program raskin sudah berjalan lama sehingga
tidak perlu lagi sosialisasi
3. Ada kesengajaan dari Desa untuk tidak menyelenggarakan sosialisasi agar
warga tidak tahu hak‐haknya dan akhirnya tidak melakukan protes
4. Lokasi tinggal dari warga dengan desa yang sangat berjauhan dan daerahnya
sulit dijangkau.
Dalam kaitan dengan sosialisasi yang dilakukan oleh Tim Kabupaten/Kota
umumnya berjalan melalui 2 bentuk ; Pertama, berlangsung di tingkat kabupaten/kota
dengan mengundang instansi terkait dan Camat. Materi yang disampaikan ; kuota atau
alokasi raskin per kecamatan dan desa. Kedua, berlangsung di Kecamatan dengan
mengundang seluruh Kepala/Aparat Desa/Keluarahan. Materi yang disampaikan
mencakup alokasi raskin per desa, lokasi/titik bagi dan harga penebusan. Menurut
informasi dari aparat kecamatan dan desa atau kelurahan, sosialisasi yang lebih effektif
adalah jika di lakukan di tingkat kecamatan ketimbang kabupaten. Hal ini disebabkan
pesertanya tidak banyak sehingga banyak waktu untuk mendiskusikan berbagai soal.
Masalah yang dibahas lebih terkait pada issue yang nyata seperti alasan penurunan RTS,
harga dan kualitas beras. Kurang effektifnya sosialisasi di kabupaten sebagaimana
disampaikan oleh aparat dari Kecamatan Tajung Morawa, Deli Sedang :
Alasan kecamatan tidak melakukan sosialisasi lebih detailke desadesa
penerima raskin karena sosialiasi yang diterima pihak kecamatan dari
kabupaten sangat umum/tidak jelas. Sehingga dikuatirkan aparat desa salah
pengertian dan pemahaman terhadap kebijakan raskin.
Pada desa yang melakukan sosialisasi tentang program raskin, namun dalam
kenyataannya warga tidak banyak yang menghadiri. Hal ini disebabkan warga sudah punya
pandangan bahwa tidak sesuatu yang baru dalam program raskin. Bapak Muslimin seorang
warga yang masuk DPM dari Desa Prapak Kidul, Kecamatan Losari, Kabupaten Brebes
mengatakan “ saya sengaja tidak hadir dalam sosialisasi karena tidak ada gunanya
55 | P a g e
mengingat beras dibagi rata dan harga beras sudah ditetapkan seperti bulanbulan
sebelumnya “
Bukan saja frekuensinya yang rendah (1
kali selama program), namun pihak yang hadir
juga terbatas. Pada gambar disamping ini
menunjukan bahwa warga yang hadir dalam
sosialisasi raskin hanya 10 orang ibu‐ibu yang
masuk DPM di Desa Pacur Rahayu, Nias
Selatan.Sekalipun secara resmi, terdapat
sejumlah desa yang tidak melakukan sosialisasi
namun upaya penyebaran informasi tentang
raskin dilakukan secara terbatas. Misal saja; PT.
Pos ketika membagikan kartu ke kelurahan/desa ‐ menjelaskan tentang raskin terutama
soal kartu raskin kepada RT dan warga, seperti di Kelurahan Bukit Kelok Kec. Belinyu
Belitung. Termasuk secara tidak langsung ketika warga membayar atau mengumpulkan
uang penebusan raskin di RT/RW.
Dalam kasus tertentu, sosialisasi juga pada akhirnya menimbulkan konflik antara
warga dengan Kepala/Aparat Desa sebagaimana di Desa Jati Kecamatan Cipunegara,
Subang. Ketua RW di Desa Jati menceritakan sejarah raskin dengan sistim kartu dari Bulog.
Ternyata manjadi konflik karena masyarakat menuding aparat pilih kasih dalam
menyalurkan bantuan kepada masyarakat. Karena itu, Ketua RW tersebut mengemukakan
apabila pembagian beras tersebut ingin sesuai dengan harapan pemerintah maka
sosialisasi sebaiknya dari pemerintah pusat atau lembaga independent bukan dari
lingkungan aparat desa. Sehingga warga mengerti dan memahami ketentuan dari raskin
yang sebenarnya. Karena jika kepala/aparat desa terkadang kurang dipercaya oleh warga,
terutama dalam soal bantuan raskin.
Secara umum gambaran pelaksanaan sosialisasi program raskin di masing‐masing
kecamatan yang menjadi lokasi monitoring dan evaluasi adalah sebagai berikut :
Gambar 3. Peserta sosialisasi di desa Pacur Rahayu, Nias Selatan
56 | P a g e
Tabel 4.4. Gambaran Pelaksanaan Sosialisasi Program Raskin di 22 Kabupaten/Kota
No Kabubapaten/Kota Kecamatan I Kecamatan II
1 Nias Selatan Di Kecamatan Lolowau Sejauh
ini sosialisasi baru di lakukan
jika muncul masalah di
tengah masyarakat
memuncak dan berkonflik,
banyak dan mungkin hampir
dari separuh warga masih
belum mendapat dan
mendengar sosialisasi
program raskin,ini bisa di
ukur dari hasil pemahaman
mereka pada proses raskin
Hampir semua desa di Kec.
Teluk Dalam tidak
melakukan sosialisasi
tentang raskin, baik itu
mengenai daftar penerima,
jumlah yang diberikan
termasuk soal harga raskin.
Hal ini disebabkan beberapa:
• raskin sudah dibagi
kepada masyarakat yang
jumlahnya lebih banyak
dari jumlah DPM,
• Kuota penerima raskin di
desa masih kurang,
2 Deli Serdang Di kecamatan tanjung
morawa tidak melakukan
sosialisasi lebih detailke
desa‐desa penerima raskin
karena sosialiasi yang
diterima pihak kecamatan
dari kabupaten sangat
umum/tidak jelas. Sehingga
dikuatirkan aparat desa salah
pengertian dan pemahaman
terhadap kebijakan raskin.
• Sosialisasi di Kec. Lubuk
Pakam sebenarnya tidak
pernah dilakukan baik oleh
pihak Kabupaten,
Kecamatan, maupun
Desa/Kalurahan. Kalaupun
ada, hanya pertemuan
informaal yang
membicarakan perubahan
DPM, dilakukan hanya sekali
57 | P a g e
3 Bangka Sosialisasi dilaksanakan Tim
Kabupaten pada Juli 2012 di
Kantor Kecamatan Belinyu
yang dihadiri oleh seluruh
lurah dan kepala desa di
Wilayah Kecamatan Belinyu.
Materi yang dibahas meliputi
sasaran penerima, jumlah bera
harga, mekanisme penyaluran
Secara khusus di Kec.
Sungaliat tidak ada
sosialisasi raskin
kemasyarakat. Hanya saat PT
Pos menyampaikan kartu
raskin ke kelurahan/desa,
dijelaskan sedikit tentang
mekanisme penggunaan
kartu raskin yang baru.
Namun untuk aparat
pemerintah pernah ada
sosialisasi terkait mekanisme
baru distribusi raskin
4 Belitung Di Kec. Membalong tidak ada
sosialisasi terpogram yang
dilakukan oleh pihak RT/RW
serta kadus ke masyarakat
secara menyeluruh. Kalaupun
ada, sifatnya tak tetap baik di
rumah pihak RT/RW dan
terkadang di toko/warung/
masjid. Sehingga warga bisa
saling menginformasikan dari
mulut ke mulut/rumah. Hal ini
juga karena RTS banyak yang
lansia sehingga sulit hadir.
Selain sosialisasi raskin yang
dilakukan secara khusus di
kantor desa, aparat desa di
wilayah Kecamatan Sijuk
juga menyampaikan
sosialisasi dari mulut
kemulut.Hal ini dilakukan
guna mengantisipasi warga
yang tidak bisa hadir
sewaktu sosialisasi sehingga
terdapat keseragaman dalam
pemahaman masyarat
58 | P a g e
5 Bogor Untuk Kecamatan Tanah
Sareal Kota Bogor, sosialisasi
dilakukan di tiap2 kelurahan
dalam bentuk rapat formal
dengan materi DPM, kuota
beras Raskin tiap kelurahan,
harga beras. Pelaksana
kegiatan adalah Kelurahan
terkait dan dilaksanakan pada
awal Bulan Juni tahun 2012.
Hasilnya berupa Berita Acara
Musyawarah Kelurahan
berupa penetapan DPM,
jumlah DPM tetap meski ada
pergantian penerima manfaat.
Secara resmi di kecamatan
Bogor Barat, sosialisasi
memang terbatas. Namun
jika dalam bentuk Pertemuan
regular setiap bulan di
tingkat kecamatan untuk
membahas berbagai
persoalan raskin relative
sering dilakukan. Apara
kelurahan dan kecamatan
untuk menjelaskan dan
membicarakan berbagai
persoalan raskin
6 Subang Terkait dengan sosialisasi di
Kec Cipunegara, seorang warga
penerima raskin desa
Sidamulya tidak faham jika
ditanya raskin. Namun jika
ditanya apa menerima beras
Dolog? mereka baru
mengatakan ya setiap bulan
sebesar 5 liter. Hal ini
mencerminkan pemahaman
warga tentang Program raskin
yang rendah.
Aparat desa tidak sanggup
untuk mensosialisasikan
mengenai DPM karena takut
ada konflik di daerahnya
sehingga raskin dibagi rata.
Hal ini juga terkait dgn
kurangnta pengetahuan
raskin aparat desa sendiri.
Misal; Raskin dianggap beras
murah bukan beras subsidi
dan tidak pernah mengetahui
yang namanya FRP (Format
Rekap Pengganti)
7 Brebes Tidak pernah dilakukan
sosialisasi secara formal baik
Untuk tingkat
kelurahan/desa di Kec.
59 | P a g e
didesa maupun kecamatan.
Sosialisasi hanya dilakukan
secara informal oleh petugas
lapangan Bulog kepada staf
Desa, tentang pagu raskin di
masing‐masing desa, RTS, dan
harga tebus. Kemudian juga
disinggung sedikit mengenai
mekanisme raskin yang baru
tetapi hanya sekilas, tidak
secara mendetail tentang cara
pengunaan Poster dan FRP.
Brebes, ada petugas raskin
kecamatan yang datang
mensosialisaskan jumlah
quota. Bisa disebut bahwa
sosialisasi ke RTM nyaris
tidak ada sama sekali.
Terbukti dengan adanya
sosialisasi tetapi minim
materi Bagi petugas
sepertinya istilah”pokoknya
sudah berjalan” Seperti
kasus Desa Kaliwlingi DPM
dan Formulir penggantian
sampai sekarang tidak
pernah ditemukan,
8 Semarang Selain tatap muka dengan
dinas terkait dan kecamatan,
untuk Kota Semarang
Sosialiasi juga dilakukan lewat
media yaitu TVRI, TV lokal
menjelang puasa. Harapannya
masyarakat faham dengan
program raskin.
Di Kec. Semarang Utara,
seperti di Kel. Tanjungmas
sosialisasi disampaikan pada
pertemuan “Jumpa Warga”
setiap 1 bulan sekali.
Pertemuan ini membahas
segala permasalahan yang
ada di warga masyarakat
termasuk masalah
penyaluran raskin.
9 Sampang Sosialisasi dilakukan di
Kecamatan dengan materi
penurunan pagu (DPM baru),
model penyaluran raskin
dengan kartu. Tim Raskin
Di Kec. Kedundung,
sosialisasi raskin sangat
minim dilakukan, terutama
masalah DPM, jumlah dan
harga yang ditetapkan oleh
60 | P a g e
Kabupaten bersama Bulog dan
PT Pos (sosialisasi kartu baru)
menjelaskan kepada koorlap
raskin kecamatan yang juga
dihadiri oleh pemantau raskin.
Kemudian dari pihak
kecamatan memberikan
sosialisasi seluruh kepala desa
di suatu kecamatan.
pemerintah, Sehingga
tercipta opini bahwa beras
yang diturunkan oleh
pemerintah boleh diterima
oleh semua warga dengan
jumlah berkisar antara 10
s/d 15kg. Sedang, materi
sosialisai ditingkat desa
sebatas proses dan tempat
penebusan beras.
10 Pamekasan Di Kecamatan Pamekasan,
baru desa gladak anyar yang
sudah melakukan sosialisasi di
masyarakat terkait dengan
penggunaan kartu. Sedangkan
Desa Tejah Barat dan Bugih
belum sosialisasi terkait
adanya mekanisme raskin
Karenadikwatirkan belum bisa
menerima penurunan pagu,
Sosialisasi tidak di
laksanakan di tingkat
Kecamatan Batumarmar dan
Desa terkaitwaktu Pilkada &
pilkades sesuai surat edaran
Bupati Pamekasan ke PT POS
Pamekasan, tentang
penundaan program raskin
terbaru dan juga adanya
penurunan pagu.
11 Karangasem Di Karangasem, seluruh
Kepala Desa dikumpulkan oleh
Bupati bersama Tim Raskin
Kabupaten, dengan materi :
penyaluran raskin harus sesuai
DPM dan dapat melakukan
perubahan apabila ada data
DPM yang tidak sesuai dengan
kriteria miskin. Perubahan
tidak melebihi kuota / jumlah
Di sebagian besar desa di
wilayah Karangasem, selain
penyampaian langsung juga
sosialisasi pada saat
pertemuan/musyawarah di
tingkat dusun yang
dilakukan setiap bulan sekali.
Peran Desa pekraman/adat
termasuk banjar di dalamnya
sangat positif selama proses
61 | P a g e
DPM masing‐masing desa.
Tidak boleh menaikan harga
melebihi Rp. 1.600,‐ dan tidak
boleh dibagi rata.
soisalisasi raskin
berlangsung
12 Buleleng Sosialisasi raskin di sejumlah
desa di Kec Grogak dilakukan
oleh petugas Raskin di desa yg
menginformasikan kedusun
RT/RW. Kegiatan ini biasanya
dilakukan setelah ada
informasi dari kecamatan
ataupun langsung dari
kabupaten. Namun dengan
warga, RT/RW melakukan dari
rumah ke rumah agar tidak
membuat warga gaduh dengan
pembagian merata.
Di Kec. Buleleng, aparat desa
tidak melakukan sosialisasi
karena belum memiliki
pemahaman yang cukup
mengenai penggunaan kartu
raskin. Bahkan banyak
aparat desa yang
menanyakan prosedur
penyaluran raskin dengan
sistem kartu ini kepada TPD.
Termasuk aparat Kecamatan
yang memiliki pemahaman
yang cukup mengenai raskin
sistem kartu.
13 Banjar Sosialisasi di hampir semua
desa di Kecamatan Astambul
tentang penyaluran dan
pembayaran raskin dari desa
kekecamatan dan dari RT ke
Desa. Sementara tentang
pengurangan dan pergantian
RTS‐PM tidak disosialisasikan
karena petugas raskin tidak
mengetahui masalah ini.
62 | P a g e
14 Barito Sosialisasi dilakukan di desa‐
desa kecamatan Marabahan.
Materinya mencakup kuota
raskin untuk tiap desa, laporan
pendistribusian raskin setiap
bulannya serta permasalahan‐
di desa. Beberapa RT lebih
menggunakan pengajian atau
warung untuk bicara raskin
dan tidak mengumpulkan
warganya dalam forum formal.
Di Kec. Alak‐alak, sosialisasi
dilakukan dalam rangka
menyampaikan informasi
terkait dengan kuota raskin
untuk tiap desa,
penyampaian laporan
pendistribusian raskin setiap
bulannya serta
permasalahan‐permasalahan
raskin yang muncul di desa.
15 Makasar Di kelurahan wilayah Kec.
Makasar sosialisasi mengenai
Raskin tidak terkait dengan
DPM, karena beras sudah
terbagi dengan cara mereka
masing‐masing. Pihak
kelurahan tidak mau merusak
mekanisme yang dilakukan
dan sudah berjalan
aman.Sosialisasi yang
dilakukan hanya penyampaian
bahwa data baru (DPM baru)
terjadi pengurangan data
penerima.
Di Kecamatan Panakukang,
sosialisasi di kelurahan
berlangsung secara informal
sehingga dapat memberikan
pemahaman terhadap RTS‐
PM yang di dpm lama
terdaftar sebagai penerima
manfaat dan setelah dpm
baru dikeluarkan. Sehingga
RTS yang bersangkutan tidak
menimbulkan kegaduhan.
Dan sekaligus untuk
menghindari keributan.
16 Gowa Di Kec. Botonompo, sosialisasi
hanya dilakukan dalam bentuk
pemasangan poster DPM.
Inipun hanya di desa
Bontolangkasa Selatan dan
Petugas raskin kelurahan
tamarunang, kec. Somba opu
mengatakan bahwa tidak
pernah ada sosialisasi
tentang raskin baik
63 | P a g e
desa yang lain belum. Hal ini
terkait dengan seringnya
keterlambatan penyaluran
beras di Gowa. Menurut Agus
Salim, seorang pengelola
raskin desa kalebarembang,
mengatakan jangan sampai
kita lakukan musyawarah dan
sosialisasi tapi ternyata tidak
ada berasnya keluar.
mekanisme baru (materi dan
waktu). Apa yang harus
disosialisasikan,karena kartu
dan poster terlambat turun
sementara raskin sudah
turun sehingga kami
langsung menyalurkan
raskin pada saat turun raskin
beserta DPMnya
17 Buton Untuk Kec. Pasarwajo,
sosialisasi tentang program
raskin secara keseluruhan baik
kuota, sasaran penerima, harga
raskin, jumlah raskin tidak
pernah di lakukan baik dari
pemerintah kabupaten
ataupun kecamatan atau Desa
dan Kelurahan. Pertemuan
yang di lakukan di tingkat Desa
Kelurahan lebih pada
mekanisme penyaluran yang
dihadiri oleh masyarakat serta
perangkat Desa/Kelurahan
dan hasil pertemuan tersebut
di kuatkan dengan berita acara
kesepakatan
Sosialisasi raskin dengan
metode baru dilakukan oleh
camat Lakudo yang diikuti
para lurah/kepala desa.
Camat menjelaskan
perkembangan pagu raskin
dan penggunaan kartu dan
DPM. Penurunan pagu raskin
ini menjadi materi utama
yang dibahas peserta selama
sosialisasi ini. Namun tidak
ada diskusi apa cara yg
dilakukan untuk
mengatasinya misal
melakukan pergantian atau
pengusulan RTS. Pihak
kecamatan terkesan
memberi rekomendasi agar
raskin dibagi rata.
64 | P a g e
18 Muna Selama ini belum ada
sosialisasi terkait raskin yang
dilakukan di Kec. Napabalano
baik oleh Pihak Kecamatan
maupun dari Tim Koordinasi
Raskin Kabupaten. Masyarakat
hanya mendapat informasi
raskin dari Desa/Kelurahan
terbatas pada saat
mengumpul uang (untuk
menebus beras) dan jadwal
pembagian beras di kantor
Desa/Lurah.
Aparat Desa/ Kelurahan di
Kec. Kusambi tidak pernah
menerima petunjuk teknis
dan materi sosialisasi
tentang raskin. Sehingga
desapun tidak menjelaskan
soal raskin ke masyarakat.
Penjelasan ke masyarakat
hanya masalah pembayaran
untuk menebus raskin
kepada pengelola Raskin di
Desa/Kelurahan yang di
tentukan oleh kepala
Desa/Lurah
19 Timor Timur
Selatan
10 desa/kelurahan sampel yang telah di kunjungi belum
pernah menerima sosialisasi dari pihak mana pun terkait
program raskin. Yang sering terjadi hanya informasi rencana
distribusi raskin dan permintaan agar warga segera
mengumpulkan dana utuk penebusan raskin.Namun staf
bagian Ekonomi Kabupaten TTS (Chris Tallo)mengatakan
“Pernah ada rapat koordinasi tentang perubahan data Rumah
Tangga Sasaran Penerima Manfaat (RTSPM) antara semua
Kabupaten di NTT, TNP2K, BPS, BPKP pada 18 September 2012,
di Kupang”.
20 Sumba Barat Daya Hal yang sama dengan Kab. Sumba Barat Daya, jika sebagian
besar masyarakat tidak mendapatkan sosialisasi tentang
program raskin. Masyarakat tahu tentang raskin saat ada
perintah kepala Dusun untuk menyetor uang tebusan raskin.
Masyarakat hanya mendengar dari mulut ke mulut, dan
informasi Kepala Dusun, bukan dalam sosialisasi formal.
65 | P a g e
Sehingga mereka memahami Raskin sebagai Beras Miskin
semata, yang diperuntukkan bagi orang miskin. Namun setiap
akan mengambil raskin, Kepala Desa selalu memberi arahan‐
arahan agar dengan adanya Raskin, setiap waktu bisa semakin
menurunkan jumlah penerima.
21 Halmahera Utara Sosialisasi hanya di lakukan di
tingkat kecamatan Tobello
kepada kepala desa. Sedang
kepala desa tidak melakukan
sosialisasi kepada warganya
masing‐masing. Materi yang
disampaikan dalam sosialisasi
yang dilakukan oleh camat
kepada kepala desa adalah
menyangkut dengan pagu
anggaran 5 bulan dan pagu
triwulan kedua yang 7 bulan.
Sosialisasi yang di tingkat desa
hanya ketika akan distribusi
raskin.
Untuk Kec. Galela Utara,
tidak pernah ada sosialisasi
yang dilakukan oleh
kabupaten maupun
kecamatan. Di Lalonga, kades
melakukan sosialisasi ke
warga dengan materi yang di
terima bersamaan dengan
DPM yang dikirim.
Sedangkan di desa Salimuli
dan Saluta tidak pernah
dilakukan sosialisasi
menyangkut dengan raskin.
Meski warga berharap
bahwa nanti ada sosialisasi
raskin oleh pemerintah
kabupatan.
22 Kepulauan Tidore Untuk Kelurahan Tidore dan
Tidore Selatan, warga tidak
mengetahui secara detil terkait
dengan RASKIN, karena warga
hanya mengetahuinya disaat
pembagian akan dilakukan,
dimana pihak kelurahan
menyampaikannya di tiap
Oba Selatan (Guraping,
Galala dan Akekolano),
warga mengetahui program
RASKIN melalui
pengumuman di Mesjid dan
pertemuan tentang RTS
sebelum RASKIN di bagikan.
Kecuali untuk desa
66 | P a g e
Mesjid
Akekolano, dimana tiap RT
menyampaikan ke warganya
masing‐masing
4.3 Pemasangan Poster dan Pembagian Kartu
Dalam program raskin dengan menggunakan mekanisme baru, maka setidaknya ada
3 (tiga) hal yang menjadi tujuan yaitu (a) meningkatkan ketepatan sasaran
penyaluranRaskin. (b). Meningkatkan pemahaman penerima mengenai haknya
mendapatkan Raskin sesuai dengan jumlah yang telah ditetapkan dan (c). menguji coba
mekanisme baru penyaluran Raskin untuk perbaikan masa depan. Salah satu kebijakan
yang ditempuh dalam mencapai ketiga tujuan ini adalah penggunaan kartu raskin kepada
1,3 juta RTS terpilih di sejumlah (7) propinsi uji coba. Disamping memasang poster yang
berisikasi DPM di kantor kelurahan/desa. Kartu bagi masing‐masing RTS ini dikirimkan
langsung oleh PT. Pos dan diharapkan agar warga menggunakan ketika menebus beras
raskin.
Tabel 4. 5. Lokasi Penerapan Ujicoba Pemakaian Kartu RTS
No Propinsi Kabupaten Lokasi
Uji coba
1 Sumatera Utara Nias Selatan
2 Bangka Belitung Bangka dan Belitung
3 Jawa Timur Sampang dan Pamekasan
4 B a l i Buleleng dan Karangasem
5 Nusa Tenggara Timur TTS dan Sumba Barat Daya
6 Kalimantan Selatan Banjarbaru
7 Sulawesi Tenggara Buton dan Muna
Dalam dokumen TNP2K disebutkan bahwa dengan penggunaan kartu diharapkan
dapat memperbaiki ketepatan sasaran dengan memperbaiki mekanisme pemantauan dan
meningkatkan pengetahuan akan hak Raskin. Termasuk sebagai upaya mengurangi
67 | P a g e
kemungkinan daftar penerima diubah secara subyektif. Karena itu, dalam perencanaannya
Kartu dilengkapi 6 carik/kupon, masing‐masing tertulis nama dan bulan (Juli‐Desember
2012) dan dilengkapi dengan nomor IRT (bar code) RTS‐PM dan kolom untuk
tandatangan petugas dan RTS‐PM. Untuk menjamin kartu akan diterima oleh warga, maka
kartu dikirimkan langsung ke alamat RTS‐PM oleh PT. Pos.
Namun dalam faktanya, sebagian besar masyarakat penerima raskin tidak pernah
melihat daftar DPM. Pada dasarnya warga tidak setuju dengan alasan aparat desa jika
daftar DPM dipasang akan membuat yang bersangkutan malu. Salah seorang warga
penerima DPM dari Nias Selatan (Bapak Beny Halawa, dari Desa Bawodobara, Kec. Teluk
Dalam) mengatakan “sebenarnya warga tidak malu jika namanya tedaftar pada DPM
apalagi jika yang di daftar tersebut benar benar orang yang layak dan benar benar miskin”.
Sikap warga seperti ini juga terjadi di sejumlah lokasi seperti ; Bangka, Bogor, Semarang
dan lainnya.
Pemasangan poster atau DPM di papan informasi tidak dilakukan oleh Desa
mengesankan ada yang disembunyikan. Kebanyakan aparat desa berasalan bahwa daftar
DPM akan di rusak oleh warga atau terkoyak oleh warga yang usil, hingga alasan teknis
seperti kehujanan dan lainnya. Namun fakta lapangan menunjukan bahwa kepentingan
dan muatan politik desa sulit dihindari karena Kepala/Aparat Desa menciptakan image
jika DPM atau poster ini sangat eksklusif sehingga warga masyarakat di buat tergantung
dengan oknum‐oknum tertentu di desa. Faktor lain yang diduga menjadi penyebab tidak
terpasangnya daftar DPM adalah banyaknya pengurangan penerima raskin dan warga yang
tidak layak menerima raskin, sehingga membuat kesenjangan di tengah‐tengah warga.
Desa berpandangan dengan tidak di pasangkan Poster DPM bisa meminimalisir adanya
konflik di antara warga. Dalam FGD di Nias Selatan dan Kabupaten lainnya, beberapa
alasan yang muncul terkait dengan pemasangan poster/kartu DPM adalah berikut
• Kartu raskin kebanyakan baru di terima pada bulan sepuluh akhir 2012,
sementara pembagian raskin lebih duluan dari pendistribusian kartu di tingkat
desa.
• Masalah pembagian kartu raskin yang di lakukan oleh petugas POS sampai saat
ini tidak berjalan sama sekali, terbatasnya petugas atau sumber daya di kantor
68 | P a g e
pos. Alasan ini masuk akan jika melihat kasus di Nias Selatan, dimana petugas
kantor pos hanya 2 orang melayani belasan kecamatan dan ratusan desa
dengan jarak tempuh yang sangat berjauhan dan akses yang sulit.
• Pembagian kartu raskin langsung pada warga juga menyulitkan petugas pos,
karena alamat di desa yang aksesibilitinya rendah seperti di Kabupaten Nias
Selatan. Termasuk kesulitan menemukan nama karena factor kesamaan nama
dan panggilan.
• Alternatif membagi kartu melalui Kepala Desa, ternyata juga tidak berjalan
effektif. Sekalipun Kepala/Aparat Desa mengetahui nama warganya, namun
dihadapkan keterbatas sumberdaya untuk membagikan. Terlebih lagi pihak
PT. Pos yang berwenang tidak bersedia membantu dana operasional dalam
penyebaran kartu.
• Sementara dari beberapa aktifitas program raskin ini tidak ada warga yang
secara terbuka melakukan pengawasan atau memonitor secara
berkesinambungan karena sosialisasi dan penerapan program ini belum benar
benar di pahami oleh warga dengan baik. Disamping itu, pelibatan atau
partisipasi warga masyarakat pada program ini baik sebelum sedang dan
sesudah kegiatan raskin sangat minim dilakukan.
4.3.1. Pemasangan Poster DPM
Media poster yang berisikan daftar penerima manfaat (DPM) hakikatnya
sangat baik dalam menciptakan effektivitas program raskin. Bukan saja sebagai
sarana informasi bagi warga yang berhak dan tidak atas raskin, melainkan poster
juga dapat berguna sebagai control atau pengawasan oleh warga sendiri atas
pendistribusian raskin. Namun dalam prakteknya berbeda. Hampir disemua lokasi,
aparat desa tidak memasang poster DPM. Kalupun ada sifatnya kasus dan secara
kuantitas dapat dihitung. Dalam perspektif yang lebih luas, hal ini menunjukan
bahwa kekuatan politik (kekuasaan) dari Desa sangat besar dalam menentukan
distribusi raskin di masyarakat. Anggapan bahwa situasi sosial‐politik di
masyarakat telah berubah dan mencair sehingga hubungan antar warga lebih
terbuka belum sepenuhnya benar untuk kasus tertentu.
69 | P a g e
Kekuasaan yang sangat kuat oleh Kepala Desa tidak selalu negatif
dampaknya. Namun dalam kasus raskin di sebagian besar lokasi menunjukan 3 hal :
Pertama, sebagai pemimpin atau pengayom di masyarakat ada kecenderungan
untuk tidak memasang poster DPM karena motivasi untuk bertindak adil dan
menciptakan rasa aman di lingkungannya (tanpa konflik antar warga). Kedua,
sebagai pelaku politik ingin melincungi kepentingan politiknya dari warga‐
masyarakat pemilihnya dan Ketiga, dalam rangka memperoleh atau memanfaatkan
nilai ekonomi yang timbul baik untuk diri dan aparatnya. Gambaran ketiga hal ini
dapat dilihat dari kasus di Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara
• Pada awal melakukan monev, sebenarnya Poster DPM banyak yang tidak
di pasang, tetapi di simpan oleh kepala desa atau lingkungan/dusun. Baru
setelah kami menanyakan soal Poster DPM, para petugas raskin kemudian
meunjunjukanya.
• Beberapa hal yang mendasari kenapa tidak dipasang diantaranya adalah
karena takut terjadi kekacauan atau protes warga. Ketakutan tersebut
karena protes warga yang miskin atau lebih miskin yang tidak terdaftar
di DPM dan ada orang yang mampu tapi masuk dalam DPM.
• Pemasangan poster tidak pernah dilakukan pihak desa, sampai saat ini
poster masih tersimpan rapi di dalam lemari kantor desa. DPM dalam
poster sudah tidak sesuai lagi dengan kondisi pembagian raskin.
• Bila poster ini tetap di pasang, warga yang terdaftar dalam DPM juga
tidak rela berasnya dibagikan pada orang lain, alasannya karena daftar
mereka sudah ditentukan oleh pemerintah pusat.
• Data penerima hasil musyawarah pun tidak berani dipasang, karena
masih ada juga orang yang kurang mampu yang belum terakomodir.
• Poster DPM tidak dipampangkan di 4 desa yang ada sehingga tidak ada
warga yang tahu namanya masuk atau tidak dalam DPM
• Alasan poster tidak dipasangkan adalah untuk menghindari keributan
oleh warga yang namanya tidak tercantum padahal merasa berhak
70 | P a g e
menerima raskin,apalagi sebelumnya ia menerima raskin. Jumlah warga
yang tidak menerima lagi ini cukup banyak, sehingga desa
mememutuskan tidak memasang.
• Dengan tidak dipasang Poster DPM maka warga tidak tahu berapa orang
yang menerima raskin dan berapa kilo yang disalurkan.
Diluar faktor diatas, memang ada masalah yang riil terkait dengan data DPM
yang tidak sesuai. Sehingga di seluruh wilayah monev, kendatipun DPM sudah
diterima pihak desa/kelurahan. namun tidak ada satupun desa atau kelurahan yang
memasang poster DPM di papan pengumuman. Hal ini terjadi karena setelah dibaca
pihak desa atau kelurahan nama‐nama yang tercantum dalam DPM dinilai banyak
yang tidak sesuai/tidak layak dari aspek sosial‐ekonomi. Selain itu, banyak RTS
yang semula menerima raskin justru dalam DPM yang baru (data PPLS 2011)
namanya tidak masuk lagi, padahal yang bersangkutan dipandang masih layak
menerima raskin. Hal ini terlihat pada banyak desa dan salah satunya di Desa
Terong dan Air Seru, Kabupaten Bangka dimanaposter sengaja tidak dipasang
karena akan mendapatkan protes dari para DPM yang dikeluarkan. Sementara
untuk menghindari itu perlu mengundang DPM yang dikeluarkan aparat desa,
ketua RT, RW serta tokoh masyarakat melakukan musyawarah desa untuk
menjelaskan alasan dikeluarkan dan penggantinya.
Sekalipun tidak memasang poster DPM, namun terdapat pula sejumlah desa
yang terbuka dalam menyalurkan raskin sesuai dengan DPM yang diterima. Misal
saja di Desa Tanjung Binga, Kabupaten Bangka, dimanaposter memang tidak
ditempelkan tetapi nama‐nama di poster diumumkan kepada yang bersangkutan
sehingga terjadi transparansi dalam penyaluran.Warga yang merasa mampu tentu
merasa akan malu jika namanya tercantum di DPM. Karena masih banyak orang
yang berhak dan pantas menerima raskin. Desa Tanjung Binga merupakan salah
satu desa yang mengumumkan nama‐nama DPM dari pusat, kemudian mengundang
seluruh penerima untuk kemudian mencatat warga yang mengundurkan diri dan
memusyawarahkan dengan para tokoh masyarakat warga pengganti atau penerima
71 | P a g e
raskin yang baru. Sementara untuk desa lain, sebagian besar hanya memasang
poster tanpa mengkonsultasikan dengan masyarakat, termasuk dalam masalah
penggantian RTS yang diputuskan sendiri oleh RT/RW.
Tabel 4.6. Pemasangan Poster DPM di 22 Kabupaten/Kota
No Kabupaten/Kota Pemasangan Poster DPM
1 Subang Poster DPM tidak pernah dipasang oleh petugas raskin
desa.Alasanyatidak ada intruksi untuk dipasang dan seandainya
dipasang akan menimbulkan masalah ditengah masyarakat
karena masih banyak RTM yang tidak termasuk dalam DPM.
2 Bogor • Untuk Kelurahan Bubulak yang memasang poster DPM tidak
ada warga yang merasa malu. Adapun di Kel.Gn.Batu dan
Pasir Jaya, poster DPM tidak pernah dipasang sehingga
warga tidak tahu apakah namanya ada dalam poster DPM.
Poster tidak dipasang karena alasan teknis yakni kantor
sedang renovasi dan tempat pemasangan poster di luar,
khawatir rusak.
• Sejauh ini tidak ditemukan warga yang merasa malu
namanya dicantumkan sebagai DPM, sebaliknya, warga
malah senang namanya masuk DPM karena bisa menebus
beras raskin. Namun, menurut aparat kelurahan di Kec.
Bogor Selatan, warga malah tidak senang dikatakan miskin
karena merasa malu dengan sebutan tersebut.
• Menurut keempat Kasi Kemas di Kec. Bogor Selatan, poster
DPM tidak dipasang lebih disebabkan karena dikuatirkan
warga banyak yang komplain karena namanya tidak masuk
dalam daftar DPM. Untuk menghindari itu, poster DPM tidak
pernah dipasang hingga sekarang.
72 | P a g e
3 Brebes 1. DPM tidak dipasang dengan alasan menjaga kondisi
kerukunan antar warga masyarakat, Apabila dipasang
maka akan terjadi protes dari warga yang tidak
tercantum dalam DPM. Protes tersebut dapat meluas
dan berimbas pada urusan pajak sampai pada
teracamnya jabatan perangkat desa, RT/RW
(penurunan jabatan). Kemudian solusi yang ditempuh
oleh ketua RT/RW, perangkat desa, dan tokoh
masyarakat adalah membagi rata berdasarkan jumlah
KK atau jumlah rumah.
2. Kelebihan penggunaan DPM adalah pembagian raskin
akan lebih tepat sasaran kepada warga yang benar‐
benar berhak menerima. Sedangkan kekurangannya
adalah akan menimbulkan konflik dan rasa iri pada
warga yang tidak tercantum dalam DPM.
3. Sebagian warga yang tercantum dalam DPM
sebenarnya tidak begitu rela apabila raskin dibagi rata,
tetapi tidak berani protes dengan alasan hanyalah
rakyat kecil, sehingga menurut saja keputusan
RT/RW/Pemdes. Sebagian warga takut dikatakan
terlalu banyak protes, sudah dikasih raskin tetapi
masih protes dan takut akan dikucilkan warga
masyarakat yang tidak memperoleh raskin.
4 Semarang • Dari 4 kelurahan (Mijen, Jatibarang, Ngadirgo dan
Wonoplumbon) hanya di Kelurahan Ngadirgo yang
memasang Poster DPM. Di tiga kelurahan tidak
memasang poster dengan alasan tidak tahu kalau
poster tersebut harus dipasang dan di Kelurahan Mijen
beralasan tidak ada tempat poster.
73 | P a g e
• Pengaruh positif dari pemasangan poster seolah tidak
ada karena pelaksanaan pembagian raskin masih
dibagi secara merata. Penerima manfaat juga
cenderung tidak mempedulikan namanya tercantum di
poster DPM atau tidak. Bahkan saat ditanya tentang
namanya yang tercantum, mereka sering menjawab
bahwa nereka tidak mengetahui. Bagi mereka, yang
penting pada pelaksanaan pembagian beras raskin di
RT tidak menjadikan masalah konflik sosial.
Pembagian merata telah dianggap sebagai cara yang
tepat dalam mengatasi masalah raskin.
• Walaupun poster sudah dipasang di kelurahan tetapi
masih banyak masyarakat tidak membaca atau
memperhatikan poster tersebut karena ketidak tahuan
mereka akan fungsi poster tersebut. Ketidaktahuan
masyarakat karena lemahnya sosialisasi ditingkat
warga.
• Pemasangan poster DPM di Desa/Kelurahan tidak
effektif karena sebagian besar RTS yang diwawancara
tidak mengetahui mengenai poster DPM dan tidak
pernah mendapat informasi mengenai poster DPM.
Selain itu warga juga tidak pernah pergi ke kelurahan,
bisa dikatakan warga ke kelurahan hanya 1 kali dalam
setahun.
5 Makasar • Tidak ada warga yang merasa malu jika namanya di
cantumkan dalam DPM, bahkan orang yang sudah
mampu masih saja meminta untuk diberikan
Raskin.Disamping poster DPM, tidak berjalanan efektif
karena lama tersimpan di kantor pos, karena terlambat
menyalurkan.
74 | P a g e
• Sementara PT Pos, menyampaikan bahwa tidak
didistribusikan DPM tepat pada waktunya karena
menunggu juknis dari pusat
• Tiga kelurahan kecamatan panakukang yakni
pampang, panaikang dan tamamaung. Poster DPM
belum dipasang. Berdasarkan hasil wawancara
komunitas di tiga kelurahan tersebut pemasangan
poster DPM akan mengundang perhatian warga, akibat
adanya pengurangan dpm‐RTS
6 Gowa • Pemasangan poster di kantor desa yang hanya sehari
membuat warga sekitar tidak mampu mengakses lebih
jauh tentang penyaluran raskin di desa. Keterlambatan
penyaluran raskin selalu menjadi alasan bagi pengelola
raskin di desa. Sehingga apa yang ingin dilihat dari
penggunaan metode baru tidak berjalan efektif di desa
tersebut. Sedangkan penggunaan kartu belum
menjangkau daerah Sulawesi Selatan secara umum.
• Poster yang diterima oleh aparat desa dipajang di salah
satu sisi ruangan kantor yang mudah diakses oleh
setiap pengunjung yang datang ke kantor tersebut.
DPM baru tersebut merupakan Daftar yang masih
butuh diverifikasi berdasarkan karena kurang sesuai
dengan kondisi
7 Halmahera Utara • Tidak ada warga yang malu namannya tercantum
dalam DPM. DPM tidak pernah dipasang di papan
pengumuman kantor desa. Di Desa Dau, Kades justru
menaruhnya di rumah, alasan tidak menempel takut
jangan sampai warga yang tidak ada namanya
komplain sehingga tidak di tempel.
• Kemudian di desa Doro, alasan tidak menempel DPM di
75 | P a g e
papan pengumuman karena raskin dibagi merata,
Sedangkan di Gulo DPM kades sempat menaruhnya di
bawah kasur untuk menjadi pengalas tempat tidur,
ketika di tanya baru kades mengeluarkan daftar
tersebut, dan tidak di tempel alasannya sama karena
raskin di bagi rata.
8 Tidore • Terkait dengan poster DPM, hingga saat ini di kantor
kelurahan sampel atau tempat‐tempat umum lainnya
tidak dilakukannya pemasangan poster DPM,
alasannya karena nanti muncul kecemburuan dari
masyarakat, atau keluhan terkait nama‐nama yang
muncul.
• Di Kelurahan Toloa sendiri alasan yang sama tidak
menempelkan poster DPM akan memunculkan
keberatan dari masyarakat lainnya, karena pendataan
DPM dinilai oleh kelurahan banyak yang tidak tepat
sasaran. Hal yang sama juga di kelurahan Dokiri,
Tomalou dan Gurabati. Terkait dengan kartu raskin
belum dilakukan uji coba.
Terkait dengan sikap atau penilaian warga terhadap pengumuman nama‐
nama penerima raskin nampaknya terjadi perbedaan pandangan (split judgement).
Pada satu sisi, menilai bahwa pencantuman nama akan membuat warga “malu”
namanya dicantumkan dalam DPM dan merasa tidak enak dilihat oleh warga
lainnya karena pada dasarnya merasa mampu secara ekonomi dan masih banyak
warga yang jauh lebih membutuhkan. Selain itu juga warga juga merasa malu
karena dianggap warga lain sebagai penerima beras raskin, padahal tiap hari sama
sekali tidak pernah makan beras raskin. Namun pada sisi lain, ada yang menilai
bahwa pencantuman dalam bukanlah masalah atau aib karena ada beberapa warga
yang legowo namanya dicantumkan secara administratif, namun pemanfaatan beras
76 | P a g e
justru diserahkan kepada warga yang dianggap lebih membutuhkan. Disamping
menilai bahwa namanya bantuan harus kepada semua warga tidak boleh ada
diskriminasi.
4.3.2. Kartu DPM
Terkait dengan Kartu DPM, nampaknya hampir sebagian besar desa belum
memanfaatkan kartu ketika pengambilan raskin. Hal ini didasari pertimbangan
bahwa secara prinsip tidak ada perbedaan mendasar pada saat sebelum
penggunaan kartu dan poster ataupun setelahnya, Bahkan ada desa yang kartunya
tidak dibagikan sama sekali dan disimpan di kantor desa, namun demi keperluan
administratif pelaporan, pihak desa yang memfungsikan sendiri penggunaan kartu
RTS.
Salah satu faktor penyebab dari belum dioptimalkan pendekatan kartu untuk
meningkatkan effektivitas penyaluran Raskin karena PT. POS membagikan kartu
dengan memberikan terlebih dahulu ke pihak desa, dan kemudian disalurkan
RT/RW untuk dibagikan. Pada sisi lain, terdapat pula kasus dimana Kartu RTS‐PM
yang langsung diserahkan PT. POS kepada RTM yang namanya tertera. Namun di
sejumlah lokasi, kartu tidak diterima warga karena : (a). warga sedang tidak berada
di rumah atau sedang di kebun, (b). warga tidak bisa baca tulis dan menganggap
bukan sesuatu yang penting dan (c). lokasi tinggal dari warga penerima raskin
sangat jauh dan tidak dapat dijangkau. Sesungguhnya beberapa Kepala Desa
mengakui bahwa kelebihan dari pemakaian kartu DPM dibandingkan poster adalah
cukup terkontrol dan tergambarkan sisi pengawasan oleh semua pihak. Persoalan
yang muncul justru kesiapan petugas dan aparat yang terlibat pada program ini
yang belum terbangun sehingga banyak ketentuan dan hal teknis yang tidak bisa di
lakukan bahkan sulit untuk di terapkan di lapangan.
Disamping masalah sosial dan teknis dalam pendistribusian kartu raskin
kepada warga masyarakat, terdapat pula alasan yang bersifat politis yang
menyebabkan kartu raskin tidak diterima warga. Di Pamekasan misalnya, kartu
raskin sengaja tidak dibagikan ke warga oleh PT. Pos karena adanya surat edaran
dari Bupati Pamekasan bahwa kartu raskin untuk sementara di tunda dalam
77 | P a g e
pendistribusian mengingat mendekati waktu Pilkada dan Pilkades dan i untuk
menjaga stabilitas masyarakat. Karena itu, penebusan raskin di Kabupaten
Pamekasan tidak menggunakan kartu raskin. Dalam FGD di Kabupaten Pamekasan,
Ketua Asosiasi Kepala Desa mengatakan “Kartu raskin diperoleh desa dari
kecamatan, yang kemudian atas inisiatif kepala desa tidak dibagi ke masyarakat
penerima manfaat, karena kebijakan desa adalahmembagi rata sesuai tradisi desa”
Hal yang sama juga terjadi di Kabupaten Sampang. Dimana poster DPM tidak
ditempelkan khawatir adanya protes dari warga mengingat raskin didesa ini dibagi
rata. Kepala/aparat desa beranggapan bahwa poster dan kartu rasin sangat tidak
afektif, karena justru akan menimbulkan gejolak (kecemburuan sosial). Kartu dinilai
akan menyulitkan bagi pengelola raskin dibawah bahwa warga yang tahu jatah atau
haknya tiap bulan dapat akan meminta kembali jatah sebelumnya (Korlap Raskin
Desa Pengarengan‐Sampang). Kartu Raskin yang dari PT. Pos tidak digunakan
dalam penebusan beras, dan kemudian pihak desa menerbitkan kupon sendiri bagi
setiap KK penerima sesuai dengan dusun masing‐masing.
Pada dasarnya, terdapat kabupaten (meski belum seluruh desa/kelurahan)
yang telah membagikan kartu kepada RTS‐PM seperti di Kabupaten Bangka. Misal
saja, di Kelurahan Sinar Baru sudah digunakan, dibagikan kepada RTS‐PM yang
sesuai muskel dan DPM Pusat, Hanya saja kartu keseluruhan di pegang Kaling
(kepala lingkungan) masing‐masing, sebagai antisipasi agar tidak ada yang hilang.
Menurut Kasi Kesra Sri Menanti : sebenarnya penggunaan kartu tentu saja efektif,
dalam sisi pertanggung jawaban kartu itu punya kelebihan, administrasinya jelas,
dan sebagai barometer lancarnya program raskin ini. Yang menjadi masalah adalah
pendistribusian kartu raskin oleh PT. Pos di beberapa kelurahan mengalami
keterlambatan, sementara DPM sudah dipegang setiap kelurahan. Sehingga kartu
tidak dipakai ketika penebusan.
Sementara menurut PT. Pos, tugasnya hanya menyalurkan kartu raskin saja
secara hand to hand ke RTS‐nya secara langsung dari tidak boleh diwakilkan karena
perlu paraf untuk kelengkapan administrasi PT. Pos menggunakan surat resmi
untuk mengundang para RTS. Dalam distribusi, PT. Pos ingin semua kartu di
78 | P a g e
distribusikan ke semua RTS‐PM sesuai DPM. Namun pihak kelurahan mengatakan
bahwa data DPM Pusat tidak valid, jadi data tersebut merujuk ke muskel, maka
kartu hanya dibagikan saja ke DPM yang layak saja, bukan DPM pengganti dan
bukan DPM diganti. Dalam kasus Kelurahan Sinar Baru, DPM sejumlah 233 RTS,
yang tidak layak sekitar 102. Silang sengketa antara PT. Pos dan Desa terkait dengan
DPM membuat kartu sering tidak digunakan untuk penebusan. Karenanya Kepala
Lingkungan (Kaling) Kaling Sinar Baru mengatakan “ Sebelum ada kartu raskin dari
Pusat, RTSPM dan kelurahan sudah nyaman dengan eksistensi kartu kuning dari
Pemerintah Kabupaten, jadi semuanya sudah terdata dan administrasi persoalan
raskin sudah berjalan sesuai rencana, tapi dengan keberadaan kartu raskin dari Pusat
ini membuat DPM berubah. Sehingga dirasa tidak terlalu efektif, apalagi sistem
kerjanya ribet perlu sobek ini itu dan apalagi jika disimpan oleh para lansia dengan
kartu sekecil itu bisabisa hilang”.
Sementara dalam penggunaan kartu raskin yang relatif berjalan baik adalah
di Kecamatan Sijuk Belitung. Dimana PT. Pos membagikan kartu dengan
bekerjasama dengan pihak desa. Nama‐nama yang tertera di DPM diundang ke
kantor desa dan pihak PT Pos membagikan langsung kartu kepada RTS yang datang
sesuai nama‐nama yang telah ditetapkan desa.Setiap penebusan raskin
menggunakan kartu. Salah satu kekurangan dari sistem kartu sendiri adalah
prosedur yang semakin panjang dalam penebusan raskin, sistem pelaporan yang
berbelit, kendala jika kartu tertinggal ataupun hilang. Kelebihannya dengan
menggunakan sistem kartu maka akan tertib secara administrasi. Termasuk
partisipasi warga dalam mengontrol distribusi raskin. Rata‐rata warga secara aktif
melakukan monitor dengan memperhatikan pemanfaatan raskin oleh para
tetangganya.
Dalam kaitan dengan pelaksanaan uji coba kartu raskin di kabupaten/kota,
secara umum dapat digambarkan sebagai berikut :
79 | P a g e
Tabel 4.7. Gambaran Penggunaan Kartu di 11 Kabupaten/Kota Lokasi Ujicoba
No Kabupaten/Kota Penggunaan Kartu Raskin
1 Nias Selatan Pendistribusian kartu di Kec. Teluk Dalam tidak dilakukan,
bahkan saat ini sebagian besar kartu yang sebelumnya
sudah sempat dikirim oleh pihak pos, kini sudah diambil
oleh pihak desa tanpa alasan yang jelas. Penarikan kartu
tersebut dilakukan pada saat pembagian raskin bulan
oktonber yang lalu.
2 Bangka Terkait kartu raskin TNP2K, di Kecamatan Belinyu hanya
kelurahan Bukit Ketok yang baru mendapatkannya,
sedangkan Desa Gunung Pelawan dan Riding Panjang belum
karena adanya kendala teknis yang dialami oleh PT. Pos
berupa kekurangan waktu dalam hal pendistribusian kartu.
Hanya kartu raskin yang dibagikan langsung oleh PT. Pos
kepada RTS‐PM di Kelurahan Bukit Ketok baru sebagian
dari kuota kartu raskin. Hal ini sebagai dampak dari
perubahan dan pergantian DPM. Kartu yang dibagikan
hanyalah kepada warga yang namanya tidak digantikan,
sedangkan kartu yang namanya telah
digantikan/dikeluarkan dari DPM dipegang kembali oleh
PT. Pos. Selama ini, penyaluran raskin di Kecamatan Belinyu
telah menggunakan sistem kartu raskin yang dikeluarkan
oleh pemerintah kabupaten Bangka. Ketika pengambilan
raskin, warga wajib membawa kartu tersebut. Sehingga ada
2 kartu yang dipakai ketika penebusan yaitu dari kartu
Pemkab dan TNP2K. Sedangkan bagi RTS‐PM yang tidak
mendapat kartu raskin tetap menggunakan kartu raskin
dari pemerintah kabupaten Bangka. Berdasarkan
pengalaman semenjak penggunaaan kartu raskin TNP2K di
80 | P a g e
Kelurahan Bukit Ketok, mekanisme kartu tersebut dinilai
terlalu ribet dan jelimet, berbeda dengan mekanisme kartu
raskin dari pemkab Bangka yang dirasa justru lebih mudah
dan sederhana.
3 Belitung Di Belitung,pihak kantor pos bekerjasama dengan
kecamatan dan aparat desa/kelurahan dalam membagikan
kartu. Warga dikumpulkan di balai dan pihak kantor pos
langsung membagikan. Namun demikian, untuk
menghindari konflik dan karena proses perubahan nama,
pihak desa/kelurahan terlebih dahulu menyortir nama‐
nama warga yang akan diganti sehingga kartu tidak
langsung dibagikan ke semua warga sebagaimana
tercantum di DPM.
4 Sampang Poster DPM tidak ditempelkan dan Kartu Raskin tidak
dibagi ke RTS‐PM karena khawatir adanya protes dari
warga mengingat raskin didesa dibagi rata. Desa
beranggapan bahwa poster dan kartu rasin baru sangat
tidak afektif, karena justru akan menimbulkan gejolak
(kecemburuan sosial). Disamping penyaluran kartu raskin
mengalami keterlambatan, untuk penebusan bulan
September kartu diberikan Oktober. Sehingga penebusan
raskin tetap dengan sistem lama dengan menggunakan
kartu modifikasi dari desa dan tidak menggunakan kartu
raskin.
5 Pamekasan DPM & kartu memang belum didistribusikan oleh PT. POS
ke tingkat Desa, RTS‐PM belum menerima kartu raskin
karena ada surat edaran dari Bupati Pamekasan bahwa
kartu raskin untuk sementara ditunda pendistribusian
untuk menjaga stabilitas sosial masyarakat mengingatakan
berlangsung Pilkada dan Pilkades
81 | P a g e
6 Buleleng Di Kabupaten Buleleng, sebagian besar desa merasa kartu
raskin tidak diperlukan karena beras sudah dibagi rata.
Menurut Kepala Cabang PT. Pos Indonesia Singaraja Bapak
Chairudin kartu sudah disebar kemasyarakat mencapai
32.195 dari jumlah 47.517. Kendala belum bisa mencapai
100% adalah : Desa dan warga menolak kehadiran kartu
raskin, nama yang tercantum di kartu raskin bukan
merupakan warga desa setempat. Pada saat jadwal
pembagian kartu raskin ada warga tidak mau mengambil
kartu raskin dengan alasan merasa tidak enak dengan
warga yang tidak mendapatkan. Untuk mengatasi kartu
raskin yang masih sisa tersebut dari petugas pos menitipkan
di Kantor Pos Kecamatan. Adapun cara pembagian kartu
raskin dilakukan di Balai Desa dengan mengumpukan warga
dan dibagikan sesuai KTP atau Kartu Keluarga. Sebenarnya
2 (dua) minggu sebelum pembagian kartu raskin, PT Pos
sudah berkordinasi dengan Desa mengenai jadwal
pembagian kartu raskin dengan menyertakan daftar nama
warga penerima kartu raskin, kemudian seminggu
sebelumnya PT Pos kembali datang ke desa untuk kordinasi
dan konfirmasi kesiapan desa. Sementara dari pihak desa
kurang maksimal mengumpulkan warga dalam rangka
pembagian kartu raskin. Dimana jadwal yang sudah
disepakati bersama ternyata dari desa belum siap untuk
mengumpulkan warga, bahkan jadwal pembagian ditunda
sampai 3 (tiga) kali. Yang ironis adalah pada saat jadwal
yang sudah disepakati untuk pembagian kartu raskin dari
pihak desa menyatakan menolak kehadiran kartu raskin
82 | P a g e
7 Karangasem Secara umum DPM dan Kartu berjalan efektif dimana
masyarakat menebus beras miskin dengan kartu raskin.
Hanya sistem yang ditetapkan oleh kepala dusun dan kepala
desa terkait dengan pemakaian kartu, disepakati kartu
raskin tidak diberikan ke RTS‐PM namun dikumpulkan di
tingkat kepala dusun, dikarenakan takut kartu akan hilang
maupun rusak sehingga tidak bisa mengambil beras.
Penggunaan kartu sendiri untuk mengukur efektifitasnya
masih dipertanyakan karena apa menjadi indikator
pengukuran? Mengingat tanpa kartu raskin bulog tetap
mengirim raskin dan desa bisa membagikan. Karena
menjadi catatan kartu raskin dikumpulkan di desa
selanjutnya disampaikan ke kecamatan? Ada yang hanya
disimpan di Toples di kantor di desa. Sementara dikirim ke
kecamatan, namun Dinas Sosial Kabupaten meminta
Kecamatan untuk menyimpan dulu. Demikian pula tidak ada
sangsi apabila RTS menebus raskin tidak menggunakan
kartu raskin. Misal saja, desa Subagan Kecamatan
Karangasem yang mengembalikan seluruh kartu raskin ke
PT. POS
8 TTS • Khusus di Desa Nunleu, Kualeu, Kokoi dan Fenun di
Kecamatan Amanatun Selatan, pemasangan poster dan
penggunaan kartu raskin belum berjalan sebagaimana
yang diharapkan karena masyarakat tidak antusias untuk
mencari tahu apakah namanya masuk DPM atau tidak,
mengingat ada di daftar maupun tidak tetap memperoleh
raskin dalam jumlah dan harga yang sama saja dengan
warga yang namanya tidak ada pada daftar DPM.
Sementara dengan kartu raskin sudah bagikan secara
langsung kepada masyarakat oleh pendamping Program
83 | P a g e
Keluarga Harapan (PKH) sehingga masyarakat sudah
langsung menerima sesuai dengan DPM yang dikeluarkan
pemerintah. Namun penggunaan kartu untuk penebusan
belum semua desa menerapkan.
• Berbeda dengan Kecamatan Molio Utara, dimana Poster
DPM dan Kartu raskin merupakan cara yang efektif dan
memudahkan petugas satker maupun pemerintah desa
dalam proses penebusan raskin oleh setiap KRTM. PT.
POS membagikankartu di setiap kantor desa. Setelah itu
setiap RTSM, mengambilnya di kantor desa. Bagi setiap
RTSM yang memiliki kartu, selalu membawa Kartu
Raskinnya saat penebusan. Kebijakan dari pemerintah
desa untuk semua keluarga miskin mendapat raskin
adalah cara yang dilakukan untuk menghidari diskriminasi
dan kecemburuan sosial dalam wilayah desa. Atau dengan
kata lain yang mendukung program pemerintahan desa
ialah RTSM yang mendapat raskin. Sedangkan bagi rumah
tangga miskin yang tidak mendapat raskin tidak
mendukung program‐program desa. Contohnya: ada kerja
bakti di desa, yang berpartisipasi ialah RTSM yang
mendapat raskin
9 Sumba Barat Daya Pada dasarnya hampir seluruh Desa telah dibagikan kartu
Raskin oleh PT. Pos Indonesia Sumba Barat Daya. Metode
pembagian kartu raskin oleh PT. Pos yaitu dengan datang
langsung ke desa, meminta kepala desa mengundang RTM
yang ada dalam DPM dan langsung membagikan ke RTS‐PM.
Kecuali jika pada saat membagi tidak ada, barulah
diserahkan kepada kepala desa untuk membaginya. Namun
ada beberapa desa yang tidak mengundang RTM sesuai
DPM dan meminta PT. Pos untuk membagi sendiri kartu
84 | P a g e
Raskin. Yang sudah membagi Kartu Raskin : Desa Walla
Ndimu, Lete Loko, Kalena Rongo, Kori, Rama Dana dan
Umbu Ngedo. Sementara Desa Karunni, Billa Cenge, Totok,
dan Mangga Nipi, belum membagi Kartu Raskin karena
khawatir akan ada gejolak dalam masyarakat, karena
banyak RTM yang tidak masuk DPM atau sebaliknya
beberapa nama dalam DPM tidak sesuai atau layak sebagai
RTS‐PM.
10 Buton Untuk Kelurahan Saragi dan Desa Winning di Kec. Pasar
Wajo, kartu telah digunakan dalam penebusan raskin
sekalipun dengan mekanisme bagi rata, Sedang Kelurahan
Kombeli kartu tidak di bagikan karena besarnya penurunan
jumlah kuota RTS‐PM dan pemerintah kelurahan tidak
berani membagikan karena di khawatirkan terjadi
keributan dalam masyarakat. PT. P0S membawa kartu ke
kantor Lurah atau Desa,untuk desa Saragi RTS di panggil
untuk datang menerima kartunya di kantor lurah yang
langsung di berikan oleh pegawai pos dan bagi RTS yang
tidak datang mengambil sendiri kartunya di kantor POS
sedang Kelurahan Kombeli Kartu hanya di serahkan ke
kantor kelurahan. Kelebihan: pembagian terdistribusi
dengan teratur, RTS menjadi tahu akan hak mereka (Harga
dan jumlah raskin yang di terima). Kekurangan: sebagian
yang mendapat kartu tidak tepat sasaran dan jumlah kuota
raskin ke masing‐masing RTS berkurang dengan mekanisme
bagi rata
11 Muna • Di Kecamatan Napabalano, kartu sudah dibagikan kepada
Rumah Tangga Sasaran (RTS) di Desa/Kelurahan
Kecamatan Napabalano. Namun untuk pengambilan
/penebusan raskin tidak menggunakan kartu karena DPM
85 | P a g e
tidak tepat sasaran. Sehingga jika kartu digunakan bisa
terjadi keributan atau konflik sesama warga. Selain itu
karena berdasarkan kesepakatank raskin di bagi rata
maka menebus raskin tidak harus menggunakan kartu.
• Hal yang sama di Kec. Kusambi, dimana Kantor Pos
membagiakan langsung Kartu Raskin secara langsung
pada RTS di Desa Sidamangura dan Desa Tanjung Pinang
,kecuali di Kelurahan Konawe, kartu raskin untuk RTS
di Kelurahan Konawe di serahkan ke aparat Kelurahan.
Sejak kartu di terima dari pihak POS kartu Raskin di
Kelurahan Konawe belum di salurkan kepada RTS‐PM
dan kartu tersebut masih di simpan di kantor kelurahan.
Kartu tidak di bagikan ke RTS‐PM karena hanya sebagian
saja masyarakat yang dapat, sementara Raskin dibagi rata
kepada masyarakat miskin
• Demikian pula untuk Kec. Wtopute, kartu raskin sudah
terbagi keseluruh RTS yang ada di dalam daftar DPM,
namun saat pengambilan beras kartu tidak di gunakan
karena beras raskin di bagi rata kesemua warga kurang
mampu. Jika kartu digunakan maka hanya warga
penerima kartu yang mendapatkan beras raskin. Karena
itu, penggunaan kartu untuk menebus raskin di anggap
tidak efektif karena raskin di bagi rata dan jatah beras
tidak akan sama dengan jumlah yang tercantum dalam
kartu,
• Hal yang sama di wilayah Kec. Lakudo, Kartu Raskin
hanya digunakan sebagai salah satu syarat administrasi
ketika pihak desa melakukan penebusan raskin di
Bulog, Sementara jika masyarakat mengambil beras
86 | P a g e
didesa/kelurahan tidak menggunakan kartu raskin.
RTS/masyarakat hanya datang membawa uang sesuai
dengan pemberitahuan dari pihak desa/kelurahan,
jumlah uang dan beras yang diterima sesuai dengan
pemberitahuan dari desa/kelurahan. Seorang warga
mengatakan “ Saya tidak tahu apa gunanya kartu, karena
saya tidak mengetahui berapa mestinya raskin yang
harus diterima, apakah akan menerima setiap bulan atau
tidak “
4.4 Distribusi Beras
Secara umum distribusi Raskin mengalir dari pihak Dolog menuju titik distribusi di
tingkat desa/kelurahan. Lalu dari desa/kelurahan menghubungi para pengola Raskin di
tingkat RW untuk mengambil beras sejumlah kuota wilayahnya. Kemudian pihak RW akan
meneruskannya pada RT yang selanjutnya akan membagikan langsung kepada para
penerima Raskin. Keberhasilan dalam distribusi Raskin diukur berdasarkan pencapaian
enam Tepat (6 T), yaitu Tepat Sasaran, Tepat Jumlah, Tepat Harga, Tepat Waktu, Tepat
Administrasi, dan Tepat Kualitas. Indikator Distribusi Raskin yang akan dibahas dalam bab
ini hanyalah mengenai Tepat Jumlah dan Tepat Waktu.
4.4.1. Jumlah Beras
Menurut ketentuannya masyarakat yang tercantum dalam DPM akan
menerima Raskin sejumlah 15 kg/RTS. Tetapi pada kenyataannya di lapangan
hanya sedikit wilayah yang membagi sesuai ketentuan pada warganya. Di antara
daerah itu adalah Walla Ndimu (Sumba Barat Daya), Pejarakan dan Mayong
(Buleleng), Ulu Benteng dan Antar Jaya (Barito Kuala), Kecamatan Lubuk Pakam.
Di Kelurahan Ulu Benteng dan Desa Antar Jaya, Barito Kuala, jumlah raskin
dibagikan sesuai aturan karena tidak mau menimbulkan persoalan di kemudian hari
dan juga tidak mau repot membagi kembali menjadi beberapa kantong dari 1 sak
ukuran 15 kg.Apabila ada yang mengeluh atau protes, para pengurus Raskin di
tingkat desa di Kecamatan Lubuk Pakam, Deli Serdang, mengeluarkan jurus ampuh
87 | P a g e
dengan mengatakan, “Ini semua adalah ketentuan dari Pusat.” Hingga kini warga di
sana menerima Raskin sesuai ketentuan.
Namun demikian jurus itu tidak berhasil di wilayah lain. Mayoritas RTS di
banyak daerah menerima Raskin dalam jumlah kurang dari 15 kg. Ada yang
memperoleh jatah 1‐3 kg, 5 kg, 10 liter, dan variasi jumlah lainnya. Setidaknya ada
dua faktor yang bisa dijadikan sebagai alasan para pengelola Raskin di tingkat desa
tidak membagi sejumlah 15 kg, yakni:
• Pendataan penerima yang salah atau tidak tepat
Sebagaimana telah disinggung dalam bab sebelumnya, begitu banyak yang
mengeluhkan tentang pendataan yang tidak tepat. Ada warga yang
seharusnya berhak menerima Raskin justru tidak termasuk dalam DPM,
tetapi sebaliknya keluarga yang mampu malah tercantum namanya di sana.
Atau pada DPM periode sebelumnya namanya tercantum sebagai penerima
Raskin, namun tidak berhak lagi setelah DPM periode baru keluar. Oleh
karena itu guna meredam protes dan konflik seputar semrawutnya
pendataan itu maka aparat mengambil jalan membagi beras pada semua
warga. Konsekuensinya adalah masing‐masing warga akan menerima kurang
dari 15 kg.
• Jumlah RTM lebih daripada DPM
Masih lebih banyak warga yang membutuhkan Raskin dibandingkan jumlah
warga yang tercantum dalam DPM.
Banyak aparat pengelola Raskin meyakini bila mengikuti ketentuan
pembagian 15 kg untuk setiap warga yang tercatat dalam DPM pasti akan
menimbulkan gejolak konflik atau kerusuhan. Masyarakat miskin tidak mau tahu
ketika namanya tidak ada dalam DPM sementara tetangganya yang tidak jauh
berbeda kehidupan ekonominya termasuk dalam DPM. Akibat lain dari persoalan ini
yang paling umum terjadi adalah masyarakat yang tidak mendapatkan jatah
pembelian Raskin tidak akan bersedia berpatisipasi dalam kegiatan‐kegiatan di desa
seperti kerja bakti, gotong royong, dan lainnya.
88 | P a g e
Oleh karena itu pembagian untuk semua warga atau pembagian merata
dianggap merupakan jalan tengah yang dapat diterima dengan baik oleh semua
pihak. Meski istilahnya pembagian merata, namun di lapangan ditemukan berbagai
cara pembagian yang telah diterapkan para pengelola Raskin selama ini. Beberapa
cara pembagian tersebut adalah:
1) Warga di DPM menerima beras lebih banyak daripada warga di luar
DPM.
Cara ini sudah diterapkan di kelurahan Toloa dan Tomalou, Kecamatan
Tidore Selatan, Tidore Kepulauan, dimana warga DPM menerima 50 kg
(untuk jatah distribusi 5 bulan), sedangkan warga selain DPM mendapatkan
jatah 25 kg di Toloa dan 20 kg di Tomalou. Sementara di Kecamatan Sijuk,
Belitung, mekanisme yang dijalankan adalah membagi jatah Raskin dari
warga yang semula tercatat dalam DPM, tetapi mengundurkan diri karena
merasa mampu, kepada warga pengganti yang dinilai layak mendapatkan
Raskin. Berdasarkan hasil musyawarah desa diputuskan warga yang ada di
DPM tetap menerima 15 kg, sementara warga lainnya memperoleh jatah 7.5
kg.
2) Seluruh warga menerima jumlah beras yang sama
Jumlah beras dibagi dalam porsi yang sama kepada seluruh masyarakat, baik
yang tergolong tidak mampu maupun yang mampu. Tetapi ada juga yang
membagi pada seluruh masyarakat dengan pengecualian pada kelompok
PNS, pengusaha, atau keluarga kaya.
3) Berdasarkan jumlah anggota rumah tangga/KK
Salah satu desa yang menerapkan cara ini adalah desa Kaliwlingi, Brebes. Di
sini Raskin dibagi rata menurut KK dimana setiap KK mendapat jatah 5 kg.
Sehingga bila dalam 1 rumah dihuni oleh 4 KK, maka rumah tangga tersebut
menerima Raskin sebanyak 20 kg. Cara serupa digunakan di desa Gulo,
Halmahera Utara. Sehingga agar dapat mencukupi untuk semua KK yang ada,
Raskin dibagi dalam satuan liter tidak lagi dalam kilogram.
89 | P a g e
4) Diputar secara bergilir
Mekanisme lain yang biasa digunakan untuk menyiasati supaya semua
mendapat Raskin sejumlah 15 kg adalah membagi secara bergilir setiap
dusun secara berkala. Di Kecamatan Pengarengan, Sampang, ketika pagu
wilayahnya mengalami penurunan, aparat di sana menawarkan pembagian
akan dilakukan setiap bulan untuk semua warga di seluruh dusun dengan
jumlah yang lebih kecil dibandingkan sebelumnya atau diputar bergiliran.
Ternyata warga memilih diputar secara bergilir untuk setiap dusun. Sehingga
bila pada bulan ini warga di dusun A akan menerima Raskin sejumlah 15 kg,
maka pada bulan berikutnya giliran warga di dusun B yang mendapat jatah
beras sejumlah itu.
Masih terkait dengan jumlah beras yang diterima oleh masyarakat, selain
kebanyakan menerima kurang dari 15 kg karena dibagi rata, tidak jarang ditemukan
pula berkurangnya jumlah itu karena persoalan timbangan atau beras tumpah.
Dalam proses penyaluran beras yang cukup panjang dari gudang DOLOG menuju
titik distribusi (biasanya di kantor desa, tetapi ada juga yang di rumah kepala
lingkungan) terkadang terjadi beras tumpah saat bongkar muat. Kejadian ini
ditemukan di beberapa wilayah. Di Kecamatan Sungai Liat dan Kecamatan Belinyu,
Bangka, hal ini biasa terjadi pada kemasan 50 kg yang berkurang sebanyak 2‐5 kg.
Sehingga ketika menakar dan menimbang beras untuk dibagikan kepada warga
tidak akan bisa tepat sejumlah 15 kg tetapi hanya sekitar 13‐14 kg.
Walau demikian ada pula yang menduga bahwa terdapat indikasi
penyimpangan dalam soal ini. Warga di Kecamatan Lahusa, Nias Selatan, yang sudah
membayar untuk jatah beras 10 kg mengaku kecewa karena ternyata jumlah yang
ditebus tidak sampai 10 kg. Mereka tidak bisa menyalahkan kepala desa karena
mereka menyaksikan secara langsung ketika beras diantar BULOG dan dibagikan
langsung oleh tim Raskin desa. Seorang kepala desa setempat pernah
menyampaikan kepada supir dan pengantar beras itu bahwa mereka akan
menimbang dulu seluruh beras yang sudah diantar sebelum sang pengantar itu
90 | P a g e
pulang. Tetapi petugas pengantar itu justru mengatakan dengan nada mengancam
bahwa bila akan dilakukan penimbangan terlebih dahulu, maka beras yang sudah
diantar tersebut akan ditarik kembali dan meminta pihak desa untuk selanjutnya
mengambil saja langsung di gudang BULOG. Mereka tidak mau lagi mengantar ke
desanya. Mendengar ancaman seperti itu, khawatir warganya tidak akan mendapat
beras lagi, maka kepala desa itu tidak pernah mempermasalahkannya lagi.
Khawatir tidak akan mendapat beras lagi. Hal ini juga yang dirasakan oleh
masyarakat jika keberatan atau mengajukan protes terhadap kebijakan pembagian
merata. Apalagi kebanyakan mereka merupakan warga marginal di tengah
masyarakat, berpendidikan rendah, dan sulit mengemukakan pendapat sehingga
tidak mempunyai keberanian untuk protes secara langsung kepada ketua
RT/RW/aparat desa lainnya.
Oleh karena itu tak heran jika hingga kini tidak pernah ada protes dari
warga.Selain ada pemberitahuan kepada warga sebelum melaksanakan kebijakan
ini, warga juga tidak mau ribut. Semata demi menjaga kerukunan antar tetangga dan
warga masyarakat lainnya.
4.4.2. Waktu Penyaluran
Dalam Pedum Raskin pada bagian waktu penyaluran hanya disebutkan
bahwa waktu pelaksanaan penyaluran beras kepada RTS‐PM sesuai dengan rencana
penyaluran. Pada umumnya distribusi beras ini dilaksanakan setiap bulan atau 1
kali sebulan. Namun di lapangan masih ditemukan pelaksanaan distribusi tidak
setiap bulan dengan berbagai alasan yang melatarbelakanginya. Antara lain adalah
sebagai berikut:
1) Menunggu hasil Musdes
Data penerima Raskin yang menimbulkan persoalan di beberapa daerah
sedikit banyak berpengaruh pada waktu penyaluran beras. Di Kecamatan
Makasar, misalnya. Penyaluran Raskin pernah terhambat beberapa bulan
karena harus menunggu hasil musyawarah dan verifikasi data.
91 | P a g e
2) Transportasi/jarak/letak geografis
Jarak desa ke BULOG yang jauh dengan kondisi jalan yang rusak dianggap
tidak efektif jika penyaluran harus dilakukan setiap bulan. Selain itu alat
pengangkutan beras juga menjadi pertimbangan, seperti di Kecamatan
Lolowau, Nias Selatan. Di sana kapal pengangkut beras hanya 1 unit dengan
kapasitas yang terbatas apalagi saat cuaca buruk. Sehingga distribusi beras
umumnya dilaksanakan sekaligus untuk beberapa bulan.
3) Supaya jumlah yang diterima lebih banyak
Alasan ini terkait dengan sistim pembagian merata yang telah dibahas
sebelumnya. Dengan cara itu bila ditebus setiap bulan maka warga hanya
akan menerima beras dalam jumlah yang sedikit. Oleh karena itu supaya
sekali menebus warga bisa langsung menerima dalam jumlah banyak maka
distribusinya dilakukan beberapa bulan sekali. Seperti yang disampaikan
oleh kepala desa Walla Ndimu, Sumba Barat Daya, “Lebih baik kumpul banyak
baru diambil, supaya terima berasnya dalam jumlah yang banyak.”
4) Sistim pembagian bergilir
Hampir sama dengan alasan sebelumnya, maka alasan ini juga berhubungan
dengan sistim bagi rata. Khususnya ini terjadi di Madura. Dengan pembagian
secara bergilir maka warga yang sudah menerima Raskin pada bulan
pertama tidak akan mendapatkan jatahnya pada bulan berikutnya karena
bulan ini giliran warga lainnya.
5) Saat panen
Penyaluran Raskin tidak dilakukan secara teratur setiap bulan karena pada
bulan tertentu sedang panen raya. Seperti yang berlaku antara lain di
Kecamatan Marabahan, Barito Kuala.
6) Tunggakan desa
Karena desa belum membayar/menyetor lunas uang penebusan Raskin
warga pada bulan sebelumnya maka pengambilan Raskin pada bulan
berikutnya akan tertunda. Seperti yang dialami oleh warga desa Limbangan,
Kecamatan Losari, Brebes. Sementara di Pallangga, Gowa, tampaknya ada
92 | P a g e
kasus seolah‐seolah ada tunggakan desa sebagai penyebab keterlambatan
penyaluran di sana. Hal ini terungkap dalam FGD Kabupaten, alasan
distribusi tidak setiap bulan karena ada penunggakan pembayaran kepada
Bulog. Ada kejanggalan di sini. Karena setiap warga dapat menerima Raskin
bila sudah membayar uang tebusan. Jadi tidak ada penunggakan pada tingkat
penerima raskin ke aparat desa. Bahkan banyak masyarakat miskin
terkadang meminjam uang dulu dari tetangga atau kerabatnya demi
mendapat Raskin. Artinya ada indikasi penggelapan uang tebusa Raskin dari
warga bukan persoalan penunggakan. Dampak dari kasus ini dirasakan oleh
masyarakat di desa Bontolangkasa, Kecamatan Bontonompo, Gowa, yang
tidak menerima Raskin selama 6 bulan. Padahal desa ini termasuk desa yang
paling cepat melakukan penyetoran hasil penjualan Raskin ke pengelola
kecamatan.
4.5 Kualitas Raskin
Salah satu indikator keberhasilan pencapaian penyaluran Raskin adalah Tepat
Kualitas, yakni beras yang diterima masyarakat sesuai dengan kualitas beras BULOG atau
beras medium kondisi baik sesuai dengan persyaratan kualitas beras yang diatur dalam
Inpres Kebijakan Perberasan yang berlaku (Pedum Raskin 2012). Atau dalam pengertian
masyarakat kebanyakan Raskin yang diterima adalah beras berkualitas baik yang layak
dikonsumsi masyarakat. Namun hasil pengolahan data kualitatif menunjukkan bahwa
hanya di sebagian kecil wilayah yang warganya menerima beras dengan kualitas baik.
Sedangkan kondisi raskin yang disalurkan kepada sebagian besar warga mempunyai
kualitas yang kurang baik.
Selengkapnya akan diuraikan dalam bab ini yang terbagi dalam beberapa bagian
berikut: 1) Aneka bentuk Raskin yang diterima warga, 2) Pemanfaatan Raskin kualitas
buruk, dan 3) Pengembalian Raskin yang pernah dilakukan.
4.5.1. Bentuk Raskin
Bila mengacu pada Inpres no.3 tahun 2012 tentang Perberasan, maka
standar kualitas beras BULOG yang dimaksud adalah:
kualitas kadar air maksimum 14%
93 | P a g e
“Raskin yang kami terima bulan Juni baik, dan kami konsumsi bersama keluarga kami”. (warga penerima Raskin
yang tinggal di Kecamatan Amanatun Selatan,
Kabupaten Timor Tengah
Selatan)
Gambar 4. Contoh Raskin di Amanatun Selatan,Kab.TTS
butir patah maksimum 20%
kadar menir maksimum 2 %
derajat sosoh minimum 95%
Namun standar semacam itu tentu saja tidak
mudah untuk dipahami oleh masyarakat umum.
Yang dipahami dan diinginkan masyarakat
adalah beras berkualitas baik, antara lain
berasnya tidak patah‐patah, tidak keras, tidak
berbau apek.
Di wilayah Banjar, Barito Kuala, Sumba
Barat Daya, dan Timor Tengah Selatan, cukup
banyak warga penerima Raskin yang menilai
bahwa beras yang diterimanya sudah relatif baik.
Di Barito Kuala sesungguhnya
beras dengan kualitas baik baru dinikmati
dalam kurun waktu 6 bulan terakhir (Juni‐
Desember). Hal ini serupa dengan
pengalaman warga di Halmahera Utara
dan Tidore. Namun pada waktu
sebelumnya warga di Barito Kuala pernah
mendapatkan Raskin dengan kualitas
yang buruk, misalnya ada campuran
kerikil, warna kekuningan, bau apek,
bahkan pernah ada yang sudah berulat.
Kondisi tersebut bertepatan dengan bulan tanam dan bulan panen padi di
sana. Pada bulan panen seperti bulan Juni, Juli, dan Agustus, biasanya kualitas
Raskin baik. Namun pada bulan tanam seperti bulan Januari, Februari, dan Maret,
umumnya Raskin yang diterima warga adalah beras bermutu tidak baik. Hal ini
94 | P a g e
“Memang begitulah model beras lokal kita untuk Raskin”
(BULOG Bangka)
umumnya terjadi di wilayah sampel yang sebagian besar masyarakatnya bekerja
sebagai petani (antara lain di Desa Beringin dan Berangas).
Meski demikian mayoritas warga di
banyak wilayah mengaku masih menerima
Raskin dalam kualitas yang tidak baik.
Temuan itu tidak sama di setiap daerah. Ada
wilayah yang menjumpai buruknya mutu
Raskin:
Pada waktu tertentu saja (tidak setiap waktu penyaluran)
Pada beberapa karung dalam periode penyaluran yang sama
Pada setiap waktu penyaluran dan hampir semua karung
Pada karung dengan kemasan lebih kecil
Di Deli Serdang sebagian besar masyarakat miskin menyatakan bahwa
Raskin yang dinikmati sekarang sudah baik kualitasnya dan lebih enak rasanya.
Namun, menurut beberapa warga, setiap bulan kualitas beras tidak sama. Ada
kalanya bagus seperti beras yang mereka beli di pasar dan kadangkala buruk. Pada
bulan Oktober dan November 2012, misalnya, ditemukan beberapa karung Raskin
dengan mutu tidak baik. Beras dengan kualitas buruk itu biasanya banyak
ditemukan pada karung berukuran 15 kg.
Hal serupa terjadi pula di Bangka dan Belitung. Sejak pembagian Raskin
bulan Oktober 2012, ketika Raskin disalurkan dalam kemasan 15 kg, kualitas beras
justru kurang baik. Kemasan dengan ukuran itu merupakan beras lokal Indonesia.
Bentuknya halus, patah‐patah/pecah‐pecah/pecah seribu, bau apek, berwarna agak
kuning, berdebu, banyak padi dan batu. Pihak BULOG menyatakan memang
begitulah model beras lokal kita untuk Raskin. Kondisi ini tidak seperti Raskin
sebelumnya yang merupakan beras impor dimana bentuk butirannya utuh dan
dikemas dalam ukuran 50 kg. Meski kualitasnya tidak sesuai standar, petugas
pembagi tetap menyalurkannya dan warga juga tetap menebusnya. Karena
umumnya aparat tidak memeriksa seluruh karung yang diantar ke desa atau
95 | P a g e
kelurahan sehingga Raskin yang diterima tidak diketahui kualitasnya. Seperti yang
disampaikan seorang aparat desa di Kecamatan Kao Utara, Kabupaten Halmahera
Utara, berikut ini:
Itu tara kase tahu, entah mau bagus dia tara bae, tetap saya
kase, pasti dong mara karna tara bae, pasti dong buang, dia
b’abu, dia bagumpal, trus kaya dia b’kutu.” (kami tidak
beritahu, entah beras tersebut bagus atau tidak bagus,
tetap saya bagikan ke warga, pasti mereka marah‐marah
karena kualitas raskin jelek, mereka pasti buang, karena
beras berabu, banyak gumpalan, terus banyak kutunya)
Tidak berlebihan kiranya bila masyarakat menilai kualitas Raskin seringkali
jauh dari kelayakan konsumsi bagi manusia. Bentuk butiran beras tidak
utuh/remuk/hancur, sudah menguning atau bahkan cenderung berwarna hitam,
berdebu, berkutu, berbau, berbatu, banyak kotoran sisa penggilingan/katul, banyak
karak, menggumpal. Sehingga ketika dimasak tidak tahan lama atau cepat basi
(Brebes dan Muna), atau setelah dingin nasinya menjadi keras (Halmahera Utara).
Berikut ini adalah sebagian contoh Raskin yang ditemukan di lapangan.
Sebelum ditampi/dibersihkan Setelah dibersihkan
Gambar 5. Kualitas Beras Raskin
96 | P a g e
Ragam mutu Raskin di wilayah sampel yang berhasil didata hingga kini
ditampilkan dalam Tabel di halaman berikutnya :
Tabel 4.8 Ragam Kualitas Raskin di 22 Kabupaten/Kota Lokasi Monev
No Kabupaten/
Kotamadya Kualitas Raskin
1 Deli Serdang Sudah menjadi bubuk, menir, menggumpal, tidak
putih, hitam, kadang berkutu, banyak debu, berbau
2 Nias Selatan Hitam, berbau, berkutu, ada sampah berupa kulit padi
dan gabah
3 Bangka Patah‐patah/pecah‐pecah, beras hancur, keras, tidak
pulen, agak kuning, bau apek, banyak debu
4 Belitung Pecah‐pecah, menggumpal, kuning, banyak debu,
padi, berbatu, berbau
5 Bogor Tidak utuh/pecah‐pecah, berkutu
6 Subang Keras, banyak menir, kuning bahkan ada yang merah,
banyak kutu dan pasir
7 Brebes Pecah‐pecah, banyak menir, kuning, hitam, berkutu,
berbau apek
Beras Berkutu
97 | P a g e
8 Semarang Patah‐patah, menggumpal, kuning cenderung hitam,
berkutu, berbau apek, banyak kotoran sisa
penggilingan/katul
9 Sampang Hancur, berkerikil/batu
10 Pamekasan Batu‐batu kecil, kulit padi
11 Karangasem Keras, merah, kekuningan, berbau karung
12 Buleleng Keras/pera, berbau
13 Sumba Barat Daya Cukup baik
14 Timor Tengah Selatan Cukup baik
15 Barito Kuala Cukup baik, pada semester terakhir
16 Banjar Cukup baik
17 Gowa Kuning, hitam, berkutu, berbatu, berbau
18 Makasar Menggumpal, kuning, berkatul, berkutu, bau apek
19 Buton Hancur, kekuningan/kemerahan, kotor, berbau,
berkutu, berbatu
20 Muna Hancur, berbubuk, kuning, kotor, berbau, berkutu,
berbatu
21 Halmahera Utara Patah‐patah, menggumpal, kuning, berabu, berbau;
semester terakhir relatif baik
22 Tidore Kepulauan Berdebu, berkutu, berbau; semester terakhir relatif
baik
Sesuai dengan amanat Inpres no.3 tahun 2012 tentang pengadaan beras
maka Dolog wajib membeli hasil petani lokal seharga Rp 6.600 dengan kualitas
medium. Tentu saja pada saat melakukan pembelian beras dari mitra kerja sudah
dilakukan pemeriksaan kualitas secara sampling 5‐10 % agar memenuhi standar
kualitas BULOG. Dan Dolog harus membeli seluruh jumlah beras yang ada di petani.
Akibatnya beras yang dimiliki/stok dalam gudang Dolog lebih banyak dari beras
yang disalurkan ke masyarakat.
98 | P a g e
Untuk itu dalam penyimpanannya pihak Dolog memerlukan perawatan
ekstra dengan melakukan spray 2 minggu sekali dan minimal 3 bulan melakukan
fungigasi dengan tujuan untuk memberantas hama/kutu‐kutu yang ada di beras.
Idealnya beras yang masuk di gudang Dolog disimpan maksimal 6 bulan, karena
kalau lebih dari waktu itu akan mengalami penurunan kualitas dan kuantitas. Kalau
udara terlalu panas kuantitas beras bisa menurun, sementara kondisi cuaca yang
terlalu lembab akan berdampak pada penurunan kualitas.
Ada sebagian pihak menduga buruknya kualitas Raskin kemungkinan
disebabkan oleh beberapa hal berikut ini:
Lamanya penyaluran beras (atau penyimpanan di gudang) ditambah terkena
hujan mengakibatkan beras menjadi menggumpal, berubah warna, dan bau.
Lamanya perjalanan dari lokasi pembelian beras.
Hal yang terakhir disebutkan oleh pihak Kansilog Nias Selatan. Beras untuk
masyarakat di sana harus melalui perjalanan panjang dari India atau Thailand, lalu
menuju Surabaya atau Jakarta, baru disalurkan ke Medan dan selanjutnya menuju
Sibolga‐Gunug Sitoli. Apalagi pihaknya juga tidak pernah memeriksa beras setelah
tiba di gudang.
Namun kondisi Raskin di Subang diyakini bukanlah akibat dari penyimpanan
yang lama. Pada bulan November 2012, misalnya. Jumlah menir dalam Raskin
kemungkinan lebih dari 40‐60 % (sedangkan dalam Inpres Perberasan kandungan
menir hanya diperbolehkan 2 %). Menurut warga di sana jumlah itu lebih banyak
daripada bulan sebelumya.
Seorang warga di Kecamatan Cipunagara, Kabupaten Subang,
memperlihatkan Raskin yang baru saja ditebusnya. Dari sejumlah 5 liter beras yang
diterima, kurang lebih 2 liter
diantaranya merupakan menir.
Tampaknya ini beras oplosan
antara menir dan beras utuh,
tambahnya. Dan ia menyarankan
kepada tim lapangan untuk
Menyarankan untuk menyelidiki huller yang ada di wilayahnya karena sering terjadi
pembelian menir secara besar-besaran yang diduga sebagai pencampur Raskin. (warga di
Kecamatan Cipunagara, Subang)
99 | P a g e
menyelidiki huller yang ada di wilayahnya karena sering terjadi pembelian menir
secara besar‐besaran yang diduga sebagai pencampur Raskin.
Dugaan itu disampaikan pula oleh aparat desa setempat. Sambil menunjuk
pabrik huller yang merupakan mitra Bulog yang berada di dekat kantor desa, ia
menyampaikan bahwa ada permainan dalam masalah kualitas beras yang jelek
serta bobot yang kurang, karena beras utuh dicampur dengan menir.
Penyimpangan dalam bentuk yang lain terjadi pula di Kabupaten
Karangasem. Kelurahan Karangasem tidak berani membuka karung beras di kantor
lurah karena khawatir mengundang protes dari warga terkait adanya pengurangan
beras yang dilakukan oleh pihaknya. Oleh karena itu buruknya kualitas Raskin baru
diketahui setelah ada keluhan dari warga.
Sementara itu di Kaliwlingi, Kabupaten Brebes, beberapa penerima Raskin
sudah berani mengambil sikap terhadap kualitas beras. Keputusan untuk menebus
atau tidak tergantung pada mutu beras yang disalurkan pada bulan itu. Artinya
apabila kualitas Raskin saat itu buruk, maka mereka tidak akan menebusnya. Hal itu
diketahui oleh petugas beberapa RT di sana. Tetapi karena ada beban kuota yang
harus dibayar penuh, maka para ketua RT tersebut mengambil langkah dengan cara
menjualnya kepada warga lain yang membutuhkan sehingga setiap bulan Raskin
selalu habis terjual.
Lain halnya di kabupaten Buton. Sekalipun kulitasnya tidak bagus namun
warga tetap senang menebus Raskin dengan alasan harganya terjangkau. Faktor
lainnya adalah kondisi alam di kecamatan Sampolawa, Buton, yang tandus sehingga
warga tidak bisa menanam padi. Mereka hanya bisa menanam ubi atau jagung,
sehingga beras menjadi kebutuhan warga.
Buruknya kualitas Raskin sesungguhnya telah menjadi rahasia umum,
”Beras bantuan itu pasti jelek kualitasnya.” Walau begitu masyarakat tetap
menerimanya karena memang pada tahun‐tahun sebelumnya kualitas beras juga
sudah buruk. Sehingga mereka beranggapan, “Beginilah beras murah, beras jatah,
beras untuk masyarakat miskin.” Seakan itu sudah menjadi kewajaran dan
sepantasnya bagi kalangan tidak mampu. Padahal mereka berharap walau harganya
100 | P a g e
murah janganlahkualitasnya juga rendah karena masyarakat miskinpun sama
dengan masyarakat yang lain.
4.5.2. Pemanfaatan Beras
Meski berkualitas buruk, secara umum Raskin tetap dikonsumsi oleh
masyarakat miskin. Sebagian mengkonsumsinya tanpa mencampur dengan beras
lain dengan alasan keuangan karena warga tidak mempunyai uang untuk membeli
beras lainnya. Ada pula karena alasan kesehatan. Sebagaimana yang diungkapkan
oleh beberapa warga di Kabupaten Deli Serdang dan Kota Tidore Kepulauan,
“Terkadang rasanya lumayan enak juga, apalagi Raskin kadar gulanya rendah
sehingga baik untuk kesehatan.” Tetapi ada kasus di Kaliwlingi, Brebes, apabila
dimakan tanpa campuran beras yang lebih bagus, perut warga menjadi sakit.
Memang sebagian besar warga biasanya mengkonsumsi Raskin dengan cara
mencampurnya dengan jagung (antara lain di Kabupaten Pamekasan dan
Kabupaten Karangasem) atau umumnya dengan beras lainnya berjenis premium
atau yang lebih baik mutunya. Tetapi sebelum dikonsumsi, Raskin harus melalui
berbagai proses terlebih dahulu supaya enak di lidah. Warga sudah memiliki
berbagai cara dalam menyiasatinya, antara lain
Mencuci beras dengan lebih lama/berkali‐kali
Mencuci beras dengan air garam untuk menghilangkan bau apeknya
Mencampur dengan daun pandan saat memasak supaya wangi
Menambahkan air pada saat memasak sehingga beras tidak keras
Memasak dengan santan
Ditambahkan kelapa
Selain dikonsumsi sendiri, ternyata Raskin juga dimanfaatkan untuk berbagai
keperluan. Misalnya sebagai pakan ternak (Pamekasan, Karangasem, Tidore,
Subang, dan Deli Serdang). “Kalau berasnya berkutu masih bisa dipilih, tapi kalau
menggumpal atau menjadi bubuk, ya..dijadikan makanan ternak saja,” ujar warga
penerima Raskin di Kecamatan Lubuk Pakam, Kabupaten Deli Serdang. Sedangkan
di Subang, banyaknya menir yang ditemukan dalam Raskin diberikan sebagai pakan
101 | P a g e
ternak ayam oleh sebagian warga. Dengan begitu warga dapat menghemat
pengeluaran karena harga pakan ternak per kg bisa mencapai Rp 3.000‐ Rp 4.000.
Kegunaan Raskin lainnya adalah untuk sumbangan saat hajatan (berlaku
umum di berbagai daerah) atau untuk upacara adat (Buleleng dan Karangasem).
Ada pula yang memanfaatkannya sebagai bahan baku usaha, antara lain usaha nasi
goreng, bubur (Brebes), digiling menjadi tepung untuk pembuatan makanan olahan
(Banjar), makanan ringan khas daerah (Karangasem).
Selain itu ada beberapa warga yang menjual lagi Raskin yang sudah ditebus,
dengan berbagai alasan berikut ini:
Untuk membeli beras yang lebih baik atau bahan pokok lain seperti jagung
atau singkong
Untuk memenuhi kebutuhan dapur seperti garam, bumbu masak, minyak
goreng, sayur, dan lauk pauk
Ketika panen padi (bagi yang mempunyai sawah)
Adapun harga jualnya cukup bervariasi di berbagai daerah. Ada yang
mendapatkan harga jual per kg sebesar Rp 4.000‐Rp 5.000 (Buleleng), Rp 4.500
(Karangasem), Rp 5.000 (Deli Serdang), Rp 5.000‐Rp 6.000 (Brebes), Rp 6.000‐Rp
7.000 (Sampang).
Menurut keterangan seorang petugas penyalur Raskin di Kelurahan Bulu Lor
Semarang, warga menjual maupun menukar Raskin tersebut kepada tengkulak atau
orang yang biasa membeli Raskin dari warga setempat. Untuk 2,5 kg Raskin dapat
terjual senilai Rp 12.000, sedangkan apabila ditukar maka Raskin sejumlah
itusetara dengan 1,5 kg beras yang biasa dijual di pasar. Ditambahkan oleh
pengurus Raskin di kelurahan lainnya, Raskin tersebut akan dijual lagi oleh
tengkulak ke pabrik pengolahan tepung beras atau digunakan untuk membuat
lontong maupun bubur. Dengan penggunaan Raskin maka akan menekan biaya
produksi pembuatan bahan makanan tersebut.
Penjualan Raskin bukan hanya dilakukan oleh warga, tetapi juga oleh
pengurus Raskin. Hal ini diakui oleh seorang pemilik warung nasi uduk di
Kecamatan Cipunagara, Kabupaten Subang, yang membeli Raskin dari pengurus RT
102 | P a g e
setempat, karena sang pengurus merasa kesulitan menjual Raskin dengan kualitas
buruk kepada warga, sementara dalam waktu dua hari mereka harus melunasi
pembayaran Raskin ke tingkat Desa. Tetapi transaksi penjualan itu tidak terjadi
ketika Raskin datang dalam kualitas yang baik karena sudah habis diserbu warga.
Sedangkan di Timor Tengah Selatan (TTS), Sumba Barat Daya (SBD), dan
Muna sejauh pemantauan hingga kini tidak ada warga yang menjual Raskin kepada
pihak lain. Sebab musim sekarang adalah musim lapar atau kekurangan bahan
pangan di TTS, sehingga Raskin dianggap dapat menyelamatkan warga dari situasi
itu. Apalagi bagi masyarakat yang hidup di wilayah dengan kondisi tanah berbatu
seperti warga desa Totok, SBD, dimana tidak ada tanaman yang dapat tumbuh subur
di sana. Masyarakat miskin setempat sangat ingin mendapatkan Raskin untuk
mengubah menu makanan harian mereka dari semula hanya berupa ubi dan talas.
Sementara di Muna masyarakat masih kuat keyakinannya kalau menjual beras akan
berdosa.
4.5.3. Pengembalian Beras
Berdasarkan keterangan yang dikumpulkan dari pihak BULOG,
sesungguhnya jika ada beras yang tidak layak konsumsi, maka beras dapat
dikembalikan dan ditukar dalam waktu 24 jam. Namun belum banyak warga atau
para pengurus Raskin di berbagai wilayah yang mengetahui mengenai adanya
mekanisme pengembalian beras tersebut. Di samping itu aparat di desa/kelurahan
juga khawatir adanya biaya tambahan saat mengembalikan ke BULOG.
Padahal BULOG akan bertanggung jawab sepenuhnya terhadap penggantian
beras yang rusak termasuk mengganti biaya pengangkutan atau dengan kata lain
tanpa ada penambahan beban biaya. Demikian antara lain yang disampaikan oleh
Kansilog Nias Selatan dan BULOG Kabupaten Muna.
Walau demikian pengembalian Raskin ini agak sulit dilakukan dalam tempo
24 jam. Karena jarak dan geografis desa yang sangat menyebar, biasanya beras
dengan kualitas buruk baru diketahui setelah karung dibuka di titik bagi yang
kebanyakan terletak di dusun dan telah lebih dari 24 jam. Apalagi jumlah karung
beras yang tiba di titik distribusi (kantor desa) biasanya dalam jumlah yang banyak
103 | P a g e
sehingga pengelola raskin di tingkat desa tidak dapat memeriksa satu demi satu
karung Raskin untuk melihat kualitasnya. Selain itu peralatan untuk memeriksa
Raskin juga tidak dimiliki oleh petugas raskin di tingkat desa.
Oleh karena itu waktu 1 x 24 jam yang diberikan oleh BULOG untuk
melakukan penukaran tidak akan mungkin bisa dipenuhi oleh aparat ditingkat desa.
Proses distribusi dari kantor desa ke dusun/banjar memerlukan waktu 1‐2 hari, dan
kualitas beras baru dapat diketahui pada hari kedua sehingga sudah tidak bisa
melakukan klaim. Di samping itu petugas yang mengantarkan beras hanyalah supir
truk dan kuli angkut bukan karyawan BULOG, sehingga urusan keluhan tidak bisa
ditangani langsung di lapangan.
Sementara kendala teknis yang dihadapi di Bogor adalah penyaluran oleh
BULOG dilakukan pada malam hari/tengah malam sehingga pihak kelurahan atau
warga tidak sempat memeriksa kualitas beras pada setiap karung yang diantar.
Kesempatan untuk memeriksa itu baru dapat dilakukan setelah beras sampai di
rumah Ketua RT/RW saat beras dibongkar dan ditimbang di sana. Tetapi ketika
warga menjumpai beras berkualitas kurang baik, ada semacam keengganan warga
untuk mengembalikan beras ke RT/RW/Kelurahan karena beranggapan akan
menyita waktu padahal kebutuhan beras sudah tidak bisa ditunda lagi.
Meskipun demikian di beberapa wilayah ada sejumlah aparat yang sudah
pernah melakukan pengembalian Raskin kepada BULOG, antara lain Semarang,
Gowa, Bangka, Makasar. Di Semarang pengelola Raskin pernah mengembalikan
Raskin karena ditemukan banyak kutunya dan selanjutnya BULOG mengganti
dengan beras yang lebih baik. Pengalaman yang sama pernah dialami oleh aparat
kelurahan di Makasar, namun pihak kelurahan harus mengantar dan mengambil
penggantinya sendiri serta dengan menggunakan biaya sendiri.
Demikian pula yang terjadi di salah satu kelurahan di Bangka pada bulan
September. Saat itu ditemukan sekarung beras ukuran 50 kg yang tidak layak
konsumsi karena isinya menggumpal seperti sudah pernah terkena air dan
kadaluarsa. Barangkali karena penyaluran dari BULOG itu sudah berlangsung lama
sehingga tidak mengidentifikasi karung tersebut secara seksama termasuk beras
104 | P a g e
buruk tadi. Lalu pihak kepala lingkungan setempat melaporkan temuan itu kepada
pihak BULOG, dan menukarkan dengan beras yang layak dikonsumsi.
Penukaran beras dari desa kepada BULOG tersebut, menurut Ketua Tim
Raskin BULOG di Bali, rata‐rata per bulan terjadi sebanyak 11%. Diakui oleh
pihaknya bahwa cara penyimpanan beras di BULOG masih konvensional dan sangat
manual. Hal ini sangat berbeda dengan negara tetangga seperti Malaysia, Vietnam,
dimana beras yang disimpan tersebut semakin lama kualitasnya justru semakin
baik.
Namun ternyata penukaran beras tidak selalu menghasilkan kualitas yang
lebih baik. Antara lain hal ini dialami oleh warga di Kecamatan Ciasem, Kabupaten
Subang. Ada satu desa yang mengembalikan beras dengan kualitas jelek ke BULOG.
Pada hari berikutnya beras pengganti datang tetapi dengan kualitas yang tidak lebih
baik.
Hal ini tentu saja membuat para pengelola Raskin untuk berpikir ulang bila
ingin mengganti beras. Apalagi ternyata biaya transportasi tetap ditanggung sendiri
oleh pengurus desa. Kini aparat di Brebes agak enggan menukarkan beras lagi
kepada BULOG. Bila hampir setiap penyaluran, selalu ada beras dalam kualitas
yangburuk, maka akan menyita waktu dan merepotkan atau menambah pekerjaan
mereka.
Alasan biaya dan waktu juga mengemuka dari wilayah lain, seperti Sampang,
Pamekasan, Halmahera Utara, dan Muna. Sempat terpikir akan mengembalikan
beras ke BULOG, tetapi selain masyarakat tidak paham caranya, para pengurus
Raskin juga mempertanyakan biaya transportasi dan biaya buruh menjadi
tanggungan masyarakat atau BULOG. Selain itu kalau dikembalikan ke BULOG
prosesnya akan memakan waktu yang lama. Oleh karena itu biasanya masyarakat
menerima saja apa adanya beras yang sudah ditebus.
Pasrah. Barangkali itulah kata yang paling tepat untuk menggambarkan sikap
masyarakat miskin pada umumnya terhadap kualitas Raskin. Mereka menerima
begitu saja beras pemberian pemerintah dengan harga murah ini. Karena Raskin
merupakan bantuan pemerintah, baik buruknya tidak diperhitungkan atau lebih
105 | P a g e
tepatnya sudah dimaklumi. Mereka tetap bersyukur telah mendapatkan bantuan.
Tanpa protes. Karena menurut warga di Brebes, “Rasanya tidak etis sudah dikasih
beras murah tetapi masih protes.“
Sesungguhnya banyak keluhan masyarakat terhadap kualitas Raskin. Namun
biasanya hanya sampai pada obrolan dengan tetangga saja. Sangat jarang keluhan
tersebut disampaikan secara langsung kepada perangkat desa. Hal ini terutama
karena warga khawatir keluhan atau protes yang disampaikan akan membuat nama
mereka dicoret atau dikeluarkan dari Daftar Penerima Raskin.
Permasalahan kualitas beras dapat dikatakan sebagai persoalan yang
menuntut perhatian serius dari pemerintah. Memperbaiki atau meningkatkan
kualitas beras harus menjadi prioritas pemerintah dalam penyaluran Raskin
mendatang. Sebagaimana pesan yang disampaikan oleh aparat di Kabupaten Subang
berikut ini, “Sebaiknya pemerintah lebih memperhatikan kualitas beras terlebih
dahulu dibandingkan mengubah sistim atau menerapkan metode baru.” Bahkan bila
BULOG tidak sanggup menyediakan beras dengan kualitas layak konsumsi, salah
seorang camat setempat, yang daerahnya merupakan salah satu wilayah lumbung
padi, mengusulkan untuk menggunakan beras lokal produksi wilayahnya yang
kualitasnya lebih baik daripada mutu beras BULOG.
4.6 Harga Raskin
Tepat Harga merupakan indikator lainnya dalam mengukur keberhasilan
pencapaian penyaluran Raskin. Dimana ketetapannya adalah Raskin ditebus dengan harga
Rp 1.600 per kg netto di Titik Distribusi atau lokasi penyerahan Raskin di tingkat
Desa/Kelurahan atau lokasi lain sesuai kesepakatan antara Pemerintah Kabupaten/Kota
dengan Tim BULOG setempat (Pedum Raskin 2012).
Pada umumnya masyarakat penerima Raskin tidak mengetahui berapa harga Raskin
per kg/liter yang ditetapkan Pemerintah. Setidaknya demikianlah yang tergambar dari
hasil pengolahan data kualitatif. Hanya sebagian kecil saja yang telah mendapatkan
informasi mengenai ketentuan harga Raskin. Sedangkan sebagian besar lainnya hanya
mengetahui total biaya yang akan dibayarkan untuk menebus sejumlah Raskin yang
106 | P a g e
menjadi jatahnya, dan sedikit yang menyadari atau memahami bahwa mereka sudah
mengeluarkan uang melebihi dari yang seharusnya.
Terkait dengan persoalan harga ini, terungkap pula dari beberapa pihak tentang
besarnya biaya tambahan yang dikutip serta kegunaannya. Selain itu diperoleh informasi
mengenai kemampuan masyarakat miskin untuk menebus beras baik bagi warga yang
menerimanya setiap bulan maupun beberapa bulan sekaligus. Selanjutnya dalam bab ini
akan dibahas mengenai 1) Kemampuan Menebus Beras dan 2) Biaya Tambahan dan
Peruntukannya.
4.6.1. Kemampuan Menebus Beras
Mayoritas warga selalu mengambil jatahnya saat beras datang.Termasuk
warga penerima Raskin diSampang yang penyalurannya dilakukan dengan model
diputar atau bergilir per dusun dimana setiap 1 dusun penyalurannya 2 bulan sekali
atau 3 bulan sekali. Demikian pula bagi sebagian warga Semarang Utara yang tidak
merasa kesulitan dalam menebus Raskin sejumlah 1‐3 kg saja dengan harga kurang
dari Rp 10.000. Hal ini masih dianggap ringan oleh sebagian warga. Apalagi di
Kabupaten Bangka dan Kabupaten Belitung dimana Raskin diberikan secara gratis.
Meski demikian bukan berarti kelompok warga yang tidak pernah
melewatkan setiap jadwal distribusi Raskin itu selalu mempunyai dana untuk
menebusnya. Warga Karangasem, salah satu contohnya, selalu dapat menebus beras
dalam setiap penyaluran, karena dibantu secara tidak langsung oleh Kepala
Lingkungan yang sudah membayar dimuka seluruh jatah beras warga di
lingkungannya. Sehingga warga masih mempunyai waktu sekitar 3 hari untuk
melunasi penebusannya.
Namun pada setiap penyaluran ada beberapa warga yang tidak menebus
Raskin, karena beberapa alasan berikut ini:
Tidak mempunyai uang.
Seperti yang dinyatakan oleh seorang warga Ciasem, Kabupaten Subang, berikut
ini: “Saya tidak pernah merasakan program raskin karena tidak sanggup menebus
walaupun hanya lima liter beras seharga Rp 10.000. Apalagi Ketua RT tidak
memberi kelonggaran atau keringanan apapun.”
107 | P a g e
Kualitas beras yang jelek
Musim panen
Khusus di wilayah pertanian ketika tiba musim panen kebanyakan warga yang
mempunyai lahan maupun para pekerjanya biasanya enggan membeli
Raskinkarena masih memiliki persediaan beras dan beranggapan kualitas beras
hasil panen lebih bagus dari Raskin.
Dari pemaparan tersebut diperoleh gambaran bahwa kemampuan warga
kurang mampu ini tetap saja dalam keterbatasan terutama dalam persoalan
ketersediaan dana. Pekerjaan mereka yang kebanyakan pada bidang usaha yang
tidak memberikan penghasilan yang tetap membuat mereka seringkali kesulitan
membayar Raskin. Di bawah ini adalah beberapa faktor yang menyebabkan warga
penerima Raskin bertambah sulit untuk menebus beras yang menjadi jatahnya.
1. Jadwal datang beras setiap bulan tidak tetap waktunya.
Misalkan distribusi pernah dilakukan pada tengah bulan atau kadang pada
awal bulan. Tetapi tidak selalu pada waktu tersebut. Waktu yang tidak tentu itu
menyulitkan mereka yang berpenghasilan rendah dan tidak tetap untuk
menyiapkan dananya. Tidak bisa dipastikan apakah mereka mempunyai uang atau
tidak ketika beras datang dalam jadwal yang tidak menentu ini. Apalagi jika Raskin
disalurkan saat masyarakat belum menerima gaji atau bahkan ketika uang
penghasilan warga sudah habis atau tanggal tua. Akibatnya pada situasi seperti itu
dimana ada warga yang tidak menebus Raskin maka jatahnya akan dialihkan
kepada warga penerima lainnya. Dan bilakeluarga lain yang tercantum dalam DPM
itu tidak mampu atau tidak sanggup menebusnya maka biasanya akan ditawarkan
kepadamasyarakat lainnyaselain yang terdaftardi DPM.
Di Buleleng ada beberapa dusun yang mempertanyakan masalah jadwal
penebusan beras ini. Karena ketua lingkungan/RT di wilayah mereka tidak
mengumumkan kapan tepatnya beras dapat ditebus. Mereka hanya diberi tahu
bahwa waktu penebusan beras hanya 1 hari, dan bila melampaui dari jadwal
tersebut aparat tidak akan melayani lagi dengan alasan beras sudah ditebus oleh
warga lainnya. Padahal warga masih mengumpulkan dana untuk menebusnya
108 | P a g e
dengan menempuh berbagai cara seperti mengumpulkan barang‐barang bekas
terlebih dahulu untuk dijual atau bekerja serabutan lainnya. Ternyata ada
permainan di sana. Hasil observasi di lapangan menemukan bahwa pada setiap
penyaluran di wilayah itu selalu ada tukang tadah yang sudah siap menampung
beras dari Kepala RT dengan harga pasaran berkisar Rp. 4.000 ‐ Rp. 5.000.
2. Penyaluran beras dalam waktu beberapa bulan sekaligus
Di beberapa wilayah, dengan pertimbangan utama menghemat biaya
transportasi, distribusi beras kepada keluarga miskin yang tercantum dalam DPM
seringkali dilakukan tidak setiap bulan (antara lain di Nias Selatan, Karangasem,
Timor Tengah Selatan, Buton, Muna, Halmahera Utara, Tidore), misalnya dalam
kurun waktu 3 bulan sekali atau 4 bulan sekali. Penyaluran beberapa bulan
sekaligus seperti itu dirasa sangat memberatkan bagi masyarakat. Terlebih bila
datangnya beras bertepatan dengan adanya upacara di dusun/desa (Karangasem)
atau pada waktu hasil bumi berkurang (Nias Selatan).
Padahal terkadang beras yang diterima tidak sesuai dengan jatah sejumlah
bulan penyaluran yang sudah dibayar oleh warga. Artinya ketika warga telah
membayar beras untuk jatah 3 bulan, misalnya, maka selayaknya mereka akan
menerima beras sebanyak jatah 3 bulan tersebut. Tetapi kadang tidak demikian
praktik yang terjadi di lapangan. Hal itu terjadi belum lama ini di Lahusa, Nias
Selatan. Warga diminta membayar jatah beras untuk 3 bulan berikutnya, sementara
jatah 3 bulan sebelumnya yang telah mereka setor sekaligus masih belum genap
diterima semuanya atau tersisa jatah 1 bulan lagi.
Di sisi lain dengan pola penyaluran seperti ini ada sebagian masyarakat yang
tidak sanggup bila harus menebus jatahnya sebanyak jumlah bulan distribusinya.
Misalnya seharusnya warga berhak menebus Raskin sejumlah 45 kg untuk jatah
distribusi selama 3 bulan, tetapi karena tidak memiliki cukup dana maka mereka
hanya mampu menebus 20 – 30 kg.
3. Pembayaran Raskin harus dilakukan sebelum penebusan.
Bagi para pengelola hal ini meringankan karena hasil pembayaran dari
warga dapat disetor guna pengambilan beras jatah desanya. Namun jika penagihan
109 | P a g e
dilakukan sebelumnya selain warga belum mempunyai dana tebusan juga khawatir
tidak akan menerima beras sesuai harga yang sudah dibayar. Masyarakat lebih
semangat membayar jika beras sudah datang dan terlihat berada di kantor
desa/kelurahan.
Terkait dengan hal tersebut, di Desa Sidamangura dan Konawe, Kabupaten
Muna, sering terjadi keributan pada setiap pembagian Raskin. Karena masyarakat
yang sudah membayar sebelumnya justru tidak dapat menerima jatahnya. Aparat
desa justru mendahulukan pelayanan terhadap warga yang menebus setelah beras
datang dibandingkan mereka yang telah membayar jauh sebelum hari penebusan
tiba. Ketika warga mengajukan keberatan dan protes mengenai persoalan itu, pihak
aparat desa justru menawarkan pengembalian uang mereka sebagai solusinya.
4. Adanya biaya tambahan
Biaya tambahan di luar harga semestinya Raskin turut menambah kesulitan
warga meski bagi sebagian orang barangkali tidak besar nilainya. Khusus tentang
hal ini selengkapnya akan dibahas dalam bagian tersendiri di bab ini (Biaya
Tambahan dan Peruntukannya). Warga yang sering mengalami kesulitan dalam
menebus Raskin mungkin tidak banyak jumlahnya. Terutama para lansia, janda,
keluarga miskin sekali dan keluarga miskin dengan banyak anak. Akan tetapi
jumlahnya akan semakin bertambah pada saat musim paceklik dan tidak banyak
pekerjaan di lingkungan tempat tinggalnya. Karena rata‐rata pekerjaan warga
adalah petani, nelayan, pekerja lepas, dan buruh.Sehingga pada saat musim paceklik
atau sedang mengganggur, mereka tidak punya pendapatan sama sekali.
Seperti di Batumarmar, Pamekasan, misalnya. Meski terlihat banyak rumah
besar dan mewah di sana namun itu merupakan hasil dari masa lalu saat mereka
bekerja sebagai TKI bukan cermin keadaan sekarang. Karena setelah kembali ke
kampungnya mereka tidak bekerja lagi atau hanya bekerja sebagai petani yang tidak
menentu penghasilannya. Keadaan tak pasti ini dialami juga oleh buruh tani bawang
di Brebes. Ketika musim paceklik mereka kehilangan pendapatan yang biasanya
diterima sebesar Rp 12.000 untuk setengah hari kerja. Sedangkan di Kodi Bangedo,
Sumba Barat Daya, masa‐masa sulit penduduk di sana justru terjadi pada saat panen
110 | P a g e
padi. Pundi keuangan mereka terisi kala tiba musim jambu sekitar bulan
September‐Desember. Jadi kemampuan keuangan mereka tergantung musim.
Begitu pula para nelayan di Semarang Utara. Mereka pergi melaut tidak setiap hari
dan ketika melaut pun belum tentu memperoleh hasil.
Oleh karena itu banyak pula di antara mereka yang bersedia melakukan
usaha apa saja atau bekerja serabutan sepanjang mendatangkan uang. Seperti yang
diungkapkan oleh seorang warga di Semarang, yang tinggal bersama anak‐anaknya
yang sudah berkeluarga beserta cucu‐cucunya dengan total anggota rumah tangga
sejumlah 8 orang dalam rumah berukuran 4x5 m2 dan berdinding papan.
Penghasilan keluarga ini tidak menentu karena hanya menantu dan cucunya saja
yang bekerja secara serabutan. Sehingga mereka seringkali merasa kesulitan untuk
menebus raskin.
Untuk mensiasati hal ini cara yang umum ditempuh oleh kebanyakan warga
adalah meminjam uang atau berhutang. Baik pada tetangga, saudara, kepala desa
maupun pihak lainnya.Pinjaman akan dikembalikankelak setelahmereka
mempunyai uang atau mendapatkan kiriman dari keluarga yang merantau.
Sedangkan para jompo dan janda mengandalkan pemberian uang dari sanak
saudara dan anak‐anaknya.
Cara lainnya adalah menjual harta yang masih dimiliki atau menjual hasil
kebun berupa sayur mayur, singkong, ubi, buah‐buahan (antara lain di Timor
Tengah Selatan, Buton, Muna) dan hasil ternak seperti ayam, babi, dan kambing
(antara lain di Timor Tengah Selatan). Ada pula yang sengaja menyisihkan uang
atau menyimpan sisa uang belanja harian demi dapat menebus Raskin.
Meski kebanyakan titik bagi menerapkan sistim beras boleh dibawa pulang
oleh warga setelah dibayar atau ‘ada uang ada barang’, tetapi di beberapa wilayah
lainnya terdapat pengecualian. Di Semarang Utara masyarakat diperbolehkan
mengambil Raskin terlebih dulu dan membayarnya setelah mempunyai uang.
Bahkan bagi warga yang sangat tidak mampu biasanya ditalangi terlebih dahulu
oleh tetangga yang lebih mampu atau oleh aparat desa seperti kepala dusun/ketua
RT/ketua RW/kepala desa/korlap Raskin. Dana talangan itu, menurut pengakuan
111 | P a g e
pengelola Raskin di Sampang, dapat mencapai 30 % dari jumlah keseluruhan hasil
pembayaran Raskin desa.
Di Brebes ada ketua RT yang terpaksa menggunakan uang pribadi atau
nombok hingga Rp 400.000 setiap bulan karena beras tidak ditebus warga yang
tidak mampu. Jika demikian kondisinya aparat terpaksa harus menutupi jumlah
keseluruhan tebusan beras termasuk menanggung pembayaran dari warga yang
belum melunasi pembayaran atau menunggak (di Nias Selatan, ada yang menunggak
sampai 3‐6 bulan). Selain dengan cara merogoh kantong pribadi, ada pula pengelola
Raskin yang mengambil jalan dengan menjual beras yang tersisa kepada pihak lain.
Dengan harga yang lebih tinggi atau yang berlaku di pasaran. Tentu saja ada laba di
sana. Namun mereka berdalih hal ini dilakukan supaya dapat mengembalikan uang
tebusan saat mengambil beras di BULOG.
Di sisi lain bila ingin dibandingkan antara harga Raskin yang ditetapkan
dengan nilai kualitasnya, kebanyakan warga menganggap kedua hal itu sudah setara
atau sesuai. Dengan nada yang pasrah bahkan tak jarang yang sinis. “Yaa…, harga Rp
2.000 wajarlah kalau kualitasnya juga seperti ini,” demikian pernyataan salah
seorang warga di Bogor. Atau seperti yang diungkapkan oleh masyarakat di
Semarang dan Gowa, “Harga tersebut memang sesuai karena kualitasnya juga jelek.”
Jauh lebih jelek dari beras di pasar, tambah warga Muna.
Jadi semuanya tergantung pada sudut pandangnya. Beras akan dinilai
kualitasnya berdasarkan harga yang mana. Bila hanya berdasarkan angka Rp 1.600
atau Rp 2.000 atau variasinya, maka harga yang ditebus warga sudah sesuai dengan
kualitasnya. Namun jika ditinjau dari harga beli Pemerintah ke BULOG sebesar Rp
6.000 (antara lain di Deli Serdang, Bogor) atau Rp 7.000 (antara lain di Gowa), maka
beras yang selama ini diterima warga dinilai masih jauh dari kualitas seharusnya
pada harga tersebut.
4.6.2. Biaya Tambahan dan Peruntukannya
Harga yang dibebankan kepada sebagian warga untuk membeli Raskin lebih
dari yang ditetapkan Rp 1.600 per kg. Besarnya beragam di berbagai wilayah.
Sebagian warga di Deli Serdang, Nias Selatan, Semarang, Sampang, Buleleng,
112 | P a g e
Karangasem, Buton, Halmahera Utara, dan Tidore menebus beras dengan harga
antara Rp 1.700‐Rp 3.000 per kg. Sementara masyarakat di Subang, Brebes, dan
Gowa dibebani harga Rp 1.800‐Rp 2.500 per liter. Dan sebesar Rp 2.000‐Rp 2.500
per liter bagi warga di Bogor, Banjar, Barito Kuala.
Menurut warga desa Madongka, Buton, “Jika kami bandingkan dengan harga
pasar, harga Rp 2.000 sangat murah. Kami bayar 1 karung (15 kg‐red) seharga
Rp.35.000. Ada biaya Rp. 5.000 katanya untuk sumbangan desa jika ada urusan atau
kegiatan sosial di desa kami tidak ditagih lagi.”
Oleh karena itu pada akhirnya besarnya biaya tambahan disesuaikan dengan
kebutuhan atau peruntukan setiap desa/kelurahan. Langkah penambahan harga
tersebut, menurut para pengelola Raskin, terpaksa ditempuh terutama digunakan
untuk menutupi biaya transportasi dan pembelian
kemasan (berupa kantong plastic, karung, dll).
Sebagaimana yang diungkapkan oleh seorang petugas
Raskin di Tidore :
Bila ditelusuri berdasarkan hasil wawancara
mendalam dan diskusi terarah, ditemukan beragam
peruntukan dari kelebihan harga resmi Pemerintah.
Catatan selengkapnya dapat dilihat dalam tabel di
bawah ini.
“Sebenarnya harus
dijual Rp. 1.600/Kg, namun karena biaya penebusan ini kami pinjam maka ada bunga 10% yang harus dibayar, selain itu pembelian kantong plastik untuk mengisi beras (5 pak), dan sisa lainnya diberikan untuk honorarium petugas”. (Petugas Raskin, Tidore)
113 | P a g e
Tabel 4.9 Peruntukan Biaya Tambahan di 22 Kabupaten/Kota Lokasi Monev
No Kabupaten/Kotamadya Peruntukan
1 Deli Serdang Operasional petugas, kantong plastik/karung
2 Nias Selatan Angkut, gudang, administrasi termasuk Satgas Raskin
3 Bangka ‐
4 Belitung Sumbangan sukarela, uang konsumsi, upah para
penimbang
5 Bogor Transportasi, kemasan/plastic
6 Subang Kas RT (upah RT, kursi)
7 Brebes Iuran RT, transportasi
8 Semarang Transportasi, kemasan/plastic, kas RT
9 Sampang Transportasi
10 Pamekasan Transportasi
11 Karangasem Transportasi, kantong plastic
12 Buleleng Transportasi, kantong plastik, upah petugas, Kas Desa
13 Sumba Barat Daya ‐
14 Timor Tengah Selatan Transportasi
15 Barito Kuala Transportasi, upah angkut, plastik, susut beras
16 Banjar Transportasi, bongkar muat, upah kemasan dan
timbang
17 Gowa Honor petugas
18 Makasar Administrasi,angkut, karung
19 Buton Transportasi, masjid, keperluan desa
20 Muna Sumbangan desa
21 Halmahera Utara Transportasi, upah petugas
22 Tidore Kepulauan Transportasi, kantong plastic, honor petugas, bunga
pinjaman
114 | P a g e
Biasanya biaya tambahan merupakan hasil musyawarah desa dengan
peruntukan yang sudah disepakati pula. Seperti yang terjadi di Kelurahan Kombeli,
KabupatenButon, dimana hasil musyawarah memutuskan pada setiap
penebusanwarga dikenakan biaya tambahan sebesar Rp1.000. Dengan
pembagiansebagai berikut: 40% untuk kelurahan,40% untuk kegiatan mesjid,10%
untuk kegiatan generasi muda, dan 10% untuk kegiatan adat.
Demikian pula di Halmahera Utara. Untuk harga Raskin sebesar Rp 2.000 per
kg, maka alokasinya adalah Rp 1.700 akan disetor ke kecamatan, Rp 100 untuk
biaya transportasi petugas kecamatan, dan Rp 200 untuk petugas Raskin desa.
Biaya transportasi, sebagaimana telah disinggung sebelumnya, merupakan
alasan utama kebanyakan desa mengutip tambahan dari harga resmi. Karena harus
menanggung biaya pengambilan beras ke BULOG yang berjarak 60 km dari lokasi
desa, maka aparat salah satu desa di Buton mengenakan tambahan biaya sebesar Rp
2.000 untuk satu kali penebusan pada warganya. Padahal berdasarkan hasil
wawancara dengan BULOG Divre Bau‐Bau, biaya penyaluran (berupa biaya buruh
dan transportasi) sampai ke titik distribusi (kantor desa/kelurahan) dan biaya
penyimpanan (berupa biaya perawatan beras) menjadi tanggungan BULOG yang
bersumber dari Anggaran Pusat.
Alasan serupa muncul pula dari Kecamatan Kota Soe dan Mollo Utara,
Kabupaten Timor Tengah Selatan dengan alokasi dana transportasi sebesar Rp 100
– Rp 150 per kg. Khusus Kecamatan Kota Soe menjadi menarik karena sebenarnya
letak kecamatan ini sangat dekat dengan gudang beras, sementara kecamatan lain
yang lokasinya jauh dari gudang beras justru tidak mengutip biaya transportasi dari
warganya.
Sementara di Sampang, dari hasil FGD, terungkap bahwa di beberapa desa
berlaku pungutan uang transpor lokal dalam desa guna mengangkut beras dari
rumah kepala desa ke rumah kepala dusun. Hal yang sama berlaku pula di Makasar,
Buleleng, dan Karangasem. Besarnya Rp 200 – Rp 400 per kg beras yang ditebus
atau Rp 1.000 per RTS.
115 | P a g e
Sedangkan di Banjar tambahan biaya digunakan untuk biaya bongkar muat
beras dari titik distribusi di kecamatan sampai ke titik distribusi dan transportasi.
Seperti di Kecamatan Sei Tabuk, desa Lok Buntar, untuk kuota 2.850 kg biaya
transport yang dikenakan pada warga adalah Rp 400/kg, sehingga total ongkos
transportasi yang dikeluarkan sebesar Rp1.140.000 dengan dua moda transportasi
yakni mobil dan perahu.
Selain untuk transportasi, kelebihan harga juga dialokasikan untuk pengelola
Raskin itu sendiri. Dengan nama atau istilah yang berbeda. Ada yang
mengatasnamakan biaya operasional petugas raskin. Ada pula yang menyebut jasa
pendistribusian, hanya karena tim Raskin desa tidak menerima beras jatah. Padahal
di beberapa wilayah ditemukan para pengelola Raskin turut menikmati berkah
beras murah ini. Seorang kader Posyandu di Kecamatan Subang yang merangkap
sebagai pengelola Raskin tingkat RW mengaku bahwa setiap kader dan RT
mendapat jatah beras masing‐masing 1 karung ukuran 15 kg, sementara RW setiap
bulan mendapat jatah Rp 100.000. Ditambahkan oleh seorang ketua RT di
Kecamatan Cipunagara, Subang, dari penyelenggaraan program Raskin ini RT
mendapat upah Rp 100.000 per bulan. Dan ternyata berkah Raskin begitu luas
hingga berwujud kursi. Kini setiap RT di salah satu desa di Subang sudah
mempunyai kursi yang lazim dimanfaatkan untuk pertemuan tingkat RT atau
disewakan untuk hajatan sebagai pemasukan kas RT.
Selama ini warga tidak pernah mengajukan keberatan atau protes kepada
pihak pengelola Raskin karena ada kekhawatiran bila melakukan protes maka tidak
akan diperbolehkan menebus Raskin lagi. Untuk meminta keringanan kepada aparat
desa pun merekatidak berani dan takut diprotes oleh warga lainnya. Sehingga
keluhan mereka hanya disampaikan pada tetangga saja.
Sedangkan warga yang tidak merasa keberatan dengan biaya tambahan
tersebut beranggapan bahwa itu hal yang wajar dan manusiawi mengingat tim
Raskin desa telah bekerja keras. Mulai dari pengutipan yang terkadang sampai
berkali‐kali menjemput ke rumah warga karena tidak ada uang atau sedang pergi
hingga tiba saat pendistribusian.
116 | P a g e
Namun ada beberapa wilayah yang tetap memberlakukan harga Raskin
sesuai ketetapan Pemerintah. Dan keputusan itu tidak berlaku di semua wilayah
administrative dari tingkat paling atas sampai paling rendah di tingkat desa. Hanya
1 desa atau kelurahan dalam suatu kecamatan atau 1 kecamatan dalam suatu
kabupaten saja. Contohnya antara lain adalah desa Mayong di Kecamatan Seririt,
Buleleng; desa Seraya Timur, Karangasem; begitu pula Kecamatan Kedundung,
Sampang dan Kecamatan Lubuk Pakam, Deli Serdang.
Di wilayah Kecamatan Lubuk Pakam, tidak ada tambahan biaya untuk
penebusan raskin. Warga menebus beras dengan harga Rp. 1.600/kg atau Rp.
24.000 per 15 kg. Sedangkan biaya lain seperti biaya transportasi menjadi
tanggungan pihak desa yaitu dari dana Alokasi Dana Desa (ADD). Begitu pula yang
terjadi di Kecamatan Kedundung. Namun pihak penanggung biaya lainnya (berupa
bongkar muat dan transportasi dari desa ke dusun) berbeda pada setiap desa
sampel. Di desa Batoporo Timur dan Banjar, biaya lain diambil dari kas desa,
sementara di desa Palenggiyan dan Jerruan berasal dari dana pribadi.
Demikian pula di Sumba Barat Daya. Harga tebus beras dari masyarakat
sesuai dengan pedoman umum Raskin. Tanpa ada biaya tambahan lainnya,
sekalipun bagi masyarakat yang tinggal di desa yang berjarak sekitar 59 km menuju
BULOG atau harus ditempuh selama 5.5 jam. Biaya angkut dari BULOG ke titik
distribusi (desa) menjadi tanggungan BULOG melalui pos biaya operasional Raskin
yang telah ditetapkan dari Pusat. Selain itu BULOG juga menanggung biaya
koordinasi dengan pemerintah kabupaten sejumlah Rp 1.500.000/bulan, dengan
kecamatan Rp 100.000/bulan, dan dengan pemerintah desa Rp 30.000/bulan.
Sedangkan APBD Kabupaten hanya menanggung biaya sosialisasi. Jadi tidak ada
biaya lain lagi yang dikenakan bagi penerima Raskin, selain biaya tebus raskin,
yakni Rp. 1.600/Kg.
Lain halnya yang terjadi di Kecamatan Kao Utara, Kabupaten Halmahera
Utara. Di wilayah ini masyarakat menebus Raskin tanpa membayar. Karena seluruh
biaya tebus ditanggung oleh PT. NHM sebagai wujud tanggungjawab social
perusahaan terhadap masyarakat lingkar tambang.
117 | P a g e
Agak berbeda dengan wilayah lainnya, masyarakat di Kabupaten Bangka dan
Kabupaten Belitung tidak perlu mengeluarkan biaya apapun untuk menebus Raskin
atau gratis.Hal ini sudah berlaku di Propinsi Bangka Belitung sejak tahun 2009
dimana biaya beras Rp 1.600/kg disubsidi dari APBD Propinsi melalui Badan
Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa (total Rp 8,9 miliar). Sedangkan
biaya angkut/distribusi ditanggung oleh APBD Kabupaten masing‐masing.
Untuk biaya operasional Raskin pemerintah Kabupaten Bangka telah
mengalokasikan anggaran khusus senilai Rp 300/Kg. Biaya tersebut digunakan
untuk kepentingan para perangkat kelurahan/desa ketika mendistribusikan raskin.
Sementara pemerintah Kabupaten Belitung menanggung biaya yang disebut
sebagai upah timbang sebesar Rp 4.000 per RTS untuk setiap kali penyaluran. Meski
demikian tetap saja ada istilah ‘sumbangan sukarela’, ‘uang konsumsi’, dan lain
sebagainya dengan nilai yang bervariasi. Ada yang sebesar Rp 3.000, Rp 5.000, atau
Rp 6.000 yang diserahkan pada saat pengambilan untuk satu paket Raskin.
Sumbangan itu diberikan secara langsung pada aparat, tetapi ada pula yang
dimasukkan ke kotak sumbangan yang sudah disiapkan oleh pihak desa.
Tambahan biaya yang dikutip di Belitung ini terkesan janggal. Apalagi jika
dana tambahan itu digunakan untuk membayar biaya timbang yang sesungguhnya
sudah ditanggung oleh APBD Kabupaten.Namun setelah bulan September atau sejak
dibagikan beras dengan ukuran karung kecil 15kg, pengelola desa Air Seru tidak lagi
memungut biaya timbang karena tidak perlu membayar tenaga penimbang lagi.
118 | P a g e
BAB V
P E N U T U P
5.1. Kesimpulan
Dari kegiatan monitoring atas pelaksanaan program raskin, maka beberapa masalah
yang ditemui secara umum meliputi :
1) Di sejumlah lokasi, kegiatan sosialisasi tentang program raskin terutama kepada
masyarakat kurang dilaksanakan sehingga warga kurang mnegetahui secara benar
bagaimana mekanisme dan ketentuan dari program raskin.
2) Poster DPM di sebagian besar desa/kelurahan tidak atau belum dipasang sehingga
warga tidak mengetahui apakah sebagai rumah tangga sasaran penerima manfaat
atau tidak
3) Pembagian raskin umumnya diberikan secara merata sehingga jumlah beras yang
diterima oleh setiap warga tidak seluruhnya sesuai dengan alokasi yang ditentukan
yaitu sebanyak 15 kg
4) Titik pendistribusian di beberapa lokasi dianggap oleh warga jauh dari tempat
tinggal warga penerima, sehingga membutuhkan tambahan biaya untuk
transportasi
5) Di berbagai daerah, kualitas beras yang dibagikan masih jauh dari layak atau sesuai
dengan kualitas beras di pasar. Meskipun dalam penyaluran dalam 2 bulan terakhir
sudah lebih baik.
6) Di sebagian lokasi, beras yang disalurkan ke warga dijual kembali ke pasar dan
pedagang dan hasil penjualannya digunakan untuk membeli beras dan keperluan
lainnya.
Kegiatan monitoring atas program raskin di 11 Propinsi, pada dasarnya telah
berjalan lancar sesuai dengan yang direncanakan. Sampai laporan dibuat sudah 92,3 %
dari 220 desa yang telah dikumpulkan informasinya dengan mewawancarai sekitar 2000
rumah tangga miskin yang menjadi penerima manfaat. Termasuk telah mewawancarai 1
komunitas di 220 desa. Untuk melengkapi informasi, Kegiatan diskusi kelompok juga telah
119 | P a g e
dimulai meskin baru di 5 Kecamatan. Hal ini dikarenakan tidak ada hambatan yang berarti
yang berpengaruh terhadap proses monitoring. Masalah birokrasi perizinan relative dapat
diselesaikan oleh coordinator kabupaten sehingga tidak berpengaruh terhadap penundaan
wawancara. Satu‐satunya hambatan yang berpengaruh adalah lokasi desa monitoring yang
sangat jauh, kondisi geografis yang berat dan tingkat keamanan yang rendah seperti di Nias
Selatan
5.2. Tindak Lanjut
Belajar dari pelaksanaan monitoring dan evaluasi pada putaran I dan II, maka dalam
rangka meningkatkan kualitas data pada putaran III yang direncanakan berlangsung dalam
bulan Januari 2013, beberapa kegiatan pengumpulan data yang akan dilakuan adalah :
1) Survei Kuantitatif, dengan melakukan wawancara kepada 3.000 RTS‐PM yang
tersebar di 22 Kabupaten/Kota dengan instrument yang lebih sederhana
2) Survei Kualitatif , dengan melakukan indepth interview terhadap komunitas di
tingkat dusun, desa, kecamatan dan kabupaten terhadap beberapa nara sumber
yang kompeten dan mengerti masalah pengelolaan raskin
Dalam rangka pelaksanaan 2 bentuk kegiatan tersebut diatas, maka sub‐kegiatan
yang akan dilakukan sesuai dengan hasil diskusi dengan TNP2K untuk proses
pengumpulan data putaran I dan II yang berakhir pada bulan Desember 2012, maka tindak
lanjut kegiatan yang akan dilakukan oleh Tim Prisma – LP3ES untuk putaran III adalah
sebagai berikut :
1. Menyelesaikan penulisan laporan kegiatan wawancara dengan rumah tangga miskin
di 10 desa dan komunitas pada putaran III
2. Menyelesaikan persiapan monev, seperti ; surat izin pemerintah, penggandaan
kuesioner dan
3. Melanjutkan kegiatan indepth interview dengan wakil masyarakat di 66 kecamatan
(186 desa)
4. Melaksanakan kegiatan FGD dengan Tim Raskin dan instansi terkait di 22 Kabupaten
5. Melakukan kegiatan entry data dan pengiriman ke Prims‐LP3ES
120 | P a g e
6. Melakukan kunjungan untuk memantau pelaksanaan kegiatan wawancara
7. Menyusun laporan hasil monitoring putaran III
8. Mempresentasikan dan membahas hasil monitoring putaran III dengan TNP2K