DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI BAB I...

102
iv DAFTAR ISI KATA PENGANTAR............................................................................................. i DAFTAR ISI ........................................................................................................... v BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah.............................................................. 1 B. Batasan dan Rumusan Masalah .................................................. 6 C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................... 7 D. Metode Penelitian ....................................................................... 8 E. Review Studi ............................................................................... 11 F. Sistematika Penulisan ................................................................. 13 BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Hukum Kewarisan Dalam Perspektif Fikih ................................ 14 B. Hukum Kewarisan Dalam Perspektif Undang-undang ............... 38 C. Konsep Keadilan Dalam Kewarisan ........................................... 49 BAB III ANALISIS GUGATAN KEWARISAN ANAK LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN A. Landasan Yuridis, Hukum Formil dan Hukum Materil .............. 57 B. Analisis dan Pertimbangan Hakim Pengadilan Agama Jakarta Timur dan Pengadilan Tinggi Agama Jakarta............................. 64

Transcript of DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI BAB I...

Page 1: DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI BAB I …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21705/1/MILKI...iv daftar isi. kata pengantar..... i . daftar isi ...

iv

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................. i

DAFTAR ISI ........................................................................................................... v

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah.............................................................. 1

B. Batasan dan Rumusan Masalah .................................................. 6

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................... 7

D. Metode Penelitian ....................................................................... 8

E. Review Studi ............................................................................... 11

F. Sistematika Penulisan ................................................................. 13

BAB II TINJAUAN TEORITIS

A. Hukum Kewarisan Dalam Perspektif Fikih ................................ 14

B. Hukum Kewarisan Dalam Perspektif Undang-undang ............... 38

C. Konsep Keadilan Dalam Kewarisan ........................................... 49

BAB III ANALISIS GUGATAN KEWARISAN ANAK LAKI-LAKI

DAN PEREMPUAN

A. Landasan Yuridis, Hukum Formil dan Hukum Materil .............. 57

B. Analisis dan Pertimbangan Hakim Pengadilan Agama Jakarta

Timur dan Pengadilan Tinggi Agama Jakarta............................. 64

Page 2: DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI BAB I …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21705/1/MILKI...iv daftar isi. kata pengantar..... i . daftar isi ...

v

C. Telaah Kritis Terhadap Pembagian Harta Waris Putusan

Pengadilan Agama Jakarta Timur dan Pengadilan Tinggi Agama

Jakarta ........................................................................................ 79

BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan ................................................................................. 94

B. Saran .......................................................................................... 97

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 98

LAMPIRAN

1. Salinan Putusan Pengadilan Agama Jakarta Timur Nomor 1397/

Pdt.G/2008/PA.JT

2. Salinan Putusan Pengadilan Tinggi Agama Jakarta Nomor

50/Pdt.G/2009/PTA.JK

3. Surat izin untuk melaksanakan wawancara di Pengadilan Agama

Jakarta Timur dan Pengadilan Tinggi Agama Jakarta

4. Hasil wawancara dengan hakim pada Pengadilan tingkat pertama

5. Hasil wawancara dengan hakim pada Pengadilan tingkat banding

Page 3: DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI BAB I …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21705/1/MILKI...iv daftar isi. kata pengantar..... i . daftar isi ...

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sistem waris merupakan salah satu sebab atau alasan adanya perpindahan

kepemilikan, yaitu berpindahnya harta benda dan hak-hak material dari pihak yang

mewariskan, setelah muwarits wafat, kepada para penerima warisan dengan jalan

pergantian yang didasarkan pada hukum syara’. Terjadinya proses pewarisan ini tentu

setelah memenuhi hak-hak yang terkait dengan harta peninggalan si mayit.1

Pada masa jahiliyah (sebelum Islam), bangsa Arab telah mengenal sistem

waris. Meskipun demikian, mereka tidak memberikan harta waris tersebut kepada

wanita maupun anak-anak yang dianggap tidak cakap dalam berperang dan tidak

dapat meraih pampasan perang. Tetapi, mereka hanya akan memberikan harta waris

kepada laki-laki dewasa, kerabat orang yang meninggal, dan orang lain yang bukan

kerabat orang yang meninggal, karena suatu perjanjian atau adopsi.2

Inilah yang berbeda dengan hukum waris dalam Islam. Allah SWT telah

menetapkan bahwa orang-orang yang memiliki hubungan kekerabatan lebih berhak

                                                            1 Komite Fakutas Syariah, Universitas Al-Azhar Mesir, Hukum Waris, (Jakarta: CV Kuwais

Media Kreasindo, 2004) Cet.1, h. 1 

2 Mukti Arto, Hukum Waris Bilateral Dalam Kompilasi Hukum Islam, (Solo: Balqis Queen, 2009), Cet.1, h. 20

 

Page 4: DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI BAB I …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21705/1/MILKI...iv daftar isi. kata pengantar..... i . daftar isi ...

untuk saling mewarisi, baik laki-laki maupun perempuan, yang dewasa maupun anak-

anak, seperti yang dijelaskan dalam al-Quran Surat al-Ahzab (33:6).

Suatu fakta yang tidak dapat di pungkiri bahwa kelahiran hukum waris

disamping bukan sekedar untuk merespon problem hukum dizaman jahiliyah yang

telah disebutkan diatas, tetapi hukum waris juga dipresentasikan dalam teks-teks yang

rinci, sistematis, konkrit dan realistis sehingga menutup kemungkinan akan adanya

multi interpretasi. Hal ini diakui oleh para ahli hukum sebagai suatu keistimewaan

tersendiri, karena dari sekian banyak ayat-ayat tentang hukum (ayat ahkam) dalam al-

Quran yang menurut Abdul Wahhab Khallaf berjumlah 228, tidak ada satu aspek

hukumpun yang secara teknis diyakini sebagai model hukum yang canggih dan

lengkap selain daripada hukum waris tersebut.3 Hukum waris ini berfungsi untuk

memenuhi kebutuhan masyarakat dalam menegakan hukum Islam yang sesuai

dengan ketentuan yang seharusnya tanpa adanya diskriminasi terhadap satu golongan,

yang dipertegas dengan firman Allah SWT dalam al-Quran Surat An-nisa (4:7)

mengenai proyeksi dari hukum kewarisan Islam. Kandungan ayat tersebut

mengindikasikan bahwa yang menjadi ahli waris adalah seluruh anggota keluarga

baik laki-laki maupun perempuan dan menjelaskan tentang pembagian hak dari

masing-masing ahli waris atas harta warisan yang ditinggalkan oleh pemiliknya yang

meninggal dunia.

                                                            3 Elfid Nurfitri Mubarok, Penyelesaian Gugatan Kewarisan Anak Perempuan Dengan

Saudara Kandung, (Skripsi S1 Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008), h. 3

2  

Page 5: DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI BAB I …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21705/1/MILKI...iv daftar isi. kata pengantar..... i . daftar isi ...

Kita ketahui bahwa Indonesia bukanlah negara Islam, tetapi mayoritas

penduduknya adalah muslim. Sehingga dalam kehidupan masyarakatnya hukum

Islam mempunyai peranan yang sangat penting dalam pola regulasi masyarakat. Oleh

karena itu, agar hukum Islam bisa berintegrasi ke dalam sistem hukum negara, maka

legalisasi hukum Islam menjadi manifestasi modernisasi Islam yang terpenting.

Dengan demikian diharapkan persoalan intern hukum Islam dapat terpecahkan.

Salah satu karya besar umat Islam Indonesia dalam rangka memberi arti yang

lebih positif bagi kehidupan beragamanya dan sebagai bukti atas kebangkitan umat

Islam Indonesia, memperoleh momentum puncaknya yaitu dengan lahirnya

Kompilasi Hukum Islam (KHI) pada tahun 1991. Legalisasi hukum Islam tersebut

merupakan penjabaran dan aplikasi syariah yang menampilkan corak khas ke-

Indonesia-an, meskipun hanya berbentuk Instruksi Presiden (Inpres) yang hanya

bersifat fakultatif yang kekuatan hukumnya tidak begitu mengikat dan memaksa,

namun diharapkan akan menjadi satu jenjang dalam berijtihad menemukan hukum

dan sebagai batu loncatan untuk meraih keberhasilan yang lebih baik dimasa yang

akan datang.4

Kompilasi Hukum Islam (KHI) merupakan hukum materil yang harus

dijalankan di Pengadilan Agama, tetapi KHI bukanlah bersifat mutlak seperti wahyu

Tuhan, sehingga para hakim mempunyai peluang untuk memberikan beberapa

pertimbangan dan berijtihad untuk menemukan hukum melalui perkara-perkara yang

                                                            4 Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, ( Jakarta: CV Akademika Pressindo,

1992), Cet. 1, h.6 3 

 

Page 6: DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI BAB I …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21705/1/MILKI...iv daftar isi. kata pengantar..... i . daftar isi ...

ditanganinya. Maka dari itu, dalam praktek penyelesaian perkara di Pengadilan

Agama dan Pengadilan Tinggi Agama adakalanya terdapat perbedaan dalam hal

penggunaan KHI itu sendiri. Salah satunya adalah dalam hal kewarisan. Perbedaan

bentuk putusan inilah yang dapat menimbulkan penerapan hukum yang berbeda pula.

Dalam hal kewarisan sering menimbulkan sengketa, baik dalam jumlah

pembagiannya, atau karena keterlambatan pembagian harta warisan tersebut,

sehingga mengakibatkan harta peninggalan dikuasai oleh salah satu dari ahli

warisnya, yang kemudian menimbulkan kecurigan akan penguasaan seluruh harta

peninggalan. Oleh sebab itu mengenai harta peniggalan ini harus disegerakan dalam

pembagiannya.

Mengenai perkara yang menjadi fokus kajian dalam skripsi ini adalah tentang

besarnya bagian harta waris yang diperoleh anak laki-laki dan perempuan yang

terdapat dalam al-Qur’an surat An-nisa (4) ayat 11 yang kemudian ditransformasi

kedalam KHI pasal 176, dewasa ini banyak menimbulkan multi interpretasi

dikalangan ahli hukum termasuk hakim dalam menafsirkan ayat tersebut secara

kontekstual. Sehingga, dalam memutus perkara pembagian hak waris anak laki-laki

dan perempuan tidak lagi merujuk kepada ketentuan yang telah disyariatkan dalam

al-Quran dan KHI pasal 176. Dengan terjadinya hal seperti itulah kemudian timbul

kekhawatiran akan hilangnya ilmu faridh sejalan dengan perkembangan zaman.

Artinya, eksistensi dari ilmu faraidh tersebut tidak lagi dipakai dan lebih kasarnya

lagi akan ditinggalkan oleh penganutnya yakni umat Islam itu sendiri.

4  

Page 7: DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI BAB I …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21705/1/MILKI...iv daftar isi. kata pengantar..... i . daftar isi ...

Padahal dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh al-Daruqutni dikatakan

bahwa perintah mempelajari dan mengajarkan ilmu faraidh sejalan dengan perintah

mempelajari dan mengajarkan al-Quran. Hal ini menunjukan bahwa ilmu faraidh

merupakan cabang ilmu yang cukup penting dalam mengatur kehidupan umat dan

mewujudkan keadilan dalam masyarakat.

Berdasarkan dari uraian yang telah dijelaskan diatas, maka penulis tertarik

untuk mengkaji apakah pembagian waris khususnya dalam pembagian hak waris anak

yang terdapat dalam KHI pasal 176 digunakan secara mutlak? karena sebagaimana

yang kita ketahui bahwa dengan lahirnya KHI ini diharapkan dapat menjaga dan

mengamalkan hukum Islam sebagaimana mestinya menurut ketentuan syara.

Kemudian bagaimana pertimbangan hakim yang menangani perkara tersebut

dikaitkan dengan konsep keadilan dalam pembagian waris? Dan apa faktor yang

dapat menggeser aturan hukum yang sudah ada kemudian berpindah ke aturan hukum

yang lain? Berangkat dari keingintahuan penulis inilah maka penulis ingin meneliti

dan menguraikan kedalam bentuk penulisan skripsi, dengan judul: “DISPARITAS

PUTUSAN PERKARA WARIS” (Studi Perbandinagan Putusan Pengadilan

Agama Nomor 1397/Pdt.G/2008/PA.JT dan Pengadilan Tinggi Agama Nomor

50/Pdt.G/2009/PTA.JK)

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

1. Pembatasan Masalah

5  

Page 8: DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI BAB I …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21705/1/MILKI...iv daftar isi. kata pengantar..... i . daftar isi ...

Sesuai dengan judul yang penulis angkat yaitu Disparitas Putusan Perkara

Waris, maka pembatasan masalah dalam penulisan skripsi ini hanya terfokus pada

analisis perbandingan putusan hakim Pengadilan Agama tingkat pertama, dalam hal

ini Pengadilan Agama Jakarta Timur dan Pengadilan tingkat banding yaitu

Pengadilan Tinggi Agama Jakarta. Hal ini ditujukan agar tidak terjadi pembahasan

yang melebar dan tidak ada ujung pangkalnya, sehingga apa yang menjadi tujuan dari

penulisan skripsi ini bisa tercapai dan terarah dengan baik.

2. Perumusan Masalah

Menurut teori baik dalam al-Quran maupun Kompilasi Hukum Islam (KHI)

pasal 176 disebutkan bahwa besar bagian harta waris bagi anak laki-laki dan

perempuan adalah 2:1 (baca: dua banding satu). Akan tetapi dalam praktek

penyelesaian perkara tersebut terdapat putusan yang berbeda, sehingga menimbulkan

penerapan hukum yang berbeda pula, yaitu 1:1 (baca: satu banding satu). Maka

berdasarkan rumusan masalah diatas, penulis merincinya dalam bentuk pertanyaan

sebagai berikut:

a. Apakah pembagian harta waris 2:1 (baca: dua banding satu) yang terdapat

dalam KHI pasal 176 digunakan secara mutlak sebagai dasar hukum di

Pengadilan Agama?

b. Bagaimana pertimbangan hakim yang menangani perkara kewarisan anak

laki-laki dan perempuan dikaitkan dengan konsep keadilan?

6  

Page 9: DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI BAB I …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21705/1/MILKI...iv daftar isi. kata pengantar..... i . daftar isi ...

c. Apa faktor yang dapat menggeser aturan hukum yg sudah ada kemudian

berpindah ke aturan hukum yang lain?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Penelitian yang dilakukan penulis bertujuan:

1. Untuk mengetahui apakah isi dari pasal 176 KHI dipergunakan secara mutlak

sebagai dasar hukum.

2. Untuk mengetahui konsep keadilan dalam pembagian harta warisan, menurut

teori keadilan dalam islam, teori kesetaraan gender, dan pandangan hakim

tentang konsep keadilan tersebut.

3. Untuk mengetahui dasar-dasar hukum yang menjadi pertimbangan hakim

dalam putusan perkara kewarisan yang dimaksud.

4. Diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pihak terkait, yang dalam hal ini

para pihak yang concern menkaji hukum kewarisan Islam.

5. Untuk menambah pengetahuan penulis dalam hal kewarisan dan memberikan

informasi kepada masyarakat bahwa terkadang ada putusan Pengadilan yang

berbeda dari ketentuan asalnya, namun bukan berarti menyalahi aturan yang

telah ditetapkan Allah SWT.

6. Sebagai bahan pertimbangan untuk dijadikan acuan terhadap pembuatan

penelitian serupa di masa yang akan datang.

D. Metode Penelitian

7  

Page 10: DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI BAB I …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21705/1/MILKI...iv daftar isi. kata pengantar..... i . daftar isi ...

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian yuridis

normatif, yakni penelitian yang difokuskan untuk mengkaji penerapan kaidah-kaidah

atau norma-norma dalam hukum positif.5

2. Pendekatan

Pendekatan yang digunakan pada penelitian ini adalah pendekatan kasus (case

approach).6 Pendekatan kasus ini bertujuan untuk mempelajari penerapan norma-

norma atau kaidah hukum yang dilakukan dalam praktek hukum. Terutama mengenai

kasus-kasus yang telah diputus sebagaimana yang dapat dilihat dalam yurisprudensi

terhadap perkara-perkara yang menjadi fokus penelitian.

3. Sumber data

Data yang digunakan terdiri dari data primer, sekunder, dan tersier.7 Data

primer terdiri dari beberapa peraturan perundang-undangan, yaitu Undang-undang

                                                            5 Sebagai konsekuensi pemilihan topik permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian yang

objeknya adalah permasalahan hukum (sedangkan hokum adalah kaidah atau norma yang ada dalam masyarakat), maka tipe penelitian yang digunakan adalah penelitian yuridis normatif. Lihat Johnny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, (Jakarta: Bayumedia, 2008), h. 295

6 Johnny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, (Jakarta: Bayumedia, 2008), h. 295 dan 302

7 Johnmy Ibrahim membagi sumber data pada penelitian yuridis normative menjadi 3 (tiga) macam, yakni sumber primer, sekunder, dan tersier. Di mana sumber primer merupakan bahan hukum yang diurut berdasar hierarki perundang-undangan, sumber sekunder adalah bahan dan data yang didapatkan dari buku-buku, jurnal-jurnal, pendapat para sarjana, kasus-kasus hukum, yurisprudensi, dan hasil symposium mutakhir yang berkaitan dengna topik penelitian. Adapun sumber tersier merupakan bahan hukum yang member i petunjuk atau penjelasan terhadap bahan hukum primer dan juga sekunder. Lihat Johnny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, (Jakarta: Bayumedia, 2008), h. 295-296, lihat juga Peter Mahmud Marzuki, Penelitian HUkum, (Jakarta: Kencana, 2007), h. 144-146

8  

Page 11: DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI BAB I …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21705/1/MILKI...iv daftar isi. kata pengantar..... i . daftar isi ...

No. 1 Tahun 1974, Undang-undang No. 7 Tahun 1989, Undang-undang No. 3 Tahun

2006 dan KHI (Kompilasi Hukum Islam).

Data sekunder yang digunakan sebagai sumber data pada skripsi ini antara

lain:

a. Salinan putusan mengenai perkara waris dari Pengadilan Agama Jakarta

Timur dan Pengadilan Tinggi Agama Jakarta.

b. Hasil wawancara

c. Buku, literatur, jurnal dan hasil tulisan lainnya yang mengkaji seputar

kewarisan.

Data tersier yang digunakan berupa kamus hukum.

4. Alat Pengumpul Data

Untuk memperoleh semua data yang dibutuhkan, digunakan alat pengumpul

data sebagai berikut;

a. Menganalisis terhadap putusan Pengadilan Agama Jakarta Timur, dan

putusan Pengadilan Tinggi Agama Jakarta tentang pembagian waris antara

anak laki-laki dan perempuan.

b. Inventarisasi dokumen, baik bahan primer berupa peraturan perundang-

undangan terkait, maupun bahan skunder berupa buku, literatur, jurnal, dan

tulisan lainnya yang mengkaji seputar kewarisan, serta bahan tersier berupa

kamus hukum.

9  

Page 12: DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI BAB I …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21705/1/MILKI...iv daftar isi. kata pengantar..... i . daftar isi ...

c. Wawancara, berupa indeept interview (wawancara yang mendalam) terhadap

hakim yang terkait dengan perihal tema penelitian ini.

5. Analisa data

Adapun bahan hukum yang diperoleh dalam penelitian studi kepustakaan,

aturan perundang-undangan, dan artikel, diurai dan dihubungkan sedemikian rupa,

sehingga disajikan dalam penulisan yang lebih sistematis guna menjawab masalah

yang telah dirumuskan. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis

komparatif.

Penelitian komparatif ini akan dapat menemukan persamaan-persamaan dan

perbedaan-perbedaan terhadap suatu ide, kritik terhadap orang, dan dapat juga

membandingkan kesamaan pandangan, perubahan-perubahan pandangan orang

terhadap kasus, peristiwa atau terhadap ide-ide.8

Apabila dikaitkan dengan penelitian ini, kedua putusan pengadilan tersebut

akan dianalisis dengan cara menguraikan dan mendeskripsikannya kemudian

menghubungkan putusan itu dengan hasil wawancara dengan pihak yang menangani

perkara, dalam hal ini yaitu hakim Pengadilan Agama Jakarta Timur dan Pengadilan

Tinggi Agama Jakarta. Sehingga didapatkan suatu kesimpulan yang obyektif logis,

konsisten, dan sistematis sesuai dengan tujuan yang dilakukan data penulis dalam

penelitian ini.

                                                            8 Suharsimi Arikunto, Prosedur penelitian: Suatu Pendekatan Praktek (jakarta: PT Rineka

Cipta, 2002), h.236 10 

 

Page 13: DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI BAB I …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21705/1/MILKI...iv daftar isi. kata pengantar..... i . daftar isi ...

E. Studi Review

1. Eli Nurmalia, “Respon Perempuan Terhadap Sistem Pembagian Waris

2:1 Dalam Hukum Kewarisan Islam (Studi di RT.04/05 Kelurahan

Bojongkulur Kecamatan Gunung Putri Kabupaten Bogor)”.

Dalam skripsi ini menguraikan dengan jelas sistem pembagian waris dalam al-

Quran dan letak keadilannya dengan sistem pembagian 2:1 yang menitik beratkan

terhadap respon masyarakat khususnya perempuan terhadap ketentuan syariat yang

menetapkan pembagian waris antara anak laki-laki dan perempuan itu 2:1.

2. M. Sahlan, “Pemikiran Muhammad Syahrur Tentang Sistem Pembagian

Harta Waris”.

Skripsi ini membahas tentang metode-metode yang digunakan oleh

Muhammad Syahrur dalam menafsirkan ayat-ayat tentang waris, dan konsep keadilan

dalam system pembagian waris itu.

Perbedaan antara skripsi yang sudah ada di fakultas syariah dan hukum

dengan skripsi yang ditulis oleh penulis adalah:

a. Dalam skripsi terdahulu tentang “Respon Perempuan Terhadap System

Pembagian Waris 2:1 Dalam Hukum Kewarisan Islam (Studi di RT.04/05

Kelurahan Bojongkulur Kecamatan Gunung Putri Kabupaten Bogor)”,

membahas tentang respon masyarakat atas ketentuan syariat dalam pembagian

waris 2:1 karena hasil dari laporan para hakim banyak masyarakat yang lebih

memilih pembagian waris dengan system sama rata. Sedangkan dalam skripsi

11  

Page 14: DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI BAB I …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21705/1/MILKI...iv daftar isi. kata pengantar..... i . daftar isi ...

yang ditulis oleh penulis, membahas tentang sejauh mana sistem pembagian

waris 2:1 digunakan secara mutlak di Pengadilan Agama maupun di

Pengadilan Tinggi Agama, bagaimana pertimbangan hakim Pengadilan

Agama dan Pengadilan Tinggi Agama mengenai perkara kewarisan anak laki-

laki dan perempuan dikaitkan dengan konsep keadilan, kemudian apa faktor

yang dapat menggeser aturan hukum yang sudah ada berpindah ke aturan

hukum yang lain?

b. Perbedaan skripsi yang kedua dengan skripsi yang ditulis oleh penulis sangat

menonjol sekali karena skripsi terdahulu ini membahas tentang pemikiran

salah seorang tokoh mengenai system pembagian waris, sedangkan skripsi

penulis membahas tentang analisis putusan hakim mengenai perkara hak

waris anak antara laki-laki dan perempuan. Meskipun demikian skripsi yang

kedua ini memberikan kontribusi kepada penulis untuk mengungkapkan

pendapat tokoh mengenai sistem pembagian waris dalam persfektif fikih.

F. Sistematika Penulisan

BAB I: Pendahuluan yang meliputi: latar belakang masalah, pembatasan dan

perumusan masalah, tujuan dan manfaat dari penelitian, metode penelitian, studi

review, dan sistematika penulisan.

BAB II: Tinjauan Teoretis. Pada bab ini penulis mencoba memberikan

gambaran mengenai kewarisan dalam persfektif fikih (pengertian hukum waris,

sumber hukum waris, syarat-syarat, rukun dan sebab-sebab kewarisan serta asas-asas

12  

Page 15: DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI BAB I …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21705/1/MILKI...iv daftar isi. kata pengantar..... i . daftar isi ...

13  

kewarisan), dan kewarisan dalam persfektif hukum positif (Faraidh dalam Hukum

positif, Faraidh dalam KHI) serta mengenai konsep keadilan. Konsep keadilan ini

dilihat dari teori keadilan menurut Islam, dan keadilan dalam kesetaraan gender.

BAB III: Analisis gugatan perkara kewarisan anak laki-laki dan perempuan,

yang mencakup landasan yuridis; hukum formil dan hukum materil, analisis dan

pertimbangan hakim dalam menangani gugatan perkara kewarisan di Pengadilan

Agama Jakarta Timur dan Pengadilan Tinggi Agama Jakarta, serta telaah kritis

terhadap perkara tersebut yang mencakup persamaan dan perbedaan serta

perbandingan antara teori dan prakteknya di Pengadilan Agama dan Pengadilan

Tinggi Agama.

BAB IV: Penutup, yaitu mencakup kesimpulan dan saran.

Page 16: DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI BAB I …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21705/1/MILKI...iv daftar isi. kata pengantar..... i . daftar isi ...

14  

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Kewarisan Menurut Persfektif Fikih

1. Pengertian Kewarisan

Kewarisan Islam dikenal pula dengan sebutan Ilmu Faraidh, yaitu hukum

kewarisan yang diikuti oleh umat Islam dalam usaha mereka menyelesaikan

pembagian harta peninggalan keluarga yang meninggal dunia. 9 Kata al-Faraidh

adalah bentuk jamak dari al-Faridlah yang bermakna al-Mafrudlah atau sesuatu yang

diwajibkan. Artinya, pembagian yang telah ditentukan kadarnya.10 Dalam salah satu

buku disebutkan bahwa kata Faridlah itu diambil dari kata Fardlu. Fardlu dalam

istilah ulama fikih mawaris ialah bagian yang telah ditetapkan oleh syara.11

2. Sumber Hukum Waris

Sumber hukum waris adalah al-Quran, as-Sunnah Nabi SAW, dan ijma para

ulama. Ijtihad atau qiyas di dalam ilmu faraidh tidak mempunyai ruang gerak, kecuali

jika ia sudah menjadi ijma para ulama.12

a. al-Quran

                                                            9 Amir Syarifuddin, Hukum Kewarisan Islam (Jakarta: Prenada Media, 2004), Cet. 1, h. 35

10 Komite Fakutas Syariah, Universitas Al-Azhar Mesir, Hukum Waris. Penerjemah H. Addys, dkk (Jakarta: CV Kuwais Media Kreasindo, 2004), Cet. 1, h. 11

11 Hasbi ash-Shiddieqy, Fiqhul Mawaris (Jakarta: Bulan Bintang, 1978), Cet. 1, h. 18 12 Komite Fakutas Syariah, Universitas Al-Azhar Mesir, Hukum Waris. Penerjemah H. Addys,

dkk (Jakarta: CV Kuwais Media Kreasindo, 2004), Cet. 1, h.14

Page 17: DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI BAB I …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21705/1/MILKI...iv daftar isi. kata pengantar..... i . daftar isi ...

15  

Allah SWT menetapkan hak kewarisan dalam al-Quran dengan angka yang

pasti yaitu 1/2; 1/4; 1/8; 1/3; 2/3 dan 1/6 serta menyebutkan pula orang yang

memperoleh harta warisan menurut angka-angka tersebut. Dalam al-Quran setidaknya

ada 3 ayat yang memuat tentang hukum waris. Ketiga ayat tersebut terdapat dalam

surat an-Nisa.

Ayat pertama, berbicara tentang kewarisan anak laki-laki dan perempuan serta

ayah dan ibu (al-furu’ dan al-ushul), seperti yangg termaktub dalam firman Allah

SWT.

⌧ ☯

⌧ ⌧

☺ ☺ ⌧ ⌧

⌧ ☺ ☺ Artinya: “Allah SWT mensyariatkan bagimu tentang (pembagian harta

warisan untuk) anak-anakmu, (yaitu) bagian seorang anak laki-laki sama dengan bagian dua orang anak perempuan, dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua, maka bagi mereka dua per tiga dari harta yang ditinggalkan; jika anak perempuan itu seorang saja, maka ia memperoleh separuh harta, dan untuk dua orang ibu bapak, bagi masing-masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal mempunyai anak; jika orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu bapaknya (saja), maka ibunya mendapat sepertiga; jika yang meninggal memiliki beberapa saudara, maka ibunya mendapat seperenam. (pembagian-pembagian tersebut diatas) sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau (dan) sesudah dibayar utangnya. (tentang) orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa diantara mereka yang lebih dekat (banyak) manfaatnya bagimu. Ini adalah ketetapan dari Allah, Sesunguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana”. (QS. an-Nisa 4:11)

Page 18: DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI BAB I …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21705/1/MILKI...iv daftar isi. kata pengantar..... i . daftar isi ...

16  

Kandungan ayat diatas dapat diuraikan sebagai beriku:

1. Jika Pewaris meninggalkan seorang atau beberapa orang anak laki-laki

mereka mewarisi seluruh harta peninggalan si mayit.

2. Apabila Pewaris meninggalkan satu orang anak perempuan (tidak mewarisi

bersama dengan saudara laki-laki), bagian harta warisnya yaitu separuh.

3. Bila anak perempuan tersebut dua orang atau lebih (tidak mewarisi bersama-

sama dengan anak laki-laki), bagian harta waris mereka adalah dua per tiga.

4. Jika si mayit meninggalkan anak laki-laki dan perempuan, yaitu dengan

ketentuan anak laki-laki mendapat dua kali bagian anak perempuan.

5. Hak kewarisan ibu-bapak masing-masing 1/6 jika Pewaris mempunyai anak.

Jika tidak mempunyai anak, ibu bapak yang mewarisi, dengan bagian ibu

mendapat 1/3.

6. Hak waris ibu bersama-sama dengan beberapa saudara Pewaris adalah 1/6,

Untuk persoalan bagian ayah pada poin 5 dan 6 bagian ayah tidak diatur

dengan tegas, maka dalam hal ini oleh para mufassir ditafsirkan bahwa bagian ayah

adalah ashobah.13 Ayat kedua, menjelaskan mengenai kewarisan untuk suami-istri,

anak-anak ibu (saudara-saudara seibu bagi si mayit) laki-laki maupun perempuan.

Terdapat dalam firman Allah SWT surat an-Nisa (4:12)

☺                                                             

13 Mukti Arto, Hukum Waris Bilateral Dalam Kompilasi Hukum Islam, (Solo: Balqis Queen, 2009), Cet.1, h. 115

Page 19: DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI BAB I …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21705/1/MILKI...iv daftar isi. kata pengantar..... i . daftar isi ...

17  

☺ ☺

Artinya: “Dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh isteri-isterimu, jika mereka tidak mempunyai anak. jika isteri-isterimu itu mempunyai anak, Maka kamu mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkannya sesudah dipenuhi wasiat yang mereka buat atau (dan) seduah dibayar hutangnya. Para isteri memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak. jika kamu mempunyai anak, maka para isteri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan sesudah dipenuhi wasiat yang kamu buat atau (dan) sesudah dibayar hutang-hutangmu. jika seseorang mati, baik laki-laki maupun perempuan yang tidak meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak, tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki (seibu saja) atau seorang saudara perempuan (seibu saja), maka bagi masing-masing dari kedua jenis saudara itu seperenam harta. tetapi jika saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu, sesudah dipenuhi wasiat yang dibuat olehnya atau sesudah dibayar hutangnya dengan tidak memberi mudharat (kepada ahli waris).14 (Allah menetapkan yang demikian itu sebagai) syari'at yang benar-benar dari Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Penyantun”. (QS. An-Nisa 4:12)

Kandungan ayat diatas dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Hak kewarisan suami-istri

Suami mendapat 1/2 bagian bila istrinya tidak meniggalkan anak; dan

mendapat 1/4 bila istri meninggalkan anak. Istri mendapat 1/4 bila suami tidak

meninggalkan anak; dan mendapat 1/8 bila suami meninggalkan anak.

                                                            14 Memberi mudharat kepada waris itu ialah tindakan-tindakan seperti: a. Mewasiatkan lebih

dari sepertiga harta pusaka. b. Berwasiat dengan maksud mengurangi harta warisan. Sekalipun kurang dari sepertiga bila ada niat mengurangi hak waris, juga tidak diperbolehkan.

Page 20: DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI BAB I …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21705/1/MILKI...iv daftar isi. kata pengantar..... i . daftar isi ...

18  

2. Hak saudara-saudara bila pewaris adalah kalalah.15

Bila saudara (laki-laki atau perempuan) hanya seorang menerima sebanyak

1/6. Bila saudara lebih dari seorang, maka mereka bersama mendapat 1/3.

Ayat ketiga, menjelaskan kewarisan saudara laki-laki atau perempuan,

sebagaimana firman Allah SWT.

⌧ ☺ ⌧ ⌧

☯ ⌧ ☯

Artinya: “Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah: Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu): jika seorang meninggal dunia, dan ia tidak mempunyai anak dan mempunyai saudara perempuan, Maka bagi saudaranya yang perempuan itu seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mempusakai (seluruh harta saudara perempuan), jika ia tidak mempunyai anak; tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, Maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan oleh yang meninggal. dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki dan perempuan, Maka bahagian seorang saudara laki-laki sebanyak bahagian dua orang saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, supaya kamu tidak sesat. dan Allah Maha mengetahui segala sesuatu”. (QS. An-Nisa 4:176)

Ayat diatas, Allah SWT menyebutkan bagian warisan untuk saudara laki-laki

dan saudara perempuan yang tidak seibu, dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Jika yang mewarisi laki-laki semua, mereka mewarisi secara bersama-sama

tanpa ketentuan bagian yang tetap.

                                                            15 Kalalah di definisikan sebagai seseorang yang meninggal dunia dan tidak meninggalkan

anak dan ayah. Lihat Amir Syarifuddin, Hukum Kewarisan Islam (Jakarta: Prenada Media, 2004), Cet. 1, h. 41

 

Page 21: DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI BAB I …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21705/1/MILKI...iv daftar isi. kata pengantar..... i . daftar isi ...

19  

2. Jika yang mewarisi saudara perempuan seorang, maka dsia mendapat 1/2.

Sedangkan bila ahli waris dua orang saudara perempuan atau lebih mendapat

2/3.

3. Apabila bergabung saudara laki-laki dan saudara perempuan, mereka

mewarisi dengan ketetapan laki-laki mendapat dua kali lipat bagian

perempuan.

b. Sunnah Nabi SAW

Ada beberapa hadits yang menerangkan tentang pembagian harta waris, antara

lain: Ibnu Abas r.a meriwayatkan bahwa Nabi SAW bersabda:

حدثنا وهيب حدثنا ابن طاوس عن أبيه عن ابن عباس رضي اهللا حدثنا موسى بن إسماعيل

ألحقوا الفرائض بأهلها فما بقي فهو ألولى رجل ( عن النبي صلى اهللا عليه و سلم قال : عنهما

16)ذآر

Artinya: “Berikanlah harta waris kepada orang-orang yang berhak. Sesudah itu sisanya yang lebih utama adalah orang laki-laki”. (HR. Bukhari dan Muslim). Adapun yang lebih utama adalah yang lebih dekat.

Bila kita gabungkan antara hadits diatas dengan ayat-ayat al-Quran yang telah

diuraikan sebelumnya, jelaslah bagi kita bahwa dalil-dalil tersebut telah mencakup

seluruh hukum waris. Hadits tersebut juga memberikan penjelasan bagi ahli waris,

jika harta waris masih tersisa setelah dibagikan menurut ketentuan bagian tetap, maka

sisanya dibagikan kepada ashabah nasabiyyah (kerabat yang terikat dalam hubungan

                                                             - اليمامة ، آثير ابن دار(، المختصر الصحيح الجامع ;البخاري صحيح ،الجعفي البخاري عبداهللا أبو إسماعيل بن محمد 16

2483. ص‚  6: األجزاء عدد ‚ )1987 – 1407 :بيروت 

Page 22: DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI BAB I …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21705/1/MILKI...iv daftar isi. kata pengantar..... i . daftar isi ...

20  

nasab yang lebih dekat). Setelah itu baru beralih kepada ashabah sababiyyah (kerabat

yang disebabkan jasa-jasanya dalam membebaskan budak).17

Ashabah sababiyyah juga disebsutkan dalam hadits rasulullah SAW:

أرادت عائشة أن : اهللا عنهما قال حدثنا حفص بن عمر حدثنا همام عن نافع عن ابن عمر رضي

تشتري بريرة فقالت للنبي صلى اهللا عليه و سلم إنهم يشترطون الوالء فقال النبي صلى اهللا عليه

18)اشتريها فإنما الوالء لمن أعتق ( و سلم

Artinya: “Hak wala’ itu hanya bagi orang yang telah membebaskan budak.” (HR Mutafaq‘alaih)

Dengan kata lain, semua dalil-dalil diatas telah menjelaskan pembagian harta

waris secara fardh (bagian tetap) dan ta’shib (bagian lunak).

c. Ijma’

Ijma’ adalah kesepakatan para mujtahid pada suatu masa setelah wafatnya

Rasulullah SAW, terhadap hukum syara yang bersifat praktis (‘amaly).

Ijma’ merupakan suatu dalil yang memiliki tingkat kekuatan argumentatif

setingkat dibawah dalil-dalil Nash (al-Quran dan Hadits). Ia merupakan dalil pertama

setelah al-Quran dan Hadits, yang dapat dijadikan pedoman dalam menggali hukum

syara.19

                                                            17 Komite Fakutas Syariah, Universitas Al-Azhar Mesir, Hukum Waris. Penerjemah H.

Addys, dkk (Jakarta: CV Kuwais Media Kreasindo, 2004), Cet. 1, h.19

اليمامة ، آثير ابن دار(، المختصر الصحيح الجامع ;البخاري صحيح ،الجعفي البخاري عبداهللا أبو إسماعيل بن محمد 18 2476. ص‚  6: األجزاء عدد ‚ )1987 – 1407 :بيروت -

19 Muhammad Abu Zahrah, Usul Fikih. Penerjemah Saefullah Ma’sum, dkk, (Jakarta: Pustaka

Firdaus, 2008) Cet.11, h. 307-308

Page 23: DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI BAB I …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21705/1/MILKI...iv daftar isi. kata pengantar..... i . daftar isi ...

21  

Dalam hal kewarisan para sahabat, tabi’in dan tabi’it tabi’in telah berijma atau

bersepakat tentang legalitas ilmu faraidh dan tidak ada seorang pun yang menyalahi

ijma’ tersebut. diantara masalah-masalah yang berhubungan dengan faraid telah

diputuskan melalui kesepakatan atau ijma’ mereka:20

a. Masalah-masalah saudara mewarisi bersama kakek, yang dalam al-Quran

maupun hadits tidak dijelaskan.

b. Status cucu yang ayahnya terlebih dahulu meninggal dunia dari pada kakek

yang bakal diwarisi yang mewarisi bersama-sama saudara-saudara ayah

(paman si cucu).

3. Rukun, Syarat, dan Sebab-sebab Mewariskan

a. Rukun waris

Menurut bahasa rukun adalah sesuatu yang dianggap kuat dan dijadikan

sandaran. Menurut istilah, rukun adalah keberadaan sesuatu yang menjadi bagian atas

keberadaan sesuatu yang lain. Dengan demikian, rukun waris adalah sesuatu yang

harus ada untuk mewujudkan bagian harta waris.

Rukun-rukun untuk mewarisi ada 3:

1. Al-muwarrits, yaitu orang yang meninggal dunia, baik mati hakiki atau mati

hukmi.21

                                                            20 Asyhari Abta dan Djunaidi Abd. Syakur, Ilmu Waris al-Faraidl, (Surabaya: Pustaka

Hikmah Perdana, 2005), Cet.1, h. 6

21 Mati hakiki (sebenarnya) ialah hilangnya nyawa seseorang yang semula nyawa itu sudah berujud padanya. kematian ini dapat disaksikan oleh panca indera dan dapat dibuktikan dengan alat pembuktian. Mati hukmi (yuridis) ialah suatu kematian yang disebabkan oleh adanya vonis hakim.

Page 24: DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI BAB I …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21705/1/MILKI...iv daftar isi. kata pengantar..... i . daftar isi ...

22  

2. Al-warits, yaitu orang hidup atau anak dalam kandungan yang mempunyai

hak mewarisi, meskipun dalam kasus tertentu akan terhalang.

3. Al-mauruts, yaitu harta benda yang menjadi warisan. Sebagian ulama faraidh

menyebutnya dengan mirats atau irits. Adapun yang termasuk dalam kategori

warisan adalah harta atau hak-hak yang mungkin dapat diwariskan, seperti

hak perdata, hak menahan barang yang belum dilunasi pembayarannya, dan

hak menahan barang gadaian.

Jika salah satu dari rukun tersebut tidak ada, misalnya orang yang meningal

dunia mempunyai harta tetapi tidak mempunyai ahli waris atau mempunyai ahli waris

tetapi tidak mempunyai harta warisan, maka waris-mewarisi tidak bisa dilakukan,

karena tidak terpenuhinya rukun-rukun waris.

b. Syarat waris

Lafal syuruth (syarat-syarat) adalah bentuk jamak dari syarath. Menurut

bahasa, syarat berarti tanda. Sedangkan syarat menurut istilah adalah sesuatu yang

karena ketiadaannya, tidak ada hukum.

Syarat –syarat waris sebagai berikut:

1. Matinya orang yang mewariskan, baik mati hakiki (sejati), mati hukmi

(menurut keputusan hakim), maupun mati taqdiri (menurut perkiraan yang

kuat).

                                                                                                                                                                          Lihat Mukti Arto, Hukum Waris Bilateral Dalam Kompilasi Hukum Islam, (Solo: Balqis Queen, 2009), Cet.1, h. 54

Page 25: DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI BAB I …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21705/1/MILKI...iv daftar isi. kata pengantar..... i . daftar isi ...

23  

2. Ahli waris yang hidup, baik secara hakiki atau hukmi, setelah kematian

muwarits. Adapun cara mengetahui hidup tidaknya ahli waris setelah

kematian muwarits, harus dilakukan pengujian, pendeteksian, dan kesaksian

dua orang yang adil. Contoh dari hidupnya ahli waris secara hukmi adalah

anak yang berada dalam kandungan. Ia dapat mewarisi harta si mayit jika

keberadaannya benar-benar terbukti disaat kematian muwarits, meskipun si

janin belum ditiupkan ruh kedalam dirinya, dengan satu syarat bahwasanya ia

benar-benar hidup ketika lahirnya nanti.

3. Tidak ada penghalang-penghalang mewarisi.22

c. Sebab-sebab Waris

Sebab-sebab yang mengakibatkan seseorang menerima harta warisan yang

berlaku dalam syariat Islam ada 3, yaitu:

1. Kekerabatan

Kekerabatan adalah hubungan darah yang mengikat para warits dengan

muwarits. Sebagaimana Allah berfirman dalam al-Quran surat al-Ahzab ayat 6.23

⌫ ☺ ☺

 

Artinya: “…dan orang-orang yang mempunyai hubungan darah satu sama lain lebih berhak (waris-mewarisi) di dalam kitab Allah daripada orang-orang mukmim

                                                            22 Otje Salman, Hukum Waris Islam, (Bandung: Rafika aditama, 2002), Cet. 1, h. 4

23 Mukti Arto, Hukum Waris Bilateral Dalam Kompilasi Hukum Islam, (Solo: Balqis Queen, 2009), Cet.1, h. 21

Page 26: DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI BAB I …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21705/1/MILKI...iv daftar isi. kata pengantar..... i . daftar isi ...

24  

dan orang-orang Muhajirin, kecuali kalau kamu berbuat baikkepada saudara-saudaramu (seagama)”. (QS. Al-Ahzab 33:16)

Pada tahap pertama seorang anak menemukan hubungan kerabat dengan ibu

yang melahirkannya. Hubungan keibuan ini berlaku secara alamiah dan tidak ada

seorangpun yang dapat membantah hal ini karena si anak jelas terlahir dari rahim

ibunya. Pada tahap selanjutnya seseorang mencari hubungan kerabat dengan laki-laki

yang menyebabkan ibunya itu hamil dan melahirkan. Hubungan kerabat berlaku pula

dengan laki-laki itu. Selanjutnya laki-laki itu disebut ayahnya. Maka hubungan

keayahan berlaku secara hukum.

Sejatinya seseorang baru dapat dikatakan penyebab kehamilan dan

melahirkannya seorang ibu adalah bila sperma si laki-laki bertemu dengan ovum si

ibu atau dalam kitab fikih disebut ‘uluq. Hasil pertemuan dua bibit itu menyebabkan

pembuahan dan menghasilakan janin dalam rahim si ibu. Ini merupakan penyebab

hakiki dari hubungan kekerabatan antara seorang anak dengan ayahnya. Dalam

hubungan kekearabatan diatas, yanag dapat dijadiakn sebagai mazhinnah-nya adalah

akad nikah yang sah. 24 Dengan demikian hubungan kekerabatan berlaku antara

seorang anak dengan laki-laki sebagai ayahnya, bila anak tersebut lahir dari hasil

perkawinan yang sah.

                                                            24 Mazhinnah merupakan istilah yang digunakan di kalangan ulama ushul fikih untuk

menyatakan sesuatu hal yang nyata yang dijadikan pengganti sebab hakiki yang tidak nyata. Lihat   Amir Syarifuddin, Hukum Kewarisan Islam (Jakarta: Prenada Media, 2004), Cet. 1, h.176

Page 27: DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI BAB I …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21705/1/MILKI...iv daftar isi. kata pengantar..... i . daftar isi ...

25  

Jumhur ulama berpendapat bahwa akad perkawinan yang sah belum

menjamin hubungan kekerabatan yang sah. Oleh karena itu, untuk sahnya hubungan

kekerabatan disamping akad nikah yang sah harus disyaratkan pula bahwa diantara

suami istri diduga kuat telah terjadi hubungan kelamin yang secara memungkinkan,

seperti telah tidur sekamar. Ulama hanafiyah mempunyai pendapat yang berbeda.

Munurut mereka, dengan adanya akad nikah yang sah sudah cukup untuk menetapkan

hubungan kekerabatan antara anak dan ayah.25

Bila diperhatikan pendapat dua kelompok ulama tersebut diatas, nyatalah

bahwa jumhur ulama berpikir lebih praktis dan mendasarkan pendapatnya kepada

kenyataan alamiah, sementara kelompok hanafiyah lebih bersifat teoritis dan hanya

berpegang pada yuridis formal semata. Namun meskipun demikian, kedua kelompok

itu sepakat tentang sebab hakiki adanya hubungan kerabat disebabkan hubungan

kelamin yang menghasilkan pembuahan. Selanjutnya, karena yang demikian itu tidak

bersifat nyata, maka harus diganti dengan mazhinnah-nya dan mereka sepakat bahwa

mazhinnah yang dapat dijadikan alasan hukum adalah akad nikah yang sah.26

Selain kelahiran yang disebabkan dari hubungan kelamin antara laki-laki dan

perempuan yang terikat dalam akad nikah yang sah, sebagaimana yang telah

disebutkan diatas, ada pula kelahiran yang disebabkan dari hubungan kelamin yang

tidak terikat dalam akad nikah yang sah. Perbuatan hubungan kelamin dalam bentuk

biasa disebut hubungan kelamin shubhat.

                                                            25 Amir Syarifuddin, Hukum Kewarisan Islam (Jakarta: Prenada Media, 2004) Cet.1, h. 176 26 Ibid, h. 177

Page 28: DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI BAB I …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21705/1/MILKI...iv daftar isi. kata pengantar..... i . daftar isi ...

26  

Syubhat ada dua macam. Pertama, yaitu syubhat perbuatan. Seperti hubungan

kelamin yang terjadi antara laki-laki dan perempuan yang masing-masing meyakini

pasangan yang digaulinya itu adalah pasangan yang sah dan ternyata dikemudian hari

sebaliknya. Kedua, syubhat hukum. Seperti seseorang melakukan hubungan kelamin

dalam akad nikah yang sah, kemudian kenyataan pernikahan tersebut tidak sah,

umpamanya karena keduanya adalah dua orang yang bersaudara. Kelahiran yang

disebabkan hubungan kelamin karena syubhat, baik syubhat perbuatan maupun

syubhat hukum, menyebabkan hubungan kekerabatan dengan laki-laki yang

membuahinya secara syubhat tersebut dan selanjutnya berlaku pula hubungan

kewarisan antara keduanya.27

Disamping adanya hubungan kekerabatan yang disebabkan oleh kelahiran

yang nyata, hukum Islam membenarkan adanya hubungan kekerabatan atas dasar

pembuktian melalui pengakuan.28 Pengakuan ini dilakukan oleh seorang laki-laki

yang menyatakan bahwa seorang anak adalah anaknya secara sah. Hal ini dapat

terjadi bila seorang laki-laki secara yakin mengetahui bahwa dia mempunyai anak di

suatu tempat berdasarkan tanda-tanda yang dikenalnya dan umur keduanya pun

pantas untuk hubungan ayah dan anak, sedangkan dia tidak mengetahui yang mana

anaknya itu. Dilain pihak di tempat itu ada seorang anak yang juga tidak mengetahui

yang mana ayahnya dan anak itu pun tidak membantah pengakuan itu.

                                                            27 Ibid, h. 181

28 Amir Syarifuddin, Hukum Kewarisan Islam, (Jakarta: Prenada Media, 2004), Cet.1, h.182

Page 29: DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI BAB I …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21705/1/MILKI...iv daftar isi. kata pengantar..... i . daftar isi ...

27  

Untuk sahnya pembuktian kekerabatan secara pengakuan ini para ulama

mengemukakan beberapa syarat sebagai berikut:

a. Si anak tidak diketahui ayahnya.

b. Dari segi umur itu pantas menjadi anaknya.

c. Pengakuan itu tidak disangkal oleh anaknya.

Bila telah terpenuhi ketentuan tersebut, maka si anak yang diakui menjadi

anak yang sah dari yang member pengakuan. Terkait dengan pengakuan tersebut

adalah segala akibat hukum, termasuk hak kewarisan atas anak tersebut.

Orang-orang yang mendapat harta warisan dengan jalan kekerabatan ada 3,

yaitu:29

a. Ashhabul furudl, yaitu ahli waris yang mendapat bagian tertentu dari harta

peninggalan. Mereka semua ada 12 orang, terdiri dari empat orang lelaki dan

delapan orang wanita yaitu:30

1) Dari pihak laki-laki: Suami, ayah, kakek sejati (kakek yang bukan

diperantarai oleh ibu seperti ayah dari ayah), saudara laki-laki seibu

2) Dari pihak perempuan: Isteri, ibu, nenek sejati (nenek yang diperantarai

oleh kekek yang tidak sejati seperti ibu atau ibu dari ayah), anak

perempuan sekandung, cucu perempuan dari anak laki-laki, saudara

                                                            29 Hasbi ash-Shiddieqy, Fiqhul Mawaris, (Jakarta: Bulan Bintang, 1978), Cet.1, h.43

30 Muhammad Hasbi Ash Shidiqy, Fiqh Mawris, (Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra, 2001), Cet. 3, h. 60

Page 30: DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI BAB I …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21705/1/MILKI...iv daftar isi. kata pengantar..... i . daftar isi ...

28  

perempuan sekandung, saudara perempuan seayah, saudara perempuan

seibu.

b. Ashabah ushubah nasabiyyah, yaitu ahli waris yang tidak mempunyai bagian

tertentu, tetapi mengambil sisa harta peninggalan sesudah diberikan bagian-

bagian ashhabulfurudl.

c. Dzawil arham, yaitu ahli waris yang tidak masuk kedalam ashhabul furudl dan

ashabah.

2. Perkawinan

Disamping hak kewarisan berlaku atas dasar kekerabatan, hak kewarisan juga

berlaku atas dasar hubungan perkawinan, dengan arti bahwa suami adalah ahli waris

bagi istrinya yang meninggal dan istri pun merupakan ahli waris bagi suaminya yang

meninggal.

Bagian pertama dari ayat 12 Surat an-Nisa (4) menyatakan hak kewarisan bagi

suami–istri. Dalam ayat tersebut terdpat kata azwaj. Penggunaan kata azwaj yang

secara leksikal berarti pasangan (suami-istri), menunjukan dengan gamblang

hubungan kewarisan antara suami dan istri. 31 Hubungan kewarisan seperti ini

disebabkan adanya hubungan hukum antara suami dan istri.

Berlakunya hubungan kewarisan antara suami dengan istri didasarkan pada

dua ketentuan;

                                                            31 Amir Syarifuddin, Hukum Kewarisan Islam, (Jakarta: Prenada Media, 2004), Cet. 1, h.

Page 31: DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI BAB I …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21705/1/MILKI...iv daftar isi. kata pengantar..... i . daftar isi ...

29  

Pertama, antara keduanya telah berlangsung akad nikah yang sah. Mengenai

akad nikah yang sah ditetapkan dalam Undang-undang perkawinan No.1 Tahun 1974

pasal 2 ayat 1: “Perkawinan sah bila dilakukan menurut hukum masing-masing

agamanya”.32

Kedua, bahwa suami dan istri masih terkait dalam tali perkawinan saat salah

satu pihak meninggal dunia. Ketentuan ini berlaku pula bila salah satu meninggal

dunia sedangkan ikatan perkawinan telah putus dalam bentuk talak raj’i dan si istri

masih berada dalam masa iddah karena istri yang sedang menjalani masa iddah talak

raj’i masih berstatus sebagai istri dengan segala akibat hukumnya, kecuali hubungan

kelamin.

3. Karena hubungan wala’

Yakni yang disebabkan adanya pembebasan budak. Adapun yang dimaksud

dengan wala’u al-‘ataqah adalah ‘ushubah. 33 Penyebabnya adalah kenikmatan

pemilik budak yang dihadiahkan kepada budaknya dengan membebaskan budak

melalui pencabutan hak mewalikan dan hak mengurusi harta bendanya, baik secara

sempurna maupun tidak. Tujuannya adalah tatawwu’ yaitu melaksanakan anjuran

                                                            32 R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, Kitab Undang-undang Hukum Perdata Burgerlijk

wetboek; Undang-undang Pokok Agraria dan Undang-undang Perkawinan, (Jakarta: PT. Pradnya Paramita, 2007), h. 538

33 Adapun yang dimaksud dengan ‘ushubah adalah hubungn antara pemilik budak dan budak, seperti hubungn anatara orang tua dengan anaknya.

Page 32: DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI BAB I …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21705/1/MILKI...iv daftar isi. kata pengantar..... i . daftar isi ...

30  

syariat atau kewajiban, sekalipun dengan imbalan. Dalam hal ini, bentuk pembebasan

mengakibatkan pada penetapan hak wala’.34

Sebagaimana sabda rasulullah SAW dalam perkara Barirah r.a, yaitu:

أرادت عائشة أن : قالع عن ابن عمر رضي اهللا عنهما حدثنا حفص بن عمر حدثنا همام عن ناف

تشتري بريرة فقالت للنبي صلى اهللا عليه و سلم إنهم يشترطون الوالء فقال النبي صلى اهللا عليه

35)اشتريها فإنما الوالء لمن أعتق ( و سلم

Dari Abdullah bin Musalamah dari al-Lais dari Ibnu Syihab dari Urwah bahwasanya aisyah r.a… kemudian kepada perempuan itu Rasulullah SAW bersabda: “Merdekakanlah maka sesungguhnya hak wala’ itu untuk orang yang memerdekakan…”

4. Karena Agama

Agama merupakan sebab seseorang saling mewarisi satu sama lain. Apabila

Pewaris meninggalkan anak atau siapapun yang menurut pertalian darah atau

perkawinan dia merupakan ahli waris tetapi dia tidak beragama Islam, maka dia tidak

berhak menerima warisan, begitu pula sebaliknya. Dalam sebuah hadits dijelaskan:

36م قال ال يرث المسلم الكافر وال الكافر المسلم.عن أسامة بن زيد اّن الّنبى ص  

Artinya: “Usamah bin Zaid ra. bahwa Nabi SAW bersabda: “Orang Islam tidak menerima pusaka dari orang kafir, dan orang kafir tidak akan menerima pusaka dari orang Islam.” (HR. Bukhari)

d. Asas-asas Kewarisan

                                                            34 Komite Fakutas Syariah, Universitas Al-Azhar Mesir, Hukum Waris. Penerjemah H.

Addys, dkk (Jakarta: CV Kuwais Media Kreasindo, 2004), Cet. 1, h.40

اليمامة ، آثير ابن دار(، المختصر الصحيح الجامع ;البخاري صحيح ،الجعفي البخاري عبداهللا أبو إسماعيل بن محمد 35 2476. ص‚  6: األجزاء عدد ‚ )1987 – 1407 :بيروت -

36 Maftuh Hanan, Mutiara Hadits; Shahih Bukhary. (Gresik: CV Bintang Pelajar, 1986), h.

292

Page 33: DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI BAB I …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21705/1/MILKI...iv daftar isi. kata pengantar..... i . daftar isi ...

31  

Sebagai hukum agama yang bersumber dari wahyu Allah SWT, hukum

kewarisan Islam mengandung berbagai asas. Asas-asas ini dalam beberapa hal

berlaku pula dalam hukum kewarisan Islam yang bersumber dari akal manusia.

Dalam pembahasan ini akan dikemukakan lima asas yang berkaitan dengan

sifat peralihan harta kepada ahli waris, cara pemilikan harta oleh yang menerima,

kadar jumlah harta yang diterima dan waktu terjadinya peralihan harta itu. Asas

tersebut adalah sebagai berikut:

a. Asas Ijbari

Kata ijbari secara leksikal mengandung arti paksaan (compulsory), yaitu

melakukan sesuatu diluar kehendak sendiri. Pengertian wali mujbir dalam

terminologi fikih munakahat mengandung arti bahwa wali dapat mengawinkan anak

gadisnya di luar kehendak anaknya dan tanpa memerlukan persetujuan dari anak yang

hendak dikawinkannya itu. Begitu pula kata jabari. Dalam terminologi ilmu kalam

mengandung arti paksaan, dengan arti semua perebuatan yang dilakukan oleh seorang

hamba, bukanlah atas kehendak dari hamba tersebut, melainkan atas kehendak dan

kekuasaan Allah SWT, sebagaimana yang berlaku menurut aliran kalam jabariyah.37

Dengan demikian peralihan harta secara ijbari adalah peralihan harta

seseorang yang telah meninggal dunia kepada yang masih hidup berlaku dengan

sendirinya. Asas ini memberikan pengertian bahwa apabila pewaris meninggal dunia,

maka segala haknya akan berpindah secara langsung kepada ahli warisnya.

                                                            37 Amir Syarifuddin, Hukum Kewarisan Islam (Jakarta: Prenada Media, 2004), Cet .1, h.17

Page 34: DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI BAB I …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21705/1/MILKI...iv daftar isi. kata pengantar..... i . daftar isi ...

32  

Perpindahan tersebut tidak semata-mata atas keinginan dan kehendak ahli waris,

melainkan pembagiannya telah ditentukan mengenai besar kecilnya, sehingga tidak

ada otoritas bagi manusia untuk memberikan bagiannya dengan lebih atau

menguranginya apalagi meniadakannya.38

Adanya unsur ijbari dalam sistem kewarisan Islam tidak memberatkan orang

yang akan menerima waris. Kewajiban ahli waris adalah menolong membayarkan

utang Pewaris dengan harta warisannya, bila Pewaris tidak meninggalkan harta, maka

ahli waris wajib melunasi utang Pewaris dengan hartanya sendiri. Hal demikian wajib

dilaksanakan oleh setiap muslim, karena Allah SWT tidak akan menerima amal

ibadah orang yang masih mempunyai utang semasa hidupnya. Sebagaimana dalam

kitab bukhari dijelaskan:

ألآوع رضى اهللا عنه أن النبى حدثنا ابو عاصم عن بزيد ابن أبى عبيد عن سلمة بن ا

صلى اهللا عليه وسلم أتى بجنازة ليصلى عليها فقال هل عليه من دين قالوا ال فصلى عليه ثم أتى

بجنازة أخرى فقال هل عليه من دين قالوا نعم قال صلوا على صاحبكم قال أبو قتادة على دينه

39يارسول اهللا فصلى علي

Artinya: Dari Abu Asim dari Yazid Ibnu Abi Abid dari Salamah bin al-Uku’i ra. Nabi SAW bersabda: “Sesungguhnya Rasulullah SAW telah mendatangi jenazah untuk menshalatkannya. Beliau bertanya: “Apakah mayit ini mempunyai utang?” Kemudian para sahabat menjawab, “Tidak”. Kemudian rasul menshalatkannya. Setelah itu dihadapkan kepada beliau mayat yang lain, beliau bertanya: “Apakah dia mempunyai utang?” Sahabat menjawab: “Ya”, Rasulullah berkata: “Shalatkanlah mayat lain yang menjadi saudaramu”. Kemudian berkata Abu Qatadah: “Saya yang

                                                            38 Baidlowi, Ketentuan Hak Waris Saudara Dalam Konteks Hukum Islam, (Mimbar Hukum,

1999) Cet.10, h. 12

 ٣٩: ص‚ ٢: األجزاء عدد ‚ )سياآشرآة النور (، البخاري،البخاري عبداهللا أبو إسماعيل بن محمد 39

Page 35: DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI BAB I …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21705/1/MILKI...iv daftar isi. kata pengantar..... i . daftar isi ...

33  

akan menanggung semua utang mayat ini ya Rasulullah”. Kemudian Rasul bersedia menshalatkannya mayat yang masih mempunyai tanggungan itu.

Adanya asas ijbari dalam hukum kewarisan Islam dapat dilihat dari:

1. Segi Peralihan Harta

Unsur ijbari dari segi peralihan mengandung arti bahwa harta orang yang mati

itu beralih dengan sendirinya, bukan dialihkan oleh siapa-siapa kecuali oleh Allah

SWT. Oleh karena itu, kewarisan dalam Islam diartikan dengan peralihan harta,

bukan pengalihan harta, karena pada peralihan harta berarti beralih dengan

sendirinya, sedangkan pada pengalihan tampak usaha seseorang untuk mengalihkan.

Asas ijbari dalam peralihan harta dapat dilihat dalam firman Allah SWT Surat an-

Nisa (4):7. Dari ayat tersebut dapat dipahami bahwa dalam jumlah harta yang

ditinggalkan si pewaris, disadari atau tidak, telah terdapat hak ahli waris dengan tidak

perlu pewaris menjanjikan akan memberikan sebelum ia meninggal, begitu pula ahli

waris tidak perlu meminta haknya.

2. Segi Jumlah Pembagian

Bentuk ijbari dari segi jumlah berarti bahwa bagian ahli waris dalam harta

warisan sudah jelas ditentukan oleh Allah SWT, sehingga pewaris maupun ahli waris

tidak mempunyai hak untuk menambah atau mengurangi apa yang telah ditentukan

itu, maka maksudnya ialah sudah ditentukan jumlahnya dan harus dilakukan

sedemikian rupa secara mengikat dan memaksa.

3. Segi Kepada Siapa Harta Itu Beralih

Page 36: DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI BAB I …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21705/1/MILKI...iv daftar isi. kata pengantar..... i . daftar isi ...

34  

Bentuk ijbari dari segi penerima peralihan harta berarti bahwa mereka yang

berhak atas harta peninggalan itu sudah ditentukan secara pasti sehingga tidak ada

suatu kekuasaan manusia pun dapat mengubahnya dengan cara memasukan orang

lain dan mengeluarkan orang yang berhak.

b. Asas Bilateral

Asas bilateral dalam hukum kewarisan Islam berarti bahwa seseorang

menerima warisan dari kedua belah pihak kerabat, yaitu baik dari kerabat garis

keturunan laki-laki maupun dari pihak garis keturunan perempuan.40 Asas ini secara

nyata dapat dilihat dalam firman Allah surat an-Nisa ayat 7, 11, 12 dan176.

Dalam ayat 7 dijelaskan bahwa baik seorang laki-laki maupun seorang

perempuan berhak mendapat warisan dari pihak ayahnya dan juga dari pihak ibunya.

Ayat ini merupakan dasar dari kewarisan bilateral. Kemudian dalam ayat-ayat yang

lainnya dikemukakan bahwa kewarisan itu beralih kebawah (anak-anak), keatas

(ayah-ibu) dan kesamping (saudara-saudara) dari kedua belah pihak garis keluarga

(garis laki-laki dan garis perempuan).

c. Asas Individual

Hukum kewarisan Islam mengajarkan asas kewarisan secara individual, yang

berarti bahwa harta warisan dapat dibagi-bagi untuk dimiliki secara perorangan.

Masing-masing ahli waris menerima bagiannya secara tersendiri, tanpa terikat dengan

                                                            40 Idris Ramulyo, Perbandingan Hukum Kewarisan Islam: di Pengadilan Agama dan

Kewarisan Menurut Undang-undang Hukum Perdata (BW) di Pengadilan Negeri, (Jakarta: CV Pedoman Ilmu Jaya), Cet. 1, h. 120 

Page 37: DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI BAB I …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21705/1/MILKI...iv daftar isi. kata pengantar..... i . daftar isi ...

35  

ahli waris yang lain.41 Hal ini dapat kita pelajari dalam al-Quran Surat an-Nisa ayat

11:42

1. Bahwa anak laki-laki mendapat dua kali dari bagian anak perempuan.

2. Bila anak perempuan itu dua orang atau lebih bagiannya dua per tiga dari

harta peninggalan.

3. Dan jika perempuan itu hanya seorang saja maka bagiannya separuh dari harta

peninggalan.

Pembagian secara individual ini didasarkan kepada ketentuan bahwa setiap

insan sebagai pribadi mempunyai kemampuan untuk menerima hak dan menjalankan

kewajiban, yang dalam istilah ushul fikih disebut ahliyat al wujub. 43 Dalam

pengertian ini setiap ahli waris berhak menuntut secara sendiri-sendiri harta warisan

itu dan berhak pula berbuat demikian.44

Pembagian secara individual merupakan ketentuan yang mengikat dan wajib

dijalankan oleh setiap muslim dengan sanksi yang berat di akhirat atas

pelanggarannya. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam Surat an-Nisa ayat

13 dan 14.

                                                            41 Amir Syarifuddin, Hukum Kewarisan Islam, (Jakarta: Prenada Media, 2004), Cet. 1, h. 21 

42 Sajuti Thalib, Hukum Kewarisan Islam di Indonesia, (Jakarta: PT. Bina Aksara, 1981), Cet. 1 hal. 23

43 Ahliyyah wujub adalah kelayakan seorang manusia untuk ditetapkan padanya hak dan kewajiban. Lihat Totok Jumantoro dan Samsul Munir Amin, Kamus Ilmu Ushul Fikih, (Jakarta: Sinar Grafika Offset,2005), Cet. 1, h.3

44 Amir Syarifuddin, Hukum Kewarisan Islam, (Jakarta: Prenada Media, 2004), Cet.1, h. 21 

Page 38: DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI BAB I …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21705/1/MILKI...iv daftar isi. kata pengantar..... i . daftar isi ...

36  

⌧  

Artinya: 13. “Hukum-hukum tersebut itu adalah ketentuan-ketentuan dari Allah. Barangsiapa taat kepada Allah dan Rasul-Nya, niscaya Allah memasukkannya kedalam syurga yang mengalir didalamnya sungai-sungai, sedang mereka kekal di dalamnya; dan Itulah kemenangan yang besar. 14. Dan Barangsiapa yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya dan melanggar ketentuan-ketentuan-Nya, niscaya Allah memasukkannya ke dalam api neraka sedang ia kekal di dalamnya; dan baginya siksa yang menghinakan”. (Q.S an-Nisa (4):13 dan 14)

Jika telah terlaksana pembagian secara terpisah untuk setiap ahli waris, maka

unutk seterusnya ahli waris memiliki hak penuh untuk berbuat dan bertindak atas

harta yang didapatnya itu. Walaupun dibalik kebebasan menggunakan harta tersebut

berlaku ketentuan lain yaitu kecakapan untuk bertindak, yang dalam ushul fikih

disebut ahliyat al-‘ada’.45

d. Asas Keadilan Berimbang

Kata adil merupakan kata dalam bahasa Indonesia yang berasal dari kata al-

adlu. Dalam al-Quran kata al-adlu atau turunannya disebutkan lebih dari 28 kali.

Sebagian diantaranya diturunkan Allah SWT dalam bentuk kalimat perintah dan

sebagian lainnya dalam bentuk kalimat berita. Kata al-adlu dikemukakan dalm

konteks yang berbeda dan arah yang berbeda pula, sehingga memberikan definisi

yang berbeda sesuai dengan konteks dan tujuan penggunaannya. Dalam hubungannya

                                                            45 Ahliyyah al-ada’ adalah sifat kecakapan bertindak hokum seseorang yang telah dianggap

sempurna untuk mempertanggungjawabkan seluruh perbuatannya, baik yang positif maupun negative. Lihat Totok Jumantoro dan Samsul Munir Amin, Kamus Ilmu Ushul Fikih, (Jakarta: Sinar Grafika Offset,2005), Cet. 1, h. 2

Page 39: DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI BAB I …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21705/1/MILKI...iv daftar isi. kata pengantar..... i . daftar isi ...

37  

dengan hak yang menyangkut materi, khususnya yang menyangkut dengan

kewarisan, kata tersebut dapat diartikan sebagai keseimbangan antara hak dan

kewajiban dan keseimbangan antara yang diperoleh dengan keperluan dan kegunaan.

Atas dasar pengertian diatas, maka asas keadilan dalam pembagian harta warisan

menurut Islam secara mendasar dapat dikatakan bahwa perbedaan gender tidak

menentukan hak kewarisan. Artinya pria dan wanita mendapatkan hak yang sama

kuat untuk mendapatkan warisan.46

Bila ditinjau dari segi jumlah bagian yang diperoleh, memang terdapat

ketidaksamaan. Akan tetapi hal tersebut bukan berarti tidak adil karena keadilan

dalam pandangan Islam tidak hanya diukur dengan jumlah yang didapat saat

menerima hak waris tetapi juga dikaitkan pada kegunaan dan kebutuhan.47

Secara umum, dapat dikatakan bahwa pria membutuhkan lebih banyak materi

dibandingkan wanita. Hal tersebut dikarenakan pria memikul tanggung jawab ganda

yaitu untuk dirinya sendiri dan terhadap keluarganya termasuk para wanita.

Sebagaimana dijelaskan Allah SWT dalam surat an-Nisa (4):34.

☺ ⌧

Artinya: “Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain

                                                            46 Amir Syarifuddin, Hukum Kewarisan Islam, (Jakarta: Prenada Media, 2004), Cet.1, h. 24 

47 Ibid, h.25

Page 40: DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI BAB I …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21705/1/MILKI...iv daftar isi. kata pengantar..... i . daftar isi ...

38  

(wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka”. (Q.S an-Nisa 4:34)

Bila dihubungkan jumlah bagian yang diteriama dengan kewajiban dan

tanggung jawab seperti disebutkan diatas, maka akan terlihat bahwa kadar manfaat

yang akan dirasakan pria sama dengan apa yang dirasakan oleh pihak wanita.

Meskipun pada mulanya pria menerima dua kali lipat dari perempuan, namun

sebagian dari yang diterimanya akan diberikan kepada wanita dalam konsep Islam.

e. Asas Semata Akibat Kematian

Hukum Islam menetapkan bahwa peralihan harta seseorang kepada orang lain

dengan menggunakan istilah kewarisan hanya berlaku setelah yang mempunyai harta

meninggal dunia. Dengan demikian hukum kewarisan hanya mengenal satu bentuk

kewarisan yaitu kewarisan akibat kematian semata (kewarisan ab intestato).48

B. Hukum Waris Dalam Persfektif Undang-undang

1. Faraidh Sebelum Lahirnya Kompilasi Hukum Islam (KHI)

Ketaatan umat Islam berpedoman kepada ajaran agama yang merupakan tolak

ukur dari kadar keimanan, begitupun dalam menjalankan ajaran agama mengenai

kewarisan. Bila kita berbuat sesuai dengan apa yang diperintahkan Allah SWT, maka

kita akan mendapat pahala dan pujian dari Allah SWT (an-Nisa 4:13). Sebaliknya,

                                                            48 Ab intestateo adalah adanya suatu tata cara pewarisan yang diatur berdasarkan Undang-

undang. Apabila pewaris tidak menyatakan dengan tegas kehendaknya (dalam hal pewarisan) pada suatu testamen, maka ahli waris diatur berdasarkan Undang-undang. Lihat M.Marwan dan Jimmy P, Kamus Hukum; Dictionary Of Law Complete Edition, (Surabaya: Reality Publisher, 2009), Cet. 1, h.10

Page 41: DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI BAB I …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21705/1/MILKI...iv daftar isi. kata pengantar..... i . daftar isi ...

39  

bila kita menyimpang dari petunjuk Allah tersebut, maka kita akan mendapat celaan

dan ancaman dari Allah SWT (an-Nisa 4:14).

Meskipun kewarisan merupakan ajaran agama, namun tidak semua umat

Islam mengetahuinya secara baik, sebagaimana mereka mengetahui ajaran agama

yang berkenaan dengan ibadat shalat, puasa, dan yang lainnya. Alasannya, Pertama,

karena kematian yang menimbulkan adanya kewarisan dalam suatu keluarga

merupakan suatu yang jarang terjadi. Kedua, tidak semua orang yang mati itu

meninggalkan harta yang patut menjadi urusan. Ketiga, ajaran tentang kewarisan itu

membicarakan angka-angka yang bersifat matematis yang tidak semua orang tertarik

kepadanya. Apapun alasan yang dikemukakan diatas, tetap saja urusan kewarisan

harus diselesaikan dengan merujuk kepada ajaran agama.

Bila kematian yang menimbulkan kewarisan terjadi dalam suatu keluarga dan

diantara anggota keluarganya ada yang mengetahui pembagian harta waris menurut

ajaran Islam, maka keluarga tersebut dapat mengurus sendiri pembagian harta

peningggalan itu. Seandainya tidak ada yang memahami cara menyelesaikan

pembagian harta wairsan itu, mereka dapat meminta petunjuk kepada orang lain yang

memahami hal tersebut. Cara seperti ini disebut istifta.

Akan tetapi, karena obyek kewarisan ini adalah harta benda yang sering

menimbulkan ketidakpuasan dari sebagian anggota keluarga dengan jumlah bagian

yang diterima sesuai dengan ajaran agama dan juga disebabkan oleh keserakahan

serta rasa egois, maka hal ini tidak cukup hanya dengan meminta petunjuk tetapi juga

meminta untuk diselesaikan. Cara seperti ini disebut tahkim.

Page 42: DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI BAB I …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21705/1/MILKI...iv daftar isi. kata pengantar..... i . daftar isi ...

40  

Jika urusannya meningkat pada suatu persengketaan yang tidak dapat

diselesaikan secara kekeluargaan, maka hal ini memerlukan penyelesaian pihak yang

mempunyai kekuatan dan kekuasaan untuk memaksakan keputusannya. Inilah yang

dinamakan lembaga qadha atau peradilan. Dengan demikian lembaga peradilan

adalah lembaga terakhir dalam penyelesaian perkara waris.

Peradilan yang menjalankan ajaran agama yang telah ditetapkan oleh

pemerintah hindia belanda pada tahun 1882 melalui Stbl. No.152 Tahun 1882,

tentang pendirian Peristeraad (yang menjadi cikal bakal Peradilan Agama) untuk

pulau Jawa dan Madura. Dalam stbl. Ini ditetapkan bahwa salah satu wewenang

absolutnya adalah kewarisan.49

Dimasukannya kewarisan dalam wewenanang Peristeraad pada waktu itu

agaknya mengikuti pendapat pakar hukum belanda W. Van Den Berg dengan

teorinya yang popular yaitu receptie in complexu yang berarti menerima ajaran agama

secara menyeluru. Maksudnya bila seseorang telah memeluk agama Islam, maka dia

akan menjalankan semua ajarannya termasuk kewarisan. Kemudian muncul teori

lainnya yang mematahkan teori dari W. Van Den Berg itu yaitu teorie receptie yang

dikemukakan oleh Snock Hurgronje dan C. Van Vollenhoven. Teori tersebut berarti

bahwa umat Islam menjalankan hukum agama sejauh telah terserap ke dalam

adatnya.50 Teori receptie ini telah mempengaruhi pemerintah hindia belanda untuk

                                                            49 A. Basiq Djalil, Peradilan Islam, h. 98

50 A. Basiq Djalil, Peradilan Agama Di Indonesia, (Jakarta: Prenadia Group,2006), Cet. 1, edisi 1, h. 49

Page 43: DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI BAB I …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21705/1/MILKI...iv daftar isi. kata pengantar..... i . daftar isi ...

41  

mengubah kebijaksanaannya tentang Raad Agama, dengan mengeluarkan aturan baru

dalam Stbl. No.116-610 Tahun 1937. Dalam Stbl. ini ditetapkan urusan kewarisan

tidak lagi menjadi wewenang Peristeraad.

Setelah Indonesia merdeka, pemerintah Indonesia mengeluarkan Peraturan

Pemerintah No.45 Tahun 1957 Tentang pembentukan Mahkamah Syariah (Peradilan

Agama) dan Mahkamah Syariah Provinsi untuk seluruh Indonesia, di luar Jawa,

Madura dan Kalimantan selatan-timur. Dalam peraturan pemerintah itu ditetapkan

bahwa salah satu wewenang Peradilan Agama adalah kewarisan.51

Keragaman nama dan wewenang Peradilan Agama telah berakhir semenjak

tahun 1989 dengan keluarnya Undang-undang No.7 tahun 1989 Tentang Peradilan

Agama. Dalam pasal 49 ayat 1 dari Undang-undang ini menetapkan:52 “Peradilan

agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara-

perkara di tingkat pertama anatara orang-orang yang beragama Islam di bidang:

Perkawinan, kewarisan, wasiat dan hibah yang dilakukan berdasarkan hukum Islam,

wakaf dan shadaqah.”

Hukum kewarisan yang dinyatakan sebagai hukum positif bagi umat Islam

Indonesia pada saat ini belum berbentuk hukum perundang-undangan, tetapi baru

dalam bentuk kitab fikih BAB faraidh. Hal ini berarti bahwa para hakim di

                                                            51 Amir Syarifuddin, Hukum Kewarisan Islam, (Jakarta: Prenada Media, 2004), Cet. 1, h. 324

52 Roihan dan A. Rasyid, Hukum Acara Peradilan Agama, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000), Cet. 7, h. 252. Lihat juga Yahya Harahap, Kedudukan Kewenangan Dan Acara Peradilan Agama; Undang-undang No.7-Th 1989, (Jakarta: Pustaka Kartini, 1997), h. 30

Page 44: DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI BAB I …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21705/1/MILKI...iv daftar isi. kata pengantar..... i . daftar isi ...

42  

Pengadilan Agama dalam memberikan pertimbangan pada saat menetapkan

keputusan merujuk pada kitab fikih tersebut.

Meskipun fikih itu bersumber dari al-Quran dan Hadits, namun fikih itu

beragam sesuai dengan perkembangan aliran pikiran tertentu yang kemudian disebut

madzhab.

Fikih yang berkembang di Indonesia pada umumnya adalah mengikuti

madzhab imam syafi’i, tanpa menutup adanya madzhab lain, meskipun kecil.

Madzhab imam syafi’i kemudian dikembangkan oleh pengikutnya dalam suatu

wacana yang hasilnya juga beragam pendapat. Beragam pendapat dalam sebuah

wacana tidak menjadi masalah. Namun bila putusan pengadilan yang merujuk pada

fikih yang berbeda menghasilakan penetapan yang berbeda mengenai suatu kasus

yang sama, barulah itu menimbulkan masalah.

Hal itulah yang mendorong pemuka negara kita mengumpulakan kitab fikih

yang menjadi rujukan Peradilan Agama yang beragam itu dan merumuskannya dalam

satu bentuk kesatuan. Setelah melalui proses panjang, Mahkamah Agung sebagai

pemegang kekuasaan peradilan di Indonesia bersama menteri agama, dengan

melibatkan ulama, pakar fikih, ahli hukum dan pemuka masyarakat lainnya berhasil

mengeluarkan Kompilasi Hukum Islam di Indonesia.53

2. Faraidh Setelah Lahirnya Kompilasi Hukum Islam (KHI)

                                                            53 Amir Syarifuddin, Hukum Kewarisan Islam, (Jakarta: Prenada Media, 2004), Cet. 1, h. 327

Page 45: DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI BAB I …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21705/1/MILKI...iv daftar isi. kata pengantar..... i . daftar isi ...

43  

Hukum kewarisan dalam KHI merupakan hasil kaji ulang dan ijtihad baru

melalui pendekatan dengan hukum adat dan hukum barat serta norma-norma hukum

lainnya, sesuai dengan petunjuk syariat Islam, sehingga dapat membawa

pembaharuan hukum kewarisan di Indonesia yang:54

a. Selaras dengan tata kehidupan umat Islam di Indonesia,

b. Mampu memenuhi tuntutan zaman yang modern sesuai dengan teori ilmu

hukum, administrasi dan manajemen,

c. Dapat menjalankan fungsinya sebagai pengatur untuk menciptakan ketertiban

dan ketentraman masyarakat, sebagai pengayom untuk melindungi kebenaran

dan keadilan, serta sebagai pemberi arah bagi kehidupan yang maju dan

mandiri dibawah naungan dan ridla Allah SWT.

Dalam Kompilasi Hukum Islam terdapat 23 pasal yang mengatur tentang

kewarisan, mulai dari pasal 171 sampai dengan pasal 193. Yang dimaksud dengan

hukum kewarisan menurut KHI pasal 171 (a) adalah “Hukum yang mengatur tentang

pemindahan hak pemilikan harata peninggalan (tirkah) pewaris, menentukan siapa-

siapa yang berhak menjadi ahli waris dan berapa bagiannya masing-masing”.55

Pasal 171 tentang ketentuan umum, yaitu menjelaskan tentang hukum

kewarisan sebagaimana juga terdapat dalam kitab-kitab fikih dengan rumusan yang

                                                            54 Mukti Arto, Hukum Waris Bilateral Dalam Kompilasi Hukum Islam, (Solo: Balqis Queen,

2009), Cet. 1, h. 30 55 Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, ( Jakarta: CV Akademika Pressindo,

1992) , Cet. 1, h. 155

Page 46: DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI BAB I …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21705/1/MILKI...iv daftar isi. kata pengantar..... i . daftar isi ...

44  

berbeda. Membicarakan tentang pewaris dan syaratnya, ahli waris dan syaratnya. Hal

ini serupa dengan yang dibicarakan dalam fikih sebagaimana yang telah dijelaskan

sebelumnya. Begitu juga anak pasal selanjutnya telah sejalan dengan fikih.

Pasal 172 menjelaskan tentang identitas keislaman seseorang dalam hal yang

bersifat administratif. Walaupun tidak ada dalam fikih tapi tidak menyalahi substansi

fikih itu.

Pasal 173 menjelaskan tentang halangan kewarisan yang format dan

substansinya sedikit berbeda dengan fikih, dengan rumusan:

Seseorang terhalang menjadi ahli waris apabila dengan putusan hakim yang

telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap, dihukum karena:56

a. Dipersalahkan telah membunuh atau mencoba membunuh atau menganiaya

berat pada pewaris.

b. Dipersalahkan secara memfitnah telah mengajukan pengaduan bahwa pewaris

telah melakukan suatu kejahatan yang diancam dengan hukuman 5 tahun

penjara atau hukuman yang lebih berat.

Dalam anak pasal (a) dinyatakan pembunuh sebagai penghalang kewarisan

telah sejalan dengan fikih. Namun, dijadikannya percobaan pembunuhan,

penganiayaan, apalagi memfitnah sebagai halangan kewarisan, jelas tidak sejalan

dengan fikih madzhab manapun. Dalam fikih hanya pembunuhan yang disengaja

yang dapat menjadi penghalang, sedangkan yang tidak disengaja masih merupakan

perdebatan yang berujung pada perbedaan pendapat dikalangan ulama. Fikih                                                             

56 Ibid, h. 156

Page 47: DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI BAB I …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21705/1/MILKI...iv daftar isi. kata pengantar..... i . daftar isi ...

45  

beranggapan bahwa kewarisan itu adalah hak seseorang yang ditetapkan dalam al-

Quran dan tidak dapat dicabut kecuali ada dalil yang kuat seperti hadits Nabi SAW.

Dicabutnya hak seseorang hanya karena percobaan pembunuhan, penganiayaan atau

memfitnah meskipun hal tersebut merupakan kejahatan namun tidak dapat

menghilangkan hak yang pasti, apalagi jika sebelum meninggal Pewaris telah

memaafkannya. Oleh karena itu, pasal ini masih perlu dipertanyakan.

Pasal 174 menjelaskan tentang ahli waris, baik dalam hubungan darah atau

perkawinan telah sejalan dengan fikih.

Pasal 175 menjelaskan tentang kewajiban ahli waris terhadap harta sebelum

dibagikannya harta tersebut kepada ahli waris telah sejalan dengan fikih.

Pasal i76 menjelaskan tentang bagian anak dalam kewarisan, baik dalam

keadaan sendiri atau bersama telah sejalan dengan ayat al-Quran dan rumusannya

dalam fikih.

Pasal 177 menjelaskan tentang bagian ayah. Dirumuskan sebagai berikut:

“Ayah mendapat sepertiga bagian bila pewaris tidak meninggalkan anak; bila ada

anak, ayah mendapat seperenam bagian”.57

Walaupun pasal ini telah mengalami perubahan, tetapi tidak mengubah secara

substansial. Dijelaskan bahwa ayah menerima seperenam dalam keadaan pewaris

meninggalkan anak, hal ini jelas sesuai dengan al-Quran, dan rumusannya dalam

fikih. Tetapi menetapkan ayah menerima bagian sepertiga dalam keadaan tidak ada

                                                            57 Ibid, h. 157

Page 48: DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI BAB I …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21705/1/MILKI...iv daftar isi. kata pengantar..... i . daftar isi ...

46  

anak, tidak terdapat dalam al-Quran dan tidak tersebut dalam kitab fikih manapun,

termasuk syi’ah.

Ayah mungkin mendapat sepertiga tetapi tidak sebagai furudh, itupun dalam

kasus tertentu seperti bersama ibu dan suami, dengan catatan ibu menerima sepertiga

harta sebagaimana yang lazim berlaku dalam mzhab jumhur ahlu sunah, namun

bukan sepertiga untuk ayah sebagaimana yang disebutkan dalam kompilasi. Hal

tersebut merupakan ijtihad baru yang bertujuan untuk melindungi jangan sampai

bagian ayah lebih kecil dari bagian ibu, tapi sekurang-kurangnya sama besar. Apabila

al-Quran dan fikih yang dijadikan ukuran, maka pasal ini jelas salah secara

substansial. Karena bunyi pasal ini terdapat kekeliruan yang sangat signifikan, maka

berdasarkan Surat Edaran Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor

MA/Kumdil/148/VI/K/1994 tanggal 28 Juni 1994, (SURAT EDARAN No. 2 Tahun

1994 Tentang Pengertian Pasal 177 KHI), pasal ini berbunyi: “Ayah mendapat

sepertiga bagian bila pewaris tidak meninggalkan anak, tetapi meninggalkan suami

dan ibu, bila ada anak, ayah mendapat seperenam”.58 Berdasarkan bunyi pasal 177

yang telah direvisi ini, maka bagian ayah ada 3 (tiga) macam, yaitu:

a. Menerima ashobah, yakni bila pewaris tidak meninggalkan anak.

b. Menerima sepertiga bagian, yakni apabila pewaris tidak meninggalkan anak

tetapi meninggalkan suami dan ibu.

c. Menerima seperenam bagian, yakni apabila pewaris meninggalkan anak.

                                                            58 Mukti Arto, Hukum Waris Bilateral Dalam Kompilasi Hukum Islam, (Solo: Balqis Queen,

2009), Cet. 1, h. 114

Page 49: DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI BAB I …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21705/1/MILKI...iv daftar isi. kata pengantar..... i . daftar isi ...

47  

Pasal 178 menjelaskan tentang bagian ibu dalam tiga kemungkinannya dan

pasal 179-180 membahas tentang bagian duda dan janda dalam dua kemungkinannya

telah sesuai dengan al-Quran dan rumusannya dalam fikih.

Pasal 181 membahas tentang bagian saudara seibu. Pasal 182 tentang bagian

saudara kandung dan seayah dalam segala kemungkinannya, semuanya telah sejalan

dengan al-Quran dan fikih.

Pasal 183 tentang usaha perdamaian yang yang menghasilkan pembagian

yang berbeda dari petunjuk atas dasar kerelaan bersama. Secara formal, hal tersebut

tidak dijelaskan dalam fikih, akan tetapi pembagian seperti itu dapat diterima dengan

menggunakan pendekatan pemahaman takharuj yang dibenarkan dalam mazhab

hanafi.

Pasal 184 tentang pengangkatan wali bagi anak yang belum dewasa untuk

mengurus hak warisnya. Meskipun tidak dinyatakan dalam kitab-kitab fikih, namun

karen telah sejalan dengan kehendak al-Quran surat an-Nisa ayat 5, maka pasal ini

dapat diterima.

Pasal 185 mengenai ahli waris pengganti, dirumuskan sebagai berikut:59

(1) Ahli waris yang meninggal lebih dahulu daripada pewaris maka

kedudukannya dapat diganti oleh anaknya, kecuali mereka yang disebut dalam

pasal 173.

                                                            59 Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, ( Jakarta: CV Akademika Pressindo,

1992), Cet. 1, h.158

Page 50: DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI BAB I …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21705/1/MILKI...iv daftar isi. kata pengantar..... i . daftar isi ...

48  

(2) Bagian ahli waris pengganti tidak boleh lebih dari bagian ahli waris yang

sederajat dengan yang diganti.

Anak pasal (1) secara tersurat mengakui adanya ahli waris pengganti, yang

merupakan hal baru untuk hukum kewarisan Islam. Perkara ini dikatakan baru karena

di timur tengah pun belum ada Negara yang mngatur hal ini, sehingga mereka mereka

perlu menampungnya dalam lembaga wasiat wajibah. Anak pasal ini amat bijaksana

dengan menggunakan kata “dapat” yang tidak mengandung maksud imperative. Hal

ini berarti bahwa dalam keadaan tertentu yang kemaslahatan menghendaki

keberadaan ahli waris pengganti dapat diakui, namun dalam keadaan tertentu bila

keadaan menghendaki, tidak diberlakukannya ahli waris pengganti.

Anak pasal (2) menghilangkan kejanggalan penerimaan adanya ahli waris

pengganti dengan tetap menganut asas perimbangan laki-laki dan perempuan. tanpa

anak pasal ini sulit untuk dilaksanakannya penggantian ahli waris karena ahli waris

pengganti itu menurut asalnya hanya sesuai dengan system barat yang menempatkan

kedudukan anak laki-laki sama dengan anak perempuan.

Pasal-pasal selanjutnya yaitu pasal 186-193 telah sesuai dengan yang

dirumuskan dalam fikih. Meskipun ada beberapa pasal yang tidak diatur dalam fikih

karena menyangkut masalah administratif, namun hal tersebut sesuai dengan prinsip

kemaslahatan, maka pasal-pasal itu dapat diterima.

Secara umum pasal demi pasal yang berkenaan dengan kewarisan dalam KHI

tersebut sudah sejalan dengan apa-apa yang dijelaskan dalam kitab fikih, namun tidak

Page 51: DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI BAB I …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21705/1/MILKI...iv daftar isi. kata pengantar..... i . daftar isi ...

49  

dapat dipungkiri ada beberapa hal krusial dan beberapa perbedaan disana-sini yang

menempatkan hukum kewarisan Islam dalam bentuk yang baru.

C. Konsep Keadilan Dalam Pembagian Harta Waris

1. Konsep Keadilan Menurut Hukum Islam

Mengenai jumlah bagian yang didapat oleh laki-laki dan perempuan terdapat

dua bentuk. Pertama, laki-laki mendapat jumlah yang sama banyak dengan

perempuan; seperti ibu dan ayah sama-sama mendapat seperenam dalam keadaan

pewaris meninggalkan anak kandung. Begitu pula saudara laki-laki dan saudara

perempuan sama-sama mendapat seperenam dalam keadaan pewaris adalah seseorang

yang tidak memiliki ahli waris langsung. Kedua, laki-laki memperoleh bagian lebih

banyak atau dua kali lipat dari bagian yang didapat oleh perempuan; seperti anak laki-

laki mendapat dua kali bagian anak perempuan, saudara laki-laki mendapat dua kali

bagian saudara perempuan dan dalam kasus yang terpisah duda mendapat dua kali

bagian yang diperoleh janda.

Bila ditinjau dari segi jumlah bagian yang diperoleh antara laki-laki dan

perempuan yaitu 2:1 (baca: dua banding satu), memang terdapat ketidaksamaan.

Akan tetapi, hal tersebut bukan berarti tidak adil karena keadilan dalam pandangan

Islam tidak hanya diukur dengan jumlah yang didapat saat menerima hak waris tetapi

juga dikaitkan pada kegunaan dan kebutuhan. Oleh karena itu, bentuk keadilan dalam

kewarisan bukan terletak pada jenis kelamin, melainkan terletak pada substansinya.

Substansi yang dimaksud dapat terlihat dalam Surat an-Nisa (4:11, 12, dan 176).

Page 52: DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI BAB I …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21705/1/MILKI...iv daftar isi. kata pengantar..... i . daftar isi ...

50  

Pada Surat an-Nisa (4) ayat 11 dinyatakan bahwa anak laki-laki mendapat

bagian lebih besar dari perempuan. Demikian pula ayah mendapat bagian lebih

banyak dari ibu apabila tidak ada anak. Dalam Surat an-Nisa (4) ayat 12, suami dan

istri mendapat bagian yang berbeda. Demikian pula dalam Surat an-Nisa (4) ayat 176

saudara laki-laki mendapat bagian lebih banyak dari saudara permpuan. Terjadinya

perolehan bagian yang berbeda antara laki-laki dan perempuan, mufassirin

memberikan komentar. Menurut al-Maragi, terjadinya perbedaan bagian yang

diperoleh oleh ahli waris laki-laki dan perempuan mempunyai hikmah tersendiri yaitu

laki-laki mencari nafkah untuk diri dan keluarganya, sementara perempuan hanya

membutuhkan nafkah untuk dirinya, dan bahkan apabila perempuan telah menikah,

maka nafkahnya ditanggung oleh laki-laki yang menjadi suaminya. Dari kenyataan

ini menunjukan bahwa tidak ada perbedaan material dalam kedudukan ekonomi

antara laki-laki dan perempuan bila dilihat dari fungsinya.60

Syariat Islam telah membedakan pembagian harta waris antara laki-laki dan

perempuan dalam perkara kewarisan 2:1 (baca dua banding satu) karena ada beberapa

hikmah yang tersembumyi:

a. Bahwa perempuan itu biaya hidup dan keperluannya telah terpenuhi, sebab

nafkahnya menjadi kewajiban anaknya atau bapaknya, saudara laki-laki atau

kerabat lainnya.

                                                            60 Eli Nurmalia, Respon Perempuan Terhadap System Pembagian Waris 2:1 Dalam Hukum

Kewarisan Islam, (Skripsi S1 Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008), h. 27

Page 53: DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI BAB I …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21705/1/MILKI...iv daftar isi. kata pengantar..... i . daftar isi ...

51  

b. Permpuan tidak dibebani untuk memberikan nafkah pada keluarga, kerabat

serta orang lain yang menjadi kewajibannya untuk memberikan nafkah

kepadanya.

c. Nafkah laki-laki lebih banyak (dari perempuan) dan kewajiban yang berkaitan

dengan harta lebih besar, maka keperluannya terhadap harta tertentu lebih

besar dari pada keperluan perempuan.

d. Laki-laki (berkewajiban) memberikan maskawin kepada istrinya dan dia juga

dibebani untuk memberikan biaya, tempat tinggal dan ongkos makan serta

pakian kepada istri dan anak-anaknya. Selain itu masalah lain yang juga

dibebankan kepada laki-laki oleh syariat Islam yang mulia, berdasarkan

perintah Allah, Tuhan Yang Maha Bijaksana dan Maha Mengetahui.

 

Artinya: “Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya. dan orang yang disempitkan rezkinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekedar apa yang Allah berikan kepadanya. Allah kelak akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan”. (QS. Ath-Thalak 65:7)

Dari pandangan yang singkat ini, jelaslah bahwa Allah begitu bijaksana dalam

membedakan bagian laki-laki dan perempuan dalam kewarisan. Apabila nafkah atas

seseorang itu lebih banyak dan kewajiban yang dibebankan kepadanya lebih besar,

maka menurut keadilan dalam pandangan Islam, dibenarkan jika bagiannya lebih

Page 54: DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI BAB I …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21705/1/MILKI...iv daftar isi. kata pengantar..... i . daftar isi ...

52  

banyak. 61 Kendati perempuan mendapatkan bagian setengah dari laki-laki

(lidzdzakari mitslu hadzdzil untsayayn), namun ketentuan itu bisa menjadi lebih

banyak dari laki-laki, sebab laki-laki punya tanggung jawab menafkahi anggota

keluarganya, sedangkan harta bagian perempuan adalah untuk dirinya sendiri. Karena

itulah, Rasul SAW menekankan umat Islam untuk senantiasa melakukan dan

melaksanakan hukum waris sesuai dengan ketentuan yang ada dalam al-Quran.

Semua yang sudah diatur dalam al-Quran bertujuan memberikan keadilan pada setiap

orang. 62 Hal serupa juga diungkapkan oleh Syaikh Muhammad Ghazali. Beliau

menambahkan bahwa perempuan tidak wajib untuk bekerja atau mencari uang karena

jika dia mempunyai suami atau saudara laki-laki, seharusnya mereka yang

mendukungnya dalam segi keuangan.63

2. Konsep Keadilan dalam Pandangan Feminis Gender

Secara hakiki, dalam diskursus hukum, sifat dari keadilan itu dapat dilihat

dalam dua arti pokok, yaitu: Pertama, dalam arti formal yang menuntut bahwa hukum

itu berlaku secara umum. Kedua, dalam arti materil yang menuntut agar setiap hukum

                                                            61 Muhammad Ali asy-Syabuniy, Hukum Waris Islam, judul asli al-Mawarits Fi Syar’iyati

Islamiyah ‘Ala Dhauil Kitab Wa Sunnah, (Surabaya: al-ikhlas, 1995), Cet. 1, h. 26-27

62 Syarudin al-fikri, “Menengok Riwayat Hukum Waris Dalam Islam”, Arikel Diakses pada 08 Agustuss 2010dari http://www.repubilika.co.id/berita/ensiklopedia-islam/islam-digest/10/04/19/112001-menengok-riwayat-hukum-waris-dalam-islam.

63 Syaikh Muhammad Ghazali, Tafsir Tematik Dalam al-Quran, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2004), h.49

Page 55: DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI BAB I …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21705/1/MILKI...iv daftar isi. kata pengantar..... i . daftar isi ...

53  

itu harus sesuai dengan cita-cita keadilan masyarakat.64 John Rawls dan Hans Kelsen

menguraikan bahwa pada dasarnya keadilan terdiri dari beberapa unsur, yaitu:65

a. Bahwa keadilan merupakan nilai yang mengarahkan setiap pihak untuk

memberikan perlindungan atas hak-hak yang dijamin oleh hukum (unsur hak).

b. Bahwa perlindungan ini pada akhirnya harus memberikan manfaat kepada

setiap indifidu (unsur manfaat).

Keadilan hubungannya dengan gender adalah keadilan yang tidak

membedakan manusia berdasarkan jenis kelamin, asal-usul, keturunan dan ras.

Namun dalam realita sosiologis di masyarakat, perempuan seringkali menerima

perlakuan yang tidak adil dan tidak setara dengan laki-laki. Kondisi ini terjadi karena

masyarakat kita telah lama terkungkung oleh budaya yang didomonasi oleh kaum

laki-laki. Lalu munculah apa yang dikenal dengan istilah ketidakadilan gender. 66

Gender merupakan istilah kultural yang dipakai untuk membedakan peran, prilaku,

mentalitas dan karakteristik emosional antara laki-laki dan perempuan yang

berkembang dimasyarakat. Perbedaan gender tersebut sebenarnya tidak jadi masalah,

sepanjang tidak melahirkan ketidakadilan gender.

Dewasa ini, kaum feminis mengnggap bahwa kaum muslimat berada dalam

suatu sistem diskriminatif, yang tidak sesuai dengan prinsip keadilan dan dasar Islam.                                                             

64 E. Fernando M. Manulang, menggapai hokum berkeadilan; Tinjauan Hukum Kodrat dan Anatomi Nilai, (Jakarta: Kompas, 2007), h. 96

65 Ibid, h. 98 66 Elfid Nurfitri Mubarok, Penyelesaian Gugatan Kewarisan Anak Perempuan Dengan

Saudara Kandung, (Skripsi S1 Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008), h. 42

Page 56: DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI BAB I …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21705/1/MILKI...iv daftar isi. kata pengantar..... i . daftar isi ...

54  

Kaum muslimat dianggap sebagai korban dari ketidakadilan dalam berbagai aspek

kehidupan, yang dilegitimasi oleh suatu tafsiran sepihak dan dekontruksi melalui

budaya dan syariat.67 Sehingga mereka mempertanyakan tafsiran ayat-ayat al-Quran

yang dianggap mengandung bias gender, diantaranya: QS. Al-Baqarah 2:282 Tentang

kesaksian perempuan dalam hutang piutang, QS. An-Nisa 4:11 Tentang hak waris

laki-laki dan perempuan, QS. An-Nisa 4:3 Tentang kebolehan laki-laki berpoligami,

QS. An-Nur 24:30-31 dan QS. Al- Ahzab 33:53-59 Tentang aurat perempuan dan

hijab.

Dalam sebuah artikel yang ditulis oleh Ayu Arman, beliau mengatakan

pembedaan bagian harta waris laki-laki dan perempuan disebabkan karena pada saat

itu beban kehidupan keluarga sepenuhnya ditanggung laki-laki. Perempuan tidak

punya kewajiban untuk memberikan maskawin dan nafkah kepada keluarga mereka.

Meskipun begitu, saat itu Islam telah memberikan jalan keluar jika orangtua mereka

ingin memberikan bagian yang sama kepada anak-anak mereka, baik laki-laki

maupun perempuan, maka dengan jalan hibah, yaitu pembagian warisan ketika

orangtua masih hidup. Setidaknya alasan tersebut menuntun kita bahwa perbedaan

perolehan pembagian warisan itu bukan disebakan oleh faktor biologis (kodrati),

tetapi semata-mata disebabkan oleh sosial budaya, dengan kata lain, persoalan

gender. Karena hal itu disebabkan oleh sosial budaya, maka hukum waris ini pun bisa

berubah ketika basis sosial dan ekonomi keluarga berubah. Apalagi sekarang ini, tak

                                                            67 Eli Nurmalia, Respon Perempuan Terhadap System Pembagian Waris 2:1 Dalam Hukum

Kewarisan Islam, (Skripsi S1 Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008)

Page 57: DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI BAB I …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21705/1/MILKI...iv daftar isi. kata pengantar..... i . daftar isi ...

55  

                                                           

sedikit lagi perempuan yang menjadi tulang punggung yang menafkahi keluarganya.

Untuk itu, tidak ada halangan untuk melakukan modifikasi terhadap ketentuan waris

2:1 (baca: dua banding satu) karena muatan keadilannya berkurang.68

Untuk mengcover asumsi-asumsi yang menyatakan bahwa hukum seperti ini

hanya dapat memarginalkan, mendehumanisasi, mendiskriminasi dan mensubordinasi

perempuan, maka kaum feminis mengusulkan agar porsi pembagian harta waris

antara laki-laki dan perempuan adalah sama 1:1 (baca: satu banding satu) atau 2:2

(baca: dua banding dua). Agar tujuan ini dapat terwujud, menurut mereka tidak hanya

cukup dengan melakukan tafsir ulang, tetapi harus melalui proses dekontruksi

(pembongkaran) terhadap idiologi yang melilitnya berabad-abad. Menurutnya, kini

tibalah saatnya untuk mengkontekstualisasikan ayat-ayat hukum yang praktis

temporal, teknis oprasional (juziyyah) agar sesuai dengan nilai-nilai universal dan

terbebas dari muatan lokal arabisme.

 

 68 Ayu Arman, “Menyoal Keadilan Hak Waris Perempuan”, artikel diakses pada 08 Agustus

2010 dari shttp:/mycompilation.blogspot.com/2010/07/menyoal-keadilan-hak-waris-perempuan.html

Page 58: DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI BAB I …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21705/1/MILKI...iv daftar isi. kata pengantar..... i . daftar isi ...

BAB III

ANALISIS GUGATAN KEWARISAN ANAK LAKI-LAKI DAN

PEREMPUAN

A. Landasan Yuridis, Hukum Formil dan Hukum Materil

1. Tinjauan Dari Hukum Formil

Agar kita dapat melaksanakan aturan mengenai kewarisan dengan baik di

Pengadilan, maka kita membutuhkan kaidah hukum yang menentukan dan mengatur

cara-cara bagaimana melaksanakan hak-hak dan kewajiban-kewajiban perdata

sebagaimana yang diatur dalam hukum perdata materil. Kaidah hukum tersebut sering

dikenal sebagai hukum formil.69

Menurut Sudikno Martokusumo, aturan hukum perdata ini bukanlah sekedar

pelengkap saja, melainkan mempunyai kedudukan yang penting dalam melaksanakan

atau menegakkan hukum perdata materil.70 Kedua hukum ini sangat berkaitan, karena

jika tidak ada hukum formil maka hukum materil tidak dapat ditegakan melalui

peradilan. Begitu pun sebaliknya, karena hukum acara formil merupakan upaya untuk

menjamin akan terlaksananya hukum perdata materil.

Untuk melaksanakan tugas pokoknya (menerima, memeriksa, dan mengadili

serta menyelesaikan perkara) dan fungsinya (menegakkan, hukum dan keadilan)

                                                            69 Retnowulan Sutantio dan Iskandar Oeripkartawinata, Hukum Acara Perdata ; Dalam Teori

Dan Praktek, (Bandung: Mandar Maju, 2005), Cet. 9, h. 1 

70 Sudikno Martokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, (Yogyakarta: Liberty Press, 1985), h. 5

56  

Page 59: DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI BAB I …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21705/1/MILKI...iv daftar isi. kata pengantar..... i . daftar isi ...

maka Pengadilan dalam lingkungan Peradilan Agama menggunakan hukum acara

perdata yang berlaku di lingkunagan Peradilan Negeri, kecuali yang telah diatur

secara khusus dalam Undang-undang.71 Oleh karena itu, hukum acara Peradilan

Agama sekarang bersumber (garis besarnya) kepada dua aturan: (1) yang terdapat

dalam Undang-undang No.7 Tahun 1989, dan (2) yang berlaku dilingkungan

Peradilan Umum.

Peraturan perundang-undangan yang menjadi inti hukum acara perdata

Peradilan Umum, antara lain:72

a. H.I.R (Het Herziene Indonesisch Reglement) atau disebut juga RIB (Reglemen

Indonesia yang dibaharui)

b. R.Bg (Rechts Reglement Buitengewesten) atau disebut juga Reglemen untuk

daerah seberang, maksudnya untuk luar Jawa-Maduru.

c. R.V (Reglement of de Burgerlijke Rechtsvordering) yang zaman jajahan Belanda

dahulu berlaku untuk Raad van Justitie.

d. BW (Burgerlijke Wetboek) atau disebut juga Kitab Undang-undang Hukum

Perdata Eropa.

e. Undang-undang No. 2 Tahun 1986, Tentang Peradilan Umum.

Perturan perundang-undangan tentang Hukum Acara Perdata yang sama-sama

berlaku bagi lingkungan Peradilan Umum dan Peradilan Agama, adalah:

                                                            71 Cik Hasan Bisri, Peradilan Agama di Indonesia,( Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,

2000), Cet. 3, h. 366  72 Roihan dan A. Rasyid, Hukum Acara Peradilan Agama, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,

2000) Cet. 7, h.21 57 

 

Page 60: DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI BAB I …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21705/1/MILKI...iv daftar isi. kata pengantar..... i . daftar isi ...

a. Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970, Tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok

Kekuasaan Kehakiman

b. Undang-undang Nomor 14 Tahun 1985, Tentang Mahkamah Agung.

c. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dan PP Nomor 9

Tahun 1975 Tentang Pelaksanaan Undang-undang Perkawinan

Jika demikian halnya, maka Peradilan Agama dalam hukum acaranya minimal

harus memperhatikan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan

Agama yang telah mengalami perubahan menjadi Undang-undang No.3 Tahun 2006

Tentang Peradilan Agama, ditambah dengan 8 macam peraturan perundang-undangan

tang tadi telah disebutkan. Selain itu Peradilan Agama juga harus memperhatikan

proses hukum menurut Islam. Inilah, yang menjadi sumber dari Hukum Acara

Peradilan Agama.73

Bidang kewarisan yang merupakan salah satu wewenang Pengadilan Agama

tercantum dalam pasal 49 huruf b Undang-undang No.3 tahun 2006 Tentang

perubahan Undang-undang No.7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama disebutkan,

bahwa: “ Yang dimaksud dengan bidang kewarisan adalah penentuan siapa-siapa

yang menjadi ahli waris, penentuan mengenai harta peninggalan, penentuan bagian

masing-masing ahli waris, dan melaksanakan pembagian harta peninggalan tersebut

                                                            73 Ibid, h. 21

58  

Page 61: DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI BAB I …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21705/1/MILKI...iv daftar isi. kata pengantar..... i . daftar isi ...

serta penetapan pengadilan atas permohonan seseorang tentang penentuan siapa yang

menjadi ahli waris, penentuan bagian masing-masing ahli waris”.74

Atas dasar ketentuan diatas, maka bidang hukum waris yang menjadi

kewenangan Peradilan Agama adalah meliputi:

1. Penentuan siapa-siapa yang menjadi ahli waris.

2. Penentuan mengenai harta peninggalan.

3. Penentuan bagian masing-masing ahli waris.

Dalam hukum acara perdata di Peradilan Agama terdapat dua jenis perkara,

yaitu:

a. Perkara Voluntair

Perkara voluntair (permohonan) adalah perkara yang di dalamnya tidak

terdapat sengketa, misalnya apabila segenap ahli waris almarhum secara bersama-

sama menghadap ke Pengadilan untuk mendapat suatu penetapan perihal bagian

masing-masing dari warisan almarhum berdasarkan ketentuan pasal 236 a HIR.75

Disini, hakim hanya sekedar memberi jasa-jasanya sebagai seorang tenega Tata

Usaha Negara. Hakim tersebut mengeluarkan suatu penetapan yang lazimnya disebut

putusan declaratoir, yaitu suatu putusan yang bersifat menetapkan, menerangkan

saja.

                                                            74 Chatib Rasyid dan Syaifudin, Hukum Acara Perdata Dalam Teori Dan Praktek Pada

Peradilan Agama, (Yogyakarta: UII Press Yogyakarta, 2009)

75 Retnowulan Sutantio dan Iskandar Oeripkartawinata, Hukum Acara Perdata ; Dalam Teori Dan Praktek, (Bandung: Mandar Maju, 2005), Cet. 9, h. 10

59  

Page 62: DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI BAB I …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21705/1/MILKI...iv daftar isi. kata pengantar..... i . daftar isi ...

b. Perkara Contensius

Perkara contensius (gugatan) adalah perkara yang di dalamnya terdapat suatu

sengketa atau konflik yang harus diselesaikan dan diputus oleh Pengadilan. Dalam

suatu gugatan ada seseorang atau lebih yang merasa bahwa haknya telah dilanggar,

akan tetapi orang yang dirasa melanggar haknya atau hak mereka itu tidak mau secara

suka rela melakukan sesuatu sesuatu yang diminta itu.76 Untuk penentuan siapa yang

yang benar dan berhak, diperlukan adanya suatu putusan hakim. Disini hakim benar-

benar berfungsi sebagai hakim yang mengadili dan memutus siapa diantara pihak-

pihak tersebut yang benar dan siapa yang tidak benar. Produk Pengadilan yang

dikeluarkan dalam perkara gugatan ini adalah vonis yang bersifat condemnatoir

(menghukum) atau bersifat constitutoir (menciptakan).77

Selain dua jenis perkara yang dapat diadukan ke Pengadilan, sebagaimana

telah dijelaskan sebelumnya, dalam hukum acara perdata dikenal pula dua macam

upaya hukum. Sedangkan upaya hukum itu sendiri adalah upaya yang diberikan oleh

undang-undang kepada seseorang atau badan hukum untuk dalam hal tertentu

melawan putusan hakim.78 Kedua upaya hukum tersebut, yaitu:

a. Upaya Hukum Biasa

                                                            76 Ibid, h. 10

77 Roihan dan A. Rasyid, Hukum Acara Peradilan Agama, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000) cet ke-7, h. 193

78 Retnowulan Sutantio dan Iskandar Oeripkartawinata, Hukum Acara Perdata ; Dalam Teori Dan Praktek, (Bandung: Mandar Maju, 2005), Cet ke-9, h. 142

60  

Page 63: DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI BAB I …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21705/1/MILKI...iv daftar isi. kata pengantar..... i . daftar isi ...

Upaya hukum biasa adalah perlawanan terhadap putusan verstek (tergugat

tidak hadir), banding (permohonan yang diajukan oleh orang yang dikalahkan di

Pengadilan tingkat pertama kepada Pengadilan Tinggi karena dikhawatirkan bahwa

hakim melakukan kesalahan dalam menjatuhkan suatu putusan), dan kasasi (tindakan

Mahkamah Agung sebagai pengawas tertitinggi untuk menegakkan dan membetulkan

hukum, jika hukum ditentang oleh putusan-putusan hakim pada tingkatan tertinggi).

Pada asasnya, upaya hukum ini menangguhkan eksekusi. Pengecualiannya

adalah apabila putusan tersebut dijatuhkan dengan ketentuan dapat dilaksanakan

terlebih dahulu (uitvoerbaar bij vooraad), maka meskipun diajukan upaya biasa,

namun eksekusi dapat berjalan terus.

b. Upaya Hukum Luar Biasa.

Berbeda dengan upaya hukum biasa, upaya hukum luar biasa pada asasnya

tidak menangguhkan eksekusi. Yang termasuk upaya hukum luar biasa adalah

perlawanan pihak ketiga terhadap sita eksekutorial dan peninjauan kembali. Jadi

meskipun diajukan perlawanan pihak ketiga terhadap sita eksekutorial atau diajukan

permohonan peninjauan kembali, maka eksekusi berjalan terus.

2. Tinjauan Dari Hukum Materil

Mengenai sumber hukum materil di Peradilan Agama, sebenarnya peradilan

agama sendiri belum mempunya hukum materil yang berbentuk Undang-Undang,

namun untuk menyamakan pedoman fikih agar tidak terjadi kesimpangsiuran

keputusan dalam lembaga-lembaga Peradilan Agama, Kompilasi Hukum Islam (KHI)

sudah dirasa cukup meredam perbadaan pendapat tentang masalah-masalah hukum 61 

 

Page 64: DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI BAB I …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21705/1/MILKI...iv daftar isi. kata pengantar..... i . daftar isi ...

tersebut, tetapi bukan berarti tidak diperlikan lagi hukum materil yang kekuatannya

lebih mengikat seperti Undang-undang.

Adapun hukum materil yang sekarang berlaku di lembaga-lembaga Peradilan

Agama adalah sebagai berikut:

a. Instruksi presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 1991 Tentang Kompilasi Hukum

Islam (KHI).

Dalam KHI tersebut terdapat tiga buku yang menjelaskan mengenai: hukum

perkawinan, hukum kewarisan dan hukum perwakafan. Khusus mengenai hukum

kewarisan, berjumlah 23 pasal, yaitu dari pasal 171 sampai dengan pasal 193.

b. Yurisprudensi

Dalam kamus Fockema Andrea sebagaimana yang dikutip oleh Lilik Mulyadi,

dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan yurisprudensi adalah pengumpulan

sistematis dari keputusan Mahkamah agung dan keputusan Pengadilan Tinggi yang

diikuti oleh hakim lain dalam memberikan keputusan mengenai perkara yang sama.79

Dalam hal ini hakim tidak terikat pada putusan yurisprudensi. Hakim bebas memilih

antara meninggalkan yurisprudensi itu atau memakainya dalam suatu perkara yang

sejenis dan telah mendapat putusan sebelumnya.

c. Surat Edaran Mahkamah Agung RI

Surat Edaran tersebut sepanjang menyangkut hukum formil dan hukum

materil yang dapat dijadikan sumber hukum di Peradilan Agama dan dapat digunakan

sebagai bahan acuan oleh hakim dalam menangani perkara. Sama halnya dengan                                                             

79 Abdul Manan, Penerapan Hukum Acara Perdata, h. 7 62 

 

Page 65: DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI BAB I …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21705/1/MILKI...iv daftar isi. kata pengantar..... i . daftar isi ...

yurisprudensi, Surat Edaran dan Instruksi Mahkamah Agung juga tidak mengikat

kepada hakim sebagaimana undang-undang. Menurut Sudikno Martokusumo, bahwa

Surat Edaran tersebut bukanlah hukum, tetapi merupakan sumber hukum, bukan

berarti tempat ditemukannya hukum melainkan tempat hakim dapat menggali

hukum.80

d. Doktrin atau Pendapat Ahli

Doktrin merupakan sumber hukum yang sangat penting bagi ilmu hukum dan

perkembangannya, karena kemajuan pemikiran tentang hukum sangat bergantung

antara lain kepada pendapat yang dikemukakan oleh para ahli hukum untuk

menyikapi fenomena yang terjadi setiap waktu. Doktrin dapat dikemukakan dalam

berbagai forum, seperti penelitian, seminar, atau dengan penerbitan buku-buku yang

membahas suatu topik atau fenomena hukum tertentu.

B. Analisis Dan Pertimbangan Hakim

1. Putusan Pengadilan Agama Jakarta Timur Nomor 139/Pdt.G/2008/PA.JT

Perkara Nomor 139/Pdt.G/2008/PA.JT telah diputus pada tanggal 07 April

2009 di Pengadilan Agama Jakarta Timur.

Dalam persidangan disebutkan Penggugat adalah:

1. Hj. Sofiah binti H. Sarmada, umur 58 tahun, agama Islam, pekerjaan ibu rumah

tangga, bertempat tinggal di Jl. Raya Bekasi KM.18 No.60 RT.009 RW.011,

                                                            80 Sudikno Martokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, (Yogyakarta: Liberty Press,

1985), h. 34 63 

 

Page 66: DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI BAB I …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21705/1/MILKI...iv daftar isi. kata pengantar..... i . daftar isi ...

kelurahan Jatinegara, kecamatan Cakung, Kota Jakarta Timur, sebagai Penggugat

I.

2. H. M. Sofyan bin H. Sarmada, umur 51 tahun, agama Islam, pekerjaan

wiraswasta, bertempat tinggal di Kampung Tarate No.60 RT.009 RW.011,

kelurahan Jatinegara, kecamatan Cakung, Kota Jakarta Timur, sebagai Penggugat

II

3. Sarmanih binti H. Sarmada, umur 47 tahun, agama Islam, pekerjaan ibu rumah

tangga, bertempat tinggal di Kampung Tarate No.60 RT.009 RW.011, kelurahan

Jatinegara, kecamatan Cakung, Kota Jakarta Timur, sebagai Penggugat III

4. Hj. Suryati binti H. Sarmada, umur 46 tahun, agama Islam, pekerjaan ibu rumah

tangga, bertempat tinggal di Dukuh Zamrud blok Tg. No.8 RT.008 RW.011,

kelurahan Ciminung, kecamatan Mustikajaya, Kota Bekasi, sebagai Penggugat IV

5. Hj. Suryanah binti H. Sarmada, umur 46 tahun, agama Islam, pekerjaan ibu

rumah tangga, bertempat tinggal di Kampung Terate RT.009 RW.011, kelurahan

Jatinegara, kecamatan Cakung, Kota Jakarta Timur, sebagai Penggugat V

6. H. Ahmad Fauzi bin H. Sarmada, umur 37 tahun, agama Islam, pekerjaan

wiraswasta, bertempat tinggal di Kampung Terate No.60 RT.009 RW.011,

kelurahan Jatinegara, kecamatan Cakung, Kota Jakarta Timur, sebagai Penggugat

VI

Sedangkan Tergugat adalah Hj. Sofinah binti H. Sarmada, umur 55 tahun,

agama Islam, pekerjaan ibu rumah tangga, bertempat tinggal di Jl. Raya Bekasi

64  

Page 67: DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI BAB I …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21705/1/MILKI...iv daftar isi. kata pengantar..... i . daftar isi ...

KM.18 No.60 RT.009 RW.011, kelurahan Jatinegara, kecamatan Cakung, Kota

Jakarta Timur sebagai Tergugat.

Penggugat dan Tergugat adalah ahli waris dari almarhum H. Sarmada yang

meninggal dunia pada tanggal 11 Juli 2003 dan Hj. Hafsah yang meninggal dunia

pada tanggal 6 September 1995.

Penggugat berdasarkan Surat gugatannya mengemukakan hal-hal sebagai

berikut:

1. Bahwa para Penggugat dan Tergugat adalah ahli waris dari pasangan suami istrri

almarhum H. Sarmada yang telah meninggal dunia pada tanggal 11 juli 2003

(bukti P1) dan Hj. Hapsah yang meninggal pada 6 September 1995 (bukti P2)

untuk selanjutnya disebut Pewaris.

2. Bahwa dari hasil pernikahan yang berlangsung pada tahun 1942 pasangan suami

istri almarhum H. Sarmada dan Hj. Hapsah telah dikaruniai 13 orang anak yang

terdiri dari:

1) Muhammad Oding lahir di Cikarang Bekasi pada tahun 1948 yang telah

meninggal pada tahun 1953 (bukti P3)

2) Tarsinah lahir di Cikarang Bekasi pada tahun 1950 ysng telah meninggal

dunia pada tahun 1953 (bukti P4)

3) Hj. Sofiah lahir di Jakarata pada tahun 1952 (Pengugat I)

4) Hj. Sofinah lahir di Jakarta pada tahun 1954 (Tergugat)

5) M. Sofyan lahir di Jakarta pada tahun 1957 (Pengugat 2)

65  

Page 68: DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI BAB I …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21705/1/MILKI...iv daftar isi. kata pengantar..... i . daftar isi ...

6) Papay saparudin lahir di Jakarta pada tahun 1959 yang telah meninggal dunia

pada tahun 1964 (bukti P5)

7) Sarmanih lahir di Jakarta pada tahun 1961 (Pengugat 3)

8) Hj. Suryati lahir di Jakarta pada tahun 1962 (Pengugat 4)

9) Hj. Suryanah lahir di Jakarta pada tahun 1963 (Pengugat 5)

10) Cecep Suryadi lahir di Jakarta pada tahun 1964 yang telah meninggal dunia

pada tahun 1974 (bukti P4)

11) Siti Hawa lahir di Jakarta pada tahun 1965 yang telah meninggal dunia sejak

lahir pada tahun 1965(bukti P6)

12) Suryatman lahir di Jakarta pada tahun 1968 mengalami gangguan syaraf sejak

umur 5 (Lima) tahun (bukti P7)

13) Ahmada Fauzi lahir di Jakarta pada tahun 1971 (Pengugat 6)

3. Bahwa diantara 13 orang anak tersebut diatas terdapat salah satu ahli waris yang

bernama Suryatman bin H. Sarmada yang berada dalam pengampuan dan dari

awal telah berada dan diasuh dibawah pengampunya yaitu Penggugat 4 (bukti P8)

4. Bahwa dari hasil pernikahan pewaris tersebut diatas telah meninggalkan harta

peninggalan berupa

1) Tanah hak milik dengan luas 6.930 m2 yang terletak dan dikenal di Jl. Raya

Bekasi KM. 18, RT/RW 009/011 No. 60 Jatinegara, Cakung Jakarta Timur

13930 (bukti P9), dengan batas-batas berikut: Sebelah utara Kali atau Sungai,

sebelah selatan PT.Jaya Sungai, sebelah timur dahulu dikenal sebagai Pabrik

Minyak Sayur Bimoli, sebelah barat Jalan Raya Bekasi 66 

 

Page 69: DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI BAB I …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21705/1/MILKI...iv daftar isi. kata pengantar..... i . daftar isi ...

2) Sebuah bangunan Setasiun Pengisi Bahan Bakar Untuk Umum (SPBU)

dengan luas 2.695 m2 yang berdiri diatas tanah hak milik Pewaris yang

terletak dan dikenal di Jalan Raya Bekasi KM. 18 Rt/Rw 009/011 No.60

Jatinegara, Cakung – Jakarta Timur 13930 (Bukti P-10), dengan batas-batas

sebagai berikut: Sebelah utara Kali atau Sungai, sebelah selatan PT Jaya

Motor, sebelah timur tanah milik alm. H.Sarmada, sebelah barat Jalan Raya

Bekasi

3) Tanah hak milik dengan luas 1.142 m2 yang terletak dan dikenal di RT/RW

002/001 Duren Sawit, Jakarta Timur (Bukti P-11), dengan batas-batas sebagai

berikut: Sebelah utara Kuburan, sebelah selatan Jl.Maki, sebelah timur

Kuburan, sebelah barat milik Suyadi

4) Bahwa seluruh harta peninggalan di atas belum dibagikan kepada seluruh ahli

waris berdasarkan Hukum Waris Islam dan terhadap harta peninggalan berupa

sebuah bangunan Setasiun Pengisi Bahan Bakar Minyak (SPBU) yang berdiri

diatas tanah hak milik Pewaris yang terletak di Jl. Raya Bekasi KM.18 (vide

Bukti P-10) masih dikuasai oleh Tergugat sejak Pewaris meninggal dunia

tahun 2003 sampai sekarang;

5) Bahwa dengan dikuasainya secara sepihak harta peninggalan a quo oleh

Tergugat mengakibatkan pembagian hasil dan penjualan usaha SPBU kepada

para Penggugat dilakukan dengan sewenang-wenang jauh dari rasa keadilan

selaku ahli waris yang juga berhak memperoleh bagian hasil dan obyek yang

sama; 67 

 

Page 70: DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI BAB I …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21705/1/MILKI...iv daftar isi. kata pengantar..... i . daftar isi ...

6) Bahwa terhadap harta peninggalan berupa tanah hak milik Pewaris dengan

luas 1.142 m2 yang terletak di Rt/Rw : 002/001 Duren Sawit, Jakarta Timur

(vide Bukti P-11) telah dijual oleh Tergugat sebesar Rp.800.000.000,-

(Delapan ratus juta rupiah) dan baru Rp.400.000.000,- (Empat ratus juta

rupiah) yang telah dibagikan kepada seluruh ahli waris sesuai hak-haknya

menurut Hukum Waris Islam;

Dalam persidangan, para Penggugat mengajukan provisi yang isinya bahwa

Penggugat memohon sita jaminan atas harta yang menjadi objek sengketa (yang telah

disebut diatas) dan atas harta kepemilikan Tergugat yang merupakan harta bersama

milik Tergugat dengan suaminya yaitu berupa: Barang-barang bergerak berupa 1

(satu) unit mobil merk Mitsubishi Grandis, Toyota Vios, Toyota Avanza dan Nissan

Estrada ataupun barang bergerak lainnya yang berharga, barang-barang tidak

bergerak yang merupakan harta bersama milik Tergugat dan suaminya berupa sebuah

bangunan rumah yang terletak dan di kenal di Jl.Raya Bekasi KM 18, RT/RW:

009/011, No.60 Jati Negara-Cakung, Jakarta Timur 13930.

Selanjutnya dalam isi jawaban yang diajukan oleh Tergugat, dia menolak

dengan tegas seluruh dalil-dalil yang diajukan Penggugat dalam gugatannya, kecuali

yang dapat diakui dengan tegas oleh Tergugat. Point-point gugatan Penggugat yang

ditolak Tergugat adalah:

1. Menolak dengan tegas bhwa SPBU dikuasai oleh Tergugat karena pengelolaan

SPBU dilakukan secara bersama-sama dan hasilnya pun dinikmati bersama-sama

(dibagikan kepada ahli waris). 68 

 

Page 71: DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI BAB I …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21705/1/MILKI...iv daftar isi. kata pengantar..... i . daftar isi ...

2. Tergugat menolak dengan tegas atas dalil Penggugat yang menyatakan bahwa

Tergugat telah menjual salah satu harta peninggalan berupa tanah dengan luas

1.142 m2 seharga Rp.800.000.000,- (Delapan ratus juta rupiah) dan separuh dari

hasil penjualan tanah tersebut belum dibagikan kepada ahli waris.

3. Tergugat sangat membantah isi gugatan yang terdapat dalam provisi yaitu

mengenai sita jaminan atas harta bersama milik Tergugat dengan suaminya.

4. Tergugat menyatakan bahwa dirinya tidak pernah keberatan jika SPBU dijual

secara bersama-sama.

Dalam hal ini, majelis hakim menimbang untuk mengabulkan sebagian isi

dari gugatan Penggugat, antara lain:

1. Menangguhkan gugatan dalam provisi (tidak diterima) karena dalam peletakan

sita perlu bukti permulaan adanya kekhawatiran akan pengalihan hak seperti yang

dimaksud dalam pasal 227 HIR. Selain itu atas harta pihak ketiga, sesuai hukum

yang berlaku tidak dapat dilakukan sita. Hal ini sesuai dengan pasal 197 ayat 8

HIR.

2. Menetapkan ahli waris berdasarkan pengakuan Tergugat dan dari keterangan

saksi-saksi yang saling bersesuaian sebanyak 8 orang.

3. Menyatakan tidak diterima terhadap permohonan Penggugat untuk menetapkan

pengampu atas Suryatman bin H. Sarmada yang selama ini dibawah pengampuan

H. Suryati binti H. Sarmada karena menurut Pasal 86 ayat 1 Undang-undang No.7

Tahun 1989 yang telah diubah menjadi Undang-undang No.3 Tahun 2006,

69  

Page 72: DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI BAB I …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21705/1/MILKI...iv daftar isi. kata pengantar..... i . daftar isi ...

pengampuan atau perwalian tidak bisa dikomulasi. Hal ini sesuai dengan pasal

229 HIR.

4. Menetapkan harta yang menjadi objek sengketa yang telah disepakati

sebelumnya.

5. Menghukum Tergugat untuk membayar sisa dari hasil penjualan tanah yang

belum dibagikan kepada ahli waris sebesar Rp.400.000.000,- (Empat ratus juta

rupiah). Hal ini berdasarkan atas pengakuan Tergugat yang merupakan bukti

sempurna dan mengikat.

6. Membagikan dan menetapkan besar bagian mesing-masing ahli waris dari harta

peninggalan yang merupakan objek sengketa menurut Hukum Faraidh Islam.

Berdasarkan firman Allah SWT dalam surat an-Nisa ayat 11 dan pasal 176 KHI,

maka besar bagian yang diperoleh oleh anak laki-laki adalah 2:1 dengan anak

perempuan. Sehingga majelis hakim menetapkan bagian dengan asal masalah 11

bagian.

1) : 1/11 bagian

2) Hj. Sofin

Hj. Sofiah binti H. Sarmada

ah binti H. Sarmada : 1/11 bagian

3) M. Sofyan bin H. Sarmada : 2/11 bagian

4) Sarmanih binti H. Sarmada : 1/11 bagian

5) Hj. Suryati binti H. Sarmada : 1/11 bagian

6) Hj. Suryanah binti H. Sarmada : 1/11 bagian

7) Suryatman bin H. Sarmada : 2/11 bagian

8) Ahmada Fauzi bin H. Sarmada : 2/11 bagian 70 

 

Page 73: DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI BAB I …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21705/1/MILKI...iv daftar isi. kata pengantar..... i . daftar isi ...

2. Putusan Pengadilan Tinggi Agama Jakarta Nomor 50/Pdt.G/2009/PTA.JK 

Agustu

Dalam persidangan majelis tingkat banding dengan perkara Nomor

50/Pdt.

at antara lain:

rumah

umur 51 tahun, agama Islam, pekerjaan

tahun, agama Islam, pekerjaan ibu rumah

sekarang Terbanding III.

Perkara dengan Nomor 50/Pdt.G/2009/PTA.JK telah diputus pada tanggal 05

s 2009 di Pengadilan Tinggi Agama Jakarta dan telah berkekuatan hukum

tetap.

G/2009/PTA.JK disebutakan Hj. Sofinah binti H. Sarmada, umur 55 tahun,

agama Islam, pekerjaan ibu rumah tangga, bertempat tinggal di Jl. Raya Bekasi

KM.18 No.60 RT.009 RW.011, kelurahan Jatinegara, kecamatan Cakung, Kota

Jakarta Timur dahulu sebagai Tergugat sekarang Pembanding.

Sedangkan Terbandingnya adalah yang dahulu sebagai penggug

1. Hj. Sofiah binti H. Sarmada, umur 58 tahun, agama Islam, pekerjaan ibu

tangga, bertempat tinggal di Jl. Raya Bekasi KM.18 No.60 RT.009 RW.011,

kelurahan Jatinegara, kecamatan Cakung, Kota Jakarta Timur, dahulu sebagai

Penggugat I sekarang Terbanding I.

2. H. M. Sofyan bin H. Sarmada,

wiraswasta, bertempat tinggal di Kampung Tarate No.60 RT.009 RW.011,

kelurahan Jatinegara, kecamatan Cakung, Kota Jakarta Timur, dahulu sebagai

Penggugat II sekarang Terbanding II.

3. Sarmanih binti H. Sarmada, umur 47

tangga, bertempat tinggal di Kampung Tarate No.60 RT.009 RW.011, kelurahan

Jatinegara, kecamatan Cakung, Kota Jakarta Timur, dahulu sebagai Penggugat III

71  

Page 74: DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI BAB I …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21705/1/MILKI...iv daftar isi. kata pengantar..... i . daftar isi ...

4. Hj. Suryati binti H. Sarmada, umur 46 tahun, agama Islam, pekerjaan ibu rumah

tangga, bertempat tinggal di Dukuh Zamrud blok Tg. No.8 RT.008 RW.011,

pung Terate RT.009 RW.011, kelurahan

inggal di Kampung Terate No.60 RT.009 RW.011,

ok Tg. No.8 RT.008 RW.011, kelurahan

ng meninggal

dunia p

kelurahan Ciminung, kecamatan Mustikajaya, Kota Bekasi, dahulu sebagai

Penggugat IV sekarang Terbanding IV.

5. Hj. Suryanah binti H. Sarmada, umur 46 tahun, agama Islam, pekerjaan ibu

rumah tangga, bertempat tinggal di Kam

Jatinegara, kecamatan Cakung, Kota Jakarta Timur, dahulu sebagai Penggugat V

sekarang Terbanding V.

6. H. Ahmad Fauzi bin H. Sarmada, umur 37 tahun, agama Islam, pekerjaan

wiraswasta, bertempat t

kelurahan Jatinegara, kecamatan Cakung, Kota Jakarta Timur, dahulu sebagai

Penggugat VI sekarang Terbanding VI.

7. Suryatman bin H. Sarmada, umur 41 tahun, agama Islam, pekerjaan tidak bekerja,

bertempat tinggal di Dukuh Zamrud bl

Jatinegara, kecamatan Cakung, Kota Jakarta Timur, dahulu sebagai Penggugat

VII yang dalam hal ini diwakili dan di bawah pengampuan saudara perempuan

kandungnya Hj. Suryati binti H. Sarmada sekarang Terbanding VII

Pembanding dan Terbanding adalah ahli waris dari almarhum H. Sarmada

yang meninggal dunia pada tanggal 11 Juli 2003 dan Hj. Hafsah ya

ada tanggal 6 September 1995.

72  

Page 75: DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI BAB I …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21705/1/MILKI...iv daftar isi. kata pengantar..... i . daftar isi ...

Dalam keterangan yang diperoleh dari putusan Pengadilan, Pewaris

meninggalkan harta warisan yang menjadi objek sengketa yang telah disebutkan pada

putusan sebelumnya.

Pada putusan terdahulu yaitu putusan Pengadilan Agama Jakarta Timur telah

ditetapkan seperti yang telah disebutkan sebelumnya, maka pada hari selasa tanggal 7

April 2009 Pembanding (Tergugat) telah mengajukan permohonan banding. Akan

tetapi dalam surat keterangan yang dibuat oleh Panitera Pengadilan Agama Jakarta

Timur bertanggal 26 Mei 2009 menerangkan bahwa Pembanding tidak megajukan

memori bandingnya, maka Pengadilan Tinggi Agama tidak mengetahui apa yang

menjadi keberatan dari Pembanding. Meskipun demikian, permohonan banding

tersebut harus tetap dperiksa ulang dan dinyatakan diterima pada tinggkat banding

karena permohonan bandingnya telah diajukan dalam tenggang waktu yang tepat dan

sesuai dengan cara-cara yang ditentukan dalam Undang-undang.

Dengan mengacu pada putusan terdahulu hakim Pengadilan Tinggi Agama

menimbang bahwa mengenai petitum Penggugat yang memohon agar Pengadilan

meletakan sita jaminan atas barang-barang yang menjadi obyek sengketa dan

beberapa barang milik Tergugat, telah diperiksa dan dipertimbangkan serta diputus

dengan benar oleh hakim pertama dengan tidak menerima gugatan provisi Penggugat

karena obyeknya adalah sama dengan pokok perkara atau obyeknya adalah milik

pribadi Penggugat, maka putusan hakim pertama dapat diambil alih menjadi

pertimbangan dan putusan Pengadilan Tinggi Agama.

73  

Page 76: DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI BAB I …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21705/1/MILKI...iv daftar isi. kata pengantar..... i . daftar isi ...

Kemudian mengenai penetapan seluruh anak-anak pewaris menjadi ahli waris

ternyata telah diperiksa dan diputus dengan benar oleh hakim pertama. Hal tersebut

bersdasarkan ketentuan pasal 174 KHI, maka putusan hakim pertama dapat diambil

alih menjadi pertimbangan dan putusan Pengadilan Tinggi Agama.

Berdasarkan bukti P-8 maka hakim banding mengabulkan permohonan

Penggugat dalam petitumnya mengenai Suryatman bin H. Sarmada berada dalam

pengampuan dan dibawah pengampuan Hj. Suryati binti H. Sarmada dan memohon

agar bagian harta peninggalan yang menjadi hak Suryatman berada dan dikuasai serta

diamanatkan kepada pengampunya untuk kepentingan Suryatman. Oleh karena itu

dalam hal ini hakim banding tidak sependapat dengan hakim pertama yang tidak

mengabulkan permohonan tersebut, maka putusan hakim pertama harus dibatalkan

Selanjutnya mengenai obyek sengketa yang telah disepakati sebelumnya oleh

para pihak telah diperiksa dan dipertimbangkan serta diputus dengan benar oleh

hakim pertama, maka putusan hakim pertama dapat diambil alih menjadi

pertimbangan dan putusan Pengadilan Tinggi Agama.

Hal yang paling menarik dalam putusan Pengadilan Tinggi Agama mengenai

perkara ini adalah hakim tidak memutus pembagian harta waris dengan menggunakan

bagian 2:1 (baca: dua banding satu) melainkan dibagi sama rata antara ahli waris laki-

laki dan perempuan. Padahal ketika menerima putusan hakim pertama pihak ahli

waris tidak ada yang merasa keberatan dengan putusan tersebut bahkan dalam

permohonan bandingnya pun tidak diketahui apa yang menjadi keberatan

Pembanding. Besar bagian ahli waris sebagai berikut: 74 

 

Page 77: DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI BAB I …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21705/1/MILKI...iv daftar isi. kata pengantar..... i . daftar isi ...

1. Hj. Sofiah binti H. Sarmada : 1/8 bagian

2. Hj. Sofinah binti H. Sarmada : 1/8 bagian

3. M. Sofyan bin H. Sarmada : 1/8 bagian

4. Sarmanih binti H. Sarmada : 1/8 bagian

5. Hj. Suryati binti H. Sarmada : 1/8 bagian

6. Hj. Suryanah binti H. Sarmada : 1/8 bagian

7. Suryatman bin H. Sarmada : 1/8 bagian

8. Ahmada Fauzi bin H. Sarmada : 1/8 bagian

Mengenai besarnya bagian masing-masing ahli waris, hakim tingkat banding

memberikan pertimbangan sebagai berikut:

1. Bahwa pewarisan merupakan proses perpindahan harta waris Pewaris kepada ahli

waris setelah meninggalnya Pewaris berdasarkan hukum waris.

2. Bahwa pewarisan pada hakikatnya merupakan pelanjutan pelaksanaan hak dan

tanggung jawab antara Pewaris dengan ahli waris ketika sama-sama masih hidup

yang terus berlanjut setelah Pewaris meninggal dunia, yang dilanjutakan dalam

bentuk pembagian harta warisan.

3. Bahwa oleh sebab derajat dan kewajiban ahli waris anak perempuan terhadap

Pewaris adalah sama derajat dengan kewajiban ahli waris anak laki-laki, maka

bagian warisan anak perempuan pun sudah seharusnya sama dengan bagian anak

laki-laki.

4. Bahwa ketentuan dalam surat an-Nisa ayat 11 yang telah ditransformasi kedalam

pasal 176 KHI, maka pengamalannya tidak bersifat mutlak 2:1 melainkan 75 

 

Page 78: DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI BAB I …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21705/1/MILKI...iv daftar isi. kata pengantar..... i . daftar isi ...

5. Bahwa illat hukum ahli waris anak laki-laki diberikan 2:1 atas bagian anak

perempuan adalah karena dahulu ahli waris anak laki-laki diebani tanggung jawab

memberikan nafkah dan biaya penghidupan atas ahli waris anak perempuan.

6. Bahwa dalam hukum keluarga di Indonesia tidak ada ketentuan hukum yang

mewajibkan ahli waris laki-laki menanggung biaya penghidupan bagi ahli waris

anak perempuan sehingga tidak ada alasan lagi untuk memberikan bagian yang

lebih besar kepada ahli waris anak laki-laki dari pada ahli waris anak perempuan.

7. Bahwa ketentuan kebutuhan penghidupan anak perempuan pada hakikatnya

adalah sama besar dengan kebutuhan penghidupan ahli waris anak laki-laki.

8. Bahwa Nabi Muhammad SAW memerintahkan untuk bertindak adil terhadap

anak-anak tanpa membedakan jenis kelaminnya, demikian tentunya dalam

memberikan hak warisan, nabi muhammad SAW bersabda: Bertindak adil

terhadap anak-anakmu sekalian.

9. Bahwa dalam kenyataannya pada saat ini struktur keluarga muslim di Indonesia

pada umumnya bersifat bilateral (parental) sebagaimana dirumuskan dalam pasal

45 dan 46 Undang-undang perkawinan sehingga tidak lagi membeda-bedakan

antara anak laki-laki dan anak perempuan dalam hak dan kewajiban dalam

keluarga, demikian pula tentunya dalam hak dan kewajiban anak terhadap orang

76  

Page 79: DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI BAB I …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21705/1/MILKI...iv daftar isi. kata pengantar..... i . daftar isi ...

tuanya ketika orang tuanya masih hidup dalam kewarisan ketika orang tuanya

meninggal dunia.

10. Bahwa ketentuan dalam al-Quran surat an-Nisa ayat 11 yang telah ditransformasi

kedalam pasal 176 KHI yang memberikan bagian seorang anak laki-laki seperti

bagian dua orang anak perempuan (2:1) tidaklah bersifat absolut manakala

keadilan menghendaki lain.

11. Bahwa penentuan porsi anak laki-laki 2:1 dengan anak perempuan pada

hakikatnya merupakan batas minimal yang harus diberikan dan diterima oleh

anak perempuan berdasarkan prinsip keadilan.

12. Bahwa menegakkan keadilan yang diperintahkan dalam al-Quran merupakan

hukum dasar (hukum ushuliyah) yang bersifat absolut sedang porsi pembagian

warisan anak laki-laki 2:1 dengan anak perempuan merupakan hukum terapan

(hukum furuiyah) sebagai cabangnya yang bersifat reatif karena bergantung pada

illatnya yaitu keadilan. Oleh sebab itu manakala hukum furuiyah tidak sesuai

dengan ushuliyah maka penerapan hukum furuiyah dapat saja berubah demi

terwujudnya keadilan yang merupakan hukum ushuliyah.

13. Bahwa oleh sebab yang absolut dalam al-Quran adalah menegakkan keadilan,

maka penerapan bagian anak laki-laki 2:1 dengan anak perempuan dilakukan

manakala keadilan menghendaki demikian dan dapat saja dilakukan pembagian

yang sama antara anak laki-laki dengan anak perempuan (1:1) manakala keadilan

menghendaki demikian.

77  

Page 80: DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI BAB I …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21705/1/MILKI...iv daftar isi. kata pengantar..... i . daftar isi ...

14. Bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut dan demi menegakkan

keadilan yang diperintahkan dalam al-Quran maka harta waris almarhum pewaris

dapat dibagi sama besar baik kepada ahli waris anak laki-laki maupun anak

perempuan.

Jika dilihat dari pertimbangan-pertimbangan tersebut diatas maka dalam hal

ini hakim pada Pengadilan tingkat banding tidak sependapat dengan hakim pertama,

maka putusan hakim pertama harus dibatalkan.

Khusus mengenai besarnya bagian masing-masing ahli waris yang disamakan

besarnya antara anak laki-laki dengan anak perempuan, maka salah satu hakim

anggota majelis yang bernama Dra. Hj. Durrah Baraja, S.H., M. Hum. Menyatakan

tidak sependapat dengan pendapat dua anggota mejelis lainnya. Hal-hal yang menjadi

keberatan beliau terlampir. Dengan demikian, dalam musyawarah majelis untuk

perkara kewarisan ini telah terjadi ketidaksepakatan pendapat antara tiga orang

hakim. Ketidaksepakatan tersebut menimbulkan dua pendapat yang berbeda yaitu

yang menghendaki besar bagian anak laki-laki sama besar dengan bagian anak

prempuan dan pendapat yang tetap mempertahankan pembagian waris dengan porsi

2:1. Oleh karena putusan akhir merupakan hasil dari pendapat yang terbanyak dari

tiga anggota majelis tersebut, maka pendapat yang pertamalah yang diambil yakni

besar bagian anak laki-laki sama besar dengan bagian anak prempuan. Putusan seperti

ini sering disebut dengan istilah desinting opinion.

78  

Page 81: DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI BAB I …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21705/1/MILKI...iv daftar isi. kata pengantar..... i . daftar isi ...

Kemudian, berdasarkan ketentuan pasala 181 ayat 1 HIR, oleh sebab dalam

perkara pembagian waris tidak ada pihak yang kalah maupun yang menang karena

masing-masing ahli waris mendapat bagiannya sendiri-sendiri dalam menurut hukum

Islam, maka biaya perkara pada tingkat pertama dibebankan kepada Penggugat dan

Tergugat, sedang biaya perkara pada tingkat banding dibebankan kepada Pembanding

dan Terbanding secara tanggung renteng.

C. Telaah Kritis Terhadap Perkara Pembagian Harta Waris Putusan

Pengadilan Agama Jakarta Timur dan Pengadilan Tinggi Agama Jakarta

1. Persamaan dan Perbedaan Putusan Pengadilan Agama (PA) Jakarta

Timur dan Pengadilan Tinggi Agama (PTA) Jakarta

a. Persamaan dan Tentang Hukumnya

No. PA Jakarta Timur PTA Jakarta Tentang Hukumnya 1 Mengabulkan gugatan

Penggugat sebagian Mengabulkan gugatan Penggugat sebagian.

Karena gugatan Penggugat dalam provisi tidak diterima.

2  Menyatakan gugatan provisi para Penggugat tidak diterima.

Menyatakan gugatan provisi para Penggugat tidak diterima.

Sita jaminan atas harta pihak ketiga tidak dapat dilakukan sita (Pasal 197 ayat 8 HIR dan dwangsomnya tidak dimuat dalam posita sehingga menjadi cacat formal.

3  Menyatakan alm. H. Sarmada dan Hj. Hafsah sebagai Pewaris.

Menyatakan almarhum H. Sarmada dan Hj. Hafsah sebagai Pewaris.

Berdasarkan bukti (P.1, P.6) dan pengakuan Tergugat serta keterangan saksi.

4  Menetapkan ahli waris H. Sarmada dan Hj. Hafsah yaitu kedelapan anaknya.

Menetapkan ahli waris H. Sarmada dan Hj. Hafsah yaitu kedelapan anaknya.

Berdasarkan pengakuan Tergugat serta keterangan saksi-saksi yang saling bersesuaian.

5  Menetapkan harta peninggalan H. Sarmada dan Hj.Hafsah yang menjadi obyek sengketa.

Menetapkan harta peninggalan H. Sarmada dan Hj.Hafsah yang smenjadi obyek sengketa.

Berdasarkan bukti (T.1) yang telah dicocokkan dengan aslinya dan bermaterai cukup, telah memenuhi syarat formal

79  

Page 82: DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI BAB I …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21705/1/MILKI...iv daftar isi. kata pengantar..... i . daftar isi ...

dan material serta berdasarkan pengakuan Tergugat dan keterangan saksi-saksi yang saling bersesuaian.

6  Menghukum Tergugat atau siapa saja yang menguasai obyek sengketa yang tersebut diatas untuk menyerahkan bagian para ahli waris lainnya. Apabila tidak dapat dibagi secara natural, maka dilelang atau dijual dan hasilnya dibagi untuk semua ahli waris.

Menghukum Tergugat atau siapa saja yang menguasai obyek sengketa yang tersebut diatas untuk menyerahkan bagian para ahli waris lainnya. Apabila tidak dapat dibagi secara natural, maka dilelang atau dijual dan hasilnya dibagi untuk semua ahli waris.

Berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak dan pertimbangan-pertimbangan lainnya yang dilakukan hakim.

b. Perbedaan dan Tentang Hukumnya

No. PA Jakarta Timur

Tentang Hukumnya PTA Jakarta Tentang Hukumnya

1 Menetapkan bagian ahli waris dengan asal masalah 11 yaitu untuk ahli waris laki-laki 2/11 dan untuk ahli waris perempuan 1/11.

Berdasarkan Firman Allah SWT Surat an-Nisa ayat 11.

Menetapkan bagian ahli waris dengan asal masalah 8 yaitu untuk ahli waris laki-laki 1/8 dan untuk ahli waris perempuan 1/8.

-Ketentuan surat an-Nisa ayat 11 tidak bersifat mutlak 2:1 melainkan berdasarkan asas keadilan sebagai illat hukum karena ketentuan ayat dimaksud dengan kata mitslu berarti relatif. -Bahwa illat hukum ahli waris anak laki-laki atas bagian anak perempuan merupakan budaya bangsa Arab. Keluarga muslim Indonesia umumnya bersifat bilateral hal ini dirumuskan dalam Pasal 45 dan 46 UU Perkawinan, maka tidak ada lagi membeda-

80  

Page 83: DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI BAB I …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21705/1/MILKI...iv daftar isi. kata pengantar..... i . daftar isi ...

bedakan antara anak laki-laki dan perempuan.81

2  Menolak permohonan Penggugat untuk menetapkan ahli waris yang bernama Suryatman bin H. Sarmada berada dalam pengampuan Hj. Suryati binti H. Sarmada.

Pengampuan atau perwalian merupakan perkara tersendiri dan tidak bisa dikomulasi, karena diluar yang diatur dalam Pasal 86 ayat (1) UU No.7 Th 1989 yang telah diubah dengan UU No.3 Th 2006, maka sesuai Pasal 229 HIR penetapan pengampu harus diajukan perkara sendiri.

Mengabulkan Permohonan Terbanding yang dulunya Penggugat untuk menetapkan ahli waris yang bernama Suryatman bin H. Sarmada berada dalam pengampuan Hj. Suryati binti H. Sarmada dan bagian harta peninggalan yang menjadi hak Suryatman berada dan dikuasai serta diamanatkan kepada pengampunya.

Berdasarkan Bukti (P.8) Bahwa Suryatman Menderita Sakit Sehingga Tidak Cakap Melakukan Perbuatan Hukum, Dan Selama Ini Secara De Facto Telah Berada Dibawah Pengampuan Hj. Suryati Serta Tidak Ada Keberatan Dari Ahli Waris Yang Lain, Maka Demi kemaslahatan Suryatman permohonan dikabulkan.

3  Menghukum Tergugat untuk membayar biaya perkara sebesar Rp.1.656.000,- (Satu juta enam ratus lima puluh enam ribu rupiah)

Berdasarkan Pasal 160 HIR biaya yang timbul dibebankan kepada Tergugat.

Menghukum seluruh ahli waris untuk membayar biaya perkara pada tingkat pertama dibebankan kepada Penggugat dan Tergugat sebesar Rp. 1.656.000,- (Satu juta enam ratus lima puluh enam ribu rupiah) sedang biaya perkara pada tingkat banding dibebankan kepada Pembanding dan Terbanding secara tanggung renteng sebesar Rp. 100.000,- (Seratus ribu rupiah).

Berdasarkan ketentuan Pasal 181 ayat (1) HIR, oleh sebab dalam perkara pembagian waris tidak ada pihak yang kalah dan yang menang karena masing-masing ahli waris mendapat bagiannya sendiri-sendiri, maka biaya perkara dari tingkat pertama sampai banding dibebankan kepada kedua belah pihak secara tanggung renteng.

                                                            81 Lihat pada halaman sebelumnya mengenai Analisis dan Pertimbangan Hakim Pengadilan

Tinggi Agama Jakarta. h. 83-84 81 

 

Page 84: DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI BAB I …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21705/1/MILKI...iv daftar isi. kata pengantar..... i . daftar isi ...

Setelah melihat table di atas dan membaca dua macam putusan Pengadilan

yang telah diuraikan sebelumnya, serta mengetahui letak persamaan dan perbedaan

dari kedua putusan itu, ada beberapa hal yang menggugah hati penulis untuk

menganalisa dan memberikan telaah kritis terhasdap putusan tersebut.

Dalam menganalisa putusan perkara diatas, ada 3 (tiga) hal yang menjadi

catatan besar. Pertama, mengenai ketidakjelasan apa yang menjadi keberatan

Pembanding yang dulu sebagai Tergugat terhadap putusan Pengadilan Agama Jakarta

Timur, karena pembanding tidak mencantumkan memori banding. Kedua, mengenai

pertimbangan hakim tingkat pertama yang menolak permohonan Penggugat untuk

menetapkam Pengampu bagi Suryatman. Ketiga, mengenai pertimbangan hakim

dalam memutuskan besar bagian masing-masing ahli waris dengan porsi sama besar.

Pertama, penulis berpendapat bahwa titik masalah dari gugatan yang diajukan

oleh Penggugat harus dipahami secara keseluruhan. Sebenarnya awal masalah

sengketa harta waris ini adalah sebagai berikut:

1. Terjadinya keterlambatan dalam pembagian harta warisan.

2. Munculnya kecurigaan telah terjadi penguasaan secara sepihak atas harta

warisan yang dilakukan oleh Tergugat.

Dari kedua faktor diatas dapat disimpulkan bahwa untuk mencegah hal itu

terjadi Penggugat mengajukan gugatan kepada Pengadilan supaya harta peninggalan

tersebut bisa cepat dibagikan. Hal ini sesuai dengan pasal 188 KHI yang menyatakan

bahwa: “Para ahli waris baik secara bersama-sama atau perseorangan dapat

82  

Page 85: DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI BAB I …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21705/1/MILKI...iv daftar isi. kata pengantar..... i . daftar isi ...

mengajukan permintaan kepada ahli waris lainnya untuk melakukan pembagian harta

warisan. Bila ada diantara ahli waris yang tidak menyetujui permintaan itu, maka

yang bersangkutan dapat mengajukan gugatan melalui Pengadilan Agama untuk

dilakukan pembagian harta warisan”.

Keterlambatan pembagian harta warisan ini yang kemudian memicu banyak

masalah seperti yang dicantumkan dalam posita Penggugat. Selain terjadi

kesimpangsiuran kepemilikan atas harta, sisa penjualan rumah yang belum dibagikan,

juga mungkin timbul masalah mengenai hasil dari harta produktif yang akan dibagi

selama jarak waktu sebelum harta peninggalan dibagi. Misalnya hasil dari SPBU

milik Pewaris yang sekarang dikelola oleh Tergugat. Untuk menghindari banyak

permasalahan itulah, maka dalam hukum Islam mengajarkan agar warisan harus

segera diselesaikan bilamana Pewaris jelas sudah wafat. Bahkan dalam referensi-

referensi fikih klasik dikemukakan bahwa harta warisan sudah mulai berpindah hak

penguasaannya, meskipun belum sepenuhnya, semenjak Pewaris dalam keadaan sakit

keras yang membawa kematian. Sebagaimana Nabi SAW bersabda:

 حدثنا موسى بن إسماعيل حدثنا وهيب حدثنا ابن طاوس عن أبيه عن ابن عباس رضي اهللا عنهم

  82.…عن النبي صلى اهللا عليه و سلم قال ألحقوا الفرائض بأهلها:

Artinya: “Berikanlah harta waris kepada orang-orang yang berhak….” (HR. Bukhari dan Muslim)

                                                             - اليمامة ، آثير ابن دار(، المختصر الصحيح الجامع; البخاري صحيح ،الجعفي البخاري عبداهللا أبو إسماعيل بن محمد 82

2483. ص‚  6: األجزاء عدد ‚ )1987 – 1407 :بيروت

83 

 

Page 86: DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI BAB I …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21705/1/MILKI...iv daftar isi. kata pengantar..... i . daftar isi ...

Kata al-Haqqu yang berarti berikanlah adalah fi’il amar yaitu kata perintah.

Kata tersebut mengandung makna perintah untuk menyegerakan pembagian harta

peninggalan. Penyegeraan pembagian ini bertujuan untuk menghindari munculnya

permasalahan dikemudian hari. Jadi inti dari isi gugatan yang diajukan Penggugat

adalah penyegeraan pembagian harta warisan bukan mempersoalkan diputus dengan

porsi 2:1 (baca: dua banding satu) atau 1:1 (satu banding satu). Dengan demikian

penuils sependapat dengan keberatan yang dikemukakan oleh Dra. Hj. Durrah Baraja,

S.H., M. Hum. Salah satu anggota majelis di Pengadilan tingkat banding. 

Kedua, mengenai permohonan pengampuan yang tidak diterima oleh hakim

tingkat pertama. Untuk hal ini penulis berpendapat lain. Dasar hukum yang

digunakan sebagai dalil oleh hakim dalam menolak permohonan pengampuan yaitu

pasal 86 ayat 1 Undang-undang No.7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama yang

telah diubah menjadi Undang-undang No.3 Tahun 2006 tentang Peradilan Agama.

Penulis berasumsi bahwa penggunaan pasal tersebut keliru karena dalam pasal itu

disebutkan :

(1) Gugatan soal penguasaan anak, nafkah anak, nafkah istri, dan harta bersama

suami istri dapat diajukan bersama-sama dengan gugatan perceraian ataupun

sesudah putusan perceraian memperoleh kekuatan hukum.

Jadi menurut penulis, untuk masalah pengampuan ini terdapat dua pilihan.

Peratama, dapat dikomulasi dengan gugatan yang lain. Kedua, dapat diajukan

perkara sendiri.

84  

Page 87: DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI BAB I …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21705/1/MILKI...iv daftar isi. kata pengantar..... i . daftar isi ...

Terlebih lagi kasus ini adalah mengenai perkara waris yang pembagiannya

harus disegerakan. Suryatman bin H. Sarmada adalah salah satu pewaris dari

almarhum H. Sarmada dan Hj. Hapsah. Dengan demikian, sudah pasti Suryatman

mendapat bagian dari harta peninggalan almarhum. Berdasarkan bukti P-8

disebutkan, Suryatman bin H. Sarmada tidak cakap melakukan perbuatan hukum

akibat gangguan syaraf yang dideritanya sejak kecil, sehingga kepadanya harus

ditetapkan perwalian yang nantinya memegang amanat atas bagian harta peninggalan

yang menjadi hak Suryatman bin H. Sarmada tanpa mengabaikan kebutuhan yang

wajar dari pemilik harta yang tidak cakap dalam mengelola harta itu. Dalam hal

perwalian ini Allah SWT berfirman dalam Surat an-Nisa (4) ayat 5:

Artinya: “Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya,83 harta (mereka yang ada dalam kekuasaanmu) yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan. Berilah mereka belanja dan pakaian (dari hasil harta itu) dan ucapkanlah kepada mereka kata-kata yang baik”.

Oleh karena Suryatman bin H.Sarmada dipandang tidak mampu mengelola

hartanya, dan selama ini berada dibawah pengampuan Hj. Suryati binti H. Sarmada,

maka seharusnya hakim menerima permohonan tersebut dan menetapkan Hj. Suryati

binti H. Sarmada sebagai pengampu atas Suryatman bin H. Sarmada sebagaimana

                                                            83 Orang yang belum sempurna akalnya ialah anak yatim yang belum balig atau orang dewasa

yang tidak dapat mengatur harta bendanya. 85 

 

Page 88: DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI BAB I …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21705/1/MILKI...iv daftar isi. kata pengantar..... i . daftar isi ...

yang tertera pada pasal 184 KHI tentang pengangkatan wali. Hal ini telah disepakati

pula oleh Penggugat dan Tergugat.

Ketiga, mengenai pertimbangan-pertimbangan yang dijadikan dasar hukum

oleh hakim tingkat banding dalam menentukan bagian ahli waris laki-laki sama besar

dengan bagian perempuan, penulis tidak sependapat, maka hal ini perlu dikritisi.

Bila ditinjau dari segi jumlah bagian yang diperoleh, memang terdapat

ketidaksamaan. Akan tetapi hal tersebut bukan berarti tidak adil karena keadilan

dalam pandangan Islam tidak hanya diukur dengan jumlah yang didapat saat

menerima hak waris tetapi juga dikaitkan pada kegunaan dan kebutuhan. Dalam tafsir

al-Misbah dikatakan bahwa Lidzdzakari mitslu hazhzhil al-untsayain (bagian seorang

anak laki-laki sama dengan bagian dua orang anak perempuan) mengandung

penekanan pada bagian anak perempuan. Karena, dengan dijadikannya bagian anak

perempuan sebagai ukuran untuk anak laki-laki, itu berarti sejak semula seakan-akan

sebelum ditetapkannya hak anak laki-laki, hak perempuan telah terlebih dahulu ada.

Redaksi ini adalah untuk menjelaskan hak perempuan dalam memperoleh hak

waris.84

Dari penjelasan diatas boleh jadi bahwa al-Quran sebenarnya lebih berpihak

kepada perempuan yang lemah dari pada laki-laki. Bagaimana tidak, laki-laki

membutuhkan istri tetapi dia harus membelanjainya. Wanita juga membutuhkan

suami, tapi tidak wajib membelanjainya, bahkan perempuanlah yang harus dipenuhi

                                                            84 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah; Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Quran, (Jakarta:

Lentera Hati, 2002), Cet. 2, h. 434-435

86  

Page 89: DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI BAB I …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21705/1/MILKI...iv daftar isi. kata pengantar..... i . daftar isi ...

kebutuhannya. Berangkat dari hal ini lah, maka sangat sulit mempersamakan antara

laki-laki dan perempuan.

Jika merujuk kepada teks keagamaan, baik al-Quran maupun Sunnah,

ditemukan tuntunan dan ketentuan hukum yang disesuaikan dengan kodrat, fungsi

dan tugas yang dibebankan kepada mereka.85 Pria dibebankan agama membayar

mahar, membelanjai istri dan anak-anaknya sedang perempuan tidak demikian. Jika

demikian maka bagian laki-laki yang dua kali lebih banyak dari perempuan

sebenarnya ditetapkan Allah SWT untuk dirinya dan istrinya. Seandainya dia tidak

wajib menafkahinya, maka setengah dari yang seharusnya dia terima itu dapat

mencukupinya. Disisi lain, bagian perempuan yang satu itu, sebenarnya cukup untuk

dirinya, sebagaimana kecukupan satu bagian untuk pria bila dia tidak menikah.

Apabila perempuan itu menikah, maka keperluan hidupnya ditanggung oleh suami,

sedang bagiannya yang satu dapat dia simpan tanpa dibelanjakan. Jadi, siapakah yang

habis dan siapa yang utuh bagiannya? Jelas laki-laki karena bagiannya harus dibagi

dua, sedang yang dimilki perempuan tidak digunakan sama sekali. Jika demikian

maka keberpihakan Allah SWT terhadap perempuan lebih berat dari pada

keberpihakan-Nya terhadap laki-laki.

Mengenai pertimbangan hakim yang menyatakan bahwa dalam hukum

keluarga tidak ada ketentuan hukum yang mewajibkan ahli waris anak laki-laki

menanggung biaya ahli waris perempuan memang betul, akan tetapi menurut

                                                            85 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah; Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Quran, (Jakarta:

Lentera Hati, 2002), Cet. 2, h. 443

87  

Page 90: DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI BAB I …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21705/1/MILKI...iv daftar isi. kata pengantar..... i . daftar isi ...

pendapat penulis hal tersebut bersifat kasuistik. Bila si ahli waris perempuan sudah

menikah dan masih mempunyai suami, berarti pernyataan tersebut benar, karena yang

menanggung biaya ahli waris perempuan yaitu suaminya. Tapi bila ahli waris

perempuannya janda, tidak memiliki pekerjaan, dan anaknya banyak, maka

seharusnya saudara laki-laki sekandungnya yang menanggung biaya hidup janda

tersebut beserta anak-anaknya, apabila dia mampu. Kemudian bila ahli waris

perempuannya masih belum menikah, tapi juga bukan janda, misalnya dia masih

memerlukan biaya untuk sekolah dan sebagainya, maka seharusnya saudara laki-laki

sekandungnya yang menanggung biaya hidupnya sampai dia menikah, karena saudara

laki-laki sekandungnya merupakan wali bagi si ahli waris perempuan, tetapai

memang dalam hukum keluarga Indonesia, jika saudara kandung laki-laki tidak

berbuat demikian, saudara perempuannya tidak dapat menuntutnya dimuka

Pengadilan. Meskipun demikian, pertimbangan hakim dalam hal ini menurut penulis

kurang tepat untuk digunakan sebagai dasar hukum dalam memberikan porsi 1:1

(baca: satu banding satu) terhadap bagian anak laki-laki dan anak perempuan.

Kemudian dalam pertimbangannya hakim Pengadilan tingkat banding juga

menggunakan pasal 45 dan 46 Undang-undang No.1 tahun 1974 sebagai dasar hukum

dalam menentukan besar bagian yang diperoleh ahli waris yakni sama besar, menurut

pendapat penulis itu kurang tepat karena kewajiban seorang anak terhadap orang tua

semasa hidup adalah berbakti kepadanya dengan cara berbuat baik, wajib

menghormatinya. Sebagaimana Allah SWT brfirman dalam al-Quran Surat Lukman

(31) ayat 14. 88 

 

Page 91: DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI BAB I …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21705/1/MILKI...iv daftar isi. kata pengantar..... i . daftar isi ...

☺  

Artinya:“Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua

orang ibu- bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam Keadaan lemah yang bertambah- tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun.bersyukurlah kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu”. (QS. Lukman 31:14)

Sedangkan kewajiban seorang anak terhadap orang tuanya ketika dia

meninggal dalam KHI pasal 175 disebutkan:

1) Kewajiban ahli waris terhadap pewaris adalah:

a. Mengurus dan menyelesaikan sampai pemakaman jenazah selesai,

b. Menyelesaikan baik utang-utang berupa pengobatan, perawatan, termasuk

kewajiban pewaris maupun menagih piutang,

c. Menyelesaikan wasiat pewaris, membagi harta warisan diantara ahli waris

yang berhak,

2) Tanggung jawab ahli waris terhadap utang atau kewajiban ahli waris hanya

terbatas pada jumlah atau nilai harta peninggalannya.

Penulis berasumsi bahwa kewajiban anak terhadap orang tua ketika orang

tuanya meninggal dunia dalam hal kewarisan hanya sebatas menyelesaikan urusan

yang belum sempat almarhum selesaikan semasa hidupnya atau memang perkara

tersebut hanya bisa diselesaikan setelah Pewaris wafat, bukan menekankan kepada

jumlah bagian harta waris yang diperoleh ahli waris. Dalam melaksanakan kewajiban

terhadap orang tua porsi beban yang dipikul anak laki-laki sama dengan anak

89  

Page 92: DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI BAB I …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21705/1/MILKI...iv daftar isi. kata pengantar..... i . daftar isi ...

perempuan, tetapi hal tersebut tidak lantas menjadi patokan dalam penerimaan hak

mereka sebagai ahli waris karena dengan sendirinya setiap ahli waris sudah

mempunyai bagiannya masing-masing. Hal ini sama seperti yang dikemukakan oleh

Bapak H. Abdillah, S.H. M.H. menurut beliau, pasal 45 dan 46 tersebut boleh

digunakan sebagai dasar hukum, tetapi kurang tepat karena pasal tersebut

menjelaskan mengenai kewajiban orang tua terhadap anak dan kewajiban anak

terhadap orang tuanya yang memang tidak ada pembedaan antara anak laki-laki dan

perempuan. Keduanya harus melaksanakan kewajibannya terhadap orang tua tanpa

ada pengecualian.86

Meskipun demikian, penulis juga tidak melupakan bahwa dalam hukum

kewarisan Islam dikenal istilah at-takharuj min at-tarikah yang merupakan

kesepakatan dalam usaha mewujudkan perdamaian, hal tersebut termaktub dalam

pasal 183 KHI, bahwa: “Para ahli waris dapat bersepakat melakukan perdamaian

dalam pembagian harta warisan, setelah masing-masing menyadari bagiannya”.

Apabila ada dari salah satu ahli waris merasa keberatan atas jumlah yang sudah

ditentukan Allah SWT, atau ada ahli waris yang dengan suka rela ingin memberikan

separoh dari bagian yang dia dapat kepada ahli waris lainnya, hal tersebut bisa

merubah ketentuan, asal ada kesepakatan dan dengan pembuktian yang jelas di muka

Pengadilan. Dalam memberikan pertimbangan hukum, seorang hakim harus melihat

hukum yang hidup (living law) dalam persidangan, sehingga untuk memutuskan adil

atau tidak harus dibuktikan dengan pembuktian yang jelas. Dengan demikian hakim                                                             

86 Abdillah, Hakim Pengadilan Jakarta Timur, Wawancara Pribadi, Jakarta, 02 Agustus 2010. 90 

 

Page 93: DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI BAB I …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21705/1/MILKI...iv daftar isi. kata pengantar..... i . daftar isi ...

dapat mengetahui berapa bagian yang seharusnya didapat oleh si A, B dan C, maka

itulah yang dinamakan adil. Jadi, menurut penulis, apabila tidak ada diantara ahli

waris yang menyatakan keberatan yang disertai bukti yang jelas, maka hukum asal

2:1 (baca: dua banding satu) harus dilaksanakan, agar kita tidak mendapat siksa dari

Allah SWT karena telah merubah apa-apa yang sudah menjadi ketetapan-Nya, seperti

yang tercantum dalam al-Quran Surat an-Nisa ayat 14 yang telah dijelaskan

sebelumnya.

2. Analisa Perbandingan Antara Putusan Pengadilan Tingkat Pertama

Dengan Putusan Pengadilan Tingkat Banding Dikaitkan Dengan Teori

Dan Praktek

Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa dalam memutus perkara

pembagian hak waris anak terdapat dua pendapat yang berbeda mengenai besar

bagiannya. Pertama, pendapat yang membagi besar bagian dengan porsi 2:1 (baca:

dua banding satu) sesuai dengan ketetapan Allah SWT dalam al-Quran Surat an-Nisa

ayat (11) dan Pasal 176 KHI. Kedua, yang membagi bagian dengan besar 1:1 (baca:

satu banding satu) berdasarkan kepada penafsiran secara kontekstual terhadap Surat

an-Nisa ayat 11 dan asas keadilan yang tidak membedakan hak dan kewajiban anak

laki-laki dengan anak perempuan. Masing-masing pendapat tersebut jelas mempunyai

alasan-alasan tersendiri. Menurut hakim yang memutus perkara ini pada Pengadilan

tingkat banding, besar bagian masing-masing ahli waris 1:1 tidak hanya berdasar

pada logika dan filsafat saja melainkan berdasarkan pada penafsiran secara

kontekstual terhadap al-Quran Surat an-Nisa (4) ayat 11 dan hal itu sesuai dengan 91 

 

Page 94: DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI BAB I …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21705/1/MILKI...iv daftar isi. kata pengantar..... i . daftar isi ...

hukum kewarisan yang bersifat bilateral. Oleh karena pewarisan adalah pelanjutan

tanggung jawab dari Pewaris terhadap ahli warisnya, yang tidak membedakan faktor

kelamin, maka dalam penerimaan haknya pun tidak dibedakan antara laki-laki dan

perempuan. Hak dan kewajiban merupakan hukum taklifi yang dapat berubah sesuai

dengan illatnya (kemaslahatan).87

Apabila ditarik benang merah antara kajian hukum secara teoritis (law in

book) dengan kajian hukum dalam tataran praktis (law in action) mengenai

permasalahan kewarisan dan pembagiannya, banyak hal yang harus dicatat untuk

dapat menjawab rumusan masalah sejauh mana pembagian harta waris 2:1 (baca: dua

banding satu) yang terdapat dalam KHI dipergunakan secara mutlak di lingkungan

Pengadilan Agama.

Dalam Bab terdahulu telah dijelaskan bahwa yang dimaksud hukum

kewarisan dalam KHI pasal 171 huruf a yaitu: “Hukum yang mengatur tentang

pemindahan hak pemilikan harta peninggalan (tirkah) pewaris, menentukan siapa-

siapa yang berhak menjadi ahli waris dan berapa besar bagiannya”. Kemudia pasal

176 KHI menyebutkan bahwa “Anak perempuan bila hanya seorang mendapat

separoh bagian, bila dua orang atau lebih mereka bersama-sama mendapat dua pertiga

bagian, dan apabila anak perempuan bersama-sama dengan anak laki-laki maka

bagian anak laki-laki adalah dua berbanding satu dengan anak perempuan”.

                                                            87 Mukti Arto, Hakim Pengadilan Tinggi Agama Jakarta, Wawancara Pribadi, Jakarta, 05

Agustus 2010. 92 

 

Page 95: DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI BAB I …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21705/1/MILKI...iv daftar isi. kata pengantar..... i . daftar isi ...

Dalam prakteknya di Pengadilan, ketentuan KHI dipergunakan sebagai

rujukan bagi hakim dalam mengambil putusan. Dari beberapa putusan yang dijadikan

sampel, dapat diketahui bahwa dalam pelaksanaannya di Pengadilan Agama

khususnya di Pengadilan Agama Jakarta Timur, putusan dalam perkara pembagian

harta warisan bagi anak laki-laki dan perempuan tidak keluar dari aturan KHI.

Namun, bukan berarti putusan Pengadilan Tinggi Agama Jakarta menyalahi

ketentuan yang seharusnya melainkan hal tersebut didasarkan pada pertimbangan-

pertimbangan yang telah dilakukan oleh hakim pada tingkat banding.

Diantara fasktor yang dapat menggeser aturan hukum yang sudah ada menjadi

hukum baru untuk perkara kewarisan ini adalah adanya kesepakatan dan hibah yang

dapat diperhitungkan sebagai warisan (pasal 211 KHI). Kemudian Bapak Drs. A. H.

Mukti Arto, SH.M.Hum (ketua majelis pada pengadilan tingkat banding)

menambahkan selain kedua faktor diatas, aspek-aspek lain yang dapat mengubah

hukum adalah illat (alasan) hukum, faktor keadaan, waktu dan tempat. Sebagaimana

dalam kaidah fikih dikatan: Al-hukmu yadurru ma’a illati wujudan wa ‘adaman dan

Taghayirul ahkami bi taghayuri az-zamani wa makan. Hal ini didukung dari hasil

wawancara dengan Hakim Pengadilan Agama Jakarta Timur dan Hakim Pengadilan

Tinggi Agama Jakrta yang menangani perkara tersebut. Apabila ketetapan 2:1 (baca:

dua banding satu) dikaitkan dengan dengan konsep keadilan, pembagian tersebut

sudah cukup adil menurut hukum, akan tetapi mengingat semakin kompleksnya

kasus-kasus pembagian harta waris yang diajukan ke Pengadilan, maka kemungkinan

untuk keluar dari ketentuan dalam KHI pasti selalu ada. Dengan demikian diharapkan 93 

 

Page 96: DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI BAB I …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21705/1/MILKI...iv daftar isi. kata pengantar..... i . daftar isi ...

94  

jalur perdamaian dapat menjadi solusi terbaik dalam pembagian harta warisan

meskipun dalam pembagiannya keluar dari KHI.

Ketentuan pembagian harta warisan dalam KHI bukan merupakan sesuatu

yang tetap, tetapi dijadikan sebagai gambaran umum bagi Hakim dalam mengambil

putusan. Sehingga, dalam implementasinya di Pengadilan pembagian harta warisan

lebih bersifat fleksibel dan kasuistik, jadi hal itu tidak bersifat mutlak, melainkan

tergantung pada pertimbangan Hakim dalam melihat kasus yang terjadi. Hanya saja

diharapkan Pengadilan dapat memberikan putusan yang seadil-adilnya sesuai dengan

harapan para pihak.

Page 97: DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI BAB I …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21705/1/MILKI...iv daftar isi. kata pengantar..... i . daftar isi ...

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Hukum kewarisan yang terdapat dalam pasal 171 huruf a KHI adalah “Hukum

yang mengatur tentang pemindahan hak pemilikan harta peninggalan (tirkah)

pewaris, menentukan siapa-siapa yang berhak menjadi ahli waris dan berapa

besar bagiannya”.

2. Besar bagian masing-masing ahli waris laki-laki dan perempuan dengan porsi

2:1 (baca: dua banding satu) yang terdapat pada pasal 176 KHI tidak

digunakan secara mutlak. Karena, dalam prakteknya di Pengadilan, ketentuan

KHI hanya dipergunakan sebagai rujukan bagi hakim dalam mengambil

putusan sesuai dengan jalannya persidangan. Sehingga, pembagian harta

warisan lebih bersifat fleksibel dan kasuistik.

3. Bila dikaitkan dengan konsep keadilan, pembagian harta waris anak laki-laki

dua kali lebih besar dari anak perempuan adalah adil menurut hukum

sepanjang tidak ada ahli waris yang keberatan dengan ketentuan tersebut.

4. Konsep keadilan menurut pandangan Islam tidak hanya diukur dengan jumlah

yang didapat saat menerima hak waris tetapi juga dikaitkan pada kegunaan

dan kebutuhan. Karena menurut ketentuan hukum hal tersebut disesuaikan

dengan kodrat, fungsi, dan tugas yang dibebankan kepadanya, tetapi antara

keduanya harus saling meridhoi.

95  

Page 98: DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI BAB I …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21705/1/MILKI...iv daftar isi. kata pengantar..... i . daftar isi ...

5. Faktor yang dapat menggeser aturan hukum yang sudah ada menjadi suatu

aturan hokum baru mengenai kewarisan adalah adanya kesepakatan, hibah

yang dapat diperhitungkan sebagai warisan, alasan hukum, waktu dan tempat.

6. Oleh karena bagian dengan porsi 2:1 (baca: dua banding satu) merupakan

aturan (rule) yang harus dipatuhi dan sebagai hukum asal dari pembagian

harta waris laki-laki dengan perempuan, maka hal tersebut harus lebih dulu

dilaksanakan. Kemudian, bila dalam prakteknya ada kesepakatan antar ahli

waris, atau ada yang merasa keberatan dengan ketentuan tersebut, maka

sebelum diputus dengan ketentuan yang keluar dari aturan yang semestinya,

maka harus dibuktikan dengan pembuktian yang jelas.

Kesimpulan diatas merupakan jawaban dari rumusan permasalahan yang

menjadi latar belakang penulisan skripsi ini. Meskipun dalam prosesnya banyak

kendala yang dihadapi, tetapi secara umum penulis merasa cukup puas dengan hasil

yang diperoleh, karena permasalahan yang selama ini menjadi pertanyaan bagi

penulis telah terjawab dengan penelitian ini.

Akhirnya, penulis berharap semoga tulisan dalam berbentuk skripsi ini dapat

bermanfaat, khususnya bagi penulis, umumnya bagi siapa saja yang ingin

mempelajari ilmu, terutama ilmu hukum untuk merubah meneruskan reformasi

hukum Islam di negeri ini.

96 

 

Page 99: DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI BAB I …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21705/1/MILKI...iv daftar isi. kata pengantar..... i . daftar isi ...

97  

B. Saran

1. Diharapkan KHI dapat menjadi sumber hukum yang bersifat imperative bagi

Peradilan Agama, sehingga dapat meredam perbedaan pendapat terhadap

suatu putusan sesuai dengan tujuan awal dari pembentukan KHI itu sendiri.

2. Hendaknya hakim Pengadilan Agama memiliki interpretasi yang sejalan

dalam mengimplementasikan suatu aturan hukum terutama dalam mengenai

ketentuan besar bagian masing-masing ahli waris, sehingga tidak

menimbulkan disparitasnya putusan Pengadilan yang berakibat pada

ketidakpastiannya hukum.

3. Ketentuan mengenai kewarisan dalam KHI ini hendaknya disosialisasikan

oleh para praktisi hukum kepada masyarakat, sehingga masyarakat dapat

mengetahui akibat hukum dari timbulnya kewarisan.

4. Sebaiknya untuk menyelesaikan perkara kewarisan hendaknya masyarakat

menggunakan jalan kekeluargaan terlebih dahulu sebelum memutuskan untuk

membawanya ke Pengadilan, agar silaturahmi antar keluarga tetap terjaga.

Page 100: DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI BAB I …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21705/1/MILKI...iv daftar isi. kata pengantar..... i . daftar isi ...

DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur’an al-Karim

Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, Jakarta: CV Akademika Pressindo, 1992.

Abta, Asyhari dan Abd. Syakur, Djunaidi. Ilmu Waris al-Faraidl, Surabaya: Pustaka Hikmah Perdana, 2005.

Abu Zahrah, Muhammad. Usul Fikih. Penerjemah Saefullah Ma’sum, dkk, Jakarta: Pustaka Firdaus, 2008.

٢: األجزاء عدد ‚ سياآشرآة النور ، البخاري.عبداهللا أبو إسماعيل بن محمد البخاري

Al-Fikri, Syarudin. “Menengok Riwayat Hukum Waris Dalam Islam”, Arikel diakses pada 08 Agustus 2010 dari http://www.republika.co.id/berita/ensiklopedia-Islam/Islam-digest/10/04/19/112001-menengok-riwayat-hukum-waris-dalam-Islam.

ابن دار، المختصر الصحيح الجامع; البخاري صحيح .البخاري عبداهللا أبو إسماعيل بن محمد الجعفي 6: األجزاء عدد‚ 1987 – 1407 :بيروت - اليمامة ، آثير

Arikunto, Suharsimi. Prosedur Pesnelitian, Jakarta: PT. Rinika Cipta, 1996.

Arman, Ayu. “Menyoal Keadilan Hak Waris Perempuan”, artikel diakses pada 08 Agustus 2010 dari http:/mycompilation.blogspot.com/2010/07/menyoal-keadilan-hak-waris-perempuan.html.

Arto, Mukti. Hukum Waris Bilateral Dalam Kompilasi Hukum Islam, Solo: Balqis

Queen, 2009.

Ash-Shiddieqy, Hasbi. Fiqhul Mawaris, Jakarta: Bulan Bintang, 1978. 

Asy-Syabuniy, Muhammad Ali. Hukum Waris Islam; al-Mawarits Fi Syar’iyati Islamiyah ‘Ala Dhauil Kitab Wa Sunnah, Surabaya: al-Ikhlas, 1995.

Baidlowi. Ketentuan Hak Waris Saudara Dalam Konteks Hukum Islam, Jakarta: Mimbar Hukum, 1999.

Bisri, Cik Hasan. Peradilan Agama di Indonesia, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2000. 

Djalil, A. Basiq. Peradilan Islam, 2007.

Djalil, A. Basiq. Peradilan Agama Di Indonesia, Jakarta: Prenadia Group, 2006.

98  

Page 101: DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI BAB I …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21705/1/MILKI...iv daftar isi. kata pengantar..... i . daftar isi ...

Ghazali, Syaikh Muhammad. Tafsir Tematik Dalam al-Quran, Jakarta: Gaya Media Pratama, 2004.

Hanan, Maftuh. Mutiara Hadits; Shahih Bukhary. Gresik: CV Bintang Pelajar, 1986

Harahap, Yahya. Kedudukan Kewenangan Dan Acara Peradilan Agama;

Undang-undang No.7-Th 1989, Jakarta: Pustaka Kartini, 1997.  

Hazairin. Hukum Kewarisan Bilateral Menurut Quran dan Hadits, Jakarta: PT Tinta Mas, 1982.

Hejazziey, Djawahir. Pedoman Penulisan Skripsi, Jakarta: fakultas Syariah dan Hukum, 2007.

Ibrahim, Johny. Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Jakarta: Bayumedia, 2008.

Jumantoro, Totok dan Munir Amin, Samsul. Kamus Ilmu Ushul Fikih,, Jakarta: Sinar Grafika Offset,2005.

Komite Fakutas Syariah, Universitas Al-Azhar Mesir, Hukum Waris, Jakarta: CV Kuwais Media Kreasindo, 2004.

M. Manulang, E. Fernando. Menggapai Hukum Berkeadilan; Tinjauan Hukum Kodrat dan Anatomi Nilai, Jakarta: Kompas, 2007.

Manan, Abdul. Penerapan Hukum Acara Perdata,.

Martokusumo, Sudikno. Hukum Acara Perdata Indonesia, Yogyakarta: Liberty Press, 1985.

Marwan, M dan P, Jimmy. Kamus Hukum; Dictionary of Law Complete Edition, Surabaya: Reality Publisher, 2009.

Marzuki, Peter Mahmud. Penelitian Hukum, Jakarta: Kencana, 2007.

Mubarok, Elfindi Nurfitri. Penyelesaian Gugatan Kewarisan Anak Perempuan Dengan Saudara Kandung, Skripsi S1 Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008.

Nasuhi, Hamid. Dkk. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah; Skripsi, Tesis, dan Disertasi, Jakarta: CeQda, 2007.

Nurmalia, Eli. Respon Perempuan Terhadap System Pembagian Waris 2:1 Dalam Hukum Kewarisan Islam, Skripsi S1 Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008.

99  

Page 102: DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI BAB I …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21705/1/MILKI...iv daftar isi. kata pengantar..... i . daftar isi ...

100  

Oeripkartawinata, Iskandar dan Sutantio, Retno Wulan. Hukum Acara Perdata ; Dalam Teori Dan Praktek, Bandung: Mandar Maju, 2005.

Quraish Shihab, M. Tafsir al-Misbah; Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Quran, Jakarta: Lentera Hati, 2002.

Ramulyo, Idris. Perbandingan Hukum Kewarisan Islam: di Pengadilan Agama dan Kewarisan Menurut Undang-undang Hukum Perdata (BW) di Pengadilan Negeri, Jakarta: CV Pedoman Ilmu Jaya.

Rasyid, A. dan Raihan. Hukum Acara Peradilan Agama, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000.

Rasyid, Chatib dan Syaifudin. Hukum Acara Perdata Dalam Teori Dan Praktek Pada Peradilan Agama, Yogyakarta: UII Press Yogyakarta, 2009.

Salman, Otje. Hukum Waris Islam, Bandung: Rafika aditama, 2002.

Syarifudin, Amir. Hukum Kewarisan Islam, Jakarta: Kencana Press, 2004. Thalib, Sayuti. Hukum Kewarisan Islam di Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika,

1993.

Tjitrosudibio, R. dan Subekti, R Kitab Undang-undang Hukum Perdata: Burgerlijk Wetboek Dengan Tambahan Undang-undang Pokok Agraria Dan Undang-undang Perkawinan, Jakarta: Pradnya Paramita, 2007.

Wawancara Pribadi dengan Abdillah. Jakarta, 02 Agustus 2010.

Wawancara Pribadi dengan Mukti Arto. Jakarta, 05 Agustus 2010.