DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL DEPAN HALAMAN SAMPUL DALAM … · 3.1 Larangan Praktik Jual Rugi dalam...
Transcript of DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL DEPAN HALAMAN SAMPUL DALAM … · 3.1 Larangan Praktik Jual Rugi dalam...
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL DEPAN
HALAMAN SAMPUL DALAM .......................................................................... i
HALAMAN PRASYARAT GELAR SARJANA HUKUM .............................. ii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI ............................... iii
HALAMAN PENGESAHAN PANITIA PENGUJI SKRIPSI ........................ iv
HALAMAN KATA PENGANTAR......................................................................v
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN...................................................... viii
HALAMAN DAFTAR ISI .................................................................................. ix
ABSTRAK ........................................................................................................... xii
ABSTRACT ......................................................................................................... xiii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah ..................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................... 7
1.3 Ruang Lingkup Masalah ..................................................................... 7
1.4 Orisinalitas Penelitian ......................................................................... 8
1.5 Tujuan Penelitian .............................................................................. 10
1.5.1 Tujuan umum ........................................................................ 10
1.5.2 Tujuan khusus ....................................................................... 11
1.6 Manfaat Penelitian ............................................................................ 11
1.6.1 Manfaat teoritis ..................................................................... 11
1.6.2 Manfaat praktis ..................................................................... 12
ix
1.7 Landasan Teoritis .............................................................................. 12
1.8 Metode Penelitian ............................................................................. 19
1.8.1 Jenis penelitian ...................................................................... 19
1.8.2 Sifat penelitian ...................................................................... 20
1.8.3 Data dan sumber data ............................................................ 21
1.8.4 Teknik pengumpulan data ..................................................... 22
1.8.5 Teknik penentuan sampel penelitian ..................................... 23
1.8.6 Teknik pengolahan dan analisis data .................................... 24
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PRAKTIK JUAL RUGI,
PRAKTIK MONOPOLI, PERSAINGAN USAHA TIDAK
SEHAT DAN AGEN PERJALANAN WISATA
2.1 Praktik Jual Rugi .............................................................................. 26
2.1.1 Istilah dan Pengertian Jual Rugi ..............................................26
2.1.2 Unsur-Unsur Jual Rugi ............................................................30
2.1.3 Maksud Dilakukannya Jual Rugi ............................................33
2.1.4 Konsekuensi Jual Rugi ............................................................36
2.2 Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat ..................... 39
2.2.1 Istilah dan Pengertian Praktik Monopoli ................................39
2.2.2 Istilah dan Pengertian Persaingan Usaha Tidak Sehat ............42
2.3 Agen Perjalanan Wisata ................................................................... 43
2.3.1 Istilah dan Pengertian Agen Perjalanan Wisata ......................43
2.3.2 Pengaturan Agen Perjalanan Wisata .......................................46
x
BAB III PRAKTIK JUAL RUGI YANG MENGAKIBATKAN
PRAKTIK MONOPOLI DAN/ATAU PERSAINGAN USAHA
TIDAK SEHAT
3.1 Larangan Praktik Jual Rugi dalam Hukum Persaingan Usaha ........ 48
3.2 Pendekatan Rule of Reason dalam Larangan Praktik Jual Rugi ...... 51
3.3 Metode Menentukan Adanya Dugaan Praktik Jual Rugi ................. 55
BAB IV PRAKTIK JUAL RUGI OLEH TRAVEL AGENT ONLINE DI
BALI
4.1 Indikasi Praktik Jual Rugi oleh Travel Agent Online di Bali............ 61
4.2 Kualifikasi Praktik Jual Rugi yang Dilakukan Travel Agent
Online di Bali .................................................................................. 64
4.3 Penegakan Hukum terhadap Adanya Dugaan Praktik Jual Rugi
oleh Travel Agent Online di Bali .................................................... 67
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan ...................................................................................... 73
5.2 Saran-Saran ...................................................................................... 74
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 75
DAFTAR RESPONDEN
DAFTAR INFORMAN
RINGKASAN SKRIPSI
xi
ABSTRAK
Praktik Jual Rugi adalah salah satu tindakan yang dilarang karena dapat mengakibatkan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat, berdasarkan Pasal 20 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Walaupun telah dilarang, dalam pelaksanaannya terdapat dugaan praktik jual rugi yang dilakukan oleh travel agent online di Bali. Permasalahan yang diangkat yakni mengenai kualifikasi praktik jual rugi yang mengakibatkan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat, serta mengenai praktik jual rugi yang dilakukan oleh travel agent online di Bali memenuhi kualifikasi praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. Pentingnya dilakukan penelitian ini karena praktik jual rugi dapat merugikan pelaku usaha lain yang bersaing secara jujur serta konsumen.
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum empiris dengan sifat penelitian deskriptif, karena adanya keadaan di masyarakat yang tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku. Penelitian diawali dengan penelitian kepustakaan sebagai data sekunder dan dilanjutkan dengan penelitian di lapangan sebagai data primer.
Hasil dari penelitian ini adalah berdasarkan metode Hard Line Evidence praktik jual rugi harus memenuhi kualifikasi diantaranya dilakukan secara sistematis dalam jangka waktu yang lama, mengakibatkan tersingkirnya pelaku usaha pesaing dan mengakibatkan kerugian konsumen. Serta terhadap adanya indikasi praktik jual rugi oleh travel agent online di Bali memenuhi kualifikasi persaingan usaha tidak sehat yang dilarang berdasarkan Pasal 20 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999.
Kata kunci: Praktik Jual Rugi, Praktik Monopoli, Persaingan Usaha Tidak
Sehat, Agen Perjalanan Wisata.
xii
ABSTRACT
Predatory Pricing is one of unfair competition that prohibited by Article 20 of Law Number 5 of 1999 on Prohibition of Monopolistic Practices and Unfair Business Competition. Although it has been prohibited in Act No. 5 of 1999, in practice there is presumption of predatory pricing committed by online travel agents in Bali. The problems are about qualifications of predatory pricing which impact unfair business competition, also about predatory pricing that committed by the online travel agents in Bali is qualified as unfair competition. The importance of this research, because predatory pricing could harm other fair business actors as well as consumers.
The type of this research is empirical legal research with a descriptive characteristic, background by the situation in the community which not accordance with the existing regulations. The research was initiated with the library research as secondary data, followed by field research as the primary data.
The results of this research are, based on the Hard Line Evidence method predatory pricing should fulfill these following qualifications: committed systematically in long period of time; resuling in the elimination of other competing business actors; and resulting in losses for consumers. Also, for the indication of predatory pricing committed by online travel agents in Bali, is qualified as an unfair competition that prohibited by Article 20 of Law Number 5 of 1999.
Keywords: Predatory Pricing, Monopolistic Practices, Unfair Business
Competition, Travel Agent.
xiii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Pertumbuhan dan perkembangan perekonomian di Indonesia saat ini telah
menghasilkan banyak kemajuan, setelah sebelumnya melalui krisis ekonomi
berkepanjangan. Hal ini tidak terlepas dari perumusan beberapa regulasi di bidang
ekonomi dalam rangka menghadapi globalisasi ekonomi pada era 1990-an. Salah
satunya adalah melalui perumusan Undang-Undang No 5 Tahun 1999 tentang
Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1999) yang menjadi landasan dalam hukum persaingan usaha.
Undang-undang ini merupakan tuntutan atas kondisi persaingan usaha di
Indonesia yang pada saat itu diwarnai dengan praktik monopoli dan persaingan
usaha yang tidak sehat. Perumusan undang-undang ini diharapkan dapat mengatur
proses persaingan dalam dunia usaha agar dapat berkembang secara sehat dan
terhindar dari praktik anti persaingan.
Dalam dunia usaha, perusahaan-perusahaan tentunya akan bersaing untuk
memasarkan produknya semaksimal mungkin kepada konsumen. Dalam pasar
yang ideal, adanya persaingan antar perusahaan merupakan hal yang wajar.
Persaingan usaha merupakan sebuah proses dimana pelaku usaha dipaksa menjadi
perusahaan yang efisien dengan menawarkan pilihan-pilihan produk dan jasa.1
1Johnny Ibrahim, 2006, Hukum Persaingan Usaha, Filosofi, Teori dan Implikasi
Penerapannya di Indonesia, Bayumedia Publishing, Malang, h.2.
1
2
Pelaku usaha akan berusaha menawarkan produk dan jasa yang menarik baik dari
segi harga, kualitas dan pelayanan. Pelaku usaha juga dituntut melakukan inovasi,
penerapan teknologi serta kemampuan menajerial. Jika tidak, pelaku usaha akan
tersingkir secara alami dari pasar.2
Persaingan yang sehat akan menghindarkan terjadinya konsentrasi kekuatan
pasar pada satu atau beberapa perusahaan. Hal ini berarti konsumen mempunyai
banyak alternatif dalam memilih barang dan jasa, sehingga harga benar-benar
ditentukan oleh pasar berdasarkan permintaan dan penawaran. Persaingan sehat
memungkinkan tersebarnya kekuatan pasar dan menyebabkan peluang berusaha
terbuka lebar.3
Sementara apabila dalam iklim usaha yang diwarnai oleh praktik monopoli
dan persaingan usaha tidak sehat, struktur pasar hanya terkonsentrasi pada satu
atau beberapa perusahaan tertentu. Dalam struktur pasar yang demikian akan
terjadi pengaturan tingkat harga, ketegangan harga serta rintangan masuk pasar
(barrier to entry). Kondisi tersebut akan merugikan konsumen dan menyebabkan
industri semakin tidak efisien.4 Kondisi inilah yang dilarang dalam Undang-
Undang Nomor 5 Tahun 1999. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 melarang
pelaku usaha melakukan tindakan tertentu yang mengarah kepada praktik
monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.
2Ibid, h.3.
3Peter Mahmud Marzuki, 2001, “Telaah Filosofis terhadap Undang-Undang Larangan
Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat dalam Kaitannya dengan Konstitusi Republik Indonesia”, Yuridika Volume 16 Nomor 6, Surabaya, h.510.
4L. Budi Kagramanto, 2015, Mengenal Hukum Persaingan Usaha, Laros, Surabaya, h.41.
3
Salah satu tindakan yang dilarang oleh Undang-Undang Nomor 5 Tahun
1999 adalah Praktik Jual Rugi yang diatur berdasarkan Pasal 20 Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1999. Serta diatur lebih lanjut melalui Peraturan Komisi
Pengawas Persaingan Usaha Nomor 6 Tahun 2011 Tentang Pedoman Pelaksanaan
Pasal 20 tentang Jual Rugi (Peraturan KPPU Nomor 6 Tahun 2011).
Berdasarkan Pasal 20 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, “Pelaku usaha
dilarang melakukan pemasokan barang dan/atau jasa dengan cara melakukan jual
rugi atau menetapkan harga yang sangat rendah dengan maksud untuk
menyingkirkan atau mematikan usaha pesaingnya di pasar bersangkutan sehingga
dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak
sehat.”
Praktik jual rugi ini merupakan praktik dagang yang tidak wajar dengan cara
melakukan banting harga hingga rugi. Disebutkan tidak wajar karena dalam
melakukan kegiatan usaha, orientasi dari pelaku usaha tentunya memperoleh
keuntungan atau laba. Praktik jual rugi dilakukan dengan maksud untuk menarik
konsumen dan menyingkirkan atau mematikan usaha pesaing, hingga pelaku
usaha tersebut menguasai pasar. Setelah menguasai pasar, barulah pelaku usaha
tersebut menjual dengan harga tinggi untuk menutupi kerugian yang diderita
sebelumnya.5
5Ibid, h.435.
4
Pasal 20 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 larangan terhadap praktik
jual rugi ini dimasukkan kedalam pendekatan rule of reason.6 Hal ini berarti
praktik jual rugi ini tidak serta merta dapat dikenakan tindakan hukum. Praktik
jual rugi diperbolehkan sepanjang tidak mengakibatkan terjadinya praktik
monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat. Penerapan pendekatan rule of
reason dalam rumusan praktik jual rugi dikarenakan praktik jual rugi disatu sisi
akan menguntungkan konsumen karena dapat menikmati barang dan/atau jasa
dengan harga yang sangat rendah, namun di sisi lain akan sangat merugikan
pelaku usaha pesaing dikarenakan tidak dapat bersaing dalam hal penentuan harga
suatu barang.7 Dapat dilihat penegakan hukum persaingan usaha sangat berbeda
dengan penegakan hukum lainnya. Termasuk dalam hal mengungkap praktik jual
rugi, diperlukan berbagai metode untuk mengungkapnya.
Salah satu sektor yang berkontribusi besar dalam pertumbuhan dan
perkembangan perekonomian di Indonesia adalah sektor pariwisata. Hal ini
karena Indonesia memiliki keragaman budaya yang sangat menarik yang
dilatarbelakangi oleh budaya, adat istiadat yang unik, dan kesenian yang dimiliki
oleh setiap suku yang ada di Indonesia. Di samping itu, alamnya yang indah akan
memberikan daya tarik tersendiri bagi wisatawan baik itu alam pegunungan,
pedesaan, alam bawah laut, maupun pantai.
6Rachmadi Usman, 2013, Hukum Persaingan Usaha di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta,
h.100. 7L Budi Kagramanto, op.cit, h.191.
5
Pulau Bali adalah pulau yang menjadi ikon pariwisata di Indonesia, dimana
berdasarkan data yang diperoleh dari Dokumen Imigrasi pada tahun 2015 jumlah
wisatawan mancanegara yang masuk ke Indonesia yang terbesar melalui Bandara
Ngurah Rai Bali. Jumlah ini mencapai 3,94 juta wisatawan mancanegara atau
sekitar 38,47 persen dari total wisatawan mancanegara yang datang ke Indonesia.
Dengan demikian, diantara 19 pintu masuk utama, Bandara Ngurah Rai Bali
masih menjadi pintu utama kunjungan wisatawan mancanegara.8
Menjanjikannya industri pariwisata di Pulau Bali mendorong marak
berdirinya berbagai perusahaan yang menyediakan barang maupun jasa untuk
mendukung penyelenggaraan pariwisata. Salah satu usaha pariwisata yang
menarik untuk diteliti adalah perusahaan Agen perjalanan wisata atau yang
dikenal dengan travel agent.
Berdasarkan Penjelasan Pasal 14 ayat (1) huruf d Undang-Undang Nomor
10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan, ditentukan bahwa, “Usaha Agen
Perjalanan Wisata meliputi usaha jasa pemesanan sarana, seperti pemesanan tiket
dan pemesanan akomodasi serta pengurusan dokumen perjalanan”.
Seiring dengan perkembangan teknologi, komunikasi dan informasi, media
pemasaran agen perjalanan wisata-pun kini berkembang. Hingga saat ini marak
berdiri perusahaan agen perjalanan wisata yang fokus memasarkan produknya
melalui website secara online. Adapun beberapa perusahaan agen perjalanan
wisata online atau travel agent online yang dapat kita jumpai di antaranya Agoda,
8Badan Pusat Statistik, 2016, Laporan Perekonomian Indonesia 2016, Nario Sari, Jakarta,
h.156.
6
Booking.com, Expedia, dan lainnnya yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Travel agent online ini sangat diminati karena menawarkan beberapa keunggulan
dibandingkan dengan travel agent konvensional. Keunggulan tersebut di
antaranya konsumen dapat bertransaksi 24 jam tanpa harus keluar rumah, serta
lokasinya tidak terbatas.
Jika melihat strategi pemasarannya, travel agent online lebih mengandalkan
tarif yang semurah-murahnya untuk menarik perhatian konsumen dibandingkan
dengan meningkatkan pelayanan. Bahkan beberapa travel agent online mampu
menjual dengan harga hingga 50% lebih murah dari travel agent konvensional
terhadap produk yang sama. Berdasarkan laporan Asosiasi Perusahaan Penjual
Tiket Penerbangan (Astindo), keberadaan travel agent online dengan harga
penjualan yang sangat rendah tersebut berdampak pada penjualan travel agent
konvensional yakni terjadi penurunan hingga 40%.9 Menurut Dewan Pimpinan
Pusat Association of The Indonesian Tours and Travels Agencies (DPP Asita)
Provinsi Bali, penetapan harga yang dilakukan oleh travel agent online ini dapat
menyebabkan perusahaan travel agent konvensional merasa terancam mengingat
adanya selisih harga yang cukup jauh.10
Berdasarkan uraian di atas, terlihat adanya perilaku atau kegiatan yang
menyimpang dari peraturan yang seharusnya yaitu dugaan praktik jual rugi oleh
travel agent online di Bali yang bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 5
9Koran Sindo, 2015, “Astindo Minta Penjualan Tiket Online Ditertibkan”,
http://www.koran-sindo.com/news.php?r=5&n=39&date=2015-10-10, diakses tanggal 21 September 2016.
10Berita Dewata, 2016, “Gubernur Bali Komit Lindungi Sektor Industri Pariwisata Lokal”,
http://beritadewata.com/Pariwisata/Berita-Pariwisata/Gubernur-Bali-Komit-Lindungi-Sektor-Industri-Pariwisata-Lokal-.html, diakses tanggal 21 September 2016.
7
Tahun 1999. Dalam kaitannya dengan hal tersebut, perlu diadakan penelitian
mengenai “Dugaan Praktik Jual Rugi yang Dilakukan oleh Travel Agent Online di
Bali”.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka dapat
dirumuskan dua permasalahan sebagai berikut:
1. bagaimanakah kualifikasi praktik jual rugi yang mengakibatkan
praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat berdasarkan
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999?
2. apakah penetapan harga yang dilakukan oleh Travel Agent Online di
Bali memenuhi kualifikasi praktik jual rugi yang dilarang berdasarkan
Pasal 20 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999?
1.3 Ruang Lingkup Masalah
Dalam rangka memperoleh hasil penelitian yang terfokus serta agar
pembahasan tidak menyimpang dari pokok permasalahan, maka diberikan batas-
batas terhadap masalah yang akan diteliti, yaitu dibatasi pada kualifikasi praktik
jual rugi yang mengakibatkan praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak
sehat berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 dan pada terpenuhi atau
tidaknya kualifikasi praktik jual rugi terhadap penetapan harga yang dilakukan
oleh travel agent online di Bali berdasarkan berdasarkan Undang-Undang Nomor
5 Tahun 1999.
8
1.4 Orisinalitas Penelitian
Penelitian mengenai “Dugaan Praktik Jual Rugi yang Dilakukan oleh Travel
Agent Online di Bali” yang saya lakukan adalah sepenuhnya hasil penelitian dan
pemikiran yang ditulis oleh saya sendiri dan belum pernah ada yang melakukan
penelitian mengenai “Dugaan Praktik Jual Rugi yang Dilakukan oleh Travel
Agent Online di Bali”.
Dari hasil penelusuran terdapat 2 (dua) penelitian sejenis terdahulu yang
berkaitan dengan dugaan praktik jual rugi. Adapun perbedaan antara penelitian
sejenis terdahulu dengan penelitian yang saya lakukan adalah sebagai berikut ini.
1. Penelitian yang dilakukan oleh Adiwidya Imam Rahayu dengan judul
“Dugaan Praktik Jual Rugi (Predatory Pricing) dalam Industri
Telekomunikasi di Indonesia Ditinjau dari Undang-Undang Nomor 5 Tahun
1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak
Sehat”. Penelitian ini dilakukan dalam rangka menyelesaikan program
sarjana di Universitas Indonesia pada tahun 2011. Permasalahan yang
diangkat adalah: (1) apakah ketentuan yang mengatur tentang praktik
predatory pricing masih relevan untuk diterapkan dalam dunia bisnis
modern; (2) bagaimanakah Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Anti
Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat khususnya di dalam pasal 20
mendeskripsikan predatory pricing; serta (3) bilamanakah Pasal 20 dari
Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Anti Monopoli dan Persaingan
Usaha Tidak Sehat dapat mengenakan tuduhan predatory pricing terhadap
perusahaan telekomunikasi di Indonesia.
9
2. Penelitian yang dilakukan oleh I Gede Arya Pratama dengan judul “Indikasi
Jual Rugi yang Dilakukan oleh Perusahaan Surat Kabar di Bali”. Penelitian
ini dilakukan dalam rangka menyelesaikan program sarjana di Universitas
Udayana pada tahun 2016. Permasalahan yang diangkat adalah: (1)
bagaimanakah akibat hukum dari praktik jual rugi yang dilakukan terhadap
pesaing usaha lain; serta (2) apakah penetapan harga penjualan surat kabar
yang dilakukan oleh PT. Bali Media Grafika Tribun Bali dapat
diklasifikasikan sebagai salah satu kegiatan jual rugi.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 1: Penelitian Terdahulu Berkaitan dengan Praktik Jual Rugi
No Judul Penulis Rumusan Masalah
1. Dugaan Praktik Adiwidya Imam 1. Apakah ketentuan yang Jual Rugi Rahayu, mengatur tentang praktik
(Predatory Universitas predatory pricing masih
Pricing) dalam Indonesia, 2011 relevan untuk diterapkan
Industri dalam dunia bisnis
Telekomunikasi di modern?
Indonesia Ditinjau 2. Bagaimanakah Undang-
dari Undang- Undang No. 5 Tahun 1999
Undang Nomor 5 tentang Anti Monopoli dan
Tahun 1999 Persaingan Usaha Tidak
tentang Larangan Sehat khususnya di dalam
Praktik Monopoli pasal 20 mendeskripsikan
dan Persaingan predatory pricing?
Usaha Tidak Sehat 3. Bilamanakah Pasal 20 dari
Undang-Undang No. 5
Tahun 1999 Tentang Anti
Monopoli dan Persaingan
Usaha Tidak Sehat dapat
mengenakan tuduhan
predatory pricing terhadap
perusahaan telekomunikasi
di Indonesia?
2. Indikasi Jual Rugi I Gede Arya 1. Bagaimanakah akibat yang Dilakukan Pratama, hukum dari praktik jual
oleh Universitas rugi yang dilakukan
10
Perusahaan Surat Udayana, 2016 terhadap pesaing usaha Kabar di Bali lain?
2. Apakah penetapan harga
penjualan surat kabar yang
dilakukan oleh PT. Bali
Media Grafika Tribun Bali
dapat diklasifikasikan
sebagai salah satu kegiatan
jual rugi?
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat perbedaan penelitian ini dengan
kedua penelitian sejenis sebelumnya terletak pada judul dan rumusan masalah. Di
samping itu perbedaan juga terdapat pada objek penelitian. Pada penelitian ini
yang menjadi objek penelitian adalah perusahaan travel agent online di Bali yang
diduga melakukan praktik jual rugi.
1.5 Tujuan Penelitian
1.5.1 Tujuan umum
Adapun tujuan umum dari penelitian ini adalah:
1. untuk mengetahui secara umum praktik jual rugi yang mengakibatkan
praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat berdasarkan
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999; dan
2. untuk mengetahui secara umum penetapan harga yang dilakukan oleh travel
agent online di Bali dapat memenuhi kualifikasi praktik jual rugi
berdasarkan Pasal 20 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999.
11
1.5.2 Tujuan khusus
Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah:
1. untuk memahami kualifikasi praktik jual rugi yang mengakibatkan praktik
monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat berdasarkan Undang-
Undang Nomor 5 Tahun 1999;
2. untuk memahami bahwa penetapan harga yang dilakukan oleh travel agent
online di Bali dapat memenuhi kualifikasi praktik jual rugi berdasarkan
Pasal 20 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999.
1.6 Manfaat Penelitian
1.6.1 Manfaat teoritis
Adapun manfaat teoritis dari penelitian ini adalah:
1. agar dapat memberi kontribusi bagi pengembangan ilmu hukum, khususnya
dalam bidang hukum perdata mengenai praktik jual rugi dalam persaingan
usaha;
2. agar dapat menjadi referensi bagi penelitian selanjutnya dalam
mengembangkan keilmuan di bidang hukum perdata mengenai praktik jual
rugi dalam persaingan usaha;
3. agar dapat menjadi referensi bagi KPPU dalam rangka mengoptimalkan
pengawasan persaingan usaha dan menegakkan hukum apabila terdapat
dugaan persaingan usaha tidak sehat.
12
1.6.2 Manfaat praktis
Adapun manfaat praktis dari penelitian ini adalah:
1. agar dapat memberi kontribusi dalam rangka pemecahan masalah-masalah
serupa di masyarakat, khususnya mengenai praktik jual rugi dalam
persaingan usaha;
2. agar dapat menjadi pedoman bagi perusahaan-perusahaan untuk
menyelesaikan permasalahan sejenis demi menjaga situasi persaingan usaha
yang sehat dan terhindar dari praktik jual rugi.
1.7 Landasan Teoritis
Dalam setiap penelitian harus disertai dengan landasan teoritis karena ada
hubungan timbal balik yang erat antara teori dengan kegiatan pengumpulan dan
pengolahan data, analisa serta konstruksi data. Dalam suatu penelitian akan dapat
dijelaskan fenomena hukum yang dihadapi dengan mengedepankan teori-teori.11
Landasan teoritis dalam penelitian hukum mempunyai 4 (empat) ciri, yaitu:
(a) teori-teori hukum; (b) asas-asas hukum, (c) doktrin hukum, serta (d) ulasan
pakar hukum berdasarkan pembidangan kekhususannya. Keempat ciri tersebut
dapat digunakan sekaligus atau salah satunya.12
Landasan teoritis yang digunakan
dalam penelitian ini yakni diuraikan sebagai berikut ini.
11
Fakultas Hukum Universitas Udayana, 2013, Pedoman Pendidikan Fakultas Hukum Universitas Udayana, Denpasar, h.79.
12Zainuddin Ali, 2014, Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, h. 79.
13
1. Teori Pendekatan Yuridis dalam Pengaturan Larangan Persaingan Usaha
Tidak Sehat
Larangan terhadap persaingan usaha tidak sehat berdasarkan Undang-
Undang Nomor 5 Tahun 1999 diatur menggunakan 2 (dua) pendekatan, yaitu
pendekatan per se illegal dan pendekatan rule of reason.
Berdasarkan pendekatan per se illegal, suatu tindakan dinyatakan melanggar
hukum dan dilarang secara mutlak, serta tidak diperlukan pembuktian apakah
tindakan tersebut memiliki dampak negatif terhadap persaingan usaha13
. Larangan
yang bersifat per se illegal adalah larangan yang tegas dalam rangka memberikan
kepastian bagi para pelaku usaha dalam memaknai norma-norma larangan dalam
persaingan usaha. Para pelaku usaha memasuki koridor hukum yang transparan
sehingga dapat memberikan arahan bagi mereka guna merencanakan dan melakukan
usahanya tanpa khawatir adanya tuntutan hukum dari instansi terkait dan
berhubungan dengan pelanggaran terhadap norma-norma larangan tersebut.14
Pendekatan per se illegal memperkenankan pengadilan menolak
dilakukannya penyelidikan secara rinci yang memerlukan banyak waktu dan
biaya mahal dalam rangka mencari fakta di pasar bersangkutan. Hal ini karena
kegiatan yang dilarang secara per se illegal dalam hukum persaingan usaha pada
dasarnya adalah kegiatan yang melawan hukum dan pasti membawa akibat
negatif terhadap persaingan usaha.15
13Hermansyah, 2009, Pokok-Pokok Hukum Persaingan Usaha di Indonesia, Kencana,
Jakarta, h.78. 14
Johnny Ibrahim, op.cit, h.223. 15
Arie Siswanto, 2004, Hukum Persaingan Usaha, Ghalia Indonesia, Jakarta, h.67.
14
Adapun larangan yang menggunakan pendekatan per se illegal dalam
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 di antaranya larangan terhadap penetapan
harga, diskriminasi harga, pemboikotan, perjanjian tertutup, persekongkolan
menghambat produksi dan/atau pemasaran, penyalahgunaan posisi dominan, serta
pemilikan saham mayoritas.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 2: Larangan yang Menggunakan Pendekatan Per Se Illegal dalam
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999
No Perjanjian yang dilarang Pasal Kegiatan yang dilarang Pasal
1 Penetapan harga 5 Persekongkolan- 24 menghambat produksi
dan/atau pemasaran
2 Diskriminasi harga 6 Penyalahgunaan posisi 25 dominan
3 Pemboikotan 10 Pemilikan saham mayoritas 27
4 Perjanjian tertutup 15
Sementara rule of reason adalah teori yang dibangun berdasarkan penafsiran
atas Sherman Antitrust Act oleh Mahkamah Agung Amerika Serikat yang
diterapkan dalam kasus Standard Oil Co. of New Jersey vs. United State pada
tahun 1911.16
Berdasarkan pendekatan rule of reason, suatu tindakan baru dapat
dinyatakan melanggar hukum jika terbukti secara signifikan memenuhi kualifikasi
adanya potensi bagi terjadinya praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak
sehat.17
Berdasarkan pendekatan rule of reason ditentukan bahwa meksipun suatu perbuatan itu telah memenuhi rumusan ketentuan-ketentuan dalam undang-
16
Hermansyah, op.cit, h.79. 17
Rachmadi Usman, op.cit, h. 97.
15
undang, namun jika ternyata ada alasan objektif (alasan ekonomi) yang dapat membenarkan (reasonable) perbuatan tersebut, maka perbuatan tersebut bukan merupakan suatu pelanggaran hukum. Artinya, penerapan hukumnya bergantung pada akibat yang ditimbulkan, apakah perbuatan dari
pelaku usaha tersebut telah menimbulkan praktik monopoli atau tidak.18
Pendapat tersebut pada pokoknya mengemukakan bahwa sepanjang kegiatan
monopoli didapat melalui cara-cara yang wajar dan dilatarbelakangi oleh alasan-
alasan objektif dari sisi ekonomi, walaupun memenuhi rumusan yang dilarang
dalam undang-undang, kegiatan tersebut dianggap bukan merupakan perbuatan
melawan hukum.
Pendekatan rule of reason mengharuskan pengadilan untuk menganalisis
akibat perbuatan tersebut terhadap kondisi persaingan usaha. Di samping
menganalisis dengan pertimbangan dari aspek hukum dan ekonomi, pengadilan
juga perlu mempertimbangkan dari aspek keadilan, efisiensi, perlindungan
terhadap golongan ekonomi tertentu dan fairness.19
Adapun larangan yang menggunakan pendekatan rule of reason dalam
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 di antaranya larangan terhadap praktik
oligopoli, penetapan harga di bawah harga pasar, penjualan kembali dengan harga
terendah, pembagian wilayah pasar, kartel, trust, oligopsoni, integrasi vertikal,
perjanjian dengan pihak luar negeri, monopoli, monopsoni, penguasaan pangsa
pasar, jual rugi, manipulasi biaya, persekongkolan tender, persekongkolan rahasia
perusahaan, jabatan rangkap, penggabungan, peleburan dan pengambilalihan
perusahaan.
18
L Budi Kragamanto, op.cit, h.102. 19
Hermansyah, loc.cit.
16
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 3: Larangan yang Menggunakan Pendekatan Rule of Reason
dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999
No Perjanjian yang dilarang Pasal Kegiatan yang dilarang Pasal
1 Oligopoli 4 Monopoli 17
2 Penetapan hargadi 7 Monopsoni 18
bawah harga pasar
3 Penjualan kembali 8 Penguasaan pangsa pasar 19
dengan harga terendah
4 Pembagian wilayah 9 Jual rugi 20
pasar
5 Kartel 11 Manipulasi biaya 21
6 Trust 12 Persekongkolan-tender 22
7 Oligopsoni 13 Persekongkolan-rahasia 23
perusahaan
8 Integrasi vertikal 14 Jabatan rangkap 26
9 Perjanjian dengan pihak 16 Penggabungan, peleburan 28 luar negeri dan pengambilalihan
perusahaan
2. Prinsip Efisiensi dalam Persaingan Usaha
Pada hakikatnya keberadaan hukum persaingan usaha adalah mengupayakan
secara optimal terciptanya persaingan usaha yang sehat (fair competition) yang
mendorong pelaku usaha melakukan efisiensi agar mampu bersaing dengan para
pesaingnya.20
Terdapat 2 (dua) efisiensi yang ingin dicapai oleh Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1999, yaitu efesiensi bagi para produsen (productive efficiency)
dan efisiensi bagi masyarakat (allocative efficiency).21
Productive efficiency ialah efisiensi bagi perusahaan dalam menghasilkan
barang-barang dan jasa-jasa. Perusahaan yang efisien apabila dalam menghasilkan
20
Hermansyah, op.cit, h.13. 21
Sutan Remy Sjahdeini, 2000, “Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (Tinjauan terhadap Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999)”, Jurnal Hukum Bisnis Yayasan Pengembangan Hukum Bisnis Volume 10, Jakarta. h.8.
17
barang dan jasa perusahaan tersebut dilakukan dengan biaya yang serendah-
rendahnya karena dapat menggunakan sumber daya yang sekecil mungkin.
Allocative efficiency adalah efisiensi bagi masyarakat konsumen. Disebut
masyarakat konsumen efisien apabila para produsen dapat membuat barang-
barang yang dibutuhkan oleh konsumen dan menjualnya pada harga yang para
konsumen itu bersedia untuk membayar harga barang yang dibutuhkannya
tersebut.
Persaingan usaha yang sehat akan memotivasi pelaku usaha untuk
melakukan efisiensi dengan meningkatkan kualitas produk atau meningkatkan
kualitas jasa pelayanannya. Persaingan usaha akan mendorong pelaku usaha untuk
melakukan inovasi agar mampu bertahan pada pasar yang bersangkutan.
3. Asas Demokrasi Ekonomi
Berdasarkan asas demokrasi ekonomi, pemegang kekuasaan tertinggi dalam
pembangunan perekonomian adalah rakyat. Hal ini berarti pembangunan di
bidang ekonomi dan hasil-hasilnya diarahkan kepada terwujudnya kesejahteraan
rakyat yang adil dan makmur.22
Asas demokrasi ekonomi menjadi dasar pembangunan bidang ekonomi di
Indonesia, yang merupakan penjabaran dari Pasal 33 ayat (1) Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 bahwa, “Perekonomian disusun
sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan”.
Dianutnya asas demokrasi ekonomi oleh Indonesia terdapat tiga hal yang
harus dihindari, yaitu: (1) sistem free fight liberalism yang menumbuhkan
22
Rachmadi Usman, op.cit, h.89.
18
eksploitasi terhadap rnanusia dan bangsa lain yang dalam sejarahnya di Indonesia
telah menimbulkan dan mempertahankan kelemahan struktural ekonomi nasional
dan posisi Indonesia dalam perekonomian dunia; (2) sistem etatisme dalam arti
bahwa negara beserta aparatur ekonomi negara bersifat dominan, mendesak dan
mematikan potensi serta daya kreasi unit-unit ekonomi di luar sektor negara; serta
(3) persaingan tidak sehat serta pemusatan kekuatan ekonomi pada satu kelompok
dalam berbagai bentuk monopoli dan monopsoni yang merugikan masyarakat dan
bertentangan dengan cita-cita keadilan sosial.23
Asas ini juga dianut oleh Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999
berdasarkan Pasal 2 bahwa, “Pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan usahanya
berasaskan demokrasi ekonomi dengan memperhatikan keseimbangan antara
kepentingan pelaku usaha dan kepentingan umum.”
4. Asas Campur Tangan Negara terhadap Kegiatan Ekonomi
Asas campur tangan negara terhadap kegiatan ekonomi adalah asas penting
yang dibutuhkan dalam rangka pembinaan cita hukum dari asas-asas hukum
nasional diitinjau dari aspek hukum dagang dan ekonomi.24
Kegiatan ekonomi
yang terjadi di masyarakat membutuhkan campur tangan negara, mengingat
tujuan dasar kegiatan ekonomi itu sendiri adalah untuk memperoleh keuntungan.
Sasaran tersebut mendorong terjadinya penyimpangan bahkan kecurangan yang
dapat merugikan pihak-pihak tertentu bahkan semua pihak.
23Suyud Margono, 2009, Hukum Antimonopoli, Sinar Grafika, Jakarta, h.28.
24Johnny Ibrahim, op.cit, h.35.
19
Oleh karena itu, campur tangan negara terhadap kegiatan ekonomi secara
umum dalam rangka hubungan hukum yang terjadi tetap dalam batas-batas
keseimbangan kepentingan perusahaan, masyarakat dan negara.25
1.8 Metode Penelitian
Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah yang berdasarkan pada
metode, sistematika dan pemikiran tertentu, yang bertujuan untuk mempelajari
sesuatu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan jalan menganalisisnya.26
Demikian pula pada penelitian ini dilakukan berdasarkan pada metode tertentu.
Hal ini dimaksudkan agar diperoleh hasil peneitian yang sistematis, metodologis
dan konsisten.
1.8.1 Jenis penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam rangka penulisan ini, merupakan
penelitian hukum empiris (yuridis empiris). Penelitian hukum empiris adalah
penelitian yang membahas bagaimana hukum beroperasi dalam masyarakat (ius
operatum).27
Penelitian hukum empiris mencakup penelitian terhadap identifikasi
hukum dan penelitian terhadap efektivitas hukum.28
Penelitian hukum empiris
meneliti tentang hukum dalam prosesnya hukum dalam interaksinya, hukum
dalam penerapannya dan/atau pengaruh hukum dalam kehidupan masyarakat.
25Sri Redjeki Hartono, 2000, Kapita Selekta Hukum Ekonomi, Mandar Maju, Bandung,
h.15. 26
Soerjono Soekanto, 2002, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, h.43. 27
Zainuddin Ali, op.cit, h.31. 28
Zainuddin Ali. op.cit, h.13.
20
Pemilihan jenis penelitian hukum empiris pada penelitian ini
dilatarbelakangi oleh adanya fenomena hukum dalam masyarakat yang berjalan
tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku. Dalam hal ini terjadi kesenjangan
antara das sollen (law in book) dan das sein (law in action), yaitu adanya dugaan
praktik jual rugi yang dilakukan oleh travel agent online di Bali yang tidak sesuai
dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999.
1.8.2 Sifat penelitian
Penelitian hukum empiris menurut sifatnya dibedakan menjadi 3 (tiga) yaitu
penelitian eksploratif (penjajakan atau penjelajahan), penelitian deskriptif,
penelitian eksplanatoris dan penelitian verifikatif.29
Sifat penelitian dari penelitian
ini yaitu penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif bertujuan untuk
mendiskripsikan secara sistematis, faktual dan akurat terhadap suatu populasi atau
daerah tertentu, mengenai sifat-sifat, karakteristik-karakteristik atau faktor-faktor
tertentu.30
Penelitian deskriptif bertujuan menggambarkan ada tidaknya hubungan
hukum antara suatu gejala dengan gejala lain di masyarakat.
Dalam penelitian ini akan mendeskripsikan tentang efektivitas hukum
persaingan usaha dalam masyarakat terkait adanya gejala dalam masyarakat
berupa dugaan praktik jual rugi yang dilakukan oleh travel agent online di Bali.
29Fakultas Hukum Universitas Udayana, op.cit, h.80.
30Bambang Sunggono, op.cit. h.35.
21
1.8.3 Data dan sumber data
Di dalam melakukan penelitian hukum empiris terdapat 2 (dua) jenis data
yang digunakan yaitu data primer dan data sekunder yang akan diuraikan sebagai
berikut ini.
1. Data primer
Data primer dari penelitian ini bersumber langsung dari penelitian
lapangan (field research) yaitu data yang diperoleh dari responden maupun
informan yang terkait dengan permasalahan yang dibahas dan penelitian ini.
2. Data sekunder
Data sekunder adalah data yang bersumber dari penelitian kepustakaan
(library research), yaitu data yang diperoleh secara tidak langsung dalam
bentuk bahan-bahan hukum. Data sekunder yang digunakan dalam
penelitian ini terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan
bahan hokum tersier yang akan diuraikan sebagai berikut ini.
a. Bahan hukum primer, yaitu peraturan perundang-undangan. Bahan hukum
primer yang digunakan dalam penelitian ini meliputi:
- Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
- Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik
Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat;
- Undang-Undang Nomor 10 tahun 2009 tentang Kepariwisataan;
- Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor 6 Tahun
2011 tentang Pedoman Pelaksanaan Pasal 20 tentang Jual Rugi.
22
b. Bahan hukum sekunder, yaitu berupa bahan hukum yang memberikan
penjelasan terhadap bahan hukum primer. Bahan hukum sekunder
yang digunakan dalam penelitian ini meliputi buku-buku atau literatur,
karya tulis dan jurnal yang berkaitan dengan pokok bahasan penelitian.
c. Bahan hukum tersier, yaitu meliputi kamus hukum, ensiklopedi dan lain
sebagainya yang berfungsi menjelaskan bahan hukum primer dan
sekunder. Bahan hukum tersier yang digunakan dalam penelitian ini
adalah Kamus Hukum dan Kamus Besar Bahasa Indonesia.
1.8.4 Teknik pengumpulan data
Dalam penelitian hukum empiris dikenal teknik-teknik pengumpulan data di
antaranya studi dokumen, wawancara, observasi dan penyebaran kuisioner atau
angket. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
teknik studi dokumen dan teknik wawancara.
1. Teknik studi dokumen
Studi dokumen merupakan teknik awal yang digunakan dalam setiap
penelitian ilmu hukum baik normatif maupun empiris, karena walaupun
aspeknya berbeda namun keduanya adalah penelitian ilmu hukum yang
selalu bertolak dari premis normatif. Studi dokumen dilakukan atas bahan-
bahan hukum yang relevan dengan permasalahan penelitian.31
Teknik studi dokumen ini dilakukan dengan cara melakukan
penelusuran terhadap sumber bahan hukum primer, bahan hukum sekunder
serta bahan hukum tersier yang berkaitan dengan hukum persaingan usaha
31
Fakultas Hukum Universitas Udayana, op.cit, h.82.
23
khususnya mengenai dugaan praktik jual rugi yang dilakukan oleh travel
agent online di Bali.
2. Teknik wawancara
Wawancara atau interview merupakan salah satu teknik yang sering
dan paling lazim digunaan dalam penelitian hukum empiris. Wawancara
dilakukan untuk memperoleh jawaban-jawaban yang relevan dengan
masalah penelitian kepada responden maupun informan. Agar hasil
wawacara nantinya memiliki nilai validitas dan reabilitas, dalam
berwawancara peneliti menggunakan alat berupa pedoman wawancara atau
interview guide.
1.8.5 Teknik penentuan sampel penelitian
Penentuan populasi dan sampel penelitian yang tepat sangat penting dalam
suatu penelitian, untuk mendapatkan hasil yang akurat dan dapat
dipertanggungjawabkan.
Populasi adalah keseluruhan objek pengamatan, yang dalam penelitian ini
dibatasi pada travel agent yang berdomisili di Kota Denpasar dan Kabupaten
Badung. Pembatasan populasi ini didasarkan pada data Direktori Pariwisata Bali
Tahun 2014, yang menunjukkan bahwa hampir seluruh travel agent yang ada di
Provinsi Bali berdomisili di Kota Denpasar dan Kabupaten Badung.
Sampel adalah bagian dari populasi yang akan diteliti yang dianggap
mewakili populasinya. Dalam penelitian hukum empiris, teknik penentuan sampel
penelitian dapat dibedakan menjadi teknik probability sampling dan teknik non
24
probability sampling. Teknik penentuan sampel yang digunakan dalam penelitian
ini adalah teknik non-probability sampling.
Teknik non probability sampling ini digunakan karena sesuai dengan sifat
penelitian yang dilakukan yaitu penelitian deskriptif yang analisisnya adalah
analisis kualitatif, serta tidak ada ketentuan yang pasti berapa sampel yang harus
diambil agar dapat dianggap mewakili populasinya.
Bentuk teknik non probability sampling yang digunakan adalah snowball
sampling. Berdasarkan teknik snowball sampling, sampel pertama yang diteliti
ditentukan sendiri oleh si peneliti yaitu dengan mencari informan/responden kunci
yang dianggap mengetahui tentang penelitian yang sedang dilakukan. Informan
atau responden berikutnya yang akan dijadikan sampel tergantung dari
rekomendasi yang diberikan informan kunci.
1.8.6 Teknik pengolahan dan analisis data
Dalam penelitian ilmu hukum aspek empiris dikenal teknik pengolahan dan
analisis data di antaranya analisis kualitatif dan analisis kuantitatif. Penerapan
masing-masing analisis tersebut sangat tergantung dari sifat penelitian dan sifat
data yang akan dikumpulkan oleh peneliti.
Sifat dari penelitian ini adalah penelitian deskriptif, maka teknik pengolahan
dan analisis data yang digunakan adalah teknik analisis kualitatif. Teknik analisis
kualitatif digunakan karena data yang dianalisis adalah data naturalistik yang
terdiri dari kata-kata (narasi), sukar diukur dengan angka dan berwujud kasus-
kasus.
25
Dalam penelitian dengan teknik analisis kualitatif, keseluruhan data yang
terkumpul baik data primer maupun sekunder akan diolah dengan cara menyusun
data secara sistematis, digolongkan dalam pola dan tema, diklasifikasikan,
dihubungkan satu data dengan data lainnya. Selanjutnya dilakukan analisis dari
perspektif peneliti untuk memahami makna data dalam situasi sosial. Hasil dari
analisis tersebut maka akan diperoleh data secaa diskriptif kualitatif dan
sistematis.