DAFTAR ISI ABSTRAK Tindak Pidana dilakukan oleh anak di Kabupaten Buleleng meningkat. Berdasarkan...
Transcript of DAFTAR ISI ABSTRAK Tindak Pidana dilakukan oleh anak di Kabupaten Buleleng meningkat. Berdasarkan...
DAFTAR ISI
HALAMAN PRASYARAT GELAR SARJANA HUKUM ....................... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .......................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI .................................................... iii
KATA PENGANTAR ................................................................................ iv
HALAMAN SURAT PERNYATAAN KEASLIAN ................................. vi
DAFTAR ISI ............................................................................................... vii
DAFTAR TABEL ....................................................................................... x
HALAMAN ABSTRAK ............................................................................ xi
HALAMAN ABSTRACT .......................................................................... xii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................... 1
1.1 Latar Belakang Masalah..................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................. 6
1.3 Ruang Lingkup Masalah .................................................... 7
1.4 Orisinalitas Penelitian ....................................................... 7
1.5 Tujuan Penelitian .............................................................. 9
1.6 Manfaat Penelitian ............................................................ 9
1.7 Landasan Teoritis ............................................................... 10
1.8 Metode Penelitian ............................................................. 18
a. Jenis Penelitian ............................................................. 18
b. Jenis Pendekatan ........................................................... 18
c. Sumber Data .................................................................. 19
d. Teknik Pengumpulan Data ............................................ 20
vii
1
e. Teknik Analisis ............................................................. 21
BAB II TUNJAUAN UMUM ............................................................... 22
2.1 Pengertian Diversi .............................................................. 22
2.2 Pengertian Restorative Justice ........................................... 25
2.3 Pengertian Anak ................................................................. 28
2.4 Anak Yang Berkonflik Dengan Hukum ............................ 31
2.5 Pengertian Tindak Pidana .................................................. 36
2.6 Kewenangan Diskresi Oleh Penegak Hukum .................... 38
BAB III PENERAPAN DIVERSI TERHADAP ANAK
PELAKU TINDAK PIDANA DI KEJAKSAAN
NEGERI SINGARAJA ............................................................. 44
3.1 Penerapan Konsep Diversi yang Dilakukan oleh Jaksa
Terhadap Anak yang Berkonflik dengan Hukum di
Kejaksaan Negeri Singaraja ............................................... 44
3.2 Penerapan Konsep Diversi yang Dilakukan oleh
Kejaksaan Negeri Singaraja ............................................... 54
BAB IV PERLINDUNGAN TERHADAP HAK ANAK
SEBAGAI PELAKU TINDAK PIDANA
DALAM PROSES DIVERSI .................................................... 59
4.1 Mekanisme Hak Perlindungan Hukum Anak Dalam
Proses Penerapan Diversi ................................................... 59
4.2 Pelaksanaan Perlindungan Hak Anak Dalam Proses
Diversi Untuk Mewujudkan Tujuan Retorative Justice .... 67
viii
2
BAB V PENUTUP ................................................................................. 73
5.1 Kesimpulan ........................................................................ 73
5.2 Saran-saran ......................................................................... 74
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR INFORMAN
ix
3
DAFTAR TABEL
1. Data KasusTindak Pidana Anak di Kabupaten Buleleng (2015-2016) … 6
2. Data Kasus Diversi di Kejaksaan Negeri Singaraja…………………….. 57
x
4
ABSTRAK
Tindak Pidana dilakukan oleh anak di Kabupaten Buleleng meningkat.
Berdasarkan hal tersebut muncul permasalahan bagaimanakah penerapan dan
perlindungan anak sebagai pelaku tindak pidana dalam proses diversi.
Memberikan pemahaman mengenai Penerapan Diversi terhadap Anak Pelaku
Tindak Pidana.
Digunakan metode penelitian empiris yang bertujuan untuk melihat secara
langsung Kejaksaan Negeri Singaraja dalam Penerapan Diversi terhadap Anak
Pelaku Tindak Pidana yang menggunakan data primer dan sekunder dengan
teknik studi dokumen dan wawancara. Apabila keseluruhan data telah didapat
akan dianalisis secara kualitatif atau deskriptif kualitatif.
Penerapan Diversi terhadap Anak Pelaku Tindak Pidana dapat dilakukan
oleh Kejaksaan Negeri Singaraja berdasarkan ketentuan Pasal 1 ayat (7) Undang-
Undang Nomor 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Anak
pelaku tindak pidana memiliki Hak Perlindungan khusus dalam proses Diversi.
Aparat penegak hukum sebaiknya melakukan langkah-langkah diversi terhadap
Anak pelaku tindak pidana. Aparat penegak hukum sebaiknya mewujudkan
perlindungan terhadap Hak Anak pelaku tindak pidana dalam proses Diversi.
Kata kunci : Diversi, Tindak Pidana, Perlindungan
xi
ABSTRACT
Crime committed by children in Buleleng increased. Based on these
emerging issues and how the implementation of child protection as a criminal in
the process of diversion. Provide insight concerning the Application of Diversion
Actors Crime against Children.
Use Empirical research Method that aims to directly see the State
Prosecutor Singaraja in the application of the Diversion of Children Criminal
who uses primary and secondary data with document study and interview
techniques. If the entire data has been obtained will be analyzed in qualitative or
descriptive qualitative.
Application of Diversion Crime against Children Actors can be done by
the State Attorney Singaraja based on the provisions of Article 1 (7) of Law No.
11 of 2012 on Child Criminal Justice System. Child offender has specialized in
Rights Protection Diversion process. Law enforcement officials should take steps
versioned against Children criminal. Law enforcement officials should realize the
protection of the Rights of the Child in criminal Diversion process.
Keywords: Diversion, Crime, Protection
xii
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Setiap anak mempunyai harkat dan martabat yang patut dijunjung tinggi
dan setiap anak yang terlahir harus mendapatkan perlindungan hukum secara
khusus dalam suatu Undang-Undang. Hal ini sesuai dengan ketentuan dalam
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak
dimana dalam pertimbangan Undang-Undang tersebut disebutkan bahwa
Indonesia sebagai Negara Pihak dalam Konvensi Hak-Hak Anak (Convention on
the Right of the Child) yang mengatur prinsip perlindungan hukum terhadap anak
mempunyai kewajiban untuk memberikan perlindungan khusus terhadap anak
yang berhadapan dengan hukum.
Anak yang menjadi pelaku tindak pidana menjadi perhatian yang khusus
bagi aparat penegak hukum. Oleh karena itu, berbagai upaya pencegahan dan
penanggulangan terhadap anak yang berhadapan dengan hukum, perlu segera di
lakukan. Salah satu upaya saat ini yaitu melalui penyelenggaraan sistem peradilan
pidana anak.
Tujuan penyelenggaraan sistem peradilan pidana anak ini tidak semata-
mata bertujuan untuk menjatuhkan sanksi pidana bagi anak pelaku tindak pidana,
tetapi lebih di fokuskan pada pertanggungjawaban pelaku terhadap korban tindak
pidana demi kesejahteraan anak yang bersangkutan tanpa mengurangi
kepentingan masyarakat.
2
Secara Internasional dikehendaki bahwa tujuan penyelenggaraan sistem
peradilan pidana anak, mengutamakan pada tujuan untuk kesejahteraan anak. Hal
ini sebagaimana ditegaskan dalam peraturan Perserikatan Bangsa-Bangsa dalam
United Nations Standard Minimum Rules for the Administration of Juvenile
Justice (SMRJJ) atau The Beijing Rules, bahwa tujuan peradilan anak (Aims of
juvenile justice), terjemahanya sebagai berikut :
“Sistem peradilan pidana bagi anak akan mengutamakan kesejahteraan
remaja dan memastikan bahwa reaksi apapun terhadap pelanggar-pelanggar
hukum berusia remaja akan selalu sepadan dengan keadaan-keadaan baik pada
pelanggar-pelanggar hukumnya maupun pelanggaran hukumnya”.
Tujuan sistem peradilan pidana anak yaitu memajukan kesejahteraan anak
dan memperhatikan prinsip proposionalitas. Tujuan memajukan kesejahteraan
anak yaitu merupakan fokus utama, berarti menghindari pengguna sanksi pidana
yang semata-mata bersifat menghukum. Tujuan pada prinsip proposionalitas,
karena mengekang penggunaan sanksi-sanksi, yang kebanyakan dinyatakan dalam
batasan-batasan ganjaran yang setimpal dengan beratnya pelanggaran hukum.
Tetapi juga memperhatikan pertimbangan keadaan-keadaan pribadinya.1
Secara nasional bahwa pada bulan Juni tahun 2014 Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak telah mempunyai
kekuatan hukum tetap untuk dilaksanakan setelah disahkan pada bulan Juli tahun
2012 silam. Di dalam undang-undang tersebut yakni pada Pasal 6 sampai dengan
15 terdapat diversi.
1Setya Wahyudi, Implementasi Ide Diversi dalam Pembaharuan Sistem Peradilan Pidana
Anak di Indonesia, (Yogyakarta: Genta Publishing, 2011), hlm. 2.
3
Diversi merupakan pembaharuan dalam sistem peradilan pidana anak.
Pengalihan (divertion) yang melibatkan pengalihan dari proses peradilan kepada
bantuan pelayanan masyarakat bisa dilakukan pada suatu dasar formal dan
informal di dalam beberapa sistem hukum. Praktik pelayanan demikian perlu
diprioritaskan demi menghindari akibat negatif yang ditimbulkan dalam
adiministrasi peradilan anak, karena keterlibatan anak dalam proses peradilan
sebenarnya telah mengalami proses stigmatisasi. Dengan demikian, pengalihan
dilaksanakan pada setiap tingkat pembuat keputusan baik pada tingkat, polisi,
penuntut umum maupun pada tingkat pengadilan. Diversi dilakukan pada tingkat
penuntutan berpedoman pada Pasal 7 Ayat (1) Undang-Undang Sistem Peradilan
Pidana Anak yang berbunyi :
“Pada tingkat penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan perkara anak di
pengadilan negeri wajib diupayakan diversi”.
Kewajiban bagi aparat penegak hukum untuk mengupayakan diversi tanpa
terkecuali bagi pihak Kejaksaan. Diversi adalah pengalihan penyelesaian perkara
anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana, bila dilihat
dari pasal yang mengatur tentang diversi yakni mulai dari Pasal 6 sampai dengan
Pasal 15 di dalam Undang-Undang Nomor 11 tahun 2012 tentang Sistem
Peradilan Pidana Anak, tidak ada satupun pasal secara tegas mengatur tentang
perlindungan terhadap korban, hak-hak korban, maupun kepentingan terhadap
korban.
Pada Pasal 8 Ayat (3) hanya secara ringkas menyebutkan bahwa proses
diversi wajib memperhatikan kepentingan korban, namun tidak menegaskan
4
kepentingan korban apa saja yang harus diperhatikan. Bisa dikatakan bahwa
pasal-pasal tentang diversi di dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012
tentang Sistem Peradilan Pidana Anak lebih fokus minitikberatkan kepada pelaku.
Hal itu disebabkan karena pelaku yang akan menjalani sanksi hukuman
dan akan menghadapi beban psikis. Sebagaimana pihak Kejaksaan
mempertimbangkan bahwa anak yang menjadi pelaku merupakan amanah dan
karunia Tuhan Yang Maha Esa yang memiliki harkat dan martabat sebagai
manusia seutuhnya.
Kejaksaan menjaga harkat dan martabat pelaku dengan memberikan
perlindungan khusus, terutama perlindungan hukum dalam sistem peradilan
pidana anak, yang mana anak yang menjadi pelakupun tidak luput dari lemahnya
pengawasan orangtua atau dulunya sang anak pernah melihat atau mendapatkan
perilaku kekerasan dari lingkunganya.
Dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak memberikan
pengaturan yang jelas dan komprehensif tentang perlindungan anak yang pada
pokoknya bertujuan untuk memberikan jaminan dan melindungi hak-haknya agar
dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal serta
memperoleh perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.2
Upaya perlindugan hukum terhadap anak yang berhadapan dengan hukum
perlu secara terus menerus diupayakan demi tetap terpeliharanya kesejahteraan
anak mengingat anak merupakan salah satu aset bangsa dan untuk kemajuan suatu
2Muhadar, Abdullah, Husni Thamrin, Perlindungan Saksi dan Korban dalam Sistem
Peradilan Pidana, (Surabaya: CV Putra Media Nusantara,2009), hlm. 74.
5
bangsa di kemudian hari. Perlindungan hukum bagi anak yang berhadapan dengan
hukum dapat diartikan sebagai upaya perlindungan hukum terhadap berbagai
kebebasan dan hak asasi anak.Jadi masalah perlindungan hukum bagi anak
mencakup lingkup yang sangat luas.
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang sistem Peradilan Pidana
Anak menegaskan bahwa penuntut umum anak wajib mengupayakan diversi
apabila kasus tersebut memenuhi syarat-syarat untuk dilakukanya diversi.
Terlepas apakah sudah sesuai antara pasal-pasal yang mengatur tentang diversi di
dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana
Anak dengan penerapanya selama ini, pihak Kejaksaan mengaggap pentingnya
untuk menerapkan diversi dalam penyelesaian kasus tindak pidana yang
melibatkan antara anak dengan anak.
Bali merupakan pulau yang kaya akan budaya dan keindahan alamnya
sehingga sempat dinobatkan sebagai salah satu pulau terbaik di dunia. Di
nobatkannya Bali sebagai salah satu pulau terbaik di karenakan Bali memiliki
berbagai macam pariwisata alam yang salah satunya ada di kabupaten Buleleng.
Pariwisata yang dimiliki oleh Kabupaten Buleleng seperti Air Terjun Sekumpul
yang memiliki keunikan tempat dan air nya yang bercabang dan jernih dan Pantai
Lovina yang memiliki keunikan wisata bahari dengan melihat secara langsung
lumba-lumba dari habitat aslinya sehingga menambah kesejahteraan bagi
penduduk lokal di Kabupaten Buleleng.
Dibalik terkenalnya destinasi pariwisata dan banyaknya turis yang
berkunjung menimbulkan perngaruh budaya barat kepada generasi muda di
6
Kabupaten Buleleng sehingga menyebabkan adanya kriminalitas yang dilakukan
oleh beberapa remaja.Setiap tahun anak yang menjadi pelaku tindak pidana di
Kabupaten Buleleng meningkat dari tahun sebelumnya, hal tersebutberdasarkan
Data yang diperoleh dari Polres Buleleng. Pada tahun 2015 Tindak Pidana yang
dilakukan oleh anak antara bulan Januari sampai Desember yakni 7 kasus
sedangkan pada tahun 2016 Tindak Pidana yang dilakukan oleh anak antara bulan
Januari sampai Oktober yakni 9 kasus.3 Hal tersebut mendapat perhatian khusus
dari pihak Kejaksaan Negeri Singaraja dimana perlu diterapkannya Diversi dalam
tahap penuntutan sebagai suatu perlindungan hukum terhadap anak sesuai dengan
Undang-Undang Nomor 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.
Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis tertarik menulis judul
skripsi yang akan membahas mengenai : “Penerapan Diversi Terhadap Anak
Pelaku Tindak Pidana” (Studi Kasus Di Kejaksaan Negeri Singaraja)”
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan pemaparan dari latar belakang diatas, maka terdapat dua
permasalahan pokok yang akan dibahas, yakni :
1. Bagaimanakah penerapan diversi terhadap anak pelaku tindak pidana di
Kejaksaan Negeri Singaraja?
2. Bagaimanakah perlindungan terhadap hak anak sebagai pelaku tindak
pidana dalam proses diversi?
3Unit Perlindungan Terhadap Anak (PTA), Polres Buleleng.
7
1.3.Ruang Lingkup Masalah
Dilihat dari latar belakang masalah di atas, ruang lingkup dari penelitian
ini hanya kajian dari Hukum Pidana. Sedangkan lingkup pembahasan dalam
penelitian ini hanya terbatas mengenai pelaksanaan diversi dan mengkaji Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan
Pidana Anak, serta teori-teori yang berhubungan dengan diversi, terutama pada
pelaksanaan diversi dan penerapanya terhadap anak pelaku tindak pidana dengan
lokasi penelitian di Kejaksaan Negeri Singaraja.
1.4.Orisinalitas Penelitian
Terkait orisinalitas dari penelitian ini, penulis akan memperlihatkan skripsi
terdahulu sebagai perbandingan yang pembahasannya berkaitan dengan
“Penerapan Diversi terhadap Anak Pelaku Tindak Pidana (Studi Kasus di
Kejaksaan Negeri Singaraja)”, yakni :
8
Bila dilakukan perbandingan pada penelitian skripsi pertama membahas
Implementasi Diversi dalam Sistem Peradilan Anak (Studi Kasus Putusan
Pengadilan Negeri Lamongan No: 227 Pid.B /2010/PN.Lmg), Skripsi kedua
membahas tentang Peran Penyidik dalam Penerapan Diversi terhadap Perkara
Tindak Pidana Anak di wilayah kota Makassar.
Penelitian ini membahas mengenai Penerapan Diversi terhadap Anak
pelaku Tindak Pidana (studi kasus di Kejaksaan Negeri Singaraja).
No. Judul Penulis Rumusan Masalah
1 Implementasi Diversi
dalam Sistem Peradilan
Anak (Studi Kasus
Putusan Pengadilan
Negeri Lamongan No:
227 Pid.B
/2010/PN.Lmg)
Ade Rahmad
Setyaji, Yayasan
kesejahteraan
Pendidikan dan
perumahan
program studi
Ilmu Hukum
Universitas
Pembangunan
Nasional, Jawa
Timur, Surabaya,
Tahun 2011.
1. Apa pertimbangan hakim
dalam memberikan
putusan diversi atas kasus
no : 227
pid.B/2010/PN.Lmg?
2. Bagaimana hambatan
dalam penerapan diversi
atas sistem peradilan anak?
2
Peran Penyidik dalam
Penerapan Diversi
terhadap Perkara Tindak
Pidana Anak di wilayah
kota Makassar
Muhamad Fahmi
Zaimir, Fakultas
Hukum
Universitas
Hasanuddin,
Makassar, Tahun
2014.
1. Apakah yang menjadi
dasar pelaksanaan diversi
dalam perkara tindak
pidana yang dilakukan
oleh anak?
2. Bagaimana peran penyidik
dalam pelaksanaan diversi?
9
1.5. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini yakni sesuai dengan
rumusan masalah diatas yang dituangkan dalam tujuan umum dan tujuan khusus.
Adapun mengenai tujuan tersebut adalah sebagai berikut :
a. Tujuan Umum
Tujuan umum yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk
memberikan pemahaman mengenai peranan Kejaksaan Negeri Singaraja
dalam upaya Penerapan Diversi terhadap Anak pelaku Tindak Pidana
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang
Sistem Peradilan Pidana Anak.
b. Tujuan Khusus
Tujuan khusus yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah :
- Untuk mengetahui Penerapan Diversi terhadap Anak pelaku Tindak
Pidana Di Kejaksaan Negeri Singaraja.
- Untuk mengetahui perlindungan terhadap hak anak sebagai pelaku
Tindak Pidana dalam proses Diversi.
1.6. Manfaat Penelitian
a. Manfaat Teoritis
Manfaat teoritis yang ingin dicapai dalam penelitian ini diharapkan dapat
memberi masukan yang bermanfaat dalam pengembangan studi ilmu
hukum terkait dengan penerapan diversi terhadap anak pelaku tindak
pidana serta untuk mengetahui perlindungan terhadap hak anak sebagai
10
pelaku tindak pidana dalam proses diversi berdasarkan Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.
b. Manfaat Praktis
Manfaat praktis penelitian ini selain bagi penulis sendiri, tetapi juga
diharapkan bermanfaat bagi institusi penegak hukum, khususnya Jaksa dan
diharapkan juga bermanfaat khususnya bagi Mahasiswa Fakultas Hukum
dalam mendalami Hukum Pidana terkait hal penerapan diversi terhadap
anak pelaku tindak pidana serta untuk mengetahui perlindungan terhadap
hak anak sebagai pelaku tindak pidana dalam proses diversi berdasarkan
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana
Anak.
1.7. Landasan Teoritis
Hukum yang bertujuan untuk mencapai ketertiban masyarakat yang damai
dan adil dalam ketertiban umum menjadi ketertiban hukum karena mengandung
keadilan, sehingga didukung oleh masyarakat sebagai subyek hukum, dapat
ditegaskan bahwa fungsi utama dari hukum pada akhirnya adalah untuk
mewujudkan keadilan.
Anak yang melakukan pelanggaran hukum atau melakukan tindakan
kriminal sangat dipengaruhi beberapa faktor lain di luar diri anak. Untuk
melakukan perlindungan terhadap anak dari pengaruh proses formal sistem
peradilan pidana, maka timbul pemikiran manusia atau para ahli hukum dan
kemanusiaan untuk membuat aturan formal tindakan mengeluarkan (remove)
11
seorang anak yang melakukan pelanggaran hukum atau melakukan tindak pidana
dari proses peradilan pidana dengan memberikan alternatif lain yang dianggap
lebih baik untuk anak. Berdasaran pikiran tersebut, maka lahirlah konsep
diversion yang dalam istilah bahasa Indonesia disebut diversi atau pengalihan.
Jack E. Bynum dalam bukunya Juvenile Delinquency a Sociological
Approach menyatakan ”Diversion is an attempt to divert, or channel out, youthful
offender from the juvenile justice system (Diversi adalah sebuah tindakan atau
perlakuan untuk mengalihkan pelaku tindak pidana anak keluar dari sistem
peradilan pidana.4
Pengertian diversi juga dimuat dalam United Nation Standart Minimum
Rules for the Administration of Juvenile Justice (The Beijing Rules) butir 6 dan
butir 11 terkandung pernyataan mengenai diversi yakni sebagai proses
pelimpahan anak yang berkonflik dengan hukum dari sistem peradilan pidana ke
proses informal seperti mengembalikan kepada lembaga sosial masyarakat baik
pemerintah atau non pemerintah. Diversi berupaya memberikan keadilan kepada
kasus-kasus anak yang telah terlanjur melakukan tindak pidana sampai kepada
aparat penegak hukum sebagai pihak penegak hukum.
Restorative Justice adalah bentuk yang paling disarankan dalam
melakukan diversi terhadap anak yang berkonflik dengan hukum. Hal ini
dikarenakan konsep restorative justice melibatkan berbagai pihak untuk
menyelesaikan suatu permasalahan yang terkait dengan tindak pidana yang
dilakukan oleh anak. Menurut Muladi, restorative Justice atau keadilan restoratif
4Marlina, Penerapan Konsep Diversi Terhadap Anak Pelaku Tindak Pidana dalam
Sistem Peradilan Pidana Anak, Jurnal Equality, Vol. 13. No.1 Februari 2008, hlm.22.
12
adalah sebuah teori yang menekankan pada memulihkan kerugian yang
disebabkan atau ditimbulkan oleh perbuatan pidana. Memulihkan kerugian ini
akan tercapai dengan adanya proses-proses kooperatif yang mencakup semua
pihak yang berkepentingan.5
Perlindungan anak berkaitan erat dengan keadilan, karena dalam peradilan
pidana anak, rasa keadilan para penegak hukum yang menangani perkara anak
yang berhadapan dengan hukum mempengaruhi tindakan-tindakanya. Apabila
keadilan dihubungkan dengan perlindungan anak, maka dalam keadilan tercermin
perlindungan anak yang baik ataupun perlindungan anak yang baik mencerminkan
keadilan yang penerapanya adalah hak-hak anak.
Anak adalah bagian yang tidak terpisahkan dari keberlangsungan hidup
manusia dan keberlangsungan sebuah bangsa dan negara. Dalam konstitusi
Indonesia, anak memiliki peran strategis yang secara tegas dinyatakan bahwa
negara menjamin hak setiap anak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan
berkembang serta atas pelindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Oleh karena
itu, kepentingan terbaik bagi anak patut dihayati sebagai kepentingan terbaik bagi
kelangsungan hidup umat manusia. Konsekuensi dari ketentuan Pasal 28 B
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 perlu
ditindaklanjuti dengan membuat kebijakan pemerintah yang bertujuan melindungi
Anak.
Anak perlu mendapat pelindungan dari dampak negatif perkembangan
pembangunan yang cepat, arus globalisasi di bidang komunikasi dan informasi,
5Yutirsa Yunus, Analisis Konsep Restorative Justice Melalui Sistem Diversi Dalam
Sistem Peradilan Pidana Anak di Indonesia, dalam Jurnal Rechtsvinding, Volume 2 Nomor 2,
Agustus 2013, hal.25.
13
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta perubahan gaya dan cara hidup
sebagian orang tua yang telah membawa perubahan sosial yang mendasar dalam
kehidupan masyarakat yang sangat berpengaruh terhadap nilai dan perilaku anak.
Penyimpangan tingkah laku atau perbuatan melanggar hukum yang dilakukan
oleh anak, antara lain, disebabkan oleh faktor di luar diri anak tersebut.
Prinsip pelindungan hukum terhadap anak harus sesuai dengan Konvensi
Hak-Hak Anak (Convention on the Rights of the Child) sebagaimana telah
diratifikasi oleh pemerintah Republik Indonesia dengan Keputusan Presiden
Nomor 36 Tahun 1990 tentang Pengesahan Convention on the Rights of the Child
(Konvensi tentang Hak-Hak Anak).6
Pergeseran paradigma adalah sumber, fondasi, dan awal dari keberadaan
dan perkembangan ilmu hukum. Nilai-nilai dasar yang telah diyakini
kebenarannya oleh komunitas ilmuwan (ahli hukum), dan untuk selanjutnya
dijadikan pedoman dalam berolah ilmu maupun mengamalkan ilmu hukum ketika
berhadapan dengan realitas. Sebagai unit konsensus yang paling luas dan
mendalam mengenai nilai-nilai dasar, paradigma dapat digunakan untuk
membedakan suatu jenis ilmu hukum dengan ilmu hukum yang lain, sekalian
penganut-penganutnya.7 Dalam hukum pidana tentang keadilan yang semula
keadilan restributif8 menuju keadilan restitutif9 dan sekarang Undang-Undang
6Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. 7Ritzer, 1996, dikutip oleh Sudjito, “Perkembangan Ilmu Hukum: dari Positivistik
Menuju Holistik dan Implikasinya terhadap Hukum Agraria Nasional”, Pidato Pengukuhan
Jabatan Guru Besar pada Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, 28 Maret 2007,
hlm. 2. 8Keadilan Restributif adalah penyelesaian perkara tindak pidana dengan menekankan
keadilan pada pembalasan, anak di posisi sebagai objek, dan penyelesaian bermasalah hukum tidak
seimbang.
14
Nomor 11 Tahun 2012 menggunakan keadilan restoratif10, terdapat upaya diversi
yang diadopsi dari The Beijing Rules, yakni dengan pemberian wewenang kepada
aparat penegak hukum untuk menyelesaikan masalah anak yang berhadapan
dengan hukum diluar jalur peradilan. Kemudian Marlina mengemukakan bahwa :
“Pergeseran pemikiran tersebut memperlihatkan bahwa dalam sistem
peradilan pidana anak untuk memberikan perhatian dan pemahaman terhadap
penyelesaian kasus tindak pidana yang dilakukan dengan tujuan tercapainya
keadilan untuk semua pihak yang terkait dengan tindak pidana”
Menurut konsep keadilan restoratif dalam menyelesaikan tindak pidana
yang terjadi, korban akan mengemukakan alasan menurut pemikiran dan
pandanganya tentang tindak pidana yang terjadi. Pengertian keadilan restoratif
tercantum dalam pasal 1 angka 6 yaitu Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012
tentang Sistem Peradilan Pidana Anak yang isinya bahwa keadilan restoratif
adalah penyelesaian perkara tindak pidana dengan melibatkan pelaku, korban,
keluarga pelaku/korban, dan pihak lain yang terkait untuk bersama-sama mencari
penyelesaian yang adil dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan
semula, dan bukan pembalasan.
Keadilan restoratif menepatkan nilai yang lebih tinggi dalam keterlibatan
yang langsung dari para pihak.Korban mampu untuk bersosialisasi dengan
keluarga dan masyarakat seperti saat sebelum terjadinya tindak pidana, sementara
9Keadilan Restitutif adalah penyelesaian perkara pidana dengan menekankan keadilan
pemberian ganti rugi. 10Keadilan Restoratif adalah penyelesaian perkara tindak pidana dengan melibatkan
pelaku, korban, keluarga pelaku/korban dan pihak lain yang terkait untuk bersama-sama mencari
penyelesaian yang adil dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula dan bukan
pembalasan.
15
pelaku didorong untuk memikul tanggungjawab sebagai sebuah langkah dalam
memperbaiki kesalahan yang disebabkan oleh tindak pidana yang dilakukan dan
dalam membangun sistem nilai sosialnya. Keterlibatan komunitas secara aktif
memperkuat komunitas itu sendiri dan mengikat komunitas akan nilai-nilai untuk
menghormati dan rasa saling mengasihi antar sesama. Peranan pemerintah secara
substansial berkurang dalam mayoritas proses peradilan sekarang ini. Keadilan
restoratif membutuhkan usaha-usaha yang kooperatif dari komunitas dan
pemerintah untuk menciptakan sebuah kondisi dimana korban dan pelaku dapat
merekonsiliasikan konflik mereka dan memperbaiki luka-luka lama mereka.11
Karakteristik keadilan restoratif menurut Muladi dapat dikemukakan ciri-
cirinya sebagai berikut :
1. Kejahatan dirumuskan sebagai pelanggaran seseorang terhadap orang
lain.
2. Titik perhatian pada pemecahan masalah pertanggungjawaban dan
kewajiban pada masa depan.
3. Sifat normatif dibangun atas dasar dialog dan negosiasi.
4. Restitusi sebagai sarana perbaikan para pihak, rekonsiliasi dan
restorasi sebagai tujuan utama.
5. Keadilan dirumuskan sebagai hubungan-hubungan hak, dinilai atas
dasar hasil.
6. Kejahatan diakui sebagai konflik.
7. Sasaran perhatian pada perbaikan kerugian social.
11Dwidja Priyatno, Sistem Pelaksanaan Pidana Penjara di Indonesia, (Bandung PT.
Refika Aditama, Bandung, 2006), hlm. 15.
16
8. Masyarakat merupakan fasilitator di dalam proses restoratif.
9. Menggalakan bantuan timbak balik.
10. Peran korban dan pelaku tindak pidana diakui baik dalam
permasalahan maupun penyelesaian hak-hak kebutuhan si korban
diakui pelaku tindak pidana didorong untuk bertanggungjawab.12
Keadilan restoratif sudah tercantum dalam sistem peradilan pidana anak di
Indonesia, pada hakikatnya sistem peradilan pidana anak harus ditujukan untuk
melindungi hak-hak dan kepentingan anak. Atas dasar hal tersebut dapat
dikatakan bahwa proses peradilan pidana anak untuk penjatuhan pidana adalah
ultimum remedium dan bukan primum remedium, tujuan proses peradilan pidana
anak bukanlah ditujukan pada penghukuman, melainkan perbaikan kondisi,
pemeliharaan dan perlindungan anak serta pencegahan pengurangan tindakan
pengadilan yang konstruktif.13
Sistem peradilan pidana anak yang di peruntukan terhadap anak yang
berhadapan dengan hukum tetap memperhatikan kepentingan terbaik baik anak
tanpa merampas hak asasi anak dan supaya anak tidak mendapatkan stigmatisasi
negatif dari adanya proses peradilan. Sebenarnya proses pengadilan dibentuk oleh
Negara untuk menyelesaikan konflik yang muncul dalam masyarakat dan bersifat
netral. Akan tetapi pengadilan bukanlah satu-satunya institusi dalam
menyelesaikan konflik, karena pihak-pihak yang berkonflik tidak selamanya
12Ibid., hlm. 16. 13Dwidja Priyatno, Wajah Hukum Pidana Asas dan Perkembangan, (Bekasi: Gramata
Publishing, 2012), hlm. 308.
17
menggunakan mekanisme penyelesaian pada badan peradilan.14Seperti
penyelesaian anak yang berhadapan dengan hukum dengan jalur di luar
pengadilan.
Susbtansi yang mendasar dari sistem peradilan pidana anak yaitu adalah
diversi yang mempunyai prinsip utama yaitu sebagai tindakan persuasif atau
pendekatan dan pemberian kesempatan kepada pelaku untuk berubah dan
mengajak pelaku untuk bertanggungjawab atas perbuatan yang dilakukanya.15
Diversi yang dimaksudkan untuk menghindari dan menjauhkan anak dari
proses peradilan dan mengutamakan asas proposionalitas dengan perlakuan hak
anak secara memadai yang sesuai dengan tingkatan pemahaman anak,
mengusahakan anak menguasai rasa hormat pada pihak lain, sambil berusaha
mengintegrasikan anak kembali ke masyarakat,16 sehingga diharapkan anak bisa
kembali ke dalam lingkungan sosialnya secara wajar. Oleh karena itu, sangat
diperlukan peran serta semua pihak dalam rangka mewujudkan hal tersebut.
Diversi sebagai usaha mengajak masyarakat untuk taat dan menegakan
hukum dengan tetap mempertimbangkan rasa keadilan sebagai prioritas utama
disamping pemberian kesempatan kepada anak yang berhadapan dengan hukum
sebagai upaya memperbaiki diri. Diversi tidak bertujuan mengabaikan hukum dan
14Trisno Raharjo, Mediasi Pidana dalam Sistem Peradilan Pidana Suatu Kajian
Perbandingan dan Penerapanya di Indonesia (Yogyakarta: Mata Padi Pressindo, 2011), hlm. 21. 15Marlina, Peradilan Pidana Anak di Indonesia Pengembangan Konsep Diversi dan
Restorative Justice, (Bandung: Refika Aditama, 2009), hlm. 22. 16Nandang Sambas, Pembaharuan Sistem Peradilan Pidana Anak di Indonesia,
(Yogyakarta: Graha Ilmu , 2010), hlm. 193.
18
keadilan, akan tetapi merupakan cara baru menegakan keadilan dalam
masyarakat.17
Diversi bagi pelaku tindak pidana yang dilakukan oleh anak adalah untuk
menyediakan alternatif yang lebih baik dibandingkan dengan prosedur resmi
beracara di pengadilan.anak pelaku tindak pidana akan dilibatkan dalam kegiatan
terarah dalam musyawarah yang melibatkan korban, keluarga korban, pelaku itu
sendiri, keluarga pelaku, dan pihak terkait untuk duduk bersama merumuskan
sebuah kesepakatan berdasarkan pendekatan keadilan restoratif.
1.8.Metode Penelitian
a. Jenis penelitian
Penelitian yang digunakan didalam penelitian ini yakni penelitian
hukum empiris yang bertujuan untuk mengetahui secara langsung peranan
Kejaksaan Negeri Singaraja dalam melakukan penerapan diversi terhadap
anak pelaku tindak pidana serta untuk mengetahui perlindungan terhadap
hak anak sebagai pelaku tindak pidana dalam proses diversi dan
mendapatkan informasi berupa data yang berkaitan dalam pembahasan
rumusan masalah.
b. Jenis Pendekatan
Adapun mengenai jenis pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini :
1. Pendekatan Fakta (The Fact Approach)
17Ibid., hlm. 22.
19
Pendekatan fakta digunakan bertujuan untuk mendapatkan
informasi dalam menganalisis permasalahan yang dilakukan dengan cara
memadukan bahan-bahan hukum (yang merupakan data sekunder) dengan
data primer yang di peroleh di lapangan yaitu tentang penerapan diversi di
Kejaksaan Negeri Singaraja guna menjawab permasalahan yang
dirumuskan dalam rumusan masalah.
2. Pendekatan Perundang-Undangan (The Statute Approach)
Pendekatan Perundang-undangan digunakan bertujuan untuk
menyimpulkan mengenai ada atau tidaknya benturan antara Undang-
Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak
dengan Penerapanya terkait dengan Diversi terhadap Anak Pelaku Tindak
Pidana yang dilakukan oleh Kejaksaan Negeri Singaraja.
c. Sumber Data
Adapun mengenai bahan hukum/data yang diteliti dalam penelitian ini
yakni :
1. Data Primer
Data primer yaitu data yang diperoleh langsung dari informan
yakni melalui wawancara dengan pihak-pihak terkait dengan penelitian
dan mengumpulkan data-data kasus tindak pidana yang dilakukan oleh
anak di Kejaksaan Negeri Singaraja (Field Research).
2. Data Sekunder
Data-data yang bersumber dari penelitian kepustakaan (Library
Research) yaitu data yang bersumber dari data-data yang sudah
20
terdokumenkandalam bentuk bahan-bahan hukum. Bahan-bahan
hukum tersebut terdiri dari :
1) Bahan Hukum Primer
Berupa kaedah dasar (Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia 1945), peraturan perundang-undangan, hukum yang
tidak tertulis dan yurisprudensi.18Dalam penelitian ini
menggunakan bahan hukum primer berupa kaedah dasar dan
peraturan perundang-undangan.
2) Bahan Hukum Sekunder
Bahan hukum yang menunjang bahan hukum primer yang antara
lain berupa rancangan undang-undang, hasil penelitian, pendapat
pakar hukum, karya tulis hukum yang termuat dalam media
massa, buku-buku hukum (text book), jurnal-jurnal hukum.19
Dalam penelitian ini menggunakan bahan hukum sekunder berupa
hasil penelitian, buku-buku hukum dan pendapat pakar hukum.
3) Bahan Hukum Tersier
Bahan hukum yang memberikan petunjuk maupun penjelasan
terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder,20
seperti Kamus Hukum dan Kamus Besar Bahasa Indonesia.Dalam
penelitian ini menggunakan bahan hukum tersier berupa Kamus
Besar Bahasa Indonesia.
18Peter Mahmud, 2005, Penelitian Hukum, Kencana Prenada Media Group, Jakarta,
Hal. 181. 19Ibid, Hal. 182. 20Amiruddin, 2004, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Raja Grafindo Persada,
Jakarta, Hal. 32.
21
d. Teknik Pengumpulan Data
Teknik yang dipakai dalam penelitian ini terkait pengumpulan data yakni :
1. Teknik Studi Dokumen
Teknik Studi Dokumen digunakan agar data yang diperoleh dari data
yang bersumber dari data kepustakaan yang relevan dengan
permasalahan penelitian dikumpulkan dengan cara membaca dan
mencatat kembali data yang dikumpulkan kemudian dikelompokkan
secara sistematis.
2. Teknik Wawancara / Interview
Kegiatan wawancara ini dilakukan untuk mendapatkan keterangan-
keterangan secara lisan melalui wawancara yang bermuatan tanya
jawab antara peneliti dan orang yang diteliti.21 Teknik Wawancara
digunakan agar data diperoleh melalui proses wawancara atau
interview kepada pihak-pihak yang terkait dengan permasalahan
penelitian di lapangan terkait Peneparapan Diversi terhadap Anak
Pelaku Tindak Pidana dalam lingkup Kejaksaan Negeri Singaraja
untuk memperoleh kebenaran informasi dan data yang pasti.
e. Teknik Analisis
Terkait penelitian ini apabila keseluruhan data telah didapat akan di
analisis secara kualitatif atau lebih dikenal dengan analisis deskriptif
kualitatif. Dimana keseluruhan data yang terkumpul baik data primer
maupun data sekunder akan diolah dan dianalisis secara sistematis,
dihubungkan antara satu data dengan data lainnya sehingga memperoleh
suatu kesimpulan dan gambaran yang jelas dalam pembahasan masalah.
21Ade Saptomo, 2009, Pokok-Pokok Penelitian Hukum Empiris Murni Sebuah Alternatif,
Universitas Trisakti, Jakarta, Hal. 85.